Anda di halaman 1dari 34

1

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Biskuit merupakan salah satu produk pangan olahan yang berbahan dasar
tepung terigu. Biskuit merupakan produk kering yang memilik kadar air rendah
sehingga dapat disimpan dalam waktu yang lama. Menurut SNI 2973:2011 biskuit
adalah produk bakeri kering yang dibuat dengan cara memanggang adonan yang
terbuat dari tepung terigu dengan atau tanpa substitusinya, minyak/lemak, dengan
atau tanpa penambahan bahan pangan lain dan bahan tambahan pangan yang
diizinkan.
Upaya menjaga mutu di industri pangan dilakukan dengan pengujian mutu
mulai dari bahan baku, proses produksi, hingga produk akhir. Mutu menurut
Muhandri dan Kadarisman (2012) adalah kesesuaian atau serangkaian karakteristik
produk atau jasa dengan standar yang ditetapkan perusahaan berdasarkan syarat,
kebutuhan, dan keinginan konsumen. Dalam suatu industri pangan, perlu dilakukan
pengujian mutu produk akhir untuk menjaga dan memastikan bahwa mutu/kualitas
produk setelah melewati proses produksi telah memenuhi spesifikasi yang ditetapkan.
Setiap produk akhir (end product) khususnya di bidang pangan seharusnya dilakukan
pengujian sesuai dengan kemampuan perusahaan sebelum produknya rilis di pasaran.
Pengujian mutu produk akhir merupakan tindakan pencegahan terhadap berbagai
kemungkinan kerusakan produk baik yang akan dipasarkan maupun yang telah
dipasarkan.
Pengujian mutu produk akhir dilakukan dengan cara sampling yang dilakukan
oleh bagian Quality Control untuk mengetahui apakah kualitas biskuit yang
dihasilkan sudah sesuai dengan standar atau belum. Apabila terdapat penyimpangan
atau ketidaksesuaian produk akhir terhadap spesifikasi atau terhadap ketentuan dari
konsumen pemesan maka produk tersebut akan diproses ulang jika masih
memungkinkan dan akan dimusnahkan jika penyimpangan yang terjadi terlalu jauh
dari spesifikasi. Prosedur ini dilakukan untuk menjaga agar produk yang tidak
memenuhi standar (produk cacat) tidak sampai ke tangan konsumen serta untuk
memastikan bahwa produk perusahaan yang diterima konsumen benar-benar dalam
kondisi terbaik.

1.2 Tujuan

Tujuan dari pelaksanaan Praktik Kerja Lapangan (PKL) ini terbagi dalam
tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan PKL secara umum yaitu menjalin kerjasama
2

antara pihak perguruan tinggi dengan industri, mengaplikasikan ilmu yang telah
didapat selama mengikuti perkuliahan di perguruan tinggi, menambah wawasan,
pengalaman bekerja, serta memperoleh gambaran nyata aplikasi ilmu yang diperoleh
selama kuliah. Sedangkan tujuan PKL secara khusus yaitu mengamati proses
produksi biskuit Roma Kelapa sampai pengemasan produk akhir, serta mempelajari
pengujian yang dilakukan pada produk akhir biskuit Roma Kelapa dan
membandingkan kesesuaian hasil pengujian dengan standar perusahaan.

2 METODE KAJIAN

2.1 Tempat dan Waktu Praktik Kerja Lapangan

Praktik Kerja Lapangan (PKL) dilaksanakan di PT Mayora Indah Tbk yang


berlokasi di Kawasan Industri MM 2100, Jl. Jawa Blok H No.10, Cibitung – Bekasi
17520. Kegiatan ini berlangsung selama 3 bulan, terhitung mulai tanggal 13 Februari
2017 sampai dengan 13 Mei 2017. Kegiatan PKL dilakukan di Departemen Quality
Control (QC), dengan hari kerja dari hari Senin hingga Jumat selama 8 jam kerja
mulai pukul 08.00 – 16.00 dan hari Sabtu selama 5 jam kerja mulai pukul 08.00 –
13.00.

2.2 Teknik Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dalam pelaksanaan Praktik Kerja Lapangan terdiri


dari data primer dan data sekunder.

2.2.1 Data Primer


Data primer merupakan data yang bersifat objektif, karena secara langsung
diperoleh dari sumbernya.
a. Pengamatan Langsung
Pengumpulan data yang dilakukan yaitu dengan mengamati secara langsung
setiap pengujian pada produk akhir yang dilakukan di laboratorium dan
pengujian yang dilakukan oleh QC Field.
b. Wawancara dan Diskusi
Wawancara dan diskusi dilakukan dengan pihak-pihak terkait seperti
pembimbing lapang, QC Field, operator, pengawas, dan analis untuk
memperoleh data dan mendapatkan informasi yang terkait.
3

2.2.2 Data Sekunder

Data sekunder adalah data dari referensi informasi yang diperoleh dari pihak
lain. Metode untuk mendapatkan data sekunder, yaitu membaca literatur yang berasal
dari buku panduan perusahaan, jurnal, dan media elektronik. Data sekunder harus
berasal dari sumber-sumber yang dapat dipertanggungjawabkan. Selain itu, data
sekunder juga diperoleh dari data yang telah ada di perusahaan. Hal yang paling
penting, yaitu data yang diperoleh telah memperoleh izin dari perusahaan untuk
dipublikasikan pada laporan tugas akhir.

2.3 Metode Pengujian

2.3.1 Pengujian Fisik

Pengukuran berat biskuit dilakukan dengan menggunakan necara analitik,


sedangkan pengukuran tebal dan diameter biskuit dilakukan dengan menggunakan
jangka sorong. Pengujian fisik secara sensori dilakukan dengan menggunakan panca
indera.

2.3.2 Pengujian Kimia

2.3.2.1 pH (Potensial Hidrogen)

Pengukuran pH pada produk biskuit Roma Kelapa dilakukan dengan


menggunakan alat pH meter yang sebelumnya telah dikalibrasi dengan
menggunakan buffer pH 4 dan 7. Sampel biskuit yang akan diuji dihancurkan
terlebih dahulu kemudian dibuat larutan 10% ke dalam gelas piala, dan larutan
dihomogenkan dengan menggunakan magnetic stirrer. Elektroda dari pH
meter kemudian dicelupkan ke dalam larutan sampel yang akan dianalisis
derajat keasamannya (pH). Nilai pH akan tertera langsung pada layar digital pH
meter tersebut.

2.3.2.2 Kadar Air

Pengukuran kadar air pada produk biskuit Roma Kelapa dilakukan


dengan menggunakan alat Moisture Analyzer HR-83. Pertama, suhu
pengukuran yang diinginkan diatur pada alat. Alas alumunium bersih
diletakkan pada tempat alas dan tera wadah sampel. Sebanyak ± 3 gr sampel
yang telah dihancurkan diratakan pada alas alumunium, tekan tombol “start”,
maka alat akan memanaskan produk dan menimbang secara otomatis sampai
berat bahan konstan, lalu hasil akan tertera pada layar.
4

2.3.2.3 Asam Lemak Bebas (%FFA)

Pereaksi yang digunakan untuk ekstraksi lemak dengan metode Soxhlet


yaitu heksana. Perekasi yang digunakan untuk penentuan kadar asam lemak
bebas, yaitu NaOH 0,1 N, etanol, dan indikator phenolftalein 1%. Peralatan yang
digunakan yaitu alat Soxhlet lengkap dengan kondensor dan labu lemak, pemanas
listrik, oven, neraca analitik, desikator, kertas saring, kapas, batu didih, gelas
ukur 100 ml, gelas piala 150 ml, dan buret. Sampel yang akan dianalisis harus
diekstrak terlebih dahulu dengan alat Soxhlet kemudian lemak yang telah
diekstrak ditambahkan dengan 50 ml etanol dan 2 ml indikator fenolftalein.
Kemudian sampel dititrasi dengan menggunakan larutan NaOH 0,1 N yang telah
distandarisasi. Titik akhir titrasi tercapai jika warna merah muda (pink) tidak
hilang selama 30 detik (AOAC Official Method Ca 5a – 40).

3 KEADAAN UMUM PERUSAHAAN

3.1 Sejarah Perusahaan

Berdirinya PT Mayora Indah diawali dari produk skala home industry pada
tahun 1948 yang memproduksi biskuit marie dengan cita rasa yang khas dan banyak
disukai pelanggan. Dalam rangka memenuhi permintaan pelanggan yang semakin
bertambah, maka usaha ini mulai dikembangkan dengan skala yang lebih besar
dengan didirikannya Perseroan Terbatas (PT) Mayora Indah pada tahun 1972 yang
berlokasi di Tangerang. Sejalan dengan perkembangan bisnis yang terus meningkat,
perusahaan melakukan pengembangan produk dengan menghasilkan berbagai macam
produk lain, diantaranya biskuit, wafer, coklat, dan candy. Pada tahun 1990, PT
Mayora Indah dipublikasikan menjadi PT Mayora Indah Tbk.
Perusahaan mengalami perkembangan yang pesat, dan untuk merespon
kebutuhan pasar, perusahaan melakukan ekspansi dengan mendirikan beberapa pabrik
biskuit dan candy yang berlokasi di Tangerang, Cibitung, dan Surabaya, sedangkan
kantor pusatnya berlokasi di Jalan Tomang Raya, Jakarta.
PT Mayora Indah Cibitung dibangun pada tahun 1995 di area seluas 60.000 m2
yang terletak di Kawasan Industri MM 2100 Jl. Jawa Blok H No.10, Cibitung-Bekasi.
Produksi secara komersial dimulai pada bulan Agustus 1996. PT Mayora Indah
Cibitung merupakan salah satu perusahaan dari Mayora Group yang memproduksi
pangan olahan yaitu biskuit dan candy. Produk biskuit yang diproduksi yaitu biskuit
Roma Kelapa, Sari Gandum, Better, Slai O’Lai, Malkist, dan Coffee Joy. Sedangkan
produk candy yang diproduksi yaitu Kopiko dan Kis yang dipasarkan oleh Inbisco
Niagatama. Jangkauan pemasarannya baik biskuit maupun candy sudah meliputi
5

seluruh nusantara serta ekspor ke beberapa negara seperti Thailand, Philipina,


Malaysia, Singapura, Arab, Vietnam, dan Belanda.
Dalam menghadapi persaingan pasar global, PT Mayora Indah Tbk Cibitung
menyadari pentingnya mutu dari suatu produk yang dihasilkan. Perusahaan
berkomitmen untuk menghasilkan produk pangan olahan yang bermutu, aman
dikonsumsi, dan dapat memuaskan kebutuhan pelanggan. Saat ini PT Mayora Indah
telah mengimplementasikan SMM ISO 9001:2008 dan Sistem Manajamen Keamanan
Pangan ISO 22000:2005.

3.2 Visi, Misi, Motto, Kebijakan Mutu dan Kebijakan Mutu Perusahaan

3.2.1 Visi

Visi dari PT Mayora Indah Tbk dalam menjalankan usahanya ialah menjadi
perusahaan manufaktur biskuit dan candy terbesar di Indonesia dan Asia Tenggara,
yang mengutamakan peningkatan mutu produk melalui pengembangan sumber daya
manusia (SDM) yang handal dan teknologi yang lebih maju.

3.2.2 Misi

Untuk mencapai misi tersebut perusahaan memiliki misi yaitu:


1 Meningkatkan mutu produk dengan mengendalikan raw material dan
packaging material yang digunakan sesuai dengan SNI dan standar PT Mayora
Indah Tbk.
2 Meningkatkan kemampuan sumber daya manusia dengan menyelenggarakan
training, baik eksternal maupun internal secara periodik.
3 Mengembangkan penerapan teknologi yang lebih maju dalam proses produksi
untuk meningkatkan kualitas produk.

3.2.3 Motto

Memproduksi biskuit dan candy yang bermutu, melalui penerapan teknologi


dan meningkatkan kemampuan SDM untuk memenuhi kepuasan pelanggan.
6

3.2.4 Kebijakan Mutu, Halal, dan Keamanan Pangan Perusahaan

PT Mayora Indah Tbk Cibitung merupakan salah satu anak perusahaan PT


Mayora Indah Tbk, dalam menentukan dan menyusun kebijakan mutu dan
keamanan pangan perusahaan.
M emenuhi persyaratan, peraturan, dan undang-undang yang berlaku
A man dikonsumsi, berkualitas, dan halal
Y akin bahwa semua pihak terlibat dalam pendekatan proses dan pendekatan
sistem
O ptimis dalam mencapai tujuan organisasi dan sasaran mutu
R espon yang cepat dan fokus pada pelanggan melalui peningkatan
berkesinambungan
A ktif dalam menjalin hubungan yang saling menguntungkan dengan semua
pihak

3.3 Lokasi Perusahaan

PT Mayora Indah Tbk Cibitung berlokasi di kawasan industri MM 2100 Jl.


Jawa Blok H No.10, Cibitung, Bekasi. Batas wilayah disebelah barat atau kiri
berbatasan dengan pabrik accessories komputer PT. Higashifuji Indonesia, disebelah
timur atau kanan berbatasan dengan pabrik plastik PT. Riken Indonesia, dan
disebelah utara atau di depan terdapat pabrik kasur yaitu PT. Paramount Bed
Indonesia.
Luas area pabrik PT Mayora Indah Tbk Cibitung ini sekitar 60.000 m2
digunakan untuk berbagai fasilitas industrial. Fasilitas yang dimiliki PT Mayora
Indah meliputi: ruangan kantor, laboratorium, ruangan pelatihan, ruangan meeting,
line produksi, gudang raw material, gudang packaging material, gudang finished
good, unit pengolahan limbah cair yang digunakan yaitu Waste Water Treatment
Plant (WWTP), area loker, kantin, poliklinik, koperasi, masjid, dan bank. Pengaturan
ruang untuk penempatan fasilitas produksi dan fasilitas lainnya diatur sedemikian
rupa agar memudahkan proses produksi. Pengaturan fasilitas-fasilitas tersebut
menggunakan tipe product layout, yaitu penempatan fasilitas produksi sesuai dengan
alur proses produksi. Hal ini dilakukan untuk efisiensi proses produksi agar tercipta
ruang yang rapi dan proses produksi atau distribusi berjalan dengan baik. PT Mayora
Indah juga memiliki beberapa bus untuk mengantar jemput karyawan dan staf setiap
harinya.
7

3.4 Struktur Organisasi

Sebagai perusahaan yang besar, PT Mayora Indah Tbk Cibitung memiliki suatu
struktur organisasi yang mencakup beberapa bagian yang terdiri dari Factory
Manager, Quality Management Representative, Sekretariat ISO (International
Organization of Standardization), Lead Auditor Internal, Production Planing
Inventory Control (PPIC), Production, Development-General Affair, Purchasing, dan
Engineering. Jabatan tertinggi pada struktur organisasi di PT Mayora Indah Tbk
Cibitung adalah Factory Manager, dimana jabatan ini membawahi masing-masing
Departement Head yang bertanggung jawab terhadap Quality Control (QC),
Technical Utility, Production Biscuit, PPIC, dan Warehouse. Setiap Departement
Head akan dibantu oleh Section Head dan Unit Head, kemudian setiap kegiatan yang
berlangsung pada setiap departemen dilaksanakan oleh pelaksana. Struktur organisasi
PT Mayora Indah Indah Tbk Cibitung tersaji di Lampiran 1 dan Tabel 1.

Jabatan Unit yang Dipimpin


Factory Manager (FM)  Quality Control Dept Head
 Production Biscuit Dept Head
 Production Candy Dept Head
 Technical Biscuit Dept Head
 Technical Candy Dept Head
 PPIC Dept Head
 IR & GA Dept Head
 Warehouse Dept Head
Quality Control Dept Head  Section Head of Lab RM/PM
 Sr Section Head of PDE Candy
 Sr Section Head of PDE Biscuit
Production Biskuit Dept Head  Prod. Process Biscuit Dept Head
 Prod. Packing Biscuit Dept Head
Production Candy Dept Head  Prod. Process Candy Dept Head
 Prod. Packing Candy Dept Head
Technical Biscuit & Candy Dept Head  Technical Packing Section Head
 Maintenance Planner
 Technical Process Section Head
 Technical Supporting Section Head
Warehouse Dept Head  Section Head Invetory FG
 GDPM Unit Head
 GDBS Unit Head
 GDSP Unit Head
 GDRM Unit Head
PPIC Dept Head  PPIC Section Head Biscuit
 PPIC Section Head Candy
8

IR & GA Dept Head  IR Adm Personalia Section Head


 Payroll Section Head
 GA Biscuit Section Head
 GA Candy Section Head
Continous Improvement & Section  Internal Calibration Section Head
Head  Industrial Engineering Section Head
Tabel 1. Jabatan dan unit yang dipimpin di PT Mayora Indah Tbk Cibitung

3.5 Ketenagakerjaan

Karyawan yang bekerja di PT Mayora Indah Tbk Cibitung terdiri dari pria dan
wanita dengan berbagai tingkat pendidikan mulai dari Sekolah Menengah Atas
(SMA) sampai tingkat sarjana. Terdapat dua status kekaryawanan yaitu karyawan
tetap dan karyawan tidak tetap. Karyawan tetap merupakan karyawan yang bekerja
tetap tanpa jangkauan waktu kontrak, sedangkan karyawan tidak tetap adalah
karyawan yang bekerja dalam jangkauan waktu tertentu, baik secara langsung
dikontrak oleh perusahaan maupun melalui yayasan.
Status karyawan di PT Mayora Indah Cibitung terdiri dari karyawan staff,
karyawan Harian Tetap (HT) dan karyawan Pegawai Kontrak Waktu Tertentu
(PKWT). Karyawan Harian Tetap (HT) adalah karyawan tetap perusahaan yang
bekerja tanpa ada batas waktu hari kerja, sedangkan karyawan Pegawai Kontrak
Waktu Tertentu (PKWT) adalah karyawan perusahaan yang dipekerjakan dengan
batas waktu kerja tertentu sesuai dengan kontrak pekerjaan yang telah disepakati.
Bagian dan tanggung jawab yang dilaksanakan oleh setiap bagian di PT Mayora
Indah Tbk Cibitung tersaji pada lampiran 2.
Sistem penggajian disesuaikan dengan jabatan, golongan jabatan, pendidikan,
keahlian, prestasi, dan pengalaman kerja. Sistem penggajian dan upah lembur khusus
karyawan produksi mengacu pada Upah Minimun Regional (UMR). Dalam hal ini,
UMR yang berlaku ialah UMR untuk daerah Bekasi.
Jam kerja karyawan adalah 45 jam perminggu untuk enam hari kerja, yaitu pada
hari senin sampai sabtu, 7 jam kerja per hari (ditambah dengan istirahat 1 jam) pada
hari senin sampai jumat dan 5 jam kerja pada hari sabtu. Berikut pembagian jam kerja
berdasarkan waktu kerja:

Senin - Jumat:
1. Non-shift : Pukul 08.00 – 16.00 WIB dan istirahat pukul 12.00 – 13.00 WIB
2. Shift 1 : Pukul 07.00 – 15.00 WIB dan istirahat pukul 12.00 – 13.00 WIB
3. Shift 2 : Pukul 15.00 – 23.00 WIB dan istirahat pukul 18.00 – 19.00 WIB
4. Shift 3 : Pukul 23.00 – 07.00 WIB dan istirahat pukul 03.00 – 04.00 WIB
9

Sabtu:
1. Non-shift : Pukul 08.00 – 13.00 WIB (tanpa istirahat)
2. Shift 1 : Pukul 07.00 – 12.00 WIB (tanpa istirahat)
3. Shift 2 : Pukul 12.00 – 17.00 WIB (tanpa istirahat)
4. Shift 3 : Pukul 17.00 – 22.00 WIB (tanpa istirahat)

3.6 Produk PT Mayora Indah Tbk Cibitung

Produk-produk yang dihasilkan oleh PT Mayora Indah Tbk Cibitung dipasarkan


baik di dalam negeri (lokal) maupun di luar negeri (ekspor). Jenis-jenis produk yang
dihasilkan oleh perusahaan dapat dilihat pada Tabel 2.

Jenis Produk Merek Dagang


Biskuit Malkist coklat, Malkist Abon,
Malkist seaweed, SGC (Sari
Gandum Coklat), SGP (Sari
Gandum Peanut), Better, Slai
O’Lai, Coffee Joy, Roma Kelapa
Candy Kis Cherry, Kis Barley, Kis Grape,
Kis Apple, dan Kopiko
Tabel 2. Produk yang dihasilkan PT Mayora Indah Tbk Cibitung

4 KEGIATAN PRODUKSI

4.1 Bahan Baku dan Bahan Tambahan

Dalam hal proses produksi, bahan baku dan bahan tambahan didalam
perusahaan memegang peranan yang sangat penting dalam menunjang kelangsungan
proses produksi, walaupun ada faktor-faktor lain yang penting tetapi persediaan
bahan baku dan bahan tambahan akan sangat berpengaruh terhadap pelaksanaan
produksi. Oleh karena itu perusahaan harus dapat mengendalikan masalah persediaan
dengan baik. Bahan baku dan bahan tambahan yang digunakan juga harus sesuai
dengan mutu yang direncanakan. Mutu bahan baku dan bahan tambahan sangat
mempengaruhi hasil akhir dari produk yang dibuat.
10

4.1.1 Tepung Terigu


Tepung terigu adalah bahan utama dalam pembuatan biskuit dan yang paling
menentukan mutu adonan. Terdapat bermacam-macam jenis tepung, tergantung pada
sumber bahan baku, tujuan penggunaannya, kandungan protein, dan lain-lain. Tepung
ini tidak berkontribusi terhadap flavor dari biskuit, tetapi berkontribusi terhadap
tekstur, kekerasan, serta bentuk atau potongan biskuit (Manley 2011). Fungsi tepung
juga untuk mengikat air sehingga adonan menjadi liat dan elastis akibat dari
terbentunya gluten.
Kebanyakan biskuit dapat dibuat dari tepung yang memiliki kandungan protein
yang rendah dan gluten yang lemah. Tepung dengan kandungan protein kurang dari
9% adalah yang terbaik, dan kandungan protein yang lebih dari 9,5% sering membuat
terjadinya masalah dalam pengolahan (Manley 2011).
Tepung terigu dengan kandungan protein yang rendah digunakan agar
pengembangan adonan akibat gluten yang terbentuk tidak terjadi secara berlebihan
karena pada produksi biskuit bukan pengembangan adonan yang diperlukan seperti
pada produksi roti.

4.1.2 Gula
Gula merupakan bahan yang banyak digunakan dalam pembuatan biskuit.
Fungsi gula dalam proses pembuatan biskuit selain sebagai pemberi rasa manis juga
berfungsi untuk memperbaiki tekstur, dan memberikan warna pada permukaan
biskuit (Manley 2011).
Penggunaan gula pada biskuit jenis soft dough sangat penting. Biskuit dengan
jenis soft dough menggunakan gula dan lemak dalam jumlah yang banyak dan hanya
menggunakan air dalam jumlah yang sedikit. Sehubungan dengan penggunaan air
dalam jumlah yang sedikit maka ukuran kristal gula berpengarh terhadap jumlah air
yang digunakan untuk melarutkan gula. Menurut Manley (2011) sukrosa pada adonan
biskuit akan larut bergantung pada jumlah air yang digunakan. Hal ini sangat
mempengaruhi tekstur dari biskuit yang dipanggang. Jika jumlah gula yang
digunakan tinggi maka biskuit menjadi keras. Ukuran kristal gula dan tingkat
kelarutan gula ketika adonan dipanaskan dalam oven mempengaruhi tingkat
pengembangan adonan ketika adonan dipanggang dan berpengaruh pada penampilan
dan kerenyahan pada biskuit. Ukuran kristal gula yang lebih kecil akan larut dengan
mudah pada adonan dan ukuran kristal yang lebih besar akan memberikan tekstur
yang berpasir pada biskuit.

4.1.3 Sirup Glukosa


Sirup glukosa adalah cairan kental dan jernih dengan komponen utama glukosa,
yang diperoleh dari hidrolisis pati dengan cara kimia atau enzimatik. Hidrolisis pati
adalah proses pemecahan molekul amilum menjadi bagian-bagian penyusun amilum
yang lebih sederhana seperti dekstrin, isomaltosa, maltosa dan glukosa. Menurut
Manley (2011), sirup glukosa menyediakan gula pereduksi untuk meningkatkan
pewarnaan permukaan oleh reaksi Maillard dan memberi tekstur yang tajam tanpa
rasa manis yang signifikan pada biskuit yang gurih. Penggunaan sirup glukosa pada
biskuit juga akan memberikan kontribusi yang baik terhadap tekstur.
11

4.1.4 Minyak Nabati


Minyak nabati adalah minyak yang diekstrak dari berbagai bagian tumbuhan.
Berbagai jenis minyak nabati yang biasa digunakan untuk pengolahan pangan ialah
minyak kelapa sawit, minyak jagung, minyak zaitun, minyak kedelai, dan minyak
bunga matahari. Minyak nabati yang digunakan dalam pembuatan biskuit Roma
Kelapa adalah minyak RBDPO (Refined Bleached Deodorized Palm Olein). Fungsi
utama lemak dalam pembuatan biskuit adalah sebagai pengemulsi, tetapi selain itu
lemak juga berfungsi sebagai pembentuk cita rasa dan memberikan tekstur pada
makanan. Lemak juga berfungi untuk memberikan flavor pada biskuit dan
menghasilkan biskuit yang lembut atau tidak terlalu keras (Manley 2011). Menurut
Fellows (2000) dalam Sholikhah dan Nisa (2015), lemak akan melumaskan struktur
internal pada adonan untuk mendapatkan tingkat pengembangan yang lebih baik pada
saat proses pemanggangan.
Menurut Manley (2011), selama pencampuran adonan, lemak akan membentuk
lapisan di sekitar tepung untuk membatasi air dalam campuran untuk bergabung
dengan tepung. Hal ini sangat penting dalam biskuit karena ketika air bergabung
dengan tepung pada saat pencampuran, gluten (protein) dalam tepung akan membuat
adonan menjadi kalis. Meskipun hal ini diinginkan dalam produk seperti roti, dalam
biskuit setelah dipanggang, menimbulkan produk yang keras, rapuh, dan sangat tidak
enak.

4.1.5 Tepung Tapioka


Fungsi penambahan tepung tapioka pada pembuatan adonan biskuit adalah
sebagai tepung substansi agar ketergantungan terhadap tepung gandum atau tepung
terigu tidak terlalu besar. Kandungan tapioka yang paling penting adalah amilosa dan
amilopektin yang menyebabkan proses penyerapan air selama pemasakan, hal ini
menyebabkan produk akhir renyah (Astawan, 2001). Tepung tapioka juga berfungsi
untuk memperkuat tekstur biskuit agar tidak mudah hancur atau rapuh.

4.1.6 Susu Bubuk


Susu, mentega, dan keju sudah menjadi bahan tradisional karena flavour dan
nilai gizi yang luar biasa. Kandungan protein dan gula reduksi (laktosa) pada susu
berkontribusi kuat pada reaksi Maillard yang memberikan warna coklat pada
permukaan biskuit ketika dipanggang. Susu juga dapat memberikan sensasi lembut
ketika memakan biskuit tetapi hanya digunakan dalam jumlah kecil karena efeknya
pada perwarnaan permukaan biskuit (Manley 2011). Dalam pembuatan biskuit, susu
bubuk digunakan untuk meningkatkan cita rasa dan aroma biskuit, serta untuk
meningkatkan nilai gizi dari biskuit.

4.1.7 Tepung Kelapa / Desiccated Coconut


Tepung kelapa merupakan salah satu bahan dalam pembuatan biskuit atau jenis kue
dan produk olahan lainnya. Tepung kelapa merupakan hasil olahan kelapa parut yang
dikeringkan. Proses pembuatan tepung kelapa meliputi seleksi bahan baku,
12

pemisahan tempurung dan testa, pembelahan dan pencucian, perendaman dengan


natrium bisulfit (NaHSO3), pemarutan/penggilingan, dan pengeringan. Natrium
bisulfit digunakan untuk mencegah proses pencoklatan, memperbaiki warna produk,
cita rasa dan mencegah pertumbuhan mikroba. Perendaman ini juga berperan untuk
pemutihan produk dan mencegah kerja enzim dalam bahan yang diproses. Tepung
kelapa pada pembuatan biskuit Roma Kelapa digunakan sebagai bahan pengisi dan
penambah rasa atau flavour pada biskuit.

4.1.8 Air
Air berperan dalam melarutkan bahan-bahan lain agar bisa bercampur. Air
dalam adonan selain berfungsi untuk melarutkan garam, juga membantu
menghasilkan adonan yang homogen (Winarno 2008). Air yang berhubungan dengan
pengolahan suatu produk pangan harus memenuhi standar mutu yang diperlukan
untuk air minum. Pada suatu industri pangan diperlukan penanganan tambahan agar
semua mikroorganisme yang terdapat pada air hilang. Selain itu harus ada
penanganan khusus untuk menghilangkan semua bahan-bahan didalam air yang
mungkin dapat mempengaruhi penampakan, rasa, dan stabilitas produk akhir (Buckle
et al. 1985).

4.1.9 Garam
Garam adalah bahan yang biasanya digunakan dalam jumlah sedikit untuk
menguatkan flavor pada produk pangan. Penambahan garam efektif pada konsentrasi
sekitar 1-1,5% dari berat tepung, pada konsentrasi garam lebih dari 2,5%
menimbulkan rasa yang tidak menyenangkan pada biskuit. Garam yang ditambahkan
ke dalam adonan juga menguatkan gluten dan adonan menjadi tidak terlalu lengket
(Manley 2011)
Penambahan garam dalam pembuatan adonan biskuit juga berfungsi untuk
menambah cita rasa dan meningkatkan aroma, serta memperkuat kekompakan
adonan. Penambahan garam pada adonan ditentukan sesuai dengan formulasi yang
ditentukan.

4.1.10 Pengemulsi Lesitin kedelai


Menurut deMan (1997) Minyak dan air merupakan cairan yang tidak saling
berbaur karena memiliki berat jenis yang berbeda, sehingga diperlukan zat
pengemulsi untuk mempertahankan agar fase terdispersi tetap terdispersi dalam fase
pendispersi tetap stabil. Pengemulsi adalah suatu bahan aktif permukaan yang mampu
menurunkan tegangan antarmuka antara udara-cairan dan cairan-cairan, sehingga
mempermudah terbentuknya emulsi dan tetap stabil selama penyimpanan.
Kemampuan ini merupakan akibat dari struktur molekul penemulsi: molekulnya
mengandung dua bagian yang jelas, satu bagian mempunyai sifat polar atau sifat
hidrofil, bagian yang lain bersifat non polar atau hidrofob.
Lemak dalam biskuit akan mengurangi kekerasan biskuit dengan merusak
struktur gluten pada adonan. Dengan menggunakan emulsifier dalam jumlah yang
sedikit, fase lemak akan tersebar lebih merata pada bahan-bahan yang hidrofilik
13

seperti tepung, gula, dan lain-lain pada adonan (Manley 2011). Dalam pembuatan
biskuit emulsifier atau pengemulsi digunakan untuk mendapatkan adonan yang lebih
kompak dan menghasilkan tekstur biskuit yang lebih kompak dan kokoh.

4.1.11 Pengatur keasaman (asam sitrat)


Pengatur keasaman bertindak sebagai penegas rasa atau menyelubungi after
taste yang tidak disukai. Asam sitrat yang digunakan pada biskuit berfungsi juga
untuk mengatur pH dari adonan.

4.1.12 Bahan Pengembang (Ammonium Bikarbonat)


Bahan pengembang yaitu bahan tambahan pangan yang digunakan untuk
mengembangkan adonan. Bahan pengembang yang digunakan pada biskuit Roma
Kelapa adalah ammonium bikarbonat. Penambahan ammonium bikarbonat yaitu
untuk membuat biskuit dan produk sejenis dapat mengembang akibat gas
karbondioksida yang dihasilkan. Gas karbondioksida tersebut terperangkap di dalam
gluten sehingga adonan menjadi mengembang (Winarno 2008). Pada tahap
pemanggangan, dengan adanya pemanasan maka ammonium bikarbonat terurai
menghasilkan gas CO2 yang terperangkap dalam matriks gluten sehingga terjadi
pengembangan adonan, akhirnya terbentuk struktur porus dari matriks gluten
sehingga menghasilkan biskuit yang renyah.

4.1.13 Perisa kelapa


Perisa (flavor) adalah bahan tambahan pangan yang memengaruhi rasa dan
aroma yang biasanya ditambahkan pada makanan atau minuman sehingga
menimbulkan rasa dan aroma yang enak dan lezat. Flavor merupakan komponen yang
memiliki karakteristik yang dapat menimbulkan efek sensoris.

4.1.14 Premix Vitamin dan Kalsium Karbonat


Premix vitamin ditambahkan pada produk biskuit untuk menambah nilai gizi
pada biskuit. Premix vitamin yang digunakan adalah premix vitamin C3 dan Vitamin
E Liquid. Kalsium Karbonat digunakan sebagai sumber kalsium yang bertujuan untuk
melengkapi nilai gizi pada biskuit.

4.2 Proses Produksi

Tahapan pembuatan biskuit dimulai dari penimbangan bahan baku, pembuatan


cairan, pembuatan adonan, moulding, baking, spraying oil, cooling, metal detecting,
dan packing.

4.2.1 Weighing (Penimbangan)


Weighing (penimbangan) merupakan tahap persiapan bahan-bahan yang
diperlukan dalam pembuatan biskuit dengan formulasi yang telah ditetapkan.
14

Penimbangan bahan dilakukan secara otomatis dan secara manual.


Penimbangan bahan baku seperti tepung terigu dilakukan secara otomatis
sedangkan penimbangan bahan lainnya dilakukan secara manual. Sebelum
dilakukan penimbangan berdasarkan formulasi yang telah ditetapkan, bahan
baku maupun bahan tambahan yang digunakan tersebut telah melalui tahapan
pengecekan baik secara visual maupun pengecekan di laboratorium.

4.2.2 Mixing (Pencampuran)


Tahapan pencampuran bertujuan untuk menghomogenkan bahan-bahan
yang digunakan dan untuk memperoleh adonan dengan konsistensi yang sesuai.
Proses mixing terbagi menjadi dua bagian yaitu proses pembuatan cairan dan
proses pembuatan adonan. Pada proses pembuatan cairan terdapat proses
pembuatan larutan gula dan proses pembuatan emulsi susu. Pembuatan larutan
gula dilakukan dengan menggunakan mesin dissolver, proses ini melibatkan
proses pemanasan dan proses pengadukan. Suhu pemanasan larutan gula yaitu
90-1000C. Proses pengadukan larutan gula akan terus dilakukan sampai larutan
masuk ke dalam tangki cairan. Sedangkan proses pembuatan emulsi susu
dilakukan dengan menggunakan mesin mixer turbo. Pada proses pembuaan
emulsi susu ini dilakukan pengadukan cepat selama 5-10 menit. Emulsi susu ini
terbuat dari campuran susu bubuk, minyak nabati, dan lesitin.
Selanjutnya larutan gula dan emulsi susu yang telah tercampur merata
ditransfer ke mixer tangki cairan dan diaduk hingga homogen. Pada mixer
tangki cairan ini dimasukkan bahan-bahan tambahan seperti ammonium
bikarbonat, premix vitamin, kalsium karbonat, dan bahan-bahan tambahan
lainnya setelah suhu cairan mencapai suhu 38-430C. Suhu dari cairan tidak
boleh terlalu panas karena apabila suhu cairan terlalu panas ketika ditambahkan
ammonium bikarbonat maka ammonium bikarbonat akan terdisosiasi oleh
panas menghasilkan gas NH3 dan CO2 dan gas tersebut akan menguap sehingga
pengembangan adonan ketika adonan biskuit dilakukan proses pemanggangan
menjadi tidak sempurna.
Pada proses pembuatan adonan, bahan bahan yang ditransfer dari mixer
tangki cairan dicampurkan dengan tepung terigu sampai adonan tercampur
merata (homogen) selama kurang lebih 12 menit. Menurut Manley (2011),
untuk menghasilkan kualitas biskuit yang terbaik, waktu pencampuran setelah
tepung sudah dimasukkan harus seminimum mungkin sehingga sedikit
kesempatan untuk hidrasi dari protein tepung terigu dan pembentukan gluten.
Adonan yang telah selesai di mixing kemudian ditransfer ke hopper untuk
selanjutnya dicetak pada mesin pencetak setelah dilakukan proses resting.

4.2.3 Moulding (Pencetakan)


Moulding adalah proses pencetakan adonan menjadi ukuran yang lebih
kecil dengan bentuk yang diinginkan. Tipe mesin pencetak adonan yang
digunakan adalah rotary moulder. Menurut Manley (2011), rotary moulder
adalah mesin yang biasa digunakan untuk memproduksi potongan adonan
biskuit dari soft dough. Prinsip kerja dari mesin rotary moulder adalah adonan
15

yang berasal dari hopper akan ditarik kebawah oleh forcing roll yang berputar
terhadap moulding roll searah dengan jarum jam. Kemudian adonan dicetak
dengan moulding roll yang berputar berlawanan arah terhadap forcing roll.
Kelebihan adonan yang sudah dicetak dibuang dengan menggunakan pisau
(scraper) yang menempel pada cetakan. Potongan adonan tersebut kemudian
akan ditekan oleh extraction roll terhadap moulding roll agar potongan adonan
menempel pada extraction web dan kemudian ditransfer untuk dilakukan proses
selanjutnya. Setelah potongan adonan ditransfer dari moulding roll ke
extraction web, extraction web akan melewati web cleaning scraper yang akan
menghilangkan sisa-sisa adonan yang menempel pada web.

Gambar 1. Bagian-bagian pada mesin rotary moulder (A = forcing roll ; B =


moulding roller ; C = extraction roll ; D = scraper ; E = extraction web ; F =
web cleaning scraper)

4.2.4 Baking
Proses baking/pembakaran berfungsi untuk mengeluarkan uap air sehingga
diperoleh biskuit dengan kadar air yang diinginkan, mematangkan, dan
membentuk warna biskuit. Pemanggangan merupakan proses yang sangat
penting dalam pembuatan biskuit karena bertujuan untuk meningkatkan sifat
sensori produk seperti warna, rasa, aroma, dan tekstur. Proses pembakaran
biskuit dilakukan melewati ban berjalan yang terdiri dari beberapa zona
pemanasan dengan suhu yang berbeda-beda. Masing-masing zona juga
memiliki fungsi yang berbeda dalam proses pemanggangan.
Proses pembakaran biskuit dengan oven terdiri dari 4 zona, dimana zona 1
dan 2 merupakan zona untuk pembentukan dan pengembangan biskuit, zona 3
merupakan zona untuk penghilangan/penurunan kadar air, dan zona 4
merupakan zona untuk pewarnaan dan pematangan biskuit. Temperatur yang
digunakan dikendalikan pada tiap zona pemanasan dikendalikan dengan
16

menggunakan termokontrol yang berfungsi untuk menjaga agar temperatur


oven tidak melebihi temperatur setting yang ditetapkan. Pengontrolan dan
pencatatan temperatur dilakukan secara berkala oleh QC field. Biskuit yang
telah melalui tahap pembakaran lalu ditransfer melalui conveyor untuk
dilakukan proses cooling dan selanjutnya dilewatkan pada mesin metal detector
yang berfungsi untuk mengidentifikasi bila terjadi kontaminasi logam.

4.2.5 Spraying Oil


Spraying Oil adalah tahapan dimana pada permukaan biskuit disemprotkan
minyak setelah dilakukan proses pemanggangan. Menurut Manley (2011) spray
oil berfungsi untuk menambahkan kesan mengkilap pada permukaan biskuit,
bertindak sebagai pengikat flavour, dan menutup permukaan biskuit untuk
mencegah masuknya air kedalam biskuit.

4.2.6 Cooling
Setelah biskuit mengalami proses pemanggangan, biskuit kemudian
didinginkan hingga mencapai suhu kamar. Tujuan dilakukannya pendinginan
ini adalah supaya memudahkan dalam proses pengemasan dan mencegah
terjadinya kondensasi ketika produk dimasukkan ke dalam kemasan.
Pengemasan biskuit dalam kondisi panas akan menimbulkan uap air sehingga
biskuit menjadi lembab dan rentan untuk ditumbuhi oleh mikroorganisme.
Pendinginan dilakukan dengan menggunakan cooling conveyor.

4.2.7 Metal Detecting


Setelah melalui tahap pendinginan, biskuit selanjutnya akan melalui tahap
metal detecting dengan cara melewatkan biskuit pada alat metal detector untuk
mendeteksi ada tidaknya kontaminasi logam pada biskuit tersebut. Ketika
terdapat produk yang terdeteksi mengandung cemaran fisik berupa logam, maka
alarm akan berbunyi dan produk secara otomatis akan dipisahkan oleh rejector
untuk dicari sumber kontaminannya. Produk yang terdeteksi mengandung
logam akan dilewatkan sebanyak 3 kali untuk memastikan apakah benar
terdapat logam didalam biskuit tersebut. Pihak QC atau Quality Control selalu
melakukan verifikasi terhadap mesin metal detector untuk memastikan bahwa
mesin metal detector berfungsi sesuai dengan standar kinerja alat tersebut.
Verifikasi mesin metal detector dilakukan sebanyak 4 kali/shift. Pengecekan
dilakukan dengan melewatkan metal test piece Fe, non Fe dan SS.

4.2.8 Stacking dan Sorting


Biskuit yang telah melalui metal detector kemudian akan memasuki tahap
stacking dimana biskuit dibagi kedalam beberapa jalur. Setelah biskuit terbagi
kedalam beberapa jalur selanjutnya akan memasuki tahap sortasi, dimana
biskuit yang tidak sesuai dengan standar seperti biskuit yang patah, akan segera
di-reject oleh pekerja pada bagian sortasi. Pekerja pada bagian sortasi juga akan
merapikan posisi biskuit agar tersusun rapi pada jalurnya untuk memudahkan
proses packing. Pada tahap ini, pihak QC atau Quality Control bertugas untuk
17

melakukan pengecekan secara berkala terhadap tebal, diameter, dan parameter


organoleptik (bentuk, warna, dan aroma) dari biskuit tersebut. Pengecekan
dilakukan setiap 1 jam sekali. Biskuit yang tidak sesuai dengan standar
kemudian akan dilewatkan agar tidak menuju ke proses packing dan ditampung
ke dalam wadah biskuit reject.

4.2.9 Packaging (Primary Packaging dan Cartoning)


Bagian terakhir dalam proses produksi biskuit adalah proses pengemasan.
Fungsi dasar pengemasan itu sendiri yaitu sebagai wadah dan sebagai
pelindung dari segala hal yang dapat merusak produk tersebut. Pengemasan
dilakukan secara otomatis dengan menggunakan mesin. Jenis kemasan yang
digunakan pada biskuit Roma Kelapa adalah cellophan. Pada tahap
pengemasan, pihak QC bertugas untuk melakukan pengecekan terhadap produk
yang telah dikemas seperti suhu mesin bungkus, kecepatan mesin, penampanan
visual (center seal dan end seal), guset (udara yang ditiupkan pada ujung
kemasan untuk menyesuaikan panjang wrapping), gambar kemasan, dan
coding. Selain dikemas dengan kemasan cellophan, tahap ini juga mengemas
produk dengan kemasan karton yang berisi 24 pack biskuit per karton.

5 PENGUJIAN MUTU PRODUK AKHIR

Mutu pangan adalah parameter pembeda pada produk pangan terhadap produk
pangan lainnya yang mempengaruhi penerimaan konsumen. Parameter mutu pangan
dikenal sebagai mutu kimia, biologi (mikrobiologi), fisik, dan sensori (organoleptik).
Mutu menurut Muhandri dan Kadarisman (2006) adalah kesesuaian atau serangkaian
karakteristik produk atau jasa dengan standar yang ditetapkan perusahaan
berdasarkan syarat, kebutuhan, dan keinginan konsumen. Pengujian mutu produk
akhir merupakan suatu tahapan yang digunakan untuk membantu pencapaian produk
dan sesuai dengan tujuan.
Produk akhir di PT Mayora Indah Tbk juga dilakukan pengujian terhadap mutu
produk untuk memastikan bahwa produk yang beredar akan aman dan layak untuk
dikonsumsi oleh masyarakat, serta untuk mencegah terjadinya kerugian terhadap
perusahaan karna produk yang rusak atau reject.
Hasil pengujian pada produk akhir yang dilakukan di PT Mayora Indah Tbk
ditulis dalam buku log book dan form pengujian mutu produk akhir, lalu hasil
pengujian yang telah dilakukan kemudian dibandingkan dengan standar perusahaan.
Apabila hasil pengujian sesuai dengan standar yang dibuat oleh perusahaan maka
produk tersebut akan diperbolehkan untuk dijual ke pasaran. Standar yang ditetapkan
oleh PT. Mayora Indah dapat dilihat pada Tabel 3.
18

Jenis Pengujian Standar


Kimia Kadar Air Max 2,5%
pH 7 – 8,5
%FFA Max 1%
Fisik Berat 5,3 – 5,8
Diameter 47 – 49
Tebal 7,0 – 8,0
Organoleptik Warna Kuning Coklat
Aroma Khas Kelapa
Rasa Khas Kelapa
Bentuk Bulat
Tabel 3. Standar Mutu Biskuit Roma Kelapa

5.1 Pengujian Fisik

Sifat fisik adalah suatu sifat yang muda dilihat, dikenali, dan diukur. Penentuan
sifat fisik umumnya mudah, murah, dan sederhana. Mutu fisik produk pangan terdiri
dari beberapa jenis seperti suhu, warna, bentuk, ukuran, tekstur, dan lainnya.
Pengukuran mutu fisik dapat menggunakan alat sebagai pengukur objektif dan
dengan indera sebagai pengukuran subjektif.

5.1.1 Pengukuran Berat, Tebal, dan Diameter

Pengecekan berat, tebal, dan diameter biskuit dilakukan setiap satu jam sekali
sebelum biskuit dikemas dan setelah biskuit dikemas. Sampel biskuit sebelum
dikemas akan dicek per jalur packing sebanyak 10 buah biskuit untuk dicek tebal dan
diameternya. Apabila terdapat produk yang berat atau diameternya menyimpang dari
standar yang telah ditetapkan maka produk tersebut akan dilewatkan agar tidak
melalui proses packing dan akan ditampung ke dalam wadah produk reject. Setelah
produk selesai dikemas, QC Field juga bertugas untuk memeriksa parameter mutu
fisik dari produk yaitu berat, tebal, dan diameter biskuit. Sampel diambil sebanyak 1
sampel tiap mesin packing kemudian dilakukan pemeriksaan oleh QC Field. Hasil
pemeriksaan mutu fisik kemudian dicatat ke dalam form pemeriksaan mutu produk
akhir. Pengukuran berat biskuit dilakukan dengan menggunakan neraca analitik,
sedangkan pengukuran diameter dan tebal biskuit dilakukan dengan menggunakan
jangka sorong.
19

5.1.2 Hasil Pengukuran Berat, Tebal, dan Diameter

Standar parameter mutu fisik biskuit yang ditetapkan oleh perusahaan adalah
berat 5,3 – 5,8 gram, tebal 7 – 8 mm, dan diameter 47 – 49 mm. Berdasarkan control
chart dapat dilihat bahwa hasil pengujian berat, tebal, dan diameter tidak melebihi
batas UCL dan LCL yang artinya berat, tebal, dan diameter biskuit sudah sesuai
dengan standar yang ditetapkan oleh perusahaan. Apabila terdapat penyimpangan
berat, diameter, maupun tebal biskuit, maka pihak QC Field akan melaporkan hasil
penyimpangan tersebut kepada operator oven, kemudian bagian operator oven akan
mengambil tindakan perbaikan dengan mengatur suhu oven maupun melakukan
pengaturan pada mesin pencetak (rotary moulder).

Gambar 2. Control Chart berat biskuit Roma Kelapa

Berat biskuit bergantung dari suhu oven dan waktu pemanggangan yang
digunakan karena berpengaruh pada kadar air pada biskuit. Semakin tinggi suhu oven
dan semakin lama waktu pemanggangan yang digunakan maka semakin banyak air
yang menguap dari adonan sehingga berat biskuit menjadi lebih kecil, sedangkan
semakin rendah suhu oven dan semakin cepat waktu pemanggangan maka semakin
sedikit air yang menguap dari adonan sehingga berat biskuit menjadi lebih besar.
Selain itu, berat adonan juga dipengaruhi oleh pisau scraper yang tumpul.
Scraper adalah pisau yang digunakan untuk mengikis kelebihan adonan yang terdapat
pada cetakan. Apabila pisau scraper tumpul maka adonan tidak terkikis dengan
20

sempurna dan menyebabkan berat biskuit melebihi standar. Posisi pisau scraper juga
berpengaruh terhadap berat adonan, dimana semakin rendah posisi pisau maka
semakin sedikit adonan yang mengisi cetakan (cetakan tidak terisi penuh dengan
adonan) sehingga berat biskuit menjadi lebih kecil.
Pada mesin rotary moulder, adonan yang telah dicteak pada moulding roll
kemudian akan di-press atau ditekan terhadap moulding roll oleh extraction roll agar
adonan yang sudah dicetak dapat menempel pada web extraction untuk ditransfer
menuju oven. Berat adonan juga dipengaruhi oleh besarnya tekanan yang dihasilkan
oleh extraction roll, semakin besar tekanan yang diberikan maka berat adonan akan
semakin kecil dan berat biskuit pun menjadi lebih kecil karena air yang berada di
dalam adonan akan keluar dari adonan.
Berdasarkan grafik control chart dapat dilihat bahwa tidak terdapat berat
biskuit yang berada diatas UCL (5,8845) dan dibawah LCL (5,5795). Sehingga dapat
dikatakan bahwa tidak ada berat biskuit yang menyimpang dari standar yang telah
ditetapkan.

Gambar 3. Control Chart diameter biskuit Roma Kelapa

Menurut Manley (2011), Pada awal proses pemanggangan biskuit, ketika


adonan dipanaskan, padatan lemak dan kristal gula akan larut. Hasilnya, adonan akan
mulai menyebar. Akan tetapi, setelah beberapa menit, yang disebut dengan ’set time’,
viskositas adonan akan meningkat dan menjadi terlalu tinggi sehingga diameter
menjadi tetap. Diameter akhir biskuit bergantung dari tingkat penyebaran adonan saat
21

di dalam oven, dimana tingkat penyebaran adonan ini bergantung pada viskositas
adonan biskuit dan ‘set time’.
Selama pemanggangan biskuit, pati umumnya tidak mengalami gelatinisasi
karena tingginya kandungan gula dan rendahnya kandungan air pada adonan, hal ini
mengakibatkan peningkatan gluten Tg, yang menyebabkan viskositas adonan akan
meningkat dan penyebaran adonan akan berakhir (Manley, 2011).
Semakin banyak penggunaan gula dan lemak maka tingkat penyebaran adonan
akan meningkat dan diameter biskuit menjadi lebih besar. Namun, jika penggunaan
gula dan lemak sedikit, maka tingkat penyebaran adonan akan menurun dan
menghasilkan diameter biskuit yang lebih kecil.
Ukuran partikel gula juga berpengaruh terhadap diameter biskuit. Semakin
kecil partikel gula yang berada pada adonan akan mempercepat proses pelarutan gula
sehingga menyebabkan peningkatan penyebaran adonan dan menghasilkan diameter
biskuit yang lebih besar.
Berdasarkan grafik control chart dapat dilihat bahwa tidak terdapat diameter
biskuit yang berada diatas UCL (47,7056) dan dibawah LCL (47,2830). Sehingga
dapat dikatakan bahwa tidak ada diameter biskuit yang menyimpang dari standar
yang telah ditetapkan.

Gambar 4. Control Chart tebal biskuit Roma Kelapa

Tebal biskuit bergantung pada tingkat pengembangan adonan akibat


penggunaan bahan pengembang yang berasal dari garam karbonat maupun garam
bikarbonat yang menghasilkan gas CO2. Pengembangan adonan pada saat biskuit
22

dioven dipengaruhi ketika dilakukan proses penambahan ammonium bikarbonat ke


dalam adonan pada saat proses mixing/pencampuran. Suhu adonan sebelum
ditambahkan ammonium bikarbonat harus diperhatikan yaitu sekitar 38-430C, setelah
suhu tersebut tercapai barulah ammonium bikarbonat ditambahkan ke dalam adonan.
Hal tersebut bertujuan agar ammonium bikarbonat yang ditambahkan ke dalam
adonan tidak terdisosiasi oleh panas menjadi CO2 dan NH3, sehingga ketika
dilakukan proses pemanggangan pengembangan adonan biskuit pun menjadi tidak
sempurna karena gas CO2 yang berfungsi untuk pengembangan adonan sudah banyak
yang menguap ketika dilakukan proses mixing/pencampuran. Menurut Manley
(2011), disosiasi ammonium bikarbonat akan berlangsung dengan cepat pada suhu
600C.
Berdasarkan grafik control chart dapat dilihat bahwa tidak terdapat tebal
biskuit yang berada diatas UCL (7,8793) dan dibawah LCL (7,4847). Sehingga dapat
dikatakan bahwa tidak ada tebal biskuit yang menyimpang dari standar yang telah
ditetapkan.

5.1.3 Pengujian Sensori (organoleptik)

Pengujian sensori adalah pengujian yang didasarkan pada proses pengindraan.


Mutu sensori adalah suatu mutu subjektif yang pengukurannya menggunakan
instrumen manusia yaitu dengan panca indera. Mata digunakan untuk menilai melalui
pengelihatan, hidung untuk menilai melalui pembauan, mulut yaitu lidah dan langit-
langit digunakan untuk menilai rasa, telinga untuk menilai melalui pendengaran, dan
permukaan kulit digunakan untuk menilai melalui perabaan (Winarno 2008)
Pengujian organoleptik ini dilakukan oleh QC Field yang bertugas untuk
mengidentifikasi kesesuaian parameter organoleptik dengan standar yang telah dibuat
oleh perusahaan. Kesesuaian hasil pengujian organoleptik tersebut akan menjadi
evaluasi pertimbangan rilis atau tidaknya produk. Setelah dinyatakan sesuai dengan
standar barulah selanjutnya dilakukan pengujian berikutnya untuk menjamin
keamanan pangan seperti pengujian kimia dan mikrobiologi dari produk biskuit yang
dihasilkan.
Pengujian organoleptik biskuit dilakukan setiap satu jam sekali sebelum biskuit
dikemas dan setelah biskuit dikemas. Sampel biskuit sebelum dikemas akan dicek per
jalur packing untuk dilihat parameter mutu organoleptiknya. Apabila terdapat produk
yang menyimpang dari segi organoleptiknya maka produk tersebut akan dilewatkan
agar tidak melalui proses packing dan akan ditampung ke dalam wadah produk reject.
Setelah produk selesai dikemas, QC Field juga bertugas untuk memeriksa parameter
mutu organoleptik dari produk dengan mengambil sampel sebanyak 1 sampel tiap
mesin packing kemudian dilakukan pemeriksaan parameter mutu organoleptik
(warna, bau, rasa, bentuk).
Apabila terdapat penyimpangan mutu yang tidak sesuai dengan standar maka
bagian QC Field akan melaporkan kepada operator oven untuk dilakukan tindakan
perbaikan seperti penyesuaian suhu oven untuk mendapatkan mutu sensori yang
sesuai dengan standar. Jika masih terdapat penyimpangan dari segi organoleptiknya
23

maka adonan yang terdapat di ruang CK (Central Kitchen) akan diganti dengan
adonan yang baru.

5.1.4 Hasil Pengujian Organoleptik

Tanggal Bentuk Rasa Bau Warna


01 April 2017 OK OK OK OK
02 April 2017 OK OK OK OK
03 April 2017 OK OK OK OK
04 April 2017 OK OK OK OK
05 April 2017 OK OK OK OK
06 April 2017 OK OK OK OK
07 April 2017 OK OK OK OK
11 April 2017 OK OK OK OK
12 April 2017 OK OK OK OK
13 April 2017 OK OK OK OK
15 April 2017 OK OK OK OK
17 April 2017 OK OK OK OK
18 April 2017 OK OK OK OK
19 April 2017 OK OK OK OK
20 April 2017 OK OK OK OK
21 April 2017 OK OK OK OK
25 April 2017 OK OK OK OK
26 April 2017 OK OK OK OK
27 April 2017 OK OK OK OK
28 April 2017 OK OK OK OK
Tabel 4. Hasil pengujian organoleptik biskuit Roma Kelapa

5.1.4.1 Bentuk

Bentuk biskuit yang sesuai standar adalah biskuit dengan bentuk bulat dan
memiliki gambar pada permukaannya. Bentuk biskuit yang tidak sesuai standar
adalah biskuit yang patah, gambar pada permukaannya tidak jelas/utuh, ataupun
bagian luar biskuit yang tidak rata (tidak buat utuh). Berdasarkan hasil pengujian
organoleptik terhadap bentuk biskuit, tidak terdapat bentuk biskuit yang menyimpang
dari standar.

5.1.4.2 Rasa

Rasa merupakan faktor penentu daya terima konsumen terhadap produk


pangan. Rasa lebih banyak dinilai menggunakan indera pengecap atau lidah. Secara
umum disepakati bahwa hanya ada empat rasa dasar atau rasa yang sesungguhnya,
yaitu manis, pahit, asam, dan asin. Kepekaan terhadap rasa terdapat pada kuncup rasa
lidah. Kuncup rasa dikelompokkan dalam papila, yang tampaknya peka terhadap
24

lebih dari satu rasa. Tidak diragukan lagi ada penyebaran keempat jenis reseptor pada
lidah, menciptakan daerah kepekaan, rasa manis pada ujung lidah, pahit pada bagian
belakang, masam pada bagian tepi, dan asin pada kedua tepi dan ujung (deMan
1997). Rasa biskuit yang menyimpang itu seperti rasa pahit akibat biskuit yang
gosong ataupun pengguanaan ammoium bikarbonat (bahan pengembang) yang terlalu
banyak. Berdasarkan hasil pengujian terhadap rasa, tidak terdapat rasa biskuit yang
menyimpang dari standar.

5.1.4.3 Bau/Aroma

Aroma adalah reaksi dari makanan yang akan mempengaruhi konsumen


sebelum konsumen menikmati makanan, konsumen dapat mencium makanan
tersebut. Dalam industri bahan pangan, uji terhadap aroma dianggap penting karena
dengan cepat dapat memberikan penilaian terhadap hasil produksinya, apakah
produknya disukai atau tidak oleh konsumen. Aroma biskuit roma kelapa yang sesuai
dengan standar adalah aroma khas kelapa atau aroma kelapa panggang. Aroma kelapa
ini berasal dari perisa kelapa yang ditambahkan ke dalam adonan biskuit. Selain itu
aroma rekasi Maillard juga menghasilkan aroma panggang yang menarik pada
produk biskuit. Aroma biskuit yang menyimpang adalah aroma gosong yang
disebabkan oleh suhu oven yang terlalu tinggi. Berdasarkan hasil pengujian sensori
yang dilakukan QC Field, tidak ditemukan adanya penyimpangan aroma dari biskuit
yang dihasilkan.

5.1.4.4 Warna

Warna merupakan salah satu atribut mutu yang sangat penting pada bahan
pangan dan produk pangan. Peranan warna sangat nyata karena umumnya konsumen
akan mendapat kesan pertama, baik suka atau tidak suka terhadap suatu produk
pangan dari warnanya. Bila warna produk tidak disukai atau dianggap menyimpang
dari warna yang seharusnya, maka konsumen biasanya tidak tertarik lagi untuk
memberika penilaian yang baik terhadap atribut mutu lainnya.
Standar warna biskuit Roma Kelapa yang ditetapkan oleh PT Mayora Indah
Tbk adalah kuning coklat. Warna biskuit yang menyimpang adalah warna biskuit
yang terlalu gosong ataupun terlalu coklat muda seperti tidak matang. Warna pada
biskuit dipengaruhi oleh suhu dan lama pemanggangan. Berdasarkan hasil pengujian
warna biskuit, tidak terdapat penyimpangan warna yang tidak sesuai dengan standar.
Warna coklat dari biskuit terjadi akibat terjadinya pencoklatan nonenzim atau
reaksi Maillard selama pemanggangan. Reaksi ini terjadi bila dalam bahan pangan
terdapat gula pereduksi (gula aldosa) dan senyawa yang mengandung gugus amin
(asam amino, protein, atau senyawa lain yang mengandung gugus amin). Akhir dari
reaksi Maillard akan menghasilkan pigmen melanoidin, yang bertanggung jawab
pada pembentukan warna coklat. Reaksi Maillard dapat dipicu oleh pemanasan pada
suhu tinggi, seperti proses penyangraian, penggorengan, pemanggangan, dan
pemasakan. Reaksi Maillard dapat juga terjadi selama penyimpanan produk pangan,
namun dengan laju reaksi yang lebih lambat (Kusnandar, 2010).
25

5.2 Pengujian Kimia

5.2.1 pH (Potensial Hidrogen)

Pengukuran secara kimia pada produk biskuit dilakukan dengan mengukur pH


(potential of hydrogen). Pengukuran pH merupakan salah satu parameter untuk
mengetahui perubahan tingkat keasaman suatu produk. Alat yang digunakan untuk
menunjukkan derajat keasaman suatu produk adalah pH meter. Prinsip utama pH
meter adalah pengukuran potensial arus listrik yang terbentuk antara gelas elektrode
ketika dicelupkan ke dalam larutan kemudian potensial listrik tersebut dikonversikan
menjadi nilai pH. Elektroda dalam keadaan tidak dipakai harus tetap berada dalam
larutan HCl atau KCl (sesuai dengan cairan dalam tabung elektroda) agar ujung tip
dari elektroda tetap permeabel dan tidak rusak. Konsentrasi larutan KCl yang
digunakan untuk merendam elektroda adalah 3 M. Larutan KCl yang digunakan juga
selalu diganti secara periodik.

Gambar 5. Alat pH Meter

PT Mayora Indah Tbk selalu melakukan kalibrasi pH meter sebelum setiap shift
dimulai untuk memastikan ketepatan pengukuran pH oleh pH meter. pH meter harus
dikalibrasi sebelum dan setelah setiap pengukuran. Untuk penggunaan normal
kalibrasi harus dilakukan pada awal pemakaian. Kalibrasi harus dilakukan dengan
setidaknya dua standar solusi yang buffer dengan kisaran nilai pH yang akan diukur.
Kalibrasi pH meter pada PT Mayora Indah Tbk dilakukan dengan menggunakan
buffer pH 4 dan buffer pH 7. Buffer yang baik yaitu buffer yang dapat digunakan
berulang-ulang dengan ketepatan yang tinggi. Hal ini dapat diusahakan dengan
mengganti secara periodik larutan buffer yang digunakan.
26

Gambar 6. Buffer pH 4 dan pH 7

Pengukuran pH biskuit dilakukan sebanyak 2 kali dalam 1 shift yaitu pada


pukul 09.00 dan 14.00 untuk shift 1. Hasil pengujian yang sudah dilakukan kemudian
dicatat didalam log book dan dibandingkan dengan standar yang telah dibuat oleh
perusahaan.

5.2.2 Kadar Air

Kadar air pada produk biskuit merupakan salah satu parameter penting yang
harus selalu dikontrol, karena kadar air pada biskuit akan mempengaruhi struktur
biskuit yang akan terbentuk akibat gas yang dilepaskan oleh bahan pengembang dan
uap air yang hilang akibat dari kenaikan suhu. Hal tersebut dapat mempengaruhi
mutu produk, terutama pada cita rasa dan kerenyahan produk.
Air memiliki peran yang sangat penting dalam bahan pangan, pada produk
pangan segar kadar air merupakan indikator tingkat kesegaran dan kualitas tekstural,
sedangkan pada produk pangan olahan terutama produk pangan kering kadar air
sangat menentukan stabilitas produk selama masa penyimpanan (umur simpan
produk). Menurut Winarno (2008), kandungan air dalam bahan makanan
mempengaruhi daya tahan bahan makanan terhadap serangan mikroba yang
dinyatakan dengan aw yaitu jumlah air bebas yang dapat digunakan oleh
mikroorganisme untuk pertumbuhannya. Berbagai mikroorganisme mempunyai aw
minimum agar dapat tumbuh dengan baik, misalnya bakteri aw : 0,90 ; khamir aw :
0,80 – 0,90 ; dan kapang aw : 0,60 – 0,70.
Air yang tekandung dalam bahan pangan dapat menjadi penentu apakah produk
tersebut dapat dijual dan telah memenuhi standar produksi. Kadar air adalah
banyaknya air yang terkandung dalam bahan pangan yang dinyatakan dalam persen.
Kadar air juga salah satu parameter penting dalam menentukan kualitas bahan pangan
karena air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur dan cita rasa pada bahan
pangan.
Pengujian kadar air biskuit pada PT Mayora Indah Tbk dilakukan dengan
menggunakan alat moisture analyzer. Pengukuran kadar air dilakukan dengan
menggunakan Moisture Analyzer HR-83, rata – rata waktu yang dibutuhkan untuk
pengujian kadar air produk antara lain 2-5 menit/sampel tergantung jenis sampelnya
27

dan hasil analisis langsung dapat dilihat di layar monitor. Pada Moisture Analyzer
HR83 tahapan penimbangan dan pengeringan sampel serta perhitungan hasil analisis,
seluruhnya dilakukan dalam satu alat. Dengan demikian kemungkinan terjadinya
”human error” akan dapat diminimalkan dan didapatkan hasil analisis yang lebih
akurat.
Pada saat memulai tahap pengukuran, Moisture Analyzer akan menentukan
berat sampel, sampel kemudian dipanaskan dengan cepat oleh modul pemanas
integral halogen dan uap air akan menguap. Selama proses pengeringan instrumen
terus mengukur berat sampel dan menampilkan pengurangan kelembaban. Setelah
pengeringan selesai, kadar air pada sampel akan ditampilkan sebagai hasil akhir.
Dibandingkan dengan pemanasan inframerah konvensional atau metode oven,
misalnya, modul pemanas halogen dari instrumen memerlukan waktu yang lebih
singkat untuk mencapai daya pemanasan maksimum Hal ini juga memungkinkan
penggunaan suhu tinggi, faktor tambahan dalam memperpendek waktu pengeringan
(Toledo 2004). Pada moisture analyzer pemanasan sampel tidak hanya sebatas pada
permukaannya saja, karena sistem pemanasan dengan menggunakan halogen ini
mampu menembus ke bagian dalam sampel sehingga didapatkan pemanasan yang
lebih merata.
Moisture Analyzer HR-83 dengan teknologi halogen yang digunakan untuk
pengukuran kadar air ini memiliki beberapa keuntungan jika dibandingkan dengan
metode oven antara lain:
1. Hasil yang lebih tepat
2. Waktu yang lebih cepat
3. Mudah pengoperasiannya

Gambar 7. Alat Mositure Analyzer HR-83

5.2.3 Free Fatty Acid (FFA) / Asam Lemak Bebas

Asam lemak bebas menunjukkan sejumlah asam lemak bebas yang dikandung
oleh minyak yang rusak, terutama karena peristiwa oksidasi dan hidrolisis. Hidrolisis
28

minyak atau lemak oleh air dengan katalis enzim atau panas pada ikatan ester
trigliserida akan menghasilkan asam lemak bebas. Keberadaan asam lemak bebas ini
biasanya dijadikan indikator awal terjadinya kerusakan minyak atau lemak. Jumlah
asam lemak bebas pada sampel ditunjukkan dengan bilangan asam yang biasanya
dinyatakan sebagai jumlah milligram KOH yang dibutuhkan untuk menetralkan asam
lemak bebas yang terdapat dalam 1 gram minyak atau lemak. Bilangan asam
ditentukan dengan reaksi penyabunan yaitu dengan cara mereaksikan minyak atau
lemak dengan basa seperti KOH atau NaOH (Andarwulan dkk. 2011). Hal yang sama
juga dinyatakan oleh Winarno (2008), asam lemak bebas terbentuk karena proses
hidrolisis lemak. Dengan adanya air, lemak dapat terhidrolisis menjadi gliserol dan
asam lemak. Reaksi ini dipercepat oleh basa, asam, dan enzim-enzim.
Keberadaan asam lemak bebas pada sampel merupakan indikator awal
terjadinya kerusakan minyak atau lemak yang dapat mempercepat proses oksidasi
lemak. Menurut Andarwulan (2011), asam lemak bebas yang ada pada sampel dapat
mempercepat proses oksidasi. Tahap awal reaksi oksidasi adalah terjadinya senyawa
radikal bebas yang kemudian akan menghasilkan senyawa peroksida jika bereaksi
dengan oksigen. Senyawa peroksida merupakan produk yang terbentuk pada awal
proses oksidasi lemak. Kadar peroksida pada minyak atau lemak menunjukkan
tingkat kerusakan oksidasi lemak
Menurut Winarno (2008), molekul-molekul lemak yang mengandung radikal
asam lemak tidak jenuh mengalami oksidasi dan menjadi tengik. Radikal ini dengan
O2 membentuk peroksida aktif yang dapat membentuk hidroperoksida yang bersifat
sangat tidak stabil dan mudah pecah menjadi senyawa rantai karbon yang lebih
pendek oleh radiasi energy tinggi, energi panas, katalis logam, atau enzim. Senyawa-
senyawa dengan rantai C lebih pendek ini adalah asam-asam lemak, aldehida-
aldehida, dan keton yang bersifat volatil dan menimbulkan bau tengik pada lemak.
Pengujian asam lemak bebas pada produk biskuit diawali dengan mengekstrak
sampel biskuit dengan menggunakan metode Soxhlet untuk memisahkan lemaknya.
Metode ekstraksi Soxhlet merupakan metode analisis kadar lemak secara langsung
dengan cara mengekstrak lemak dari bahan dengan pelarut organik seperti heksana,
petroleum eter, dan dietil eter. Ekstraksi dilakukan dengan cara direfluks pada suhu
yang sesuai dengan titik didih pelarut yang digunakan (Andarwulan dkk. 2011).
Proses ekstraksi sampel biskuit di PT Mayora Indah Tbk, yaitu: Pertama-tama,
ambil labu lemak yang sudah dikeringkan dalam oven dengan suhu 105oC dan
didinginkan dalam desikator lalu ditimbang. Lalu sebanyak 100 gram sampel
ditimbang dan dimasukkan ke dalam hull/selongsong yang terbuat dari kertas saring
dan sampel dimasukkan ke dalam Soxhlet. Sebanyak 200 ml heksana dan batu didih
dimasukkan ke dalam labu lemak. Sampel kemudian diekstrak dalam Soxhlet dengan
heksan selama kurang lebih 2 jam atau sampai pelarut yang merendam sampel sudah
berwarna jernih yang artinya sudah tidak ada lagi lemak/minyak yang terlarut.
Sampel dikeluarkan dari Soxhlet dan heksana yang berada di dalam Soxhlet
dipindahkan ke dalam labu lemak kemudian dilakukan pemurnian untuk memisahkan
pelarut dengan lemak hasil ekstraksi selama kurang lebih 1 jam sampai pelarut tidak
adak lagi yang menetes pada Soxhlet. Labu lemak yang berisi lemak hasil ekstraksi
29

kemudian dipanaskan dalam oven bersuhu 105oC selama 30 menit dan dimasukkan
ke dalam desikator selama 30 menit.
Sampel yang telah diekstrak lemak/minyaknya kemudian ditimbang sebanyak 5
gram ke dalam erlenmeyer, kemudian ditambahkan dengan etanol sebanyak 50 ml
dan 2 ml indikator fenolftalein. Setelah itu dititrasi dengan larutan NaOH yang telah
distandarisasi hingga warna merah muda (pink) tercapai dan tidak hilang selama 30
detik. Kadar asam lemak bebas (%FFA) dihitung dengan rumus:

𝑉 𝑥 𝑁 𝑥 𝐵𝑀 𝑎𝑠𝑎𝑚 𝑙𝑒𝑚𝑎𝑘
%FFA = 𝑥 100%
𝑤

Dimana:
V : ml NaOH yang digunakan untuk titrasi
N : normalitas NaOH hasil standarisasi
W : berat sampel (mg)
BM asam lemak : Asam Oleat = 282

5.2.4 Hasil Pengujian Kimia

5.2.4.1 pH (Potensial Hidrogen)

Gambar 8. Control chart pH biskuit Roma Kelapa


30

Pengukuran nilai pH merupakan salah satu parameter yang penting karena


berhubungan dengan kualitas produk yang dihasilkan. Selain itu, pengukuran nilai pH
dapat digunakan untuk mengetahui adanya indikasi awal terjadinya penyimpangan
yang terjadi selama penyimpanan pada kondisi tertentu. Nilai pH ini juga
dihubungkan dengan kualitas produk yang berkaitan dengan pengolahan maupun
pengawetan bahan makanan. Perubahan nilai pH yang signifikan dapat merubah rasa
suatu produk pangan. Produk biskuit termasuk kedalam bahan pangan berasam
rendah, karena memiliki pH diatas 5,0. Standar derajat keasaman pada produk biskuit
Roma Kelapa yang ditetapkan oleh PT Mayora Indah Tbk adalah 7,0 – 8,5. Faktor
yang mempengaruhi variasi pH pada biskuit adalah formulasi penggunaan asam sitrat
dan ammonium bikarbonat. Penggunaan ammonium bikarbonat yang terlalu
berlebihan akan memberikan sedikit rasa “basa” pada produk, selain itu penggunaan
senyawa ini dalam jumlah yang berlebihan akan mengakibatkan kerapuhan pada
struktur produk karena pembentukan gas yang terlalu banyak mengakibatkan
pengembangan berlebihan, selain itu akan menghasilkan rasa amonia yang tajam.
Berdasarkan hasil yang tertera pada control chart, dapat dilihat bahwa kisaran
pH produk biskuit terkendali karena tidak berada diluar standar yang telah ditetapkan
oleh perusahaan.

5.2.4.2 Kadar Air

Gambar 9. Control chart kadar air biskuit Roma Kelapa

Melihat begitu besarnya pengaruh kadar air terhadap mutu biskuit, maka dari
itu pengukuran kadar air merupakan parameter yang harus diperhatikan dalam
31

pengujian produk akhir. PT Mayora Indah Tbk menetapkan batas kadar air biskuit
Roma Kelapa adalah maksimal 2,5%. Hal yang mempengaruhi variasi kadar air pada
biskuit adalah suhu dan waktu pemanggangan. Semakin tinggi suhu pemanggangan
maka kadar air biskuit akan semakin rendah, namun semakin rendah suhu
pemanggangan maka kadar air biskuit akan semakin tinggi. Semakin lama waktu
pemanggangan maka kadar air biskuit akan semakin rendah, namun semakin cepat
waktu pemanggangan maka kadar air biskuit akan semakin tingi. Kadar air biskuit
juga dipengaruhi oleh besarnya tekanan yang diberikan oleh extraction roll pada saat
proses pencetakan adonan, semakin besar tekanan maka semakin banyak air yang
keluar dari adonan sehingga kadar air biskuit yang dihasilkan pun semakin rendah.
Kadar air memegang peranan yang penting dalam dalam kerusakan biskuit
selama penyimpanan. Kadar air yang tinggi pada biskuit dapat memicu terjadinya
hidrolisis lemak menjadi gliserol dan asam lemak sehingga produk biskuit dapat
berpotensi untuk menjadi tengik. Selain itu, kadar air yang tinggi juga berpotensi
untuk memicu pertumbuhan mikroba. Menurut Winarno (2008), kandungan air dalam
bahan makanan mempengaruhi daya tahan bahan makanan terhadap serangan
mikroba yang dinyatakan dengan aw yaitu jumlah air bebas yang dapat digunakan
oleh mikroorganisme untuk pertumbuhannya. Berbagai mikroorganisme mempunyai
aw minimum agar dapat tumbuh dengan baik, misalnya bakteri aw : 0,90 ; khamir aw :
0,80 – 0,90 ; dan kapang aw : 0,60 – 0,70.
Berdasarkan grafik control chart dapat dilihat bahwa nilai kadar air biskuit
terkendali dengan baik karena masih berada pada kisaran standar yang ditetapkan
oleh perusahaan.

5.2.4.3 Free Fatty Acid (FFA) / Asam Lemak Bebas

Gambar 10. Control chart kadar asam lemak bebas biskuit Roma Kelapa
32

Asam lemak bebas pada biskuit dapat dihasilkan dari penambahan langsung
bahan-bahan yang memang telah mengandung asam lemak bebas atau dari hidrolisis
lemak oleh air atau oleh enzim serta dari oksidasi lemak. Kandungan asan lemak
bebas yang terdapat pada biskuit dapat bersumber dari penggunaan minyak nabati
yaitu minyak kelapa sawit yang digunakan pada proses pembuatan biskuit dan untuk
proses spray oil. Minyak sawit mengandung asam lemak jenuh dan asam lemak tak
jenuh dengan persentase yang hampir sama. Asam lemak yang pada rantai
hidrokarbonnya terdapat ikatan rangkap disebut asam lemak tidak jenuh, dan apabila
tidak terdapat ikatan rangkap pada rantai hidrokarbonnya disebut asam lemak jenuh.
Minyak sawit memiliki karakteristik asam lemak utama penyusunnya terdiri atas 35-
40% asam palmitat, 38-40% asam oleat, dan 6-10% asam linoleat, serta kandungan
mikronutriennya seperti karotenoid, tokoferol, tokotrienol, dan fitosterol (Soraya,
2013). Jenis minyak nabati yang digunakan dalam proses pembuatan biskuit Roma
Kelapa adalah RBDPO (Refined, Bleached, and Deodorized Palm Olein). Menurut
Soraya (2013), RBDPO (Refined, Bleached, and Deodorized Palm Oil) adalah
minyak sawit yang telah melalui proses ekstraksi dan pemurnian seperti penjernihan
dan penghilangan bau. Setelah itu CPO dapat difraksinasi menjadi RBD stearin dan
RBD Olein dengan komposisi asam lemak yang berbeda. Fraksi olein mengandung
asam oleat paling tinggi (39-45%) sedangkan fraksi stearin didominasi oleh asam
lemak palmitat (47-74%).
Pengujian kadar asam lemak bebas pada biskuit dilakukan sebanyak sekali
dalam setahun. Kenaikan asam lemak bebas pada biskuit dapat dipengaruhi oleh
beberapa faktor, diantaranya adalah kadar air, adanya enzim lipase, basa, dan asam.
Kadar air merupakan faktor pemicu terjadinya reaksi hidrolisis dan tumbuhnya
sejumlah mikroorganisme yang dapat memecah trigliserida menjadi asam lemak
bebas. Ketika kandungan air didalam bahan pangan tinggi, reaksi hidrolisis akan
berjalan semakin cepat dan mikroorganisme penghasil enzim lipolitik akan memecah
trigliserida membentuk asam lemak bebas. Jika hal tersebut dibiarkan dalam kurun
waktu yang cukup lama, maka akan menyebabkan kadar ALB dalam produk menjadi
semakin meningkat. Kadar air akan memicu terjadinya proses hidrolisis dalam
minyak, sehingga terbentuk asam lemak bebas dan gliserol.
Menurut Ketaren (2012), beberapa jenis jamur, ragi, dan bakteri mampu
menghidrolisa molekul lemak. Diantara bakteri ini, yaitu Staphylococcus aureus,
Staphpyogenes albus, Bacillus pyocyaneus, B. piodigiosus, B. cholera, B. typhosus,
Streptococcus hemolyticus, B. tuberculosis, B. lipolyticum, Micrococcus tetragenus,
B.proteus, B.putrificus, B. punctatum, B.coli, Clostridum botulinum, dan berbagai
macam spesies Pseudomonas sp dan Achromobacter sp. Jamur yang mampu
menghidrolisa lemak antara lain Aspergillus, Penicillium, Mucor, Rhizopus, Monilia,
Oidum, Claodosporium, dan beberapa macam spesies ragi. Mikroba tersebut dapat
menghasilkan enzim lipase yang dapat menghidrolisis trigliserida menjadi asam
lemak bebas dan gliserol.
Berdasarkan hasil pengujian terhadap kadar asam lemak bebas dapat dilihat
bahwa kadar asam lemak pada produk biskuit tidak melebihi standar yang telah
ditetapkan oleh perusahaan.
33

6 SIMPULAN DAN SARAN

6.1 Simpulan

Pengujian fisik yang dilakukan di PT Mayora Indah Tbk Cibitung meliputi


pengukuran tebal, berat, diameter, serta sensori (tekstur, rasa, bau, dan warna).
Sedangkan pengujian kimia meliputi pengukuran pH, kadar air, dan kadar asam
lemak bebas. Rata-rata hasil pengujian fisik terhadap berat, diameter, tebal secara
berturut-turut adalah 5,73 gram, 47,28 mm, dan 7,68 mm. Hasil pengujian
organoleptik terhadap bentuk, rasa, bau, dan warna adalah normal. Sedangkan rata-
rata hasil pengujian kimia terhadap pH, kadar air, dan kadar asam lemak bebas secara
berturut-turut adalah 7,94 ; 1,96% ; dan 0,31%. Berdasarkan data yang diperoleh
dapat dilihat bahwa seluruh parameter mutu biskuit masuk dalam standar yang
ditetapkan oleh PT Mayora Indah Tbk yang mengacu pada SNI 2973:2011.

6.2 Saran

Secara umum, pengujian mutu produk akhir biskuit Roma Kelapa yang
dilakukan di PT Mayora Indah Tbk sudah berjalan dengan baik. Namun perusahaan
harus lebih memperhatikan perawatan dan kalibrasi secara berkala dari peralatan
yang digunakan untuk pengujian agar didapatkan hasil pengujian yang lebih akurat.

DAFTAR PUSTAKA

Andarwulan N., Kusnandar F., dan Herawati D. 2011. Analisis Pangan. Jakarta (ID):
PT. Dian Rakyat.
Buckle KA, Edwards RA, Fleet GH, dan Wootton M. 1985. Ilmu Pangan. Hari
Purnomo dan Adiono, penerjemah. Jakarta (ID): UI Press.
deMan JM. 1997. Kimia Makanan. Kosasih Padmawinata, penerjemah. Bandung
(ID): ITB.
Ketaren, S. 2012. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta (ID): UI
Press.
34

Kusnandar F. 2010. Kimia Pangan Komponen Makro. Jakarta (ID): PT. Dian Rakyat.
Manley D. 2011. Technology of Biscuit, Cracker, and Cookies Third Edition.
Washington: CRC Press.
Sholikhah FS, dan Nisa FC. 2015. Cookies Beras Pratanak (Kajian Proporsi Tepung
Beras Pratanak dengan Tepung Terigu dan Penambahan Shortening). Jurnal
Pangan dan Agroindustri [Internet]. [diunduh 2017 Mei 01]; Volume 3 No. 3:
1180-1191.
Soraya, Noni. 2013. Mengenal Produk Pangan dari Minyak Sawit. Bogor (ID): IPB
Press.
Toledo, Mettler. 2004. Operating Instructions HR83 and HR83-P Moisture
Analyzers. [Internet]. [diunduh 2017 Mei 06]. Tersedia pada:
http://www.mt.com/my/en/home/library/operating-instructions/laboratory-
weighing/HR_83/jcr:content/download/file /file.res /HR83-BA-e-
11780514B.pdf.
Winarno FG. 2008. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka Utama.

Anda mungkin juga menyukai