Disusun oleh :
RUDID MIJARDY
NIM : SN172092
1
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN MASALAH KEPERAWATAN
JIWA ISOLASI SOSIAL : MENARIK DIRI
A. MASALAH UTAMA
Isolasi sosial : menarik diri
2
Data subjektif :
a. Mengungkapkan perasaan tidak berguna, penolakan oleh
lingkungan
b. Mengungkapkan keraguan tentang kemampuan yang
dimiliki
Data objektif
a. Tampak menyendiri dalam ruangan
b. Tidak berkomunikasi, menarik diri
c. Tidak melakukan kontak mata
d. Tampak sedih, afek datar
e. Posisi meringkuk di tempat tidur dengang punggung menghadap ke
pintu
f. Adanya perhatian dan tindakan yang tidak sesuai atau imatur dengan
perkembangan usianya
g. Kegagalan untuk berinterakasi dengan orang lain didekatnya
h. Kurang aktivitas fisik dan verbal
i. Tidak mampu membuat keputusan dan berkonsentrasi
j. Mengekspresikan perasaan kesepian dan penolakan di wajahnya
3
evaluasi diri dari perasaan tentang diri atau kemampuan diri yang negatif
baik langsung maupun tidak langsung. Pendapat senada dikemukan oleh
Carpenito, L.J (1998:352) bahwa harga diri rendah merupakan keadaan
dimana individu mengalami evaluasi diri yang negatif mengenai diri atau
kemampuan diri.
Menurut Carpenito, L.J (1998:352) & Keliat, B.A (1994:20)
perilaku yang berhubungan dengan harga diri rendah antara lain:
Data subjektif:
a. Mengkritik diri sendiri atau orang lain
b. Perasaan tidak mampu
c. Rasa bersalah
d. Sikap negatif pada diri sendiri
e. Sikap pesimis pada kehidupan
f. Keluhan sakit fisik
g. Menolak kemampuan diri sendiri
h. Pengurangan diri/mengejek diri sendiri
i. Perasaan cemas dan takut
j. Merasionalisasi penolakan/menjauh dari umpan balik positif
k. Mengungkapkan kegagalan pribadi
l. Ketidak mampuan menentukan tujuan
Data objektif:
a. Produktivitas menurun
b. Perilaku destruktif pada diri sendiri
c. Menarik diri dari hubungan sosial
d. Ekspresi wajah malu dan rasa bersalah
e. Menunjukkan tanda depresi (sukar tidur dan sukar makan).
4. Faktor Predisposisi
a. Faktor tumbuh kembang
Pada masa tumbuh kembang seorang individu, ada perkembangan
tugas yang harus terpenuhi agar tidak terjadi gangguan dalam
4
hubungan sosial. Tugas perkembangan ini pada masing-masing
tahap tumbuh kembang mempunyai spesifikasi sendiri-sendiri. Bila
tugas-tugas dalam perkembangan ini tidak terpenuhi, misalnya pada
fase oral dimana tugas dalam membentuk rasa saling percaya tidak
terpenuhi, akan menghambat fase perkembangan selanjutnya.
b. Faktor komunikasi keluarga
Gangguan komunikasi dalam keluarga merupakan faktor pendukung
untuk terjadinya gangguan dalam hubungan sosial atau isolasi sosial.
Dalam teori ini termasuk komunikasi yang tidak jelas (double blind)
dimana seorang anggota keluarga menerima pesan yang sering
bertentanggan dalam waktu bersamaan ekspresi emosi yang tinggi
dalam keluarga untuk berhubungan di luar lingkungan keluarga
(pingit).
c. Faktor sosial budaya
Isolasi sosial atau mengasingkan diri dari lingkungan sosial
merupakan satu faktor pendukung untuk terjadinya gangguan dalam
hubungan sosial. Hal ini disebabkan oleh norma yang dianut oleh
keluarga yang salah, dimana setiap anggota keluarga yang tidak
produktif diasingkan dari orang lain (lingkungan sosial). Misalnya
pada usia lanjut, penyakit kronis dan penyandang cacat. Tidak nyata
harapan dalam hubungan sosial dengan orang lain merupakan faktor
pendukung terjadinya gangguan hubungan sosial.
d. Faktor biologi
Faktor keturunan juga merupakan faktor pendukung terjadinya
gangguan dalam hubungan sosial. Organ tubuh yang jelas
mengalami perubahan adalah otak misalnya : pada pasien
schizofrenia terdapat abnormal dari organ tersebut adalah atropi
otak, menurunkan berat otak secara dramatis, perubahan ukuran dan
bentuk sel-sel dalam limbik dan daerah kortikol (Keliat, 2006)
5. Faktor Presipitasi
5
a. Faktor perkembangan
Tiap gangguan dalam pencapaian tugas perkembangan akan
mencetuskan seorang sehingga mempunyai masalah respon sosial
maladaptif. Sistem keluarga yang terganggu dapat menunjang
perkembangan respon maladaptif. Beberapa orang percaya bahwa
individu yang mempunyai masalah ini adalah orang yang tidak
berhasil memisahkan dirinya dari orang tua. Norma keluarga
mungkin tidak mendukung hubungan keluarga dengan pihak lain di
luar keluarga. Peran keluarga sering kali tidak jelas. Orang tua
pecandu Alkohol dan penganiaya anak juga dapat mempengaruhi
seseorang berespon sosial maladaptif. Organisasi anggota keluarga
bekerjasama dengan tenaga profesional untuk mengembangkan
gambaran yang lebih tepat tentang hubungan antara kelainan jiwa
dengan stres keluarga. Pendekatan kolaboratif sewajarnya
mengurangi menyalahkan keluarga oleh tenaga profesional.
b. Faktor Biologi
Faktor genetik dapat menunjang terhadap respon sosial maladaptif.
c. Faktor Sosial-kultural
Isolasi sosial merupakan faktor dalam gangguan berhubungan. Ini
akibat dari norma yang tidak mendukung pendekatan orang lain, atau
tidak menghargai anggota masyarakat yang tidak produktif, seperti
lansia, orang cacat dan berpenyakit kronis. Isolasi dapat terjadi
karena menghadapi norma, perilaku dan sistem nilai yang berbeda
dari kelompok budaya mayoritas. Harapan yang tidak realistik
terhadap hubungan merupakan faktor yang berkaitan dengan
gangguan ini.
6
(misalnya tanpa stimulus eksternal) atau persepsi sensori yang tidak
sesuai dengan realita/kenyataan seperti melihat bayangan atau
mendengarkan suara-suara yang sebenarnya tidak ada (Johnson, B.S,
1995:421). Menurut Maramis (1998:119) halusinasi adalah pencerapan
tanpa adanya rangsang apapun dari panca indera, di mana orang tersebut
sadar dan dalam keadaan terbangun yang dapat disebabkan oleh psikotik,
gangguan fungsional, organik atau histerik.
Halusinasi merupakan pengalaman mempersepsikan yang terjadi
tanpa adanya stimulus sensori eksternal yang meliputi lima perasaan
(pengelihatan, pendengaran, pengecapan, penciuman, perabaan), akan
tetapi yang paling umum adalah halusinasi pendengaran dan halusinasi
pendengaran (Boyd, M.A & Nihart, M.A, 1998: 303; Rawlins, R.P &
Heacock, P.E, 1988 : 198). Menurut Carpenito, L.J (1998: 363)
perubahan persepsi sensori halusinasi merupakan keadaan dimana
individu atau kelompok mengalami atau berisiko mengalami suatu
perubahan dalam jumlah, pola atau intepretasi stimulus yang datang.
Sedangkan menurut pendapat lain halusinasi merupakan persepsi sensori
yang palsu yang terjadi tanpa adanya stimulus eksternal, yang dibedakan
dari distorsi dan ilusi yang merupakan kekeliruan persepsi terhadap
stimulus yang nyata dan pasien mengganggap halusinasi sebagai suatu
yang nyata (Kusuma, W, 1997 : 284).
Menurut Carpenito, L.J (1998: 363) ; Townsend, M.C (1998: 156);
dan Stuart, G.W & Sundeen, S.J (1998: 328-329) perubahan persepsi
sensori halusinasi sering ditandai dengan adanya:
Data subjektif:
a. Tidak mampu mengenal waktu, orang dan tempat
b. Tidak mampu memecahkan masalah
c. Mengungkapkan adanya halusinasi (misalnya mendengar suara-suara
atau melihat bayangan)
d. Mengeluh cemas dan khawatir
Data objektif:
7
a. Apatis dan cenderung menarik diri
b. Tampak gelisah, perubahan perilaku dan pola komunikasi, kadang
berhenti berbicara seolah-olah mendengarkan sesuatu
c. Menggerakkan bibirnya tanpa menimbulkan suara
d. Menyeringai dan tertawa yang tidak sesuai
e. Gerakan mata yang cepat
f. Pikiran yang berubah-rubah dan konsentrasi rendah
g. Respons-respons yang tidak sesuai (tidak mampu
berespons terhadap petunjuk yang kompleks.
8
3. MK: Akibat Klien mengatakan melihat Tampak bicara dan tertawa
Perubahan atau mendengar sesuatu sendiri
persepsi sensori Klien tidak mampu Mulut seperti bicara tetapi
halusinasi mengenal tempat, waktu, tidak keluar suara
orang Berhenti berbicara seolah
melihat atau mendegarkan
sesuatu
Gerakan mata yang cepat
D. POHON MASALAH
Risiko perubahan persepsi sensori :halusiansi
E. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Risiko perubahan persepsi sensori halusinasi berhubungan dengan isolasi
sosial menarik diri
2. Isolasi sosial menarik diri berhubungan dengan gangguan konsep diri :
harga diri rendah
9
Diagnosa Rencana/ Intervensi Keperawatan TTD
No
Keperawatan Tujuan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
F. FOKUS INTERVENSI
Diagnosa Rencana/ Intervensi Keperawatan
No TTD
Keperawatan Tujuan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
1. Isolasi sosial Tujuan Umum : 1) Klien menunjukkan TUK I : 1) Hubungan saling
Klien tidak terjadi perubahan ekspresi wajah 1) Bina percaya merupakan
sensori persepsi bersahabat, menujukkan hubungan saling percaya: salam dasar untuk
rasa senang, ada kontak terapeutik, memperkenalkan kelancaran
Tujuan Khusus : mata, mau berjabat diri, jelaskan tujuan interaksi, hubungan interaksi
TUK I : tangan, mau ciptakan lingkungan yang selanjutnya
Klien dapat membina menyebutkan nama, mau tenang, buat kesepakatan 2) Dengan
hubungan saling percaya menjawab salam, mau dengan jelas tentang topik, diketahuinya
duduk berdampingan tempat dan waktu. penyebab menarik
TUK II : dengan perawat, mau 2) Beri diri dapat
Klien dapat menyebutkan mengutarakan masalah perhatian dan penghargaan: dihubungan dengan
penyebab menarik diri yang dihadapi. temani klien walau tidak faktor presipitasi
2) Klien dapat menyebutkan menjawab. yang dialami oleh
TUK III : penyebab menarik diri 3) Dengarkan klien
Klien dapat menyebutkan yang berasal dari diri dengan empati: beri kesempatan 3) Klien harus dicoba
keuntungan berhubungan sendiri, orang lain atau bicara, jangan terburu-buru, berinteraksi secara
dengan orang lain dan lingkungan. tunjukkan bahwa perawat bertahap agar
kerugian tidak berhubungan 3) Klien dapat menyebutkan mengikuti pembicaraan klien. terbiasa membina
dengan orang lain. keuntungan berhubungan hubungan yang sehat
dengan orang lain TUK II : dengan orang lain
TUK IV : 4) Klien dapat menyebutkan 1) Kaji 4) Mengevaluasi
Klien dapat melaksanakan kerugian tidak pengetahuan klien tentang manfaat yang
hubungan sosial berhubungan dengan perilaku menarik diri dan tanda- dirasakan klien
orang lain tandanya sehingga timbul
TUK V : 5) Klien dapat 2) Beri motivasi untuk
Klien dapat mengungkapkan mendemonstrasikan kesempatan kepada klien untuk berinteraksi
perasaannya setelah hubungan sosial secara mengungkapkan perasaan 5) Melibatan keluarga
berhubungan dengan orang bertahap : K – P, K – P – penyebab menarik diri atau mau sangat mendukung
lain K, K – P – Keluarga, K – bergaul terhadap proses
Diagnosa Rencana/ Intervensi Keperawatan TTD
No
Keperawatan Tujuan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
11
Diagnosa Rencana/ Intervensi Keperawatan TTD
No
Keperawatan Tujuan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
mengungkapkan perasaan
dengan orang lain
7) Diskusikan
bersama klien tentang kerugian
tidak berhubungan dengan
orang lain
8) Beri
reinforcement positif terhadap
kemampuan mengungkapkan
perasaan tentang kerugian tidak
berhubungan dengan orang lain
TUK IV :
1) Kaji kemampuan klien
membina hubungan dengan
orang lain
2) Dorong dan bantu kien untuk
berhubungan dengan orang lain
3) Beri reinforcement positif
terhadap keberhasilan yang
telah dicapai
4) Bantu klien untuk mengevaluasi
manfaat berhubungan
5) Diskusikan jadwal harian yang
dilakukan bersama klien dalam
mengisi waktu
6) Motivasi klien untuk mengikuti
kegiatan ruangan
7) Beri reinforcement positif atas
kegiatan klien dalam kegiatan
ruangan
TUK V :
12
Diagnosa Rencana/ Intervensi Keperawatan TTD
No
Keperawatan Tujuan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
Carpenito, L.J, (1998). Buku Saku Diagnosa keperawatan (terjemahan), Edisi 8, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta
Townsend, M.C, (1998). Buku Saku Diagnosa Keperawatan Pada Keperawatan Psikitari (terjemahan), Edisi 3, Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta
13
DAFTAR PUSTAKA
A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi Klien
a. Data obyektif: Apatis, ekpresi sedih, afek tumpul, menyendiri,
berdiam diri dikamar, banyak diam, kontak mata kurang (menunduk),
menolak berhubungan dengan orang lain, perawatan diri kurang,
posisi menekur.
b. Data subyektif: Sukar didapat jika klien menolak komunikasi, kadang
hanya dijawab dengan singkat, ya atau tidak.
2. Diagnosa Keperawatan :
Isolasi sosial : menarik diri
3. Tujuan khusus :
a. Klien mampu mengungkapkan hal – hal yang melatarbelakangi
terjadinya isolasi sosial
b. Klien mampu mengungkapkan keuntungan berinteraksi
c. Klien mampu mengungkapkan kerugian jika tidak berinteraksi dengan
orang lain
d. Klien mampu mempraktekkan cara berkenalan dengan satu orang
4. Tindakan keperawatan.
a. Mendiskusikan faktor-faktor yang melatarbelakangi terjadinya isolasi
sosial
b. Mendiskusikan keuntungan berinteraksi
c. Mendiskusikan kerugian tidak berinteraksi dengan orang lain
d. Mendiskusikan cara berkenalan dengan satu orang secara bertahap
15
SP 1 Pasien: Membina hubungan saling percaya, membantu pasien mengenal
penyebab isolasi sosial, membantu pasien mengenal keuntungan
berhubungan dan kerugian tidak berhubungan dengan orang lain, dan
mengajarkan pasien berkenalan
ORIENTASI :
“Selamat pagi ”
“Saya perawat M, Saya senang dipanggil perawat M, Saya mahasiswa
KUSUMA HUSADA SURAKARTA yang akan merawat Ibu.”
“Siapa nama Ibu? Senang dipanggil siapa?”
“Apa keluhan ibu hari ini?” Bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang
keluarga dan teman-teman ibu ? Mau dimana kita bercakap-cakap?
Bagaimana kalau di ruang tamu? Mau berapa lama, bu? Bagaimana kalau
15 menit”
KERJA:
(Jika pasien baru)
”Siapa saja yang tinggal serumah? Siapa yang paling dekat dengan ibu?
Siapa yang jarang bercakap-cakap dengan ibu? Apa yang membuat ibu
jarang bercakap-cakap dengannya?”
(Jika pasien sudah lama dirawat)
”Apa yang ibu rasakan selama ibu dirawat disini? O.. ibu merasa sendirian?
Siapa saja yang ibu kenal di ruangan ini”
“Apa saja kegiatan yang biasa ibu lakukan dengan teman yang ibu kenal?”
“Apa yang menghambat ibu dalam berteman atau bercakap-cakap dengan
pasien yang lain?”
”Menurut ibu apa saja keuntungannya kalau kita mempunyai teman ? Wah
benar, ada teman bercakap-cakap. Apa lagi ? (sampai pasien dapat
menyebutkan beberapa) Nah kalau kerugiannya tidak mampunyai teman apa
ya ibu ? Ya, apa lagi ? (sampai pasien
dapat menyebutkan beberapa) Jadi banyak juga ruginya tidak punya teman
ya. Kalau begitu inginkah ya ibu ? belajar bergaul dengan orang lain ?
« Bagus. Bagaimana kalau sekarang kita belajar berkenalan dengan orang
lain”
“Begini lho ibu ?, untuk berkenalan dengan orang lain kita sebutkan dulu
nama kita dan nama panggilan yang kita suka asal kita dan hobi. Contoh:
Nama Saya T, senang dipanggil T. Asal saya dari Flores, hobi memancing”
“Selanjutnya ibu menanyakan nama orang yang diajak berkenalan.
Contohnya begini: Nama Bapak siapa? Senang dipanggil apa? Asalnya dari
mana/ Hobinya apa?”
“Ayo ibu dicoba! Misalnya saya belum kenal dengan ibu. Coba berkenalan
dengan saya!”
“Ya bagus sekali! Coba sekali lagi. Bagus sekali”
“Setelah ibu berkenalan dengan orang tersebut ibu bisa melanjutkan
percakapan tentang hal-hal yang menyenangkan ibu bicarakan. Misalnya
16
tentang cuaca, tentang hobi, tentang keluarga, pekerjaan dan sebagainya.”
TERMINASI:
”Bagaimana perasaan ibu setelah kita latihan berkenalan?”
” ibu tadi sudah mempraktekkan cara berkenalan dengan baik sekali”
”Selanjutnya ibu dapat mengingat-ingat apa yang kita pelajari tadi selama
saya tidak ada. Sehingga ibu lebih siap untuk berkenalan dengan orang lain.
S mau praktekkan ke pasien lain. Mau jam berapa mencobanya. Mari kita
masukkan pada jadwal kegiatan hariannya.”
”Besok pagi jam 10 saya akan datang kesini untuk mengajak ibu berkenalan
dengan teman saya, perawat N. Bagaimana, ibu mau kan?”
”Baiklah, sampai jumpa.”
17