Sistem infrastruktur yang baik dan terpadu menjadi kunci pada pengembangan struktur
kota yang terencana, terlebih karena secara hirarki, sistem infrastruktur akan mendukung
sistem ekonomi dan pada akhirnya sistem ekonomi akan mendukung sistem sosial kota.
Kota Manado membutuhkan sistem infrastruktur terpadu yang dapat memadukan antar
infrastruktur dan pengembangan kawasan, antar jaringan, di dalam kawasan dan antar
kawasan, keterpaduan transportasi intermodal, pengelolaan air dan energy, penyediaan
RTH serta penerapan green building, yang semuanya merupakan wujud dari sebuah Kota
Hijau sebagai dasar menuju Kota Cerdas.
Mengacu pada kebutuhan kota akan data dan perencanaan terpadu akan infrastruktur kota,
maka Bapelitbang Kota Manado melakukan kegiatan penyusunan Masterplan
Pengembangan Infrastruktur Kota Manado Tahun Anggaran 2017 yang dikontrakkerjakan
kepada konsultan PT. Anugerah Maesa Lestari.
Laporan Pendahuluan ini merupakan tahapan awal dari rangkaian laporan pada kegiatan
penyusunan Masterplan Pengembangan Infrastruktur Kota Manado Tahun Anggaran 2017,
yang berisi latar belakang kegiatan, gambaran awal mengenai infrastruktur kota,
pendekatan dan metodologi yang digunakan konsultan serta rencana kerja tim. Seluruh
bagian tersebut diuraikan dalam 5 (lima) bab.
Demikianlah laporan awal ini, yang pada tahapan berikutnya akan semakin lengkap dengan
data (sekunder dan primer) dan rangkaian analisis sesuai kebutuhan pekerjaan ini.
Tim Penyusun
- i -
Daftar Isi
Hal.
BAB 1 Pendahuluan I–1
1.1 Latar Belakang I–1
1.2 Maksud dan Tujuan I–2
1.3 Kedudukan Masterplan Pengembangan Infrastruktur dalam
Perencanaan Ruang Kota Manado I–3
1.4 Dasar Hukum Perencanaan I–4
1.5 Lokasi Perencanaan I–6
1.6 Sistematika Pembahasan I–7
- ii -
3.3 Gambaran Umum Infrastruktur Kota Manado III – 50
- iii -
BAB 1 Pendahuluan
Sistem infrastruktur yang baik dan terpadu menjadi kunci pada pengembangan struktur
kota yang terencana, terlebih karena secara hirarki, sistem infrastruktur akan mendukung
sistem ekonomi dan pada akhirnya sistem ekonomi akan mendukung sistem sosial kota.
Kota Manado membutuhkan sistem infrastruktur terpadu yang dapat memadukan antar
infrastruktur dan pengembangan kawasan, antar jaringan, di dalam kawasan dan antar
kawasan, keterpaduan transportasi intermodal, pengelolaan air dan energy, penyediaan
RTH serta penerapan green building, yang semuanya merupakan wujud dari sebuah Kota
Hijau sebagai dasar menuju Kota Cerdas. Sebuah masterplan dibutuhkan untuk dapat
mensinergikan semua perencanaan infrastruktur yang ada dengan perencanaan ruang dan
perkembangan kota saat ini.
I- 1
Gambar 1.1
Latar belakang perencanaan infrastruktur terpadu Kota Manado
I- 2
2. Tersusunnya rencana pengembangan yang komprehensif dari tiap komponen
infrastruktur dan konektifitasnya secara regional.
3. Tersusunnya tahapan dan program pembangunan infrastruktur terpadu Kota Manado.
I- 3
Gambar 1.2
Kedudukan Masterplan Pengembangan Infrastruktur Kota Manado dalam Perencanaan
Ruang
I- 4
Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4438);
5. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4725);
6. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 130, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5049);
7. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 24, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5657) sebagaimana telah diubah beberapa kali dan
terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah;
8. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 58 tahun 2005 tentang
Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2005
Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4578);
9. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 48, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4833);
10. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan
Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 21, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Republik Indonesia Nomor 5103);
11. Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016 tentang Perangkat Daerah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 114);
12. Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional 2015-2019 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015
Nomor 3);
13. Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek
Strategis Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 4)
14. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 tahun 2006 tentang Pedoman
Pengelolaan Keuangan Daerah yang kemudian diubah dengan Peraturan Menteri
I- 5
Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007 dan terakhir diubah dengan Peraturan Menteri
Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011 (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2011
Nomor 310);
15. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2014 tentang Batas Daerah Kota
Manado dengan Kabupaten Minahasa Provinsi Sulawesi Utara; (Berita Negara
Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 1247)
16. Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2016 tentang
Pedoman Pengelolaan Barang Milik Daerah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun
2016 Nomor 547);
17. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 01/PRT/M/2014 tentang Standar
Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (Berita Negara
Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 267);
18. Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Utara No. 3 Tahun 2011 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Provinsi Sulawesi Utara Tahun 2005-
2025;
19. Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Utara Nomor 3 Tahun 2016 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah Tahun 2016-2021 Provinsi Sulawesi Utara
(Lembaran Daerah Provinsi Sulawesi Utara Tahun 2016 Nomor 3);
20. Peraturan Daerah Kota Manado Nomor 8 Tahun 2011 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Kota Manado Tahun 2005-2025;
21. Peraturan Daerah Kota Manado Nomor 1 Tahun 2014 tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Kota Manado Tahun 2014-2034 (Lembaran Daerah Kota Manado Tahun
2014 Nomor 1);
I- 6
Gambar 1.3
Peta Administrasi Kota Manado
I- 7
Berisi uraian gambaran umum Kota manado serta gambaran awal kondisi
infrastrukturnya.
Bab 4 Pendekatan dan Metodologi
Berisi uraian mengenai pendekatan dan metodologi yang digunakan dalam
penyusunan Masterplan Pengembangan Infrastruktur Kota Manado.
Bab 5 Rencana Kerja
Berisi uraian rencana kerja tim, kebutuhan tenaga ahli, kebutuhan data dan
pelaksanaan kegiatan survey.
I- 8
BAB 2 Pengembangan Infrastruktur Kota
Sistem Infrastruktur
Sistem infrastruktur didefinisikan sebagai fasilitas atau struktur dasar, peralatan, instalasi
yang dibangun dan yang dibutuhkan untuk berfungsinya sistem sosial dan sistem ekonomi
masyarakat (Grigg, 2000 dalam Kodoatie,R.J.,2005). Sistem infrastruktur merupakan
pendukung utama sistem sosial dan sistem ekonomi dalam kehidupan masyarakat.
Disini, infrastruktur berperan penting sebagai mediator antara sistem ekonomi dan sosial
dalam tatanan kehidupan manusia dan lingkungan. Kondisi itu agar harmonisasi kehidupan
tetap terjaga dalam arti infrastruktur tidak kekurangan (berdampak pada manusia), tapi juga
tidak berlebihan tanpa memperhitungkan daya dukung lingkungan alam karena akan
merusak alam dan pada akhirnya berdampak juga kepada manusia dan makhluk hidup
lainnya. Dalam hal ini, lingkungan alam merupakan pendukung sistem infrastruktur, dan
sistem ekonomi didukung oleh sistem infrastruktur, sistem sosial sebagai obyek dan sasaran
didukung oleh sistem ekonomi. Analoginya seperti gambar dibawah ini :
II - 1
Gambar 2.1
Keterkaitan sistem infrastruktur dengan lingkungan, sistem ekonomi dan sistem sosial
Komponen Infrastruktur
Komponen-komponen di dalam infrastruktur menurut APWA (American Public Works
Association) adalah :
1. Sistem penyediaan air : waduk, penampungan air, transmisi dan distribusi, fasilitas
pengolahan air (water treatment)
2. Sistem pengelolaan air limbah : pengumpul, pengolahan, pembuangan, daur ulang
3. Fasilitas pengelolaan limbah padat
4. Fasilitas pengendalian banjir, drainase dan irigasi
5. Fasilitas lintas air dan navigasi
6. Fasilitas transportasi: jalan, rel, bandar udara (termasuk tanda-tanda lalu lintas dan
fasilitas pengontrol
7. Sistem transit publik
8. Sistem kelistrikan: produksi dan distribusi
9. Fasilitas gas alam
II - 2
10. Gedung publik: sekolah, rumah sakit
11. Fasilitas perumahan publik
12. Taman kota sebagai daerah resapan, tempat bermain termasuk stadion
13. Komunikasi
II - 3
2.2 Pengembangan Infrastruktur Kota Manado
Dalam menunjang Visi Manado Kota CERDAS, maka pengembangan infrastruktur Kota
Manado mengacu pada perencanaan kota masa depan Indonesia (sumber : Bappenas) yaitu
Kota Berkelanjutan dan Berdaya saing 2015 – 2045, dimana perencanaan tersebut terdiri
atas 3 pilar yaitu :
1. Kota Layak yang aman dan nyaman, diwujudkan lewat perencanaan : strong
neighboorhoods, walkable, affordable, comfortable, cultural dan connectivity. Target
nasional adalah 100 % indikator Standar Pelayanan Perkotaan (SPP) terpenuhi di
tahun 2025.
2. Kota Hijau yang berketahanan iklim dan bencana, diwujudkan lewat perencanaan :
green openspace, green waste, green transportation, green water, green energy,
green building dan residence. Target nasional adalah 100 % indikator Kota hijau dan
Berketahanan Iklim dan Bencana terpenuhi di tahun 2035.
3. Kota Cerdas yang berdaya saing dan berbasis teknologi, diwujudkan lewat
perencanaan : smart economy, smart people, smart governance, smart mobility,
smart environment dan smart living. Target nasional adalah 100 % indikator Kota
Cerdas yang berdaya saing dan berbasis teknologi terwujud di tahun 2045.
Gambar 2.2
Kota masa depan Indonesia dalam perencanaan BAPPENAS
II - 4
Gambar 2.3
Peta jalan menuju Kota Masa Depan (Kota Berkelanjutan) sesuai RPJPN 2025 - 2045
II - 5
Kota Layak Huni, Aman dan Nyaman
Kota Hijau yang Berketahanan Iklim dan Bencana
Kota Cerdas dan Berdaya Saing
3. Perwujudan tata kelola kota berkelanjutan
Selanjutnya, pengembangan Kota Cerdas pada tahun 2015 – 2019 dilakukan dengan
menggunakan strategi dan kebijakan sebagai berikut :
1. Kebijakan : Pemenuhan Standar Pelayanan Perkotaan (SPP) di 12 Kawasan Perkotaan
Metropolitan, sedikitnya 20 kota sedang dan 10 kota baru publik di luar Pulau Jawa –
Bali yang diarahkan sebagai pengendali (buffer) arus urbanisasi dan diarahkan
sebagai pusat pertumbuhan utama yang mendorong keterkaitan kota dan desa di
wilayah sekitarnya.
2. Rumusan strategi untuk melaksanakan kebijakan tersebut adalah :
Menyediakan sarana dan prasarana dasar perkotaan sesuai dengan tipologi,
fungsi dan peran kotanya;
Menyediakan dan meningkatkan sarana ekonomi, khususnya sektor
perdagangan dan jasa termasuk perbaikan pasar tradisional, koperasi dan
Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM);
Meningkatkan pelayanan kesehatan, pendidikan dan sosial budaya;
Menyediakan sarana permukiman beserta sarana dan prasarananya yang
layak dan terjangkau;
Mengembangkan sistem transportasi publik yang terintegrasi dan multimoda
sesuai dengan tipologi kota dan kondisi geografisnya;
Meningkatkan keamanan kota berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi
(TIK).
Rencana tindak lanjut pengembangan Kota Cerdas (Smart city) di Indonesia serta
implementasi program menuju pembangunan kota berkelanjutan (RPJMN 2015 – 2019
onward) dapat dilihat pada gambar – gambar berikut :
II - 6
Gambar 2.4
Platform untuk mencapai pembangunan kota berkelanjutan
Gambar 2.5
Implementasi program menuju pembangunan kota berkelanjutan
(RPJMN 2015 – 2019 onward)
II - 7
2.2.1 Indikator Standar Pelayanan Perkotaan (SPP)
Dalam empat dekade ini, populasi penduduk perkotaan meningkat 6 kali lipat, sehingga
menimbulkan beberapa permasalahan perkotaan seperti backlog perumahan, timbulnya
permukiman kumuh, banjir, kemacetan, meningkatnya kriminalitas serta disparitas yang
semakin tinggi. Untuk menyelesaikan permasalahan tersebut, dibutuhkan kerjasama yang
kuat antar sektor, antar daerah, dan antar tingkat pemerintahan. Kota memiliki fungsi
internal dan eksternal. Selain dituntut untuk dapat menyediakan infrastruktur dasar bagi
masyarakat, sebuah kota juga dituntut untuk memenuhi fungsi eksternal untuk dapat
melayani kebutuhan kota-kota di sekitarnya yang memiliki hierarki lebih kecil, sehingga
perlu kerjasama lintas daerah. SPP memiliki perbedaan dengan SPM, karena SPM
menyediakan infrastruktur pelayanan berdasarkan jumlah penduduk, sedangkan SPP
mempertimbangkan fungsi, dan peran kota, sehingga tidak hanya berdasar pada banyaknya
penduduk yang harus dilayani pada sebuah kota.
SPP yang diuraikan pada sub bab ini merupakan SPP berdasarkan Permendagri No. 57 tahun
2010, sedangkan SPP yang terbaru saat ini masih dalam proses penyusunan di Direktorat
Jenderal Bina Administrasi Kewilayahan, Kementerian Dalam Negeri (FGD, status April 2017,
sumber : bpiw.pu.go.id).
Standar Pelayanan Perkotaan, yang selanjutnya disingkat SPP, adalah pelayanan minimal
yang tersedia di kawasan perkotaan. Kawasan perkotaan adalah wilayah yang mempunyai
kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat
permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan
sosial, dan kegiatan ekonomi. Hal – hal terkait SPP diuraikan pada Pasal 2 hingga 16 dari
Permendagri No. 57 tahun 2010, sebagai berikut :
II - 8
Pasal 3
SPP bermanfaat bagi pemerintah daerah sebagai dasar untuk memberikan pelayanan
perkotaan bagi masyarakat.
BAB III
STANDAR PELAYANAN PERKOTAAN
Pasal 4
SPP didasarkan pada:
a. status kawasan perkotaan; dan
b. ukuran kawasan perkotaan.
Pasal 5
(1) Status kawasan perkotaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf a meliputi:
a. kota otonom;
b. ibukota kabupaten; dan
c. ibukota provinsi.
(2) Ukuran kawasan perkotaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf b meliputi:
a. kawasan perkotaan besar;
b. kawasan perkotaan sedang; dan
c. kawasan perkotaan kecil.
Pasal 6
(1) Kawasan Perkotaan Besar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf a dengan
jumlah penduduk yang dilayani paling sedikit 500.000 (lima ratus ribu) jiwa.
(2) Kawasan Perkotaan Sedang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf b
dengan jumlah penduduk yang dilayani lebih dari 100.000 (seratus ribu) jiwa dan kurang
dari 500.000 (lima ratus ribu) jiwa.
(3) Kawasan Perkotaan Kecil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf c dengan
jumlah penduduk yang dilayani paling banyak 100.000 (seratus ribu) jiwa.
Pasal 7
SPP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dikelompokkan sesuai dengan fungsi kawasan
perkotaan yang terdiri atas:
a. tempat permukiman perkotaan;
b. pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan;
II - 9
c. pelayanan sosial; dan
d. kegiatan ekonomi.
Pasal 8
(1) Tempat permukiman perkotaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf a terdiri
atas jenis pelayanan:
a. perumahan;
b. air minum;
c. drainase;
d. prasarana jalan lingkungan;
e. persampahan;
f. air limbah;
g. energi;
h. komunikasi dan informasi; dan
i. ruang terbuka hijau.
(2) Pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 7 huruf b terdiri atas jenis pelayanan:
a. perkantoran pemerintah;
b. pelayanan administrasi kependudukan dan administrasi pertanahan;
c. pelayanan ketenagakerjaan;
d. pelayanan perizinan;
e. sarana pengendalian lingkungan hidup;
f. penanggulangan bencana; dan
g. ketentraman dan ketertiban.
(3) Pelayanan sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf c terdiri atas jenis
pelayanan:
a. pendidikan;
b. kesehatan;
c. pusat pelayanan sosial;
d. rekreasi dan olahraga;
e. sarana peribadatan; dan
f. pemakaman.
II - 10
(4) Kegiatan ekonomi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf d terdiri atas jenis
pelayanan:
a. pusat perdagangan dan jasa;
b. pergudangan;
c. ruang untuk sektor informal dan usaha kecil dan menengah;
d. jasa keuangan;
e. pusat informasi daerah;
f. penginapan; dan
g. pelayanan transportasi.
Pasal 9
Uraian jenis pelayanan kawasan perkotaan berdasarkan status dan ukuran kawasan
perkotaan tercantum dalam lampiran Peraturan Menteri ini.
BAB IV
PENYEDIAAN JENIS PELAYANAN PERKOTAAN
Pasal 10
(1) Penyediaan jenis pelayanan perkotaan sesuai dengan SPP dilakukan oleh pemerintah
dan/atau pemerintah daerah.
(2) Pemerintah daerah dalam menyediakan jenis pelayanan perkotaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dapat bekerjasama dengan pemerintah daerah lainnya dan/atau
dunia usaha sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Pemerintah daerah dalam melaksanakan kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) mempertimbangkan efektifitas, efisiensi, dan sinergitas sistem pelayanan regional.
(4) Pemerintah daerah dalam penyediaan pelayanan perkotaan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat (2) mengacu pada rencana tata ruang dan kriteria dan/atau
standar teknis.
Pasal 11
(1) Pemerintah daerah dalam menyediakan SPP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10
ayat (1) dilakukan secara bertahap paling lama 10 (sepuluh) tahun, terhitung mulai
diberlakukannya Peraturan Menteri ini.
II - 11
(2) Rencana penyediaan SPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam
dokumen perencanaan pembangunan daerah.
BAB V
PEMBINAAN DAN PENGENDALIAN
Pasal 12
(1) Menteri Dalam Negeri melakukan pembinaan dan pengendalian pelayanan perkotaan.
(2) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. koordinasi dengan kementerian/lembaga terkait dalam penyediaan pelayanan
perkotaan;
b. sosialisasi SPP;
c. peningkatan kapasitas aparat daerah melalui pendidikan dan pelatihan; dan
d. supervisi dalam perencanaan penyediaan pelayanan perkotaan.
(3) Pengendalian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui pemantauan dan
evaluasi.
Pasal 13
(1) Gubernur melakukan pembinaan dan pengendalian pelayanan perkotaan.
(2) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. koordinasi dengan pemerintah dan pemerintah kabupaten/kota;
b. sosialisasi Pedoman SPP ke pemerintah kabupaten/kota; dan
c. fasilitasi penyediaan jenis pelayanan perkotaan.
(3) Pengendalian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui pemantauan dan
evaluasi.
(4) Dalam melaksanakan pembinaan dan pengendalian sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) dan ayat (3), Gubernur melakukan koordinasi dengan tim koordinasi pembangunan
perkotaan.
Pasal 14
Bupati/Walikota melaksanakan dan memfasilitasi penyediaan pelayanan perkotaan.
II - 12
BAB VI
PELAPORAN
Pasal 15
(1) Bupati/Walikota melaporkan penyelenggaraan penyediaan pelayanan perkotaan
kepada Gubernur, paling sedikit 1 (satu) tahun sekali dan sewaktu-waktu apabila
diperlukan.
(2) Gubernur melaporkan penyelenggaraan SPP kepada Menteri Dalam Negeri dan menteri
teknis berdasarkan laporan Bupati/Walikota dan hasil pembinaan dan pengendalian, 1
(satu) tahun sekali dan sewaktu-waktu apabila diperlukan.
BAB VII
PENDANAAN
Pasal 16
(1) Menteri Dalam Negeri dalam melakukan pembinaan dan pengendalian penyediaan
pelayanan perkotaan bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
dan/atau sumber pendanaan lainnya yang sah dan tidak mengikat.
(2) Pemerintah provinsi dalam penyediaan, pembinaan, dan pengendalian pelayanan
perkotaan bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi dan/atau
sumber pendanaan lainnya yang sah dan tidak mengikat.
(3) Pemerintah kabupaten/kota dalam penyediaan dan pembinaan pelayanan perkotaan
bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten/Kota dan/atau
sumber pendanaan lainnya yang sah dan tidak mengikat.
Dengan jumlah penduduk kota mencapai 533.576 jiwa (Dinas Dukcapil Juni 2017), Kota
Manado masuk dalam kategori kawasan perkotaan besar.
II - 13
kesehatan lingkungan, mensinergikan lingkungan alami dan buatan, berdasarkan
perencanaan dan perancangan kota yang berpihak pada prinsip – prinsip berkelanjutan.
Green City (Kota hijau) adalah konsep pembangunan kota berkelanjutan dan ramah
lingkungan yang dicapai dengan strategi pembangunan seimbang antara pertumbuhan
ekonomi, kehidupan sosial dan perlindungan lingkungan sehingga kota menjadi tempat yang
layak huni tidak hanya bagi generasi sekarang, namun juga generasi berikutnya.
Green city bertujuan untuk menghasilkan sebuah pembangunan kota yang berkelanjutan
dengan mengurangi dampak negatif pembangunan terhadap lingkungan dengan kombinasi
strategi tata ruang, strategi infrastruktur dan strategi pembangunan sosial.
II - 14
pribadi, penciptaan infrastruktur jalan yang mendukung perkembangan transportasi
massal, mengurangi emisi kendaraan, serta menciptakan ruang jalan yang ramah bagi
pejalan kaki dan pengguna sepeda.
5. Green water (manajemen air yang hijau)
Konsep green water bertujuan untuk penggunaan air yang hemat serta penciptaan air
yang berkualitas. Dengan teknologi yang maju, konsep ini bisa diperluas hingga
penggunaan hemat blue water (air baku/ air segar), penyediaan air siap minum,
penggunaan ulang dan pengolahan grey water (air yang telah digunakan), serta
penjagaan kualitas green water (air yang tersimpan di dalam tanah).
6. Green energy (Energi hijau)
Green energi adalah strategi kota hijau yang fokus pada pengurangan penggunaan energi
melalui penghematan penggunaan serta peningkatan penggunaan energi terbarukan,
seperti listrik tenaga surya, listrik tenaga angin, listrik dari emisi methana TPA dan lain-
lain.
7. Green building (Bangunan hijau)
Green building adalah struktur dan rancangan bangunan yang ramah lingkungan dan
pembangunannya bersifat efisien, baik dalam rancangan, konstruksi, perawatan, renovasi
bahkan dalam perubuhan. Green building harus bersifat ekonomis, tepat guna, tahan
lama, serta nyaman. Green building dirancang untuk mengurangi dampak negatif
bangunan terhadap kesehatan manusia dan lingkungan dengan pengembangan
bangunan hemat energi, air, dan lain-lain yang efisien, menjaga kesehatan penghuni serta
mampu mengurangi sampah, polusi dan kerusakan lingkungan.
8. Green Community (Komunitas hijau)
Green community adalah strategi pelibatan berbagai stakeholder dari kalangan
pemerintah, kalangan bisnis dan kalangan masyarakat dalam pembangunan kota hijau.
Green community bertujuan untuk menciptakan partisipasi nyata stakeholder dalam
pembangunan kota hijau dan membangun masyarakat yang memiliki karakter dan
kebiasaan yang ramah lingkungan, termasuk dalam kebiasaan membuang sampah dan
partisipasi aktif masyarakat dalam program-program kota hijau pemerintah.
II - 15
2.2.3 Konsep Kota Cerdas
Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution mengatakan ada enam konsep kota
cerdas atau smart city di dunia. Hal yang pertama adalah kota tersebut harus smart
ekonomi atau kota yang pintar secara ekonomi. Konsep berikutnya adalah smart mobility,
smart environmental, smart government dan smart living.
Secara harfiah, smart city dapat diartikan sebagai “kota cerdas”. Smart city adalah konsep
kota cerdas yang dirancang guna membantu berbagai hal kegiatan masyarakat, terutama
dalam upaya mengelola sumber daya yang ada dengan efisien, serta memberikan
kemudahan mengakses informasi kepada masyarakat, hingga untuk mengantisipasi kejadian
yang tak terduga sebelumnya (sumber : smartcity.wg.ugm.ac.id)
Dikutip dari laman smartcityindonesia.org, sebuah kota dikatakan Smart apabila kota
tersebut benar-benar dapat mengetahui keadaan kota di dalamnya, memahami
permasalahan tersebut secara lebih mendalam, hingga mampu melakukan aksi terhadap
permasalahan tersebut. Sedangkan dalam buku Pengenalan dan Pengembangan Smart City,
kota cerdas didefinisikan sebagai sebuah konsep pengembangan dan pengelolaan kota
dengan pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) untuk menghubungkan,
memonitor, dan mengendalikan berbagai sumber daya yang ada di dalam kota dengan lebih
efektif dan efisien untuk memaksimalkan pelayanan kepada warganya serta mendukung
pembangunan yang berkelanjutan.
Berdasarkan definisi tersebut, ada beberapa hal yang dapat digarisbawahi berkaitan
dengan smart city.
Pertama, yaitu sebuah konsep yang diterapkan oleh sistem pemerintahan daerah
dalam mengelola masyarakat perkotaan.
Kedua, mensyaratkan pengelolaan daerah terhadap segala sumber daya dengan
efektif dan efisien.
Ketiga, smart city diharapkan mampu menjalankan fungsi penyedia informasi secara
tepat kepada masyarakat dan mampu mengantisipasi kejadian yang tak terduga.
II - 16
Aspek utama Smart City
Pada tahun 2014, Frost & Sullivan mengidentifikasi 8 aspek utama dari penerapan smart
city, yaitu smart governance, smart infrastructure, smart technology, smart mobility, smart
healthcare, smart energy, smart building, dan smart citizen.
Gambar 2.6
Konsep Pengembangan Kota Cerdas (Prof Suhono, LPIK-ITB)
II - 17
The IESE Business School, sebuah sekolah penelitian di Spanyol telah memilih 20 kota pintar
terbaik di dunia. Mereka menilainya melalui index yang disebut Cities in Motion Index
(CIMI), dengan cara mengutus peneliti ke 135 kota di 55 negara di seluruh dunia dan
mengukurnya dengan 50 indikator. 20 kota pintar terbaik di dunia menurut Cities in Motion
Index (CIMI) yaitu antara lain : Tokyo, London, New York, Zürich, Paris, Geneva, Basel,
Osaka, Seoul, Oslo, Philadelphia, Los Angeles, Dallas, Copenhagen, Eindhoven, Amsterdam,
Sidney, Stockholm, Chicago, Baltimore.
II - 18
Sementara itu di Bandung, Pemkot Bandung dengan serius mengagendakan Bandung Smart
City. Pemkot Bandung dan Dewan Pengembangan Bandung Kota Cerdas berkomitmen
menjadikan Bandung Juara, sebagai kota yang nyaman dan unggul. Melalui ruang Bandung
Commad Center, terdapat 5 aspek utama yang dikedepankan antara lain partiwisata dan
transportasi, pelayanan publik dan bisnis, pendidikan dan kesehatan, serta pengelolaaan
pemerintah.
Dikutip dari bandung.go.id, Kota Bandung mewakili Indonesia terpilih masuk finalis 6 besar
dunia untuk Inovasi Smart City dari World Smart City Organisation 2015 di Barcelona.
Walikota Bandung, Ridwan Kamil juga pernah berucap bahwa targetnya Bandung dapat
menginisiasi 1000 aplikasi untuk kepentingan publik.
Gambar 2.8
Bandung Commad Center
Konsep smart city yang dimilik oleh Bandung Smart City meliputi citizen complaint online,
Rapor camat/lurah oleh warga (SIP), Perizinan Online (Hay.U), monitoring program kerja
Pemkot (Silakip), komunikasi aktif warga melalui akun Twitter tiap Dinas, dan masih banyak
lagi rencana kedepannya.
Persiapan Kota Manado menuju Kota Cerdas tahun 2021 antara lain diwujudkan lewat
peresmian Cerdas Command Center (C3) Manado pada tanggal 27 Februari 2017 oleh
Walikota Manado Vicky Lumentut dan Wakil Wali Kota Mor Bastiaan disaksikan Deputi II
II - 19
Bidang Keamanan Persandian Lembaga Sandi Negara Brigjen TNI Suharyanto di gedung
serbaguna Pemkot Manado.
Gambar 2.9
Cerdas Command Center Manado
C3 adalah fasilitas pemerintah untuk digunakan seperti rapat dan mengambil keputusan,
menugaskan, mengkoordinasikan, memonitor semua tindakan sebagai respon pemerintah
terhadap masyarakat. C3 juga berfungsi sebagai respon pemerintah terhadap permasalahan
masyarakat seperti tindakan tanggap darurat, rencana aksi perbaikan dan pemulihan,
langkah penyediaan informasi. C3 mengelola berbagai aplikasi untuk memonitor Kota
Manado diantaranya harga sembako, masalah kebersihan, kemacetan, keamanan,
perakiraan cuaca, gempa bumi, jalan rusak, dan sebagainya.
Fungsi C3 antara lain pengawasan dan pemantauan secara digital semua permasalahan
masyarakat serta menindaklanjuti semua masyarakat secara tepat dan efisien. Anggaran
pembuatan C3 adalah ± Rp 15,6 miliar, dari APBD Perubahan 2016 sejumlah Rp 1,6 miliar
dan APBD 2017 RP 14 miliar.
II - 20
BAB 3 Gambaran Umum Kota Manado dan Infrastrukturnya
Tabel 3.1
Nama Pulau, Luas dan Panjang Garis Pantai Pulau di Kota Manado
Pulau Luas (Ha) Panjang Garis Pantai (Km)
Pulau Manado Tua Memiliki Luas Wilayah terbesar yaitu 1.056,02 ha dengan panjang garis
pantai 12,280 km. Pulau Bunaken memiliki luas 811,21 ha dengan garis pantai terpanjang
yaitu 17,079 km. Pulau Siladen memiliki luas wilayah terkecil yaitu 49,48 ha dengan garis
pantai 2,928 km.
Kota Manado memiliki batas-batas sebagai berikut :
a. Sebelah Utara dengan Kecamatan Wori (Kabupaten Minahasa Utara) dan
Teluk Manado.
III - 1
b. Sebelah Timur dengan Kecamatan Dimembe (Kabupaten Minahasa Utara)
dan Kecamatan Tombulu (Kabupatan Minahasa).
c. Sebelah Selatan dengan Kecamatan Pineleng dan Kecamatan Mandolang
(Kabupaten Minahasa).
d. Sebelah Barat dengan Teluk Manado (Laut Sulawesi)
Ketinggian dari permukaan laut pada tiap-tiap kecamatan di Kota Manado bervariasi. Secara
keseluruhan sebesar 92,15 persen dari luas wilayah Kota Manado terletak pada ketinggian
0-240 dari permukaan laut. Hal ini disebabkan tekstur alam Kota Manado yang berbatasan
dengan pantai dan dengan kontur tanah yang berombak dan berbukit.
Topografi
Secara umum, kondisi morfologis Kota Manado terbentuk karena karakteristik alam kota itu
sendiri yang unik dan berbeda dari kebanyakan kota di Indonesia. Kota ini memiliki bentang
alam dengan unsur trimatra yaitu pantai, daratan dan perbukitan, yang terbentang dengan
jarak yang relatif kecil (< 1 km) diantara ketiga matra tersebut. Kota Manado memiliki
topograpi tanah yang bervariasi untuk tiap kecamatan. Secara keseluruhan Kota Manado
memiliki keadaan tanah yang berombak sebesar 37,95 persen dan dataran landai sebesar
III - 2
40,16 persen dari luas wilayah. Sisanya dalam keadaan tanah berombak berbukit dan
bergunung.
Tabel 3.2
Topografi Kota Manado Tahun 2015
Keadaan Tanah Kemiringan (%) Luas (Ha) %
Dataran Landai 0-8 6.315,31 40,16
Berombak 8-15 5.967,69 37,95
Berombak Berbukit 15-40 1.554 9,88
Bergunung >40 1.889 12,01
Jumlah 15.726,00 100,00
Sumber : RPJMD Kota Manado 2016 – 2021
Tabel 3.3
Ketinggian Kota Manado Di atas Permukaan Laut
Kota Manado
Ketinggian (m)
Ha %
0 – 240 14.494,50 92,15
240 – 560 1.158,50 7,37
560 – 1000 76,00 0,48
>1000 0 0
Jumlah 15.726,00 100
Sumber : RPJMD Kota Manado 2016 – 2021
III - 3
Gambar 3.1 Peta Topografi Kota Manado
III - 4
Gambar 3.3 Peta Lereng Kota Manado
Kondisi topografi dan morfologi seperti itu menyebabkan pertumbuhan dan perkembangan
kota memanjang mulai dari kawasan pesisir pantai utara sampai pesisir pantai selatan yang
kemudian membentuk pola pertumbuhan kota seperti daun pepaya. Permukiman tumbuh
tidak merata pada seluruh bagian kota, tapi mengelompok secara memanjang pada
kawasan yang memiliki topografi datar yang menyusup diantara kawasan perbukitan
berlereng cukup tinggi. Limitasi fisik ini menyebabkan Pemerintah Kota menempuh
kebijakan pengembangan kota dengan cara reklamasi pantai untuk mendukung
perkembangan kota dengan berbagai kegiatannya.
Geologi
Secara geologi, litologi Kota Manado dibedakan atas endapan sungai dan marin (Resen),
Tufa Tondano (Pleistosen) dan batuan gunung api (Resen dan Miosen). Tufa Tondano,
endapan sungai dan marin mempunyai stabilitas batuan yang rendah dibandingkan dengan
batuan gunungapi. Batuan hasil endapan sungai dan marin tersusun atas pasir, lanau,
III - 5
konglomerat dan lempung yang dicirikan dengan silang siur yang kebanyakan mendatar.
Batuan gunung api muda terdiri dari lava, bom, lapili dan abu, yang agihannya meliputi
wilayah Malalayang, kompleks Gunung Tumpa dan Manado Tua. Batuan Tufa Tondano yang
dicirikan oleh klastik yang bersifat andesit, tersusun atas pecahan batu apung, tufa, lapili
dan breksi. Tufa Tondano banyak dijumpai di Kecamatan Wenang, sebagian Mapanget dan
Molas, sedang batu gamping terumbu koral terdapat di P. Bunaken, dan P. Siladen.
Berdasarkan dari struktur geologinya, Kota Manado terletak diantara geantiklinal Danau
Tondano dan G. Manado Tua, G. Tumpa, G. Klabat yang ditandai adanya bidang patahan
(sesar Manado- Kema). Sesar tersebut diklasifikasikan sebagai sesar naik (reverse-fault)
dengan ketinggian maksimum 40 m yang ditandai oleh lereng yang sangat curam.
Penampakan perlapisan horison batuan sedimen di kompleks Paal Dua, Ranomuut, dan
Kairagi merupakan bukti adanya sesar naik tersebut.
Jenis tanah di Kota Manado dibedakan atas aluvial dan latosol. Jenis tanah aluvial
berasosiasi dengan sungai Tondano, Sario, Malalayang dan Bailang. Jenis tanah latosol
berkembang di daerah berbukit atau bergelombang dengan batuan induk tufa Tondano, dan
batuan gunung api.
Wilayah Perairan Teluk Manado memiliki batimetri yang bervariasi dari landai sampai drop-
off, dengan kedalaman 2-5 meter dipesisir pantai sampai 1.000 m pada garis batas
pertemuan pesisir dasar lereng benua. Sedangkan di Kawasan Taman Nasional Laut Bunaken
drop-off ini mencapai ratusan meter dan merupakan komunitas terumbu karang dengan
ekosistim underwater yang spesial dan eksotis.
Dilihat dari proses geomorfologinya, maka bentuk lahan (landform) yang terjadi di Kota
Manado dibedakan atas bentuklahan asal volkanik, asal struktural, asal denudasional, asal
fluvial, dan asal marin. Bentuklahan volkanik berkaitan dengan gunungapi yakni Gunung
Lokon, Gunung Tumpa, dan Gunung Manado Tua. Akibat bentuk lahan tersebut
menyebabkan topografi Kota Manado tergolong kasar dengan kemiringan lereng > 40 %
menempati luas 13.26% dari luas wilayah. Pada kemiringan lereng tersebut sangat
berpotensi untuk terjadinya longsor. Lahan yang termasuk datar seluas 4192.30 ha (26.66
III - 6
%) adalah lokasi terkonsentrasinya pemukiman dan sangat berpeluang untuk terkena banjir
sebagai akibat limpasan air sungai yang bermuara di Teluk Manado.
III - 7
Hidrologi
Pada Teluk Manado terdapat bagian wilayah kepulauan yaitu pulau Manado Tua, pulau
Bunaken dan pulau Siladen. Morfologi Pulau Manado Tua adalah gunung berapi muda
dengan ketinggian lebih dari 610 m. Pulau Bunaken dan Pulau Siladen bergelombang
dengan puncak setinggi 200 m. Kota Manado dilintasi oleh 5 sungai yaitu ; Sungai Tondano,
Sungai Tikala, Sungai Bailang, Sungai Sario, Sungai Malalayang. Sungai Tondano berhulu di
Danau Tondano, (wilayah Kabupaten Minahasa) dan bergabung dengan Sungai Tikala
(bagian tengah Kota Manado) sebelum bermuara di Teluk Manado. Keberadaan Sungai
Tondano dimanfaatkan dan dikelola oleh PT. Air Kota Manado sebagai salah satu sumber air
bersih masyarakat Kota Manado.
Gambar 3.6
Peta Hidrogeologi Kota Manado
Tabel 3.4
Nama dan Panjang Sungai di Kota Manado
Nama Sungai Panjang (Km)
Sungai Tondano 11,00
Sungai Tikala 7,56
Sungai Bailang 17,9
Sungai Sario 6,72
Sungai Malalayang 4,80
Jumlah 47,98
Sumber : RPJMD Kota Manado 2016 – 2021
III - 8
Gambar 3.7
Peta Daerah Aliran Sungai Kota Manado
Klimatologi
Tipe iklim, Kota Manado termasuk sub tipe iklim Am (hujan tropika). Pada musim penghujan
jumlah hujan cukup besar, sehingga meskipun ada musim kering (kemarau) yang pendek
sub-soil tidak mengalami kekeringan. Berdasarkan tipe hujan menurut Schmidt dan
Ferguson, Kota Manado termasuk tipe hujan golongan A (sangat basah). Curah hujan rata-
rata tahunan 3.187 mm, sedangkan temperatur udara rata-rata tahunan 25 ºC – 27 ºC.
Musim kemarau biasanya terjadi pada bulan Juli hingga September, sedangkan musim hujan
pada bulan Oktober hingga Juni. Namun karena pengaruh iklim pemanasan global keadaan
musim tersebut di Kota Manado belakangan ini mengalami perubahan. Berdasarkan
pengamatan di Stasiun Meteorologi Manado, rata-rata curah hujan selama tahun 2014
berkisar antara 78 mm (bulan Maret) sampai 567 mm (bulan Februari). Suhu udara di suatu
tempat antara lain ditentukan oleh tinggi rendahnya tempat tersebut terhadap permukaan
laut dan jaraknya dari pantai. Pada tahun 2014, suhu udara rata-rata pada siang hari
berkisar antara 30,00C sampai 32,50C, sedangkan suhu udara pada malam hari berkisar
antara 22,10C sampai 23,40C. Suhu udara maksimum terdapat pada bulan Juni dan
III - 9
September, sedangkan suhu udara minimum terdapat pada bulan September. Kota Manado
mempunyai kelembaban udara relatif tinggi dengan rata-rata berkisar antara 76 - 88 persen.
Gambar 3.8
Peta Curah Hujan Kota Manado
Penggunaan Lahan
Secara umum, pemanfaatan lahan di wilayah Kota Manado terdiri atas kawasan budidaya
dan kawasan lindung sebagaimana dapat dilihat pada Tabel berikut ini:
Tabel 3.5
Penggunaan Lahan di Kota Manado
Jenis Penggunaan Tanah Jumlah (Ha)
Permukiman 2.236,35
Pekuburan 54,50
Lapangan Olahraga 97,85
Jasa 391,05
Usaha 219,10
Industri 4,35
III - 10
Jenis Penggunaan Tanah Jumlah (Ha)
Tkp 20,00
Pkb 9.531,77
Ktl 510,25
Hutan jenis bakau 114,00
Hutan 234,00
Jalan 312,35
Sungai 90,70
Alang – alang 84,05
Kolam ikan 36,25
Sawah/tambak 23,60
Lain – lain 4.854,43
Jumlah 18.712,60
Sumber : RPJMD Kota Manado 2016 – 2021
Gambar 3.9
Peta Penggunaan Lahan
III - 11
Gambar 3.10
Peta Kawasan Hutan Kota Manado
III - 12
kabupaten/kota. Ini mengidentifikasikan kerentanan Kota Manado terhadap bencana
membaik dari skala “tinggi” di tahun 2011 menajadi skala “sedang” di tahun 2013.
III - 13
Gambar 3.11
Peta Sejarah Banjir dan Tanah Longsor di Kota Manado
Terjadinya genangan dan banjir di Kota Manado pada umumnya disebabkan oleh beberapa
hal:
Masih kurangnya drainase mikro, sementara drainase mikro yang ada tidak optimal
karena penyumbatan dan tidak terintegrasi dengan baik pada beberapa bagian
kawasan terputus karena tidak adanya jaringan.
Penurunan kapasitas drainase makro, karena adanya tingkat endapan yang cukup
tinggi serta kerusakan yang banyak terdapat pada sistem jaringan yang ada.
III - 14
Selain itu banyak terjadi pengecilan badan-badan jaringan sebagai dampak dari
kurangnya pengawasan pembangunan saluran drainase ini.
Selain bencana banjir, Kota Manado juga ternyata sangat rentan dengan bencana banjir
bandang. Pada tanggal 15 Januari 2014 masyarakat Kota Manado dikejutkan dengan
hantaman banjir bandang yang terbesar dalam catatan sejarah Kota, yang merengut korban
jiwa dan korban material yang tidak sedikit. Menurut catatan Badan Penanggulangan
Bencana Daerah (BPBD) tahun 2015 bahwa pada saat banjir bandang tersebut ada 1.569
Rumah Rusak Berat, 1.931 Rumah Rusak Sedang, dan 7.736 Rumah Rusak Ringan.
Perbandingan dampak banjir bandang tahun 2014 tersebut dengan data BNPB dapat dilihat
pada gambar berikut:
Gambar 3.12
Peta Daerah Terdampak Banjir Bandang 15 Januari 2014
III - 15
Gambar 3.13
Peta Rawan Bencana Banjir
III - 16
Manado sebagian besar tergolong datar hingga berbukit. Hal yang menarik untuk
diperhatikan bahwa publikasi Indeks Rawan Bencana Indonesia (IRBI) oleh BNPB di tahun
2011 khususnya Banjir dan Tanah Longsor, Kota Manado menempati posisi pertama di
Indonesia dengan skor 67 di atas Kota Bogor, dan Cianjur. Namun publikasi IRBI di tahun
2013, indikator “Banjir dan Tanah longsor” telah diklasifikasikan secara terpisah.
Gambar 3.14
Peta Rawan Longsor
III - 17
Gambar 3.14
Peta Rawan Bencana Gunungapi
III - 18
itu diperlukan rencana pengelolaan untuk pengaturan sempadan sesar agar supaya resiko
bencana dapat dihindari. Di daerah perencanaan terdapat struktur sesar Manado-Kema
yang berarah Timur Laut – Tenggara.
Gambar 3.15
Peta Bahaya Gempa Bumi di Kota Manado
III - 19
Gambar 3.16
Peta Bahaya Tsunami dan Erupsi Vulkanik di Kota Manado
3.1.3 Demografi
Kota Manado adalah kota yang sedang tumbuh dan berkembang. Selain sebagai ibukota
Provinsi Sulawesi Utara, Kota Manado adalah daerah urban terbesar di kawasan Timur
Indonesia belahan utara. Berdasarkan data jumlah penduduk Kota Manado pada tahun 1961
III - 20
berjumlah 129.248 jiwa, pada tahun 2010 jumlah penduduk sebesar 410.481 jiwa dan
Jumlah penduduk tahun 2015 berdasarkan data BPS mengalami peningkatan menjadi
sebesar 425.634 jiwa. Besarnya jumlah penduduk di Kota Manado menyebabkan kepadatan
penduduk menjadi cukup tinggi. Dengan luas wilayah 157,26 Km2, kepadatan penduduknya
mencapai 2.691 jiwa/km2 jiwa, dimana jauh lebih besar dari Kota Palu dengan jumlah
penduduk 367.342 jiwa namun kepadatan penduduk hanya 930 Jiwa/km2.
Di tahun 2015 jumlah penduduk yang paling banyak terdapat di Kecamatan Malalayang
(57.215 jiwa) dan penduduk yang paling sedikit ada di Kecamatan Bunaken Kepulauan (6161
jiwa). Sejalan dengan jumlah penduduk, jumlah rumah tangga yang paling banyak juga
terdapat di Kecamatan Malalayang (14.563 rumah tangga) dan rumah tangga yang paling
III - 21
sedikit ada di Kecamatan Bunaken Kepulaun (1.779 rumah tangga). Namun, rasio penduduk
per Rumah Tangga justru paling tinggi ada di Kecamatan Sario sebesar 4.55.
Gambar 3.17
Peta Kepadatan Penduduk Kota Manado
3.2 Kebijakan Daerah Terkait Penataan Ruang dan Pembangunan Infrastruktur di Kota
Manado
3.2.1. Tujuan Penataan Ruang Kota Manado
Berdasarkan RTRW Kota Manado 2014 – 2034, tujuan penataan ruang Kota Manado
dirumuskan untuk mewujudkan Kota Pariwisata bertaraf internasional yang didukung
perdagangan dan jasa sebagai roda penggerak perekonomian di Bagian Utara-Timur
Indonesia secara berkelanjutan.
III - 22
b. pembangunan dan pengembangan pariwisata di kota yang terpadu dan mencakup
seluruh aspek fungsi ruang yang ada;
c. pengembangan dan peningkatan kawasan perdagangan dan jasa pada pusat aktivitas
perekonomian diseluruh wilayah kota;
d. pembangunan dan pengembangan infrastruktur yang bertaraf internasional untuk
meningkatkan peran dan fungsi kota di lingkup regional; dan
e. peningkatan fungsi kawasan untuk pertahanan dan keamanan negara.
III - 23
j. mengendalikan dan menyelesaikan permasalahan tumpang tindih antar kegiatan
budi daya.
(2) Strategi pembangunan dan pengembangan pariwisata yang terpadu dan mencakup
seluruh aspek fungsi ruang yang ada, meliputi :
a. mengembangkan setiap fungsi pemanfaatan ruang sebagai bagian dari
pengembangan kepariwisataan;
b. membangun dan mengembangkan citra manado sebagai kota pariwisata dunia
yang berlandaskan pada stabilitas wilayah kota yang memberikan rasa aman dan
nyaman;
c. memaksimalkan potensi alamiah yang ada sebagai daya tarik wisata kota dengan
tetap mengedepankan aspek preservasi dan konservasi kawasan;
d. mengembangkan objek daerah tujuan wisata yang terpadu dengan objek wisata
di kabupaten/kota yang ada di wilayah sekitar Kota Manado;
e. memberikan perlindungan terhadap objek-objek wisata kota yang telah
berkembang dengan mengendalikan pembangunan dan pemanfaatan fungsi
ruangnya agar tidak menimbulkan konflik sosial yang berujung pada rusaknya
objek wisata yang ada;
f. mengatur pengelolaan setiap objek wisata yang jelas sistem dan struktur
kelembagaannya sehingga tidak menimbulkan konflik kepentingan dan
ketidakjelasan terhadap pengelolaan objek wisata yang ada;
g. menjaga dan melindungi kawasan bandar udara Sam Ratulangi dan sekitarnya
sebagai kawasan gerbang utama (dari aspek transportasi udara) untuk
pengembangan pariwisata;
h. menjaga dan melindungi kawasan pelabuhan laut Kota Manado sebagai kawasan
gerbang laut, serta mengembangkan sistem transportasi laut sebagai bagian dari
upaya menyatukan wilayah kepulauan (3 pulau); dan
i. membangun, mengembangkan dan meningkatkan fungsi terminal-terminal
transportasi darat sebagai bagian dari pengembangan kepariwisataan.
(3) Strategi peningkatan pembangunan dan pengembangan pusat-pusat aktivitas
perekonomian yang memberikan pelayanan prima di seluruh wilayah kota dan kawasan
utara-timur Indonesia, meliputi :
III - 24
a. menetapkan dan mengembangkan pusat-pusat kegiatan perkotaan yang terdiri
atas PPK, SPPK, dan PPL;
b. membangun dan mengembangkan fasilitas transportasi dan sistem sirkulasi
pelayanan perkotaan yang terintegrasi dan terpadu dengan wilayah sekitarnya;
c. membangun dan meningkatkan kualitas dan kuantitas jangkauan pelayanan
jaringan prasarana/ infrastruktur perkotaan; dan
d. mengembangkan kawasan strategis kota dari sudut kepentingan ekonomi.
(4) Strategi pembangunan dan pengembangan fasilitas-fasilitas umum dan sosial yang
meningkatkan peran dan fungsi kota di lingkup regional, meliputi :
a. membangun dan mengembangkan fungsi-fungsi pelayanan pendidikan
berjenjang yang berstandar internasional;
b. membangun dan mengembangkan fungsi-fungsi pelayanan kesehatan yang
berstandar internasional; dan
c. membangun dan mengembangkan fasilitas perkotaan lainnya yang berstandar
internasional sehingga memberikan peluang Kota Manado sebagai tempat
pelaksanaan kegiatan-kegiatan berskala nasional dan internasional.
(5) Strategi untuk melaksanakan peningkatan fungsi kawasan pertahanan dan keamanan
negara meliputi :
a. mendukung penetapan kawasan peruntukan pertahanan dan keamanan;
b. mengembangkan kegiatan budi daya secara selektif di dalam dan di sekitar
kawasan pertahanan dan keamanan untuk menjaga fungsi pertahanan dan
keamanan negara;
c. mengembangkan kawasan lindung dan/atau kawasan budi daya tidak terbangun
di sekitar kawasan pertahanan dan keamanan sebagai zona penyangga; dan
d. turut serta memelihara dan menjaga aset-aset pertahanan dan keamanan
III - 25
A. Sistem Pusat Pelayanan Kota
Sistem pelayanan kota diselenggarakan dalam upaya mendukung pengembangan kota
sebagai PKN di kawasan perkotaan Manado – Bitung pada kegiatan pariwisata,
perdagangan dan jasa.
Rencana sistem pusat pelayanan kota meliputi :
A.1 Pusat pelayanan kota, meliputi :
a. Pusat perdagangan dan jasa, perkantoran dan pariwisata skala regional kota berlokasi
di :
1. Kelurahan Pinaesaan;
2. Kelurahan Calaca;
3. Kelurahan Wenang Utara;
4. Kelurahan Wenang Selatan;
5. Kelurahan Sario Tumpaan;
6. Kelurahan Sario Utara; dan
7. Kawasan Reklamasi.
b. pusat pelayanan pemerintahan tingkat kota berlokasi di Kecamatan Tikala, Kecamatan
Mapanget dan pusat pemerintahan tingkat Provinsi di Kecamatan Wanea dan
Kecamatan Mapanget.
c. pusat pelayanan kesehatan yang berlokasi di Kecamatan Malalayang.
A.2. Sub pusat pelayanan kota, meliputi :
a. sub pusat pelayanan kota I, adalah sebagian Kelurahan Malalayang Satu dan sebagian
Kelurahan Malalayang Dua melayani Kecamatan Malalayang, sebagai berikut:
1. perdagangan dan jasa;
2. olah raga;
3. pariwisata;
4. kesehatan; dan
5. permukiman.
b. sub pusat pelayanan kota II adalah sebagian Kelurahan Ranotana, Kelurahan
Karombasan Utara dan Kelurahan Karombasan Selatan, yang melayani sebagian
wilayah Kecamatan Wanea dan sebagian wilayah Kecamatan Sario dan sebagian
Kecamatan Malalayang, dengan fungsi pelayanan, sebagai berikut :
III - 26
1. perdagangan dan jasa;
2. olah raga;
3. kesehatan; dan
4. permukiman.
c. sub pusat pelayanan kota III, adalah sebagian Kelurahan Paal Dua (pertigaan Patung
Kuda) Kecamatan Paal Dua melayani sebagian wilayah Kecamatan Paal Dua dan
sebagian Kecamatan Mapanget dengan fungsi pelayanan, sebagai berikut :
1. permukiman;
2. perdagangan dan jasa.
d. sub pusat pelayanan kota IV, adalah kawasan pertigaan pasar Tuminting yang
melayani sebagian wilayah Kecamatan Tuminting dan sebagian wilayah Kecamatan
Singkil dengan fungsi pelayanan, sebagai berikut :
1. permukiman;
2. perdagangan dan jasa.
e. sub pusat pelayanan kota V, adalah Kelurahan Kima Atas dan Kelurahan Mapanget
Barat (kawasan LISIBA) yang melayani sebagian wilayah Kecamatan Mapanget dan
sebagian wilayah Kecamatan Bunaken, dengan fungsi pelayanan :
1. permukiman;
2. perdagangan dan jasa;
3. pariwisata.
f. sub pusat pelayanan kota VI di Kelurahan Paniki Bawah yang melayani sebagian
wilayah Kecamatan Mapanget dengan fungsi pelayanan :
1. hunian;
2. perdagangan dan jasa;
3. kesehatan;
4. perkantoran; dan
5. olah raga.
A.3. Pusat pelayanan lingkungan, meliputi :
a. Pusat pelayanan lingkungan berfungsi sebagai kawasan perdagangan dan jasa
berskala lingkungan; dan
b. pusat lingkungan ditetapkan di beberapa kelurahan sebagai berikut :
III - 27
1. Kelurahan Paal Dua Kecamatan Paal Dua;
2. Kelurahan Perkamil Kecamatan Paal Dua;
3. Kelurahan Paniki Satu Kecamatan Mapanget;
4. Kelurahan Pandu Kecamatan Bunaken;
5. Kelurahan Bunaken Kecamatan Bunaken Kepulauan;
6. Kelurahan Manado Tua Satu Kecamatan Bunaken Kepulauan;
7. Kelurahan Manado Tua Dua Kecamatan Bunaken Kepulauan;
8. Kelurahan Teling Atas Kecamatan Wanea; dan
9. Kawasan Liwas di Kelurahan Paal Dua.
III - 28
B. Sistem Jaringan Prasarana Kota
B.1 Sistem Prasarana Utama
Identifikasi awal terhadap sistem prasarana utama Kota Manado yang melintasi Kawasan
Tikala adalah sebagai berikut :
(1) Sistem jaringan transportasi darat meliputi jaringan lalu lintas dan angkutan jalan dan
jaringan angkutan sungai dan penyeberangan.
(2) Sistem jaringan lalu lintas dan angkutan jalan, meliputi :
a. pengembangan sistem jaringan jalan dan jembatan.
b. pembangunan jaringan prasarana transportasi darat yang terdiri dari :
1. terminal penumpang;
2. terminal barang; dan
3. jembatan timbang.
c. pembangunan jaringan pelayanan transportasi darat yang terdiri dari :
1. jaringan trayek penumpang; dan
2. jaringan lintas angkutan barang.
d. pembangunan perparkiran.
(3) Rencana pengembangan sistem jaringan angkutan sungai dan penyeberangan, meliputi:
a. pengembangan sistem jaringan angkutan sungai dan penyeberangan yang terintegrasi
dengan rencana pengembangan sistem transportasi laut.
b. pengembangan jaringan angkutan sungai dan penyeberangan, yaitu : pengembangan
jaringan transportasi sungai di sungai Tikala berupa halte sungai berada di setiap
Kelurahan yang dilalui;
III - 29
2. jalan Sam Ratulangi;
3. jalan Jenderal Sudirman;
4. jalan R. E. Martadinata;
5. jalan Yos Sudarso;
6. jalan Kairagi–Mapanget;
7. jalan Kairagi–Airmadidi (sampai dengan batas kota);
8. jalan Ahmad Yani;
9. jalan Wolter Monginsidi;
10. jalan D.I. Panjaitan;
11. jalan K.S. Tubun;
12. jalan Hasanuddin;dan
13. jalan Pogidon.
c. jalan kolektor primer 2, terdiri atas :
1. jalan Bailang–Tongkaina–Tiwoho;
2. jalan Manado–Kembes (sampai dengan batas kota); dan
3. jalan Pandu–Molas.
d. jalan kolektor sekunder, terdiri atas jalan Pierre Tendean dan jalan Arie Lasut.
e. jalan lokal, meliputi :
1. jalan setapak di Pulau Bunaken, Pulau Manado Tua dan Pulau Siladen;
2. jalan di Kecamatan Bunaken;
3. jalan di Kecamatan Malalayang;
4. jalan di Kecamatan Mapanget;
5. jalan di Kecamatan Tuminting;
6. jalan di Kecamatan Tikala;
7. jalan di Kecamatan Paal Dua;
8. jalan di Kecamatan Wanea; dan
9. jalan di Kecamatan Singkil.
III - 30
1. rencana pembangunan jalan layang lingkar dalam (Inner Ring Road) dengan
membangun jalan baru yang berada di atas grade (melayang);
2. penyelesaian pembangunan jalan lingkar tahap II yang berlokasi di Kecamatan Tikala,
Kecamatan Paal Dua, Kecamatan Mapanget, dan Kecamatan Tuminting;
3. rencana pembangunan jalan lingkar tahap III yang berlokasi di Kecamatan
Malalayang; dan
4. penyelesaian pembangunan Jalan Boulevard tahap II yang berlokasi di Kecamatan
Singkil, Kecamatan Tuminting, dan Kecamatan Bunaken;
b. rencana pengembangan jalan bebas hambatan di kota, terdiri atas:
1. jalan bebas hambatan Manado – Bitung;
2. jalan bebas hambatan dalam Kota Manado; dan
3. rencana pembangunan dan pengembangan jalan bebas hambatan di wilayah kota
yang menghubungkan antara kawasan pusat kota di wilayah Kecamatan Wenang dan
kawasan bandar udara Sam Ratulangi di wilayah Kecamatan Mapanget.
c. rencana pembangunan dan pengembangan jalan kolektor primer, meliputi :
1. pembangunan jaringan jalan pararel di jalan lingkar tahap I Kota Manado yang
berlokasi di wilayah Kecamatan Wanea, Kecamatan Tikala dan Kecamatan Paal Dua;
d. rencana pembangunan dan pengembangan jalan lokal di wilayah kota, meliputi :
1. pembangunan jalan-jalan baru di lingkungan permukiman yang tersebar di seluruh
wilayah kota;
2. rencana pembangunan jalan-jalan alternatif menuju lokasi terminal; dan
3. pembangunan dan pengembangan jalan-jalan berdasarkan pengembangan kawasan
budidaya di Kota Manado seperti kawasan pariwisata, dan kawasan perekonomian.
III - 31
2. pengembangan trayek sebagaimana dimaksud pada huruf a, diharapkan seminimal
mungkin menghindari terjadinya tumpang tindih antar trayek dan dapat disebarkan
secara merata ke jalan-jalan yang sejajar jalan arteri, sehingga memberi pelayanan
daerah hunian seluas mungkin; dan
3. pemantapan pengoperasian pelaksanaan Bus Trans Kawanua dengan trayek yang
dikembangkan berdasarkan hasil kajian khusus.
III - 32
2. rencana pembangunan dan pengembangan sumber energi listrik baru di wilayah Kota
Manado, yang berupa pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Surya di kawasan Pulau
Manado Tua dan Pulau Siladen;
Pembangunan dan pengembangan sistem jaringan prasarana energi, di wilayah kota, terdiri
atas :
1. pembangunan dan pengembangan Gardu Induk (GI), meliputi :
a) peningkatan dan pengembangan kapasitas GI eksisting di wilayah kota yang terdiri
atas GI Teling : 50 MVA; GI Ranomut : 60 MVA; dan GI Teling : 30 MVA ke GIS; dan
b) rencana pembangunan dan pengembangan GI pada beberapa lokasi untuk
menunjang aktivitas perekonomian di wilayah Kota Manado seperti di wilayah
Kecamatan Mapanget dan Kecamatan Bunaken.
2. pengembangan jaringan distribusi saluran udara di wilayah kota meliputi :
a) jaringan listrik SUTT yaitu jalur SUTT yang melintas dari GI Teling menuju ke GI
Tomohon dengan panjang kurang lebih 17 Km;
b) jaringan listrik SUTM yaitu jalur SUTM yang melintas di wilayah kota mengikuti
pengembangan jaringan jalan kolektor primer yang ada di wilayah Kota Manado; dan
c) jaringan listrik SUTR yaitu jalur SUTR yang tersebar di seluruh wilayah kota baik yang
berada di ruang udara maupun yang sudah dikembangkan di ruang bawah tanah.
3. sistem jaringan listrik bawah tanah akan dikembangkan secara bertahap di wilayah kota
meliputi jaringan listrik yang ada jalan-jalan arteri dan jalan kolektor;
4. pelayanan SUTR untuk setiap bangunan rumah dikembangkan untuk penyaluran daya
minimal 900 watt untuk kaveling kecil atau rumah terjangkau dan minimal 1.300 watt
untuk tipe rumah yang lebih besar;
5. penambahan dan perbaikan sistem jaringan listrik di Pulau Bunaken, Pulau Siladen dan
Pulau Manado Tua yang belum terlayani serta kawasan perumahan baru;
6. pengembangan kapasitas gardu induk untuk pelayanan kebutuhan listrik di wilayah kota
dibutuhkan kurang lebih 138 mega watt; dan
7. peningkatan daya energi listrik pada daerah-daerah pusat pertumbuhan dan daerah
pengembangan berupa pembangunan dan penambahan gardu-gardu listrik diarahkan
pada kawasan-kawasan perumahan baru
III - 33
B.2.2 Sistem Jaringan Telekomunikasi
Sistem jaringan telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 huruf b, meliputi :
a. rencana pengembangan infrastruktur dasar telekomunikasi berupa jaringan telepon fixed
line dan lokasi pusat automatisasi sambungan telepon, terdiri atas :
1. peningkatan fungsi dan pengembangan stasiun bumi di kawasan Dendengan Dalam
yang berlokasi di Kecamatan Paal Dua dan di kawasan Komo yang berlokasi di
Kecamatan Wenang; dan
2. pembangunan dan pengembangan sistem jaringan bawah tanah yang terpadu dengan
sistem jaringan prasarana lainnya.
b. pembangunan dan pengembangan infrastruktur telepon nirkabel berupa lokasi menara
telekomunikasi termasuk menara Base Transceiver Station (BTS), berupa pembangunan
tower tunggal dan tower bersama;
c. arahan pengembangan menara telekomunikasi diarahkan pada kawasan yang tidak
mengganggu keamanan dan kenyamanan lingkungan permukiman; dan
d. rencana peningkatan pelayanan jaringan telekomunikasi di wilayah kota, terdiri atas :
1. pengembangan stasiun pemancar televisi di arahkan pada kawasan yang tidak
mengganggu keamanan dan kenyamanan permukiman masyarakat; dan
2. pembangunan dan pengembangan jaringan mikrodigital berupa backbone radio dan
RMG.
III - 34
secara terpadu (integrated) dengan memperhatikan arahan pola dan rencana
pengelolaan sumber daya air Wilayah Sungai Tondano-Sangihe-Talaud-Miangas.
(3) Wilayah sungai kota adalah wilayah sungai strategis nasional Tondano–Sangihe-Miangas
meliputi DAS Tondano dan sub DAS Tikala, DAS Sario, DAS Malalayang, dan DAS Bailang.
(4) Cekungan air tanah adalah Cekungan Air Tanah (CAT) Manado meliputi CAT di
Kecamatan Tikala, Kecamatan Paal Dua, Kecamatan Wanea, Kecamatan Sario,
Kecamatan Malalayang, Kecamatan Mapanget, Kecamatan Singkil dan Kecamatan
Tuminting.
(5) Sistim jaringan irigasi di wilayah Kota, meliputi :
a. daerah Irigasi (DI) Paniki Buha di wilayah Kecamatan Mapanget yang memiliki luas
wilayah potensial yang dapat diairi adalah 150 Ha, sedangkan luas fungsional adalah
44 Ha;
b. daerah Irigasi (DI) Matikup Kayuwatu di wilayah Kecamatan Mapanget yang memiliki
luas wilayah potensial yang dapat diairi adalah 150 Ha, sedangkan luas fungsional
adalah 53 Ha;
c. rehabilitasi, pemeliharaan, dan peningkatan jaringan irigasi eksisting yang ada; dan
d. pendayagunaan potensi jaringan sumber daya air antar DAS untuk mendukung
ketersediaan air baku untuk jaringan irigasi.
(6) Sistim jaringan air baku di wilayah kota, meliputi :
a. kawasan mata air yang menjadi sumber-sumber air minum Kota Manado yang
tersebar di wilayah Kecamatan Malalayang, Kecamatan Wanea, Kecamatan Tikala,
Kecamatan Paal Dua, Kecamatan Mapanget, Kecamatan Tuminting, Kecamatan
Bunaken dan Kecamatan Bunaken Kepulauan;
b. peningkatan dan pengembangan fungsi serta perlindungan sumber air baku di Sungai
Tondano;
c. peningkatan fungsi IPAM (Instalasi Pengolahan Air Minum) di kawasan Molas-
Mapanget sebesar 1000 m/detik; di kawasan Malalayang-Bahu, serta di kawasan
Winangun;
d. rencana pengembangan jaringan sumber air baku mengutamakan air permukaan
dengan prinsip keterpaduan air tanah;
III - 35
e. sistem penyediaan air minum (SPAM) di kabupaten dipadukan dengan sistim jaringan
sumber daya air untuk menjamin ketersediaan air baku; dan
f. prasarana jaringan air minum meliputi intake air baku, jaringan perpipaan air baku,
dan instalasi pengolahan air minum yang dikembangkan di seluruh kecamatan; dan
pembangunan rehabilitasi serta operasi dan pemeliharaan sarana dan prasarana
pengelolaan air baku untuk air minum.
(7) Rencana pembangunan sistem pengendalian banjir di wilayah kota dikembangkan
berdasarkan hasil kajian terhadap kawasan-kawasan yang rawan banjir di wilayah Kota
Manado, terdiri dari :
a. normalisasi beberapa sungai besar yang menjadi sumber banjir di wilayah Kota
Manado, meliputi Sungai Tondano, Sungai Sawangan, Sungai Bailang, dan Sungai
Sario;
b. pembuatan bendung/dam yang dilengkapi dengan pengatur pintu-pintu air di Sungai
Tondano untuk mengendalikan arus air terutama pada saat musim penghujan di
kawasan batas Kota Manado di kawasan Kairagi;
c. pembuatan bendung/dam yang dilengkapi dengan pengatur pintu-pintu air di Sungai
Sawangan pada kawasan sekitar batas Kota Manado yaitu di kawasan antara
Malendeng (Kecamatan Paal Dua) dan Desa Sawangan (Kabupaten Minahasa);
d. pembuatan kolam-kolam resapan air di kawasan Sungai Bailang dan Sungai Sario,
juga akan dikembangkan di kawasan Kecamatan Tuminting untuk mengendalikan
luapan air hujan akibat kondisi drainase yang tidak memadai;
e. perlindungan daerah tangkapan air di daerah sekitar mata air daerah Liwas
Kelurahan Paal Dua di Kecamatan Paal Dua, Kelurahan Malalayang Dua Kecamatan
Malalayang, Kelurahan Karombasan Selatan Kecamatan Wanea;
f. perbaikan sistem drainase dengan rencana penyusunan master plan (rencana induk)
drainase untuk seluruh wilayah Kota Manado;
g. pembangunan tanggul pada sungai yang rawan banjir; dan
h. pembuatan retarding basin pada kawasan rawan banjir.
III - 36
B.2.4 Infrastruktur Perkotaan
(1) Sistem penyediaan air minum kota, meliputi :
a. instalasi pengolahan air (IPA) yang melayani kawasan perencanaan meliputi :
1. instalasi pengolahan air Koka Kabupaten Minahasa dengan kapasitas 15 liter/detik
melayani Kecamatan Wanea dan Kelurahan Paal Empat Kelurahan Banjer dan
Kelurahan Taas Kecamatan Tikala;
2. instalasi pengolahan air Lotta Kabupeten Minahasa kapasitas 1000 liter/detik
melayani Kecamatan Wanea, Kecamatan Sario dan Kelurahan Bumi Beringin,
Kelurahan Mahakeret Barat, Kelurahan Mahakeret Timur, Kelurahan Teling Bawah
dan Kelurahan Tikala Kumaraka Kecamatan Wenang;
b. Rencana penambahan Instalasi Pengolahan Air (IPA) meliputi rencana penambahan
instalasi pengolahan air (IPA) di Kelurahan Paal Empat Kecamatan Tikala dengan
kapasitas 300 liter /detik akan melayani Kecamatan Tikala dan Kecamatan Wanea dan
Kecamatan Wenang sumber air Sungai Sawangan.
Rencana pembangunan dan pengembangan sistem pembuangan air limbah termasuk sistem
pengolahan berupa instalasi pengolahan air limbah, meliputi :
a. sistem setempat (on site) secara individual, yang dikhususkan pada kawasan-kawasan
perdagangan dan jasa yang berada di kawasan reklamasi yang belum memiliki IPAL
(Instalasi Pengolahan Air Limbah) terpadu dan kawasan-kawasan sekitarnya bisa
menggunakan sistem IPAL setempat dengan fungsi tertentu yang dinilai harus memiliki
IPAL dengan sistem setempat seperti rumah sakit, industri, pendidikan tinggi,
permukiman;
b. sistem terpusat di luar lokasi (off site) atau lebih dikenal dengan instalasi pengolahan
limbah terpusat akan dikembangkan di 7 (tujuh) lokasi, dimana salah satu diantaranya
adalah berlokasi di kawasan Tikala di wilayah Kecamatan Tikala untuk melayani dan
III - 37
mengelola air limbah yang berasal dari aktivitas masyarakat yang ada di wilayah
Kecamatan Tikala dan Kecamatan Paal Dua.
III - 38
g. penyediaan dan pengelolaan sarana pengolahan persampahan secara terpadu di setiap
kecamatan.
Produksi sampah organik dan non organik di Kota Manado sampai akhir tahun 2031 lebih
kurang 1.849.524 liter/hari, dimana 17,85% dari produksi sampah tersebut berasal dari
Kecamatan Tikala dan Kecamatan Paal Dua dengan produksi sampah kurang lebih 330.150
liter/hari.
Penyediaan dan pemanfaatan prasarana dan sarana jalan pejalan kaki dan pengguna
sepeda, melalui pengembangan jalur pejalan kaki secara khusus dan diprioritaskan untuk
mendukung pengembangan koridor wisata dan aktivitas perdagangan dan jasa yang
meliputi penyediaan dan pemanfaatan prasarana dan sarana pejalan kaki dan pengguna
sepeda di kawasan PPK dan sepanjang kawasan reklamasi;
III - 39
Jalur evakuasi bencana berupa jalur evakuasi untuk bencana gelombang tsunami. Kegiatan
evakuasi bencana diarahkan pada jalur evakuasi meliputi jalur jalan yang menuju ke
kawasan-kawasan perbukitan yang ada di wilayah Kecamatan Malalayang, Kecamatan
Wanea, Kecamatan Wenang, Kecamatan Singkil, Kecamatan Tikala dan Kecamatan Paal Dua,
Kecamatan Tuminting, Kecamatan Bunaken dan Kecamatan Bunaken Kepulauan.
Selanjutnya kawasan lindung yang ada dalam kawasan perencanaan adalah sebagai berikut:
A. Kawasan Yang Memberi Perlindungan Terhadap Kawasan Bawahannya
(1) Kawasan yang memberi perlindungan terhadap kawasan bawahannya merupakan
kawasan resapan air.
(2) Kawasan resapan air kota ditetapkan pada kawasan yang memiliki kemiringan lereng
di atas 40 % dan daerah rawa yang tersebar di wilayah perbukitan yang ada di
Kecamatan Malalayang, Kecamatan Wanea, Kecamatan Tikala, Kecamatan Paal Dua,
Kecamatan Singkil, Kecamatan Tuminting, Kecamatan Mapanget, Kecamatan
Bunaken dan Kecamatan Bunaken Kepulauan.
B. Kawasan Perlindungan Setempat
(1) Kawasan perlindungan dalam kawasan perencanaan terdiri atas :
a. sempadan sungai; dan
b. kawasan sekitar mata air.
III - 40
(2) Kawasan sempadan sungai yang merupakan bagian dari kawasan perlindungan
setempat terdiri dari :
a. sungai besar di luar kawasan permukiman memiliki sempadan 100 meter di
kanan-kiri badan sungai meliputi Sungai Tondano, Sungai Sawangan, Sungai
Bailang, Sungai Malalayang, dan Sungai Sario;
b. sungai besar di dalam kawasan permukiman tidak memiliki talud sempadan 15
meter di kanan-kiri badan sungai meliputi Sungai Tondano, Sungai Sawangan,
Sungai Bailang, Sungai Malalayang, dan Sungai Sario;
c. sungai besar di dalam kawasan permukiman memiliki talud sempadan 5 meter
dikanan-kiri badan sungai meliputi sungai Tondano, Sungai Sawangan, Sungai
Bailang, Sungai Malalayang, dan Sungai Sario;
d. sungai kecil di luar kawasan permukiman memiliki sempadan 50 meter di kanan-
kiri badan sungai meliputi Sungai Kolongan, Kuala Warukus, Kuala Ranopasu,
Lumandangan, Dahiangan, Paniki, Pandu, Pangiang, Bakung, Molas, Tongkaina,
dan Tona;
e. sungai kecil di dalam kawasan permukiman tidak memiliki talud sempadan 10
meter di kanan-kiri badan sungai meliputi Sungai Kolongan, Kuala Warukus,
Kuala Ranopasu, Lumandangan, Dahiangan, Paniki, Pandu, Pangiang, Bakung,
Molas, Tongkaina, dan Tona; dan
f. sungai kecil di dalam kawasan permukiman memiliki talud sempadan 3 meter di
kanan-kiri badan sungai meliputi Sungai Kolongan, Kuala Warukus, Kuala
Ranopasu, Lumandangan, Dahiangan, Paniki, Pandu, Pangiang, Bakung, Molas,
Tongkaina, dan Tona.
(3) Kawasan sekitar mata air yang merupakan bagian dari kawasan perlindungan
setempat terdiri dari mata air – mata air yang ada di Kecamatan Malalayang,
Kecamatan Tikala, Kecamatan Paal Dua, Kecamatan Wanea, Kecamatan Mapanget,
Kecamatan Bunaken.
III - 41
a. RTH privat; dan
b. RTH publik.
(2) Penyediaan RTH privat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dikembangkan
seluas kurang lebih 2.892 ha atau 18,42% dari luas wilayah kota, yang meliputi
pekarangan rumah, pekarangan perkantoran, pekarangan pertokoan dan tempat usaha,
pekarangan fasilitas umum dan fasilitas sosial;
(3) Penyediaan RTH publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, dikembangkan
seluas kurang lebih 3.849 Ha atau sekitar 24,47%dari luas wilayah kota, meliputi :
a. taman lingkungan, taman kelurahan, taman kecamatan dan taman kota dengan
luas kurang lebih 237 Ha;
b. hutan kota, sabuk hijau, dan jalur hijau jalan dengan luas kurang lebih 54 Ha;
c. sempadan sungai, sempadan pantai, sempadan jalan, dan pengamanan mata air
dengan luas kurang lebih 299 Ha;
d. fungsi khusus atau tertentu dengan luas wilayah dengan luas kurang lebih 7 Ha;
e. resapan air dalam bentuk rawa dan perbukitan dengan luas kurang lebih 3.059 Ha;
dan
f. pemakaman dengan luas kurang lebih 93 Ha dan pengembangan luas lainnya
melalui hasil kajian.
III - 42
(3) Kawasan rawan bencana alam gerakan tanah/longsor tingkat Risiko “Sedang-Tinggi”
terhadap gerakan tanah yang meliputi daerah perbukitan Kecamatan Bunaken,
Kecamatan Tuminting, Kecamatan Singkil, Kecamatan Wenang, Kecamatan Tikala,
Kecamatan Paal Dua, Kecamatan Wanea, Kecamatan Mapanget dan Kecamatan
Malalayang.
III - 43
(pendidikan, kesehatan, peribadatan, serta keamanan dan keselamatan), militer, dan
lain-lain sesuai dengan peran dan fungsi kota.
C. Kawasan Perkantoran
(1) Kawasan perkantoran meliputi :
a. perkantoran Pemerintah; dan
b. perkantoran Swasta
(2) Kawasan perkantoran pemerintah meliputi :
a. pengembangan kantor pemerintah dan pemerintah provinsi di Kecamatan Wanea
dan Kecamatan Mapanget, pemerintah kota di Kecamatan Tikala, dan Kecamatan
Mapanget; dan
b. rencana dan pengembangan kantor pemerintah, pemerintah provinsi dan
pemerintah kota di Kecamatan Mapanget.
III - 44
(3) Kawasan perkantoran swasta dapat dikembangkan di Kecamatan Wenang, Kecamatan
Tikala, Kecamatan Paal Dua, Kecamatan Mapanget, Kecamatan Tuminting, Kecamatan
Singkil, Kecamatan Malalayang, Kecamatan Sario dan Kecamatan Wanea.
E. Kawasan Pariwisata
(1) Kawasan pariwisata meliputi seluruh wilayah kota, yang berbasis ekowisata terpadu
(wisata darat dan obyek wisata pesisir, laut dan pulau-pulau).
(2) Rencana pengembangan wisata prioritas di wilayah kota, terdiri atas :
a. wisata bahari (marine tourism) di teluk Manado, Pulau Bunaken, Pulau Siladen dan
Pulau Manado Tua;
b. wisata bisnis di kawasan reklamasi, di Kecamatan Malalayang, Kecamatan Sario,
Kecamatan Wenang dan Kecamatan Tuminting;
c. wisata pantai di kawasan pantai di kecamatan Malalayang;
d. wisata kuliner di kawasan reklamasi di Kecamatan Wenang;
e. wisata konvensi di Kecamatan Wenang, Kecamatan Sario dan Kecamatan Mapanget;
f. wisata sejarah kawasan pusat kota lama;
g. wisata seni di Kecamatan Wenang, Kecamatan Sario dan Kecamatan Mapanget;
III - 45
h. pembangunan penangkaran satwa langka diarahkan di kawasan Gunung Tumpa,
Kecamatan Mapanget dan Kecamatan Bunaken dan Pulau Manado Tua Kecamatan
Bunaken Kepulauan;
i. pembangunan dan pengembangan oceanotorium atau akuarium laut, di kawasan
pesisir pantai utara di Kecamatan Bunaken; dan
j. rencana pengembangan pusat rekreasi di Kecamatan Mapanget dan Kecamatan
Tuminting.
(3) Lokasi kawasan rekreasi eksisting di wilayah Kota terdiri atas :
a. kawasan rekreasi pesisir pantai di Kecamatan Malalayang, Kecamatan Sario,
Kecamatan Wenang, Kecamatan Tuminting, Kecamatan Bunaken; dan
b. lapangan golf di Kecamatan Mapanget.
(4) Rencana pengelolaan kawasan pariwisata terdiri atas :
a. perlindungan terhadap situs peninggalan budaya;
b. pengusahaan dan pengamanan obyek wisata, keselamatan wisatawan, kelestarian
dan mutu lingkungan, ketertiban dan ketenteraman masyarakat; dan
c. pemanfaatan taman hutan raya, taman wisata alam untuk kegiatan pariwisata alam
sesuai asas konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya;
F. Ruang Terbuka Non Hijau
(1) Penyediaan RTNH meliputi :
a. Pembangunan kawasan RTNH lahan parkir di kawasan perdagangan dan jasa;
b. Pembangunan plaza di ruang wilayah kota khususnya pada kawasan-kawasan pusat
pelayanan kota yang ditetapkan sebagai kawasan PPK, SPPK;
c. Pembangunan dan pengembangan RTNH dipadukan dengan pengembangan
beberapa fasilitas kepariwisataan seperti amphy theater atau tempat-tempat
pertunjukan/ pagelaran di ruang terbuka terutama di kawasan Pusat Kota di
Kecamatan Wenang dan Sario;
d. Pengembangan RTNH untuk parkir perahu nelayan; dan
e. Pemantapan RTNH untuk kolam resapan air.
(2) Pengembangan penyediaan RTNH untuk tempat parkir kendaraan di kawasan
perumahan.
III - 46
G. Ruang Evakuasi Bencana
Ruang yang ditetapkan sebagai ruang evakuasi bencana meliputi kawasan perbukitan Tikala
di kawasan Banjer (kompleks TVRI Manado) dan pegunungan Paal Empat di Kecamatan
Tikala.
III - 47
Gambar 3.19 Rencana Pola Ruang Kota Manado
III - 48
Kawasan strategis kota ditetapkan berdasarkan:
tujuan, kebijakan, dan strategi penataan ruang wilayah kota;
nilai strategis dari aspek-aspek eksternalitas, akuntabilitas, dan efisiensi penanganan
kawasan;
kesepakatan para pemangku kepentingan dan kebijakan yang ditetapkan terhadap
tingkat kestrategisan nilai ekonomi, sosial budaya, dan lingkungan pada kawasan yang
akan ditetapkan;
daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup wilayah kota; dan
ketentuan peraturan perundang-undangan terkait.
Kawasan strategis dari sudut kepentingan fungsi dan daya dukung lingkungan hidup berada
pada kawasan perencanaan meliputi : kawasan perbukitan disekitar jalan ring road
Kecamatan Wanea, Kecamatan Tikala dan Kecamatan Paal Dua; kawasan Mata Air di
Kecamatan Malalayang, Kecamatan Tikala dan Kecamatan Paal Dua.
III - 49
Adapun pasal – pasal yang berkaitan dengan perencanaan infrastruktur dalam Perda RTRW
Kota Manado adalah sebagai berikut :
Perda Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Manado No. 01 Tahun 2014
Pasal 4 :
Pembangunan dan pengembangan infrastruktur yang bertaraf internasional untuk meningkatkan
peran dan fungsi kota di lingkup regional
Pasal 5. Strategi yang terkait pengembangan infrastruktur kota yaitu :
• Menetapkan dan mengembangkan RTH minimal 30% dari luas wilayah kota yang meliputi
minimal 20% RTH publik dan minimal 10% RTH privat.
• Menetapkan kawasan reklamasi 16% milik pemerintah kota dengan fungsi ruang terbuka
hijau, ruang terbuka non hijau, dan untuk fasilitasi sosial, fasilitas ekonomi dan fasilitas
penunjang pariwisata
• Menjaga dan melindungi kawasan bandar udara Sam Ratulangi dan sekitarnya sebagai
kawasan gerbang utama (dari aspek transportasi udara) untuk pengembangan pariwisata
• Menjaga dan melindungi kawasan pelabuhan laut Kota Manado sebagai kawasan gerbang
laut serta mengembangkan sistem transportasi laut sebagai bagian dari upaya menyatukan
wilayah kepulauan (3 pulau)
• Membangun, mengembangkan dan meningkatkan fungsi terminal – terminal transportasi
darat sebagai bagian dari pengembangan kepariwisataan
• Membangun dan mengembangkan fasilitas transportasi dan sistem sirkulasi pelayanan
perkotaan yang terintegrasi dan terpadu dengan wilayah sekitarnya
• Membangun dan meningkatkan kualitas dan kuantitas jangkauan pelayanan jaringan
prasarana/infrastruktur perkotaan
• Membangun dan mengembangkan fungsi pelayanan pendidikan dan kesehatan yang
berstandar internasional
• Membangun dan mengembangkan fasilitas perkotaan lainnya yang berstandar
internasional sehingga memberikan peluang Kota Manado sebagai tempat pelaksanaan
kegiatan – kegiatan berskala nasional dan internasional.
III - 50
merupakan bagian dari Ruang Terbuka Kota, bersama – sama dengan Ruang Terbuka
Non Hijau.
Penyediaan dan pemanfaatan RTH dalam RTRW Kota/RDTR Kota/RTR Kawasan Strategis
Kota/RTR Kawasan Perkotaan, dimaksudkan untuk menjamin tersedianya ruang yang
cukup bagi :
a. Kawasan konservasi untuk kelestarian hidrologis;
b. Kawasan pengendalian air larian dengan menyediakan kolam retensi;
c. Area pengembangan keanekaragaman hayati;
d. Area penciptaan iklim mikro dan pereduksi polutan di kawasan perkotaan;
e. Tempat rekreasi dan olahraga masyarakat;
f. Tempat pemakaman umum;
g. Pembatas perkembangan kota ke arah yang tidak diharapkan;
h. Pengamanan sumber daya baik alam, buatan maupun historis;
i. Penyediaan RTH yang bersifat privat, melalui pembatasan kepadatan serta
kriteria pemanfaatannya;
j. Area mitigasi/evakuasi bencana;
k. Ruang penempatan pertandaan (signange) sesuai dengan peraturan perundang
– undangan dan tidak mengganggu fungsi utama RTH tersebut.
Arahan terkait penataan RTH Kota Manado diatur dalam Perda RTRW Kota Manado
sebagai berikut :
Pasal 5 : Menetapkan kawasan reklamasi 16% milik pemerintah kota dengan fungsi
ruang terbuka hijau, ruang terbuka non hijau, dan untuk fasilitasi sosial, fasilitas
ekonomi dan fasilitas penunjang pariwisata.
Pasal 31 : menjelaskan RTH kota sebagai bagian dari kawasan lindung.
Penyediaan RTH terdiri atas RTH privat dan RTH publik.
RTH privat meliputi pekarangan rumah, pekarangan perkantoran, pekarangan
pertokoan dan tempat usaha, pekarangan fasilitas umum dan fasilitas sosial.
RTH publik meliputi :
a) taman lingkungan, taman kelurahan, taman kecamatan dan taman kota.
b) Hutan kota, sabuk hijau dan jalur hijau jalan
III - 51
c) Sempadan sungai, sempadan pantai, sempadan jalan dan pengamanan mata air
d) Fungsi khusus atau tertentu
e) Resapan air
f) pemakaman
Gambar 3.21 Pemetaan RTH Kota Manado
Gambar 3.22 Luas Eksisting dan Kebutuhan Luas RTH Kota Manado
III - 52
B. Sistem Air Limbah Kota Manado
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia Nomor
04/PRT/M/2017 tentang Penyelenggaraan Sistem Pengelolaan Air Limbah Domestik
mendefisinikan air limbah domestic sebagai air limbah yang berasal dari usaha dan/atau
kegiatan pemukiman, rumah makan, perkantoran, perniagaan, apartemen dan asrama.
Selanjutnya, Sistem Pengelolaan Air Limbah Domestik selanjutnya disingkat SPALD,
didefinisikan sebagai serangkaian kegiatan pengelolaan air limbah domestic dalam satu
kesatuan dengan prasarana dan sarana pengelolaan air limbah domestic. Air limbah
domestic terdiri atas : air limbah kakus (black water) dan air limbah non kakus (grey
water). Pemilihan jenis SPALD paling sedikit mempertimbangkan :
a. Kepadatan penduduk
b. Kedalaman muka air tanah
c. Kemiringan tanah
d. Permeabilitas tanah
e. Kemampuan pembiayaan
Arahan sistem air limbah sesuai Perda RTRW Kota Manado dan gambaran awal
kebutuhan Kota Manado hingga tahun 2037 dapat dilihat pada gambar berikut.
III - 53
Gambar 3.23 Sistem Air Limbah Kota Manado
Adapun arahan pengelolaan persampahan Kota Manado seperti diuraikan dalam Pasal
26 Perda RTRW Kota Manado adalah sebagai berikut :
III - 54
a) Sistem pengelolaan meliputi pemilahan, pengumpulan, pengangkutan, pengolahan,
pemrosesan, pembangunan TPA terpadu, penyediaan dan pengelolaan sarana
pengolahan persampahan secara terpadu di setiap kecamatan.
b) Rencana pengembangan TPA Sumompo dengan luas 20 Ha di Kelurahan Sumompo
Kecamatan Tuminting
c) Rencana pengolahan persampahan pada lokasi TPA dengan teknologi pengomposan
sampah organik, teknologi daur ulang sampah non organik serta sanitary landfill.
d) Rencana sistem penanganan persampahan khususnya lokasi TPA terdapat diluar
pusat kegiatan dan sistem pelayanannya bersifat pembagian wilayah pelayanan per
kecamatan.
e) Mendorong secara sistematis kesadaran masyarakat terhadap lingkungan dengan
penerapan 3R (reduce-reuse-recycle)
f) Pengelolaan sampah diselenggarakan dengan berbasis pada komunitas melalui
peningkatan kapasitas masyarakat.
Kebutuhan sarana dan prasarana persampahan di Kota Manado hingga tahun 2037
dapat digambarkan sebagai berikut.
III - 55
Gambar 3.25 Kebutuhan Sarana dan Prasarana Persampahan Kota Manado
III - 56
sarana dan prasarana SPAM dalam rangka memenuhi kuantitas, kualitas dan
kontinuitas air minum yang meliputi pembangunan baru, peningkatan dan perluasan.
Arahan pengembangan sistem jaringan air minum sesuai RTRW Kota Manado dan
perhitungan (awal) kebutuhan air minum hingga tahun 2037 dapat dilihat pada gambar
berikut.
Gambar 3.26 Kebutuhan Air Minum Kota Manado
III - 57
Sasaran Kebijakan Energi Nasional adalah :
a. Tercapainya elastisitas energy lebih kecil dari 1 (satu) pada tahun 2025.
b. Terwujudnya energy (primer) mix yang optimal pada tahun 2025, yaitu peranan
masing – masing jenis energy terhadap konsumsi energy nasional adalah :
1) Minyak bumi menjadi kurang dari 20% (dua puluh persen).
2) Gas bumi menjadi lebih dari 30% (tiga puluh persen).
3) Batubara menjadi lebih dari 33% (tiga puluh tiga persen).
4) Biofuel menjadi lebih dari 5% (lima persen).
5) Panas bumi menjadi lebih dari 5% (lima persen).
6) Energy baru dan terbarukan lainnya, khususnya Biomassa, Nuklir, Tenaga Air
Skala Kecil, Tenaga Surya, dan Tenaga Angin menjadi lebih dari 5% (lima
persen).
7) Bahan bakar lain yang berasal dari pencairan batubara menjadi lebih dari 2%
(dua persen).
Adapun arahan RTRW Kota Manado tentang sistem jaringan energy, serta perhitungan
(awal) mengenai kebutuhan energy dapat dilihat pada gambar – gambar berikut.
III - 58
Gambar 3.28 Pendekatan energi terbarukan
III - 59
Gedung pemerintahan
Pasar dan sentra bisnis
Sebaran data dan kebutuhan bangunan public dalam laporan pendahuluan ini
membahas sekolah dan fasilitas kesehatan. Bangunan public lainnya akan dibahas lebih
lanjut pada tahapan berikutnya (keterbatasan data awal).
III - 60
Gambar 3.31 Sebaran dan Kebutuhan Sarana Pendidikan SLTP
III - 61
G. Sistem Transportasi Kota Manado
Sistem Transportasi dalam Buku Pedoman Sistem Transportasi Kota yang disusun oleh
Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Direktorat Bina Sistem Lalu Lintas dan
Angkutan Kota Tahun 1998 mendefinisikan Sistem Transportasi sebagai gabungan dari
komponen – komponen transportasi yang berinteraksi satu dengan yang lain
membentuk suatu fungsi transportasi. Berdasarkan hal tersebut, faktor – faktor atau
komponen – komponen dalam sistem transportasi dapat dikelompokkan ke dalam 3
sub sistem, yaitu sub sistem jaringan, sub sistem lalu lintas dan sub sistem angkutan.
Sebagai komponen dari suatu sistem transportasi, maka interaksi ketiga sub sistem
tersebut akan berdampak secara makro maupun mikro.
Sistem pergerakan transportasi adalah sistem pergerakan yang terjadi diakibatkan oleh
sistem kegiatan dan sistem jaringan serta dipengaruhi oleh sistem kelembagaan yang
ada. Sistem – sistem ini diuraikan sebagai berikut :
1) Sistem kegiatan
Diwujudkan oleh ruang kegiatan masyarakat. Wilayah perkotaan merupakan
pusat kegiatan masyarakat yang diwarnai oleh tingginya kepadatan, ragam
serta dinamika dari penduduk dan juga tingginya tingkat kegiatan perdagangan
dan industry.
2) Sistem jaringan
Terdiri dari jaringan transportasi jalan yang meliputi jaringan jalan, jaringan
trayek pelayanan angkutan umum, jaringan lintas angkutan barang dan
simpul/terminal.
3) Sistem pergerakan
Merupakan wujud dari kebutuhan transportasi yang didistribusikan melalui
jaringan jalan dengan menggunakan moda angkutan tertentu.
4) Sistem kelembagaan
Berfungsi untuk mengoptimalkan ketiga sistem di atas dalam wujud :
Peraturan perundangan
Perencanaan dan perwujudan rencana sistem transportasi
Keuangan dan pendanaan
III - 62
Pengendalian sistem
Transportasi umum atau transportasi publik adalah seluruh alat transportasi saat
penumpang tidak bepergian menggunakan kendaraannya sendiri. Transportasi umum
pada umumnya termasuk kereta dan bis, namun juga termasuk pelayanan maskapai
penerbangan, feri, taksi, dan lain-lain.
Moda Transportasi
A. Transportasi Udara
Sebuah maskapai penerbangan menyediakan jadwal layanan dengan pesawat
antara bandara. Perjalanan udara memiliki kecepatan yang sangat tinggi, tetapi
seringkali kali menimbulkan waktu menunggu besar sebelum dan sesudah
perjalanan, dan karena itu sering hanya layak jarak yang lebih jauh atau di daerah
di mana kurangnya infrastruktur dasar membuat jenis transportasi ini tidak
mungkin diakses.
B. Transportasi Darat
Bus
Layanan bus menggunakan bus di jalan
konvensional untuk membawa penumpang
banyak di perjalanan lebih pendek. Bus
beroperasi dengan kapasitas rendah (yaitu
dibandingkan dengan trem atau kereta), dan
dapat beroperasi di jalan-jalan konvensional,
dengan bus yang relatif murah berhenti untuk melayani penumpang. Oleh
karena itu bus yang umum digunakan di kota-kota kecil dan kota-kota, di
daerah pedesaan juga dilengkapi layanan shuttle untuk menuju kota-kota
besar.
Bus rapid transit adalah istilah yang ambigu yang digunakan untuk bus yang
beroperasi pada jalur rel. Bus listrik adalah bus listrik yang mempekerjakan
kawat diatasnya untuk mendapatkan daya untuk traksi.
III - 63
Transportasi berbasis rel kereta
Angkutan kereta api berpenumpang adalah angkutan penumpang melalui
kendaraan roda yang dirancang khusus untuk berjalan di jalur kereta api.
Kereta memungkinkan berkapasitas tinggi pada jarak pendek atau panjang,
tetapi membutuhkan rel, sinyal, infrastruktur dan stasiun yang akan dibangun
dan dipelihara. Kereta transit perkotaan terdiri dari trem, kereta
cahaya, transit cepat, kereta komuter, monorel dan kereta gantung
1) Kereta komuter
merupakan bagian dari transportasi publik di wilayah perkotaan, tetapi
memberikan layanan yang lebih cepat untuk pinggiran kota dan kota-
kota tetangga dan desa. Kereta berhenti di semua stasiun, yang terletak
untuk melayani pusat pinggiran kota
atau kota kecil. Stasiun sering
dikombinasikan dengan shuttle bus atau
sistem Parkir dan menumpang di setiap
stasiun. Frekuensi memungkinkan
hingga beberapa kali per jam, dan
sistem rel komuter dapat berupa bagian dari kereta nasional, atau
dioperasikan oleh agen transit lokal
2) Kereta dalam kota
Adalah layanan penumpang jarak jauh yang menghubungkan beberapa
wilayah perkotaan. Mereka memiliki beberapa halte, dan bertujuan pada
kecepatan rata-rata tinggi, biasanya hanya membuat satu dari beberapa
halte per kota. Layanan ini mungkin juga internasional.
3) Kereta cepat
Adalah kereta penumpang yang beroperasi secara signifikan lebih cepat
dari rel-konvensional biasanya didefinisikan sebagai setidaknya
berkecepatan 200 kilometers per hour (120 mph). Sistem yang paling
dominan telah dibangun di Eropa dan Jepang, dan dibandingkan dengan
perjalanan udara, menawarkan perjalanan kereta jarak jauh secepat
III - 64
layanan udara, memiliki harga yang lebih rendah untuk bersaing lebih
efektif dan menggunakan listrik bukan pembakaran
4) Trem
Adalah kendaraan rel yang berjalan di
jalan-jalan kota atau trek khusus.
Mereka memiliki kapasitas yang lebih
tinggi daripada bus, tetapi harus
mengikuti infrastruktur didedikasikan
dengan rel dan kabel atas atau di bawah jalur, membatasi fleksibilitas
mereka
5) Kereta ringan
Adalah pengembangan modern (dan
penggunaan) dari trem, dengan
berdedikasi dari arah tidak dibagi
dengan lalu lintas lainnya, dengan
akses bebas dan kecepatan meningkat.
Jalur kereta api ringan, sehingga, pada
dasarnya digunakan dalam angkutan antar kota
6) Kereta transit cepat
Vancouver SkyTrain adalah sistem perjalanan cepat otomatis terpanjang
di dunia. Hal ini juga termasuk jembatan massa-transit
terpanjang, Skybridge (TransLink).
Sebuah sistem kereta transit cepat (atau disebut pula metro, kereta
bawah tanah atau subway) beroperasi di daerah perkotaan dengan
kapasitas tinggi dan frekuensi, dan pemisahan kelas dari lalu lintas
lainnya.
Sistem ini dapat mengangkut sejumlah besar orang dengan cepat di jarak
yang pendek dengan penggunaan lahan kecil. Variasi dari rapid transit
termasuk orang penggerak, metro cahaya skala kecil dan kereta api
komuter hibrida S-Bahn. Lebih dari 160 kota memiliki sistem transit
III - 65
cepat, dengan total lebih dari 8.000 km (4.971 mi) trek dan 7,000 stasiun.
Dua puluh lima kota memiliki sistem dalam pembangunan.
III - 66
oleh penumpang, meskipun permintaan transportasi responsif dan saham
taksi memberikan modus bus/taksi hibrida
Transportasi Air
1) Kapal Feri
Feri adalah perahu atau kapal, digunakan untuk membawa
(atau menyeberangkan) penumpang, dan terkadang kendaraan mereka,
melewati perairan. Sebuah penumpang feri dengan berhenti banyak
kadang disebut bus air. Feri membentuk bagian dari sistem transportasi
umum di wilayah pesisir pulau-pulau, memungkinkan perjalanan
langsung antara satu titik dengan biaya modal jauh lebih rendah
dibandingkan membangun jembatan atau terowongan, meskipun pada
kecepatan yang lebih rendah. Kapal penghubung jarak jauh berskala
besar (jarak jauh seperti di perairan Laut Mediterania) juga dapat disebut
kapal ferry.
2) Kapal Laut
Kapal laut, adalah kendaraan pengangkut penumpang dan barang di laut
seperti halnya sampan atau perahu yang lebih kecil. Kapal biasanya
cukup besar untuk membawa perahu kecil seperti sekoci. Secara
kebiasaannya kapal dapat membawa perahu tetapi perahu tidak dapat
membawa kapal. Ukuran sebenarnya dimana sebuah perahu disebut
kapal selalu ditetapkan oleh undang-undang dan peraturan atau
kebiasaan setempat.
Sistem transportasi dan moda transportasi di Kota Manado adalah sebagai berikut :
1) Sistem jaringan transportasi
darat dengan moda transportasi:
mobil angkutan umum kota
(angkot), taxi dan sepeda motor
(ojek).
2) Sistem jaringan perkeretaapian
(dalam perencanaan RTRW Kota Manado, kajian monorail)
III - 67
3) Sistem jaringan transportasi laut dengan moda transportasi : kapal laut. Dalam
perencanaan RTRW Kota Manado adalah transportasi sungai dan pesisir.
4) Sistem jaringan transportasi udara
III - 68
BAB 4 Pendekatan dan Metodologi
IV - 1
5. Kota Manado merupakan bagian dari PKN dan KSN dalam pengembangan perkotaan
KSN dan PKN tahu 2015 – 2019
Gambar 4.1 Konsepsi Pengembangan Tol Laut dalam RPJMN 2015 - 2019
IV - 2
Gambar 4.3 Keterpaduan terhadap Pengembangan 22 Kawasan Industri Prioritas 2015 -
2019
IV - 3
Gambar 4.5 Konsep Pengembangan Wilayah Pulau Sulawesi
IV - 4
Gambar 4.7 Kerangka Berpikir Pembangunan Infrastruktur 2015 – 2019
Gambar 4.8 Target Outcome Kedaulatan Energi dan Infrastruktur 2015 – 2019 (1)
Gambar 4.9 Target Outcome Kedaulatan Energi dan Infrastruktur 2015 – 2019 (2)
IV - 5
Gambar 4.10 Pembangunan Infrastruktur mendukung 13 Kawasan Industri di luar Jawa
IV - 6
4.1.2 Pendekatan perencanaan Green Infrastructure
Infrastruktur hijau merupakan kerangka ekologis untuk keberlanjutan lingkungan, sosial,
dan ekonomi, sebagai sistem kehidupan alami yang berkelanjutan. Infrastruktur hijau
merupakan jaringan ruang terbuka hijau (RTH) kota untuk melindungi nilai dan fungsi
ekosistem alami yang dapat memberikan dukungan kepada kehidupan manusia.
Sebagai contoh, apabila pemerintah telah membangun infrastruktur jaringan air bersih
untuk kebutuhan air masyarakat, jaringan RTH dapat memasok oksigen (O) yang sangat
diperlukan warga. Demikian pula apabila pemerintah telah membangun jaringan
infrastruktur penanggulangan limbah cair ataupun padat agar terhindar dari pencemaran
yang berdampak negatif bagi warga, dengan adanya jaringan RTH dapat menetralisir
dampak pencemaran udara, terutama penyerapan karbon dioksida (CO), sekaligus menekan
emisi karbon pemicu pemanasan bumi.
Infrastruktur hijau merupakan jaringan yang saling berhubungan antara sungai, lahan basah,
hutan, habitat kehidupan liar, dan daerah alami di wilayah perkotaan; jalur hijau, kawasan
hijau, dan daerah konservasi; daerah pertanian, perkebunan, dan berbagai jenis RTH lain,
seperti taman-taman kota. Pengembangan infrastruktur hijau dapat mendukung kehidupan
warga, menjaga proses ekologis, keberlanjutan sumber daya air dan udara bersih, serta
memberikan sumbangan kepada kesehatan dan kenyamanan warga kota (liveable cities).
Infrastruktur hijau merupakan jaringan terpadu dari berbagai jenis RTH, terdiri dari area
(hub) dan jalur (link).
Suatu RTH berbentuk area hijau dengan berbagai bentuk dan ukuran, seperti RTH dengan
luasan tertentu, seperti taman kota, pemakaman, situ/telaga/danau, hutan kota, dan hutan
lindung yang berfungsi sebagai habitat satwa liar dan proses ekologis.
Ruang terbuka hijau yang berbentuk jalur atau koridor, seperti jalur hijau jalan, sempadan
sungai, tepian rel kereta api, saluran udara tegangan tinggi, dan pantai, merupakan
penghubung (urban park connector) area-area hijau untuk membentuk sistem jaringan RTH
kota.
Infrastruktur hijau dapat digunakan sebagai pengendali perkembangan kota agar tidak
terjadi peluberan kota (urban sprawl) karena kawasan ataupun jalur yang telah ditetapkan
sebagai RTH (mestinya) tidak dapat dikonversi ke fungsi lain.
IV - 7
Prinsip dasar
Penerapan infrastruktur hijau perlu memerhatikan prinsip-prinsip dasar agar tercapai
berbagai fungsi ekologis yang diembannya untuk menjaga keseimbangan ekosistem. Hal ini
sesuai gagasan utama KTT Bumi dan Konferensi Perubahan Iklim, yaitu adanya ”kebutuhan”
dan ”keterbatasan”.
Keterhubungan (linkages) antarkawasan RTH dengan jalur dan koridor hijau merupakan
kunci keberhasilan infrastruktur hijau kota. Keterhubungan antar-ruang hijau, baik area
maupun jalur hijau, merupakan strategi dalam menanggulangi degradasi lingkungan kota,
seperti banjir, rob, longsor, krisis air tanah, pemanasan lingkungan kota, meningkatnya
pencemaran udara, rusaknya habitat satwa liar, dan kerusakan lingkungan lainnya.
Infrastruktur hijau harus diintegrasikan dengan rencana pembangunan infrastruktur kota,
seperti pembangunan jalan, drainase, dan prasarana lain, termasuk keterkaitan dengan
infrastruktur antarkota pada skala wilayah, metropolitan, ataupun megalopolitan.
Implementasi infrastruktur hijau dijabarkan dalam pola pemanfaatan ruang. Pola
Pengamanan Ekologis yang Komprehensif (Comprehensive Ecological Security Pattern)
merupakan pola ruang kota yang berkaitan dengan infrastruktur hijau (Wang, Chen, Yang
dalam ISOCARP Congress ke-44, 2008).
Pola pengamanan ekologis (Ecological Security Pattern/ ESP) untuk setiap kota bisa berbeda
bergantung pada permasalahan lingkungan kotanya. Pola pengamanan ekologis kota terdiri
dari pola pengamanan terhadap masalah air dan banjir, udara, bencana geologis,
keanekaragaman hayati, warisan budaya, dan rekreasi.
Pola pengamanan air dan banjir (flood and stormwater security pattern)
berhubungan dengan proses-proses hidrologis, seperti aliran permukaan (run off),
daerah resapan air (infiltration), dan daerah tangkapan air hujan (catchment
area).Diperlukan data aliran air permukaan, seperti sungai, waduk, situ, dan daerah
genangan air pada waktu hujan. Tujuannya adalah untuk menyusun pola RTH
pengendalian banjir, yaitu dengan menentukan daerah-daerah yang tidak boleh
dibangun untuk fungsi konservasi dan preservasi agar proses-proses hidrologis tetap
dapat berlangsung.
Pola pengamanan udara (air security pattern) berhubungan dengan upaya
peningkatan kualitas udara agar udara kota tetap segar, tidak tercemar, dan sehat
IV - 8
untuk warga. Kawasan dengan potensi pencemaran udara tinggi menjadi prioritas
dalam penyediaan RTH untuk mengendalikan pencemaran udara, terutama sektor
transportasi. Jalur hijau jalan dan kawasan industri menjadi fokus utama penentuan
pola RTH kota.
Pola pengamanan bencana geologis (geological disaster security pattern)
berhubungan dengan pengendalian daerah-daerah yang rawan longsor, amblesan
muka tanah (land/surface subsidence), daerah patahan geologi, dan daerah rawan
bencana geologis lainnya.
Pola pengamanan keanekaragaman hayati (biodiversity security pattern)
berhubungan dengan konservasi berbagai spesies dan habitat tempat mereka bisa
hidup. Kesesuaian lahan untuk habitat berbagai spesies dan penentuan kawasan
yang harus dikonservasi merupakan fokus utama agar penataan ruang kota tetap
memberi peluang keanekaragaman biologis.
Pola pengamanan warisan budaya (cultural heritage security pattern) berhubungan
dengan konservasi situs budaya (heritage site), seperti bangunan cagar budaya dan
kawasan lanskap cagar budaya (landscape heritage). Kawasan atau tempat yang
bernilai budaya tinggi perlu dicagar dan dikonservasi agar tak habis dilanda
pembangunan fisik yang akan mengubah wajah lanskap.
Pola pengamanan rekreasi (recreational security pattern) berhubungan dengan
tempat- tempat yang mempunyai fungsi sosial dan nilai rekreasi bagi warga kota.
Taman kota, taman lingkungan, taman rekreasi, taman pemakaman, kawasan
dengan pemandangan indah, kawasan dengan fitur alam yang unik, dan lanskap
vernakular merupakan daerah-daerah yang perlu diamankan dari pembangunan
kota.
Penggabungan peta-peta pola pengamanan ekologis secara komprehensif dalam peta
Geographic Information System (GIS) telah dilakukan di beberapa kota di dunia, seperti
Beijing, Melbourne, Sydney, Singapura, dan London.
IV - 9
Gambar 4.12 Komponen green Infrastruktur : Planning
IV - 10
Gambar 4.15 Komponen green Infrastruktur : green building
IV - 11
4.1.3 Pendekatan perencanaan Kota CERDAS
Kota hijau merupakan langkah awal transformasi menuju Kota Cerdas. Kota Hijau adalah
kota yang ramah lingkungan dengan memanfaatkan secara efektif dan efisien sumberdaya
air dan energy, mengurangi limbah, menerapkan sistem transportasi terpadu, menjamin
kesehatan lingkungan, mensinergikan lingkungan alami dan buatan, berdasarkan
perencanaan dan perancangan kota yang berpihak pada prinsip – prinsip berkelanjutan.
Sedangkan Kota Cerdas adalah kota yang mampu menggunakan teknologi, terutama TIK,
menggerakkan SDM dan modal sosial, serta infrastruktur untuk mewujudkan pembangunan
berkelanjutan berbasis masyarakat yang cerdas (knowledge society & smart community).
Smart city (kota cerdas) adalah sebuah konsep tatanan kota yang menggunakan teknologi
digital untuk meningkatkan peforma dan kesejahteraan, mengurangi biaya dan konsumsi
sumber daya dan berinteraksi secara lebih efektif dengan para penduduknya. Dalam hal ini,
kata kunci sektor-sektor ‘cerdas’ melibatkan transportasi, energi, layanan kesehatan,
pengelolaan air, dan pengelolaan limbah. Sebuah kota cerdas harus memiliki kemampuan
untuk memberikan respon yang cepat kepada tantangan-tantangan yang terdapat dalam
kota maupun tantangan-tantangan global dengan hubungan ‘transaksional’ sederhana
dengan para penduduknya. Kepentingan dalam kota cerdas didorong dengan tantangan-
tantangan utama seperti perubahan iklim, penstrukturan ulang sektor ekonomi, online retail
& entertainment, dan lain sebagainya.
IV - 12
Smart city adalah sebuah impian dari hampir semua Negara di dunia. Dengan smart city,
berbagai macam data dan informasi yang berada di setiap sudut kota dapat dikumpulkan
melalui sensor yang terpasang di setiap sudut kota, dianalisis dengan aplikasi cerdas,
selanjutnya disajikan sesuai dengan kebutuhan pengguna melalui aplikasi yang dapat
diakses oleh berbagai jenis gadget. Melalui gadgetnya, secara interaktif pengguna juga
dapat menjadi sumber data, mereka mengirim informasi ke pusat data untuk dikonsumsi
oleh pengguna yang lain.
Konsep smart city sendiri pertama kali dikemukakan oleh IBM, perusahaan komputer
ternama di Amerika. Perusahaan tersebut memperkenalkan konsep smart city untuk
meningkatkan kualitas hidup masyarakat perkotaan. Untuk menyukseskan konsep kota
pintar ini, IBM menelurkan enam indikator yang harus dicapai. Keenam indikator tersebut
adalah masyarakat penghuni kota, lingkungan, prasarana, ekonomi, mobilitas, serta konsep
smart living. Dengan mengoptimalkan keenam indikator tersebut, konsep smart city bukan
lagi sesuatu yang tidak bisa dicapai. Namun, keenam indikator ini bisa lebih difokuskan atau
dimaksimalkan salah satunya. Misalnya, kota Copenhagen. Kota yang ada di Denmark ini
IV - 13
memfokuskan diri untuk pengoptimalan bidang lingkungan. Karena hal ini, Copenhagen
dianggap sebagai salah satu kota pintar di dunia. Predikat smart city juga dimiliki oleh Seoul.
Ibu Kota Korea Selatan tersebut fokus pada pelayanan publik pada bidang teknologi
informasi. Tidak mengherankan jika kota ini memiliki jaringan internet tercepat di dunia.
Kelebihan dari konsep Green City adalah dapat memenuhi kebutuhan keberadaan Ruang
Terbuka Hijau (RTH) di suatu kawasan, sehingga dapat mengurangi bahkan memecahkan
masalah lingkungan, bencana alam, polusi udara rendah, bebas banjir, rendah kebisingan
dan permasalahan lingkugan lainnya. Namun disamping kelebihannya, konsep ini memiliki
kelemahan juga. Penerapannya pada masing-masing kawasan tidak dapat disamaratakan
karena tiap-tiap daerah memerlukan kajian tersendiri. Setidaknya harus diketahui tentang
karakteristik lokal, iklim makro, dan sebagainya. Misalnya, daerah pegunungan RTH
difungsikan untuk menahan longsor dan erosi, di pantai untuk menghindari gelombang
pasang, tsunami, di kota besar untuk menekan polusi udara, serta di perumahan,
difungsikan meredam kebisingan. Jadi RTH di masing-masing kota memiliki fungsi ekologis
yang berbeda. Disamping itu, penerapannya saat ini kebanyakan pelaksanaan
penghijauannya tidak terkonseptual, sehingga menimbulkan citra penghijauan asal jadi
tanpa melihat siapa yang dapat mengambil manfaat positif dari penghijauan.
IV - 14
Kota cerdas di beberapa negara tentu sudah matang dalam penanganan masalah banjir,
kemacetan, ledakan penduduk, air bersih. Ada tahapan pembangunan yang jelas, kemudian
diterjemahkan sebagai konsep pembangunan, sehingga tahapan pembangunan tata kota di
negara maju berlangsung secara berkelanjutan. Kemapanan ini perlu dilanjutkan dalam
sebuah sistem agar tidak berhenti pada periode tertentu saja, maka lahirlah konsep smart
city/kota cerdas yang menjadi konsep besar dari Sustainable City. Copenhagen (Denmark),
merupakan salah satu kota cerdas di dunia yang fokus di bidang lingkungan.
Membandingkan dengan kota Seoul (Korea Selatan), kota cerdas di Seoul mengutamakan
pemanfaatan teknologi informasi yang digunakan untuk pelayanan publik.
Tidak hanya di luar negeri saja, konsep smart city pun telah direncanakan di berbagai kota di
Indonesia. Salah satunya adalah kota Bandung. Wali Kota Bandung, Ridwan Kamil,
mengatakan bahwa konsep smart city ini bertujuan untuk mempermudah segala urusan
dengan dukungan konektivitas tinggi dari pemanfaatan teknologi informasi (TI). Konsep ini,
pertama kali diterapkan di 'Kota Kembang'. Salah satu penerapan smart city adalah layanan
akses internet di taman-taman kota. Fasilitas itu akan menarik warga untuk berkunjung ke
IV - 15
taman. Dengan demikian, fungsi taman sebagai ruang publik pun akan kembali dengan
sendirinya. Fasilitas serupa juga dibangun di tempat-tempat ibadah, seperti masjid, gereja
dan lainnya. Cara seperti ini akan memudahkan masyarakat dalam mengakses internet
meski sedang beribadah. Selain akses penyediaan akses internet di ruang publik, pihaknya
juga berencana menerbitkan kartu pintar. Kartu ini salah satunya bisa digunakan masyarakat
untuk membayar tarif trasportasi seperti angkot, bus, dan lainnya. Demi mendukung sistem
pembayaran ini, pihaknya akan terlebih dulu melakukan penataan angkot. Pembangunan
sektor transportasi di Kota Bandung juga ada ditunjang dengan pengadaan bus ukuran 3/4
serta Monorel. Selain itu, pihaknya juga akan menerbitkan kartu yang digunakan untuk
membayar tarif parkir. Nantinya, petugas parkir akan memiliki smart phone untuk
mendeteksi dan mengurangi saldo pemilik kartu tersebut.
Bandung Smart City adalah konsep sebuah kota yang memiliki koneksi terintegrasi dalam
berbagai bidang hingga memberikan dampak praktis dan efisiensi dalam pengelolaan kota,
dari permasalahan penanggulangan kemacetan, penumpukan sampah, perbaikan jalan
rusak, mengetahui kontur tanah suatu daerah, apakah daerah tersebut cocok untuk
didirikan bangunan atau sebagai lahan pertanian.
IV - 16
Pendekatan pembangunan infrastruktur terpadu di Kota Manado jug memperhatikan
konsep smart city, sesuai dengan visi Kota Manado sebagai Kota CERDAS.
Mengacu pada konsep Kota CERDAS, maka komponen infrastruktur dalam kaitannya dengan
komponen kota CERDAS dapat dilihat pada skema – skema yang ada.
Menurut Frost dan Sullivan (2014), ciri-ciri sebuah kota cerdas dapat diukur dari delapan
indikator kecerdasan: 1.tatakelola pemerintahan (smart governance), 2. tatakelola energi
(smart energy), 3. manajemen bangunan (smart building), 4. cerdas mobilitas (smart
mobility), 5. infrastuktur (smart infrastructure), 6. cerdas teknologi (smart technology), 7.
layanan kesehatan (smart healthcare), dan 8. cerdas warga (smart citizen).
1. Smart governance meliputi perencanaan pembangunan strategis dan bantuan digital
dalam penerapan kebijakan (mis. e-budgeting D.K.I. Jakarta) dalam membuat inisiatif
program ramah lingkungan dan hemat bagi penganggaran, subsidi, dan program lain
sesuai roadmap pembangunan berkelanjutan. Kota-kota yang sudah melakukan ini
antara lain Jakarta, Bandung, dan Surabaya.
2. Smart energy meliputi penggunaan teknologi digital dan terapan untuk membangun
tata kelola energi baik di pemerintah ataupun swasta menurut standar minimum
Advanced Meter Infrastructure, manajemen distribusi, sistem transmisi tegangan
tinggi, dan pemerataan akses. (Gurstein, 2014)
3. Smart building bertumpu pada gedung hemat energi dan tataguna hijau, dengan
fasilitas dan kendali pintar berbasis komputasi digital, semisal pada kendali nyala
lampu, tutup-buka pintu, akses suhu dan udara bersih pada ventilasi, akses cahaya,
konsumsi energi dapur, juga fitur keamanan otomatis dan ketahanan terhadap
bencana.
4. Smart mobility banyak membahas basis teknologi pada kebutuhan kendaraan hemat
energi dan rendah emisi, berkapasitas besar tapi dengan daya paling hemat dan nilai
ergonomis paling baik. Aplikasi bahan bakar gas pada TransJakarta atau inisiatif
sepeda berkekuatan listrik hijau di Amsterdam jadi contoh.
5. Smart infrastructure meliputi teknologi pintar dan otomatis yang diterapkan pada
sistem bangunan dan kendali infrastruktur, makro dan mikro. Bentuknya bisa pada
IV - 17
klaster energi perkotaan berdasarkan tingkatan jalan, jalur transportasi dengan
digitalisasi pelayanan, manajemen air dan limbah, sampai integrasi telekomunikasi
dalam pemantauan operasionalnya (bentuk sederhananya mis. National Traffic
Management Center di Mabes Polri, Command Center di Bandung, dsb.)
6. Smart technology bertumpu pada kemampuan menghubungkan perumahan, kantor,
pemerintah dan swasta, personal dan lembaga dengan pemanfaatan teknologi
informasi dan komuinkasi. Di luar itu ada pula inisiatif pengembangan teknologi
pintar untuk kawasan rural/desa, pemantauan titik-titik strategis seperti pintu air
dan atau titik banjir, penginderaan jauh wilayah air dan hutan, serap optik untuk
daerah terpencil dan transportasi antarpulau, dan sebagainya.
7. Smart healthcare memungkinkan warga mengakses layanan kesehatan dengan
mudah menggunakan teknologi genggam atau komputer rumah, layanan darurat
(emergency) dengan integrasi peta kota dan GPS, serta perbantuan digital dalam
penyusunan kebijakan di bidang kesehatan (semisal pembaruan data jumlah pasien
endemik atau korban memerlukan bantuan kesehatan di wilayah bencana
menggunakan data realtime atau sumber terbuka/crowdsourcing).
8. Smart citizen sendiri merupakan upaya progresif mengedukasi publik tentang gaya
hidup ringkas, ramah lingkungan dan berbasis teknologi hijau. Menurut Gurstein
(2014), elemen ini memungkinkan warga terbantu dalam hal ketepatan waktu
berangkat bus, manajemen jam kerja bersama demi kesehatan dan produktivitas
(family time), serta pengakraban warga dengan fitur-fitur dari kota cerdas lainnya,
seperti akses trotoar ramah penyandang disabilitas, penghematan air dan listrik, arus
lalu lintas yang mendahulukan moda transportasi publik, teknologi presensi sidik jari,
uang elektronik, dan sebagainya.
Selanjutnya pendekatan green city Manado dapat digambarkan secara singkat sebagai
berikut :
IV - 18
Gambar 4.22 Pendekatan Green City Manado
IV - 19
Gambar 4.23 Green Waste and Water
IV - 20
Gambar 4.25 Green Building
IV - 21
4.1.4 Pendekatan perancangan kota baru, dalam kaitannya dengan pengembangan kota
baru Manado
Ide awal kota baru mengemuka sekitar awal abad ke sembilan belas. Hal ini dilatarbelakangi
oleh kondisi sosial masyarakat yang memburuk dari perkembangan industri di Zaman
Victoria. Saat ini tuntutan pengembangan kota baru telah bergeser, dengan demikian
nnnnnnnnnkonsepsi Kota Baru dalam perkembangannyapum akan terus mengalami
penyesuaian sejalan dengan perkembangan masyarakatnya. Pelopor utama idea Kota Baru
adalah Ebenezer Howard (1850-1928), melalui konsep Garden City (kota-taman), tetapi
Howard bukanlah satu-satunya reformis sosial yang mengangankan suatu lingkungan kota
yang ideal. William Morris, Thomas More, John Ruskin (Stephen V Ward, 1992), merupakan
tokoh-tokoh yang mempunyai pemikiran tentang reformasi sosial masyarakat kota.
Harvey S. Perloff dan Neil C.Sandbery dalam bukunya Why and For Whom (1973:3-12)
mengungkapkan pengertian Kota Baru sebagai Kota yang dirancang dan direncanakan untuk
bisa "mandiri" dengan ukuran luas yang relatif kecil dalam komunitas yang seimbang.
Pengertian mandiri yang dimaksud adalah (1) Fasilitas kota yang direncanakan mempunyai
peluang pekerjaan yang mencukupi, fasilitas perdagangan, kesehatan, pendidikan dan
sebagainya terletak dalam jarak yang relatif dekat sehingga mudah dijangkau, (2) Kota baru
dapat memberikan suasana lingkungan kehidupan yang kondusif untuk komunitas/
masyarakat kota tersebut. Pengertian seimbang mempunyai arti bukan saja keseimbangan
kesempatan kerja, penduduk , industri, perdagangan, rekreasi dan fasilitas hunian, tetapi
juga mengandung pengertian seimbang dalam kelompok umur, pendapatan, pekerjaan ,
etnik, serta komposisi klas/status sosial masyarakat.
Menurut Campbell C.C dalam New Town Another Way to Live (1976:18) ide utama dalam
konsep kota baru adalah untuk membentuk suatu rencana pembangunan dalam jangka
waktu tertentu, untuk mencapai keseimbangan, kebutuhan fasilitas penduduk, menentukan
batas pertumbuhannya di samping menghubungkan fungsi guna tanah yang berbeda dan
meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat. Dari pengertian tersebut dapat dirangkum
bahwa idea atau jiwa perencanaan sebuah Kota Baru adalah menciptakan suatu lingkungan
IV - 22
kehidupan masyarakat yang baik secara fisik maupun non fisik dapat menunjang
perikehidupan masyarakat kota secara mandiri, seimbang, serta harmonis.
Kota Baru dapat dipahami sebagai sebuah proyek pengembangan lahan yang luasannya
mampu menyediakan unsur-unsur perkotaan secara lengkap dan utuh, yang mencakup
tempat tinggal (perumahan), fasosum, perdagangan dan industri, yang secara keseluruhan
dapat memberikan :
Kesempatan untuk hidup dalam lingkungan tersebut
Jenis dan harga rumah yang beragam
Ruang terbuka aktif dan pasif serta buffer zone ( penyangga)
Program dan kegiatan pengendalian lingkungan fisik
Biaya investasi relatif besar. (Eko Budi Santoso, 2001).
Kota baru direncanakan, dibangun dan dikembangkan dari kota yang sebelumnya telah
tumbuh dan berkembang. dimana konsentrasi penduduk relatif kurang. Sebagai kota baru
penunjang (supporting new town) perencanaan dan pembangunannya ditujukan untuk
meningkatkan kemampuan dan fungsi permukiman atau kota kecil disekitar kota induk.
Pada gilirannya kota baru tersebut diharapkan menjadi kota mandiri, yang dapat memenuhi
kebutuhan pelayanan dan kegiatan usaha bagi penduduknya. Secara sosial dan ekonomis
Kota Baru masih tergantung pada kota induknya (75-90 %).
Menurut Wikantyoso (2001), pengaturan guna lahan untuk mencapai kemandirian dalam
keseimbangan diperlukan konsep mix used antara fungsi hunian, perdagangan, tata hijau
perkantoran dan fungsi lainnya. Keseimbangan guna lahan memungkinkan keseimbangan
aktivitas sosial-ekonomi masyarakat dengan meminimalkan pergerakan dari dan ke kota
utama. Kemandirian dalam keseimbangan dalam perencanaan kota baru memperjelas
bahwa pembangunan kota baru bukanlah untuk mewadahi komunitas masyarakat dalam
satu klas sosial atau satu fungsi, tetapi dituntut heterogenitas sosial dan fungsi sebagaimana
komunitas kota utama. Struktur pekerjaan dan komposisi perumahannya haruslah
diperuntukan bagi kelompok sosial-ekonomi dan aktivitas ekonomi yang bercampur.
Sehingga secara umum kota baru haruslah dilihat sebagai pembangunan berbagai unit
IV - 23
fungsi yang bukan saja untuk perumahan dan fasilitas perdagangan tetapi juga fasilitas
kerja, pendidikan, rekreasi, kesehatan dan lain-lain.
Dalam perkembangannya kota baru ditentukan oleh beberapa faktor, diantaranya adalah ;
faktor sosial yang meliputi kependudukan dan kualitas kehidupan masyarakat, faktor
ekonomi yang meliputi kegiatan usaha dan politik ekonomi, faktor lahan meliputi pola
penggunaan lahan dan harga lahan serta faktor pengelolaan pembangunan yang meliputi
kelembagaan dan kemitraan.
Sebenarnya manusia berumah selalu bersama dengan orang lain dalam sebuah komunitas
permukiman. Tidak ada atau jarang sekali orang bermukim bebas dari kesatuan seperti itu.
Pembangunan permukiman baru pun sudah pernah berlangsung di masa lalu dalam
masyarakat misalnya, dapat dijumpai nama-nama tempat seperti Kampung Baru, Kotabaru,
Ujung Pandang Baru dan lain-lain yang memperlihatkan bahwa dulunya tempat mereka itu
adalah pembangunan baru. Dalam perkembangan urbanisasinya, Kota Manado semakin
membutuhkan kota baru yang bersinergi dengan kota lama yang telah ada. Dengan
demikian pendekatan kebutuhan infrastruktur sebuah kota baru menjadi salah satu
pertimbangan penting dalam perencanaan infrastruktur terpadu Kota Manado ini.
IV - 24
4.2 Metodologi Kerja
Lingkup pekerjaan kegiatan ini meliputi penyusunan beberapa tahapan, yakni:
a. Tahap Persiapan
Tahap persiapan meliputi :
1) Pemahaman KAK
2) Kajian awal data sekunder
3) Penyiapan peta survey kawasan kota baru, menggunakan data spasial Kota
Manado yang telah tersedia.
4) Penyiapan format survey
IV - 25
Sesuai KAK, lingkup pekerjaan dalam kegiatan ini terdiri dalam beberapa tahapan, yang
perlu diselesaikan dalam waktu 7 bulan, meliputi tahapan berikut :
b. Tahap Pengumpulan Data dan Informasi
Tahap pengumpulan data dan informasi paling sedikit meliputi:
1) data kebijakan penataan ruang dan kebijakan/perencanaan sektor lainnya
2) data kondisi fisik lingkungan
3) data pemanfaatan ruang/penggunaan lahan
4) data eksisting tiap komponen infrastruktur serta rencana pengembangannya
5) data kependudukan
6) data perekonomian, sosial dan budaya
7) data kelembagaan
8) peta dasar beserta usulan delineasi kawasan
IV - 26
5) rencana induk sektor terkait
Pendekatan kedua, bottom – up, tampaknya lebih operasional atau lebih menyentuh ke
masyarakat, sehingga dianggap mampu memecahkan masalah – msalah pembangunan
IV - 27
yang langsung dirasakan oleh masyarakat. Namun demikian, pendekatan ini bisa
menyebabkan terjadinya benturan – benturan antara masalah daerah yang diangkat
dengan tujuan makro, dan disamping itu menimbulkan sikap ego local yang lebih
mementingkan daerahnya sendiri. Perencanaan yang disusun dari bawah,
menyebabkan pula masing – masing daerah atau sekelompok masyarakat ingin lebih
dipentingkan dari pada daerah atau kelompok masyarakat yang lain. Akibatnya muncul
konflik yang beersifat horizontal, yang akhirnya mengganggu proses pembangunan
ekonomi yang dijalankan.
IV - 28
merupakan tujuan daerah. Singkatnya, sangat sulit untuk mempertemukan antara
tujuan daerah dengan tujuan nasional.
IV - 29
Tabel 4.1 Matriks Program Kerja
IV - 30
LINGKUP ANALISIS PERMASALAHAN PIHAK YANG WAKTU TEMPAT
No URAIAN KEGIATAN
KEGIATAN Masalah Pemecahan TERLIBAT PEKERJAAN PELAKSANAAN
serta rencana
pengembangannya
5) data kependudukan
6) data perekonomian, sosial
dan budaya
7) data kelembagaan
peta dasar beserta usulan
delineasi kawasan
1) review terhadap RTRW dan
RDTR Kota Manado
2) Identifikasi isu strategis
kawasan dan komponen
infrastruktur
3) Pemantapan delineasi
kawasan Minggu ke 11 sd
Pemerintah Kota Bapelitbang Kota
Pengolahan dan 4) analisis regional (kawasan minggu ke 19
5. Ketepatan waktu Koordinasi tim ahli Manado dan Tim Manado dan Kantor
Analisis Data yang terpengaruh) Ahli Konsultan
(9 minggu)
5) analisis kebutuhan
pengembangan komponen
infrastruktur
6) analisis pembiayaan
pembangunan dan
kelayakan
investasi/finansial
Pemerintah Kota
Presentasi Presentasi hasil sementara Bapelitbang Kota
6. meliputi kegiatan – kegiatan Ketepatan waktu Koordinasi tim ahli Manado dan Tim Minggu ke 20
Laporan Antara Manado
Ahli
analisis yang telah dilakukan
IV - 31
LINGKUP ANALISIS PERMASALAHAN PIHAK YANG WAKTU TEMPAT
No URAIAN KEGIATAN
KEGIATAN Masalah Pemecahan TERLIBAT PEKERJAAN PELAKSANAAN
IV - 32
LINGKUP ANALISIS PERMASALAHAN PIHAK YANG WAKTU TEMPAT
No URAIAN KEGIATAN
KEGIATAN Masalah Pemecahan TERLIBAT PEKERJAAN PELAKSANAAN
IV - 33
Metodologi kerja yang dijelaskan pada sub bab ini meliputi metodologi pengumpulan data
dan analisis yang akan digunakan tim konsultan.
Adapun data sekunder yang diperlukan dari instansi terkait seperti yang dapat dilihat pada
tabel 4.2. Sedangkan data primer yang diharapkan bisa didapat adalah survey dan
wawancara untuk mengetahui kondisi eksisting layanan infrastruktur dan perencanaan
infrastruktur Kota Manado ke depan beserta isu – isu strategis terkait.
IV - 34
B2. Energi
Rencana sistem pembangkit listrik, pengembangan GI dan distribusi listrik
Energi terbarukan
Kondisi eksisting (kebutuhan penggunaan listrik saat ini, isu strategis)
Jumlah pompa bensin dan kendaraan yang dilayani tiap hari
B3. Telekomunikasi
Rencana pengembangan jaringan telekomunikasi
Kondisi eksisting (kebutuhan penggunaan jaringan telekomunikasi, isu strategis)
B9. RTH
Rencana pengembangan Ruang Terbuka Hijau
Kondisi eksisting dan isu strategis
Sebaran Pemakaman
IV - 35
Sebaran Fasilitas Pendidikan (TK, SD, SMP, SMA, Universitas)
Sebaran Fasilitas Kesehatan (Posyandu, Puskesmas, Klinik, RS)
Sebaran Fasilitas Pasar dan jumlah pedagang
Sebaran Pusat Perbelanjaan Besar dan jumlah pedagang
Sebaran Hotel dan tingkat hunian harian
Jumlah pasien yang dirawat inap dan rawat jalan tiap hari di Rumah Sakit
Jumlah pasien yang dirawat inap dan rawat jalan tiap hari di Puskesmas
Jumlah balita yang konsultasi di Posyandu (satuan : bulanan ?)
Jumlah pedagang di Pasar
Banyaknya siswa TK, SD, SLTP, SMA, Perguruan Tinggi
D. Data Kependudukan
F. Data Kelembagaan
FORM SURVEY
Kegiatan : Masterplan Pengembangan Infrastruktur
Kecamatan : Malalayang
5 (Malalayang 2,
2 RTH Pemakaman Malalayang 1, Winangun
1, Bahu)
RTH Hutan Kota/ Taman Hutan
3
Rakyat (TAHURA)
B. Transportasi
2 Halte Bus
IV - 36
FORM SURVEY
Kegiatan : Masterplan Pengembangan Infrastruktur
Kecamatan : Malalayang
3 Pangkalan Taxi
4 Pelabuhan Umum
5 Pelabuhan Wisata
6 Dermaga - dermaga
9 Bandar Udara
C. Air Limbah
Jumlah
Jumlah sesuai data
Jenis Prasarana Tahun dibangun Sambungan
sekunder
Rumah
1 IPAL Kawasan
2 IPAL Komunal 1
3 IPAL Komunal 2
4 IPAL Komunal 3
7 MCK
D. Sampah
Jumlah sesuai data Jumlah yang
Jenis Sarana
sekunder disurvey
1 TPA Sumompo
2 TPSS
3 TPS 3R
4 Bank Sampah 1
5 Bank Sampah 2
6 Bank Sampah ..
E. Air Minum
IV - 37
FORM SURVEY
Kegiatan : Masterplan Pengembangan Infrastruktur
Kecamatan : Malalayang
Jumlah
Jumlah sesuai data Sambungan
Jenis Prasarana Tahun dibangun
sekunder Rumah/ KK
yang dilayani
Sistem Penyediaan Air Minum
1
(SPAM) : Bak Penampung
Sistem Penyediaan Air Minum
2
(SPAM) : Bak Penampung
F. Listrik
Jumlah sesuai data Jumlah yang
Jenis Prasarana
sekunder disurvey
1 PLTD Sario
5 Pompa Bensin
G. Bangunan Publik : Fasilitas Kesehatan
Jumlah sesuai data Jumlah yang
Jenis Sarana
sekunder disurvey
3 (kel. Malalayang 1,
1 Rumah Sakit/RS Bersalin
Bahu, Kleak)
2 Puskesmas 2 (Malalayang 2, Bahu)
3 (Malalayang 2,
3 Puskesmas Pembantu Malalayang 1, Winangun
1)
4 Posyandu 26
5 Klinik
6 Praktek Dokter 40
7 Apotik 13
IV - 38
FORM SURVEY
Kegiatan : Masterplan Pengembangan Infrastruktur
Kecamatan : Malalayang
G. Bangunan Publik : Fasilitas Pendidikan
Jumlah sesuai data Jumlah yang
Jenis Sarana
sekunder disurvey
1 TK dan Paud
2 SD
3 SMP
4 SMA/SMK
2 Mall
3 Supermarket
4 Pasar Ikan
5 PPI Tumumpa
I. Tempat Peribadatan
Jumlah sesuai data Jumlah yang
Jenis Sarana
sekunder disurvey
1 Gereja
2 Masjid
3 Klenteng
4 Pura
5 Wihara
IV - 39
FORM SURVEY
Kegiatan : Masterplan Pengembangan Infrastruktur
Kecamatan : Malalayang
J. Hotel Data Sekunder : 16 Hotel
1 Hotel 1
2 Hotel 2
3 Hotel 3
Pn = Po (1 + r)n
Keterangan:
Pn = penduduk pada tahun n
Po = penduduk pada tahun awal
IV - 40
1 = angka konstanta
r = angka pertumbuhan penduduk (dalam persen)
n = jumlah rentang tahun dari awal hingga tahun n
b) Analisis regional adalah untuk mengkaji layanan infrastruktur kota secara eksternal
antara lain lewat konektivitas transportasi dengan wilayah disekitarnya.
IV - 41
c) Pemetaan indicator dan kondisi eksisting
Pemetaan indicator dan kondisi eksisting akan menggunakan format yang dikonsepkan sebagai berikut. Adapun format ini masih
bersifat dinamis atau dapat berubah saat pelaksanaan dikarenakan perkembangan data yang masuk atau batasan lingkup pembahasan.
Indikator
FUNGSI KAWASAN & Standar Teknis
No. Sub Jenis Pelayanan Satuan Keterangan Kondisi Eksisting
JENIS PELAYANAN Berdasarkan Sektor
Kota Kota
SPP
Hijau Cerdas
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
TEMPAT PERMUKIMAN
1.
PERKOTAAN
IV - 42
Indikator
FUNGSI KAWASAN & Standar Teknis
No. Sub Jenis Pelayanan Satuan Keterangan Kondisi Eksisting
JENIS PELAYANAN Berdasarkan Sektor
Kota Kota
SPP
Hijau Cerdas
A. Perumahan Rumah layak huni dan Unit kebutuhan ruang minimal
terjangkau setiap orang 9 m2 dengan
asumsi satu keluarga terdiri √
dari 4 orang
Rumah susun Blok Sebaran
berdasarkan
kajian Tim
√
Kotaku
B. Air Minum Jaringan perpipaan air Pelanggan setiap rumah wajib dilayani
minum saluran pipa air minum 0 √
Kebutuhan air minum liter/hari 60 liter/orang/hari
0 √
Pengamanan sumber air
minum
√
Akses informasi terhadap
pengelolaan air minum √
C. Drainase Jaringan sistem Drainase 0 √
Pengelolaan sistem zero delta Q
drainase
√
Akses informasi terhadap
pengelolaan drainase √
D Prasarana Jalan Lingkungan Jalan Lingkungan Km Panjang 40-60 m/Ha
dengan lebar 2-5 m 0 √
Jalan Setapak Km
0 √
Penerangan Jalan Km untuk setiap 30.000
Lingkungan penduduk minimal 1 unit 0 √
IV - 43
Indikator
FUNGSI KAWASAN & Standar Teknis
No. Sub Jenis Pelayanan Satuan Keterangan Kondisi Eksisting
JENIS PELAYANAN Berdasarkan Sektor
Kota Kota
SPP
Hijau Cerdas
Akses informasi terhadap
Layanan Publik √
E. Persampahan Tempat Pengolahan Akhir unit 1 TPA dengan sistem CSL
(TPA) untuk setiap kota 0 √
IV - 44
Indikator
FUNGSI KAWASAN & Standar Teknis
No. Sub Jenis Pelayanan Satuan Keterangan Kondisi Eksisting
JENIS PELAYANAN Berdasarkan Sektor
Kota Kota
SPP
Hijau Cerdas
G. Energi Jaringan listrik Pelanggan setiap rumah wajib dilayani
sambungan listrik minimal 0 √
450 watt
IV - 45
Indikator
FUNGSI KAWASAN & Standar Teknis
No. Sub Jenis Pelayanan Satuan Keterangan Kondisi Eksisting
JENIS PELAYANAN Berdasarkan Sektor
Kota Kota
SPP
Hijau Cerdas
A. Perkantoran Pemerintah Kelurahan Unit sama dengan jumlah
kelurahan 0 √
Kecamatan Unit sama dengan jumlah
kecamatan 0 √
Penerapan green building Unit tepat guna lahan, efisiensi
dan konservasi energi,
konservasi air, sumber dan
siklus material, kesehatan
dan kenyamanan dalam Sumber : PII √
ruang, manajemen
lingkungan bangunan
IV - 46
Indikator
FUNGSI KAWASAN & Standar Teknis
No. Sub Jenis Pelayanan Satuan Keterangan Kondisi Eksisting
JENIS PELAYANAN Berdasarkan Sektor
Kota Kota
SPP
Hijau Cerdas
A.2. Pendidikan Dasar
Formal dan Non Formal
0 √
Sekolah Dasar/MI/Paket A, Unit untuk setiap 1600 jiwa
atau yang sederajat minimal 1 unit 0 √
Sekolah Dasar berstandar
Internasional
0 √
Sekolah Menengah Unit untuk setiap 4800 jiwa
Pertama/MTs/ Paket B minimal 1 unit 0 √
atau yang sederajat
Sekolah Menengah
Pertama dan atau
sederajat berstandar
0 √
internasional
Penerapan green building Unit tepat guna lahan, efisiensi
dan konservasi energi,
konservasi air, sumber dan
siklus material, kesehatan √
dan kenyamanan dalam
ruang, manajemen
lingkungan bangunan
IV - 47
Indikator
FUNGSI KAWASAN & Standar Teknis
No. Sub Jenis Pelayanan Satuan Keterangan Kondisi Eksisting
JENIS PELAYANAN Berdasarkan Sektor
Kota Kota
SPP
Hijau Cerdas
Sekolah Menengah Unit untuk setiap 4800 jiwa
Kejuruan atau yang minimal 1 unit 0 √
sederajat
SMU dan atau sederajat Unit
berstandar internasional
0 √
Penerapan green building Unit tepat guna lahan, efisiensi
dan konservasi energi,
konservasi air, sumber dan
siklus material, kesehatan √
dan kenyamanan dalam
ruang, manajemen
lingkungan bangunan
Akses informasi terhadap
Layanan Publik √
A.4. Pendidikan Tinggi 0
Akademi atau Program Unit minimal 1 unit untuk setiap
Diploma kota 0 √
Perguruan Tinggi (PT) Unit untuk setiap 70.000 jiwa
Universitas atau Sekolah minimal 1 unit 0 √
Tinggi
Penerapan green building Unit tepat guna lahan, efisiensi
dan konservasi energi,
konservasi air, sumber dan
siklus material, kesehatan √
dan kenyamanan dalam
ruang, manajemen
lingkungan bangunan
IV - 48
Indikator
FUNGSI KAWASAN & Standar Teknis
No. Sub Jenis Pelayanan Satuan Keterangan Kondisi Eksisting
JENIS PELAYANAN Berdasarkan Sektor
Kota Kota
SPP
Hijau Cerdas
Akses informasi terhadap
Layanan Publik √
A.5. Pelayanan Penunjang
0
Pendidikan
Perpustakaan Unit minimal 1 unit untuk setiap
kota 0 √
Museum dan Pusat Unit minimal 1 unit untuk setiap
Kebudayaan kota 0 √
Penerapan green building Unit tepat guna lahan, efisiensi
dan konservasi energi,
konservasi air, sumber dan
siklus material, kesehatan √
dan kenyamanan dalam
ruang, manajemen
lingkungan bangunan
Akses informasi terhadap
Layanan Publik √
B. Kesehatan Posyandu Unit untuk setiap 1.250 jiwa
minimal 1 unit 0 √
BKIA/Klinik Bersalin Unit untuk setiap 30.000 jiwa
minimal 1 unit 0 √
Puskesmas Pembantu Unit untuk setiap 30.000 jiwa
minimal 1 unit 0 √
Puskesmas/Balai Unit untuk setiap 120.000 jiwa
Pengobatan minimal 1 unit 0 √
Tempat Praktek Dokter Unit untuk setiap 5.000 jiwa
minimal 1 unit 0 √
IV - 49
Indikator
FUNGSI KAWASAN & Standar Teknis
No. Sub Jenis Pelayanan Satuan Keterangan Kondisi Eksisting
JENIS PELAYANAN Berdasarkan Sektor
Kota Kota
SPP
Hijau Cerdas
Apotik/Rumah Obat Unit untuk setiap 30.000 jiwa
minimal 1 unit 0 √
Rumah Sakit (RS) Unit minimal 1 unit RSU kelas C
untuk setiap kota 0 √
IV - 50
Indikator
FUNGSI KAWASAN & Standar Teknis
No. Sub Jenis Pelayanan Satuan Keterangan Kondisi Eksisting
JENIS PELAYANAN Berdasarkan Sektor
Kota Kota
SPP
Hijau Cerdas
Pusat Rehabilitasi Masalah Unit
Sosial 0 √
Rumah singgah Unit 0 √
D. Rekreasi dan Olahraga Balai Pertemuan Unit untuk setiap 120.000 jiwa
minimal 1 unit 0 √
Gedung Kesenian Unit untuk setiap 120.000 jiwa
minimal 1 unit 0 √
Tempat rekreasi Unit untuk setiap 120.000 jiwa
minimal 1 unit 0 √
Gelanggang Olahraga Unit minimal 1 unit gelanggang
olahraga untuk setiap kota 0 √
Stadion Unit minimal 1 unit stadion
utama untuk setiap kota 0 √
E. Sarana Peribadatan Sesuai dengan Penganut Mesjid untuk setiap 2.500 jiwa
Agama minimal 1 unit 0 √
Mushala/ untuk setiap 250 jiwa
Langgar minimal 1 unit 0 √
Gereja untuk setiap 2.500 jiwa
Protestan minimal 1 unit 0 √
Gereja untuk setiap 2.500 jiwa
Katolik minimal 1 unit 0 √
Vihara untuk setiap 2.500 jiwa
minimal 1 unit 0 √
IV - 51
Indikator
FUNGSI KAWASAN & Standar Teknis
No. Sub Jenis Pelayanan Satuan Keterangan Kondisi Eksisting
JENIS PELAYANAN Berdasarkan Sektor
Kota Kota
SPP
Hijau Cerdas
Pura untuk setiap 2.500 jiwa
minimal 1 unit 0 √
F. Pemakaman Taman Pemakaman Umum Lokasi untuk setiap 120.000 jiwa
(TPU) minimal 1 unit 0 √
Taman Makam Pahlawan Lokasi minimal 1 lokasi untuk
setiap kota 0 √
4. PUSAT KEGIATAN
0
EKONOMI
A. Pusat Perdagangan dan Pasar Unit untuk setiap 30.000 jiwa
Jasa minimal 1 unit 0 √
Pusat Perdagangan Unit untuk setiap 120.000 jiwa
minimal 1 unit 0 √
Rumah Potong Hewan dan Unit minimal 1 unit untuk setiap
Unggas kota 0 √
B. Pergudangan Unit minimal 1 unit untuk setiap
kota 0 √
C. Ruang untuk sektor Unit minimal 1 unit untuk setiap
informal dan UKM kota 0 √
D. Jasa keuangan Lembaga Keuangan Bank Unit untuk setiap 30.000 jiwa
minimal 1 unit 0 √
Lembaga Keuangan Non Unit untuk setiap 30.000 jiwa
Bank minimal 1 unit 0 √
E. Pusat Informasi Daerah Unit minimal 1 unit untuk setiap
kota 0 √
F. Penginapan Unit untuk setiap 30.000 jiwa
minimal 1 unit 0 √
G. Pelayanan Transportasi F.1. Transportasi Darat 0
IV - 52
Indikator
FUNGSI KAWASAN & Standar Teknis
No. Sub Jenis Pelayanan Satuan Keterangan Kondisi Eksisting
JENIS PELAYANAN Berdasarkan Sektor
Kota Kota
SPP
Hijau Cerdas
Perambuan Unit tersedia fasilitas
perlengkapan jalan dan PJU 0 √
pada jalan prov/kab/kota
IV - 53
d) Pemetaan target, capaian, permasalahan
Pemetaan indicator, target, capaian dan permasalahan akan menggunakan format yang dikonsepkan sebagai berikut. Adapun format
ini masih bersifat dinamis atau dapat berubah saat pelaksanaan dikarenakan perkembangan data yang masuk atau batasan lingkup
pembahasan.
Tabel 4.5 Target, Capaian dan Permasalahan Tiap Komponen Infrastruktur
Nama Provinsi : SULAWESI UTARA
Nama Kab/Kota : MANADO
IV - 54
Nama Provinsi : SULAWESI UTARA
Nama Kab/Kota : MANADO
B. Air Minum Jaringan perpipaan air minum Pelanggan setiap rumah wajib dilayani
saluran pipa air minum
IV - 55
Nama Provinsi : SULAWESI UTARA
Nama Kab/Kota : MANADO
Jalan Setapak Km
IV - 56
Nama Provinsi : SULAWESI UTARA
Nama Kab/Kota : MANADO
IV - 57
Nama Provinsi : SULAWESI UTARA
Nama Kab/Kota : MANADO
IV - 58
Nama Provinsi : SULAWESI UTARA
Nama Kab/Kota : MANADO
IV - 59
Nama Provinsi : SULAWESI UTARA
Nama Kab/Kota : MANADO
IV - 60
Nama Provinsi : SULAWESI UTARA
Nama Kab/Kota : MANADO
IV - 61
Nama Provinsi : SULAWESI UTARA
Nama Kab/Kota : MANADO
IV - 62
Nama Provinsi : SULAWESI UTARA
Nama Kab/Kota : MANADO
IV - 63
Nama Provinsi : SULAWESI UTARA
Nama Kab/Kota : MANADO
IV - 64
Nama Provinsi : SULAWESI UTARA
Nama Kab/Kota : MANADO
IV - 65
Nama Provinsi : SULAWESI UTARA
Nama Kab/Kota : MANADO
IV - 66
Nama Provinsi : SULAWESI UTARA
Nama Kab/Kota : MANADO
IV - 67
Nama Provinsi : SULAWESI UTARA
Nama Kab/Kota : MANADO
D. Rekreasi dan Olahraga Balai Pertemuan Unit untuk setiap 120.000 jiwa
minimal 1 unit
IV - 68
Nama Provinsi : SULAWESI UTARA
Nama Kab/Kota : MANADO
IV - 69
Nama Provinsi : SULAWESI UTARA
Nama Kab/Kota : MANADO
D. Jasa keuangan Lembaga Keuangan Bank Unit untuk setiap 30.000 jiwa
minimal 1 unit
Lembaga Keuangan Non Bank Unit untuk setiap 30.000 jiwa
minimal 1 unit
E. Pusat Informasi Daerah Unit minimal 1 unit untuk setiap
kota
IV - 70
Nama Provinsi : SULAWESI UTARA
Nama Kab/Kota : MANADO
IV - 71
Nama Provinsi : SULAWESI UTARA
Nama Kab/Kota : MANADO
e) Pemetaan kebutuhan infrastruktur berdasarkan indikator SPP, Kota Hijau dan Kota Cerdas
Pemetaan indicator dan kebutuhan akan menggunakan format yang dikonsepkan sebagai berikut. Adapun format ini masih bersifat
dinamis atau dapat berubah saat pelaksanaan dikarenakan perkembangan data yang masuk atau batasan lingkup pembahasan.
IV - 72
Tabel 4.6 Kebutuhan Tiap Komponen Infrastruktur
Nama Provinsi : SULAWESI UTARA
Nama Kab/Kota : MANADO
IV - 73
Indikator
Standar Teknis Kebutuhan Kebutuhan
FUNGSI KAWASAN &
No. Sub Jenis Pelayanan Satuan Berdasarkan hingga Tahun hingga Tahun
JENIS PELAYANAN
Sektor Kota Kota 2017 2050
SPP
Hijau Cerdas
Kebutuhan air minum liter/hari 60 liter/orang/hari
√
Pengamanan sumber air minum
√
Akses informasi terhadap
pengelolaan air minum √
C. Drainase Jaringan sistem Drainase
√
Pengelolaan sistem drainase zero delta Q
√
Akses informasi terhadap
pengelolaan drainase √
D Prasarana Jalan Jalan Lingkungan Km Panjang 40-60 m/Ha
Lingkungan dengan lebar 2-5 m √
Jalan Setapak Km
√
Penerangan Jalan Lingkungan Km untuk setiap 30.000
penduduk minimal 1 √
unit
Akses informasi terhadap
Layanan Publik √
E. Persampahan Tempat Pengolahan Akhir (TPA) unit 1 TPA dengan sistem
CSL untuk setiap kota √
IV - 74
Indikator
Standar Teknis Kebutuhan Kebutuhan
FUNGSI KAWASAN &
No. Sub Jenis Pelayanan Satuan Berdasarkan hingga Tahun hingga Tahun
JENIS PELAYANAN
Sektor Kota Kota 2017 2050
SPP
Hijau Cerdas
Pengolahan sampah sistem 3R √
Akses informasi terhadap
pengelolaan sampah √
F. Air Limbah Sistem pembuangan air limbah Rumah 15% penduduk
domestik secara terpusat Tangga terakses sistem √
secara terpusat
Unit 3000 SR per unit
untuk skala kawasan √
IV - 75
Indikator
Standar Teknis Kebutuhan Kebutuhan
FUNGSI KAWASAN &
No. Sub Jenis Pelayanan Satuan Berdasarkan hingga Tahun hingga Tahun
JENIS PELAYANAN
Sektor Kota Kota 2017 2050
SPP
Hijau Cerdas
H Komunikasi dan Jaringan telephon Pelanggan √
Informasi Telepon umum Unit untuk setiap 250 jiwa
minimal 1 unit √
Stasiun Relay √
Kantor pos Unit untuk setiap 120.000
jiwa minimal 1 unit √
Stasiun radio √
Website Daerah √
I Ruang Terbuka Hijau RTH dengan luas minimal 30% Ha 30% dari luas
luas kawasan kawasan perkotaan √ √
Akses informasi terhadap
pengelolaan RTH
√
2. PEMUSATAN DAN
DISTRIBUSI PELAYANAN
JASA PEMERINTAHAN
A. Perkantoran Pemerintah Kelurahan Unit sama dengan jumlah
kelurahan √
Kecamatan Unit sama dengan jumlah
kecamatan √
Penerapan green building Unit tepat guna lahan,
efisiensi dan konservasi
energi, konservasi air,
sumber dan siklus
material, kesehatan dan √
kenyamanan dalam
ruang, manajemen
lingkungan bangunan
IV - 76
Indikator
Standar Teknis Kebutuhan Kebutuhan
FUNGSI KAWASAN &
No. Sub Jenis Pelayanan Satuan Berdasarkan hingga Tahun hingga Tahun
JENIS PELAYANAN
Sektor Kota Kota 2017 2050
SPP
Hijau Cerdas
Akses informasi terhadap
Layanan Publik √
B. Penanggulangan Pos pemadam kebakaran Unit untuk setiap 30.000
bencana jiwa minimal 1 unit √
Hidran Umum Unit setiap 100 meter di
daerah komersil dan
200 meter di daerah √
perumahan
Pusat Evakuasi Bencana Unit untuk setiap 30.000
jiwa minimal 1 unit √
Akses informasi terhadap
Layanan Publik √
3. PELAYANAN SOSIAL
A. Pendidikan A.1. Pendidikan Taman Kanak- Unit untuk setiap 1250
kanak dan Pendidikan Anak jiwa minimal 1 unit √
Usia Dini
A.2. Pendidikan Dasar Formal
dan Non Formal √
Sekolah Dasar/MI/Paket A, atau Unit untuk setiap 1600
yang sederajat jiwa minimal 1 unit √
Sekolah Dasar berstandar
Internasional √
Sekolah Menengah Unit untuk setiap 4800
Pertama/MTs/ Paket B atau jiwa minimal 1 unit √
yang sederajat
IV - 77
Indikator
Standar Teknis Kebutuhan Kebutuhan
FUNGSI KAWASAN &
No. Sub Jenis Pelayanan Satuan Berdasarkan hingga Tahun hingga Tahun
JENIS PELAYANAN
Sektor Kota Kota 2017 2050
SPP
Hijau Cerdas
Sekolah Menengah Pertama
dan atau sederajat berstandar √
internasional
Penerapan green building Unit tepat guna lahan,
efisiensi dan konservasi
energi, konservasi air,
sumber dan siklus
material, kesehatan dan √
kenyamanan dalam
ruang, manajemen
lingkungan bangunan
IV - 78
Indikator
Standar Teknis Kebutuhan Kebutuhan
FUNGSI KAWASAN &
No. Sub Jenis Pelayanan Satuan Berdasarkan hingga Tahun hingga Tahun
JENIS PELAYANAN
Sektor Kota Kota 2017 2050
SPP
Hijau Cerdas
Akses informasi terhadap
Layanan Publik √
A.4. Pendidikan Tinggi
Akademi atau Program Diploma Unit minimal 1 unit untuk
setiap kota √
Perguruan Tinggi (PT) Unit untuk setiap 70.000
Universitas atau Sekolah Tinggi jiwa minimal 1 unit √
Penerapan green building Unit tepat guna lahan,
efisiensi dan
konservasi energi,
konservasi air,
sumber dan siklus
material, kesehatan √
dan kenyamanan
dalam ruang,
manajemen
lingkungan bangunan
Akses informasi terhadap
Layanan Publik √
A.5. Pelayanan Penunjang
Pendidikan
Perpustakaan Unit minimal 1 unit untuk
setiap kota √
Museum dan Pusat Kebudayaan Unit minimal 1 unit untuk
setiap kota √
IV - 79
Indikator
Standar Teknis Kebutuhan Kebutuhan
FUNGSI KAWASAN &
No. Sub Jenis Pelayanan Satuan Berdasarkan hingga Tahun hingga Tahun
JENIS PELAYANAN
Sektor Kota Kota 2017 2050
SPP
Hijau Cerdas
Penerapan green building Unit tepat guna lahan,
efisiensi dan
konservasi energi,
konservasi air,
sumber dan siklus
material, kesehatan √
dan kenyamanan
dalam ruang,
manajemen
lingkungan bangunan
Akses informasi terhadap
Layanan Publik √
B. Kesehatan Posyandu Unit untuk setiap 1.250
jiwa minimal 1 unit √
BKIA/Klinik Bersalin Unit untuk setiap 30.000
jiwa minimal 1 unit √
Puskesmas Pembantu Unit untuk setiap 30.000
jiwa minimal 1 unit √
Puskesmas/Balai Pengobatan Unit untuk setiap 120.000
jiwa minimal 1 unit √
Tempat Praktek Dokter Unit untuk setiap 5.000
jiwa minimal 1 unit √
Apotik/Rumah Obat Unit untuk setiap 30.000
jiwa minimal 1 unit √
Rumah Sakit (RS) Unit minimal 1 unit RSU
kelas C untuk setiap √
kota
Rumah Sakit Bersalin Unit minimal 1 unit RSB
untuk setiap kota √
IV - 80
Indikator
Standar Teknis Kebutuhan Kebutuhan
FUNGSI KAWASAN &
No. Sub Jenis Pelayanan Satuan Berdasarkan hingga Tahun hingga Tahun
JENIS PELAYANAN
Sektor Kota Kota 2017 2050
SPP
Hijau Cerdas
Rumah Sakit Jiwa Unit minimal 1 unit RSJ
untuk setiap kota √
Balai Kesehatan Masyarakat Unit √
Balai Teknik Kesehatan Unit
Lingkungan √
Penerapan green building Unit tepat guna lahan,
efisiensi dan
konservasi energi,
konservasi air,
sumber dan siklus
material, kesehatan √
dan kenyamanan
dalam ruang,
manajemen
lingkungan bangunan
Akses informasi terhadap
Layanan Publik √
C. Pusat pelayanan sosial Panti Asuhan Unit 1 unit panti asuhan
untuk setiap kota √
Panti Jompo Unit 1 unit panti jompo
untuk setiap kota √
Pusat Rehabilitasi Narkoba Unit √
Pusat Rehabilitasi Masalah Unit
Sosial √
Rumah singgah Unit
√
IV - 81
Indikator
Standar Teknis Kebutuhan Kebutuhan
FUNGSI KAWASAN &
No. Sub Jenis Pelayanan Satuan Berdasarkan hingga Tahun hingga Tahun
JENIS PELAYANAN
Sektor Kota Kota 2017 2050
SPP
Hijau Cerdas
D. Rekreasi dan Olahraga Balai Pertemuan Unit untuk setiap 120.000
jiwa minimal 1 unit √
Gedung Kesenian Unit untuk setiap 120.000
jiwa minimal 1 unit √
Tempat rekreasi Unit untuk setiap 120.000
jiwa minimal 1 unit √
Gelanggang Olahraga Unit minimal 1 unit
gelanggang olahraga
untuk setiap kota
√
E. Sarana Peribadatan Sesuai dengan Penganut Agama Mesjid untuk setiap 2.500
jiwa minimal 1 unit √
Mushala/ untuk setiap 250 jiwa
Langgar minimal 1 unit √
Gereja untuk setiap 2.500
Protestan jiwa minimal 1 unit √
Gereja untuk setiap 2.500
Katolik jiwa minimal 1 unit √
Vihara untuk setiap 2.500
jiwa minimal 1 unit √
Pura untuk setiap 2.500
jiwa minimal 1 unit √
IV - 82
Indikator
Standar Teknis Kebutuhan Kebutuhan
FUNGSI KAWASAN &
No. Sub Jenis Pelayanan Satuan Berdasarkan hingga Tahun hingga Tahun
JENIS PELAYANAN
Sektor Kota Kota 2017 2050
SPP
Hijau Cerdas
F. Pemakaman Taman Pemakaman Umum Lokasi untuk setiap 120.000
(TPU) jiwa minimal 1 unit √
Taman Makam Pahlawan Lokasi minimal 1 lokasi
untuk setiap kota √
4. PUSAT KEGIATAN
EKONOMI
A. Pusat Perdagangan dan Pasar Unit untuk setiap 30.000
Jasa jiwa minimal 1 unit √
Pusat Perdagangan Unit untuk setiap 120.000
jiwa minimal 1 unit √
Rumah Potong Hewan dan Unit minimal 1 unit untuk
Unggas setiap kota √
B. Pergudangan Unit minimal 1 unit untuk
setiap kota √
C. Ruang untuk sektor Unit minimal 1 unit untuk
informal dan UKM setiap kota √
D. Jasa keuangan Lembaga Keuangan Bank Unit untuk setiap 30.000
jiwa minimal 1 unit √
Lembaga Keuangan Non Bank Unit untuk setiap 30.000
jiwa minimal 1 unit √
E. Pusat Informasi Daerah Unit minimal 1 unit untuk
setiap kota √
F. Penginapan Unit untuk setiap 30.000
jiwa minimal 1 unit √
G. Pelayanan Transportasi F.1. Transportasi Darat
IV - 83
Indikator
Standar Teknis Kebutuhan Kebutuhan
FUNGSI KAWASAN &
No. Sub Jenis Pelayanan Satuan Berdasarkan hingga Tahun hingga Tahun
JENIS PELAYANAN
Sektor Kota Kota 2017 2050
SPP
Hijau Cerdas
Perambuan Unit tersedia fasilitas
perlengkapan jalan
dan PJU pada jalan √
prov/kab/kota
Terminal Penumpang Unit 1terminal tipe B
untuk setiap kota √
Terminal Barang Unit 1 terminal barang
setiap provinsi √
Halte Unit kurang lebih setiap
400 meter atau pada
titik potensial √
kawasan
Fasilitas Pendukung Unit 1 unit pengujian
Keselamatan (Pengujian, dll) kendaraan setiap kota
dengan populasi
minimal 4000 √
kendaraan wajib uji
IV - 84
4.3 Keluaran yang Dihasilkan
Keluaran yang dihasilkan dari pelaksanaan pekerjaan ini adalah :
a. Laporan Pendahuluan, diserahkan pada awal bulan ke-2, sebanyak 10
eksemplar, dicetak pada kertas dengan format A4.
b. Laporan Antara, diserahkan pada akhir bulan ke – 5, sebanyak 10 eksemplar,
dicetak pada kertas dengan format A4.
c. Draft Laporan Akhir, diserahkan pada akhir bulan ke – 6, sebanyak 10 eksemplar,
dicetak pada kertas dengan format A4.
d. Buku Rencana/ Masterplan Pengembangan Infrastruktur Kota Manado,
diserahkan pada akhir bulan ke – 7, sebanyak 10 eksemplar, dicetak pada kertas
dengan format A4.
e. Eksekutif Summary, diserahkan pada akhir bulan ke – 7, sebanyak 10 eksemplar,
dicetak eksklusif pada kertas glossy/art paper.
f. Visualisasi berupa Animasi 3 Dimensi, diserahkan pada akhir bulan ke – 7 dalam
harddisk eksternal, bersama dengan soft file laporan dan materi presentasi.
IV - 85
BAB 5 Rencana Kerja
Persiapan
Pengumpulan Data
Kompilasi Data
Analisis Data
Penyusunan Rencana
Pembuatan Visualisasi
Pemetaan
V-1
5.2 Tenaga Ahli
Tenaga ahli yang diperlukan untuk kegiatan ini adalah :
a. (Ketua Tim/Team Leader)
Ketua Tim disyaratkan adalah minimal Sarjana Strata dua (S2) Perencanaan
Wilayah dengan pengalaman sekurangnya 5 (lima) tahun atau S1 Teknik
Arsitektur dengan pengalaman sekurangnya 7 (tujuh) tahun dengan sertifikat
keahlian yang sesuai. Berpengalaman sebagai Tim Leader dalam pelaksanaan
pekerjaan dibidang tata lingkungan subbidang perencanaan kota dan wilayah.
Sebagai ketua tim, tugas utamanya adalah memimpin dan mengkoordinir
seluruh kegiatan anggota tim kerja dalam pelaksanaan pekerjaan selama 7
(tujuh) bulan penuh sampai dengan pekerjaan dinyatakan selesai.
b. Tenaga Ahli Arsitektur
Tenaga ahli yang disyaratkan adalah minimal Sarjana Strata satu (S1) Teknik
Arsitektur yang berpengalaman dibidangnya selama 3 (tiga) tahun yang
mempunyai sertifikat keahlian yang sesuai. Dengan tugas utama membantu
ketua tim dalam menyiapkan seluruh kegiatan yang berkaitan dengan
komponen infrastruktur sesuai keahliannya, berdasarkan jadwal penugasannya.
c. Tenaga Ahli GIS
Tenaga ahli yang disyaratkan adalah minimal Sarjana Strata satu (S1)
Geodesi/Geografi yang berpengalaman dibidang pemetaan ruang kota/wilayah
sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun yang mempunyai sertifikat keahlian yang
sesuai. Dengan tugas utama membantu ketua tim dalam penyiapan seluruh
kegiatan yang berkaitan dengan pemetaan sesuai dengan jadwal penugasannya.
d. Tenaga Ahli Transportasi
Pendidikan minimal S1 di bidang Transportasi/Sipil dari Perguruan Tinggi Negeri
atau yang telah disamakan, dengan pengalaman profesional minimal 3 (tiga)
tahun dengan referensi pekerjaan yang cukup dan mempunyai sertifikat
keahlian di bidang Jalan atau yang sesuai.
e. Tenaga Ahli Lingkungan
Pendidikan minimal S1 Teknik Sipil/Lingkungan dari Perguruan Tinggi Negeri atau
yang telah disamakan, dengan pengalaman profesional minimal 3 (tiga) tahun
V-2
dengan referensi pekerjaan yang cukup dan mempunyai sertifikat keahlian yang
sesuai.
f. Tenaga Ahli Sumber Daya Air (SDA)
Pendidikan minimal S1 Teknik Sipil dari Perguruan Tinggi Negeri atau yang telah
disamakan, dengan pengalaman profesional dalam perencanaan terkait
infrastruktur keairan minimal 3 (tiga) tahun dengan referensi pekerjaan yang
cukup dan mempunyai sertifikat keahlian yang sesuai.
g. Tenaga Ahli Sosial Kelembagaan
Pendidikan minimal S1 Ilmu Sosial/Ilmu Hukum dari Perguruan Tinggi Negeri
atau yang telah disamakan, dengan pengalaman profesional dalam minimal 3
(tiga) tahun dengan referensi pekerjaan yang cukup dan mempunyai sertifikat
keahlian yang sesuai.
h. Tenaga Ahli Ekonomi
Pendidikan minimal S1 Ilmu Ekonomi dari Perguruan Tinggi Negeri atau yang
telah disamakan, dengan pengalaman profesional dalam analisis kelayakan
investasi/finansial dalam pembangunan infrastruktur kota, minimal 3 (tiga)
tahun dengan referensi pekerjaan yang cukup dan mempunyai sertifikat
keahlian yang sesuai.
i. Tenaga Ahli Estimasi
Pendidikan minimal S1 Teknik Sipil dari Perguruan Tinggi Negeri atau yang telah
disamakan, dengan pengalaman profesional dalam estimasi biaya pembangunan
infrastruktur kota, minimal 3 (tiga) tahun dengan referensi pekerjaan yang cukup
dan mempunyai sertifikat keahlian yang sesuai.
V-3
Gambar 5.1 Struktur Organisasi Tim
PT. Anugerah
Maesa Lestari
Team Leader
TA TA TA Sosial
TA Arsitektur TA GIS TA SDA TA Ekonomi TA Estimasi
Transportasi Lingkungan Kelembagaan
Tenaga
Penunjang
Operator
Sekretaris Surveyor
Komputer
V-4