HUKUM DAGANG
Berikut penjelasannya:
1. Hukum tertulis yang dikodifikasikan
Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) atau Wetboek van Koophandel
(WvK),yang mulai berlaku di Indonesia sejak tanggal 1 Mei 1848 terdiri dari 2 (dua)
Kitab dan 23 Bab. Tercantum jelas dalam KUHD bahwa implementasi dan pengkhususan
dari cabang-cabang Hukum Dagang bersumber pada Kitab Undang-Undang Hukum
Dagang (KUHD). Isi pokok daripada KUHD Indonesia:
Kitab Pertama berjudul Tentang Dagang Umumnya, memuat 10 Bab yang terdiri
dari:
a) Bab I dihapuskan, dimana menurut Stb. 1938/276 yang mulai berlaku pada
Tanggal 17 Juli 1938, Bab I yang berjudul “tentang Pedagang-pedagang dan
tentang Perbuatan Dagang” yang meliputi Pasal 2, 3, 4, dan 5 telah
dihapuskan.
b) Bab II tentang pemegangan buku
c) Bab III tentang beberapa jenis perseroan
d) Bab IV tentang bursa dagang, makelar dan kasir
e) Bab V tentang komisioner, ekspeditur, pengangkut dan terkait bagi pengusaha
yang melalui sungai dan perairan daratan.
f) Bab VI tentang surat wesel dan surat order
g) Bab VII tentang cek , promes dan kuitansi kepala pembawa (aan toonder)
h) Bab VIII tentang reklame atau penuntutan kembali dalam hal kepailitan
i) Bab IX tentang asuransi atau petanggungan seumumnnya
j) Bab X tentang petanggungan (asuransi) terhadap bahaya kebakaran, bahaya
yang mengancam hasil-hasil dari pertanian yang belum dipenuhi dan
pertanggungan jiwa.
3. Hukum Kebiasaan
Hukum Kebiasaan adalah kebiasaan yang dilakukan secara terus menerus dan tidak
terputus dan sudah diterima oleh masyarakat pada umumnya serta pedagang pada
khususnya, dapat dipakai juga sebagai sumber hukum pada Hukum Dagang, hal ini sesuai
dengan ketentuan Pasal 1339 KUHPerdata bahwa perjanjian tidak saja mengikat yang
secara tegas diperjanjikan, tetapi juga terikat pada kebiasaan-kebiasaan yang sesuai
dengan perjanjian tersebut. Contoh: Terkait pemberian komisi, jual beli dengan angsuran,
dan sebagainya. Dimana yang menjadi landasan hukumnya sebagai berikut:
1. Pasal 1339 KUHPerdata menyatakan:
“Persetujuan tidak hanya mengikat apa yang dengan tegas ditentukan
didalamnya, melainkan juga segala sesuatu yang menurut sifat persetujuan
dituntut berdasarkan keadilan, kebiasaan, atau undang-undang.”
Yang berarti suatu perjanjian tidak saja mengikat untuk apa yang semata-mata
telah diperjanjikan, tetapi untuk apa yang sudah menjadi kebiasaan.
Perjanjian tersebut dibagi lagi menjadi 2 bagian yaitu Perjanjian yang dibuat para pihak
dan Perjanjian Internasional.
b) Van Apeldoorn mengganggap Hukum Dagang suatu bagian istimewa dari lapangan
hukum perikatan yang tidak dapat ditetapkan dalam Kitab III KUHPerdata.
c) Sentosa memiliki pendapat yang berbeda dari kedua ahli diatas, beliau menyatakan
bahwa KUHD mengesampingkan KUHPerdata bila dalam KUHD telah mengaturnya
secara khusus, sedangkan KUHD dikesampingkan oleh KUHPerdata bila tidak ada
aturan yang diatur oleh KUHD.
E. PENGGOLONGAN BADAN USAHA
Secara teoritis badan usaha dapat dibagi dalam dua golongan, yaitu:
1. Badan usaha yang bukan berbadan hukum (Non-Badan Hukum)
2. Badan usaha yang berbadan hukum (Badan Hukum)
Secara sepintas tampaknya kedua badan usaha ini tidak memiliki perbedaan. Namun jika
dilihat secara mendalam dari perspektif hukum perusahaan, ada perbedaan yang cukup
mendasar yakni terkait masalah tanggung jawab. Dalam undang-undang sendiri tidak
dijabarkan pengertian dari Badan Usaha. Dimana dalam Pasal 1653 Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata hanya disebutkan jenis Perkumpulan (Badan Hukum), yakni:
“Selain perseroan perdata sejati, perhimpunan orang-orang sebagai badan hukum juga
diakui undang-undang, entah badan hukum itu diadakan oleh kekuasaan umum atau
diakuinya sebagai demikian, entah pula badan hukum itu diterima sebagai yang
diperkenankan atau telah didirikan untuk suatu maksud tertentu yang tidak bertentangan
dengan undang-undang atau kesusilaan.”
Kesimpulan:
1. Yang diadakan oleh kekuasaan umum
2. Perkumpulan yang diakui oleh kekuasaan umum
3. Perkumpulan yang diperkenankan atau untuk suatu maksud tertentu yang tidak
berlawanan dengan undang-undang atau kesusilaan.
Adapun perbedaan antara Badan Usaha yang Bukan Berbadan Hukum dan Badan Usaha
yang Berbadan Hukum, yaitu:
1. Apabila Badan Usaha yang Bukan Berbadan Hukum:
a) Subyek hukumnya adalah orang atau individu yang menjadi pengurusnya, serta bukan
dari badan hukum itu sendiri.
b) Harta perusahaan bersatu dengan harta pribadi para pengurus anggotanya. Yang
berakibat jika perusahaan tersebut pailit, maka harta pengurus/anggotanya ikut tersita
juga.
c) Badan usaha yang bukan berbadan hukum adalah Perusahaan Dagang, Persekutuan
Perdata, Firma, dan Persekutuan Komanditer (Commanditaire Vennotschap atau CV)
Perusahaan Dagang (PD)
Perusahaan Dagang adalah perusahaan perseorangan yang dilakukan oleh seorang
pengusaha. Yang dapat dikelola oleh satu orang atau lebih, dengan modal milik
sendiri. Dalam praktek diterima sebagai pelaku usaha, akan tetapi belum diatur
secara khusus dalam undang-undang tersendiri. Hal ini dapat dilihat dengan
keluarnya Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor
23/MPP/KEP/1/1998 tentang Lembaga-Lembaga Usaha Perdagangan. Dalam
Perusahaan Dagang ini masih belum terdapat standar prosedur pendirian yang
harus diikuti, hanya dalam praktek pada umumnya pendirian Perusahaan Dagang
dibuat dengan Akta Notaris.
Firma (FA)
Keberadaan Firma sebagai badan usahan diatur dalam Pasal 16 hingga Pasal 35
KUHD, pengertian Firma secara sederhana dijabarkan dalam Pasal 16 KUHD.
Firma adalah tiap-tiap persekutuan perdata yang didirikan dan untuk menjalankan
perusahaan dengan nama bersama. Dijelaskan dalam Pasal 16, Pasal 17, Pasal 18
Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD), bahwa:
- Pasal 16, “Perseroan Firma adalah suatu perseroan yang didirikan untuk
melakukan suatu usaha dibawah satu nama bersama.”
- Pasal 17, “Tiap-tiap persero kecuali yang tida diperkenankan, mempunyai
wewenang untuk bertindak, mengeluarkan dan menerima uang atas nama
perseroan, dan mengikat perseroan kepada pihak ketiga, dan pihak ketiga
kepada perseroan. Tindakan-tindakan yang tidak bersangkutan dengan
perseroan, atau yang bagi para persero menurut perjanjian tidak berwenang
untuk mengadakannya, tidak dimasukkan dalam ketentuan ini.”
- Pasal 18, “Dalam perseroan firma tiap-tiap persero bertanggungjawab secara
tanggung-renteng untuk seluruhnya atas perikatan-perikatan perseroannya.”
Tatacara mendirikan Firma dijabarkan dalam Pasal 22 Kitab Undang-Undang
Hukum Dagang, berisi:
“Perseroan-perseroan firma harus harus didirikan dengan akta otentik, tanpa
adanya kemungkinan untuk disangkalkan terhadap pihak ketiga, bila akta itu
tidak ada.”
Dari rumusan Pasal 22 diatas, dapat disimpulkan bahwa pendirian Firma
bentuknya bebas, yang berarti cukup memerlukan akta atau cukup secara lisan.
Akan tetapi dalam praktek dibuat dengan Akta Notaris sebagai alat bukti jika ada
perselisihan antara para pihak, baik intern maupun ekstern Firma.
Persekutuan Komanditer (Commanditaire Vennotschapatau CV)
Pengertian dari CV tidak terdapat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang
(KUHD), dimana pengaturan tentang CV dalam Kitab Undang-Undang Hukum
Dagang (KUHD) sangat singkat, yakni dalam Pasal 19 hingga Pasal 21. Dengan
demikian, CV merupakan persekutuan dengan setoran uang, dibentuk oleh satu
atau lebih anggota aktif yang bertanggung jawab secara renteng di satu pihak
dengan satu atau lebih orang lain sebagai pelepas uang. Tatacara pendirian CV
sendiri tidak ada ketentuan yang secara tegas dalam Kitab Undang-Undang
Hukum Dagang, akan tetapi dalam praktek dibuat dalam Akta Notaris (autentik).
Selain itu dijabarkan juga dalam Pasal 4 dari Peraturan Pemerintah Nomor 12
Tahun 1998, berisi:
“(1)Maksud dan tujuan PERSERO adalah:
a. Menyediakan barang dan atau jasa yang bermutu tinggi dan berdaya saing
kuat baik di pasar dalam negeri ataupun internasional; dan
b. Memupuk keuntungan guna meningkatkan nilai perusahaan.
(2) PERSERO dengan sifat usaha tertentu dapat melaksanakan penugasan khusus
untuk menyelenggarakan fungsi kemanfaatan umum, dengan tetap
memperhatikan maksud dan tujuan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1).”
Koperasi
Definisi Koperasi dijelaskan di dalam Pasal 1 butir (1) Undang-undang tentang
Koperasi, yaitu:
“Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang-seorang atau badan
hukum Koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip Koperasi
sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas
kekeluargaan.”