Anda di halaman 1dari 4

DRAFT 1

METODE HITUNG CEPAT (QUICK COUNT) DATA SAMPAH1


Bidang Pengelolaan Sampah KLH2

Latar Belakang

1. Data dan informasi sampah sangat terbatas ketersediaannya. Kalau pun tersedia, validitas dan
akurasinya patut dipertanyakan.
2. Dari sisi substansi, data sampah memang tidak sederhana karena menyangkut beberapa
komponen yang datanya hanya bisa didapatkan melalui metode uji ilmiah dan metode survey
langsung di lapangan, baik survey lengkap dengan sensus maupun survey dengan cara sampling.
Data dimaksud antara lain komposisi sampah, sumber asal sampah, berat jenis sampah (wet
basis maupun dry basis), dan tingkat timbulan sampah per kapita. Untuk menjalankan metode
tersebut dibutuhkan biaya besar dan waktu yang relatif lama.
3. Selama ini data timbulan sampah (waste generation) di Indonesia diperoleh melalui dua cara,
yaitu:
a) Hasil estimasi dari hasil perkalian jumlah populasi dengan tingkat timbulan sampah per
kapita. Metode ini memang paling praktis dan sederhana tetapi sangat menggampangkan
persoalan karena pertama, semua populasi dalam semua tingkatan usia menghasilkan
jumlah sampah yang sama. Kedua, belum ada angka tingkat timbulan sampah per kapita
yang valid dan dapat dipertanggungjawabkan sampai saat ini.
b) Hasil perhitungan volume sampah yang terangkut ke TPA. Metode ini jelas memiliki deviasi
yang cukup besar karena tidak semua sampah kota terangkut ke TPA. Menurut data yang
ada, persentase rata-rata sampah yang terangkut ke TPA adalah 60% dari total timbulan
sampah. Artinya, deviasi data timbulan sampah dengan metode ini bisa sampai 40%.
4. Kebutuhan akan data sampah yang lebih valid dan akurat sudah sangat mendesak mengingat
salah satu amanat UU No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah yang harus segera
dimplementasikan adalah menetapkan Kebijakan dan Strategi Pengelolaan Sampah tingkat
nasional, provinsi, dan kabupaten/kota. Hal ini menjadi sangat penting karena tidak ada
kebijakan dan strategi yang benar dan tepat tanpa data yang akurat.
5. Guna menjembatani antara kebutuhan akan data dalam waktu yang relatif cepat dan ketersediaan
dana yang relatif terbatas, maka diperlukan satu metode inventory data sampah yang lebih cepat
tanpa mengkorbankan tingkat validitas dan akurasinya.

Tujuan

Menetapkan metode hitung cepat (quick count) dalam inventory data sampah.

Output

Pedoman inventory data sampah dengan metode hitung cepat (quick count).

Outcomes

Memudahkan pemerintah daerah dalam melakukan inventory data sampah yang lebih valid dan
akurat dengan biaya yang relatif tidak terlalu besar.

1 Disampaikan pada Rapat Kerja Teknis Pengendalian Pencemaran Lingkungan, Jakarta 5-7 Mei 2009
2 Asdep Urusan Pengendalian Pencemaran Limbah Domestik & Usaha Skala Kecil

1 usosidik@menlh.go.id
DRAFT 1

Kerangka Teori

1. Penghitungan data timbulan sampah selama ini didasarkan atas 1 variabel sumber sampah saja,
yaitu permukiman atau permukiman/perumahan. Faktanya, terdapat variabel lain yang
seharusnya diperhitungkan untuk mengukur data timbulan sampah. Varibel-variabel tersebut
memang bersifat tidak tetap tetapi sangat penting untuk menekan tingkat deviasi data.
Ketidaktetapan variabel ditentukan oleh kondisi daerah kota (urban area) masing-masing kota.
Kota metropolitan dan kota besar akan memiliki variabel yang lebih banyak dibanding kota
sedang dan kota kecil.
2. Variabel-variabel yang mempengaruhi penghitungan data timbulan sampah tersebut adalah:
1) permukiman/perumahan termasuk apartemen dan rumah susun;
2) kawasan industri/manufaktur;
3) pasar tradisional;
4) kawasan perdagangan;
5) fasilitas publik;
6) ruang terbuka hijau;
7) jasa;
8) lainnya.

Sehingga persamaan untuk menghitung timbulan sampah berubah dari semula:


n
WG : ∑ ppi. . wpc Pers. 1
i=1
Dimana
WG : Total timbulan sampah (m3/hari)
pp : Populasi penduduk wilayah 1 s.d. N (jiwa)
wpc : Angka timbulan sampah per kapita (gram/orang/hari)

Menjadi persamaan:
n
WG : ∑ (Rti .k)+(Indi .k)+(Psri .k)+(Dagi .k)+(Fasi .k)+(Rthi .k)+(Jasi .k)+(Dlli .k) Pers. 2
i=1
Dimana
WG : Total timbulan sampah (m3/hari)
Rt : Populasi kepala keluarga dalam permukiman/perumahan 1 s.d. n (KK)
Ind : Luas kawasan industri/manufaktur 1 s.d. n (m2)
Psr : Luas bangunan dan lahan tanpa bangunan pasar tradisional 1 s.d. n (m2)
Dag : Luas bangunan dan lahan tanpan bangunan kawasan perdagangan 1 s.d. n (m2)
Fas : Luas bangunan dan lahan tanpa bangunan fasilitas publik 1 s.d. n (m2)
Rth : Luas lahan ruang terbuka hijau 1 s.d. n (m2)
Jas : Luas bangunan dan lahan tanpa bangunan kegiatan jasa 1 s.d. n (m2)
Dll : Luas (?) lain-lain 1 s.d. n (m2)
k : konstanta

Metodologi

2 usosidik@menlh.go.id
DRAFT 1

1. Berbeda dengan Persamaan 1 (Pers. 1) dimana total timbulan sampah diperoleh dari jumlah
sampah yang berasal hanya dari permukiman/perumahan yang dihitung dari perkalian jumlah
total populasi dengan angka tingkat timbulan sampah per kapita, pada Persamaan 2 (Pers. 2)
total timbulan sampah diperoleh dari penjumlahan semua variabel sumber timbulan sampah,
dimana perhitungan untuk masing-masing variabel menggunakan pendekatan yang berbeda.
Variabel dan sub-variabel tambahan tersebut adalah fungsi dari aktivitas manusia karena
timbulan sampah tidak hanya berhubungan dengan jumlah populasi tetapi juga terkait erat
dengan jenis aktivitas manusia. Misalnya, untuk variabel permukiman/perumahan
menggunakan pendekatan volume sampah per satuan jumlah kepala keluarga (KK) tidak
menggunakan jumlah jiwa. Contoh lainnya, untuk menghitung total timbulan sampah di
kawasan tertentu menggunakan pendekatan volume sampah per satuan meter per segi (m2)
lahan dan/atau bangunan.
2. Seluruh variabel yang terdapat pada Pers. 2 bukan merupakan variabel yang berdiri sendiri
melainkan variabel gabungan dari beberapa sub-variabel. Misalnya, variabel
permukiman/perumahan terdiri dari 3 sub-variabel meliputi: permukiman/perumahan kecil,
permukiman/perumahan sedang, dan permukiman/perumahan atas. Kategori variabel dan sub-
variabel secara lengkap dapat dilihat pada matrik di bawah ini.

Variabel dan sub-variabel quick count data timbulan sampah


Variabel Sub-variabel Satuan Konstanta Waktu Timbulan (m3) Total timbulan (m3)
1 2 3 4 5 6 7
1 Permukiman/ Kecil KK Harian
perumahan
Menengah KK Harian
Atas KK Harian
2 Industri Jenis ? Harian
Luas lahan m2 Harian
2
3 Pasar tradisional Besar m Harian
2
Sedang m Harian
Kecil m2 Harian
2
4 Perdagangan Mal/Plasa m Harian
2
Pertokoan m Harian
2
5 Fasilitas publik Jalan m Harian
Sekolah m2 Harian
2
Perkantoran m Harian
2
Terminal m Harian
2
Stasiun m Harian
Pelabuhan m2 Harian
2
6 RTH Taman m Harian
2
Hutan kota m Harian
2
7 Jasa Hotel m Harian
Restoran m2 Harian
2
Kedai nasi m Harian

3 usosidik@menlh.go.id
DRAFT 1

8 Lain-lain ? Harian

3. Dengan menggunakan Pers. 2, kolom terakhir (kolom 7) pada matrik di atas yang
menunjukkan total volume timbulan sampah dapat diketahui. Untuk mengetahui total
timbulan sampah tersebut, hal yang penting yang harus ditentukan terlebih dahulu adalah
konstanta (k) untuk masing-masing sub-variabel. Sementara data sub-variabel yang lain
dapat diperoleh dari data sekunder.
4. Satuan. Satuan yang terdapat pada kolom 3 adalah suatu pendekatan baru yang digunakan
untuk menghitung secara cepat data timbulan sampah. Jenis satuan yang digunakan akan
tergantung pada sub-variabel yang ditentukan. Namun, satuan yang paling umum digunakan
adalah luas lahan atau luas bangunan dalam m2. Pada prinsipnya, penggunaan satuan
ditujukan untuk mengetahui nilai konstanta (k). Dasar penetapan satuan luas lahan atau luas
bangunan, misalnya pada variabel pasar, selain untuk mempermudah dan mempercepat
proses penghitungan volume timbulan sampah, juga agar hasil perhitungan volume timbulan
sampah bisa lebih akurat. Kenapa lebih akurat? Karena jika menggunakan metode
konvensional populasi pasar dikalikan angka timbulan sampah per kapita, deviasinya akan
cederung besar karena populasi pasar bersifat dinamis dengan perbedaan angka yang cukup
signifikan. Sedangkan, jika menggunakan pendekatan volume timbulan sampah per satuan
luas pasar maka akan diperoleh data yang lebih akurat karena volume timbulan sampah per
satuan luas pasar cenderung akan mendekati angka yang konstan. Datanya akan semakin
valid dan akurat jika jumlah sampling memadai.
5. Konstanta (k). Nilai k pada prinsipnya adalah volume sampah (m3) per satuan yang
digunakan (kolom 3). Untuk menentukan nilai k masing-masing sub-variabel maka
dibutuhkan survey di masing-masing kota. Survey yang dilakukan memakai teknik sampling
untuk tiap-tiap sub-variabel. Sebaiknya kegiatan sampling dilakukan berulang dalam kurun
waktu tertentu untuk setiap sub-variabel agar mendapatkan nilai k yang lebih akurat. Contoh
kasus, untuk menentukan nilai k sub-variabel permukiman/perumahan kecil di Kota A maka
harus melakukan sampling di beberapa lokasi permukiman/perumahan kecil yang berbeda
(misalnya di beberapa kelurahan di tiap-tiap kecamatan) dan dilakukan secara berulang
dalam kurun waktu tertentu sampai didapatkan nilai k = volume timbulan sampah per KK
yang relatif konstan. Kegiatan sampling yang sama diterapkan pada sub-variabel yang lain
untuk menentukan konstanta k masing-masing sub-variable.

Isu-isu Penting

1. Merujuk pada kerangka teori metode quick count, maka perlu disepakati mengenai kriteria
dan batasan dari variabel dan sub-variabel yang digunakan. Sebagai contoh, perlu disepakati
apa yang dimaksud dengan permukiman/perumahan kecil, permukiman/perumahan
menengah, dan permukiman/perumahan atas. Apakah akan menggunakan kriteria dan
batasan baru yang disepakati atau menggunakan kriteria dan batasan yang sudah ada,
misalnya yang digunakan oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Hal ini berlaku untuk seluruh
variabel dan sub-variabel yang digunakan.
2. Teknik sampling harus dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan dapat diaplikasikan
secara praktis. Sehingga metode quik count ini harus didiskusikan dengan ahli statistik.
3. Berhubung metode quick count ini juga membutuhkan data sekunder yang cukup banyak,
maka ketersediaan data sekunder yang memadai di daerah patut juga diperhatikan.

4 usosidik@menlh.go.id

Anda mungkin juga menyukai