Anda di halaman 1dari 42

TELAAH IPA SEKOLAH I

SUHU DAN KALOR

OLEH KELOMPOK 3 :

I PUTU KRINA DIVAYANA SETIAWAN (1913071010)


NI PUTU AYU SUWARNI (1913071011)
I MADE SUKA YASA (19130710)
MADE SATRIA KRISNANDA PUJAWAN (19130710)

SEMESTER 3

JURUSAN FISIKA DAN PENGAJARAN IPA


PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN IPA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA


SINGARAJA
2020

1
PRAKATA
Puji syukur kami panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa/
Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan karunia- Nya kepada
kami sehingga dapat menyusun makalah dengan judul “Suhu dan Kalor” ini tepat
pada waktunya.
Dalam penyusunan makalah ini, kami secara langsung atau tidak langsung
telah mendapatkan bantuan dari berbagai pihak, untuk itu pada kesempatan ini
kami ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Orang tua kami, yang telah memberikan dukungan dan doa untuk
kesuksesan kami
2. Prof. Dr. I W Redhana, M.Si. dan Ni Luh Pande Latria Devi, S.Pd., M.Pd.
selaku dosen pengampu mata kuliah Telaah IPA Sekolah I.
3. Seluruh teman-teman yang telah mendukung kami serta terlibat baik
secara langsung atau tidak langsung dalam penyelesaian makalah ini.
Kami menyadari dalam penyusunan makalah ini masih belum sempurna.Oleh
karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk
menyempurnakan makalah ini.
Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat dan menambah
wawasan bagi yang membutuhkannya.

Singaraja, 21 September 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

PRAKATA ............................................................................................................. ii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ iv
DAFTAR TABEL ................................................................................................. v
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................... 2
1.3 Tujuan ....................................................................................................... 2
1.4 Manfaat ..................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN ....................................................................................... 3
2.1 Suhu dan Pemuaian ....................................................................................... 3
2.2 Kalor dan Perpindahan Kalor ...................................................................... 16
2.3 Penerapan dalam Kehidupan Sehari-hari .................................................... 24
2.4 Mekanisme Menjaga Kestabilan Suhu Tubuh pada Manusia dan Hewan .. 25
BAB III PENUTUP ............................................................................................. 35
3.1 Simpulan ...................................................................................................... 35
3.2 Saran ............................................................................................................ 35
DAFTAR RUJUKAN ......................................................................................... 36

iii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Termometer Laboratorium…………………………………………….4
Gambar 2. Termometer Suhu Badan………………………………………………4
Gambar 3. Pengukuran Perbandingan Muai Panjang Beberapa Logam Dengan
Alat Musschenbroek……………………………………………………………….6
Gambar 4. Sebuah Kaca Sebelum Dipanaskan Dan Setelah Dipanaskan…………8
Gambar 5. Pemuaian Volume Pada Zat Padat…………………………………….9
Gambar 6. Keadaan Kawat Listrik (A) Pada Hari Panas; (B)……………………10
Gambar 7. Celah Pada Sambungan Rel…………………………………………10
Gambar 8. Celah Pada Jembatan Jalan…………………………………………11
Gambar 9. Grafik Suhu 4°C Air Menunjukkan Sifat Anomaly…………………13
Gambar 10. Balon Udara Merupakan Salah Satu Contoh Penerapan Muai
Gas………………………………………………………………………………..15
Gambar 11. Perpindahan Kalor…………………………………………………..20
Gambar 12. Konveksi…………………………………………………………….21
Gambar 13. Konduksi……………………………………………………………22

iv
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Koefisien Muai Panjang Beberapa Jenis Zat Padat……………………...7
Tabel 2. Koefisien Muai Ruang Beberapa Jenis Zat Cair……………………….12

v
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada dasarnya kehidupan manusia selama ini tidak bisa terlepas dari yang
namanya suhu dan kalor. Kehidupan manusia tidak terlepas dari keadaan
panas atau dingin baik dari dalam tubuh maupun lingkungan dan benda
sekitar. Konsep panas atau dingin, pada konsep IPA artinya tengah membahas
salah satu besaran pokok yang menyatakan besaran panas atau dinginnya
suatu materi, yaitu suhu. Suhu adalah besaran fisika yang menunjukan derajat
atau ukuran panas atau dinginnya suatu benda yang diukur dengan
thermometer. Berbicara mengenai suhu, maka tidak dapat dipisahkan dengan
kalor (panas). manusia yang selalu menjadikan kalor sebagai alat untuk
menjaga kestabilan manusia dalam menjalankan kehidupanya di muka bumi
ini.
Kalor merupakan bentuk energi maka dapat berubah dari satu bentuk ke
bentuk lain. Berdasarkan hukum kekekalan energi maka energi listrik dapat
berubah menjadi kalor energi kalor dan juga sebaliknya energi kalor dapat
berubah menjadi energi listrik. Pada dasarnya kehidupan manusia selama ini
tidak bisa terlepas dari yang namanya suhu dan kalor. Dalam kehidupan
manusia yang selalu menjadikan kalor sebagai alat untuk menjaga kestabilan
manusia dalam menjalankan kehidupannya di muka bumi ini.
Mahkluk hidup dalam menjaga keseimbangan tubuhnya, mengaplikasikan
konsep suhu dan kalor dalam tubuhnya. Untuk menjaga keseimbangan suhu
tubuhnya, mahkluk hidup harus mampu menyeimbangkan antara produksi
kalor (panas) dengan pelepasan kalor (panas). Upaya mempertahankan
keseimbangan suhu tubuh disebut dengan mekanisme pengaturan suhu tubuh
atau termoregulasi. Ketika suhu tubuh makhluk hidup berada pada angka
dibawah suhu lingkungan, maka akan ada mekanisme untuk memproduksi
maupun menyerap panas. Begitu pula sebaliknya, ketika suhu tubuh di atas
suhu lingkungan maka mekanisme yang dijalankan tubuh mengupayakan
untuk melepaskan panas. Hal ini merupakan kerja reflex tubuh yang
dikerjakan oleh hipotalamus yang bekerja di otak mahkluk hidup.

1
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Apa pengertian dari suhu dan pemuaian ?
1.2.2 Apa yang dimaksud dengan kalor dan perpindahannya?
1.2.3 Bagaimana penerapan suhu dan kalor dalam kehidupan sehari-hari?
1.2.4 Bagaimana mekanisme menjaga kestabilan suhu tubuh pada manusia
dan hewan?
1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk mengetahui pengertian darisuhu dan pemuaian.
1.3.2 Untuk mengetahui yang dimaksud dengan kalor dan perpindahannya.
1.3.3 Untuk mengetahui penerapan suhu dan kalor dalam kehidupan sehari-
hari.
1.3.4 Untuk mengetahui mekanisme menjaga kestabilan suhu tubuh pada
manusia dan hewan.
1.4 Manfaat
Adapun manfaat yang diharapkan dari penulisan makalah ini adalah sebagai
berikut :
1.4.1 Bagi Penulis
Pembuatan makalah ini telah memberikan berbagai pengalaman bagi
penulis seperti pengalaman untuk mengumpulkan bahan. Disamping
itu, penulis juga mendapat ilmu untuk memahami dan menganalisis
materi yang ditulis dalam makalah ini. Penulis juga mendapatkan
berbagai pengalaman mengenai teknik penulisan makalah, teknik
pengutipan, dan teknik penggabungan materi dari berbagai sumber.
1.4.2 Bagi Pembaca
Pembaca yang membaca makalah ini dapat memahami konsep dari
suhu dan kalor. Dapat mengenali penerapan suhu dan kalor dalam
kehidupan sehari-hari serta mengatahui mekanisme menjaga kestabilan
suhu tubuh.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Suhu dan Pemuaian


2.1.1. Suhu
Suhu merupakan ukuran atau derajat panas atau dinginnya suatu
benda atau sistem. Suhu didefinisikan sebagai suatu besaran fisika
yang dimiliki bersama antara dua benda atau lebih yang berada dalam
kesetimbangan termal. Suatu benda yang dalam keadaan panas
dikatakan memiliki suhu yang tinggi, dan sebaliknya, suatu benda
yang dalam keadaan dingin dikatakan memiliki suhu yang rendah.
Perubahan suhu benda, baik menjadi lebih panas atau menjadi lebih
dingin biasanya diikuti dengan perubahan bentuk atau wujudnya.
Misalnya, perubahan wujud air menjadi es batu atau uap air karena
pengaruh panas atau dingin.
Derajat suhu suatu benda tidak hanya dinyatakan secara kualitatif
saja namun harus dengan secara kuantitatif. Hal ini disebabkan oleh
perasaan kita yang tidak dapat menyatakan suhu suatu dengan tepat.
Sehingga perlu alat yang digunakan untuk mengukur suhu dan
besarnya dapat terlihat dari angka yang ditampilkan. Alat itu disebut
dengan termometer.
2.1.2 Termometer
a. Jenis Termometer
1) Termometer Zat Cair
Zat cair atau alkohol dapat digunakan sebagai bahan untuk
membuat termometer. Beberapa termometer yang menggunakan
zat cair akan dibahas berikut ini.
1) Termometer laboratorium. Bentuknya panjang dengan skala
dari -10°C sampai 110°C menggunakan raksa, atau alkohol.

3
Gambar 1. Termometer Laboratorium
Sumber: google.com
2) Termometer suhu badan. Termometer ini digunakan untuk
mengukur suhu badan manusia. Skala yang ditulis antara
35oC dan 42oC.

Gambar 2. Termometer Suhu Badan


Sumber: google.com
2) Termometer dengan bahan zat padat
1) Termometer bimetal. Termometer bimetal merupakan
termometer yang menggunakan logam sebagai bahan untuk
menunjukkan adanya perubahan suhu dengan prinsip logam
akan memuai jika dipanaskan dan menyusut jika didinginkan.
2) Termokopel. Termometer yang terdiri dari dua jenis logam
yang dihubungkan dan membentuk rangkaian tertutup.
Pengukuran suhu berdasarkan pada perubahan besarnya
aliran listrik pada kawat.
b. Skala Suhu
Skala suhu digunakan untuk memberikan tampilan nilai
yang terukur pada suhu. Saat ini, dikenal beberapa skala suhu,
misalnya Celcius, Fahrenheit, Reamur, dan Kelvin. Kelvin
merupakan skala suhu dalam SI. Pada suhu nol Kelvin, tidak ada
energi panas yang dimiliki benda. Perbedaan antara skala itu
adalah angka pada titik tetap bawah dan titik tetap atas pada skala
thermometer tersebut.

4
Perbandingan Skala Suhu:
Skala C :R :F :K
100 : 80 : 180 :100
5 :4 :9 :5
Konversi skala:
: :( – 32) : ( – 273) = 5 : 4 : 9 : 5
Perbandingan di atas dapat digunakan untuk menentukan konversi
skala suhu. Sebagai contoh, konversi skala suhu dari Celcius ke
Fahrenheit.

Maka = + 32

Dengan cara yang sama, rumuskan konversi skala suhu yang lain,
misalnya dari Celcius ke Reamur, dan dari Fahrenheit ke Kelvin.
Contoh Penerapan
1. Tentukan C = .... F
Dengan menggunakan persamaan perbandingan suhu diperoleh
tF = = + 32 = ( x 45) + 32 = F

2. Tentukan C = .... R
Dengan menggunakan persamaan perbandingan suhu diperoleh
tR = = × 25 = R

3. Tentukan C = ... K
Dengan menggunakan persamaan perbandingan suhu diperoleh
tR = tC + 273 = 78 + 273 = 351K
2.1.2. Pemuaian
Pada umumnya, zat-zat akan memuai ketika dipanaskan dan
menyusut kernbali ketika didinginkan. Hal ini terjadi karena molekul-
molekul benda bergetar lebih cepat, maka, molekul tersebut
memerlukan lebih banyak ruang sehingga zat rnemuai. Tetapi, ada
pula sebagian zat akan menyusut bila didinginkan pada suhu tertentu.
Pemuaian zat pada umumnya ke segala arah, namun untuk hal khusus

5
kita dapat memperhatikan pemuaian pada arah tertentu, misalnya
bertambah panjang atau luas, dan arah pemuaian lainnya diabaikan.
Ada 3 macam proses pemuaian zat yang akan kita bicarakan, yaitu:
pemuaian zat padat, zat cair, dan gas. Proses pemuaian berkaitan erat
dengan kalor dan suhu tertentu pada zat. Pada umumnya, zat yang
mempunyai suhu yang tinggi akibat adanya kalor yang bekerja akan
menyebabkan terjadinya pemuaian. Pemuaian di sini berarti
mengalami pertambahan ukuran.
a. Pemuaian Zat Padat
Proses pemuaian zat padat bisa kamu lihat saat kamu
memanaskan batang logam, ternyata batang logam tersebur
bertambah panjang. Mengapa bisa demikian? Hal ini terjadi karena
partikel zat selalu bergerak (bergetar). Jika zat padat tersebut
dipanaskan, gerakan partikelnya akan semakin cepat dan saling
menumbuk dengan partikel di dekatnya. Hal ini mengakibatkan
jarak antara partikel menjadi renggang dan zat padat tersebut
menjadi bertambah panjang. Pertambahan panjang bisa semakin
besar bila waktu pemanasan semakin lama dan suhu semakin besar.
Beberapa jenis pemuaian pada zat padat dijelaskan sebagai berikut.
1) Pemuaian Panjang Zat Padat
Alat untuk membuktikan adanya pemuaian zat padat,
disebut Musschenbroek. Pada alat tersebut terdapat 3 batang
logam bahan aluminium, tembaga, dan besi. Kemudian, ketika
logam tersebut dipanaskan, maka nampak ketiga logam
tersebut bergerak.

6
Gambar 3. Pengukuran perbandingan muai panjang beberapa
logam dengan alat Musschenbroek.
Sumber: google.com
Dari percobaan-percobaan yang dilakukan dengan
menggunakan alat Muscchenbroek disimpulkan bahwa zat
pada umumnya memuai ke segala arah (pemuaian volume).
Tetapi pada pemuaian panjang zat padat, yang teramati
pemuaiannya terlihat lebih menonjol ke arah mana, atau kita
hanya ingin melihat pemuaian ke arah tertentu. Untuk itu, di
penjelasan ini kita bisa menyelidiki atau menghitung dengan
rumus – rumus tertentu dengan adanya koefisien muai.
Koefisien muai panjang suatu zat adalah bilangan yang
menunjukkan pertambahan panjang zat padat jika suhunya
dinaikkan 1oC.
Tabel 1. Koefisien Muai Panjang Beberapa Jenis Zat Padat

Bila zat padat dipanaskan dari T1oC menjadi T2oC, berlaku


persamaan:
= (1 + α ( - ) atau = (1 +αΔT)
Keterangan:
L1 = panjang zat padat pada suhu T1oC (m atau cm)
L2 = panjang zat padat pada suhu T2oC (m atau cm)
α = koefisien muai panjang (/C)
T1 = suhu benda sebelum dipanaskan (C)
T2 = suhu benda setelah dipanaskan (C)
Pertambahan panjang suatu zat bila dipanaskan akan :

7
1. Berbanding lurus dengan panjang mula-mula
2. Berbanding lurus dengan perubahan
2) Pemuaian Luas Zat Padat
Pada logam yang berbentuk lempengan tipis (berupa
segiempat, segitiga, atau lingkaran), ukuran volume dapat
diabaikan. Ketika lempengan tersebut mendapat pemanasan,
maka dapat diamati hanya pemuaian luasnya saja. Dengan kata
lain, zat padat tersebut mengalami muai luas. Muai luas dapat
diamati pada kaca jendela, pada saat suhu udara panas, dan
suhu kaca menjadi naik sehingga terjadi pemuaian, maka kaca
memuai lebih besar daripada pemuaian bingkainya, akibatnya
kaca terlihat terpasang sangat rapat pada bingkai. Benda yang
mengalami muai luas akan menjadi lebih besar daripada
semula. Pemuaian yang terjadi pada sebuah benda padat jika
ketebalannya jauh lebih kecil dibandingkan panjang dan
lebarnya, maka yang terjadi adalah muai luas.

Ga
mbar 4. Sebuah Kaca Sebelum Dipanaskan Dan Setelah
Dipanaskan
Sumber: google.com
Pertambahan luas suatu zat bila dipanaskan akan :
3. Berbanding lurus dengan luas mula-mula
4. Berbanding lurus dengan perubahan suhu
5. Bergantung dari jenis zat
Pertambahan luas yang terjadi apabila benda menerima panas,
secara matematis dapat dituliskan:

8
ΔA= A0.β. ΔT
Keterangan:
ΔA = pertambahan luas dalam satuan m2
A0 = luas mula-mula dalam satuan m2
Β = 2α = koefisien muai luas dalam satuan /C
ΔT = perubahan suhu dalam satuan C
3) Pemuaian Volume Pada Zat Padat
Jika benda yang kita panaskan berbentuk balok, kubus, atau
berbentuk benda pejal lainnya, muai volumelah yang harus kita
perhatikan (paling dominan). Pertambahan volume suatu zat
yang dipanaskan, secara fisis :
1. Berbanding lurus dengan volume mula-mula zat
2. Berbanding lurus dengan perubahan suhu zat
3. Bergantung dari jenis bahan
Pertambahan volume zat yang terjadi akibat panas, secara
matematis dapat dituliskan

Gambar 5. Pemuaian Volume pada Zat Padat


Sumber: google.com
ΔV= Vo.γ. ΔT
Keterangan:
Δ = pertambahan volume dalam satuan m3
V0 = Volume mula-mula dalam satuan m2
γ = 3α = koefisien muai volume dalam satuan /C
ΔT = perubahan suhu dalam satuan C
4) Prinsip Pemuaian Dalam Teknologi
1. Benda yang akan memuai jika dipanaskan misalnya kabel-
kabel listrik yang melengkung di saat cuaca panas, namun
di saat cuaca mulai dingin kabel-kabel listrik tersebut makin

9
lurus. Hal tersebut membuktikan telah terjadi pemuaian
pada kabel saat terkena sinar Matahari, dan kabel akan
menyusut lagi saat panas Matahari tak lagi menyinari.

Gambar 6. keadaan kawat listrik (a) pada hari panas; (b)


pada hari dingin
Sumber: google.com
2. Desain awal sambungan rel kereta api selalu menyediakan
celah di antara sambungan dua batang rel. Hal ini dilakukan
agar pemuaian kedua rel yang disambung tidak
menyebabkan rel melengkung. Pada hari yang sangat panas,
celah yang telah disediakan dapat saja tidak cukup untuk
menampung pemuaian rel yang sangar besar. Jika ini
terjadi, maka rel dapat melengkung.

Gambar 7. Celah Pada Sambungan Rel


Sumber: google.com
Desain awal. yang banyak digunakan adalah batang-
batang rel dilas untuk membentuk rel panjang yang
bersambung. Dengan cara ini, hanya 50 atau 100 meter
terakhir dari setiap rel yang panjang yang memuai.

10
Ternyata, cara ini kurang efektif. Selanjutnya untuk
mengatasi masalah ini cara menyambung dua rel panjang
untuk memungkinkan terjadinya pemuaian tanpa
menyebabkan kerusakan (rel melengkung) adalah dengan
cara ujung rel diruncingkan dan disambung saling
bertautan. Dua lintasan jalan beton pada jembatan
disambung dengan batangbatangbajayang diberi celah di
antaranya. Celah ini disediakan untuk menampung
pemuaian dan penyusutan jalan dan batang-batang baja
yang disambung tanpa menyebabkan kerusakan
(jembatan melengkung).

Gambar 8. Celah pada jembatan jalan


Sumber: google.com
b. Pemuaian Zat Cair
Proses pemuaian pada zat cair, misalnya saat kamu
memasak air dalam panci sampai penuh. Ketika mendidih maka air
itu akan tumpah. Hal ini menunjukkan air memuai. Dalam zat cair
terjadi muai volume, karena zat cair tersebut menempati ruang
sesuai bentuk tempatnya. Pemuaian zat cair ternyata berbeda-beda
bergantung besar koefisien muai volume. Semakin besar koefisien
muai volume suatu zat, maka semakin besar pula pemuaiannya.
Pada zat cair hanya dikenal ukuran volume, karena itu pada
zat cair hanya dikenal muai volume. Makin tinggi kenaikan suhu,
makin besar penambahan volume zat cair. Pemuaian zat cair yang
satu dengan yang lain umumnya berbeda, meskipun volume zat

11
cair mula-mula sama. Untuk seluruh zat cair pemuaian makin besar
jika kenaikan suhu bertambah besar.
Koefisien muai ruang atau rruai. aolurne adalah bilangan
yang menunjukkan pertambahan volume setiap satuan volume
suatu zat bila suhu naik C.
Tabel 2. Koefisien Muai Ruang Beberapa Jenis Zat Cair
Koefisien Muai Ruang
No Jenis Zat Cair
(/oC)
1 alkohol (meryl) 0,00120
2 Alkohol (ethyl) 0,00110
3 Gliserin 0.00053
4 Minyak parafin 0,00090
5 Air Raksa 0,00018
6 Air 0,00044
7 Karbor Sulfida 0,00112
8 Terpentin 0,00105
9 Aseton 0,00150

Pada rumus pemuaian volume zat cair ternyata berlaku untuk zat
padat. Persamaannya sebagai berikut:
= [1 + γ ( - )]
Keterangan:
= volume pada suhu T (m3 atau cm3)
= volume pada suhu T (m3 atau cm3)
γ = koefisien muai ruang ( C )
T1 = suhu awal (C)
T2 = suhu akhir (C)
Berdasarkan hasil pengamatan, ternyata besar koefisien muai ruang
zat padat sama dengan tiga kali koefisien muai panjang. Jadi γ = 3a.
Pemuaian zat cair dapat dimanfaatkan dalam penggunaan
termometer zat cair, biasanya zat cair yang digunakan adalah raksa
atau alkohol. Sifat naik atau turunnya zat cair dalam pipa kapiler

12
sebagai akibat pemuaian zat cair inilah yang digunakan untuk
mengukur suhu. Permukaan zat cair naik sepanjang pipa kapiler
dan ber henti pada posisi tertentu yang sesuai dengan suhu benda.
Suhu yang terukur dinyatakan oleh skala yang berimpit dengan
permukaan zat cair pada pipa kapiler tersebut. Pemuaian yang
terjadi pada zat cair adalah muai volume. Air yang keluar dari
bejana merupakan indikasi perbedaan pemuaian yang berbeda
antara zat padat dan zat cair. Air yang tertumpah dari bejana
menandakan pemuaian zat cair yang lebih besar dari muai zat
padat, dalam hal ini adalah bejananya.
Anomali Air
Hampir semua zat akan memuai jika dipanaskan dan
menyusut jika didinginkan. Tetapi, air memiliki sedikit
pengecualian. Jika suhu diturunkan, memang volume air akan
makin kecil seperli lainnya. Namun pada suatu ketika volume air
justru membesar meskipun suhunya tetap diturunkan. Jadi ada suhu
dimana air memiliki volume paling kecil. Jika pada suhu tersebut
air dipanaskan, volumenya akan bertambah besar, jika pada suhu
tersebut air didinginkan, volumenya akan membesar. Sifat air yang
demikian disebut anomali air. Pada tekanan 1 atm, volume terkecil
yang dimiliki air pada suhu 4°C . Dengan demikian, volume es
lebih besar daripada volume air pada suhu 4°C . Karena volumenya
paling kecil maka, massa jenis yang terbesar terjadi saat suhu 4°C.

Gambar 9. Grafik Suhu 4°C Air Menunjukkan Sifat Anomaly


Sumber: google.com

13
Ketika danau di daerah yang bersuhu dingin membeku, es
yang terbentuk akan mengapung di atas permukaan air. Hal ini
terjadi karena massa jenis es lebih kecil daripada air yang bersuhu
1°C sampai 4°C. Itulah sebabnya permukaan danau sudah menjadi
es, namun di dasarnya masih menjadi air. Begitu juga bila kita
membuat es batu dengan menggunakan pendingin (refrigerator),
volume air sebelum menjadi es akan jauh lebih kecil dibandingkan
setelah seluruh air telah berubah menjadi es.
Contoh soal
1. Sebuah bejana aluminium berisi penuh air 2000 cm3. Suhu
bejana dipanaskan dari 20oC menjadi 7 C. Berapa air yang
tumpah jika koefisien muai panjang aluminium 0,000025 C
dan koefisien muai ruang air 0,00044 C?
Cara penyelesaian:
Diketahui:
Aluminium Air
V1= 2000 cm3 V1 = 2000 cm3
T1 = 2 T1 = 2 C
T2 = 7 C= 70"C T2 = 7 C
α = 0,000025 C γ = 0,00044 C
Ditanyakan: volume air yang tumpah (V2 air – V2 Aluminium)
Jawab:
a. Aluminium
γ =3xα
= 3 x 0,000025 C
= 0,000075 C
V2 =V1{l+ γ {T2 - T1}
= 2000 cm3 {1 + 0,000075 (70 - 20)}
= 2000 cm3 {1 + (0,000075)(50)}
= 2000 cm3 {1,00375}
= 2007,5 cm3.
b. Air

14
Karena angka muai ruang air cukup besar maka rurnus yang
digunakan:
V2 =V1{1 + γ(T2 – T1)}
= 2000 cm3 {1 + 0,00044 (70 - 20)}
= 2000 cm3 {1 + 0,022}
= 2000 cm3 {1,022}
= 2044 cm3
Jadi, volume air yang tumpah:
ΔV = –
= 2044 cm3 - 2007.5 cm3
= 36,5 cm3.
c. Pemuaian Gas
Proses pemuaian gas, terjadi jika gas tersebut mendapat
kalor maupun suhu yang semakin besar. Misalnya, ketika meniup
balon, dan balon kemudian di letakkan di halaman yang terkena
terik sinar Matahari, maka lama kelamaan balon itu menjadi pecah.
Pecahnya balon tersebut karena gas/udara dalam balon memuai dan
balon yang ikut memuai terdesak keluar sehingga pada pemuaian
gas dan balon, balon tak lagi mampu menahan ikatan partikel
balonnya hingga mengakibatkan balon meletus.
Gas mengalami pemuaian ketika suhunya bertambah dan
mengalami penyusutan jika suhunya turun. Pada gas tidak dikenal
muai panjang dan muai luas, yang ada hanyalah muai volume gas.
Dari penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa koefisien muai
volume

15
Gambar 10. Balon Udara Merupakan Salah Satu Contoh Penerapan
Muai Gas
Sumber: google.com
Koefisien muai volume (ruang) sernua gas adalah sama
besar yaitu 1/273 atau 0,003663 /oC (Ditentukan oleh Joseph L.
Gay-Lussac dari Perancis).
Pemuaian gas pada tekanan tetap
V1 = Vo {1 + 1/273 (T2- T1)}
Keterangan:
V1 = volume gas setelah dipanaskan (m3 atau cm3)
Vo = volume gas sebelum dipanaskan (m3 atau cm3)
T0 = suhu gas sebelum dipanaskan
T1 = suhu gas sesudah dipanaskan
Penerapan matematika ke dalam konsep
Contoh soal
Sebuah gas pada rekanan tetap, volume gas pada suhu C adalah
12 m3. Berapakah volume gas pada suhu C?
Penyelesaian:
Diketahui:
Vo =72 m3
T1 = C
T2 = C
Ditanyakan: Vt =...?
Jawab:
Vt = Vo {1 + 1/273 (T2- T1)}
= 12 {1 + (1/1273)(546)}
=12(1+2) m3
=36 m3 Jadi, volume gas setelah memuai sebesar 36 m3.

2.2 Kalor dan Perpindahan Kalor


2.2.1 Kalor
a. Definisi Kalor

16
Jika dua buah benda, yang salah satu benda mula-mula
lebih panas dari pada benda yang lain,saling bersentuhan, maka suhu
kedua benda tersebut akan sama setelah waktu yang cukup lama.
Benda yang bersuhu tinggi member energi ke benda yang bersuhu
rendah. Energi yang diberikan karena perbedaan suhu antara dua
buah benda disebut kalor. Jadi, kalor merupakan bentuk energi yang
berpindah dari benda yang suhunya lebih tinggi ke benda yang
suhunya lebih rendah ketika benda bersentuhan. Satuan kalor
menurut SI atau MKS yaitu joule ( J ) sedang menurut cgs yaitu erg
adapun untuk jenis makanan yaitu kalori.
1 kalori = 4,2 joule ; 1 joule = 0,24 kalori
1 kkal = 1000 kal = 4200 joule = 4,2 kj
b. Kalor Jenis dan Kapasitas Kalor
Jika kita memanaskan suatu zat maka jumlah kalor yang
diperlukan untuk menaikkan suhu zat tersebut tergantung berapa
jumlah massa air, zat, dan nilai kenaikan suhu zat tersebut. Secara
umum jika kita memanaskan suatu zat tertentu maka jumlah kalor
yang diperlukan akan sebanding dengan massa dan kenaikan
suhunya. bahwa jenis zat sangat menentukan jumlah kalor yang
diperlukan untuk menaikkan suhu zat tersebut. Ketergantungan
jumlah yang diperlukan untuk menaikkan suhu terhadap jenis zat
disebut dengan istilah kalor jenis yang diberi simbol dengan c.
1) Kalor Jenis (c)
Kalor jenis (c) adalah jumlah panas yang harus ditambahkan
atau dihilangkan pada satu satuan massa zat itu untuk mengubah
temperature 1oC. Untuk menentukan kalor jenis zat dapat
digunakan alat yang disebut kalorimeter.
Persamaan kalor yaitu : Q = m c ∆T
Keterangan :
Q = banyaknya kalor satuan joule (J)
c = kalor jenis zat satuan (J / kg °C)
m = massa zat satuan (kg)

17
∆ T = perubahan suhu satuan (°C)

Satu Kilokalori (1 kkal) adalah kalor yang diperlukan untuk


menaikkan suhu 1 Kg air sebesar 1oC. Zat yang berbeda (dengan
massa zat yang sama, misalnya 1 Kg) memerlukan kuantitas
kalor yang berbeda untuk menaikkan suhunya sebesar 1oC.
Secara umum, kalor jenis zat merupakan fungsi suhu zat
tersebut meskipun variasinya cukup kecil terhadap variasi suhu.
Sebagai contoh, dalam rentang suhu 0oC – 100oC, kalor jenis air
berubah kurang dari 1% dari nilainya sebesar 1,00 cal/groC pada
15oC.
Jumlah kalor yang diperlukan untuk menaikkan suhu yang
sama dari suatu benda tentu saja berada dibandingkan dengan
benda lain. Perbandingan antara jumlah kalor yang diberikan
dengan kenaikan suhu suatu benda disebut dengan kapasitas
kalor dan diberi simbol dengan C.
2) Kapasitas kalor ( C )
Kapasitas kalor ( C ) adalah kalor yang diperlukan untuk
menaikkan suhu seluruh benda sebesar satu derajat. Kapasitas
kalor dinyatakan dalam J K-1 atau J (oC)-1.
Q = C ∆T
Keterangan :
C = kapasitas kalor zat, (J/K atau J/oC atau kal/oC)
Q = jumlah kalor yang diberikan pada zat (joule (J) atau kal)
∆T = perubahan suhu zat, (K atau oC)
3) Hubungan antara kapasitas kalor C dengan Kalor Jenis c
Hubungan antara kapasitas kalor C dengan kalor jenis c
suatu zat adalah sebagai berikut.
C = mc
Keterangan :
C = kapasitas kalor zat, (J/K atau J/oC atau kal/oC)
c = kalor jenis zat satuan J / kg °C
m = massa zat satuan kg

18
c. Kalor Laten dan Perubahan Wujud
Sebuah benda dapat berubah wujud ketika suhunya
dinaikkan atau diturunkan. Apabila suatu zat padat, misalnya es,
dipanaskan, maka akan menyerap kalor dan berubah wujud menjadi
zat cair. Perubahan wujud zat dari padat menjadi cair ini disebut
melebur. Suhu zat yang mengalami peleburan disebut titik lebur zat.
Kejadian yang sebaliknya adalah membeku, yaitu perubahan wujud
zat dari cair menjadi padat. Suhu di mana zat mengalami pembekuan
disebut titik beku.
Jika zat cair ini kita panaskan terus akan menguap dan
berubah wujud menjadi gas. Perubahan wujud zat dari cair menjadi
uap (gas) disebut menguap. Pada peristiwa penguapan dibutuhkan
kalor. Hal ini dapat dibuktikan, ketika mencelupkan jari tangan ke
dalam cairan spiritus atau alcohol. Spiritus atau alcohol adalah zat
cair yang mudah menguap, untuk melakukan penguapan ini, spiritus
atau alcohol menyerap panas dari jari, sehingga jari tangan terasa
dingin. Peristiwa lain yang memperlihatkan bahwa proses penguapan
membutuhkan kalor adalah mendidih. Menguap hanya terjadi pada
permukaan zat cair dan dapat terjadi pada sembarang suhu,
sedangkan mendidih terjadi pada seluruh bagian zat cair dan hanya
terjadi pada suhu tertentu yang disebut titik didih. Proses kebalikan
dari menguap adalah mengembun, yaitu perubahan wujud dari uap
menjadi cair.
Ketika sedang berubah wujud,baik melebur, membeku,
menguap dan mengembun, suhu tetap, walaupun ada pelepasan atau
penyerapan kalor. Dengan demikian, ada sejumlah kalor yang
dilepaskan atau diserap pada saat perubahaan wujud zat, tetapi tidak
digunakan untuk menaikkan atau menurunkan suhu. Kalor semacan
ini disebut kalor laten dan disimbolkan dengan huruf L. Besar kalor
ini ternyata bergantung juga pada jumlah zat yang mengalami
perubahan wujud (massa benda). Jadi, kalor laten adalah kalor yang

19
dibutuhkan oleh suatu benda untuk mengubah wujudnya per satuan
massa. Dengan demikian, dapat dirumuskan bahwa :
Q = mL
Kalor laten beku besarnya sama dengan kalor laten lebur
dan biasanya disebut dengan kalor lebur. Kalor lebur es Lf pada
suhu dan tekanan normal sebesar 334 kJ/kg. Kalor laten uap
besarnya sama dengan kalor laten embun dan biasanya disebut
dengan kalor uap. Kalor uap air Lv, pada suhu dan tekanan normal
sebesar 2256 kJ/kg.
d. Asas Black
Menurut asas Black apabila ada dua benda yang suhunya
berbeda kemudian disatukan atau dicampur maka akan terjadi aliran
kalor dari benda yang bersuhu tinggi menuju benda yang bersuhu
rendah. Aliran ini akan berhenti sampai terjadi keseimbangan termal
(suhu kedua benda sama). Secara matematis dapat dirumuskan :
Q lepas = Q terima
Yang melepas kalor adalah benda yang suhunya tinggi dan yang
menerima kalor adalah benda yang bersuhu rendah. Bila persamaan
tersebut dijabarkan maka akan diperoleh :
Q lepas = Q terima
m1.c1.(t1 – ta) = m2.c2.(ta-t2)
Asas Black pada benda yang bersuhu tinggi digunakan (t1 – ta) dan
untuk benda yang bersuhu rendah digunakan (ta-t2).

2.2.2 Perpindahan Kalor


Perpindahan Kalor adalah bentuk kalor yang dapat berpindah dari
benda yang bersuhu tinggi ke benda yang bersuhu rendah. Sedangkan
kalor ini merupakan suatu bentuk energi atau dapat juga didefinisikan
sebagai jumlah panas yang ada dalam suatu benda.

20
Gambar 11. Perpindahan Kalor
Sumber: google.com
Kalor berpindah dari benda yang suhunya tinggi ke benda yang
suhunya rendah. Ada 3 cara perpindahan kalor : 1. Konveksi (aliran), 2.
Konduksi (hantaran), 3. Radiasi (pancaran).
a. Konveksi (aliran)

Gambar 12. Konveksi


Sumber: google.com
Konveksi adalah proses dimana panas dipindahkan oleh
gerak masa molekul – molekul dari suatu tempat ke tempat yang
lain. Konveksi hanya terjadi pada zat yang dapat mengalir (fluida)
yaitu zat cair dan gas. Ada 2 jenis konveksi, yaitu konveksi alami
dan konveksi paksa.
Pada konveksi alami, pergerakan fluida terjadi akibat
perbedaan massa jenis. Pada konveksi paksa, fluida yang telah
dipanaskan langsung diarahkan ke tujuannya oleh sebuah peniup
(blower) atau pompa. Konveksi alami terjadi misalnya pada system

21
ventilasi rumah, terjadinya angin darat dan angin laut, dan aliran
asap pada cerobong asap pabrik. Konveksi paksa misalnya terjadi
pada system pendingin mesin pada mobil, alat pengering rambut, dan
pada reactor pembangkit tenaga nuklir.
Sedangkan contoh konveksi secara umum yaitu es batu
yang mencair dalam air panas. Panas dari air panas berpindah ke es
batu. Panas berpindah bersama mengalirnya air panas ke es
batu. Panas tersebut menyebabkan es batu meleleh.
Laju perpindahan kalor secara konveksi bergantung pada
luas permukaan benda (A) yang bersentuhan, koefisien konveksi (h),
waktu (t), dan beda suhu (∆T) antara benda dengan fluida.
Banyaknya kalor yang dihantarkan secara konveksi dapat dihitung
dengan persamaan berikut :
P = Q / t atau P = h A ∆T
Nilai h adalah koefisien konveksi yang diperoleh secara
percobaan dan tergantung pada bentuk dan arah benda.

b. Konduksi (hantaran)

Gambar 13. Konduksi


Sumber: google.com
Konduksi ialah pemindahan panas yang dihasilkan dari
kontak langsung antara permukaan-permukaan benda. Konduksi
terjadi hanya dengan menyentuh atau menghubungkan permukaan-
permukaan yang mengandung panas. Setiap benda mempunyai
konduktivitas termal (kemampuan mengalirkan panas) tertentu
yang akan mempengaruhi panas yang dihantarkan dari sisi yang

22
panas ke sisi yang lebih dingin. Semakin tinggi nilai konduktivitas
termal suatu benda, semakin cepat ia mengalirkan panas yang
diterima dari satu sisi ke sisi yang lain. Misalnya perpindahan kalor
dari bagian sendok yang terendam dalam air panas ke ujung sendok
yang di pegang tanpa disertai perpindahan partikel hantaran benda
terhadap panas .
 Konduktor
1. Konduktor adalah benda-benda yang dapat menghantarkan
panas.
2. Bahan yang dapat digunakan untuk penghantar panas adalah
logam dan kaca.
3. Macam-macam logam antara lain aluminium, besi, baja,
perak dan kuningan.
4. Sedangkan kaca yang tahan panas adalah pyrex.
5. Aluminium adalah jenis logam penghantar yang paling cocok
untuk bahan membuat alat masak seperti penggorengan,
panci dst.
 Isolator
1. Isolator adalah benda-benda yang tidak dapat menghantarkan
panas.
2. Macam-macam isolator yaitu:
 Kayu, dimanfaatkan untuk membuat peralatan dapur
misalnya sendok nasi.
 Plastik, dimanfaatkan untuk membuat peralatan dapur
misalnya gelas dan piring
 Kain, digunakan untuk bahan alat atau serbet
 Styrofom, digunakan untuk mengemas makan dan
minuman hangat.
 Ebonit, digunakan untuk pegangan agar tidak cepat panas,
misalnya pegangan ceret dan panci.
 Karet, biasanya dicampur dengan bahan plastik, misalnya
pada pegangan seterika.

23
c. Radiasi
Merupakan proses terjadinya perpindahan panas (kalor)
tanpa menggunakan zat perantara. Perpindahan kalor secara radiasi
tidak membutuhkan zat perantara, contohnya anda bisa melihat
bagaimana matahari memancarkan panas ke bumi dan api yang
memancarkan hangat ke tubuh anda. Kalor dapat di radiasikan
melalui bentuk gelombang cahaya, gelombang radio dan
gelombang elektromagnetik. Radiasi juga dapat dikatakan sebagai
perpindahan kalor melalui media atau ruang yang akhirnya diserap
oleh benda lain. Contoh radiasi dalam kehidupan sehari-hari dapat
dilihat saat anda menyalakan api unggun, anda berada di dekat api
unggun tersebut dan anda akan merasakan hangat. Satu lagi, radiasi
panas dari matahari dan Permukaan hitam dan kusam adalah
penyerap dan pemancar radiasi yang baik, laju pemancaran kalor
oleh permukaan hitam, menurut Stefan dinyatakan sebagai berikut.
Energi total yang dipancarkan oleh suatu permukaan hitam
sempurna dalam bentuk radiasi kalor tiap satuan waktu, tiap satuan
luas permukaan sebanding dengan pangkat empat suhu mutlak
permukaan itu. Secara matematis, laju kalor radiasi ditulis dengan
persamaan :

Dengan σ adalah konstanta. Stefan Boltzmann dengan nilai


5,67 x 108 W/m2K4. Persamaan tersebut berlaku untuk benda
dengan permukaan hitam sempurna. Untuk setiap permukaan
dengan emisivitas e = (0 ≤ e ≤ 1) memiliki nilai diantara 0 dan 1.
Sedangkan benda penyerap sempurna sekaligus pemancar
sempurna, yaitu benda hitam sempurna nilai e = 1. dan Untuk
benda pemantul sempurna atau benda putih (penyerap paling
buruk) nilai e = 0.

2.3 Penerapan dalam Kehidupan Sehari-hari


2.3.1 Termos

24
Termos berfungsi untuk menyimpan zat cair yang berada di
dalamnya agar tetap pa nas dalam jangka waktu tertentu. Termos dibuat
untuk mencegah perpindahan kalor secara konduksi, konveksi,
maupun radiasi. Dinding termos dibuat sedemikian rupa,
untuk menghambat perpindahan kalor pada termos, yaitu dengan
cara:
1. permukaan tabung kaca bagian dalam dibuat mengkilap
dengan lapisan perak yang berfungsi mencegah
perpindahan kalor secara radiasi dan memantulkan radiasi
kembali ke dalam termos,
2. dinding kaca sebagai konduktor yang jelek, tidak dapat
memindahkan kalor secara konduksi, dan
3. ruang hampa di antara dua dinding kaca, untuk mencegah kalor
secara konduksi dan agar konveksi dengan udara luar tidak terjadi.
2.3.2 Setrika
Setrika terbuat dari logam yang bersifat konduktor yang dapat
memindahkan kalor secara konduksi ke pakaian yang sedang diseterika.
Adapun, pegangan seterika terbuat dari bahan yang bersifat isolator.
2.3.3 Panci Masak
Panci masak terbuat dari bahan konduktor yang bagian luarnya
mengkilap. Hal ini untuk mengurangi pancaran kalor. Adapun
pegangan panciterbuat dari bahan yang bersifat isolator untuk menahan
panas.

2.4 Mekanisme Menjaga Kestabilan Suhu Tubuh pada Manusia dan Hewan
2.4.1 Suhu Tubuh Manuisa
Suhu tubuh didefinisikan sebagai ukuran atau derajat panas atau
dinginya tubuh manusia yang diketahui melalui pengukuran
thermometer. Tubuh manusia terdiri atas dua macam suhu, yaitu suhu
inti dan suhu kulit.
a) Suhu inti (core temperature)

25
Suhu inti adalah suhu dari tubuh bagian dalam dan
besarnya selalu dipertahankan konstan, sekitar ± 1ºF (± 0,6º C) dari
hari ke hari, kecuali bila seseorang mengalami demam. Suhu inti
menggambarkan suhu organ-organ dalam (kepala, dada, abdomen)
dan dipertahankan mendekati 37°C. Suhu inti yang diukur serentak
di mulut, ketiak, dan pelepasan (rektum) biasanya berbeda
meskipun tidak lebih dari 1°C. Hasil pengukuran pelepasan suhu
biasanya yang tertinggi dan dianggap sebagai petunjuk yang
terbaik bagi suhu inti tubuh (Kukus, 2009). Suhu paling tinggi
dicapai pada sore hari sedangkan yang terendah pada dini hari,
sehingga suhu ini sama sekali tidak berkaitan dengan suhu
lingkungan.
b) Suhu Kulit (shell temperature)
Suhu kulit menggambarkan suhu kulit tubuh, jaringan
subkutan, batang tubuh. Berbeda dengan suhu inti yang berusaha
dipertahankan konstan. Suhu kulit dapat berubah atau berfluktuasi
sesuai dengan kondisi lingkungan sekitar. Di daerah yang beriklim
dingin, suhu tubuh hampir selalu lebih tinggi dibanding suhu
lingkungan dan selalu saja terjadi kehilangan panas lewat kulit,
sehingga suhu kulit dapat tercatat sangat rendah pada lingkungan
dingin. Guyton (dalam Kukus, 2009) menyatakan suhu kulit yang
sangat bervariasi dari 20°C sampai 40°C dimana dalam keadaan
suhu lingkungan yang terlalu dingin, suhunya dapat turun lagi
mencapai 18°C dan naik sampai 45°C bila panas
Suhu tubuh rata-rata (mean body temperature) merupakan suhu
rata-rata gabungan suhu inti dan suhu kulit. Melaku-kan aktivitas fisik
berarti akan meningkat-kan produksi panas, dan akan menyebabkan
kenaikan suhu mulut sebesar 1-2°C sehingga mencapai 39°C.
Berdasarkan teori, jenis kelamin tidak mempengaruhi suhu tubuh.
Faktor yang mempengaruhi suhu tubuh adalah faktor hormon, dimana
pada wanita suhu tubuh dapat bergeser sesuai dengan saat-saat dalam
daur haid, yaitu mulai sedi-kit naik sesudah ovulasi sekresi progesteron

26
dan baru akan turun kembali sebelum haid. Pada anak-anak suhu tubuh
biasanya lebih tinggi daripada orang dewasa, sedangkan pada usia
lanjut ataupun bayi yang baru lahir suhunya lebih rendah, Sehingga dari
hal diatas dapat diambil kesimpulan bahwa semakin bertambahnya usia
maka suhu tu-buh akan semakin rendah. Suhu tubuh normal pada
manusia berada pada rentang 35,8°C – 37,5°C.

2.4.2 Pengaturan Suhu Tubuh (Termoregulasi) pada Manusia


Pengaturan suhu tubuh atau termoregulasi pada manusia adalah
kemampuan penyesuaian fisiologi tubuh manusia dalam menjaga
keseimbangan suhu tubuh antara produksi panas dengan kehilangan
panas, sehingga suhu tubuh dapat konstan. Suhu tubuh merupakan
pencerminan panas tubuh. Sebagaimana energi tubuh yang mengikuti
hukum termodinamika, panas tubuh sebagai salah satu bentuk energi
juga mengikuti hukum tersebut. Suhu tubuh merupakan hasil imbangan
antara pembentukan panas dengan kehilangan panas. Suhu tubuh diatur
oleh Hipotalamus yang terletak diantara dua hemisfer otak. Fungsi
hipotalamus adalah seperti thermostat, suhu yang nyaman merupakan
set point untuk operasi sistem panas (Guyton dalam Widiyanto, 2014).
Oleh karena itu, tubuh dapat mengatur penyesuaian suhu tubuh akibat
perubahan suhu lingkungan.
Keseimbangan panas dan suhu tubuh yang normal terjadi bila
kecepatan produksi panas metabolik tubuh diimbangi oleh kecepatan
hilangnya panas tersebut ke dalam lingkungan. Perolehan panas tubuh
menyebabkan peningkatan suhu tubuh, sedangkan kehilangan panas
berakibat menurunnya suhu tubuh.
Mekanisme pemindahan energy panas dalam tubuh terbagi menjadi
dua, yaitu perolehan panas dan pelepasan panas.
a) Perolehan Panas
1) Vasokonstriksi kulit

27
Vasokonstriksi terjadi pada kondisi berkurangnya panas tubuh
pada suhu dingin dan untuk melindungi tubuh dari kehilangan
darah atau cairan. Vasokonstriksi kulit di seluruh tubuh
disebabkan oleh rangsangan pusat simpatis hipotalamus
posterior. Vasokontriksi mengurangi aliran darah hangat ke
kulit, sehingga suhu kulit tubuh turun.
2) Piloereksi.
Piloereksi berarti "rambut berdiri pada akarnya". Rangsangan
simpatis menyebabkan otot erector pili yang melekat ke folikel
rambut berkontraksi yang menyebaban rambut berdiri tegak..
rambut di kulit terperangkap oleh udara yang lebih hangat jika
dalam posisi berdiri dan kurang hangat pada saaat posisi
mendatar. Otot-otot kecil di kulit dapat dengan cepat menarik
rambut menjadi tegak untuk mengurangi hilangnya panas
sehingga perpindahan panas ke lingkungan sangat ditekan
3) Peningkatan pembentukan panas
Pembentukan panas oleh sistem metabolisme meningkat
dengan menggigil, rangsangan simpatis pembentukan panas,
dan sekresi tiroksin. Tubuh dapat memperoleh panas sebagai
proses internal yang berasal dari aktivitas metabolik atau dari
lingkungan eksternal. Peningkatan aktivitas sekresi antara
hormon tiroksin oleh kelenjar tiroid dan hormon
adrenokortikosteroid oleh korteks kelenjar adrenalis dapat
berkontribusi pada perolehan panas tubuh. Sekresi tersebut
dapat meningkatkan laju metabolisme yang dapat
meningkatkan produksi panas sehingga suhu dalam tubuh
menjadi lebih hangat. Perubahan aktivitas otot rangka
merupakan cara utama untuk mengontrol suhu melalui
penambahan panas. Menggigil merupakan satu bentuk respons
terhadap penurunan suhu inti tubuh. Dalam hal ini hipotalamus
pertama-tama meningkatkan tonus otot rangka (tonus otot
mengacu pada tingkat ketegangan konstan di dalam otot).

28
Setelah itu, segera timbul menggigil. Menggigil terdiri dari
konstraksi otot rangka yang ritmik bergetar yang terjadi
dengan frekuensi tinggi sepuluh hingga empat puluh kali lipat
per detik. Mekanisme ini sangat efektif untuk meningkatkan
produksi panas; semua energi yang dibebaskan selama tremor
otot ini diubah menjadi panas karena otot tidak melakukan
kerja eksternal. Produksi panas dapat meningkat dua sampai
lima kali lipat akibat proses menggigil ini hanya dalam
beberapa detik sampai menit.
b) Pelepasan Panas
1) Konduksi
Konduksi meliputi pemindahan panas secara langsung antara
dua zat yang berbeda suhunya. Panas lebih cenderung bergerak
dari daerah yang bersuhu tinggi ke daerah yang bersuhu lebih
rendah. Sebagai contoh bila udara dingin diedarkan dengan
cepat pada permukaan tubuh, maka kehilangan panas akan
terjadi dalam jumlah yang lebih tinggi daripada jika udara
panas tetap menutupi kulit.
2) Konveksi
Sebagai contoh bila udara dingin diedarkan dengan cepat pada
permukaan tubuh, maka kehilangan panas akan terjadi dalam
jumlah yang lebih tinggi daripada jika udara panas tetap
menutupi kulit (Guyton dalam Widiyanto, 2014).
3) Radiasi
Radiasi merupakan proses fisik dimana panas dipancarkan
melalui gelombang elektromagnetik. Gelombang ini sering
dipancarkan oleh sumber energi dalam bentuk gelombang
cahaya yang nampak. Ketika membentur benda, gelombang ini
dapat diserap dan diubah menjadi panas, sebagai contoh tubuh
menjadi panas ketika dibentur oleh sinar matahari. Tetapi,
meskipun demikian tubuh memancarkan gelombang
elektromagnetik dan dapat kehilangan panas karena radiasi,

29
jadi proses radiasi tergantung pada kondisi lingkungan
tersebut. Radiasi akan meningkat saat perbedaan suhu antara
kedua objek semakin besar. Tubuh dapat mengalami
pengurangan panas melalui radiasi ke benda-benda di
lingkungan yang permukaannya lebih dingin daripada
permukaan kulit, misalnya dinding bangunan, perabot rumah
tangga (meja-kursi), pohon secara rata-rata. Manusia
kehilangan hampir separuh energi panas mereka melalui
radiasi.
4) Evaporasi
Penguapan (evaporasi) merupakan perubahan bentuk fisik dari
cair ke gas. Karena proses peng-uapan terjadi penyerapan
panas oleh zat cair, maka proses tersebut cenderung men-
dinginkan lingkungan sekitar. Jadi penguapan air dari
permukaan tubuh menyebabkan perpindahan panas dari kulit
ke lingkungan.
2.4.3 Suhu Tubuh Hewan
Berdasarkan kemampuannya mengatur suhu tubuh, hewan
dikelompokan menjadi dua, yaitu
a) Hewan Berdarah Panas (Homoiterm atau Endoterm)
Homoiterm atau endoterm adalah hewan yang panas tubuhnya
berasal dari hasil metabolisme. Pada hewan homoiterm suhunya
lebih stabil, hal ini dikarenakan adanya reseptor dalam otaknya
sehingga dapat mengatur suhu tubuh. Hewan homoiterm dapat
melakukan aktivitas pada suhu lingkungan yang berbeda akibat dari
kemampuan mengatur suhu tubuh. Binatang endotherm mampu
melangsungkan termoregulasi melalui mekanisme penyesuaian
perilaku dan fisiologi. Melalui mekanisme pengaturan fisiologi,
binatang tersebut mampu meningkatkan produksi panas
metabolismenya dan sekaligus menekan kehilangan panas
tubuhnya bila mereka terdedah dengan lingkungan dingin
(Siswanto, 2016). Jenis hewan yang tergolong dalam homoiterm

30
atau endoterm adalah kelas aves dan mamalia, seperti burung,
gajah, kucing, anjing, dan sebagainya.
b) Hewan Berdarah Dingin (Poikiloterm atau Ektoterm)
Poikiloterm atau ektoterm adalah hewan yang panas tubuhnya
berasal dari lingkungan (menyerap panas lingkungan). Suhu tubuh
hewan ektoterm cenderung berfluktuasi, tergantung pada suhu
lingkungan. Binatang ektotherm tidak mampu menyesuaikan
produksi panas metabolismenya dan/atau mengendalikan
kehilangan panas tubuhnya melalui mekanisme fisiologi. Karena
itu, temperatur tubuhnya tidak bisa konstan dan akan berubah
mengikuti perubahan temperatur luar tubuhnya (Siswanto, 2016).
Jenis hewan yang tergolong poikiloterm atau ektoterm adalah
hewan yang tergolong kelas pisces, amfibi, dan reptil, seperti katak,
ular, komodo, iguana, buaya, berbagai jenis ikan.
2.4.4 Pengaturan Suhu Tubuh (Termoregulasi) pada Hewan
Setiap organisme hidup, termasuk hewan berusaha
mempertahankan temperatur tubuh agar berada dalam kisaran yang
mampu ditolerir oleh tubuhnya. Sama halnya seperti manusia yang
perlu melakukan pengaturan suhu tubuh. Mekanisme termoregulasi
pada hewan berdasarkan kemampuannya mengatur suhu tubuhnya
adalah sebagai berikut.
a) Hewan Berdarah Panas (Homoiterm atau Endoterm)
Hewan homoiterm atau endoterm memiliki kemampuan pengaturan
suhu tubuh atau termoregulasi yang lebih baik dibandingkan hewan
poikiloterm atau ektoterm. Mekanisme termoregulasi hewan
homoiterm tidak jauh berbeda dengan mekanisme termoregulasi
manusia. Mekanisme pelepasan panas pada hewan endoterm ada
empat, yaitu konduksi, konveksi, radiasi dan evaporasi.
1) Konduksi. Mekanisme ini dilakukan unggas dan mamalia
dengan penyesuaian perilaku untuk menghindari pengaruh
temperatur tinggi dengan jalan membenamkan dirinya dalam
tanah atau mencari tanah tanah yang lembab untuk tempat

31
berbaringnya. Pada kondisi tertentu unggas mendebui dirinya
(memberi dirinya debu) untuk meningkatkan hilangnya panas
melalui konduksi (hilangnya panas tubuh terbawa oleh debu).
2) Konveksi. Konveksi pada hewan endoterm, misalnya pada
aves dilakukan dengan mengibas-ngibaskan sayap mereka
untuk meningkatkan hilangnya panas tubuh melalui konveksi
(dibawa oleh angin). Selain itu, tiupan angin turut
menghilangkan panas dari permukaan tubuh hewan yang
berkulit kering.
3) Radiasi. Pada kondisi tertentu, lapisan udara pelindung yang
ada di antara bulu merupakan faktor yang secara efektif dapat
mengurangi peningkatan temperatur tubuh karena tubuh
mendapat energi radiasi dari sinar matahari (terdedah dengan
teriknya sinar matahari) atau pancaran panas (radiasi) dari
lingkungan fisik (tanah, bebatuan, dan sebagainya).
4) Evaporasi. Pendinginan tubuh dengan cara penguapan itu
terjadi pada saat binatang mengeluarkan keringat dan juga
pada saat terengah-engah (panting) pada sebagian besar
mamalia. Unggas juga melakukan aktivitas yang mirip dengan
terengah-engah. Beberapa jenis mamalia yang tidak
menghasilkan keringat (misalnya binatang pengerat – rodensia)
membasahi bulunya dengan jalan menjilatnya sehingga dengan
demikian terjadi pendinginan tubuh melalui penguapan air.
Mekanisme perolehan panas pada hewan endoterm adalah sebagai
berikut.
1) Mengingkatkan laju metabolism. Sama seperti manusia,
perolehan panas pada hewan juga dapat terjadi melalui
peningkatan laju metabolism yang diperoleh melalui sekresi
hormon tiroksin sehinga meningkatkan produksi panas.
2) Adaptasi morfologi. Pada hewan dengan kebutuhan perolehan
panas sepanjang tahun (akibat pengaruh lingkungan, seperti di
kutub) hewan akan mengalami penyesuaian fisik dalam

32
tubuhnya. Sistem insulasi panas (pelindung panas) akan
berkembang baik, misalnya dengan meningkatkan timbunan
lemak di bawah kulit dan makin lebatnya bulu yang menutupi
tubuhnya. Lemak banyak digunakan sebagai sumber energi
karena selama pengoksidasiannya dapat dihasilkan panas
dalam jumlah yang lebih banyak daripada selama
pengoksidasian glukose dalam berat yang sama (Siswanto,
2016).
3) Penyesuaian tingkah laku, meliputi refleks menggigil dan
timbulnya aktivitas pilomotor. Menggigil merupakan aktivitas
kontraksi dan relaksasi otot yang dapat menghasilkan energi
dalam bentuk panas tubuh. Selain itu, kontraksi otot pilomotor
kutaneus karena adanya rangsangan luar yang dingin
menyebabkan tegaknya bulu atau rambut yang menutupi tubuh
yang dapn menjadi insulator panas.
b) Hewan Berdarah Dingin (Poikiloterm atau Ektoterm)
1) Termoregulasi pada Ikan
Ikan mengalami konduksi antara jaringan tubuh dengan
lingkungannya yang menyebabkan pelepasan panas tubuhnya
sama dengan perolehannya. Ikan tidak dapat hanya
mengandalkan aktivitas fisik untuk meningkatkan panas,
karena penigkatan panas melalui aktivitas fisik sebanding
dengan pelepasan panas tubuh melalui ingsang. Pengaturan
temperature suhu tubuh pada ikan bergantung sepenuhnya
kepada pengaturan perilaku berupa pemilihan bagian
lingkungan air yang mempunyai temperatur yang dapat
diterima oleh ikan tersebut.
2) Termoregulasi pada Amfibi
Mekanisme termoregulasi pada amfibi tidak jauh berbeda
dengan ikan. Bergantung kepada pemilihan bagian lingkungan
untuk mempertahankan temperatur tubuhnya agar tetap berada
dalam kisaran temperatur yang dapat ditolerirnya. Sebagian

33
besar amfibi memiliki keunggulan dalam mengatur suhu tubuh
karena kulitnya yang basah, namun dalam jangka waktu
panjang hal ini dapat menyebabkan dehidrasi pada amfibi.
3) Termoregulasi pada Reptil
Pengaturan suhu tubuh pada hewan reptile lebih baik daari
ikan dan amfibi. Hal ini disebabkan oleh lapisan kulitnya yang
lebih tebal sehingga lebih sulit kehilangan panas tubuh dan
juga lebih mampu mengendalikan hilangnya air tubuh.dan
pengaturan pengeluaran cairan tubuh melalui ginjal yang
terjadi secara sederhana.

34
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Suhu adalah suatu besaran yang menyatakan ukuran derajat panas atau
dinginnya suatu benda. Untuk mengetahui dengan pasti dingin atau panasnya
suatu benda, kita memerlukian suatu besaran yang dapat diukur dengan alat
ukur.
Kalor merupakan bentuk energi yang pindah karena adanya perbedaan
suhu. Secara alamiah, kalor berpindah dari benda bersuhu tinggi ke benda
bersuhu rendah. Sebelum abad ke – 17, orang beranggapan bahwa kalor
merupakan zat yang pindah dari benda bersuhu tinggi ke benda yang bersuhu
rendah. Jika kalor merupakan zat, tentu mempunyai masa. Ternyata benda
yang suhunya naik, massanya tidak berubah, jadi kalor bukan zat.
Banyak sekali penerapan suhu dan kalor pada kehidupan sehari-hari dapat
dilihat pada konsep kerja tremos dan setrika.
Suhu tubuh didefinisikan sebagai ukuran atau derajat panas atau dinginya
tubuh manusia yang diketahui melalui pengukuran thermometer. Tubuh
manusia terdiri atas dua macam suhu, yaitu suhu inti dan suhu kulit. Sama
halnya seperti manusia yang perlu melakukan pengaturan suhu tubuh.
Mekanisme termoregulasi pada hewan berdasarkan kemampuannya mengatur
suhu tubuhnya.
3.2 Saran
Dari uraian diatas diharapkan setiap pembaca dapat memahami mengenai
konsep suhu dan kalor. Serta dapat menerapkan konsep tersebut dalam
kehidupan sehari-hari. Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata

35
sempurna, baik dari segi kelengkapan materi serta segi penulisannya, maka
dari itu diharapkannya agar ada perbaikan dari berbagai pihak pada makalah
ini, untuk kebaikan bersama kedepannya.

DAFTAR RUJUKAN
Direktorat Jendral Pendidikan Anak Usia Dini dan Pendidikan Masyarakat dan
Direktorat Pembinaan Pendidikan keaksaraan dan Kesetaraan. 2017.
Modul 3: Suhu, Energi, dan Kalor di Sekitarku. Jakarta: Kementrian Pendidikan
dan Kebudayaan
Ephy. 2012. Penerapan Kalor Dalam Kehidupan Sehari-hari.
https://www.scribd.com/doc/96253687/Penerapan-Kalor-Dalam
Kehidupan-Sehari. Diakses pada 20 September 2020
Panjaitan, Muktar B. 2014. Pemuaian Zat dan Perpindahan Kalor untuk SMP
Kelas VII b. Surabaya: Program Studi Pendidikan Sains Program Pascasarjana
Universitas Negeri Surabaya.

Graha, Ali Satia. 2010. Adaptasi Suhu Tubuh Terhadap Latihan Dan Efek Cedera
Di Cuaca Panas Dan Dingin. Jurnal Olahraga Prestasi, Volume 6,
Nomor 2, Juli 2010.
Kukus, Youndri., dkk. 2009. Suhu Tubuh: Homeostasis Dan Efek Terhadap
Kinerja Tubuh Manusia. Jurnal Biomedik, Volume 1, Nomor 2, Juli 2009,
hlm. 107-118.
Marsenda, dkk. 2014. Sistem Termoregulasi. Makalah. Universitas Jambi.
Melviani. 2013. Sistem Regulasi. Tersedia dalam:
https://www.slideshare.net/agusmelvian/ltm-sistem-
termoregulasi#:~:text=Termoregulasi%20adalah%20proses%20yang%20
melibatkan,dikeluarkan%20(Brooker%2C%202008). [Diakses pada: 20
September 2020].

36
Prawara, Ananta Siddhi. 2017. Pengaruh Pemberian Vitamin C Terhadap
Kadarglutation (GSH) Tikus Sprague Dawley Yang Terpaparheat Stress.
Laporan Hasil Karya Tulis Ilmiah. Universitas Diponegoro.
Siswanto. 2016. Thermoregulasi. Diktat Fisiologi Veteriner. Universitas Udayana.
Supu, Idawati., dkk. 2016. Pengaruh Suhu Terhadap Perpindahan Panas Pada
Material Yang Berbeda. Jurnal Dinamika, Volume 07, Nomor 1, April
2016, halaman 62- 73.
Widiyanto, Wahyu Tri. 2014. Efektifitas Convective Warmer Dibandingkan
Dengan Blood/Infusion Warmer Dalam Mengatasi Hypothermia Pada
Pasien Paska Bedah Laparotomi Di RSUD Banyumas. Skripsi.
Universitas Muhammadiyah Purwokerto.

Kreith,Frank dan Arko prijono.prinsip-prinsip perpindahan Kalor.Edisi ketiga.


Erlangga:Jakarta.1997.

Holman, J.P., dan jasjfi.Perpindahan Kalor.Edisi keenam.Erlangga:Jakarta.1997

Incropera, F.P., dan Dewitt, D.P., Fundamental of Heat and Mass Transfer, John
Wiley & Sons, 2002

37

Anda mungkin juga menyukai