1 PENDAHULUAN
Biskuit merupakan salah satu produk pangan olahan yang berbahan dasar
tepung terigu. Biskuit merupakan produk kering yang memilik kadar air rendah
sehingga dapat disimpan dalam waktu yang lama. Menurut SNI 2973:2011 biskuit
adalah produk bakeri kering yang dibuat dengan cara memanggang adonan yang
terbuat dari tepung terigu dengan atau tanpa substitusinya, minyak/lemak, dengan
atau tanpa penambahan bahan pangan lain dan bahan tambahan pangan yang
diizinkan.
Upaya menjaga mutu di industri pangan dilakukan dengan pengujian mutu
mulai dari bahan baku, proses produksi, hingga produk akhir. Mutu menurut
Muhandri dan Kadarisman (2012) adalah kesesuaian atau serangkaian karakteristik
produk atau jasa dengan standar yang ditetapkan perusahaan berdasarkan syarat,
kebutuhan, dan keinginan konsumen. Dalam suatu industri pangan, perlu dilakukan
pengujian mutu produk akhir untuk menjaga dan memastikan bahwa mutu/kualitas
produk setelah melewati proses produksi telah memenuhi spesifikasi yang ditetapkan.
Setiap produk akhir (end product) khususnya di bidang pangan seharusnya dilakukan
pengujian sesuai dengan kemampuan perusahaan sebelum produknya rilis di pasaran.
Pengujian mutu produk akhir merupakan tindakan pencegahan terhadap berbagai
kemungkinan kerusakan produk baik yang akan dipasarkan maupun yang telah
dipasarkan.
Pengujian mutu produk akhir dilakukan dengan cara sampling yang dilakukan
oleh bagian Quality Control untuk mengetahui apakah kualitas biskuit yang
dihasilkan sudah sesuai dengan standar atau belum. Apabila terdapat penyimpangan
atau ketidaksesuaian produk akhir terhadap spesifikasi atau terhadap ketentuan dari
konsumen pemesan maka produk tersebut akan diproses ulang jika masih
memungkinkan dan akan dimusnahkan jika penyimpangan yang terjadi terlalu jauh
dari spesifikasi. Prosedur ini dilakukan untuk menjaga agar produk yang tidak
memenuhi standar (produk cacat) tidak sampai ke tangan konsumen serta untuk
memastikan bahwa produk perusahaan yang diterima konsumen benar-benar dalam
kondisi terbaik.
1.2 Tujuan
Tujuan dari pelaksanaan Praktik Kerja Lapangan (PKL) ini terbagi dalam
tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan PKL secara umum yaitu menjalin kerjasama
2
antara pihak perguruan tinggi dengan industri, mengaplikasikan ilmu yang telah
didapat selama mengikuti perkuliahan di perguruan tinggi, menambah wawasan,
pengalaman bekerja, serta memperoleh gambaran nyata aplikasi ilmu yang diperoleh
selama kuliah. Sedangkan tujuan PKL secara khusus yaitu mengamati proses
produksi biskuit Roma Kelapa sampai pengemasan produk akhir, serta mempelajari
pengujian yang dilakukan pada produk akhir biskuit Roma Kelapa dan
membandingkan kesesuaian hasil pengujian dengan standar perusahaan.
2 METODE KAJIAN
Data sekunder adalah data dari referensi informasi yang diperoleh dari pihak
lain. Metode untuk mendapatkan data sekunder, yaitu membaca literatur yang berasal
dari buku panduan perusahaan, jurnal, dan media elektronik. Data sekunder harus
berasal dari sumber-sumber yang dapat dipertanggungjawabkan. Selain itu, data
sekunder juga diperoleh dari data yang telah ada di perusahaan. Hal yang paling
penting, yaitu data yang diperoleh telah memperoleh izin dari perusahaan untuk
dipublikasikan pada laporan tugas akhir.
Berdirinya PT Mayora Indah diawali dari produk skala home industry pada
tahun 1948 yang memproduksi biskuit marie dengan cita rasa yang khas dan banyak
disukai pelanggan. Dalam rangka memenuhi permintaan pelanggan yang semakin
bertambah, maka usaha ini mulai dikembangkan dengan skala yang lebih besar
dengan didirikannya Perseroan Terbatas (PT) Mayora Indah pada tahun 1972 yang
berlokasi di Tangerang. Sejalan dengan perkembangan bisnis yang terus meningkat,
perusahaan melakukan pengembangan produk dengan menghasilkan berbagai macam
produk lain, diantaranya biskuit, wafer, coklat, dan candy. Pada tahun 1990, PT
Mayora Indah dipublikasikan menjadi PT Mayora Indah Tbk.
Perusahaan mengalami perkembangan yang pesat, dan untuk merespon
kebutuhan pasar, perusahaan melakukan ekspansi dengan mendirikan beberapa pabrik
biskuit dan candy yang berlokasi di Tangerang, Cibitung, dan Surabaya, sedangkan
kantor pusatnya berlokasi di Jalan Tomang Raya, Jakarta.
PT Mayora Indah Cibitung dibangun pada tahun 1995 di area seluas 60.000 m2
yang terletak di Kawasan Industri MM 2100 Jl. Jawa Blok H No.10, Cibitung-Bekasi.
Produksi secara komersial dimulai pada bulan Agustus 1996. PT Mayora Indah
Cibitung merupakan salah satu perusahaan dari Mayora Group yang memproduksi
pangan olahan yaitu biskuit dan candy. Produk biskuit yang diproduksi yaitu biskuit
Roma Kelapa, Sari Gandum, Better, Slai O’Lai, Malkist, dan Coffee Joy. Sedangkan
produk candy yang diproduksi yaitu Kopiko dan Kis yang dipasarkan oleh Inbisco
Niagatama. Jangkauan pemasarannya baik biskuit maupun candy sudah meliputi
5
3.2 Visi, Misi, Motto, Kebijakan Mutu dan Kebijakan Mutu Perusahaan
3.2.1 Visi
Visi dari PT Mayora Indah Tbk dalam menjalankan usahanya ialah menjadi
perusahaan manufaktur biskuit dan candy terbesar di Indonesia dan Asia Tenggara,
yang mengutamakan peningkatan mutu produk melalui pengembangan sumber daya
manusia (SDM) yang handal dan teknologi yang lebih maju.
3.2.2 Misi
3.2.3 Motto
Sebagai perusahaan yang besar, PT Mayora Indah Tbk Cibitung memiliki suatu
struktur organisasi yang mencakup beberapa bagian yang terdiri dari Factory
Manager, Quality Management Representative, Sekretariat ISO (International
Organization of Standardization), Lead Auditor Internal, Production Planing
Inventory Control (PPIC), Production, Development-General Affair, Purchasing, dan
Engineering. Jabatan tertinggi pada struktur organisasi di PT Mayora Indah Tbk
Cibitung adalah Factory Manager, dimana jabatan ini membawahi masing-masing
Departement Head yang bertanggung jawab terhadap Quality Control (QC),
Technical Utility, Production Biscuit, PPIC, dan Warehouse. Setiap Departement
Head akan dibantu oleh Section Head dan Unit Head, kemudian setiap kegiatan yang
berlangsung pada setiap departemen dilaksanakan oleh pelaksana. Struktur organisasi
PT Mayora Indah Indah Tbk Cibitung tersaji di Lampiran 1 dan Tabel 1.
3.5 Ketenagakerjaan
Karyawan yang bekerja di PT Mayora Indah Tbk Cibitung terdiri dari pria dan
wanita dengan berbagai tingkat pendidikan mulai dari Sekolah Menengah Atas
(SMA) sampai tingkat sarjana. Terdapat dua status kekaryawanan yaitu karyawan
tetap dan karyawan tidak tetap. Karyawan tetap merupakan karyawan yang bekerja
tetap tanpa jangkauan waktu kontrak, sedangkan karyawan tidak tetap adalah
karyawan yang bekerja dalam jangkauan waktu tertentu, baik secara langsung
dikontrak oleh perusahaan maupun melalui yayasan.
Status karyawan di PT Mayora Indah Cibitung terdiri dari karyawan staff,
karyawan Harian Tetap (HT) dan karyawan Pegawai Kontrak Waktu Tertentu
(PKWT). Karyawan Harian Tetap (HT) adalah karyawan tetap perusahaan yang
bekerja tanpa ada batas waktu hari kerja, sedangkan karyawan Pegawai Kontrak
Waktu Tertentu (PKWT) adalah karyawan perusahaan yang dipekerjakan dengan
batas waktu kerja tertentu sesuai dengan kontrak pekerjaan yang telah disepakati.
Bagian dan tanggung jawab yang dilaksanakan oleh setiap bagian di PT Mayora
Indah Tbk Cibitung tersaji pada lampiran 2.
Sistem penggajian disesuaikan dengan jabatan, golongan jabatan, pendidikan,
keahlian, prestasi, dan pengalaman kerja. Sistem penggajian dan upah lembur khusus
karyawan produksi mengacu pada Upah Minimun Regional (UMR). Dalam hal ini,
UMR yang berlaku ialah UMR untuk daerah Bekasi.
Jam kerja karyawan adalah 45 jam perminggu untuk enam hari kerja, yaitu pada
hari senin sampai sabtu, 7 jam kerja per hari (ditambah dengan istirahat 1 jam) pada
hari senin sampai jumat dan 5 jam kerja pada hari sabtu. Berikut pembagian jam kerja
berdasarkan waktu kerja:
Senin - Jumat:
1. Non-shift : Pukul 08.00 – 16.00 WIB dan istirahat pukul 12.00 – 13.00 WIB
2. Shift 1 : Pukul 07.00 – 15.00 WIB dan istirahat pukul 12.00 – 13.00 WIB
3. Shift 2 : Pukul 15.00 – 23.00 WIB dan istirahat pukul 18.00 – 19.00 WIB
4. Shift 3 : Pukul 23.00 – 07.00 WIB dan istirahat pukul 03.00 – 04.00 WIB
9
Sabtu:
1. Non-shift : Pukul 08.00 – 13.00 WIB (tanpa istirahat)
2. Shift 1 : Pukul 07.00 – 12.00 WIB (tanpa istirahat)
3. Shift 2 : Pukul 12.00 – 17.00 WIB (tanpa istirahat)
4. Shift 3 : Pukul 17.00 – 22.00 WIB (tanpa istirahat)
4 KEGIATAN PRODUKSI
Dalam hal proses produksi, bahan baku dan bahan tambahan didalam
perusahaan memegang peranan yang sangat penting dalam menunjang kelangsungan
proses produksi, walaupun ada faktor-faktor lain yang penting tetapi persediaan
bahan baku dan bahan tambahan akan sangat berpengaruh terhadap pelaksanaan
produksi. Oleh karena itu perusahaan harus dapat mengendalikan masalah persediaan
dengan baik. Bahan baku dan bahan tambahan yang digunakan juga harus sesuai
dengan mutu yang direncanakan. Mutu bahan baku dan bahan tambahan sangat
mempengaruhi hasil akhir dari produk yang dibuat.
10
4.1.2 Gula
Gula merupakan bahan yang banyak digunakan dalam pembuatan biskuit.
Fungsi gula dalam proses pembuatan biskuit selain sebagai pemberi rasa manis juga
berfungsi untuk memperbaiki tekstur, dan memberikan warna pada permukaan
biskuit (Manley 2011).
Penggunaan gula pada biskuit jenis soft dough sangat penting. Biskuit dengan
jenis soft dough menggunakan gula dan lemak dalam jumlah yang banyak dan hanya
menggunakan air dalam jumlah yang sedikit. Sehubungan dengan penggunaan air
dalam jumlah yang sedikit maka ukuran kristal gula berpengarh terhadap jumlah air
yang digunakan untuk melarutkan gula. Menurut Manley (2011) sukrosa pada adonan
biskuit akan larut bergantung pada jumlah air yang digunakan. Hal ini sangat
mempengaruhi tekstur dari biskuit yang dipanggang. Jika jumlah gula yang
digunakan tinggi maka biskuit menjadi keras. Ukuran kristal gula dan tingkat
kelarutan gula ketika adonan dipanaskan dalam oven mempengaruhi tingkat
pengembangan adonan ketika adonan dipanggang dan berpengaruh pada penampilan
dan kerenyahan pada biskuit. Ukuran kristal gula yang lebih kecil akan larut dengan
mudah pada adonan dan ukuran kristal yang lebih besar akan memberikan tekstur
yang berpasir pada biskuit.
4.1.8 Air
Air berperan dalam melarutkan bahan-bahan lain agar bisa bercampur. Air
dalam adonan selain berfungsi untuk melarutkan garam, juga membantu
menghasilkan adonan yang homogen (Winarno 2008). Air yang berhubungan dengan
pengolahan suatu produk pangan harus memenuhi standar mutu yang diperlukan
untuk air minum. Pada suatu industri pangan diperlukan penanganan tambahan agar
semua mikroorganisme yang terdapat pada air hilang. Selain itu harus ada
penanganan khusus untuk menghilangkan semua bahan-bahan didalam air yang
mungkin dapat mempengaruhi penampakan, rasa, dan stabilitas produk akhir (Buckle
et al. 1985).
4.1.9 Garam
Garam adalah bahan yang biasanya digunakan dalam jumlah sedikit untuk
menguatkan flavor pada produk pangan. Penambahan garam efektif pada konsentrasi
sekitar 1-1,5% dari berat tepung, pada konsentrasi garam lebih dari 2,5%
menimbulkan rasa yang tidak menyenangkan pada biskuit. Garam yang ditambahkan
ke dalam adonan juga menguatkan gluten dan adonan menjadi tidak terlalu lengket
(Manley 2011)
Penambahan garam dalam pembuatan adonan biskuit juga berfungsi untuk
menambah cita rasa dan meningkatkan aroma, serta memperkuat kekompakan
adonan. Penambahan garam pada adonan ditentukan sesuai dengan formulasi yang
ditentukan.
seperti tepung, gula, dan lain-lain pada adonan (Manley 2011). Dalam pembuatan
biskuit emulsifier atau pengemulsi digunakan untuk mendapatkan adonan yang lebih
kompak dan menghasilkan tekstur biskuit yang lebih kompak dan kokoh.
yang berasal dari hopper akan ditarik kebawah oleh forcing roll yang berputar
terhadap moulding roll searah dengan jarum jam. Kemudian adonan dicetak
dengan moulding roll yang berputar berlawanan arah terhadap forcing roll.
Kelebihan adonan yang sudah dicetak dibuang dengan menggunakan pisau
(scraper) yang menempel pada cetakan. Potongan adonan tersebut kemudian
akan ditekan oleh extraction roll terhadap moulding roll agar potongan adonan
menempel pada extraction web dan kemudian ditransfer untuk dilakukan proses
selanjutnya. Setelah potongan adonan ditransfer dari moulding roll ke
extraction web, extraction web akan melewati web cleaning scraper yang akan
menghilangkan sisa-sisa adonan yang menempel pada web.
4.2.4 Baking
Proses baking/pembakaran berfungsi untuk mengeluarkan uap air sehingga
diperoleh biskuit dengan kadar air yang diinginkan, mematangkan, dan
membentuk warna biskuit. Pemanggangan merupakan proses yang sangat
penting dalam pembuatan biskuit karena bertujuan untuk meningkatkan sifat
sensori produk seperti warna, rasa, aroma, dan tekstur. Proses pembakaran
biskuit dilakukan melewati ban berjalan yang terdiri dari beberapa zona
pemanasan dengan suhu yang berbeda-beda. Masing-masing zona juga
memiliki fungsi yang berbeda dalam proses pemanggangan.
Proses pembakaran biskuit dengan oven terdiri dari 4 zona, dimana zona 1
dan 2 merupakan zona untuk pembentukan dan pengembangan biskuit, zona 3
merupakan zona untuk penghilangan/penurunan kadar air, dan zona 4
merupakan zona untuk pewarnaan dan pematangan biskuit. Temperatur yang
digunakan dikendalikan pada tiap zona pemanasan dikendalikan dengan
16
4.2.6 Cooling
Setelah biskuit mengalami proses pemanggangan, biskuit kemudian
didinginkan hingga mencapai suhu kamar. Tujuan dilakukannya pendinginan
ini adalah supaya memudahkan dalam proses pengemasan dan mencegah
terjadinya kondensasi ketika produk dimasukkan ke dalam kemasan.
Pengemasan biskuit dalam kondisi panas akan menimbulkan uap air sehingga
biskuit menjadi lembab dan rentan untuk ditumbuhi oleh mikroorganisme.
Pendinginan dilakukan dengan menggunakan cooling conveyor.
Mutu pangan adalah parameter pembeda pada produk pangan terhadap produk
pangan lainnya yang mempengaruhi penerimaan konsumen. Parameter mutu pangan
dikenal sebagai mutu kimia, biologi (mikrobiologi), fisik, dan sensori (organoleptik).
Mutu menurut Muhandri dan Kadarisman (2006) adalah kesesuaian atau serangkaian
karakteristik produk atau jasa dengan standar yang ditetapkan perusahaan
berdasarkan syarat, kebutuhan, dan keinginan konsumen. Pengujian mutu produk
akhir merupakan suatu tahapan yang digunakan untuk membantu pencapaian produk
dan sesuai dengan tujuan.
Produk akhir di PT Mayora Indah Tbk juga dilakukan pengujian terhadap mutu
produk untuk memastikan bahwa produk yang beredar akan aman dan layak untuk
dikonsumsi oleh masyarakat, serta untuk mencegah terjadinya kerugian terhadap
perusahaan karna produk yang rusak atau reject.
Hasil pengujian pada produk akhir yang dilakukan di PT Mayora Indah Tbk
ditulis dalam buku log book dan form pengujian mutu produk akhir, lalu hasil
pengujian yang telah dilakukan kemudian dibandingkan dengan standar perusahaan.
Apabila hasil pengujian sesuai dengan standar yang dibuat oleh perusahaan maka
produk tersebut akan diperbolehkan untuk dijual ke pasaran. Standar yang ditetapkan
oleh PT. Mayora Indah dapat dilihat pada Tabel 3.
18
Sifat fisik adalah suatu sifat yang muda dilihat, dikenali, dan diukur. Penentuan
sifat fisik umumnya mudah, murah, dan sederhana. Mutu fisik produk pangan terdiri
dari beberapa jenis seperti suhu, warna, bentuk, ukuran, tekstur, dan lainnya.
Pengukuran mutu fisik dapat menggunakan alat sebagai pengukur objektif dan
dengan indera sebagai pengukuran subjektif.
Pengecekan berat, tebal, dan diameter biskuit dilakukan setiap satu jam sekali
sebelum biskuit dikemas dan setelah biskuit dikemas. Sampel biskuit sebelum
dikemas akan dicek per jalur packing sebanyak 10 buah biskuit untuk dicek tebal dan
diameternya. Apabila terdapat produk yang berat atau diameternya menyimpang dari
standar yang telah ditetapkan maka produk tersebut akan dilewatkan agar tidak
melalui proses packing dan akan ditampung ke dalam wadah produk reject. Setelah
produk selesai dikemas, QC Field juga bertugas untuk memeriksa parameter mutu
fisik dari produk yaitu berat, tebal, dan diameter biskuit. Sampel diambil sebanyak 1
sampel tiap mesin packing kemudian dilakukan pemeriksaan oleh QC Field. Hasil
pemeriksaan mutu fisik kemudian dicatat ke dalam form pemeriksaan mutu produk
akhir. Pengukuran berat biskuit dilakukan dengan menggunakan neraca analitik,
sedangkan pengukuran diameter dan tebal biskuit dilakukan dengan menggunakan
jangka sorong.
19
Standar parameter mutu fisik biskuit yang ditetapkan oleh perusahaan adalah
berat 5,3 – 5,8 gram, tebal 7 – 8 mm, dan diameter 47 – 49 mm. Berdasarkan control
chart dapat dilihat bahwa hasil pengujian berat, tebal, dan diameter tidak melebihi
batas UCL dan LCL yang artinya berat, tebal, dan diameter biskuit sudah sesuai
dengan standar yang ditetapkan oleh perusahaan. Apabila terdapat penyimpangan
berat, diameter, maupun tebal biskuit, maka pihak QC Field akan melaporkan hasil
penyimpangan tersebut kepada operator oven, kemudian bagian operator oven akan
mengambil tindakan perbaikan dengan mengatur suhu oven maupun melakukan
pengaturan pada mesin pencetak (rotary moulder).
Berat biskuit bergantung dari suhu oven dan waktu pemanggangan yang
digunakan karena berpengaruh pada kadar air pada biskuit. Semakin tinggi suhu oven
dan semakin lama waktu pemanggangan yang digunakan maka semakin banyak air
yang menguap dari adonan sehingga berat biskuit menjadi lebih kecil, sedangkan
semakin rendah suhu oven dan semakin cepat waktu pemanggangan maka semakin
sedikit air yang menguap dari adonan sehingga berat biskuit menjadi lebih besar.
Selain itu, berat adonan juga dipengaruhi oleh pisau scraper yang tumpul.
Scraper adalah pisau yang digunakan untuk mengikis kelebihan adonan yang terdapat
pada cetakan. Apabila pisau scraper tumpul maka adonan tidak terkikis dengan
20
sempurna dan menyebabkan berat biskuit melebihi standar. Posisi pisau scraper juga
berpengaruh terhadap berat adonan, dimana semakin rendah posisi pisau maka
semakin sedikit adonan yang mengisi cetakan (cetakan tidak terisi penuh dengan
adonan) sehingga berat biskuit menjadi lebih kecil.
Pada mesin rotary moulder, adonan yang telah dicteak pada moulding roll
kemudian akan di-press atau ditekan terhadap moulding roll oleh extraction roll agar
adonan yang sudah dicetak dapat menempel pada web extraction untuk ditransfer
menuju oven. Berat adonan juga dipengaruhi oleh besarnya tekanan yang dihasilkan
oleh extraction roll, semakin besar tekanan yang diberikan maka berat adonan akan
semakin kecil dan berat biskuit pun menjadi lebih kecil karena air yang berada di
dalam adonan akan keluar dari adonan.
Berdasarkan grafik control chart dapat dilihat bahwa tidak terdapat berat
biskuit yang berada diatas UCL (5,8845) dan dibawah LCL (5,5795). Sehingga dapat
dikatakan bahwa tidak ada berat biskuit yang menyimpang dari standar yang telah
ditetapkan.
di dalam oven, dimana tingkat penyebaran adonan ini bergantung pada viskositas
adonan biskuit dan ‘set time’.
Selama pemanggangan biskuit, pati umumnya tidak mengalami gelatinisasi
karena tingginya kandungan gula dan rendahnya kandungan air pada adonan, hal ini
mengakibatkan peningkatan gluten Tg, yang menyebabkan viskositas adonan akan
meningkat dan penyebaran adonan akan berakhir (Manley, 2011).
Semakin banyak penggunaan gula dan lemak maka tingkat penyebaran adonan
akan meningkat dan diameter biskuit menjadi lebih besar. Namun, jika penggunaan
gula dan lemak sedikit, maka tingkat penyebaran adonan akan menurun dan
menghasilkan diameter biskuit yang lebih kecil.
Ukuran partikel gula juga berpengaruh terhadap diameter biskuit. Semakin
kecil partikel gula yang berada pada adonan akan mempercepat proses pelarutan gula
sehingga menyebabkan peningkatan penyebaran adonan dan menghasilkan diameter
biskuit yang lebih besar.
Berdasarkan grafik control chart dapat dilihat bahwa tidak terdapat diameter
biskuit yang berada diatas UCL (47,7056) dan dibawah LCL (47,2830). Sehingga
dapat dikatakan bahwa tidak ada diameter biskuit yang menyimpang dari standar
yang telah ditetapkan.
maka adonan yang terdapat di ruang CK (Central Kitchen) akan diganti dengan
adonan yang baru.
5.1.4.1 Bentuk
Bentuk biskuit yang sesuai standar adalah biskuit dengan bentuk bulat dan
memiliki gambar pada permukaannya. Bentuk biskuit yang tidak sesuai standar
adalah biskuit yang patah, gambar pada permukaannya tidak jelas/utuh, ataupun
bagian luar biskuit yang tidak rata (tidak buat utuh). Berdasarkan hasil pengujian
organoleptik terhadap bentuk biskuit, tidak terdapat bentuk biskuit yang menyimpang
dari standar.
5.1.4.2 Rasa
lebih dari satu rasa. Tidak diragukan lagi ada penyebaran keempat jenis reseptor pada
lidah, menciptakan daerah kepekaan, rasa manis pada ujung lidah, pahit pada bagian
belakang, masam pada bagian tepi, dan asin pada kedua tepi dan ujung (deMan
1997). Rasa biskuit yang menyimpang itu seperti rasa pahit akibat biskuit yang
gosong ataupun pengguanaan ammoium bikarbonat (bahan pengembang) yang terlalu
banyak. Berdasarkan hasil pengujian terhadap rasa, tidak terdapat rasa biskuit yang
menyimpang dari standar.
5.1.4.3 Bau/Aroma
5.1.4.4 Warna
Warna merupakan salah satu atribut mutu yang sangat penting pada bahan
pangan dan produk pangan. Peranan warna sangat nyata karena umumnya konsumen
akan mendapat kesan pertama, baik suka atau tidak suka terhadap suatu produk
pangan dari warnanya. Bila warna produk tidak disukai atau dianggap menyimpang
dari warna yang seharusnya, maka konsumen biasanya tidak tertarik lagi untuk
memberika penilaian yang baik terhadap atribut mutu lainnya.
Standar warna biskuit Roma Kelapa yang ditetapkan oleh PT Mayora Indah
Tbk adalah kuning coklat. Warna biskuit yang menyimpang adalah warna biskuit
yang terlalu gosong ataupun terlalu coklat muda seperti tidak matang. Warna pada
biskuit dipengaruhi oleh suhu dan lama pemanggangan. Berdasarkan hasil pengujian
warna biskuit, tidak terdapat penyimpangan warna yang tidak sesuai dengan standar.
Warna coklat dari biskuit terjadi akibat terjadinya pencoklatan nonenzim atau
reaksi Maillard selama pemanggangan. Reaksi ini terjadi bila dalam bahan pangan
terdapat gula pereduksi (gula aldosa) dan senyawa yang mengandung gugus amin
(asam amino, protein, atau senyawa lain yang mengandung gugus amin). Akhir dari
reaksi Maillard akan menghasilkan pigmen melanoidin, yang bertanggung jawab
pada pembentukan warna coklat. Reaksi Maillard dapat dipicu oleh pemanasan pada
suhu tinggi, seperti proses penyangraian, penggorengan, pemanggangan, dan
pemasakan. Reaksi Maillard dapat juga terjadi selama penyimpanan produk pangan,
namun dengan laju reaksi yang lebih lambat (Kusnandar, 2010).
25
PT Mayora Indah Tbk selalu melakukan kalibrasi pH meter sebelum setiap shift
dimulai untuk memastikan ketepatan pengukuran pH oleh pH meter. pH meter harus
dikalibrasi sebelum dan setelah setiap pengukuran. Untuk penggunaan normal
kalibrasi harus dilakukan pada awal pemakaian. Kalibrasi harus dilakukan dengan
setidaknya dua standar solusi yang buffer dengan kisaran nilai pH yang akan diukur.
Kalibrasi pH meter pada PT Mayora Indah Tbk dilakukan dengan menggunakan
buffer pH 4 dan buffer pH 7. Buffer yang baik yaitu buffer yang dapat digunakan
berulang-ulang dengan ketepatan yang tinggi. Hal ini dapat diusahakan dengan
mengganti secara periodik larutan buffer yang digunakan.
26
Kadar air pada produk biskuit merupakan salah satu parameter penting yang
harus selalu dikontrol, karena kadar air pada biskuit akan mempengaruhi struktur
biskuit yang akan terbentuk akibat gas yang dilepaskan oleh bahan pengembang dan
uap air yang hilang akibat dari kenaikan suhu. Hal tersebut dapat mempengaruhi
mutu produk, terutama pada cita rasa dan kerenyahan produk.
Air memiliki peran yang sangat penting dalam bahan pangan, pada produk
pangan segar kadar air merupakan indikator tingkat kesegaran dan kualitas tekstural,
sedangkan pada produk pangan olahan terutama produk pangan kering kadar air
sangat menentukan stabilitas produk selama masa penyimpanan (umur simpan
produk). Menurut Winarno (2008), kandungan air dalam bahan makanan
mempengaruhi daya tahan bahan makanan terhadap serangan mikroba yang
dinyatakan dengan aw yaitu jumlah air bebas yang dapat digunakan oleh
mikroorganisme untuk pertumbuhannya. Berbagai mikroorganisme mempunyai aw
minimum agar dapat tumbuh dengan baik, misalnya bakteri aw : 0,90 ; khamir aw :
0,80 – 0,90 ; dan kapang aw : 0,60 – 0,70.
Air yang tekandung dalam bahan pangan dapat menjadi penentu apakah produk
tersebut dapat dijual dan telah memenuhi standar produksi. Kadar air adalah
banyaknya air yang terkandung dalam bahan pangan yang dinyatakan dalam persen.
Kadar air juga salah satu parameter penting dalam menentukan kualitas bahan pangan
karena air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur dan cita rasa pada bahan
pangan.
Pengujian kadar air biskuit pada PT Mayora Indah Tbk dilakukan dengan
menggunakan alat moisture analyzer. Pengukuran kadar air dilakukan dengan
menggunakan Moisture Analyzer HR-83, rata – rata waktu yang dibutuhkan untuk
pengujian kadar air produk antara lain 2-5 menit/sampel tergantung jenis sampelnya
27
dan hasil analisis langsung dapat dilihat di layar monitor. Pada Moisture Analyzer
HR83 tahapan penimbangan dan pengeringan sampel serta perhitungan hasil analisis,
seluruhnya dilakukan dalam satu alat. Dengan demikian kemungkinan terjadinya
”human error” akan dapat diminimalkan dan didapatkan hasil analisis yang lebih
akurat.
Pada saat memulai tahap pengukuran, Moisture Analyzer akan menentukan
berat sampel, sampel kemudian dipanaskan dengan cepat oleh modul pemanas
integral halogen dan uap air akan menguap. Selama proses pengeringan instrumen
terus mengukur berat sampel dan menampilkan pengurangan kelembaban. Setelah
pengeringan selesai, kadar air pada sampel akan ditampilkan sebagai hasil akhir.
Dibandingkan dengan pemanasan inframerah konvensional atau metode oven,
misalnya, modul pemanas halogen dari instrumen memerlukan waktu yang lebih
singkat untuk mencapai daya pemanasan maksimum Hal ini juga memungkinkan
penggunaan suhu tinggi, faktor tambahan dalam memperpendek waktu pengeringan
(Toledo 2004). Pada moisture analyzer pemanasan sampel tidak hanya sebatas pada
permukaannya saja, karena sistem pemanasan dengan menggunakan halogen ini
mampu menembus ke bagian dalam sampel sehingga didapatkan pemanasan yang
lebih merata.
Moisture Analyzer HR-83 dengan teknologi halogen yang digunakan untuk
pengukuran kadar air ini memiliki beberapa keuntungan jika dibandingkan dengan
metode oven antara lain:
1. Hasil yang lebih tepat
2. Waktu yang lebih cepat
3. Mudah pengoperasiannya
Asam lemak bebas menunjukkan sejumlah asam lemak bebas yang dikandung
oleh minyak yang rusak, terutama karena peristiwa oksidasi dan hidrolisis. Hidrolisis
28
minyak atau lemak oleh air dengan katalis enzim atau panas pada ikatan ester
trigliserida akan menghasilkan asam lemak bebas. Keberadaan asam lemak bebas ini
biasanya dijadikan indikator awal terjadinya kerusakan minyak atau lemak. Jumlah
asam lemak bebas pada sampel ditunjukkan dengan bilangan asam yang biasanya
dinyatakan sebagai jumlah milligram KOH yang dibutuhkan untuk menetralkan asam
lemak bebas yang terdapat dalam 1 gram minyak atau lemak. Bilangan asam
ditentukan dengan reaksi penyabunan yaitu dengan cara mereaksikan minyak atau
lemak dengan basa seperti KOH atau NaOH (Andarwulan dkk. 2011). Hal yang sama
juga dinyatakan oleh Winarno (2008), asam lemak bebas terbentuk karena proses
hidrolisis lemak. Dengan adanya air, lemak dapat terhidrolisis menjadi gliserol dan
asam lemak. Reaksi ini dipercepat oleh basa, asam, dan enzim-enzim.
Keberadaan asam lemak bebas pada sampel merupakan indikator awal
terjadinya kerusakan minyak atau lemak yang dapat mempercepat proses oksidasi
lemak. Menurut Andarwulan (2011), asam lemak bebas yang ada pada sampel dapat
mempercepat proses oksidasi. Tahap awal reaksi oksidasi adalah terjadinya senyawa
radikal bebas yang kemudian akan menghasilkan senyawa peroksida jika bereaksi
dengan oksigen. Senyawa peroksida merupakan produk yang terbentuk pada awal
proses oksidasi lemak. Kadar peroksida pada minyak atau lemak menunjukkan
tingkat kerusakan oksidasi lemak
Menurut Winarno (2008), molekul-molekul lemak yang mengandung radikal
asam lemak tidak jenuh mengalami oksidasi dan menjadi tengik. Radikal ini dengan
O2 membentuk peroksida aktif yang dapat membentuk hidroperoksida yang bersifat
sangat tidak stabil dan mudah pecah menjadi senyawa rantai karbon yang lebih
pendek oleh radiasi energy tinggi, energi panas, katalis logam, atau enzim. Senyawa-
senyawa dengan rantai C lebih pendek ini adalah asam-asam lemak, aldehida-
aldehida, dan keton yang bersifat volatil dan menimbulkan bau tengik pada lemak.
Pengujian asam lemak bebas pada produk biskuit diawali dengan mengekstrak
sampel biskuit dengan menggunakan metode Soxhlet untuk memisahkan lemaknya.
Metode ekstraksi Soxhlet merupakan metode analisis kadar lemak secara langsung
dengan cara mengekstrak lemak dari bahan dengan pelarut organik seperti heksana,
petroleum eter, dan dietil eter. Ekstraksi dilakukan dengan cara direfluks pada suhu
yang sesuai dengan titik didih pelarut yang digunakan (Andarwulan dkk. 2011).
Proses ekstraksi sampel biskuit di PT Mayora Indah Tbk, yaitu: Pertama-tama,
ambil labu lemak yang sudah dikeringkan dalam oven dengan suhu 105oC dan
didinginkan dalam desikator lalu ditimbang. Lalu sebanyak 100 gram sampel
ditimbang dan dimasukkan ke dalam hull/selongsong yang terbuat dari kertas saring
dan sampel dimasukkan ke dalam Soxhlet. Sebanyak 200 ml heksana dan batu didih
dimasukkan ke dalam labu lemak. Sampel kemudian diekstrak dalam Soxhlet dengan
heksan selama kurang lebih 2 jam atau sampai pelarut yang merendam sampel sudah
berwarna jernih yang artinya sudah tidak ada lagi lemak/minyak yang terlarut.
Sampel dikeluarkan dari Soxhlet dan heksana yang berada di dalam Soxhlet
dipindahkan ke dalam labu lemak kemudian dilakukan pemurnian untuk memisahkan
pelarut dengan lemak hasil ekstraksi selama kurang lebih 1 jam sampai pelarut tidak
adak lagi yang menetes pada Soxhlet. Labu lemak yang berisi lemak hasil ekstraksi
29
kemudian dipanaskan dalam oven bersuhu 105oC selama 30 menit dan dimasukkan
ke dalam desikator selama 30 menit.
Sampel yang telah diekstrak lemak/minyaknya kemudian ditimbang sebanyak 5
gram ke dalam erlenmeyer, kemudian ditambahkan dengan etanol sebanyak 50 ml
dan 2 ml indikator fenolftalein. Setelah itu dititrasi dengan larutan NaOH yang telah
distandarisasi hingga warna merah muda (pink) tercapai dan tidak hilang selama 30
detik. Kadar asam lemak bebas (%FFA) dihitung dengan rumus:
𝑉 𝑥 𝑁 𝑥 𝐵𝑀 𝑎𝑠𝑎𝑚 𝑙𝑒𝑚𝑎𝑘
%FFA = 𝑥 100%
𝑤
Dimana:
V : ml NaOH yang digunakan untuk titrasi
N : normalitas NaOH hasil standarisasi
W : berat sampel (mg)
BM asam lemak : Asam Oleat = 282
Melihat begitu besarnya pengaruh kadar air terhadap mutu biskuit, maka dari
itu pengukuran kadar air merupakan parameter yang harus diperhatikan dalam
31
pengujian produk akhir. PT Mayora Indah Tbk menetapkan batas kadar air biskuit
Roma Kelapa adalah maksimal 2,5%. Hal yang mempengaruhi variasi kadar air pada
biskuit adalah suhu dan waktu pemanggangan. Semakin tinggi suhu pemanggangan
maka kadar air biskuit akan semakin rendah, namun semakin rendah suhu
pemanggangan maka kadar air biskuit akan semakin tinggi. Semakin lama waktu
pemanggangan maka kadar air biskuit akan semakin rendah, namun semakin cepat
waktu pemanggangan maka kadar air biskuit akan semakin tingi. Kadar air biskuit
juga dipengaruhi oleh besarnya tekanan yang diberikan oleh extraction roll pada saat
proses pencetakan adonan, semakin besar tekanan maka semakin banyak air yang
keluar dari adonan sehingga kadar air biskuit yang dihasilkan pun semakin rendah.
Kadar air memegang peranan yang penting dalam dalam kerusakan biskuit
selama penyimpanan. Kadar air yang tinggi pada biskuit dapat memicu terjadinya
hidrolisis lemak menjadi gliserol dan asam lemak sehingga produk biskuit dapat
berpotensi untuk menjadi tengik. Selain itu, kadar air yang tinggi juga berpotensi
untuk memicu pertumbuhan mikroba. Menurut Winarno (2008), kandungan air dalam
bahan makanan mempengaruhi daya tahan bahan makanan terhadap serangan
mikroba yang dinyatakan dengan aw yaitu jumlah air bebas yang dapat digunakan
oleh mikroorganisme untuk pertumbuhannya. Berbagai mikroorganisme mempunyai
aw minimum agar dapat tumbuh dengan baik, misalnya bakteri aw : 0,90 ; khamir aw :
0,80 – 0,90 ; dan kapang aw : 0,60 – 0,70.
Berdasarkan grafik control chart dapat dilihat bahwa nilai kadar air biskuit
terkendali dengan baik karena masih berada pada kisaran standar yang ditetapkan
oleh perusahaan.
Gambar 10. Control chart kadar asam lemak bebas biskuit Roma Kelapa
32
Asam lemak bebas pada biskuit dapat dihasilkan dari penambahan langsung
bahan-bahan yang memang telah mengandung asam lemak bebas atau dari hidrolisis
lemak oleh air atau oleh enzim serta dari oksidasi lemak. Kandungan asan lemak
bebas yang terdapat pada biskuit dapat bersumber dari penggunaan minyak nabati
yaitu minyak kelapa sawit yang digunakan pada proses pembuatan biskuit dan untuk
proses spray oil. Minyak sawit mengandung asam lemak jenuh dan asam lemak tak
jenuh dengan persentase yang hampir sama. Asam lemak yang pada rantai
hidrokarbonnya terdapat ikatan rangkap disebut asam lemak tidak jenuh, dan apabila
tidak terdapat ikatan rangkap pada rantai hidrokarbonnya disebut asam lemak jenuh.
Minyak sawit memiliki karakteristik asam lemak utama penyusunnya terdiri atas 35-
40% asam palmitat, 38-40% asam oleat, dan 6-10% asam linoleat, serta kandungan
mikronutriennya seperti karotenoid, tokoferol, tokotrienol, dan fitosterol (Soraya,
2013). Jenis minyak nabati yang digunakan dalam proses pembuatan biskuit Roma
Kelapa adalah RBDPO (Refined, Bleached, and Deodorized Palm Olein). Menurut
Soraya (2013), RBDPO (Refined, Bleached, and Deodorized Palm Oil) adalah
minyak sawit yang telah melalui proses ekstraksi dan pemurnian seperti penjernihan
dan penghilangan bau. Setelah itu CPO dapat difraksinasi menjadi RBD stearin dan
RBD Olein dengan komposisi asam lemak yang berbeda. Fraksi olein mengandung
asam oleat paling tinggi (39-45%) sedangkan fraksi stearin didominasi oleh asam
lemak palmitat (47-74%).
Pengujian kadar asam lemak bebas pada biskuit dilakukan sebanyak sekali
dalam setahun. Kenaikan asam lemak bebas pada biskuit dapat dipengaruhi oleh
beberapa faktor, diantaranya adalah kadar air, adanya enzim lipase, basa, dan asam.
Kadar air merupakan faktor pemicu terjadinya reaksi hidrolisis dan tumbuhnya
sejumlah mikroorganisme yang dapat memecah trigliserida menjadi asam lemak
bebas. Ketika kandungan air didalam bahan pangan tinggi, reaksi hidrolisis akan
berjalan semakin cepat dan mikroorganisme penghasil enzim lipolitik akan memecah
trigliserida membentuk asam lemak bebas. Jika hal tersebut dibiarkan dalam kurun
waktu yang cukup lama, maka akan menyebabkan kadar ALB dalam produk menjadi
semakin meningkat. Kadar air akan memicu terjadinya proses hidrolisis dalam
minyak, sehingga terbentuk asam lemak bebas dan gliserol.
Menurut Ketaren (2012), beberapa jenis jamur, ragi, dan bakteri mampu
menghidrolisa molekul lemak. Diantara bakteri ini, yaitu Staphylococcus aureus,
Staphpyogenes albus, Bacillus pyocyaneus, B. piodigiosus, B. cholera, B. typhosus,
Streptococcus hemolyticus, B. tuberculosis, B. lipolyticum, Micrococcus tetragenus,
B.proteus, B.putrificus, B. punctatum, B.coli, Clostridum botulinum, dan berbagai
macam spesies Pseudomonas sp dan Achromobacter sp. Jamur yang mampu
menghidrolisa lemak antara lain Aspergillus, Penicillium, Mucor, Rhizopus, Monilia,
Oidum, Claodosporium, dan beberapa macam spesies ragi. Mikroba tersebut dapat
menghasilkan enzim lipase yang dapat menghidrolisis trigliserida menjadi asam
lemak bebas dan gliserol.
Berdasarkan hasil pengujian terhadap kadar asam lemak bebas dapat dilihat
bahwa kadar asam lemak pada produk biskuit tidak melebihi standar yang telah
ditetapkan oleh perusahaan.
33
6.1 Simpulan
6.2 Saran
Secara umum, pengujian mutu produk akhir biskuit Roma Kelapa yang
dilakukan di PT Mayora Indah Tbk sudah berjalan dengan baik. Namun perusahaan
harus lebih memperhatikan perawatan dan kalibrasi secara berkala dari peralatan
yang digunakan untuk pengujian agar didapatkan hasil pengujian yang lebih akurat.
DAFTAR PUSTAKA
Andarwulan N., Kusnandar F., dan Herawati D. 2011. Analisis Pangan. Jakarta (ID):
PT. Dian Rakyat.
Buckle KA, Edwards RA, Fleet GH, dan Wootton M. 1985. Ilmu Pangan. Hari
Purnomo dan Adiono, penerjemah. Jakarta (ID): UI Press.
deMan JM. 1997. Kimia Makanan. Kosasih Padmawinata, penerjemah. Bandung
(ID): ITB.
Ketaren, S. 2012. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta (ID): UI
Press.
34
Kusnandar F. 2010. Kimia Pangan Komponen Makro. Jakarta (ID): PT. Dian Rakyat.
Manley D. 2011. Technology of Biscuit, Cracker, and Cookies Third Edition.
Washington: CRC Press.
Sholikhah FS, dan Nisa FC. 2015. Cookies Beras Pratanak (Kajian Proporsi Tepung
Beras Pratanak dengan Tepung Terigu dan Penambahan Shortening). Jurnal
Pangan dan Agroindustri [Internet]. [diunduh 2017 Mei 01]; Volume 3 No. 3:
1180-1191.
Soraya, Noni. 2013. Mengenal Produk Pangan dari Minyak Sawit. Bogor (ID): IPB
Press.
Toledo, Mettler. 2004. Operating Instructions HR83 and HR83-P Moisture
Analyzers. [Internet]. [diunduh 2017 Mei 06]. Tersedia pada:
http://www.mt.com/my/en/home/library/operating-instructions/laboratory-
weighing/HR_83/jcr:content/download/file /file.res /HR83-BA-e-
11780514B.pdf.
Winarno FG. 2008. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka Utama.