Anda di halaman 1dari 6

TUGAS

METODOLOGI PENELITIAN

Nama Dosen : Ir. Sudirman Is. MT. Ph.D

Disusun Oleh :

MUHAMMAD AMIN
NPM 2010018322011

PRODI MAGISTER ARSITEKTUR


FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
UNIVERSITAS BUNG HATTA
2020

Judul I
APLIKASI LANGGAM ARSITEKTUR MELAYU SEBAGAI IDENTITAS
KAWASAN MENUJU KOTA BERKELANJUTAN

PENDAHULUAN
Pekanbaru merupakan ibukota Propinsi Riau yang berada di pulau Sumatera
dengan akar budaya Melayu sebagai tradisi yang telah melekat dalam kehidupan sehari-
hari. Salah satu visi Propinsi Riau adalah untuk menjadi pusat kebudayaan melayu di
Asia Tenggara pada tahun 2025. Untuk mewujudkan visi tersebut, Kota Pekanbaru
sebagai ibukota propinsi merupakan indikator utama dalam mengukur dan menilai
bagaimana kebudayaan melayu di kawasan tersebut dapat dijadikan rujukan atau
referensi mengenai perkembangan kebudayaan melayu di daerah Asia Tenggara.
Arsitektur merupakan salah satu bagian lingkungan binaan yang secara fisikal dapat
menggambarkan ciri khas dan identitas kawasan. Kebijakan pemerintah Kota
Pekanbaru yang mensyaratkan aplikasi langgam arsitektur melayu dalam setiap desain
bangunan di wilayah perkotaan merupakan salah satu upaya dalam menjaga identitas
kawasan sebagai daerah berbudaya melayu. Namun dalam perkembangannya, aplikasi
langgam arsitektur melayu pada bangunan kontemporer di Kota Pekanbaru telah
mengalami pergeseran dari nilai-nilai budaya.
Aplikasi langgam arsitektur melayu direpresentasikan sesuai dengan
pemahaman masing-masing arsitek tanpa mempelajari nilai filosofis tradisi dan nilai-
nilai arsitektur melayu itu sendiri. Ruang lingkup yang menjadi fokus dalam studi ini,
pertama adalah tingkat aplikasi langgam arsitektur melayu dalam desain bangunan
kontemporer di Kota Pekanbaru Kedua, penggunaan langgam arsitektur melayu dinilai
berdasarkan nilai-nilai filosofi yang benar sesuai dengan tradisi kebudayaan melayu,
dan yang ketiga adalah evaluasi aplikasi elemen arsitektur vemakular melayu dalam
merespon kondisi iklim. Tujuan dari studi ini adalah untuk mendapatkan gambaran
yang komprehensif mengenai penerapaan langgam arsitektur melayu pada desain
bangunan-bangunan kontemporer di Kota Pekanbaru. Hasil dari studi ini dapat
dijadikan rujukan dalam melakukan evaluasi mengenai aplikasi langgam arsitektur
melayu pada wajah kota Pekanbaru untuk menjaga orisinalitas nilainilai budayanya
serta meningkatkan kualitas hidup komunitas perkotaan.

Judul II
PEMETAAN RUMAH TRADISIONAL MELAYU RIAU

PENDAHULUAN
Setiap suku bangsa di Indonesia memiliki rumah tradisional. Rumah selain
berfungsi sebagai tempat tinggal juga berfungsi sebagai simbol bagi satu kelompok
atau suku. (Broadbent,1985) Demikian juga halnya dengan masyarakat melayu yang
tinggal di Propinsi Riau. Masyarakat melayu memiliki tiga macam bentuk rumah
tradisional (Effendy, 2002). Ketiganya dilihat dari keanekaan bentuk atapnya. Ada
atap lipat kajang atau lipat pandan, ada atap lontik dan terakhir atap limas.
Ketiga bentuk rumah tradisional ini tersebar tidak saja di Propinsi Riau saat ini,
tetapi juga bentuk yang hampir sama terlihat di Semenanjung Malaysia dan di
Sumatera Barat. Hal ini dapat dipahami karena ketiga daerah ini disamping
berdekatan letaknya, juga memiliki sistem adat yang hampir sama. Beberapa sumber
(Suwardi. MS, Lutfi, Mahdini) menyebutkan bahwa pucuk adat di ketiga daerah ini
adalah adat Perpatih dan adat Ketemanggungan. Berdasarkan pengamatan di
lapangan, kedua sistem adat ini membentuk tipologi rumah tradisonal yang
berbeda pada masing-masing tempat di daerah Riau. Perbedaan tersebut terlihat pada
elemen- elemen arsitektur seperti atap, denah dan massa bangunan.
Pada sisi lain, adat istiadat bukanlah semata-mata sebagai faktor pembentuk
arsitektur rumah tradisional (Broadbent,1985). Ada faktor-faktor lain seperti iklim,
sistem mata pencaharian, lokasi dan lain-lain. Bahkan di daerah melayu Riau, bentuk
arsitektur ada yang ditentukan oleh penguasa kerajaan yang sedang berkuasa
(Effendy,1993). Hamidy (2009) menyebutkan hal ini sebagai „adat yang diadatkan‟
atau adat yang ditentukan oleh penguasa. Salah satu bentuknya dalam arsitektur
adalah arsitektur rumah limas.
Daerah Riau pada masa lalu memiliki banyak kerajaan-kerajaan. Semua
kerajaan-kerajaan ini berpusat di tepi sungai. Ada empat sungai besar tempat
kerajaan- kerajaan berdiri. Sungai Rokan, Sungai Siak, Sungai Kampar dan Sungai
Indragiri atau Sungai Kuantan. Nama kerajaan-kerajaan yang ada biasanya sesuai
dengan nama sungai. Tidaklah diketahui apakah nama sungai yang lebih dahulu ada
atau nama kerajaan yang lebih dahulu. Hampir semua sungai-sungai yang ada berhulu
ke daerah pegunungan Bukit Barisan di Sumatera Barat. Kecuali Sungai Siak. Setiap
kerajaan menganut adat istiadat yang dipilih antara adat Perpatih atau adat
Ketemanggungan.
Kepercayaan tentang asal usul kedua adat ini, berbeda-beda pada tiap
daerah. Daerah seperti Kuantan, Kampar Kanan dan Kampar Kiri, Rokan Kiri
mengakui bahwa adat yang mereka anut berasal dari Minangkabau. Sementara
daerah-daerah pesisir Riau mengakui bahwa adat mereka telah dianut sejak masa
Sriwijaya. Namun jika di daerah Minangkabau adat perpatih dipegang oleh suku Bodi
Caniago dan adat Ketemanggungan dipegang oleh suku Koto Piliang (Jamal,1985)
didaerah Riau hal ini dapat saja bercampur (Suwardi,1985). Di tiap-tiap daerah di
Riau memiliki banyak suku walaupun mereka menganut salah satu dari dua adat
di atas. Suku tersebut antara lain; melayu, patopang, domo, mandaihiliang juga piliang
dan caniago.
Penelitian ini tidaklah untuk membahas lebih jauh tentang adat istiadat
perpatih dan ketemanggungan, tetapi untuk mengetahui tentang bentuk arsitektur
yang dihasilkan pada beberapa daerah di Propinsi Riau berdasarkan sistem adat yang
mereka anut. Dengan melihat satu tempat dan sistem adat yang dianutnya maka
dapatlah dibuat suatu peta rumah tradisional melayu Riau.
Karena keterbatasan waktu dan dana tidak semua daerah masuk dalam
penelitian ini. Untuk dapat membuat sebuah peta utuh tentang rumah tradisional
daerah Riau akan membutuhkan waktu yang lama karena luasnya wilayah Riau dan
keanekaan tradisinya. Oleh karena itu, penelitian ini merupakan titik awal untuk
penelitian yang lebih luas dan komprehensif.

Judul III
IDENTIFIKASI BANGUNAN TRADISIONAL ARSITEKTUR MELAYU
KAMPAR SEBAGAI USULAN CAGAR BUDAYA DESA KUAPAN
KABUPATEN KAMPAR, RIAU
(Tinjauan terhadap Potensi Wisata Budaya Melayu)

PENDAHULUAN
Desa Kuapan Kabupaten Kampar Propins Riau mempunyai sejarah yang cukup
panjang. Sejarah daerah ini diawali dengan kedatangan manusia yang melakukan
migrasi melalui sungai Kampar. Gelombang migrasi pertama kali datang ke Sungai
Kampar yang ketika itu masih bernama Sungai Ombun terjadi pada periode 2500-1500
SM. Diperkirakan migrasi tersebut adalah manusia dengan ciri ras Proto Melayu dimana
merupakan pendukung kebudayaan zaman batu baru yang menyebar ke Pulau Sumatra
melalui Semenanjung Melayu. Mereka adalah Suku Asli yang kini tinggal di
beberapa dusun di Desa Teluk Dalam Kecamatan Kuala Kampar. Setelah itu datang
gelombang migrasi ras Melayu kedua sesudah tahun 1500 SM yang di sebut
Deutro Melayu yang menyebabkan Proto Melayu menyingkir ke pedalaman, sisanya
bercampur dengan pendatang baru. Di dalam proses selanjutnya orang-orang
Deutro Melayu bercampur lagi dengan pendatang-pendatang dan berbagai golongan
berasal dari berbagai penjuru nusantara. Dari ras Proto Melayu kini masih terdapat
di Hilir Sungai Kampar yaitu Pulau Penyali (Kuala Kampar), mereka menyebut
dirinya dengan nama Suku Asli. Dibagian hulu Sungai Kampar ditemukan adanya
beberapa kebudayaan batu besar (megalitikum) berupa menhir, dolmen, tebing-
tebing sungai Kampar, dan desa-desa di sekitar Kampar Kiri (Elmustian Rahman, 2012).
Kebudayaan ini sebagai lambang bahwa orang yang meninggal mendapat
penghormatan dari pengikutnya, yang tersebar di beberapa wilayah Kampar seperti
Lubuk Agung, Daerah Aliran Sungai Kampar di sekitar wilayah XIII Koto Kampar,
Gema, Sebayang Kampar Kiri.
Sungai Kampar yang mengalir terus membelah daratan Riau telah menjadi
sarana transportasi bagi masyarakat pada waktu itu. Banyak daerah yang dilalui
oleh sungai Kampar yang berkembang dan menjadi sangat maju. Salah satu
daerah yang dilalui oleh sungai Kampar Kiri ini yaitu Desa Kuapan. Desa ini terletak di
Kabupaten Kampar tepatnya pada kecamatan Tambang. Jarak desa Kuapan dari
Kota Pekanbaru sekitar 38 km kearah Barat. Sedangkan dari Kota Payakumbuh
Sumatera Barat, jarak desa ini sekitar 162 km. Perkembangan penduduk Melayu
yang telah menyebar disepanjang sungai Kampar telah mengahasilkan kebudayaan
setempat yang sangat kaya. Sosiologi masyarakat budaya dan aktifitas
perekonomian mereka telah menghadirkan pemukiman yang cukup baik dimasanya.
Kebudayaan yang masih kental sangat tercermin didalam disain arsitektur
bangunan serta peruntukkan perumahan bagi seluruh masyarakat lokal. Sungguh
pun begitu perbedaan diantara masyarakat tradisional.
Sesuai dengan amanat Undang undang no 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya
bahwa bangunan yang mempunyai usia lebih dari 50 dan memiliki kepentingan
terhadap sejarah dan budaya harus dipelihara dan dilestarikan. Beranjak dari
undang- undang inilah tim peneliti menganggap perlunya dilakukan identifikasi
atas rumah- rumah tersebut. Kawasan ini berada disepanjang tepian sungai
Kampar. Bangunan rumah tradisional di Desa Kuapan memiliki nilai historis yang
memperlihatkan kebudayaan masyarakat Kampar pada masa lampau.
Desa Kuapan yang memiliki peninggalan bangunan tradisional arsitektur
Melayu yang cukup khas dan unik. Desa ini sangat cocok untuk dikembangkan sebagai
desa wisata budaya dengan kekayaan bangunan tradisional yang masih berdiri dengan
kokohnya. Kekayaan lokal ini tidak hanya terlihat dari bangunannya akan tetapi
didukung oleh tepian sungai yang cukup tenang. Masyarakat desa juga memiliki
karakter yang ramah dan sopan menghadapi para tetamu yang datang untuk
berkunjung. Mereka melayani setiap tamu yang datang dengan penuh keramahan
dan memberikan penjelasan yang memadai. Potensi ini dipandang sudah cukup
untuk menjadikan desa Kuapan menjadi desa Wisata.

Anda mungkin juga menyukai