Oleh:
Ika Aprilliana Pratiwi
NIM: 17913066
PROGRAM PASCASARJANA
FAKULTAS ILMU AGAMA ISLAM UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
YOGYAKARTA
2018
Menilik Konstruksi Pemikiran Politik Islam: Dalam Sudut Pandang Tradisi
dan Liberasi
Abstrak
2
A. Pendahuluan
1
Zuly Qodir, Islam Liberal: Varian-varian Liberalisme Islam di Indonesia 1991-2002, (Yogyakarta:
LKiS Printing Cemerlang, 2010), hlm. ix
2
Hamid Fahmy Zarkasi, Liberalisasi Pemikiran Islam: Gerakan Bersama Missionaris, Orientalis dan
Kolonialis, Vol. 5 No.1 (Ponorogo: Jurnal Ula 1430 Institut Studi Islam Darussalam (ISID) Gontor),
hlm. 1-2.
3
Ibid., hlm. 2.
3
Sebagai akibat tantangan eksternal yang berupa percampuran konsep-
konsep asing ke dalam pemikiran dan kehidupan umat Islam adalah kerancuan
berpikir dan kebingungan intelektual. Mereka yang terhegemoni oleh
framework yang tidak sejalan dengan Islam ini, misalnya, akan melihat Islam
dengan kaca mata sekuler, liberal dan relativistik.4
4
Ibid.
5
Mohammad Muslih, Pemikiran Islam Kontemporer, Antara Mode Pemikiran dan Model
Pembacaan, Vol. 8 No.2 (Ponorogo: Jurnal Tsaqafah Program Pascasarjana Institut Studi Islam
Darussalam (ISID) Gontor), hlm. 348.
4
penyelenggaraan pemerintahan yang berhubungan dengan bentuk atau format
politik. Sebagai konsekuensinya adalah pembicaraan tentang negara dan
pemerintahan dapat dilakukan secara terpisah, seperti membicarakan strategi
penyelenggaraan dan pengisian pemerintahan tanpa mempersoalkan bentuk
negara. Sebagian yang lain memandang bahwa tidak ada perbedaan antara
keduanya, sehingga pembicaraan tentang pemerintahan tidak bisa terlepas dari
pembicaraan negara. 6
6
Said Agil Husin Al-Munawar, “Fiqh Siyasah dalam Konteks Perubahan Menuju Masyarakat
Madani” dalam Yusdani, Konfigurasi Pemikiran Politik Islam: Antara Tradisi dan Liberasi,
(Yogyakarta: PSI-UII dengan Penerbit Rona Pancaran Ilmu Yogyakarta, 2016), hlm. 2.
7
Bahtiar Effendy, Islam dan Negara: Transformasi Pemikiran dan Praktik Politik Islam di
Indonesia, (Jakarta Selatan: Paramadina, 1998), hlm. 12.
5
muslim kontemporer di atas, ajaran, sejarah dan pemikiran politik muslim
tersebut perlu dan urgen dikaji. 8
Asumsi yang dikemukakan oleh penulis dalam buku ini ialah meliputi
dua hal, yaitu: Islam sebagai agama itu satu, tetapi dalam perspektif
interpretasinya itu sangat beragam pemikirannya. Kemudian, penulis juga
berasumsi bahwa tidak ada sistem baku yang dbangun antara Islam dan
negara.
Beliau lahir di sebuah tempat yang cukup jauh dari pulau Jawa. Adalah
Kuripan, sebuah desa yang berada di Kecamata Teluk Gelam, Kabupaten
Ogan Komering Ilir, Provinsi Sumatera Selatan. Beliau merupakan seorang
staf pengajar jurusan hukum Islam Fakultas Ilmu Agama Islam (FIAI)
Universitas Islam Indonesia (UII). Beliau juga merupakan pengajar pada
8
Yusdani, Konfigurasi Pemikiran Politik Islam: Antara Tradisi dan Liberasi, (Yogyakarta: PSI-UII
dengan Penerbit Rona Pancaran Ilmu Yogyakarta, 2016), hlm. 4.
9
Ibid., hlm. 6.
10
Kuntowijoyo, Identitas Politik Umat Islam, (Bandung: Mizan, 1997), hlm. 26
6
Program Magister Studi Islam (MSI) Program Pascasarjana (PPS) FIAI UII
serta periset pada Pusat Studi Islam (PSI) UII.
Sejak tahun 1995 beliau sudah aktif sekali dalam setiap kegiatan, baik
itu mengampu dalam hal jabatan ataupun pekerjaan. Beliau pernah menjabat
menjadi Ketua Bidang Akademik Magister Studi Islam (S2-MSI) di
Universitas Islam Indonesia (UII). Sampai sekarang pun, beliau masih aktif
menjabat sebagai direktur Pusat Studi Siyasah dan Pemberdayaan Masyarakat
(PSPM). Beliau juga merupakan pimpinan dari proyek Program Kesetaraan
Gender dalam Keluarga lintas agama Yogyakarta sejak tahun 2007-2011, yang
juga hasil kerjasama dengan PSI UII-Cordraid Belanda. Salah satunya lagi,
beliau juga merupakan anggota tim Program Save Children from
Cyberbullying sejak tahun selama setahun yang juga merupakan kerjasama
PSI UII dan NCHR Kindermissionwerk German.
7
Dalam lima tahun terakhir ini, beliau juga telah banyak
mempublikasikan beberapa artikel yang bertuliskan tentang kajian keislaman
yang diterbitkan dalam berbagai jurnal ilmiah seperti UNISIA, Mukaddimah,
Millah, al-Mawarid, Respublika, Ta’dib, La Riba dan lain-lain maupun
beberapa tulisan (opini) di berbagai harian seperti Republika, Jawa Pos, Jurnal
Nasional, Akademika dan lain-lain.
11
Yusdani, Konfigurasi…, hlm. 10.
12
Ibid., hlm. 11.
8
ulama, ekonom, pengusaha, militer, cendikiawan maupun rakyat, karena
urusan negara yang dimaksud mencakup seluruh persoalan umat. 13
13
Ibid.
14
Ibid., hlm. 24.
15
Ibid., hlm. 25.
9
sejarah pemikiran politik muslim) dan komparatif-perspektif (perbandingan
antar dunia muslim dan dunia muslim dengan dunia Barat). 16
16
Ibid.
17
Muhammad Abied Al-Jabiri “Al-Aqlus Siyasi Al-Arabi” dalam Yusdani, Konfigurasi Pemikiran
Politik Islam: Antara Tradisi dan Liberasi, (Yogyakarta: PSI-UII dengan Penerbit Rona Pancaran
Ilmu Yogyakarta, 2016), hlm. 42.
10
Di kalangan umat Islam sampai sekarang terdapat tiga aliran tentang
hubungan antara Islam dan ketatanegaraan. Aliran pertama, adalah aliran yang
berpendirian bahwa Islam bukanlah semata-mata agama dalam pengertian
Barat, yaitu hanya menyangkut hubungan antara manusia dan Tuhan.
Sebaliknya Islam adalah agama yang mengatur pula tentang kehidupan antara
politik dan negara. Aliran yang kedua adalah aliran yang berpendirian bahwa
Islam adalah agama dalam pengertian Barat, yang tidak ada hubungan dengan
urusan kenegaraan. Kemudian aliran ketiga ialah aliran yang menolak
pendapat bahwa Islam adalah suatu agama yang serba lengkap dan bahwa
Islam terdapat sistem ketatanegaraan. Aliran ini disebut dengan aliran
modernis atau aliran etis/substansialis. 18
18
Yusdani, Konfigurasi……, hlm. 55-56
19
Yusdani, “Pembaruan Pemikiran Islam di Indonesia antara Psikologi Kolonial dan Keharusan
Sejarah” dalam Yusdani, Konfigurasi Pemikiran Politik Islam: Antara Tradisi dan Liberasi,
(Yogyakarta: PSI-UII dengan Penerbit Rona Pancaran Ilmu Yogyakarta, 2016), hlm. 271
20
A. Qodri Azizy, “Eklektisisme Hukum Nasional Kompetensi Antara Hukum Islam dan Hukum
Umum” dalam Yusdani, Konfigurasi Pemikiran Politik Islam: Antara Tradisi dan Liberasi,
(Yogyakarta: PSI-UII dengan Penerbit Rona Pancaran Ilmu Yogyakarta, 2016), hlm. 271.
11
Dalam pembinaan dan pembangunan hukum di Indonesia ada tiga
elemen sumber hukum yaitu hukum kebiasaan, hukum Barat dan hukum Islam
mempunyai kedudukan sama dan seimbang. Namun pengembangan tiga
sumber hukum ini tetap dituntut agar mencerminkan kompetensi bebas dan
kemungkinan terjadinya elektisisme, bukan dengan cara pemaksaan dari rezim
yang berkuasa untuk menerapkan salah satu sumber tersebut.21
Dalam hal kajian nalar politik muslim, yang terjadi ialah adanya
perpindahan nalar politik arab klasik yang diklaim menjadi politik Islam yang
ideal ke dalam nalar politik Islam modern. Adanya idealisasi masa silam ke
masa sekarang ini menimbulkan misunderstanding rujukan tradisi Arab yang
sangat kental dengan konteks sosio-kulturnya yang tentunya sangat berbeda
dengan konteks sejarahnya. Sehingga membutuhkan permbakan tradisi masa
silam untuk diterapkan secara proporsional ke dalam tradisi masa kini. Dengan
kata lain tidak benar bila kita “memakan mentah-mentah” tradisi masa silam
diaplikasikan ke dalam masa sekarang tanpa mempertimbangkan aspek sosio-
kultunya. Dengan kata lain pula, paradigm dan nalar fiqh politik muslim
begitu dinamis sehingga umat Islam masa kini perlu terus mencari alternative
sesuai dengan tingkat kemajuan peradaban manusia masa kini. Dalam
hubungan ini pula dapat ditegaskan bahwa sistem politik dalam Islam
merupakan sebuah sistem terbuka. 23
21
Ibid, hlm. 272
22
Ibid.
23
Ibid, hlm. 54
12
Dalam sistem demokrasi yang diinginkan Islam, nilai-nilai intelektual
dan nilai-nilai spiritual haruslah saling menopang dan saling melengkapi.
Demokrasi mesti punya orientasi moral. Di bawah payung demokrasi spiritual
ini masalah keadilan tidak lagi menjadi isu politik karena lawannya berupa
ketidakadilan dinilai masyarakat sebagai budaya yang amat rendah dan tidak
patut dilakukan oleh manusia beradab. Politik demokratis memerlukan
toleransi. Tanpa toleransi social, manusia tidak mungkin dapat hidup aman
dan damai. 24
24
Ibid, hlm, 70
25
Ibid. hlm. 303
26
Ibid.
13
Indonesia baik dalam level wacana, level normative-regulatif, dan aplikasi
implementasi dalam kehidupan bermasyarakat. Dengan demikian, masih
banyak pekerjaan rumah yang mesti diselesaikan bersama. Namun begitu,
bangsa Indonesia mesti optimis melihat perjalanan bangsa ke depan. Manusia
Indonesia adalah bangsa yang memiliki modal kultural dan sosial yang kuat. 27
27
Ibid., hlm. 304.
14
H. Penutup
Buku ini cukup teoritis namun juga menarik untuk dikaji . Saya sebagai
pembaca sudah setuju dengan apa yang menjadi pemikiran Bapak Yusdani
sebagai penulis. Sudah sepantasnya juga buku ini dijadikan sebagai referensi
bagi siapa saja yang yang tertarik mendalami tentang studi fiqh siyasah atau
28
Yusdani, Konfigurasi…, hlm. 10.
29
Ibid., hlm. 304.
15
pemikirin politik Islam. Penulis menawarkan perspektif yang segar dan juga
kaya. Cara penyajiannya yang banyak menggunakan bahasa yang terkesan
terlalu teknis justru menambah daya tarik buku ini bagi pembaca.
16
DAFTAR PUSTAKA
Effendy, Bahtiar., 1998, Islam dan Negara: Transformasi Pemikiran dan Praktik
Politik Islam di Indonesia, Jakarta Selatan: Paramadina.
17