Anda di halaman 1dari 14

Jurnal Law Reform Program Studi Magister Ilmu Hukum

Volume 14, Nomor 1, Tahun 2018 Fakultas Hukum Universitas Diponegoro

ASPEK KEADILAN DALAM KONTRAK BISNIS DI INDONESIA


(Kajian pada Perjanjian Waralaba )

Ery Agus Priyono1


Fakultas Hukum Universitas Diponegoro
Jl. Prof. Soedarto SH, Tembalang, Semarang, 50275
eap_fh_undip@yahoo.com

ABSTRACT
The agreement, the essence is agreement, is characterized by a meeting of mind, the parties to
achieve an agreed goal in order to provide maximum benefit for the parties. Agreements like a legal
document should meet at least three elements as stated by Gustav Radbruch, namely justice, legal
benefits, and certainty, but the fact is that the legal certainty aspect (in principle Pacta Sunservanda) is
most prominent even sometimes ignoring justice. This article aims to uncover why this happens, what is
the reason and how is the solution. Approach to philosophical normative research is used to analyze
contract documents referring to the relevant regulations and the principle of agreement. As a
conclusion, there is no justice achievement for the parties, especially the franchisee, because the
franchisor's bargaining position is very strong, not balanced when compared to the weak bargaining
position of the franchisee. This has an impact on the contents of the contract that is made entirely by
the franchisor, which certainly tends to provide the greatest benefit to the franchisor.
Keywords: Agreement; Franchise; Justice; Philosophical Normative.

ABSTRAKSI

Perjanjian, esensinya adalah kesepakatan, disifati dengan bertemunya kehendak (meeting of mind,
mutual assent ) para pihak untuk mencapai suatu tujuan yang telah disepakati guna memberikan
kemanfaatan semaksimal mungkin bagi para pihak. Perjanjian layaknya sebuah dokumen hukum
sudah sepantasnya memenuhi minimal tiga unsur sebagaimana dikatakan oleh Gustav Radbruch,
yakni keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum, akan tetapi faktanya aspek kepastian hukum (dhi
asas Pacta Sunservanda) paling menonjol bahkan kadang mengabaikan keadilan.Tulisan ini bertujuan
untuk mengungkap mengapa hal tersebut terjadi, apa sebabnya dan bagaiamana
solusinya.Pendekatan penelitian normatif filosofis digunakan untuk menganalisis dokumen kontrak
mengacu pada peraturan yang terkait dan asas asas perjanjian. Sebagai kesimpulan tidak tercapainya
keadilan bagi para pihak khususnya penerima waralaba, dikarenakan posisi tawar pemberi waralaba
(franchisor) yang sangat kuat, tidak seimbang jika dibandingkan dengan posisi tawar penerima
waralaba (franchisee) yang lemah. Hal ini berimbas pada isi kontrak yang sepenuhnya dibuat oleh
pemberi waralaba (franchisor), yang tentunya cenderung memberikan manfaat sebesarbesarnya bagi
pemberi waralaba (franchisor).
Kata kunci : Perjanjian; Waralaba; Keadilan; Normatif Filosofis.

1
Dosen Fakultas Hukum Universitas Diponegoro

15
Jurnal Law Reform Program Studi Magister Ilmu Hukum
Volume 14, Nomor 1, Tahun 2018 Fakultas Hukum Universitas Diponegoro

A. PENDAHULUAN Asas ini menjadi dasar berlakunya asas


Pengertian perjanjian, sebagaimana konsensual, yang asas konsensual ini mendasari
diatur dalam Pasal 1313 KUH Perdata adalah berlakunya asas kekuatan mengikat perjanjian
Suatu Perbuatan dengan mana satu orang atau (pacta sun servanda) (Priyono, 2015)
lebih mengikatkan dirinya pada satu orang atau Penerapan terhadap asas-asas tersebut
lebih lainnya. Abdulkadir Muhammad dalam di atas khususnya pada tahap pra kontrak (pre
Ilhamdi bependapat definisi ini sangat umum contract) maupun umumnya pada tahap kontrak
sehingga tidak bisa menggambarkan esensi yang (contract) tidak bisa dilakukan dengan sebebas
sebenarnya. Kelemahan yang ada pada definisi bebasnya, tetapi dalam bingkai asas itikad baik
tersebut adalah sifatnya yang sepihak, tidak dan kepatutan (Sepe, 2010). Itikad baik tidak
menyebut tujuan, tetapi juga tidak memberi sekedar dilihat secara subyektif (Black, 2017)
batasan pada kata “pebuatan” yang tentunya dalam arti tidak menipu, tidak bohong, tidak jujur,
sangat luas pemahamannya (Ilhamdi, 2014). akan tetapi juga secara obyektif. Obyektif dalam
Sebuah perjanjian baik dibuat secara arti perjanjian harus dilaksanakan berdasarkan
lisan (oral) atau tertulis (written, contract) peraturan (Posner, 2001) (buku III KUH Perdata
hendaknya dapat mengekspresikan kehendak dan PP nomor 42 tahun 2007 tentang Waralaba)
para pihak yang bersifat umum menjadi langkah- serta kesusilaan dan kepatutan (Sepe, 2010).
langkah atau perbuatan yang lebih nyata guna Asas itikad baik di negara-negara penganut
mewujudkan tujuan dibuatnya perjanjian yang common law, pada awalnya merupakan implied
telah disepakati sebelumnya (Schwartz & Scott, contractual obligation (lihat introduction of the
2003). Uniform Commercial Code, in the 1960s) dalam
Perjanjian yang dibuat oleh para pihak perkembangannya menjadi promise sebagaimana
baik secara lisan maupun tertulis perlu di usulkan oleh state legislatures.
mengindahkan asas-asas hukum perjanjian, Faktanya dalam praktek kegiatan/aktifitas
peraturan-peraturan hukum yang terkait dengan bisnis, perjanjian bisnis (business agreement,
perjanjian. Asas-asas itu antara lain yang sangat business contract) hampir semua dibuat dalam
penting adalah asas kebebasan berkontrak, bentuk tertulis. Kecenderungannya perjanjian
(freedom of contract, partij autonomie) (Schwartz yang tertulis ini dibuat oleh salah satu pihak yang
& Scott, 2003). kuat posisi ekonominya, dalam bentuk perjanjian
baku (standard form Contract). Istilah kontrak
16
Jurnal Law Reform Program Studi Magister Ilmu Hukum
Volume 14, Nomor 1, Tahun 2018 Fakultas Hukum Universitas Diponegoro

baku (standard form Contract ) mengacu pada lemah dalam menentukan isi perjanjian
perjanjian yang bentuknya sudah tercetak (Khairandy, 2013).
(printed, bolier plate) yang digunakan untuk Patut diduga sifat perjanjian yang
berbagai kontrak yang sama atau sejenis (Treitel, berbentuk baku/standar ini tidak akan mampu
1999). memberikan rasa keadilan yang memadai bagi
Slawson dalam tulisannya “Standardd pihak yang posisinya lemah. Keadilan dalam hal
Form Contract and Democratic of Law Making ini adalah keadilan yang didasari Asas
Power” sebagaimana dikutip oleh Pohan dalam Proporsionalitas, di mana para pihak mempunyai
Ery (Priyono, 2015).....menulis …Standard beban kewajiban dan hak yang proporsional
contract form probably account for more than 90 dengan kontribusinya. (Hernoko & Ratnawati,
percent of all contracts now made. Most persons 2015).
have difficult remembering the last time they Kenyataanya bentuk maupun isi
contracted other than by standardd perjanjian telah ditentukan oleh pihak yang kuat
form.Pernyataan ini menjadi pembenar maraknya sebelum perjanjian itu ditandatangani oleh para
perjanjian baku atau perjanjian standar, perjanjian pihak. Tidak akan bisa dipungkiri pihak yang kuat
adhesi dalam kehidupan bisnis sehari-hari yang akan berusaha agar semua kepentingannya
cenderung disalah gunakan (HS, 2016). dapat diakomodir di dalam perjanjian tersebut,
Perjanjian bisnis “sebuah waralaba meskipun hal tersebut potensial untuk
asing”, yang menjadi obyek kajian dalam menimbulkan kerugian ekonomi pada pihak
penelitian yang mendasari penulisan artikel ini lainnya (Elliott & Quinn, 2009).
adalah contoh sebuah perjanjian baku yang Hakekat perjanjian atau kontrak termasuk
berlaku dalam dunia bisnis internasional. Sifat perjanjian atau kontrak waralaba adalah suatu
yang melekat pada perjanjian baku adalah “given” kesepakatan yang didasarkan pada kehendak
dalam artian pihak yang posisi tawar/ekonominya sukarela, untuk mencapai suatu tujuan yang
lebih tinggi/kuat menjadi penentu sekaligus menguntungkan (economic prospective) yang
pencipta/pembuat perjanjian. Pihak yang posisi dirasa adil bagi para pihak. Sebuah kontrak atau
tawar/ekonominya lebih rendah/lemah tidak perjanjian tidaklah lahir karena kesepakatan
mempunyai kesempatan untuk berkontribusi semata tetapi juga harus memenuhi ketentuan
dalam pembentukan perjanjian. Dalam dunia hukum tentang syarat sah perjanjian
praktek bisnis, perjanjian yang demikian ini sering sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUH
disebut sebagai “take it or leave it contract” untuk Perdata, dengan kata lain perjanjian apapun
menggambarkan ketidak berdayaan pihak yang nama baupun bentuknya tidak bisa mengabaikan

17
Jurnal Law Reform Program Studi Magister Ilmu Hukum
Volume 14, Nomor 1, Tahun 2018 Fakultas Hukum Universitas Diponegoro

aturan hukum yang berlaku di mana perjanjian itu khususnya pihak penerima waralaba
dibuat dengan semata-mata mengandalkan pada (franchisee)?
kesepakatan yang didasari pada asas kebebasan Metode pendekatan dalam penelitian ini
berkontrak (Echenberg, 2011). adalah yuridis normatif atau disebut juga metode
Indira Hastuti dalam artikelnya yang doktriner. Spesifikasi penelitian ini menggunakan
berjudul “Aspek Hukum Perjanjian Waralaba spesifikasi penelitian secara deskriptif analitis,
(Franchise), melihat waralaba sebagai bentuk maksudnya, yaitu peneliti dalam menganalisis
usaha kemitraan yang belum diatur secara permaslahan dengan cara memberikan gambaran
khusus yang dalam prakteknya didasarkan pada secarfa faktual dikaitkan dengan norma hukum
asas kebebasan berkontrak (Hastuti, 2006). yang terkait.
Asas kebebasan Berkontrak sebagai Penelitian hukum ini menggunakan data
dasar pembentukan perjanjian waralaba, sering sekunder yang berupa bahan hukum khususnya
menjadi sebab terjadinya penyimpangan dalam bahan hukum primer (Hadikusuma, 1995).
perumusan hak dan kewajiban oleh pihak yang Metode pengumpulan data didasarkan pada
kuat, sehingga merugian pihak yang lemah sumber data yang diperoleh dalam penelitian ini,
(Priyono, 2015). Perlunya filter untuk mencegah data dikumpulkan dengan cara studi kepustakaan
ekses negatif perjanjian yang berbentuk baku (library research) (Nazir, 2005). Sebagai cara
dengan dalih penerapan Asas Kebeasan untuk menarik kesimpulan dari hasil penelitian
Berkontrak mendorong diterapkan Asas itikad yang sudah terkumpul, akan dipergunakan
baik dan Kepatutan (Priyono, 2016). metode analisis normatif-kualitatif, yang menitik
Bentuk perlindungan hukum yang lebih beratkan pada aspek filosofis (keadilan) dengan
spesifik yang diberikan oleh negara adalah model penyimpulan secara deduksi.
adanya PP no 16 tahun 1997 tentang Waralaba B. PEMBAHASAN
(yang kemudian diganti dengan PP no 42 tahun a. Anatomi perjanjian waralaba “sebuah
2007) (Malik, 2007). waralaba asing”
Pertanyaanya adalah, mengapa Perjanjian ini dibuat dan ditandatangani
perjanjian atau kontrak waralaba yang secara pada tanggal 1 Mei 1989 antara “sebuah
legal formal telah memenuhi syarat sah waralaba asing”, yaitu perusahaan waralaba yang
perjanjian, dan juga disepakati bersama, ternyata berpusat di di Kansas Amerika Serikat (USA)
dalam pelaksanaannya belum mampu dengan PT. Sari Kencana sebuah perusahan
memberikan rasa keadilan bagi para pihak berdasarkan hukum Indonesia yang berpusat di
Jakarta. Recital/witnesseth perjanjian ini

18
Jurnal Law Reform Program Studi Magister Ilmu Hukum
Volume 14, Nomor 1, Tahun 2018 Fakultas Hukum Universitas Diponegoro

menjelaskan bahwa “sebuah waralaba asing” arbitration clauses; other terms and conditions,
adalah perusahaan yang memiliki sistem restoran sebagai telah disebut di atas (Cheeseman, 2005).
yang khas baik dari sisi pemasaran (dine ini and Sebagaimana lazimnya perjanjian baku
take away restourant) , persiapan, penyajian dan perjanjian ini dibuat oleh salah satu pihak yang
penjualan pizza, pasta baik model Itali atau kuat dalam hal ini adalah “sebuah waralaba
lainnya. Perusahaan ini juga telah asing” yang berpusat di Kansas Amerika Serikat
mengembangkan dan mengadopsi sistem operasi (USA). “sebuah waralaba asing” adalah satu
bagi perusahaan dan para investornya yang unik satunya pihak yang menentukan isi maupun
yang meliputi; disain, iklan, perangakat disain, bentuk perjanjian, sementara PT Sarimelati hanya
rahasia dagang, formula, teknis bisnis, sistem dan bisa tanda tangan jika setuju terhadap isi
prosedur. Recital ini juga menjelaskan perjanjian tanpa bisa merubahnya dan tidak tanda
perusahaan adalah pemilik valuable goodwill, tangan jika tidak setuju dengan isi
valuable mark, berkaitan dengan service mark, perjanjian.Perjanjian yang terdiri dari 27 pasal ini
trade names, slogans, design, insignias, berisi 80 kewajiban bagi penerima waralaba
emblems, symbols, disain kemasan, disain (franchisee) dan haknya tidak lebih dari 20.
bangunan yang khas, dll. Secara bertimbal balik maka pemberi waralaba
Perjanjian yang diberi judul perjanjian mempunyai hak terhadap penerima waralaba
waralaba “sebuah waralaba asing” ini terdiri dari sebanyak 80 dan kewajibannya kurang dari 20.
26 pasal, dengan beberapa sub pasal. Suatu potret perjanjian yang tidak menjamin
Sebagaimana lazimnya sebuah perjanjian keseimbangan, keadilan (Priyono, 2009).
waralaba, perjanjian ini berisi hal-hal seperti: b. Proses terjadinya perjanjian
Hak Kekayaan Intelektual (intellectual property Perjanjian dilihat dari proses
Rights/IPR); IP transfer; royalty payment; pembentukannya dapat dibedakan menjadi tiga
kewajiban pajak; hak dan kewajiban para pihak, tahap; yaitu tahap pra kontrak; kontrak dan pasca
pengalihan dan atau lisensi hak kekayaan kontrak(Khairandy,2013). Pra Kontrak merupakan
intektual; hukum yang mengatur; penyelesaian tahapan yang sangat penting dalam rangkaian
sengketa; dan terminasi perjanjian waralaba perjanjian, karena pada tahap itu terjadi proses
(Ryder, 2005). Henry R Cheesman, menyatakan permufakatan (negosiasi) yang lazim disebut
secara umum ketentuan dalam perjanjian dengan penawaran (offer) dan penerimaan
waralaba berisi : quality control sandards; training (acceptance) yang berujung pada dua
requirements; covenant not to compete; kemungkinan, sepakat atau tidak sepakat
(Turner, 2007).

19
Jurnal Law Reform Program Studi Magister Ilmu Hukum
Volume 14, Nomor 1, Tahun 2018 Fakultas Hukum Universitas Diponegoro

Kebebasan berkontrak adalah asas yang dicantumkan dalam suatu perjanjian (Racine,
esensial, baik bagi individu dalam 2008).
mengembangkan diri baik di dalam kehidupan Kesepakatan yang diambil oleh para
pribadi maupun kehidupan sosial ke pihak mengikat mereka sebagai undang-undang.
masyarakatan, sehingga beberapa pakar (Pasal 1338 KUH Perdata). Penerapan asas ini
menegaskan kebebasan berkontrak merupakan memberikan tempat yang penting bagi berlakunya
bagian dari hak asasi manusia yang harus asas konsensual, yang mengindikasikan adanya
dihormati (Khairandy,2013). keseimbangan kepentingan, kesembingan dalam
Negara-negara yang mempunyai system pembagian beban resiko, dan keseimbangan
hukum Common Law mengenal kekebasan posisi tawar (bargaining position) (Racine, 2008).
berkontrak dengan istilah Freedom of Contract Perkembangannya dalam praktek apa
atau laisseiz faire. Jessel M. R. merumuskan yang mengikat sebagai undang-undang bagi para
dalam kasus “Printing and Numerical Registering pihak itu didasarkan kesepakatan semu.
Co. Vs Samson” (Rusli, 1993) …..men of full age Dalam perkembangannya asas ini
and understanding shall have the utmost liberty of muncul menjadi paradigma baru dalam hukum
contracting, and that contracts which are freely kontrak yang menjurus pada kebebasan tanpa
and voluntarily entered into shall be held sacred batas (unretristicted freedom of contract). Kondisi
and on force by the courts…..you are not lightly to sekarang, asas ini juga membuat orang/pihak
interfere with this freedom of contract. yang kuat bisa memaksakan kehendaknya
Asas kebebasan berkontrak (partij terhadap pihak yang lemah, sehingga cita-cita
autonomie, freedom of contract), menjadi sumber kebebasan berkontrak yang awalnya memberikan
berkembang pesatnya hukum perjanjian, tidak keseimbangan hukum, keseimbangan
hanya di Indonesia, begitu juga di tingkat regional kepentingan dan juga keseimbangan dalam posisi
maupun internasional (Coson & Mazeaud). tawar, menjadi sarana penekan bagi pihak yang
Seperti di Jepang (Hooft, 2005), China (Zhang, lemah , oleh karena itu Pasal 1337 KUH Perdata
2006), dan India (Bath, 2009). memberikan batasan pada praktek penerapan
Berdasarkan asas kebebasan berkontrak, asas tersebut dengan menegaskan ”sebab”
maka orang-orang boleh membuat atau tidak perjanjian itu harus halal artinya tidak dilarang
membuat perjanjian. Para pihak yang telah undang-undang, tidak bertentangan dengan
sepakat akan membuat perjanjian bebas kesusilaan yang baik atau ketertiban umum
menentukan apa yang boleh dan tidak boleh Perjanjian waralaba “sebuah waralaba
asing” yang terdiri dari 26 pasal , jika dilihat dari

20
Jurnal Law Reform Program Studi Magister Ilmu Hukum
Volume 14, Nomor 1, Tahun 2018 Fakultas Hukum Universitas Diponegoro

keseluruhan pasal tersebut ternyata isinya 24 Pasal 1338 alinea 3 KUH Perdata :
pasal selalu mencantumkan hal-hal yang bersifat perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik
tanggung jawab/kewajiban yang harus dipenuhi (Black, 2017). Itikad baik (good faith) dalam
oleh operator/franchisee. Hanya 2 pasal yang Black’s Law Dictionary didifinisikan sebagai..... is
tidak secara langsung menetapkan keawjiban an intangible and abstract quality with no
bagi operator, yaitu pasal XX tentang notices dan technical meaning or statutory definition, and it
pasal XXI tentang interpretasi , pelaksanaan encompasses, among other things, an honest
perjanjian, dan pelepasan hak. belief, the absence of malice and the absence of
Isi perjanjian yang tertulis dalam 26 pasal design to ddefraud or to seek an unconscionable
perjanjian tersebut menurut penulis bukan advantage, and an individual's personal good
cerminan hasil kesepakatan. Bagaimana tidak faith is concept of his own mind and inner spirit
dikatakan demikian jika perjanjian yang terdiri dari and, therefore, may not conclusively be
26 pasal itu memuat kewajiban bagi determined by his protestations alone.
investor/operator/franchisee yang jumlahnya lebih Perkembangan selanjutnya campur
dari 80 kewajiban, pada saat yang sama kita tangan pemerintah menjadi lebih besar karena
ketahui hak principal/franchisor lebih dari 80, tuntutan perlindungan kepada masyarakat atau
suatu kondisi yang sangat tidak seimbang. konsumen atau pelaku bisnis nasional. Sehingga
Bahkan jika kita mengikuti pendapat Untung Felix sebuah bisnis waralaba yang sepenuhnya tunduk
S Soebagjo yang menyatakan ..”dianggap ada pada ketentuan hukum perjanjian yang bersifat
kesepakatan ketika kepentingan para pihak dapat privat pada perkembangannya tidak bisa
dilaksanakan secara seimbang” (Soebagjo, menyimpangi bebrapa aturan yang bersifat publik,
1993). Perjanjian ini memberikan gambaran misalnya ketentuan pendaftaran perusahaan
kepada kita bahwa posisi company / franchisor / waralaba
principal yang begitu dominan secara ekonomi Peraturan Pemerintah (PP) tentang Waralaba No.
menjadi penentu bagi pihaknya untuk 42 Tahun 2007 yang berlaku efektif mulai tanggal
menetapkan “undang-undang” bisnis yang 24 Juli 2008. Pewaralaba (pemberi waralaba
mengikat secara ketat siapaun yang ingin :franchisor) wajib mendaftarkan prospektus
bekerjasama dengannya. Jadi tidaklah berlebihan penawaran waralaba, dan terwaralaba (penerima
jika sebagian ahli yang berpendapat tidak setuju waralaba : franchisee) harus mendaftarkan
dengan penggunaan perjanjian baku karena perjanjian waralaba.
mereka tidak ubahnya “pembuat undang-undang
swasta (Treitel, 1999).

21
Jurnal Law Reform Program Studi Magister Ilmu Hukum
Volume 14, Nomor 1, Tahun 2018 Fakultas Hukum Universitas Diponegoro

c. Kesepakatan yang tidak berbuah dibuat secara sah berlaku sebagai undang-
keadilan undang bagi mereka yang membuatnya”. Di
Asas ini memberikan informasi bahwa dalam pasal tersebut dijumpai asas
suatu perjanjian pada dasarnya sudah ada sejak Konsensualisme yang terdapat pada kata
tercapainya kata sepakat diantara para pihak “…perjanjian yang dibuat secara sah…”, yang
dalam perjanjian tersebut. Asas konsensualisme menunjuk pada Pasal 1320 KUH Perdata,
yang terdapat dalam Pasal 1320 KUHPerdata terutama pada ayat 1 yaitu mereka sepakat
mengandung arti kemauan para pihak untuk mengikatkan dirinya.
saling mengikatkan diri dan kemauan ini Dokumen perjanjian yang telah ditanda
membangkitkan kepercayaan bahwa perjanjian tangani para pihak ini, merupakan perjanjian
itu akan dipenuhi. baku yang telah disiapkan oleh pihak yang lebih
Eggens dalam Ibrahim (Ibrahim, 2003) kuat, yaitu company/franchisor maka dapat
menyatakan ,asas konsensualitasmerupakan dipastikan isinya telah dirancang oleh pihak dan
suatu puncak peningkatan manusia yang tersirat untuk keuntungan franchisor. Perjanjian yang
dalam pepatah ; een man een man, een word een mempunyai sifat baku tidak memberi peluang
word. Selanjutnya dikatakan olehnya bahwa yang cukup bagi pihak yang lebih lemah untuk
ungkapan “orang harus dapat dipegang mengekspresikan kebebasan yang didasarkan
ucapannya ” merupakan tuntutan kesusilaan, asas kebebasan berkontrak guna melindungi
akan tetapi Pasal 1320 KUH Perdata menjadi kepentingannya sebagai pihak dalam perjanjian.
landasan hukum untuk penegakannya. Tidak Bersasarkan pasal-pasal yang ada, dapat
dipenuhinya syarat konsensualisme dalam dilihat kebebasan untuk tercapainya kesepakatan
perjanjian menyebabkab perjanjian dapat tidak terjadi dengan berimbang, karena dominasi
dibatalkan, karena tidak memenuhi syarat comany/calon franchisor terhadap calon
subyektif. franchisee. Pada pasal yang mengatur hak dan
Asas ini berkaitan dengan lahirnya suatu kwajiban terlihat kepentingan franchisor lebih
perjanjian. Konsesualisme mengandung arti mendapat perlindungan hokum dibanding dengan
bahwa perjanjian itu terjadi karena adanya kata kepentingan franchisee.
sepakat atau kehendak yang bebas dari para Sebagai salah satu contoh adalah pasal
pihak yang membuat perjanjian mengenai isi atau yang mengatur tentang uang deposit (non
pokok perjanjian. refundable territorial franchise fee: yaitu sejumlah
Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata uang yang harus disetor oleh franchisee sebesar
menyebitkan bahwa : “Semua perjanjian yang 100 000 U.S. $ yang tidak bisa ditarik kembali.

22
Jurnal Law Reform Program Studi Magister Ilmu Hukum
Volume 14, Nomor 1, Tahun 2018 Fakultas Hukum Universitas Diponegoro

Pembayaran diangsur 2 X setelah perjanjian tidak langsung terlibat dalam pelaksanaan bisnis
ditanda tangani oleh para pihak. yang menawarakan barang dan jasa yang serupa
Rumusan Pasal 15 (XV) tentang default and yang berkompetisi dengan bisnis, (3) Untuk
Termination dan Pasal 16 tentang right and kepentingan sendiri menjalankan, baik sendiri
Obligation terkait terminasi , jika dicermati, maka maupun dengan mitra bisnisnya atau terlibat
rumusan ini sangat tidak adil karena bisa jadi dengan perusahaan yang bisnisnya berkompetisi
tidak terpenuhinya kewajiban franchisee terhadap dengan usaha tersebut, (4) Membajak,
franchisor disebabkan oleh kesalahan/kelalaian mencampur tangan atau mempekerjakan staff
pihak franchisor sendiri, sehingga segala eksekutif dari pemberi hak waralaba atau dari
kerugian yang timbul semestinya ditanggung pewaralaba lain milik pemberi hak waralaba, (5)
bersama. Membantu perorangan, perusahaan atau pihak
Pasal lain yang dapat menjadi bukti asas ketiga dengan konsultasi teknis dalam
konsensual tidak berjalan seimbang tetapi hubungannya dengan bisnis yang bersaing
berjalan sesuai kehendak franchisor adalah dengan usaha terkait, langsung maupun tidak
pasal-pasal yang mengatur larangan-larangan langsung, pada bisnis yang berkompetisi dengan
bagi franchisee baik pada waktu perjanjian masih bisnisnya franchisor.
berlangsung atau setelah berakhir (bandingkan Fakta menunjukkan perjanjian yang
Article XVI perjanjian waralaba “sebuah waralaba dibuat oleh salah satu pihak yang biasanya dalam
asing”) : Rights and Obligations of Parties on format baku cenderung mnimbulkan kerugian
Termination or Expiration) dalam pasal tersebut pada salah satu pihak, dan sebaliknya
dirumuskan …..operator (franchisee) shall menguntungkan pihak yang lain. Di dalam
immediately discontinue, atau operator kepustakaan hukum Inggris untuk istilah
(franchisee) obliges……sementara untuk perjanjian baku digunakan istilah standardized
rumusan franchisor …….Company has right…. agreement atau standardized contract (Ibrahim,
Berikut adalah larangan-larangan itu 2003).
yang antara lain berbunyi…..setelah berkahirnya Sutan Remy Sjahdeini merumuskan
perjanjian maka franchisee untuk beberapa perjanjian baku adalah perjanjian yang hampir
tahun dilarang; (1)Langsung maupun tidak seluruh klausula – klausulanya sudah dibakukan
langsung terikat dengan usaha yang sama oleh pemakainya dan pihak yang lain pada
(dengan cara dan gaya yang sama atau memiliki dasarnya tidak mempunyai peluang untuk
kemiripan dengan sistem, merek dagang, atau merundingkan atau meminta perubahan (Priyono,
nama produk yang serupa ), (2) Langsung atau 2017).

23
Jurnal Law Reform Program Studi Magister Ilmu Hukum
Volume 14, Nomor 1, Tahun 2018 Fakultas Hukum Universitas Diponegoro

Sutan Remy Sjahdeini berpendapat perjanjian ini melahirkan “legio particuliere


bahwa keabsahan berlakunya perjanjian baku wetgevers” (pembentuk undang-undang swasta).
tidak lagi dipersoalkan oleh karena perjanjian Dalam pada itu, Stein dalam Hasanuddin
baku eksistensinya sudah merupakan kenyataan Rahman mengemukakan pula bahwa dasar
yaitu dengan telah dipakainya perjanjian baku berlakunya perjanjian ini adalah berdasarkan fiksi
secara meluas dalam dunia bisnis sejak lebih dari hukum (de fictie van will vertrouwen) (Priyono,
80 tahun lamanya. Kenyataan itu terbentuk 2009). Secara formil debitur menyetujuinya,
karena perjanjian baku memang lahir dari namun secara materiil debitur "terpaksa"
kebutuhan masyarakat sendiri. Dunia bisnis tidak menerimanya. Adanya persesuaian kehendak
dapat berlangsung tanpa perjanjian baku. adalah fiktif.
Perjanjian baku dibutuhkan oleh dan karena itu Perjanjian yang bentuknya baku, dengan
diterima oleh masyarakat. pasal-pasal yang sudah dibakukan cenderung
Stephen Simister dan Rodney Turner menguntungkan salah satu pihak yang pada sisi
menyatakan dalam karya tulisnya... Standard lainnya merugikan pihak lainnya. Perjanjian baku
forms of contract purport to provide a yang dibuat oleh satu pihak ini sering menjadi
representative viewpoint of the industry which sarana untuk menyalah gunakan keadaan (
they serve. Rather than favour one particular undue influence) yang diancam dengan kebatalan
party to the contract, standard forms should perjanjian (Stone, 2011). Bahkan bisa juga batal
represent both parties on an equal and fair basis demi hukum.
by providing for an equitable distribution of risk Asas kebebasan berkontrak
(Priyono, 2017). sebagaimana dapat disimpulkan dari Pasal 1338
Keabsahan berlakunya perjanjian baku ayat (1) KUH Perdata yang mempunyai hubungan
memang tidak perlu dipersoalkan, tetapi masih erat dengan Pasal 1320 KUH Perdata yang
perlu dibahas apakah perjanjian itu tidak bersifat mengatur mengenai asas konsensualisme yang
sangat berat sebelah dan tidak mengandung menjadi salah satu syarat syahnya suatu
klausul yang secara tidak wajar sangat perjanjian kemungkinan besar dilanggar dengan
memberatkan bagi pihak lainnya, sehingga adanya perjanjian baku tersebut. Perjanjian
perjanjian itu merupakan perjanjian yang waralaba “sebuah waralaba asing” adalah
menindas dan tidak adil. perjanjian baku dengan mencantumkan beberapa
Sehubungan dengan penetapan isi syarat yang bersifat eksoneratif, oleh karena itu
secara sepihak, Sluyter dalam Hasanuddin perlu dibuat aturan yang tegas dan dilaksanakan
Rahman mengatakan bahwa secara materiil, dengan tegas tentang larangan syarat baku yang

24
Jurnal Law Reform Program Studi Magister Ilmu Hukum
Volume 14, Nomor 1, Tahun 2018 Fakultas Hukum Universitas Diponegoro

eksoneratif ini demi untuk melindungi di Indonesia perlu diikuti dengan seperangkat
pertumbuhan usaha nasional yang kompetitif. aturan hukum yang mengikat para pihak yang
Hukum harus adil, begitu kata Gustav memberikan perlindungan hukum secara
Radbruch)...... famously argued that a sufficiently lebih proporsional bagi para pihak.
unjust rule loses its status as a valid legal norm 2. Asas konsensualisme yang terdapat dalam
(Bix, 2011). Peraturan hukum positif sebagai pasal 1320 KUHPerdata mengandung arti
bagian dari hukumpun harus mencerminkan hal kemauan para pihak untuk saling
tersebut, keadilan adalah rohnya hukum. Selain mengikatkan diri dan kemauan ini
itu, sebagai bukti “negara hadir” maka hukum membangkitkan kepercayaan bahwa
positif yang tercipta juga harus mampu perjanjian itu akan dipenuhi. Hal ini menjadi
memberikan kemanfaatan yang semaksimal sulit terwujud ketika salah satu pihak
mungkin bagi rakyatnya. Seburuk apapun mempunyai posisi tawar yang jauh lebih kuat
peraturan hukum positif yang dibuat oleh dibanding pihak lainnya
pemerintah (flawed law) tetap harus bisa 3. Perjanjian yang bersifat baku pada dasarnya
menghasilkan keadilan (Bix, 2011). tidak dilarang sepanjang di dalamnya tidak
Perjanjian waralaba tidak semata-mata memuat pasal-pasal yang bersifat
tunduk pada prisip-prinsip dan aturan-aturan eksoneratif. Pasal- pasal yang eksoneratif
hukum perjanjian yang bersifat privat, tetapi juga telah melanggar ketentuan syarat sah
harus memperhatikan aturan hukum yang bersifat perjanjian ,Pasal 1320 KUH Perdata yang
hukum publik, yang bersifat mandatory rules, berakibat batal demi hukum atau dapat
bahkan guna memberikan rasa adil bagi para dibatalkannya perjanjian.
pihak maka kedepan aturan hukum positif yang
mengatur waralaba tidak hanya tunduk pada DAFTAR PUSTAKA
hukum publik yang bersifat wajib, tetapi juga BUKU :
hukum hukum yang berkembang diluar sistem Schwartz, Alan & Scott, Robert E. (2003).
hukum yang berlaku di Indoensia seperti, pinsip- Contract Theory and the Limits of
prinsip hukum islam, new lex mercatoria, CISG Contract Law. Virginia : Yale law Schools
dll. Publishing
C. KESIMPULAN Corbin, A. (1919) Conditions in the Law of
1. Asas kebebasan berkontrak (Pasal 1338 : 1 Contract. Virginia : Yale law Schools
KUH Perdata) yang menjadi dasar lahirnya Publishing
perjanjian waralaba “sebuah waralaba asing”

25
Jurnal Law Reform Program Studi Magister Ilmu Hukum
Volume 14, Nomor 1, Tahun 2018 Fakultas Hukum Universitas Diponegoro

Coson, Benedicte Fauvarque. and Mazeaud, Fuady, M. (1994). Hukum Bisnis dalam Teori dan
Denis. editors, (2008) European Contract Praktek Buku Kedua. Bandung : Citra
Law. Munich : European Law Publisher. Aditya Bakti.
Elliott, Catherine &, Quinn, Frances (2009). Fuady, M. (1999). Hukum Perbankan Modern.
Contract Law , Seventh Edition. New Bandung : Citra Aditya Bakti.
York: Library of Congress Cataloging-in- Richard A. Epstein, Contracts Small and Contract
Publication Data. Large: Contract Law Through the Lens of
Echenberg, D. (2011). Negotiating international Laissez-Faire, prepared for a conference
contracts: does the process invite a on The Doctrine of Contract and Modern
review of standard contracts from the Social Policy, sponsored by the Donner
point of view of national legal Foundation, and organized by the Law
requirements, London: Cambridge and Economics Center of George Mason
University Press. University Law School, held on
Supramono, G. (2009). Perbankan dan Masalah November 15 and 16 1996.
Kredit Suatu Tinjauan di Bidang Yuridis, Stone, R. (2002). The Modern Law of Contract,
Jakarta : Rineka Cipta. Fifth edition, London : Cavendish
Giuditta Cordero-Moss (editor).(2011). Boilerplate Publishing Limited
Clauses International Commercial Stone, R. (2011). The Modern Law of Contract,
Contracts and The Applicable Law, ninth, London : Taylor and Francis Group.
London : Cambridge Universiry Press. Khairandy, R. (2003). Itikad baik dalam
Cheeseman, Henry R. (2000). Contemporary kebebasan berkontrak. Jakarta : Pasca
Business Law, Third edition, New Yersey sarjana Fakultas Hukum UI.
: Prentice Hall, Upper Sadler River Khairandy, R. (2013). Hukum Kontrak Indonesia
Hadikusuma, H. (1995). Metode Pembuatan dalam Perspektif Perbandingan.
Kertas Kerja atau Skripsi Ilmu Hukum. Yogyakarta : FH UII Press.
Bandung : Mandar Maju. Ryder, Rodney D (2005). Corporate, and
Zhang, M. (2006). Chinese Contract Law, Leiden, CommercialAgreements, Drafting
Boston : Martinus Nijhoof Publisher. Guidelines, Form and Precedents. New
Nazir, M. (2005). Metode Penelitian. Jakarta : Delhi : Universal Law Publishing CO.
Ghalia Indonesia. PVT.LTD
Fuady, M. (2014). Konsep Hukum Perdata,
Bandung ; Rajawali Press.

26
Jurnal Law Reform Program Studi Magister Ilmu Hukum
Volume 14, Nomor 1, Tahun 2018 Fakultas Hukum Universitas Diponegoro

Bath, S. (2009). Basis For Cntract Law dalam Malik, C. (2007) Implikasi Hukum Adanya
Law and Business Contracts in India. Globalisasi Bisnis Franchise, Jurnal
India : Saiga Publications. Hukum UII. Vol.14 (No.1,Januari), pp. 97-
Sepe, S.M. (2010). Good Faith And Contract 113
Interpretation: A Law And Economics Priyono, E.A. (2015). Penerapan Asas
Perspective Arizona : James E Roger Kebebasan Berkontrak dalam pembuatan
College of law Publishing Perjanjian Franchise Es Teler 77 (suatu
Soebagjo, Untung Felix S (1993). Perkembangan pendekatan normatif). Jurnal FH Undip,
asas-asas Hukum Kontrak dalam Praktek Masalah-Masalah Hukum. Vol.44 (No.2,
Bisnis selama 25 tahun terakhir. April), pp. 123-129
Pelatihan Hukum Perjanjian UGM Priyono, E.A. (2016). Penerapan Asas Itikad Baik
Jogjakatra dan Kepatutan dalam Perjanjian
Hooft, Willem M Vissert. (2005). Japanese Waralaba. Jurnal Hukum USM HUMANI.
Contract and Anti trust Law. London : Vol.6 (No. 3, September). pp. 65-75
Routledge Curzon Taylor &Francis Priyono, E.A. (2017). Peranan Asas Itikad Baik
Group. dalam Kontrak Baku. Diponegoro Private
Simamora, Y. Yogar. (2013). Hukum Kontrak, Law Review Jurnal Bag. Keperdataan FH
Kontrak Pengadaan Barang dan Jasa Undip. Jilid 1 (No.1, November). pp.13-21
Pemerintah di Indonesia, Surabaya : Ilhamdi. (2014). Perjanjian Kerjasama Waralaba
Penerbit Kantor Hukum Wins & Partners. antara PT. Raos Aneka Pangan dengan
Zoha Sirhindi, Esq. (2010) The Law of Contract. Ny. Hj. Maryenik Yanda. JOM, Jurnal FH
London, New York : Baar accociation Riau Vol. 1 (No. 2 Oktober). pp. 1-15
Publisher Hastuti, I. (2006). Jurnal Hukum dan Dinamika,
JURNAL : Edisi Oktober. pp. 27-38
Hernoko, A Yudha & Ratnawati, Ika Yunia. (2015) Idrus, N.S. (2017). Aspek Hukum Perjanjian
Asas Proporsionalitas dalam Perjanjian Waralaba dalam Perspektif Hukum
Waralaba (Franchise). Jurnal Hukum Perdata dan Hukum Islam. Yuridis,
Bisnis, Vol. 1 (No.1, April), pp. 1-17 Jurnal FH UPN, Vol.4 (No.1, Juni). pp.
Bix, B.H. (2011). Radbruch’s Formula and 28-45
Conceptual Analysis. American Journal LAPORAN PENELITIAN :
Jurisprudence, Vol. 56, p.46.
Ery Agus Priyono, Laporan Penelitian FH Undip
tahun 2012 : Klausula-klausula dalam

27
Jurnal Law Reform Program Studi Magister Ilmu Hukum
Volume 14, Nomor 1, Tahun 2018 Fakultas Hukum Universitas Diponegoro

Kontrak Alih Teknologi yang Potensial


Merugikan Perekonomian Indonesia
ditinjau dari Penerapan Asas-asas dalam
Pembuatan dan Pelaksanaan Perjanjian
(Pembuatan Model Perjanjian Lisensi –
Alih Teknologi yang Berkeadilan yang
Mendukung Pertumbuhan Perekonomian
Indonesia)
Ery Agus Priyono, Penerapan Asas Kebebasan
Berkontrak dalam Perjanjian waralaba
(suatu Kajian Normatif pada Perjanjian
Waralaba Indomaret), Laporan Penelitian
. Semarang, November 2014
Ery Agus Priyono, Penerapan Asas Kebebasan
Berkontrak dalam Pembuatan Perjanjian
yang dibuat secara Baku, Laporan
Penelitian, Program Magister
Kenotariatan, 2009 .

28

Anda mungkin juga menyukai