Analisis Fisik Kukis Perbedaan Panas PDF
Analisis Fisik Kukis Perbedaan Panas PDF
Analisis Kadar Air, Tebal, Berat, dan Tekstur Biskuit Cokelat Akibat
Perbedaan Transfer Panas
Analysis of Moisture, Thickness, Weight, and Texture of Chocolate Biscuit Due to the Difference of Heat
Transfer
Agatha Intan Wihenti*, Bhakti Etza Setiani, Antonius Hintono
Program Studi Teknologi Pangan, Fakultas Peternakan dan Pertanian, Universitas Diponegoro, Semarang
*Korespondensi dengan penulis (wihenti94@yahoo.com)
Artikel ini dikirim pada tanggal 15 Desember 2016 dan dinyatakan diterima tanggal 8 Juni 2017. Artikel ini juga dipublikasi secara online melalui
www.jatp.ift.or.id. Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang diperbanyak untuk tujuan komersial.
Diproduksi oleh Indonesian Food Technologists® ©2017
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan nilai kadar air, tebal, berat, dan tekstur biskuit cokelat dengan
nilai target kualitas yang ditentukan perusahaan, sehingga dapat mengetahui perlakuan yang terbaik. Materi yang
digunakan yaitu tepung terigu, gula, minyak nabati (mengandung antiokasidan TBHQ), sirup tinggi fruktosa, garam,
bubuk kakao, lesitin kedelai, bahan pengembang (amonium dan sodium bikarbonat), pati jagung, dan perisa identik
alami vanila. Penelitian ini menggunakan metode eksperimen dengan desain perlakuan yang berbeda yaitu (T 1)
perpaduan transfer panas Direct Gas Fired dan Forced Convection. (T2) perpaduan transfer panas cyclotherm dan
forced convection. (T3) transfer panas forced convection. Setiap perlakuan akan dibandingkan dengan target
perusahaan. Masing-masing perlakuan dilakukan pengulangan 9 kali. Pengolahan data menggunakan T Test jenis
One Sample T dengan taraf signifikansi 5% (P≥0,05). Data organoleptik tekstur diolah dengan Uji Kruskal-Wallis
dilanjutkan dengan Uji Mann-Whitney (P<0,05). Hasil penelitian menunjukkan pada parameter kadar air, tebal, dan
berat biskuit cokelat, perpaduan transfer panas Cyclotherm dan Forced convection (T2) merupakan perlakuan yang
sesuai dengan target kualitas perusahaan. Namun pada parameter tekstur (T 1) dan (T3) lebih renyah daripada
tekstur (T2). Ketepatan hasil dengan target ini dapat menjadi referensi penambahan atau penggantian oven biskuit
dengan sistem perpaduan transfer panas Cyclotherm dan Forced Convection.
Abstract
The aim of this study was to compare the moisture, thickness, weight and texture of chocolate biscuits with
the specified quality target of the company, so as to determine the best treatment. The material used in this
research were wheat flour, sugar, palm oil (contains antioxidant TBHQ), fructose syrup, salt, cocoa powder, soy
lecithin, leavening agents (ammonium and sodium bicarbonate), corn starch, and nature identical vanilla flavor.
Experimental design was used three treatment and nine times. The treatments were given, (T1) heat transfers
Direct Gas Fired and Forced Convection, (T 2) heat transfers Cyclotherm and Forced Convection, (T 3) heat transfer
Forced Convection. The treatments will be compared with the quality target. Analysis of the data value of moisture,
thickness, and weight used One Sample T Test given not significant (P≥0.05). While testing for organoleptic texture
used of the Kruskal-Wallis and there are significant (P<0.05) continued by Mann Whitney Test. The research
showed that heat transfer Cyclotherm and Forced Convection (T2) was match with the company’s target in
moisture, thickness, and weight. But the texture (T1) and (T3) are crisper than the texture (T2). The accuracy with
this target can be a reference of the addition or replacement of the oven biscuits with heat transfers system
Cyclotherm and Forced Convection.
Tabel 1. Hasil Kadar Air Biskuit Cokelat Akibat Perbedaan Jenis Transfer Panas
Perlakuan
Parameter (%)
T1 T2 T3
a a b
Kadar Air 2,35 ± 0,059 2,46 ± 0,078 2,17 ± 0,084
a a a
Target 2,4 2,4 2,4
Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan 6 (2) 2017 71
©Indonesian Food Technologists https://doi.org/10.17728/jatp.186
Tabel 2. Hasil Tebal Biskuit Cokelat Akibat Perbedaan Jenis Transfer Panas
Perlakuan
Parameter (mm)
T1 T2 T3
a a b
Tebal 23,83 ± 0,304 23,66 ± 0,132 23,39 ± 0,238
a a a
Target 23,75 23,75 23,75
transfer panas radiasi dan konveksi sedangkan target daripada transfer panas konveksi pada Forced
perlakuan T3 menggunakan transfer panas konveksi. Convection. Hal ini sesuai dengan Davidson (2016)
Faktor inilah yang dapat membuat kadar air T 1 dan T2 bahwa transfer panas radiasi dapat meningkatkan
sesuai target. Kadar air T1, T2, dan T3 sesuai dengan volume dan baik untuk pengembangan struktur karena
SNI 2973:2011 tentang biskuit, bahwa maksimal kadar kadar air berkurang dari pusat ke permukaan adonan
air biskuit adalah 5%. akibat penetrasi gelombang elektromagnetik ±4 mm.
Perlakuan T1 dan T2 menggunakan perpaduan Hal ini terjadi karena pada transfer panas radiasi
antara transfer panas radiasi dan konveksi sedangkan mengurangi kadar air dari pusat ke permukaan adonan
perlakuan T3 menggunakan transfer panas konveksi. difusi yang merambat dari suhu tinggi ke suhu rendah
Faktor inilah yang dapat membuat kadar air T 1 dan T2 sedangkan pada konveksi kadar air berkurang karena
sesuai target. Transfer panas radiasi adalah proses evaporasi dari permukaan adonan. Hal ini sesuai
panas mengalir dari suhu tinggi ke suhu rendah pada dengan Fellow (2000), difusi terjadi akibat pergerakan
benda-benda yang terpisah di dalam ruang, bahkan jika partikel acak yang menyebar, jika semakin tinggi suhu
terdapat ruang hampa diantara benda-benda tersebut. maka partikel mendapatkan energi untuk bergerak
Hal ini sesuai dengan pernyataan Estiasih dan Ahmadi dengan lebih cepat sehingga cepat juga difusinya.
(2009), jika semakin besar perbedaan suhu antara Dalam oven radiasi pada zona ketiga, gelembung gas
medium pemanas dengan bahan pangan semakin dan uap air yang terbentuk memperluas dan
cepat perpindahan panas ke bahan pangan dan menghasilkan pengurangan kepadatan adonan. Hal ini
semakin cepat pula penguapan air dari bahan pangan menurut Chevallier et al. (2000) berhubungan dengan
sehingga akan meminimalisir waktu yang digunakan. mekanisme pemanasan pati dan gluten sehingga
Ditambahkan oleh pendapat Murtiningsih et al. gelatinisasi pati dan denaturasi gluten yang
(2013), bahwa setelah proses pemanasan, air menyebabkan pembengkakan. Gelembung gas yang
berpindah dari tekanan tinggi ke tekanan rendah tetapi dibebaskan untuk meningkatkan suhu juga
tidak semua air keluar dan menguap sehingga biskuit meningkatkan uap air (Broyart et al., 2002). Tebal
masih mengandung kadar air dalam jumlah yang biskuit seringkali dikaitkan dengan diameter biskuit itu
rendah. Panas radiasi dipancarkan oleh suatu benda sendiri. Biskuit yang tebal biasanya diameternya akan
dalam bentuk kumpulan energi yang terbatas. Hal ini lebih kecil begitu juga sebaliknya. Menurut Baljeet et al.
sesuai dengan Fellow (2000) tentang gerakan panas (2010), diameter biskuit akan meningkat ketika tebal
radiasi di dalam ruang seperti perambatan cahaya yang menurun, selalu berlawanan.
dapat diuraikan dengan teori gelombang. Jika
gelombang radiasi menjumpai benda lain, maka energi Berat Biskuit Cokelat
diserap. Berat biskuit dipengaruhi oleh proses
pencampuran dan pemanggangan. Ketepatan,
Tebal Biskuit Cokelat komposisi, dan waktu pencampuran mempengaruhi
Variasi tebal biskuit cokelat mungkin saja terjadi berat biskuit. resep yang digunakan masih ada
pada sebuah produksi. Semakin tebal biskuit cokelat kemungkinan adanya perubahan bahan seperti gula,
maka dipastikan waktu pemanggangan lebih lama. Jika air, atau bahan lain, tanpa harus menghitung ulang
pemanggangan dilakukan pada suhu tinggi, maka semua untuk mendapatkan nilai presentase yang
dapat mengakibatkan permukaan biskuit kering tetapi benar.
bagian dalam basah. Sehingga menghambat Berdasarkan hasil penelitian data rata-rata berat
penguapan selanjutnya dari air yang terdapat dalam biskuit cokelat dengan perbedaan perlakuan transfer
bahan pangan tersebut. panas dapat dilihat pada (Tabel 3), menunjukkan
Berdasarkan hasil penelitian data rata-rata tebal bahwa rata-rata berat biskuit cokelat T 2 tidak terdapat
biskuit cokelat dengan perbedaan perlakuan transfer perbedaan terhadap nilai target berat perusahaan.
panas dapat dilihat pada (Tabel 2), menunjukkan Sedangkan T1 dan T3 terdapat perbedaan berat
bahwa T1 dan T2 tidak terdapat perbedaan terhadap terhadap nilai target berat perusahaan. Tebal T 2 lebih
nilai target tebal perusahaan. Sedangkan T 3 terdapat mendekati target daripada T1 dan T3.
perbedaan tebal terhadap nilai target tebal perusahaan. Hal ini berarti jenis transfer panas Cyclotherm
Tebal T1 dan T2 lebih mendekati target daripada T 3. Hal dapat meningkatkan berat sesuai target daripada
ini berarti jenis transfer panas radiasi pada Direct Gas transfer panas Direct Gas Fired dan Forced
Fired dan Cyclotherm dapat meningkatkan tebal sesuai Convection. Faktor yang mempengaruhi adalah sistem
Tabel 3. Hasil Berat Biskuit Cokelat Akibat Perbedaan Jenis Transfer Panas
Parameter (g) Perlakuan
T1 T2 T3
b a b
Berat 17,75 ± 0,162 17,47 ± 0,067 18,05 ± 0,086
a a a
Target 17,5 17,5 17,5
Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan 6 (2) 2017 72
©Indonesian Food Technologists https://doi.org/10.17728/jatp.186
Tabel 4. Hasil Tesktur Biskuit Cokelat Akibat Perbedaan Jenis Transfer Panas
Perlakuan Tekstur
a
T1 3,539±0,359
b
T2 2,883±0,519
a
T3 3,417±0,600
panas sirkulasi Cyclotherm yang membutuhkan energi renyah, T3 tesktur agak renyah renyah. T 2 yang selalu
dalam bentuk suhu yang tinggi untuk mematangkan sesuai dengan target perusahaan dapat diterima
adonan. Hal ini sesuai dengan Davidson (2016) tentang teksturnya oleh panelis berbeda dengan tekstur T 1 dan
oven Cyclotherm menggunakan suhu yang lebih tinggi T3.
yang pasti mempengaruhi adonan dalam bentuk Tekstur erat kaitannya dengan kadar air suatu
penetrasi inframerah sehingga dapat mencapai struktur produk pangan. Bila kadar air rendah maka tesktur
yang baik dan selalu menjadi model utama transfer akan lebih renyah. Menurut Nurdjanah et al. (2011)
panas dibagian pertama proses pemanggangan. menyatakan bahwa kadar air pada biskuit merupakan
Oven konveksi tidak dapat memenuhi berat karakteristik yang akan mempengaruhi penerimaan
sesuai target karena seharusnya sistem konveksi tidak konsumen terutama pada tekstur atau tingkat
digunakan pada zona awal pemanggangan yang dapat kerenyahan biskuit. Kadar air T 2 menunjukkan nilai
membuat adonan menjadi cepat kering hanya yang paling tinggi diantara daripada T 1 dan T3, maka
dipermukaan karena hembusan udara panas. Hal ini panelis juga menilai tekstur T 2 berbeda dari T1 dan T3.
sesuai dengan Sumnu and Sahin (2008), bahwa sistem Tekstur yang renyah dikarenakan kadar air yang
konveksi tidak digunakan pada bagian pertama saat rendah. Kadar air biskuit cokelat menurun selama
memanggang, bagian pertama sepertiga dari panjang pemanggangan panas mengenai bagian bawah dan
oven, konveksi harus minimal untuk mencegah atas adonan. Menurut Mahmudah (2013), tebal biskuit
permukaan biskuit lebih kering dan berwarna lebih juga berperan pada kekerasan biskuit, semakin tebal
gelap. biskuit, semakin besar gaya atau daya untuk
Ketika pencampuran bahan terkhususkan gula menghancurkan tekstur pada saat pengujian.
dan lemak akan bereaksi ketika tahap pemanggangan.
Pada tahap pemanggangan bahan tersebut akan Kesimpulan
terkena transfer panas suhu tinggi dan akan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan
membentuk struktur biskuit. Panas suhu tinggi ini lebih dapat disimpulkan bahwa perpaduan transfer panas
diterima adonan pada transfer panas radiasi karena Cyclotherm dan Forced Convection menghasilkan
panas langsung mengenai bahan tanpa perantara. kadar air dan semua sifat fisik biskuit coklat, kecuali
Cyclotherm memberikan panas tersebut secara tekstur yang telah sesuai dengan target perusahaan.
sirkulasi yang menjamin suhu selalu stabil dan efisiensi Ketepatan hasil dengan target ini dapat menjadi
yang baik. Menurut Rezzoug et al. (1998), penambahan referensi penambahan atau penggantian oven biskuit
gula dalam adonan akan berpengaruh pada viskositas dengan sistem perpaduan transfer panas Cyclotherm
dan penurunan pada waktu pengistirahatan adonan, ini dan Forced Convection.
akan didukung oleh peningkatan panjang dan
penurunan tebal dan berat biskuit. Penambahan lemak Daftar Pustaka
juga berkontribusi pada peningkatan panjang dan Baljeet, S.Y., Ritika, B. Y., Roshan, L.Y. 2010. Studies
penurunan tebal dan berat biskuit, dimana on functional properties and incorporation of
karakteristiknya strukturnya mudah rapuh untuk buckwheat flour for biscuit making. International
dipatahkan. Food Research Journal. 17,1067-1076.
Broyart, B., Trystram, G. 2002. Modelling heat and
Tekstur Biskuit Cokelat mass transfer during the continuous baking of
Tesktur erat kaitannya dengan kadar air suatu biscuit. Journal of Food Engineering 51: 47-57.
produk pangan. Jika kadar air rendah maka tekstur Chevallier, S., Colona, P., Della Valle, G., Lourdin, D.
akan lebih renyah. Kekerasan biskuit dipengaruhi oleh 2000. Contribution of major ingredients during
formulasi biskuit, penggunaan tepung terigu serta tebal baking of biscuit dough systems. Journal of
biskuit. Mekanisme pembentukan tekstur berdasarkan Cereal Science 31, 241-252.
daya patah yaitu ketika proses pendinginan molekul Davidson, I. 2016. Biscuit Baking Technology
amilosa saling berikatan dengan amilopektin sehingga Processing and Engineering Manual 2nd Edition.
terbentuk butir pati yang membengkak dan membentuk Elsevier, USA.
jaringan mikrokristal yang kuat sehingga menentukan Estiasih, T., Ahmadi, K. G. S. 2009. Teknologi
tekstur biskuit. Pengolahan Pangan. Bumi Aksara, Jakarta.
Berdasarkan uji Man Whitney pada uji Fellow, P. 2000. Food Processing Technology Principle
organoleptik yaitu penerimaan tekstur biskuit cokelat and Practice 2nd Edition. CRC Press, England.
(Tabel 4), menunjukkan hasil menunjukkan bahwa T 1 James A. Hall. Accounting Information System. 2007.
dan T3 terdapat pada kelompok a dan T2 terdapat pada Salemba Empat. Jakarta
kelompok b. Hal ini berarti penerimaan panelis Jauharah, M.Z.A., Rosli, W. I. W., Robert, S. D. 2014.
terhadap tesktur biskuit cokelat pada T 1 dengan T2 Physicochemcial and sensorial evaluation of
berbeda nyata, T2 dengan T3 berbeda nyata, biscuit and muffin incorporated with young corn
sedangkan T1 dengan T3 tidak berbeda nyata. T1 powder. Sains Malaysiana 43(1), 45-52.
tekstur agak renyah hingga renyah, T 2 tekstur agak
Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan 6 (2) 2017 73
©Indonesian Food Technologists https://doi.org/10.17728/jatp.186
Jolly, W. M., Hadlow, A. M. 2012. A comparison of two terigu pada berbagai tingkat substitusi. Jurnal
methods for estimasting conifer live foliar Teknologi dan Industri Hasil Pertanian 1(16), 51-
moisture content. International Journal of 62.
Wildland Fire 21, 180-185. Rezzoug, Z.M., Bouvier, J. M., Allaf, K., Patras, C.
Kartika, B. 1988. Pedoman Uji Inderawi Bahan Pangan. 1998. Effect of Principal Ingredients on
Pusat antar Universitas Pangan dan Gizi UGM, Rheological Behaviour of Biscuit Dough and on
Yogyakarta. Quality of Biscuits. Journal of Food Engineering
Mahmudah, S. 2013. Pengaruh Substitusi Tepung 35 (1), 23-42.
Tulang Ikan Lele (Clarias batrachus) terhadap Ryan, B., Joiner, B., Cryer, J. 2013. Minitab Handbook:
Kadar Kalsium, Kekerasan, dan Daya Terima Updated for Release16, 6th Edition. Nelson
Biskuit. Skripsi. Universitas Muhammadiyah Education Ltd. Boston.
Surakarta. Shapiro, S. S., Wilk, M. B., Chen, H. J. 1968. A
Monthly Report Indonesia. 2009. English Indonesian Comparative study of various test for normality.
Commercial Newsletter (ICN) Journal of the American Statistical Association
Http://Www.Datacon.Co.Id/Mieinstan- 63(324), 1343-1372.
2009biskuit.Html 2008-2009. Siddiqui, A. A., Nasreen, L. 2014. Effects of the baking
Muchtadi, T.R., Sugiyono. 2014. Prinsip dan Proses temperature and time on the quality of biscuits.
Teknologi Pangan. Alfabeta, Bandung. Journal of SUB 5(1), 1-12.
Murtiningsih, Latifa, Andriyani. 2013. Kajian kualitas Smith, W.H. 1972. Biscuit, Crakers and Cookies.
biskuit jagung. Jurnal Rekapangan 1(7), 111-122. Applied Science Publisher Ltd, London.
Niaba, K.P.V., Gildas, G. K., Avit, B., Thierry, A., SNI (Standar Nasional Indonesia) 2973-2011 Biskuit.
Anglade, M. K., Dago, G. 2013. Nutritional and Badan Standarisasi Nasional. Jakarta.
sensory qualities of wheat biscuits fortified with Sumnu, S.G., Sahin, S. 2008. Food Engineering
deffatted Macrotermes subhyalinus. International Aspects of Baking Sweet Goods. CRC Press,
Journal of Chemical Science and Technology Boca Raton.
3(1), 25-32. Tattar, P. N., Ramaiah, S., Manjunath, B. G. 2016. A
Nurbaya, S.R., Estiasih, T. 2013. Pemanfaatan talas Course in Statistic with R. John Wiley and Sons,
berdaging umbi kuning (Colocasia esculenta (L.) Ltd. United Kingdom.
Schott) dalam pembuatan cookies. Jurnal Yin, S., Ding, S.X., Xie, Xie, X., Luo, H. 2014. A
Pangan dan Agroindustri 1(1), 46-55. Review on Basic Data-Driven Approaches for
Nurdjanah, S., Musita, N., Indrianti, D. 2011. Industrial Process Monitoring. IEEE Transactions
Karakteristik biskuit coklat dari campuran tepung on Industrial Electronics ( Volume: 61, Issue: 11,
pisang batu (Musa balbisiana colla) dan tepung Nov. 2014 ).