Anda di halaman 1dari 36

TUGAS OBSERVASI

TEKNIK PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN


ROTI CINTA RASA

Disusun Oleh :
Kelompok 5

Muhammad Azani (2020C1B003)


Asri (2020C1B010)
M. Dadang Zikrullah (2020C1B020)
Handika Pratama (2021C1B020)
Regi Aditia (2021C1B028)
Ammar Muiz (2021C1B016)
Edi Supriadin (2021C1B005)

TEKNIK PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MATARAM
2022
TEKNOLOGI PEMANGGANGAN

A. Definisi Pemanggangan
Dalam pengertian yang umum, pemanggangan merupakan proses pemanasan
kering terhadap bahan pangan yang dilakukan untuk mengubah karakteristik
sensorik sehingga produknya dapat lebih diterima oleh konsumen.
Prosespemanggangan juga menyebabkan bahan pangan lebih awet karena
prosestersebut menyebabkan inaktivasi mikroba dan enzim, serta menurunkan a w
(aktivitas air).
Dalam proses pemanggangan terjadi perpindahan panas dan perpindahan
massa secara simultan. Perpindahan panas terjadi dari sumber pemanas ke media
panas (permukaan panas dan udara panas) ke bahan yang di panggang.
Perpindahan massa yang terjadi adalah pergerakan air dari bahan ke udara dalam
bentuk uap.
Proses pemanggangan dapat dilakukan secara langsung (direct) tidak
langsung (indirect). Pada proses pemanggangan secara langsung, sumber
pemanas langsung memanaskan bahan. Pada proses pemanggangan secara tidak
langsung, sumber pemanas memanaskan udara atau pelat pemanas yang
selanjutnya udara panas atau pelat pemanasini memanaskan bahan. Operasi
pemanggangan dapat dilakukan dengan cara batch, semi kontinu, atau kontinu.
Proses pemanggangan menyebabkan perubahan warna tekstur, aroma, dan
rasa dari bahan yang dipanggang. Perubahan ini umumnya menyebabkan produk
lebih disukai oleh konsumen. Disamping itu, prosespemanggangan juga
menyebabkan penurunan nilai gizi yaitu kerusakan vitamin yang tidak tahan
panas, misalnya vitamin C dan Thiamin. Perubahan akibat pemanggangan
dipengaruhi oleh kondisi proses (suhu dan lama) serta jenis bahan yang
dipanggang (komposisi kimia).
Dalam pengertian yang khusus, pemanggangan merupakan pemanasan
adonaan dala pembuatan produk rerotian (bakery). Akan tetapi, dala pengertian
ini, pemanggangan sering kali mencakup keseluruhan proses dalam pembuatan
produk rerotian. Produk rerotian terdapat dala berbagai jenis. Klasifikasi
sederhana produk rerotian dapat dilakukan sebagai berikut :
1. Produk yang mengembang melalui proses fermentasi ragi, misalnya roti.
2. Produk yang mengembang melalui penggunaan kue, misalnya cake, cookies.
3. Produk yang mengembang karena udara, misalnya jenis cake yang dibuat
tanpa soda kue (angle cakes and sponge cakes).
4. Produk yang setengah mengembang, misalnya pie.
Pemanggangan adalah salah satu proses pengolahan pangan menggunakan
media pemanas dalam pemasakan dan pengeringan bahan pangan.
Pemanggangan juga memberikan efek pengawetan pada makanan karena terjadi
penurunan aktivitas air dan mikroba serta enzim (Rizkalla dkk, 2007).
Proses pemanggangan dapat dilakukan dengan cara yaitu secara langsung
maupun tidak langsung. Proses pemanggangan secara langsung menggunakan
media panas yang langsung bersinggungan dengan bahan, sedangkan
pemanggangan tidak langsung alat pemanas akan memanaskan udara terlebih
dahulu kemudian udara panas tersebut akan masuk ke dalam bahan pangan.
Pemanggangan dapat dilakukan dengan oven listrik maupun oven api. Hal
yang perlu diperhatikan dalam pemanggangan adalah suhu oven yang digunakan.
Suhu oven yang terlalu tinggi akan menyebabkan kulit roti hangus dan tidak
menarik, sedangkan suhu oven yang terlalu rendah akan menyebabkan kulit roti
pucat dan tidak matang. Pemilihan suhu oven dalam proses pemanggangan juga
akan mempengaruhi kandungan gizi pada roti. Nilai gizi pada roti dapat
menyusut akibat pemilihan suhu oven yang tidak tepat (Pragana dkk, 2010).
Selama proses pemanggangan akan terjadi pengembangan volume adonan,
inaktifnya khamir dan enzim, karamelisasi yang membentuk warna coklat pada
kulit roti, denaturasi protein dan gelatinisasi pati. Setelah melalui proses
pemanggangan roti perlu didinginkan terlebih dahulu hingga mencapai suhu
kamar untuk memudahkan pengemasan (Wijandi dkk, 2003).
Perubahan biokimia yang terjadi dalam proses pemanggangan sangat
kompleks yang melibatkan inaktivasi enzim, yeast, perubahan pati dan gluten
dalam adonan. Beberapa menit pertama setelah adonan masuk oven, terjadi
peningkatan volume adonan dengan cepat. Pada saat ini enzim amilase menjadi
lebih aktif dan terjadi perubahan pati menjadi dekstrin adonan menjadi lebih cair
sedangkan produksi gas karbondioksida meningkat. Pada saat suhu mencapai
sekitar 76 oC, alkohol dibebaskan serta menyebabkan peningkatan tekanan dalam
gelembung udara. Sejalan dengan terjadinya gelatinisasi pati, struktur gluten
mengalami kerusakan karena penarikan air oleh pati. Diatas suhu 76 oC terjadi
penggumpalan gluten yang memberikan struktur remah (crumb) (Koswara,
2009). Manfaat proses pemanggangan pada roti dari segi gizi yaitu sebagai
berikut :
1. Pemanggangan akan mengurangi jumlah mikroorganisme yang bersifat
merugikan pada roti dan memperlama masa simpan dari roti.
2. Pemanggangan akan menyebabkan gelatinisasi pati yang akan
meningkatkan nilai cerna pada roti.
B. Prinsip Proses Pemanggangan
Menurut Zakariya (2007), pada prinsipnya pengolahan pangan dilakukan
dengan tujuan untuk pengawetan, pengemasan, dan penyimpanan produk
pangan (misalnya pengalengan), untuk mempersiapkan bahan pangan agar siap
dihidangkan serta untuk mengubah menjadi produk yang diinginkan (misalnya
pemanggangan). Pemanggangan merupakan proses pematangan bahan menjadi
bahan yang diinginkan, dan menimbulkan aroma yang khas.
Pemanggangan yang terlalu lama dapat menyebabkan bahan pangan
menjadi keras. Tujuan dari proses pemanggangan yaitu untuk meningkatkan
sifat sensori dan memperbaiki cita rasa dari bahan pangan. Pemanggangan dapat
menghancurkan mikroorganisme serta menurunkan aktivitas air (a w) sehingga
dapat mengawetkan makanan (Fellows, 2000). Ketebalan bahan pangan saat
pemanggangan sangat mempengarui tingkat kematangan produk yang
dihasilkan. Semakin tebal produk yang dipanggang maka penguapan airnya
sedikit sedangkan bila bahan yang dipanggang tipis maka penguapan airnya
banyak dan bahan pangan menjadi cepat matang. Suhu pemanggangan juga
mempengaruhi waktu yang dibutuhkan untuk menghasilkan produk sesuai yang
diinginkan (Rahmi, 2004).
Menurut (Haris, 1989), pengolahan pangan menggunakan suhu tinggi
memberikan pengaruh yang menguntungkan dan merugikan. Keuntungan
pengolahan pangan dengan suhu tinggi dapat meningkatkan daya cerna pada
makanan sedangkan kerugian yang disebabkan oleh panas dapat mendegradasi
zat gizi. Pengolahan panas mungkin dapat memperpnjang dan menaikkan
ketersediaan bahan pangan untuk kosnsumen, tetapi bahan pangan tersebut
mungkin mempunyai kadar gizi lebih rendah dibanding keadaan segarnya.
Semakin tinggi suhu pemanggangan yang digunakan, maka semakin cepat
waktu pemanggangan yang dibutuhkan untuk membentuk produk yang
diinginkan. Pada proses pemanggangan, hampir 50% total energi yang diserap.
Selain itu pada proses pemanggangan akan terjadi pembentukan dan
pemantapan kualitas produk (Priyanto 1991, dalam Rahma 2015).
Pemanasan menggunakan suhu tinggi dapat menurunkan nilai gizi
komposisi proksimat. Analisis komposisi proksimat yaitu analisis yang
menggolongkan komponen yang ada pada bahan makanan berdasarkan
komposisi kimia dan fungsinya yaitu air, abu, protein kasar, lemak kasar dan
bahan ekstrak tanpa nitrogen atau tergolong sebagai karbohidrat (Sudarmadji,
2007). Proses pemanggangan akan menyebabkan penurunan nilai gizi bahan
yaitu kerusakan vitamin yang tidak tahan panas, misalnya vitamin C dan tiamin.
Perubahan akibat pemanggangan dipengaruhi oleh kondisis proses (suhu dan
lama) serta jenis bahan yang dipanggang (Muchtadi, 2010).
C. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Proses Pemanggangan
Pengaruh suhu sangat berperan penting dalam proses pemanggangan.
Dengan pemilihan suhu pemanggangan yang tepat akan menghasilkan roti yang
memiliki rasa, aroma, tekstur, dan warna yang terbaik. Suhu pemanggangan
yang terlalu rendah akan menyebabkan roti tidak matang sempurna dan suhu
yang terlalu tinggi akan menyebabkan hilangnya kandungan gizi daalam roti.
Nilai gizi pada roti akan menyusut akibat pemilihan suhu oven yang tidak tepat
(Pragana dkk, 2010).
Suhu oven yang terlalu tinggi akan menyebabkan kulit roti hangus dan
tidak menarik, sedangkan suhu oven yang terlalu rendah akan menyebabkan
kulit roti terlihat pucat dan tidak matang. Pemilihan suhu oven dalam proses
pemanggangan juga akan mempengaruhi kandungan gizi pada roti. Nilai gizi
pada roti dapat menyusut akibat pemilihan suhu oven yang tidak tepat (Pragana
dkk, 2010).
Berdasarkan hasil observasi yang kami lakukan faktor lain dalam proses
pemanggangan juga terdapat pada mesin oven yang digunakan. Ada dua jenis
tungku oven yang digunakan ada yang menggunakan 2 lubang pemanas dan ada
yang berfokus hanya pada satu lubang pemanas saja. Dimana ini akan
mempengaruhi proses pemanggangan karena jikalau dilihat dari pengefisienan
waktu maka oven dengan 2 lubang pemanas akan jauh lebih cepat dibandingkan
dengan lubang 1 pemanas saja.
Proses pemanggangan juga dipengaruhi oleh lama umur suatu mesin oven.
Oven yang sudah lama biasanya akan menyebabkan semburan api pemanas
yang lebih banyak sehingga akan memberikan kesan boros pada penggunaan
gas. Karena jika umur oven masih baru lubang semburan apinya masih kecil
dan akan lebih menghemat penggunaan gas.
Untuk ukuran roti yang tidak bisa mengebang sempurna di karenakan dari
ragi yang tidak cukup bayak digunakan saat pengdonan roti, hal ini sesuai
dengan pendapat (Mulyani 2012), ragi berfungsi untuk mengembangkan adonan
dengan memproduksi gas CO2, memperlunak gluten dengan asam yang
dihasilkan dan juga memberikan rasa dan aroma pada roti. Ragi biasanya
ditambahkan setelah tepung terigu, ragi dicampurkan dengan air lalu diaduk
hingga merata dan di diamkan hingga beberapa waktu. Ragi roti dibuat dari sel
khamir Sacchromyces cereviceae. Dengan memfermentasi gula, khamir
menghasilkan karbon dioksida yang digunakan untuk mengembangkan adonan.
Akibat fermentasi ini timbul komponen-komponen pembentuk rasa (flavor) roti,
diantaranya asam asetat, aldehit, dan ester. Aktivitas ragi roti dalam adonan
dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu enzim protease, lipase, insertase,
maltase, kandungan air, suhu, pH, gula, dan garam. Selain itu juga jika tidak
mengunakan miyak akan mengakibatkan lengket di saat proses pemipihan saat
penambahan selai dan saat proses penaruhan roti di loyang.
D. Perubahan yang Terjadi Selama Proses Pemanggangan
Perubahan tekstur yang terjadi saat proses pemanggangan yaitu :
1. Crumb
Crumb atau seringkali disebut dengan daging atau bagian dalam roti. Roti
setelah proses produksi akan memiliki tekstur daging yang empuk dan
halus. Tetapi apabila telah melalui proses penyimpanan yang tergolong
lama akan terjadi proses retrogradasi. Proses retrogradasi ini menyebabkan
pergerakan air pada bagian daging roti menuju ke bagian kulit yang
nantinya mengakibatkan bagian dalam roti menjadi kering dan keras.
2. Crust
Crust atau bagian kulit ini akan mengalami perubahan yang semula
memiliki tekstur yang renyah menjadi bertekstur lembek. Hal tersebut
disebabkan karena bagian kulitb akan memiliki kandungan air yang terus
meningkat akibat pergerakan air dari daging roti.
Selama proses pembuatan roti, akan mengalami peningkatan volume
setelah pemanggangan. Saat adonan roti dipanaskan akan terjadi proses
gelatinisasi. Pada proses gelatinisasi sendiri, terjadi pengrusakan ikatan
hidrogen antar polimer pati. Rusaknya ikatan hidrogen ini menyebabkan gugus
hidroksil menjadi bebas dan akan menyerap air yang berada disekeliling gugus
tersebut, sehingga terjadi pembengkakan granula pati. Semakin banyak umlah
gugus hidroksil bebas dari molekul pati maka kemampuan menyerap air
semakin tinggi. Hal tersebut menyebabkan terjadinya peningkatan volume pada
adonan (BeMiller, 2009).
Selama penyimpanan roti, akan mengalami staling yang diawali dengan
retrogradasi yang menyebabkan migrasi air dari crumb ke crast, ynag
menyebabkan bagian crumb menjadi lebih kasar atau keras. Migrasi ini
menyebabkan amilosa bebas dalam adonan akan terkristalisasi menjadi kristal
amilosa yang menyebabkan bagian crumb menjadi crust. Pengerasan awal
memicu retrogradasi pada amilopektin.amilopektin terkristalisasi menjadi
kristal amilopektim yang akan semakin banyak kristal yang terbentuk seiring
dengan lamanya penyimpanan. Terbentuknya kristal-kristal ini akan
menyebabkan crumb menjadi semakin keras setiap harinya (Pareyt et al, 2011).
Ketika adonan dipanaskan, kristal amilopektin akan berubah menjadi
gel amilopektin dan sebagian amilosa berikatan dengan lipid membentuk
amilosa komplek, sedangkan amilosa lainnya akan keluar dari dalam granula
pati dan menyerap sebagian air. Saat roti disimpan mengalami staling yang
menyebabkan gel amilopektin terkristalisasi kembali menjadi kristal
amilopektin karena air dalam granula pati bergerak keluar menuju lapisan
permukaan roti sehingga di dalam granula akan mengalami penurunan kadar air
(Whitehurst, 2004).
Perubahan warna yang terjadi saat proses pemanggangan
Gula sangat penting dengan peranannya dalam pembuatan roti, salah
satunya memberikan warna cokelat yang menarik pada roti (Mudjajanto dan
Yulianti, 2004). Terbentuknya kulit roti berwarna coklat dapat disebabkan oleh
terjadinya karamelisasi gula pada permukaan adonan. Warna coklat pada kulit
roti juga disebabkan oleh terjadinya reaksi antar gula reduksi dengan protein
yang disebut reaksi Maillard. Reaksi maillard ini bisa terjadi antara amin, asam
amino dan protein dengan gula pereduksi, aldehida atau keton. Reaks maillard
inilah yang terjadi pada reaksi pencoklatan jika makanan dipanaskan atau pada
penyimpanan makanan yang lama. Karamelisasi merupakan suatu proses
pencoklatan non enzimatis yang meliputi degradasi gula-gula tanpa adanya
asam-asam amino atau protein. Bila gula dipanaskan diatas titik leburnya,
warnanya berubah menjadi coklat disertai perubahan cita rasa (Eskin et al.,
1971).
Perubahan rasa dan aroma yang terjadi saat proses pemanggangan
Setelah proses fermentasi akhir, roti akan masuk dalam proses
pemanggangan roti atau baking. Saat memanggang roti menggunakan oven
tidak boleh terlalu sering membuka pintu atau tutupnya agar suhu panas oven
stabil. Pembuat roti tentu tidak menghendaki hasil roti yang bantat, kulit roti
gosong, rasa yang asam, tekstur keras dan lain-lain. Semua resiko itu bisa
terjadi dan berkaitan satu sama lain, atau karena ada yang salah dengan proses
mixing. Jika kurang panggang, bau dan rasa roti akan cenderung masam. Jika
lebih panggang, kulit roti dan pori-pori akan kering dan teksturnya kasar.
Dalam tahap pemanggangan akan terjadi perpindahan panas dari oven yang
akan mengubah adonan menjadi produk ringan, berongga, siap dicerna dan kaya
rasa. Pada proses pemanggangan roti ini terjadi reaksi peningkatan volume yang
terjadi sangat cepat. Peningkatan ini terjadi pada interval waktu 6,5 menit dari
total waktu yang dibutuhkan dalam pemanggangan, dimana terjadi kenaikan
suhu adonan, kenaikan volume hingga sepertiga kali dari volume semula.
Dalam proses pemanggangan roti juga akan terjadi berbagai reaksi
biokimia yang melibatkan inaktivasi enzim, yeast atau ragi, perubahan pati dan
gluten dalam adonan. Reaksi biokimia adonan selama pemanggangan yaitu
mengembang dan pecahnya pati di suhu 50 derajat Celcius, lalu yeast mati.
Kemudian protein akan menggumpal pada suhu 70 derajat, membentuk pori-
pori atau crumb pada suhu 100 derajat hingga akhirnya pembentukan warna
kulit roti pada suhu 150-200 derajat.
Jika proses pemanggangan roti terjadi tidak semestinya seperti kurang
panggang, maka produk akan cenderung memiliki warna yang pucat, volume
yang kurang optimal, bentuk yang tidak serasi, pori-pori yang masih agak basah
dan tentunya akan berpengaruh terhadap bau dan rasa yang cenderung masam.
Sementara itu, jika proses pembakaran yang terlalu lama, maka akibat langsung
yang terlihat adalah warna kulit yang terlalu gelap seperti agak gosong, kulit
roti dan pori-porinya terlalu kering dan teksturnya kasar, serta bau dan rasa
yang terbentuk tidak semestinya. Singkatnya, jika kurang panggang, bau dan
rasa akan cenderung masam. Jika lebih panggang, kulit roti dan pori-pori akan
kering dan teksturnya kasar.
Untuk memeriksa kematangan roti, lakukan dengan menusuk bagian tengah
atau tepi roti menggunakan tusuk gigi. Roti sudah matang jika telah padat dan
kering, atau tidak ada sisa adonan yang menempel pada tusuk gigi. Roti yang
matang sempurna atau menunjukkan warna coklat keemasan, atau
mengeluarkan suara hampa ketika diketuk. Roti yang sudah matang harus
segera diangkat dan dikeluarkan dari oven panas agar suhu roti tidak mudah
berkeringat dan tidak mudah berjamur.
E. Jenis-Jenis Alat Pemanggangan atau Oven (prinsip kerja)
Oven Gas
Oven gas adalah jenis oven yang sumber panasnya berasal dari pembakaran
gas LPG dan terangkai menjadi satu dengan ovennya. Oven ini ukurannya besar
dan biasanya dilengkapi dengan thermometer suhu untuk memudahkan
pengoperasiannya. Oven gas merupakan salah satu oven terbaik yang menjadi
primadona para bakal dan industri kue dan roti, baik tradisional hingga toko kue
modern. Oven ini memiliki sumber panas yang dihasilkan dari gas LPG, ada
beberapa jenis ovn gas. Mulai dari oven gas manual, oven gas dengan pemantik
api, oven gas semi otomatis, oven gas dengan sistem otomatis, bahkan oven
generasi terbaru.
Keunggulan oven gas antara lain :
1. Umumnya oven gas dibuat dengan bahan stainless steel yang terbukti anti
karat, mudah dibersihkan, awet dan tahan lama.
2. Oven gas memiliki kapasitas yang lebih besar.
3. Oven gas dilengkapi dengan thermometer, pengatur suhu, alarm dan timer
(tergantung tipe oven gas).
4. Oven gas memiliki peredam panas yang biasanya menggunakan glass full.
5. Oven gas dilengkapi dengan kaki-kaki besi plus roda, sehingga lebih
mudah dipindahkan.
6. Lebih hemat listrik.
7. Servis dan sparepark mudah.
Kekurangan oven gas :
1. Harga oven gas relatif lebih mahal, karena memang kualitasnya yang
terjamin.
2. Oven gas biasanya digunakan untuk bisnis dan usaha yang lebih besar.
Oven Konvensional
Oven konvensional atau oven kompor (tangkring) adalah jenis oven
yang sumber panasnya terpisah. Biasanya berasal dari kompor atau bara api,
sumber panas oven ini menggunakan sumber panas yang berasal dari luar, jadi
harus ditangkringkan di atas sumber panas, bisa menggunakan kompor gas
rumahan atau menggunakan bara api.
Keunggulan kompor konvensional :
1. Harga murah dan mudah ditemukan di pasar.
2. Bentuk kecil dan ringan.
3. Lebih cepat panas dari oven listrik.
4. Hemat.
Kekurangan kompor konvensional :
1. Oven kadang memiliki petunjuk suhu kadang juga tidak.
2. Harus rajin mengecek proses memanggang, karena kadang ada jenis oven
yang kurang merata.
3. Harus mencari dan setting ovennya agar dapat berdiri dengan posisi bagus.
4. Tidak cocok untuk penggunaan industri dan bisnis.
5. Bahan menggunakan alumunium yang sebagaimana kita tahu kurang kuat
terhadap panas yang lama jadi tidak bisa digunakan dengan waktu over
time.
6. Tidak ada peredam panas.
Oven Listrik
Oven listrik adalah alat pemanggang yang sumber panas utama dihasilkan
dari arus listrik, oven listrik pada era modern ini sudah ada yang dipadukan
dengan mikrowafe. Oven listrik merupakan oven yang sumber panasnya berasal
dari listrik. Oven ini paling mudah digunakan untuk pemakain dalam skala
rumah tangga Daryanto dalam buku yang berjudul pengetahuan tehnik listrik
berpendapat bahwa oven listrik terdiri dari sebuah kabel penghubung sumber
listrik yang dihubungkan dengan elemen pemanas yang disusun sedemikian
sehingga roti akan biasanya terdiri dari pita nikhrome yang dibelitkan pada
lempengan mika pada jenis pemanggang roti tertentu dipakai kumparan kawat
nikhrome untuk tahan elemen panas. Oven ini juga sangat praktis
penggunaannya karena sudah dilengkapi pengatur suhu, tombol timer pengatur
waktu yang memudahkan dalam pengoperasiannya (Diah, 2014).
Keunggulan oven listrik :
1. Oven listrik lebih praktis, tinggal colok dan set.
2. Semua oven listrik akan dilengkapi dengan pengatur suhu dan timer.
3. Tipe api atas dan bawah, serta bisa dikondisikan mau api atas saja, atau
bawah saja, atau keduanya.
Kekurangan oven listrik :
1. Boros listrik.
2. Aliran listrik harus tegangan besar.
3. Mudak rusak
4. Memastikan oven yang akan digunakan itu real.
5. Kualitas pemanggangan kurang maksimal.
F. Teknologi Pemanggangan Pada Produk Bakery
a. Bahan Baku Dalam Proses Pemanggangan
Bahan-bahan yang umumnya digunakan untuk membuat roti antara lain :
terigu, air, ragi (khamir), garam, lemak, gula, susu, bubuk dan mineral yeast food
(MYF) atau bahan pengembang roti (dought improver, dought conditioner).
Beberapa jenis roti menggunakan bahan tambahan seperti telur, bahan cita rasa,
biji-bijian lain dan rempah-rempah.
Terigu merupakan bahan terbanyak yang digunakan dalam pembuatan roti.
Bahan ini berfungsi membentuk jaringan dan kerangka roti sebagai akibat dari
pembentukan gluten. Gluten adalah massa adonan yang bersifat liat dan elastis.
Gluten ini terbentuk dari fraksi glutenin dan gliadin yang bereaksi dengan air.
Hanya tepung gandung yang mampu membentuk gluten.
Terigu mengandung protein 8-13%. Terdapat 5 jenis protein utama pada
tepung terigu yaitu albumin, globulin, protease, glutenin dan gliadin. Jumlah
albumin dan globulin hanya sekitar 1% dalam tepung terigu dan dapat diekstrak
dengan larutan garam. Protease hanya sekitar 0,3% dalam tepung terigu dan
mungkin berasal dari proses pemecahan protein lain selama proses penggilingan.
Gleadin dan glutenin merupakan protein yang paling banyak dalam terigu
(masing-masing sekitar 40% total protein) dan paling penting dalam pembuatan
roti. Kedua protein ini jika diadon bersama air akan berbentuk adonan yang liat
dan elastis yang disebut gluten. Fraksi glutenin bersifat padat atau kenyal
sedangkan fraksi gliadin bersifat lunak dan lengket dengan demikian bersifat
sebagai pengikat. Dalam gluten, gliadin menempel pada glutenin. Glutenin ini
bersifat tidak larut dalam air sehingga jika adonan dicuci dengan air mengalir,
fraksi gluten dapat dipisahkan dengan mudah dari komponen lain dalam adonan.
Karena sifatnya yang liat yang elastis, maka glutin ini mampu menahan gas
selama permentasi atau pemanggangan dalam pembuatan roti. Dengan demikian
gluten ini sangat berpera dalam proses pengembangan produk roti. Berdasarkan
kenytaan ini, maka untuk membuat roti dan produk sejenisnya yang dibuat
melalui tahap permentasi sebaiknya digunakan tepung terigu yang kadar
proteinnya tinggi (tepatnya kadar glutenin dan gliadinnya tinggi) yaitu 11-13%.
Terigu dengan kadar protein tinggi juga cocok untuk membuat mie. Terigu
dengan kadar protein rendah cocok untuk membuat produk-produk yang no
fermentasi seperti cake, cookies, pastry, biskuit dan kue-kue. Karena tidak
memerlukan adonan yang liat.
Penggunaan terigu dengan kadar protein tinggi memerlukan waktu
pengadukan lebih lama, ragi lebih sedikit dan waktu fermentasi lebih lama
dibandingkan dengan terigu protein rendah. Komponen terbesar terigu
sebenarnya adalah pati. Pati mampu mengikat air dan jika dipanaskan akan
mengalami gelatinisasi dan membentuk gel yang merupakan jaringan kerangka
roti.
Terigu juga mengandung enzim amylase dan gula. Enzim amylase ini dapat
menghidrolisa pati menjadi gula-gula sederhana yang dapat digunakan oleh ragi.
Gula dalam terigu terdapat dalam jumlah sedikit tetapi dapat langsung digunakan
oleh ragi untuk pertumbuhannya selama proses fermentasi adonan.
Air diperlukan dalam pembuatan roti untuk memungkinkan terbentuknya
adonan dan gluten. Air juga melarutkan bahan-bahan seperti gula, garam, ragi
(khamir), susu bubuk dan menyebarkan keseluruh bagian adonan, dan
memungkinkan proses gelatinisasi pati terjadi selama pemanggangan. Air dapat
menontrol suhu adonan, menhafa kelembaban roti, serta menentukan besarnya
rendemen produk.
Air yang ideal untuk membuat roti adalah air yang cukup mengandung
garam-garam mineral, tetapi tidak mengandung garam-garam karbonat. Garam-
garam karbonat tidak dikehendaki dalam pembuatan roti. Jika digunakan air
sadah (kadar garam mineral cukup tinggi) sebaiknya dalam formula digunakan
ragi lebih banyak, garam dan MYF lebih sedikit. Air sadah memperkuat gluten.
Air lunak (tidak atau sedikit mengandung mineral), jika digunakan untuk
membuat roti, sebaiknya dalam formula ditambahkan MYF, garam dan ragi lebih
banyak. Jika hal ini tidak diperhatikan, adonan yang dihasilkan lengket. Air
alkali (yang mengandung NaHCO3) tidak cocok untuk membuat roti. Oleh sebab
itu air ini sebaiknya diasamkan dahulu dengan menambahkan asam cuka atau sari
jeruk sebelum ditambahkan pada campuran bahan. Banyaknya air yang
digunakan untuk membuat roti berkisar 55-65%, sesuai dengan daya serap air
pada terigu yang digunakan.
Ragi diperlukan dalam pembuatan roti untuk melakukan fermentasi. Selama
fermentasi dihasilkan gas CO2 yang memungkinkan adonan roti mengembang,
serta alkohol dan asam yang memberikan rasa dan aroma spesifik pada roti.
Pemggunaan ragi dapat memperbaiki volume, tekstur dan rasa produk.
Umumnya ragi terdapat dalam bentuk kering. Jika ragi kering yang digunakan
dbersifat cepat larut (instan), cara penggunaannya dapat langsung ditambahkan
pada campuran bahan tanpa dilarutkan terlebih dahulu dalam air sebelum
digunakan.
Garam dalam pembuatan roti diperlukan untuk memberikan rasa gurih pada
produk, mengontrol fermentasi, memperkuat gluten, meingkatkan daya serap air,
mempermudah terjadinya karamelisasi (memperbaiki warna kulit roti) dan
menjaga kelembaban produk (karena bersifat higroskopis) sehingga dapat
memperpanjang masa simpan produk. Banyaknya garam yang digunakan dalam
pembuatan roti berkisar 1,5-2,5%. Penggunaan garam yang lebih rendah dari
1,5% akan memberikan rasa hambar pada roti. Terigu dengan protein tinggi
memerlukan garam hanya sekitar 1,5%, sedangkan terigu dengan protein rendah
sekitar 2-2,5%. Penggunaan garam yang terlalu banyak akan menghambat
fermentasi. Garam juga berfungsi menambah keliatan gluten. Garam yang
digunakan dalam membuat roti sebaiknya halus, bersih dan cepat larut.
Lemak dalam pembuatan roti berfungsi sebagai pengempuk produk. Selain
itu, penggunaan lemak dapat menjaga kelembaban roti karena mampu menahan
air, membantu menahan gas hasil fermentasi, memperbaiki remah roti dan
teksturnya. Adonan roti tanpa lemak bersifat lebih keras. Lemak yang dapat
digunakan untuk membuat roti anatara lain mentega,lemak hewan,lemak nabati
yang sudah mengalami proses hidro genasi (margarin,mentega putih),campuran
lemak hewan dan lemak nabati,miyak mentega (butter oil),miyak nabati.mentega
sangat baik citarasannya tetapi kurang baik sifat plastisitasnnya.
Minyak nabati yang sudah dihidrogenasi banyak digunakan untuk membuat
roti karena harganya murah dan teksturnya baik. Untuk roti sebaiknya dipilih
lemak yang agak lunak (titik cair sekitar 45°C). Untuk pastry sebaiknya
digunakan lemak yang teksturnya lebih keras. Penggunaan minyak mentega
menghasilkan produk dengan citarasa lezat. Minyak nabati jarang digunakan
untuk membuat produk roti karena sulit cara penanganannya.
Terigu dengan protein tinggi memerlukan lemak lebih banyak dibandingkan
dengan terigu dengan protein rendah. Lemak ini ditambahkan pada adonan yang
sudah terbentuk untuk mencegah penurunan absorpsi air. Oleh karena itu
sebaiknya digunakan lemak yang teksturnya cukup lunak sehingga dapat
menyebar ke seluruh adonan dengan mudah.
Gula diperlukan dalam pembuatan roti sebagai makanan ragi dan untuk
memperbaiki citarasa. Gula juga berperan dalam pembentukan wama kulit roti
(karamelisasi) dan menjaga kelembaban produk karena dapat mengikat air.
Terigu dengan protein tinngi memerlukan gula lebih banyak dibandingkan
dengan terigu dengan protein rendah. Gula yang umumnya digunakan untuk
membuat roti adalah gula tebu atau gula pasir (sukrosa).
Ragi memerlukan gula dalam proses fermentasi. Gula yang tersisa setelah
proses fermentasi akan memberikan warna pada kulit dan rasa roti. Gula bersifat
higrokopis (mudah menyerap air) sehingga dapat menjaga kelembaban. Dalam
jumlah yang berlebihan, gula dapat menghambat pertumbuhan khamir
(menghambat proses fermentasi). Gula yang baik untuk membuat roti adalah gula
pasir yang bersih, putih dan cepat larut.
Susu bubuk digunakan dalam pembuatan roti terutama untuk meningkatkan
nilai gizi produk. Susu juga berperan memperbaiki rasa, warna kulit dan remah
roti, meningkatkan rendemen produk, masa simpan serta volume roti. Protein
(kasein) dan gula yang terdapat pada susu (laktosa) turut berperan dalam
membentuk wama kulit roti (crust). Mineral yang terdapat pada susu (terutama
kalsium) dapat menambah keliatan gluten. Susu bubuk yang banyak digunakan
untuk membuat roti adalah susu bubuk skim yag harganya lebih murah (lemak
susu tidak terlalu dikehendaki) dibandingkan dengan susu bubuk berlemak (full
cream). Penggunaan susu bubuk kurang dari 3% hanya memberikan pengaruh
sedikit terhadap rasa.
Penggunaan susu dapat memperkecil pori-pori remah roti. Penambahan Susu
dapat meningkatkan hasil produk. Penambahan setiap 1 lb susu memerlukan 1 lb
air tambahan (sampai penambahan susu 5%). Penggunaan susu memerlukan
waktu pengadukan dan fermentasi lebih lama dan suhu oven lebih rendah.
MYF biasanya digunakan dalam pembuatan roti untuk memperbaiki mutu
warna kulit yang lebih baik, meningkatkan citarasa dan aroma, serta
memperbaiki produk, yaitu meningkatkan volume, memperbaiki tekstur dan pori-
pori, menimbulkan bentuk simetri roti. MYF biasanya terdiri dari tiga group
mineral yaitu (1) mineral untuk memperbaiki sifat air, terdiri dari garam sulfat),
2) mineral untuk pertumbuhan ragi sebagai sumber nitrogen, terdin dan garam
ammonium, 3) mineral untuk memperbaiki sifat adonan/gluten yaitu senyawa
pengoksidasi misalnya potassium bromat, potassium iodate, dan kalsium
peroksida Terigu yang baru memerlukan lebih banyak MYF daripada terigu
lama. Terigu baru memerlukan MYF sekitar 0,25 -1,25% (terhadap berat terigu)
sedangkan terigu lama tidak atau sedikit memerlukan MYF.
Telur biasanya digunakan untuk membuat roti manis. Penggunaan telur
dapat memperbaiki rasa, warna dan nilai gizi produk. Telur juga dapat
meningkatkan volume, memperbaiki penampakan dan merupakan sumber lesitin
(emulsifier). Telur yang digunakan dalam pembuatan roti harus baik dari citarasa
dan aromanya."
Berdasarkan hasil observasi ke produsen roti “Cinta Rasa” dalam proses
pencampuran bahan ada beberapa takaran yang telah ditetapkan antaranya :
untuk membuat satu adonan membutuhkan gula 1 kg, tepung 4 kg (tepung
krakatau), ragi 1 sendok, setiap 1 kg tepung membutuhkan 1 terai telur, dan 1
balok mentega.
b. Tahapan Proses Pembuatan Produk Bakery
Tepung terigu
(krakatau)

Susu full cream, ragi, Pencampuran


gula adonan I

Pencampuran
Air, telur adonan II

Pencampuran
Garam, margarine adonan III

Fermentasi I

Pengempisan
adonan CO2

Penimbangan

Pembentukan dan
Bahan isian pengisian adonan

Peletakan adonan
di loyang

Fermentasi II

Pemanggangan Uap panas 1500C 30


menit – 1 jam

Roti
Usaha bakery terus menggeliat. Bahan baku utama produk bakery
seperti tepung terigu, minyak goreng, gula dan keju. Kata bakery merupakan
kata yang merujuk pada suatu tempat usaha yang menjual produk roti, kue,
donat, cookies, pastry, coklat dan es krim. Bakery bukanlah produk,
melainkan suatu tempat usaha. Dengan demikian, tempat usaha yang
menjual coklat atau es krim, namun sebagian besar produk yang ditawarkan
adalah roti misalnya, itu sudah termasuk bakery.
Produk bakery, pada prinsipnya adalah produk makanan sekunder,
berkesan mewah untuk konsumsi masyarakat menengah ke atas. Di antara
produk bakery yang ada, roti adalah salah satu produk yang populer, bahkan
telah menjadi bagian dari konsumsi sebagian besar masyarakat bawah. Roti
yang paling diminati adalah roti tawar, roti manis coklat dan roti keju.
Banyak metode atau sistem yang dapat digunakan untuk membuat roti.
Pemilihan salah satu metode tergantung pada jenis tepung terigu yang
digunakan, volume produksi, ketersedian peralatan, biaya dan kesukaan
konsumen. Terdapat 5 metode pembuatan roti, yaitu conventional straight
dough, conventional sponge dough, short-time straight dough, overnight
sponge dan no-time dough. Perbedaan metode ini terutama terletak pada cara
pengadukan dan fermentasi.
Secara umum, tahap-tahap pembuatan roti adalah penimbangan bahan
pengadukan, fermentasi, pemotongan, pembulatan, pengistirahatan,
pembentukan lembaran, pencetakan, fermentasi akhir, pemanggangan dalam
oven, pendinginan dan pengemasan.
Bahan-bahan untuk membuat roti harus ditimbang dengan tepat sesuai
dengan formula untuk mencapai mutu produk yang diharapkan. Penggunaan
takaran yang kurang tepat, misalnya dengan sendok, cangkir atau gelas, akan
dapat menyebabkan karakteristik produk yang diharapkan tidak tercapai.
Pengadukan adonan dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh adonan
yang baik yaitu merata/homogen, mudah dicetak dan mampu menahan gas
has fermentasi dengan baik. Setelah bahan-bahan ditimbang, dicampur
menjadi sa kecuali lemak, kemudian diadon (diuleni). Dalam hal ini lemak
ditambahkan pada.
Adonan yang sudah diaduk 1/3 selesai. Selama pengadukan akan
terbentuk gluten, yaitu adonan yang liat dan elastis. Pengadukan dilakukan
sampai adonan kalis yaitu bersifat plastis (dapat ditarik membentuk film
tipis) tetapi tidak lengket. Pengadukan menyebabkan suhu adonan naik.
Pengadukan dapat dilakukan dengan tangan (disertai pembantingan) atau
dengan alat pengaduk adonan.
Fermentasi dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh produk dengan
citarasa dan aroma yang dikehendaki, volume ynag lebih besar serta untuk
memperlunak gluten. Selama fermentasi akan dihasilkan gas CO ₂, asam,
alkohol dan komponen minor lain. Fermentasi juga menghasilkan produk
dengan tekstur yang halus. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses
fermentasi antara lain jumlah ragi yang ditambahkan, suhu adonan, air,
aerasi, nutrisi, garam, pH dan jumlah bahan-bahan lain.
Lama fermentasi adonan roti tergantung pada metode yang digunakan.
Metode sponge and dough memerlukan waktu fermentasi paling lama,
sedangkan metode no time dough hanya sebentar atau sama sekali tidak
memerlukan tahap fermentasi. Fermentasi yang terlalu lama menyebabkan
adonan lembek dan lengket, warna kulit roti pucat, struktur pori remah besar
dan rasanya terlalu asam. Fermentasi yang dilakukan pada suhu tinggi
cenderung menyebabkan asam dan remah berwarna gelap. Fermentasi yang
terlalu singkat menyebabkan kulit roti berwarna gelap, struktur remah kasar
dan berwarna gelap serta adonan kurang mengembang.
Suhu adonan sangat mempengaruhi proses fermentasi. Adonan yang
bersuhu rendah (dingin) menghasilkan roti dengan rasa dan kelembaban
yang baik. Sebaliknya, adonan yang bersuhu tinggi, daya serap airya rendah,
volume lebih kecil, pembentukan kulit pada permukaan samping dan bawah
kurang baik, kelembaban kurang baik dan berasa asam. Pada suhu tinggi,
fermentasi akan berlangsung lebih cepat dibandingkan dengan suhu rendah.
Pembulatan adonan dilakukan untuk memperoleh struktur permukaan
yang tertutup. Dengan demikian adonan lebih mampu menahan gas CO 2
hasil fermentasi. Adonan yang berbentuk bulat memudahkan penanganan
selanjutnya. Pembulatan menghasilkan produk dengan sifat simetri dan
struktur pori remah lebih baik. Pembulatan dapat dilakukan dengan tangan
atau mesin.
Pencetakan dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh bentuk yang
dikehendaki. Prinsip pencetakan adalah pembuatan lembaran, penggulungan
dan penarikan adonan sesuai panjang yang dikehendaki. Adonan harus
rata/halus permukaannya. Jika tidak, akan menyebabkan lubang pada roti
dan bentuknya tidak simetri.
Fermentasi akhir (final proofing) dilakukan untuk memperoleh roti
dengan tingkat pengembangan yang baik. Tahapan ini dilakukan pada suhu
dan kelembaban relatif tinggi (suhu sekitar 40°C dan kelembaban sekitar
80%). Hal ini dilakukan agar fermentasi/pertumbuhan ragi berlangsung cepat
dan selama proses tidak banyak erjadi penguapan air dari permukaan adonan
sehingga tidak menjadi kering. Fermentasi akhir dilakukan sekitar satu jam.
Adonan yang terlalu singkat final proofingnya menghasilkan roti dengan
volume kurang mengembang, dan permukaan samping/bawah roti tidak
menarik. Sebaliknya, adonan yang terlalu lama mengalami final proofing,
volumenya turun selama pemanggangan dan cepat kering karena lebih
banyak kehilangan air selama pemanggangan.
Pemanggangan dapat dilakukan dengan menggunakan oven listrik atau
oven api. Dalam hal ini yang perlu diperhatikan adalah suhunya. Suhu oven
yang terlalu tinggi menyebabkan hangus atau warna kulit tidak menarik,
sedangkan suhu oven yang terlalu rendah menyebabkan kulit roti pucat dan
tebal. Suhu oven yang baik untuk memanggang roti sekitar 200°C. Untuk
roti yang mengandung banyak gula (roti manis) sebaiknya digunakan suhu
yang lebih rendah yaitu sekitar 180 190°C. Hal ini dilakukan untuk
menghindari terbentuknya warna yang terlalu gelap (karamelisasi). Waktu
pemanggangan sekitar 20-30 menit.
Selama pemanggangan akan terjadi pengembangan volume adonan,
inaktifnya khamir dan enzim, karamelisasi yang membentuk warna coklat
kulit roti, denaturasi protein dan gelatinisasi pati. Roti yang telah dipanggang
perlu didinginkan (dibiarkan) sampai mencapai suhu kamar untuk
memudahkan penanganan atau pengemasan, mengempukkan tekstur dan
memudahkan pengirisan.
Pengemasan roti dimaksudkan untuk melindungi produk dari kerusakan,
kontaminasi dan kehilangan uap air yang menyebabkan roti menjadi kering
(staling). Bahan pengemas yang dapat digunakan antara lain kantung plastik,
kotak karton dan sebagainya.
c. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Proses Pengolahan Roti
Ada beberapa faktor dalam membuat roti. Yeast/ragi bukan satu satunya
yang penting. Karena yeast/ragi adalah sesuatu yang hidup dan
ketergantungan pada bahan bahan yang lainnya. Dan bahan-bahan lainnya
sangat mempengaruhi yeast.
1. Suhu
Yeast sangat sangat sensitif pada suhu. Bila suhu berbeda 5 celcius
saja akan sangat mempengaruhi pengembangan yeast tersebut. Suhu
yang tepat untuk yeast berfungsi dengan baik adalah sekitar 26 celcius.
Suhu pada air juga sangat berpengaruh pada adonan. Suhu pada dapur
(ruangan tempat bikin roti) turut berpengaruh. Suhu air yang baik adalah
campuran dari “200 ml air mendidih dicampur dengan 600 ml air dingin
(bukan air es)” cocok untuk campuran terigu karna mendekati suhu 26
degrees celcius. Tapi kalau menggunakan mesin pengaduk adonan.
Sebaiknya air dari campuran 200ml air mendidih dicampur dengan
800ml air dingin. Karna mangkuk mesin pengaduk akan menyimpan
panas saat mengaduk. Sangat baik bila menggunakan thermometer.
2. Waktu
Semakin kita beri waktu pada yeast untuk berkerja, semakin
berkembang adonannya. Banyak dari resep yang lain memberikan waktu
pada adonan untuk berkembang. Tapi tidak semua suhu dimana kita
membuat roti adalah sama. Jadi adonan siap dibakar setelah adonan
sudah setidaknya dua kali lipat berkembang. Jadi bukan berapa lama di
diamkan untuk berkembang. Pada suhu dapur yang agak dingin,
memerlukan waktu yang lebih lama. Kalau mengandalkan waktu saja,
hasilnya tidak akan memuaskan. Kalau adonan belum berkembang
dengan baik, kalau dibakar akan sangat padat dan berat, juga akan lebih
cepat berjamur.
3. Yeast/Ragi
Jumlah pemakaian yeast pada resep berpengaruh. Biasanya para
pembuat roti mengandalkan bahan bahan lain untuk pengembangan
adonan. Tanpa perhatikan jumlah penggunaan yeast. Seandainya suhu
dapurnya agak dingin, sangat baik bila ditambah jumlah yeast lebih dari
yang tertulis di resep. Begitu juga, kalau suhu dapur terlalu panas,
kurangin jumlah yeastnya.
4. Air
Adonan harus lembut dan mudah dimainkan supaya berkembang
sangat baik waktu di bakar. Jadi jumlah penggunaan air sangat
berpengaruh. Pisahkan 25% dari jumlah air yang tertulis di resep.
Masukan 75% air sedikit demi sedikit. Jangan langsung semua. Setelah
semua 75% air itu masuk, gunakan jari untuk menekan adonan di mesin.
(kalau boleh saya kira kirakan, kelembutannya seperti balon yang ditiup
kemaren) Hahahahaha sorry kalau contoh ga tepat.Kalau masih belum
lembut, tambahkan air per 1 sdm dari yang 25% itu.
5. Garam
Garam adalah pembunuh yeast. Kalau terlalu banyak garam, maka
akan menghambat pertumbuhan yeast, begitu juga kalau kita
mencampur garam jangan sampai bersamaan dengan yeast. Perbedaan
seperempat sendok garam akan sangat berpengaruh pada yeast. Kalau
ingin percepat pertumbuhan yeast, kurang ½ sdt garam dari resep.
Dalam memanggang juga, jangan mengandalkan waktu yang telah
diberikan dalam resep. Kita harus-benar benar kenal dengan oven kita.
Walau oven kita ada pengontrol suhu nya. Lebih baik masukan
thermometer kecil lagi dalam oven, supaya panasnya sesuai dgn yang
kita inginkan. Jangan masukan adonan kedalam oven sebelum oven
mencapai panas sesuai dengan resep yang ditetapkn oleh perusahaan
atau produsen roti.
d. Jenis Oven yang Digunakan
Adapun jenis oven yang digunakan berdasarkan hasil observasi :
1. Oven Buatan Pabrik (Gas)
Berdasarkan hasil observasi yang kita lakukan di tempat pembuatan
produk roti “Cinta Rasa” terdapat 5 buah oven yang di produksi atau
buatan pabrik. Dimana oven buatan pabrik tersebut mempunyai
thermometer pembaca suhu sehingga mempermudah produsen untuk
mengetahui berapa kisaran suhu yang digunakan untuk lebih cepat
menjadikan adonan mengembang atau matang. Oven yang digunakan
oleh produsen juga tidak menggunakan oven bertenaga listrik namum
menggunakan oven dengan tenaga panas berupa kompor gas. Oven yang
digunakan mempunyai tipe lubang pemanas yaitu ada yang mempunyai 2
lubang pemanas dan ada juga yang mempunai 1 lubang pemanas saja,
namun produsen disini hanya menggunakan oven dengan 1 lubang
pemanas saja meskipun menggunakan oven yang mempunyai 2 lubang
pemanas namun yang digunakan hanya 1 lubang pemanas saja yang di
aktifkan. Lubang yang digunakan hanya pada proses pemanasan di bagian
bawah oven dan pada bagian atas oven tidak digunakan sehingga akan
mempermudah produsen untuk memindahkan roti yang sudah matang
dengan yang belum matang. Alasan produsen menggunakan oven dengan
1 lubang pemanas saja adalah untuk menghemat penggunaan gas. Adapun
suhu rata-rata yang digunakan dalam pengovenan tersebut adalah kurang
lebih 1500C dengan lama pengovenan 30 menit bagi roti yang berukuran
kecil atau harga 1000 an dan roti tawar atau roti yang berukuran besar
selama kurang lebih 1 jam. Menurut Suharno hasil penelitian
menunjukkan ketika penggunaan oven kompor, bahwa pengaruh suhu
37°C terhadap perkembangan roti dengan variasi waktu 160 menit
mendapatkan hasil terbaik yaitu adonan dapat mengembang sampai
535,05 cmᶾ. Adapun menurut Astuti melakukan penelitian menggunakan
obyek roti manis dengan penggunaan suhu pengovenaan api bawah 200 oC
dan api atas 150oC; 180oC; 210oC selama 30 menit. Metode pengumpulan
data dengan penilaian subyektif dengan uji inderawi dan uji kesukaan.
Alat pengumpulan data yaitu panelis agak terlatih untuk uji inderawi dan
panelis tidak terlatih untuk uji kesukaan. Metode analisis data yang
digunakan adalah analisis varian satu arah untuk mengetahui perbedaan
kualitas dan analisis deskriptif persentasi untuk uji kesukaan. Hasil
penelitian menunjukkan ada pengaruh penggunaan suhu pengovenan
terhadap kualitas roti manis. Saran dari penelitian ini perlu diadakan
penelitian lebih lanjut mengenai lamanya waktu yang digunakan dalam
pengovenan.
Kelebihan oven buatan pabrik itu sendiri adalah panas dari ovennya
merata, sehingga proses pengovenan pada roti akan cepat dan tidak
bertumpu hanya pada satu proses pemanasan saja. Dengan demikian roti
akan cepat merata matangnya dan akan lebih mempermudah
memindahkan roti yang berada di bagian atas ke bawah karena akan
matang secara bersamaan. Namun ada sebagian oven yang sudah koyak
dan terlalu besar lubang semburan apinya sehingga terlalu boros
pemanasannya. Itu juga disebabkan oleh faktor usia oven yang
digunakan.
Oven gas merupakan salah satu oven terbaik yang menjadi
primadona para bakal dan industri kue dan roti, baik tradisional hingga
toko kue modern. Oven ini memiliki sumber panas yang dihasilkan dari
gas LPG, ada beberapa jenis oven gas. mulai dari oven gas manual, oven
gas dengan pemantik api, oven gas semi otomatis, oven gas dengan
sistem otomatis, bahkan oven generasi terbaru. Kelebihan oven gas :
1. Umumnya oven gas dibuat dengan bahan stainless steel yang
terbukti anti karat, mudah dibersihkan, awet dan tahan lama.
2. Oven gas memiliki kapasitas yang lebih besar.
3. Oven gas dilengkapi dengan thermometer, pengatur suhu, alarm dan
timer (tergantung tipe oven gas).
4. Oven gas memiliki peredam panas yang biasanya menggunakan
glass full.
5. Oven gas dilengkapi dengan kaki-kaki besi plus roda, sehingga
lebih mudah dipindahkan.
6. Lebih hemat listrik.
7. Servis dan sparepark mudah.
2. Oven Buatan Lokal (Gas)
Selain menggunakan oven hasil produksi pabrik, produsen roti “Cinta
Rasa” juga berinovasi untuk membuat oven sendiri menggunakan
aluminium stainless. Produk yang dihasilkan oleh oven buatan lokal itu
sendiri tidak jauh berbeda dengan produk oven buatan pabrik namun
hanya saja jikalau dilihat dari segi kekuatan atau tahan lama umurnya
akan sangat jauh berbeda dengan oven buatan pabrik. Oven buatan lokal
itu sendiri kurang efektif dalam memproduksi roti karena panasnya
kurang merata hanya berporos pada satu pemanas yaitu di tengah saja.
Sehingga akan menyulitkan produsen untuk memindahkan roti yang agak
matang dan yang belum matang ini juga akan mengakibatkan lamanya
produksi.
Kelebihan oven lokal mungkin hanya bisa dilihat dari segi biaya
pembuatan yang lebih murah selain itu faktor pengecekan suhu, umur,
hasil produksi, dan pengefisienan jauh lebih baik oven yang diproduksi
oleh pabrik.
e. Mutu Roti yang Dihasilkan
Tingkat kemekaran roti merupakan salah satu indikator yang berkaitan
dengan mutu baik, artinya roti yang mekar menunjukkan proses yang
dilakukan sesuai dan tepung yang digunakan mempunyai kandungan gluten
yang tinggi.
Adonan roti yang tidak mekar karena kandungan gluten pada adonan
rendah, sehingga berpengaruh pada ketidak mampuan adonan dalam
menahan gas CO2. Adonan roti yang mampu menahan gas CO 2
menyebabkan roti tersebut lebih mengembang (BBC, 2003a:5-20).
Porositas Roti
Pada roti yang bermutu baik diantaranya ditandai dengan penyebaran
pori-pori (sel roti) yang merata. Pori-pori roti merupakan lubang atau sel
udara yang terdapat pada roti, dan terbentuknya selama proses fermentasi
atau pembakaran (baking).
Tingkat Keempukan Roti
Empuk merupakan salah satu ciri dari roti yang bermutu baik. Roti
dikatakan empuk apabila diraba atau dicicip terasa lentur, daya tolak
terhadap tekanan atau gigitan relatif rendah. Tingkat keempukan roti
dipengaruhi juga oleh metode pembuatan adonan.
Kadar Air Roti
Kandungan air dalam roti selain berkaitan dengan daya tahan roti ketika
disimpan, juga memberikan kesan sensoris “lembab” ketika roti tersebut
dipegang atau dicicip. Kandungan air ini diantaranya sangat tergantung dari
bahan baku yang digunakan, proses pengolahan dan lamanya pemanggangan
roti (baking).
Kadar Serat Kasar Roti
Makanan cepat saji yang pada saat ini sangat disukai oleh konsumen
karena praktisnya pada umumnya mempunyai serat kasar yang rendah.
Padahal serat kasar pada makanan sangat dibutuhkan oleh kesehatan
manusia, diantaranya dapat memperlancar pencernaaan, mengurangi resiko
sembelit, dan rasa kenyang lebih lama.
Uji Populasi (koloni) Mikroba
Makanan yang mulai rusak umumnya ditandai dengan perubahan-
perubahan baik yang visual, kimia maupun sifat sensorisnya. Perubahan
pada makanan tersbut meliputi perubahan kenampakan, tekstur, warna, rasa,
bau dan lain-lainnya. Penyebab kerusakan yang paling banyak adalah
mikroorganisme. Roti yang disimpan lebih dari lima hari umumnya akan
mengalami kerusakan yang ditandai oleh perubahan sifat sensoris dan
pertumbuhan mikroba (kapang).
Berdasarkan hasil observasi roti yang dihasilkan oleh “Roti Cinta Rasa”
bertekstur empuk, kenyal dan tidak lengket saat digigit. Ini menunjukkan
bahwa hasil produksi dari pabrik roti tersebut berhasil sesuai dengan
beberapa klasifikasi mutu yang telah dipaparkan diatas baik itu dari segi
yeast/ragi, tingkat keempukan roti, kadar air roti, kadar serat kasar roti,
hingga uji populasi mikroba yang dimana produk roti “Cinta Rasa” ini bisa
bertahan selama satu minggu.
f. Perkembangan Fortifikasi Produk Bakery
Fortifikasi tepung terigu sebagai bagian dari fortifikasi pangan adalah
penambahan satu atau lebih zat gizi ke pangan. Tujuan utama adalah untuk
meningkatkan tingkat konsumsi dari zat gizi yang ditambahkan untuk
meningkatkan status gizi populasi. Fortifikasi juga digunakan untuk
menghapus dan mengendalikan defisiensi zat gizi dan gangguan yang
diakibatkannya (Siagian A, 2013).
Tepung tulang ikan banyak mengandung kalsium, sehingga manfaat dari
tepung tulang ikan tidak lepas dari peranan kalsium yaitu berperan dalam
pembentukan tulang serta menjaga dari keropos akibat asupan kandungan
mineral yang minim. Tepung tulang ikan merupakan salah satu produk
pengawetan limbah ikan dalam bentuk kering yang digiling menjadi tepung.
Tepung tulang ikan mempunyai nilai gizi tinggi, terutama kandungan
kalsium dan fosfor. Menurur (analisis data primer, 2018), tepung tulang ikan
memiliki kandungan Protein 30,18%, abu 45,35%, air 5,21%, kalsium 3,94.
Sedangkan pada tepung terigu mempunyai kandungan protein 9,0%, 6,3 mg
besi, 0,47 mg riboflavin, 1,0 mg niasin dan 150 fosfor.
g. Inovasi Produk Bakery
Menurut Kotler dan Bes (2004:31) dalam Aulia (2014), pendekatan-
pendekatan mengenai pengembangan produk baru yang didasarkan pada
asumsi pasar tetap, yaitu
1. Inovasi berbasis modulasi
Inovasi berbasis modulasi melibatkan pengubahan suatu
karakteristik dasar dari produk atau jasa, dengan menaikan atau
menurunkan karakteristik tersebut. Kita secara umum mengacu kepada
karakteristik-karakteristik fungsional atau fisik.
Dalam inovasi modulasi bahwa karakteristik dasar dari produk
perlu ditingkatkan dan diturunkan. Contoh inovasi yang didasarkan pada
modulasi misalnya roti dengan menaikkan cita rasa yang tinggi.
2. Inovasi berbasis ukuran
Inovasi berbasis ukuran adalah peluncuran produk baru ke pasar
tanpa mengubah apapun kecuali volumenya. Contohnya roti dengan
berbagai ukuran ada yang mempunyai ukuran dan berat yang berbeda-
beda.
3. Inovasi berbasis kemasan
Cara sebuah produk dikemas dapat mengubah presepsi konsumen
mengenai manfaat, fungsi, atau alasan konsumsi dari produk atau jasa.
Contohnya roti yang di kemas menggunakan platik tanpa gambar dan
dengan plastik hanya ditaruhkan bandrol saja. Fungsi produk ini adalah
untuk memenuhi daya tarik pada konsumen.
4. Inovasi berbasis desain
Inovasi berbasis desain adalah inovasi dimana produk, container,
atau kemasan dan ukuran yang dijual sama, tetapi desain atau
tampilannya dimodifikasi. Contohnya roti yang tergolong 5 varian rasa
yang digabung menjadi 1 dalam bentuk ukuran yang besar dan
berdempetan.
5. Inovasi berbasis pengembangan bahan komplementer
Inovasi berbasis komplemen melibatkan penambahan bahan-bahan
komplementer atau layanan tambahan atas produk atau jasa dasar,
contohnya roti yang ditambahkan bubuk cokelat dan pewrna pandan
yang ditaburi gula, dengan coklat susu, dengan coklat putih, dan lain-
lain.
6. Inovasi berbasis pengurangan
Upaya Inovasi berbasis pengurangan upaya tidak merubah produk
atau jasa, tetapi menaikan ukuran dari pasar. Inovasi semacam ini
menaikkan nilai dengan menurunkan penyebut, bukan menaikkan
pembilang.
Dalam hasil observasi kami terdapat beberapa inovasi yang telah
dilakukan oleh prodeusen roti “Cinta Rasa” mulai dari inovasi varian rasa,
bentuk, ukuran, warna hingga penamaan roti yang diproduksi.
Pada umumnya produk bakery terbuat dari tepung yang mengandung
gluten. Namun, tidak semua orang bisa mengonsumsi makanan yang
mengandung gluten. Anak penderita autis tidak bisa mencerna gluten dengan
sempurna. Kombinasi asam amino yang ada di dalam gluten tidak dapat
dipecah menjadi asam amino tunggal oleh sistem pencernaan anak dengan
gangguan autis, tetapi masih dalam bentuk peptida. Peptida yang tidak
tercerna tersebut dapat diserap oleh usus halus yang selanjutnya masuk ke
dalam peredaran darah dan diteruskan ke reseptor opioid otak. Peningkatan
aktivitas opioid akan menyebabkan gangguan susunan saraf pusat dan dapat
menyebabkan efek kuat pada perilaku, sama halnya dengan heroin atau
morfin. Zat ini menyebabkan berbagai masalah, seperti mengantuk, tidak
memiliki perhatian atau bengong, dan memiliki perilaku yang agresif (Sari,
2009).
Salah satu alternatif agar penderita autis dapat tetap mengonsumsi bakery
tanpa mengkhawatirkan adanya kandungan gluten, yaitu dengan substitusi
tepung terigu dengan menggunakan tepung labu kuning, kacang merah dan
tepung talas, di mana kedua jenis tepung tersebut tidak memiliki kandungan
gluten. Selain itu, kedua jenis tepung ini berasal dari varietas tanaman yang
banyak terdapat di Indonesia, yang penggunaannya belum dapat
dimanfaatkan secara maksimal.
Kacang-kacangan merupakan sumber protein yang baik, dengan
kandungan protein berkisar antara 20-35% (Astawan,2009). Protein pada
kacang-kacangan terutama digunakan dalam formulasi makanan untuk
melengkapi protein dalam makanan sereal (Enwere,1998 dalam Rani, 2013).
Salah satu kacang yang dapat dimanfaatkan yaitu kacang merah, kacang
merah dikenal sebagai sumber protein nabati sebesar 22,3 g per 100 g bahan.
Disamping kaya akan protein, kacang merah memiliki sumber karbohidrat ,
serat, mineral (fosfor, kalsium, mangan, besi, tembaga, serta natrium) dan
vitamin (vitamin A, vitamin B1, vitamin B2 serta niasin) Susunan asam
amino pada protein kacang merah pun cukup lengkap. Keunggulan lain dari
kacang merah adalah bebas kolesterol, sehingga aman untuk dikonsumsi
oleh semua golongan masyarakat dari berbagai kelompok umur (Astawan,
2009). Selain itu kacang merah banyak terdapat di Indonesia dan sering
dikonsumsi dalam campuran sop/sayuran, salad, eskrim. Produksi kacang
merah di Indonesia sebesar 99.684 ton pada tahun 2014 (BPS,2015).
Pengolahan kacang merah menjadi tepung telah lama dikenal
masyarakat, dan dapat meninggalkan daya guna hasil serta nilai guna.
Dimana tepung kacang merah lebih mudah diolah dan di proses menjadi
nilai ekonomi tinggi dan mudah dicampur dengan tepung dan bahan lainnya
(Hanastiti, 2013). Penggunaan tepung kacang merah sebagai suplementasi
tepung terigu dapat meningkatkan kandungan protein dengan
mencampurkannya dan akan selalu meningkatkan kualitas gizi dari produk
yang akan dibuat dari campuran tepung terigu kacang merah (Agbo, 2008).
Akhir-akhir ini masyarakat mulai menyukai makanan yang memiliki
nilai tambah bagi kesehatan, seperti makanan yang ditambahkan dengan
bahan lain yang memiliki manfaat dan mudah diperoleh. Manfaat yang
diinginkan masyarakat seperti untuk menurunkan kadar kolesterol atau untuk
menjaga kesehatan tubuh dari berbagai macam penyakit. Pada penelitian ini
menggunakan perbandingan tepung kacang merah dan tepung talas karena
dapat meningkatkan nilai gizi untuk bakery.
Konsumsi golongan kacang-kacangan dapat menurunkan resiko penyakit
diantaranya penyakit jantung dan diabetes. Beberapa kajian telah
menunjukkan bahwa mengkonsumsi kacang-kacangan yang teratur dapat
membantu menurunkan LDL kolesterol dan resiko penyakit lain pada
jantung (Winham et al., 2007; Robinson, 2013). Red kidney bean (Kacang
merah jenis kidney) mengandung 23 g protein/100 gram adalah sumber
protein nabati yang baik dan memiliki kandungan serat yang juga tinggi
(Nurfi, 2010; Riantiningtyas dan Marliyati, 2017).
DAFTAR PUSTAKA

Astawan, M. Sehat dengan Hidangan Kacang dan Biji-bijian. Jakarta: PenebarSwadaya.


Badan Pusat Statistik. 2015. Data Produksi Padi, Jagung, dan Kedelai Provinsi Lampung
tahun 2014. Berita Resmi Statistik. Lampung.
Fellows, P. J. 2000. Food Processing Technology, Principle and Practice. 2nd Ed. CRC
Press, England.
Hanastiti, W. R. (2013). “Pengaruh Substitusi Tepung Singkong Terfermentasi dan Tepung
Kacang Merah Terhadap Kadar Protein, Kadar Serat, dan Daya Terima Cake”. (Skripsi
S-1 Program Studi Gizi). Surakarta: FIK Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Harris dan Karmas. 1989. Evaluasi Gizi Pada Pengolahan Bahan Pangan. Edisi kedua. ITB.
Bandung
K. Suharno, C. Pramono, R. C. Aditama, And F. Hilmy, "Pengaruh Heater Pada
Kelembaban Dan Suhu Di Dalam Proofer Terhadap Perkembangan Roti," Journal Of
Mechanical Engineering, Vol. 3, Pp. 15-21, 2019.
Muchtadi, T.R dan Sugiyono. 2013. Prinsip Proses dan Teknologi Pangan. Alfabeta :
Bandung.
R. M. Astuti, "Pengaruh Penggunaan Suhu Pengovenan Terhadap Kualitas Roti Manis
Dilihat Dari Aspek Warna Kulit, Rasa, Aroma Dan Tekstur," Teknobuga: Jurnal
Teknologi Busana Dan Boga, Vol. 2, 2015.
Rachman, Moch Aulia. 2014. Inovasi Produk Prol Tape pada UD. Primdona Jember.
Tidak Diterbitkan. Skripsi. Jurusan Ilmu Administrasi. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik.
Rahma, A, (2015). Pengaruh Suhu dan Waktu Pemanggangan Terhadap Karakteristik Food
Bars Berbasis Tepung Pisang Kepok (Musa Paradisiaca L) dan Ikan Lele (Clarias
greapinus), Skripsi, urusan Tekhnologi Pangan, Fakultas Teknik, Universitas Pasundan:
Bandung.
Rahmi, E. 2004. Pengauh Perubahan Suhu Oven Terhadap Mutu Produk Biscuit Kelapa di
PT. Mayora Indah. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, Bogor.
Sari, I. D. 2009. Nutrisi pada Pasien Autis. Cermin Dunia Kedokteran, 89 – 93.
Siagian A (2003). Pendekatan Fortifikasi Pangan Mengatasi Masalah Kekurangan Zat Gizi
Mikro. Digitized by USU digital library.
Sudarmadji S, dkk. 2007. Analisis bahan makanan dan pertanian. Liberty. Yogyakarta
LAMPIRAN

Proses pemanggangan pada roti, terlihat


lubang perapian menggunakan gas LPG
sebagai tenaga pemanasnya.

Proses pengangkatan roti tawar yang


sudah matang dan didinginkan di atas
rak pendingin

Adonan yang sudah dimasukkan ke


dalam loyang dengan varian rasa roti
yang dijadikan varian rasa all in one
dalam satu roti

Mesin pemanggang buatan lokal yang


menggunakan bahan aluminium dengan
sumbu api hanya terdapat pada satu
sumbu saja yaitu di tengah

Bentuk bagian dalam oven buatan pabrik


yang menggunakan bahan besi stainless
sehingga sulit untuk lengket oleh suhu
yang panas
Proses pengeringan/pendinginan pada
roti yang sudah matang diletakkan diatas
rak pendingin

Bentuk adonan yang sudah dimasukkan


ke dalam loyang dengan varian bentuk
roti yang berukuran lebih memanjang

Pengovenan menggunakan oven buatan


pabrik pada roti 1000 an dan
pemanasnya bertumpu hanya berada di
bawah saja

Pengeringan/pendingingan roti tawar


yang sudah matang

Proses pengemasan dalam bakul yang


sudah siap untuk dipasarkan dengan
beberapa susunan roti

Proses pengemasan menggunakan


plabantu oleh pstik dengan steples yang
dibantu oleh teman-teman mahasiswa

Foto bersama observasi di produsen roti


“CINTA RASA”

Anda mungkin juga menyukai