Anda di halaman 1dari 17

BOOK REVIEW: MENILIK KONSTRUKSI

PEMIKIRAN POLITIK ISLAM DALAM SUDUT


PANDANG TRADISI DAN LIBERASI

Oleh:
Ika Aprilliana Pratiwi
NIM: 17913066

PROGRAM PASCASARJANA
FAKULTAS ILMU AGAMA ISLAM UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

YOGYAKARTA
2018
Menilik Konstruksi Pemikiran Politik Islam: Dalam Sudut Pandang Tradisi
dan Liberasi

Oleh: Ika Aprilliana Pratiwi


Program Pascasarjana Fakultas Ilmu Agama Islam
Universitas Islam Indonesia
Email: ikaaprilliana26@gmail.com

Judul : Konfigurasi Pemikiran Politik Islam: Antara Tradisi dan Liberasi


Penulis : Yusdani
Penerbit : PSI-UII dan Penerbit Rona Pancaran Ilmu Yogyakarta
Tahun : 2016
Tebal : xx + 323 Halaman
ISBN : 978-602-15241-5-2

Abstrak

Studi fiqh siyasah (politik) dilakukan pada dasarnya adalah untuk


menjawab persoalan tentang ada atau tidak sistem politik dalam Islam, jika
ada, apakah masih relevan untuk diterapkan pada zaman dan tingkat
kemajuan kehidupan kaum muslimin sekarang. Fiqh siyasah juga dipandang
paling menonjol jika dibandingkan dengan fiqh secara umum.

Metode dan pendekatan studi fiqh siyasah dapat dilakukan dengan


mengambil salah satu atau mengkombinasikan tiga pendekatan sekaligus,
yaitu deduktif-normatif (konsep Alquran dan Sunnah), historis-sosiologis
(kenyataan dan sejarah pemikiran politik muslim) dan komparatif-perspektif
(perbandingan antar dunia muslim dan dunia muslim dengan dunia Barat).

Kata Kunci: Fiqh Siyasah, deduktif-normatif, historis-sosiologis, komparatif

2
A. Pendahuluan

Prof. Dr. M. Din Syamsudin mengatakan bahwa pemikiran Islam


Indonesia telah lama menjadi perhatian banyak orang. Banyak penelitian
membahas perkembangan pemikiran Islam Indonesia. Pembahasan tersebut
lebih sering dikaitkan dengan proses politik dan transformasi sosial. Hanya
saja tetap tidak dapat memberikan kajian komprehensif atas perkembangan
pemikiran Islam yang terus menerus berubah seperti zamannya. Kurangnya
pembahasan yang komprehensif tentu saja banyak faktor yang tidak bisa
dialamatkan kesalahannya kepada para pengkaji Islam Indonesia, baik
Indonesianis maupun orang Indonesia sendiri. 1

Tantangan fundamental yang dihadapi umat Islam dewasa ini sebenarnya


bukan berupa ekonomi, politik, sosial dan budaya, tapi tantangan pemikiran.
Sebab persoalan yang timbul dalam bidang-bidang tersebut serta bidang-
bidang terkait lainya, jika dilacak, ternyata bersumber pada persoalan
pemikiran. 2

Tantangan pemikiran itu bersifat internal dan eksternal sekaligus.


Tantangan internal telah lama kita sadari yaitu kejumudan, fanatisme, taqlid,
bidah khurafat. Sebagai akibatnya adalah lambatnya proses ijtihad umat Islam
dalam merespon berbagai tantangan kontemporer, lambatnya perkembangan
ilmu pengetahuan Islam dan pesatnya perkembangan aktivisme. Sedangkan
tantangan eksternal adalah masuknya paham, konsep, sistem dan cara pandang
asing seperti liberalisme, sekularisme, pluralisme agama, relativisme,
feminism, gender dan lain sebagainya ke dalam wacana pemikiran keagamaan
Islam. 3

1
Zuly Qodir, Islam Liberal: Varian-varian Liberalisme Islam di Indonesia 1991-2002, (Yogyakarta:
LKiS Printing Cemerlang, 2010), hlm. ix
2
Hamid Fahmy Zarkasi, Liberalisasi Pemikiran Islam: Gerakan Bersama Missionaris, Orientalis dan
Kolonialis, Vol. 5 No.1 (Ponorogo: Jurnal Ula 1430 Institut Studi Islam Darussalam (ISID) Gontor),
hlm. 1-2.
3
Ibid., hlm. 2.

3
Sebagai akibat tantangan eksternal yang berupa percampuran konsep-
konsep asing ke dalam pemikiran dan kehidupan umat Islam adalah kerancuan
berpikir dan kebingungan intelektual. Mereka yang terhegemoni oleh
framework yang tidak sejalan dengan Islam ini, misalnya, akan melihat Islam
dengan kaca mata sekuler, liberal dan relativistik.4

Selepas meninggalnya pahlawan umat Islam di dunia yaitu Nabi


Muhammad SAW, beberapa problematika yang muncul dan berkembang saat
itu salah satunya ialah tentang pemikiran politik. Pada dasarnya masalah ini
bukanlah suatu hal yang bersifat teologi, walaupun pada akhirnya masalah ini
berubah wujud menjadi sebuah problematika yang bersifat teologi.
Permasalahan yang menyangkut sifat teologi artinya bahwa permasalahan
tersebut sangat erat kaitannya dalam hal keyakinan beragama.

Tiga sampai empat dasawarsa terakhir ini dinamika pemikiran Islam


menunjukkan trend yang sama sekali baru. Perkembangan ini ditandai dengan
lahirnya karya-karya akademis dan intelektual sebagai pembacaan ulang
terhadap warisan budaya dan intelektual Islam. Bila dilihat dari awal
kemunculannya, fenomena pemikiran baru ini sesungguhnya merupakan
respon atas kekalahan bangsa Arab di tangan Israel pada perang enam hari
Juni 1967. Peristiwa itulah yang menjadi garis pemisah antara apa yang
disebut dengan pemikiran modern dan pemikiran kontemporer,5

Selain itu, perbedaan pandangan tersebut, juga disebabkan oleh


perbedaan persepsi mereka tentang esensi kedua konsep tersebut. Sebagian
memandang bahwa konsep negara dan pemerintahan berbeda secara
konseptual. Pemerintahan adalah corak kepemimpinan dalam mengatur
kepentingan orang banyak yang berhubungan dengan metode atau strategi
politik. Sedangkan negara merupakan institusi politik sebagai wadah

4
Ibid.
5
Mohammad Muslih, Pemikiran Islam Kontemporer, Antara Mode Pemikiran dan Model
Pembacaan, Vol. 8 No.2 (Ponorogo: Jurnal Tsaqafah Program Pascasarjana Institut Studi Islam
Darussalam (ISID) Gontor), hlm. 348.

4
penyelenggaraan pemerintahan yang berhubungan dengan bentuk atau format
politik. Sebagai konsekuensinya adalah pembicaraan tentang negara dan
pemerintahan dapat dilakukan secara terpisah, seperti membicarakan strategi
penyelenggaraan dan pengisian pemerintahan tanpa mempersoalkan bentuk
negara. Sebagian yang lain memandang bahwa tidak ada perbedaan antara
keduanya, sehingga pembicaraan tentang pemerintahan tidak bisa terlepas dari
pembicaraan negara. 6

Beberapa kalangan muslim beranggapan bahwa Islam harus menjadi


dasar negara; bahwa syari’ah harus diterima sebagai konstitusi negara; bahwa
kedaulatan politik ada di tangan Tuhan; bahwa gagasan tentang negara bangsa
(nation state) bertentangan dengan konsep ummah (komunitas Islam) yang
tidak mengenal batas-batas politik atau kedaerahan; dan bahwa, sementara
mengakui prinsip syura (musyawarah), aplikasi prinsip itu berbeda dengan
gagasan demokrasi yang dikenal dalam diskursus politik modern dewasa ini.
Dengan kata lain, dalam konteks pandangan semacam ini, sistem politik
modern-di mana banyak negara Islam yang baru merdeka telah mendasarkan
bangunan politiknya diletakkan dalam posisi yang berlawanan dengan ajaran-
ajaran Islam. 7

Untuk menjawab berbagai persoalan yang telah dikemukakan, penulis


mengemukakan strategi dan format baru perjuangan politik di masing-masing
negara muslim, dialektika studi kedua bidang tersebut, agama dan politik
dalam suatu kajian akademik jauh dari potensi dan kepentingan politis
merupakan suatu kebutuhan. Dalam konteks pencarian konsep-konsep politik

6
Said Agil Husin Al-Munawar, “Fiqh Siyasah dalam Konteks Perubahan Menuju Masyarakat
Madani” dalam Yusdani, Konfigurasi Pemikiran Politik Islam: Antara Tradisi dan Liberasi,
(Yogyakarta: PSI-UII dengan Penerbit Rona Pancaran Ilmu Yogyakarta, 2016), hlm. 2.
7
Bahtiar Effendy, Islam dan Negara: Transformasi Pemikiran dan Praktik Politik Islam di
Indonesia, (Jakarta Selatan: Paramadina, 1998), hlm. 12.

5
muslim kontemporer di atas, ajaran, sejarah dan pemikiran politik muslim
tersebut perlu dan urgen dikaji. 8

Asumsi yang dikemukakan oleh penulis dalam buku ini ialah meliputi
dua hal, yaitu: Islam sebagai agama itu satu, tetapi dalam perspektif
interpretasinya itu sangat beragam pemikirannya. Kemudian, penulis juga
berasumsi bahwa tidak ada sistem baku yang dbangun antara Islam dan
negara.

Penulis dalam buku ini menggunakan kerangka pemikiran yang


dipergunakan dalam menelusuri ajaran, sejarah dan pemikiran politik muslim
bahwa baik Alquran maupun Sunnah Nabi Muhammad SAW tidak begitu
tertarik kepada bentuk, format dan sistem tertentu tentang negara atau
pemerintahan karena bentuk dan sistem akan mudah ketinggalan zaman (out
of date). 9

Selama ini ada kerancuan berpikir. Kegiatan politik umat Islam


didefinisikan terlalu umum, sama dengan kegiatan dakwah dan social sebagai
amar ma’ruf nahi munkar dan gerakan akhlakul karimah. Dalam politik
tujuan itu harus jelas-jelas bersifat politis, harus spesifik, sehingga orang tahu
persis apa yang perlu dikerjakan dan untuk apa dia bergerak. 10

B. Riwayat Hidup Penulis

Beliau lahir di sebuah tempat yang cukup jauh dari pulau Jawa. Adalah
Kuripan, sebuah desa yang berada di Kecamata Teluk Gelam, Kabupaten
Ogan Komering Ilir, Provinsi Sumatera Selatan. Beliau merupakan seorang
staf pengajar jurusan hukum Islam Fakultas Ilmu Agama Islam (FIAI)
Universitas Islam Indonesia (UII). Beliau juga merupakan pengajar pada

8
Yusdani, Konfigurasi Pemikiran Politik Islam: Antara Tradisi dan Liberasi, (Yogyakarta: PSI-UII
dengan Penerbit Rona Pancaran Ilmu Yogyakarta, 2016), hlm. 4.
9
Ibid., hlm. 6.
10
Kuntowijoyo, Identitas Politik Umat Islam, (Bandung: Mizan, 1997), hlm. 26

6
Program Magister Studi Islam (MSI) Program Pascasarjana (PPS) FIAI UII
serta periset pada Pusat Studi Islam (PSI) UII.

Beliau pernah menjadi salah seorang santri di Pondok Pesantren


Ruadhotul Ulum (PPRU) Sakatiga Indralaya Ogan Ilir, Sumatera Selatan.
Setelah menyelesaikan itu, beliau melanjutkan pendidikan S1 di Fakultas
Syari’ah IAIN Sunan Kalijaga (sekarang Fakultas Syariah dan Hukum UIN
Sunan Kalijaga) dengan mengambil bidang Perdata dan Pidana Islam. Selesai
merampungkan pendidikan S1, beliau kemudian melanjutkan lagi ke
pedidikan S2 di IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Kemudian beliau pun
meraih pendidikan doktornya yang beliau selesaikan di UIN Sunan Kalijaga.
Fokus Matakuliah yang beliau ampu adalah dalam bidang Hukum Keluarga
(Islamic Family Law) dan Siyasah (Politik Islam).

Sejak tahun 1995 beliau sudah aktif sekali dalam setiap kegiatan, baik
itu mengampu dalam hal jabatan ataupun pekerjaan. Beliau pernah menjabat
menjadi Ketua Bidang Akademik Magister Studi Islam (S2-MSI) di
Universitas Islam Indonesia (UII). Sampai sekarang pun, beliau masih aktif
menjabat sebagai direktur Pusat Studi Siyasah dan Pemberdayaan Masyarakat
(PSPM). Beliau juga merupakan pimpinan dari proyek Program Kesetaraan
Gender dalam Keluarga lintas agama Yogyakarta sejak tahun 2007-2011, yang
juga hasil kerjasama dengan PSI UII-Cordraid Belanda. Salah satunya lagi,
beliau juga merupakan anggota tim Program Save Children from
Cyberbullying sejak tahun selama setahun yang juga merupakan kerjasama
PSI UII dan NCHR Kindermissionwerk German.

Sudah banyak karya-karya buku yang beliau terbitkan. Kebanyakan


buku yang beliau tulis adalah membahas tentang metodologi Hukum Islam
dan politik Islam. Beberapa penelitian pun sudah banyak beliau lakukan, salah
satunya adalah Studi Konvergensi dan Divergensi Pengetahuan dan Tata Nilai
Warga Desa Girikerto Turi Sleman terhadap Gunung Merapi Pasca-Letusan
2010, 2011.

7
Dalam lima tahun terakhir ini, beliau juga telah banyak
mempublikasikan beberapa artikel yang bertuliskan tentang kajian keislaman
yang diterbitkan dalam berbagai jurnal ilmiah seperti UNISIA, Mukaddimah,
Millah, al-Mawarid, Respublika, Ta’dib, La Riba dan lain-lain maupun
beberapa tulisan (opini) di berbagai harian seperti Republika, Jawa Pos, Jurnal
Nasional, Akademika dan lain-lain.

C. Konsep Dasar Fiqh Politik Muslim

Dalam penetapan hukum Islam ada dikenal sebuah istilah siyasah


syar’iyah, ialah suatu hukum yang didasarkan kepada kemaslahatan dan
kepentingan umum. Penulis berpendapat bahwa dalam artian ini, dapat
dikatakan bahwa siyasah syar’iyah juga diartikan sebagai politik hukum Islam,
baik perumusannya maupun penerapannya adalah untuk meraih kebaikan
umat. 11

Berdasarkan penjelasan di atas dapat dikatakan bahwa baik siyasah


syar’iyah yang terkait dengan penyelanggaraan negara maupun siyasah
syar’iyah yang berhubungan dengan pembentukan hukum Islam adalah sama-
sama mengacu pada kemaslahatan umat. Oleh sebab itu, para ahli fiqh
mengatakan bahwa kebijakan penguasa tidak harus memiliki acuan terinci dari
Alquran dan Sunnah, karena acuan siyasah syar’iyah adalah adalah
kemaslahatan umat, dan acuan kemaslahatan itu sendiri adalah prinsip umum
yang diinduksi dari berbagai ayat atau hadis Rasulullah SAW. 12

Terkait dengan ini juga, dalam menjalankan pemerintahan suatu negara


dalam ajaran Islam, seluruh pihak harus terlibat, baik negarawan, intelektual

11
Yusdani, Konfigurasi…, hlm. 10.
12
Ibid., hlm. 11.

8
ulama, ekonom, pengusaha, militer, cendikiawan maupun rakyat, karena
urusan negara yang dimaksud mencakup seluruh persoalan umat. 13

Studi fiqh siyasah (politik) pada dasarnya adalah untuk menjawab


persoalan tentang ada atau tidak sistem politik dalam Islam. Kalau ada, apakah
masih relevan untuk diterapkan pada zaman dan tingkat kemajuan kehidupan
kaum muslimin sekarang. Untuk menjawab persoalan-persoalan ini, perlu
dikaji kembali dengan kandungan Alquran dan Sunnah Nabi Muhammad
SAW, terutama tema-tema yang berkaitan dengan masalah kekuasaan
kenegaraan, antara lain seperti terma dawlah, khilafah, imamah, hukumah, ulil
amri, sultan, mamlakah dan terma-terma lainnya dengan segala derivasinya. 14

Sejalan dengan langkah di atas, secara bersamaan dilakukan dapat pula


penelusuran sejarah ketatanegaraan dunia muslim, mulai pada masa Nabi, al-
Khulafa al-Rasyidun, pasca al-Khulafa al-Rasyidun. Selanjutnya diadakan
pula telaah kritis terhadap berbagai produk pemikiran para pakar ilmu politik
muslim dari zaman klasik, pertengahan dan zaman modern atau kontemporer.
Kemudian dilakukan pula telaah komparatif antara pola pemerintahan di
negara-negara yang menyatakan dirinya sebagai negara Islam atau negara-
negara muslim. Studi komparatif ini dapat pula dilakukan dengan cara
melakukan studi perbandingan antara konsep-konsep dan pola-pola
pemerintahan dunia Islam dengan konsep-konsep dan pola-pola pemerintahan
kontemporer sekarang ini seperti yang dikembangkan oleh negara-negara
Barat. 15

Dengan demikian, metode dan pendekatan studi fiqh siyasah


sebagaimana ditawarkan di atas, dapat dilakukan dengan mengambil salah
satu atau mengkombinasikan tiga pendekatan di atas sekaligus, yaitu deduktif-
normatif (konsep Alquran dan Sunnah), historis-sosiologis (kenyataan dan

13
Ibid.
14
Ibid., hlm. 24.
15
Ibid., hlm. 25.

9
sejarah pemikiran politik muslim) dan komparatif-perspektif (perbandingan
antar dunia muslim dan dunia muslim dengan dunia Barat). 16

Cara kerja dari pendekatan deduktif-normatif ialah dengan menggunakan


logika, yaitu untuk menarik satu atau lebih kesimpulan berdasarkan
seperangkat premis yang diberikan, yaitu studi Islam yang memandang
masalah dari sudut legal-formal atau normatifnya. Sedangkan pendekatan
historis-sosiologis yaitu menyajikan secara detail dari dari situasi sejarah
tentang sebab akibat dari suatu persoalan agama. Kemudian pendekatan
komparatif-perspektif adalah pendekatan yang melihat manusia dengan
pandangan yang luas, tidak hanya masyarakat yang terisolasi atau hanya
dalam tradisi social tertentu saja.

D. Paradigma, Aliran, Etika Negara, dan Teori Kedaulatan dalam Fiqh


Politik Muslim

Nalar Politik ialah mengacu pada bagaimana mengungkap motif-motif


penyelenggaraan politik dan bentuk-bentuk manifestasinya dalm rentang
sejarah panjang peradaban Arab-Islam sampai saat ini. Yang dimaksud dengan
nalar politik ialah berkaitan dengan motif-motif (muhaddidat) tindakan politik
(cara menjalankan kekuasaan dalam sebuah masyarakat), serta manifestasi
(tajalliyat) teoritis dan praktisnya yang bersifat sosiologis.

Pendekatan yang digunakan untuk membaca nalar politik ini adalah


pendekatan fungsional dalam ilmu sosiologi. Beberapa perangkat konsep (al-
jihazul mafahimi) yang terdiri dari dua sumber. Pertama, dari pemikiran ilmu
social politik kontemporer, dan kedua, dari sumber-sumber tradisi Arab Islam
sendiri. 17

16
Ibid.
17
Muhammad Abied Al-Jabiri “Al-Aqlus Siyasi Al-Arabi” dalam Yusdani, Konfigurasi Pemikiran
Politik Islam: Antara Tradisi dan Liberasi, (Yogyakarta: PSI-UII dengan Penerbit Rona Pancaran
Ilmu Yogyakarta, 2016), hlm. 42.

10
Di kalangan umat Islam sampai sekarang terdapat tiga aliran tentang
hubungan antara Islam dan ketatanegaraan. Aliran pertama, adalah aliran yang
berpendirian bahwa Islam bukanlah semata-mata agama dalam pengertian
Barat, yaitu hanya menyangkut hubungan antara manusia dan Tuhan.
Sebaliknya Islam adalah agama yang mengatur pula tentang kehidupan antara
politik dan negara. Aliran yang kedua adalah aliran yang berpendirian bahwa
Islam adalah agama dalam pengertian Barat, yang tidak ada hubungan dengan
urusan kenegaraan. Kemudian aliran ketiga ialah aliran yang menolak
pendapat bahwa Islam adalah suatu agama yang serba lengkap dan bahwa
Islam terdapat sistem ketatanegaraan. Aliran ini disebut dengan aliran
modernis atau aliran etis/substansialis. 18

E. Islam, Legal Culture dan Politik Hukum di Indonesia Sebagai Isu


Politik Indonesia Kontemporer

Memasuki periode reformasi, Indonesia memasuki era demokratisasi


meskipun kini masih dalam transisi. Dalam kondisi Indonesia seperti ini
keterlibatan masyakat dalam pengambilan keputusan untuk urusan public
terbuka lebar. Oleh karena itu, masyarakat juga mempunyai kebebasan dalam
mengadopsi nilai-nilai untuk kehidupan masa depannya. 19

Dalam kehidupan masyarakat seperti digambarkan di atas, nilai-nilai


global mempunyai keleluasaan untuk masuk ke dalam sistem social Indonesia.
Oleh karena itu, pola dan model pemaksaan dalam pemberlakuan hukum
Islam tampaknya tidak sesuai dengan semangat reformasi.20

18
Yusdani, Konfigurasi……, hlm. 55-56
19
Yusdani, “Pembaruan Pemikiran Islam di Indonesia antara Psikologi Kolonial dan Keharusan
Sejarah” dalam Yusdani, Konfigurasi Pemikiran Politik Islam: Antara Tradisi dan Liberasi,
(Yogyakarta: PSI-UII dengan Penerbit Rona Pancaran Ilmu Yogyakarta, 2016), hlm. 271
20
A. Qodri Azizy, “Eklektisisme Hukum Nasional Kompetensi Antara Hukum Islam dan Hukum
Umum” dalam Yusdani, Konfigurasi Pemikiran Politik Islam: Antara Tradisi dan Liberasi,
(Yogyakarta: PSI-UII dengan Penerbit Rona Pancaran Ilmu Yogyakarta, 2016), hlm. 271.

11
Dalam pembinaan dan pembangunan hukum di Indonesia ada tiga
elemen sumber hukum yaitu hukum kebiasaan, hukum Barat dan hukum Islam
mempunyai kedudukan sama dan seimbang. Namun pengembangan tiga
sumber hukum ini tetap dituntut agar mencerminkan kompetensi bebas dan
kemungkinan terjadinya elektisisme, bukan dengan cara pemaksaan dari rezim
yang berkuasa untuk menerapkan salah satu sumber tersebut.21

Dengan demikian, pembicaraan mengenai hukum Islam sebagai salah


satu sumber hukum nasional, diperlukan sistem kerja konfigurasi hukum Islam
yang dapat diterima secara keilmuan dan dalam proses demokratisasi. 22

F. Pemecahan Masalah Terkait Pemikiran Politik Islam

Dalam hal kajian nalar politik muslim, yang terjadi ialah adanya
perpindahan nalar politik arab klasik yang diklaim menjadi politik Islam yang
ideal ke dalam nalar politik Islam modern. Adanya idealisasi masa silam ke
masa sekarang ini menimbulkan misunderstanding rujukan tradisi Arab yang
sangat kental dengan konteks sosio-kulturnya yang tentunya sangat berbeda
dengan konteks sejarahnya. Sehingga membutuhkan permbakan tradisi masa
silam untuk diterapkan secara proporsional ke dalam tradisi masa kini. Dengan
kata lain tidak benar bila kita “memakan mentah-mentah” tradisi masa silam
diaplikasikan ke dalam masa sekarang tanpa mempertimbangkan aspek sosio-
kultunya. Dengan kata lain pula, paradigm dan nalar fiqh politik muslim
begitu dinamis sehingga umat Islam masa kini perlu terus mencari alternative
sesuai dengan tingkat kemajuan peradaban manusia masa kini. Dalam
hubungan ini pula dapat ditegaskan bahwa sistem politik dalam Islam
merupakan sebuah sistem terbuka. 23

21
Ibid, hlm. 272
22
Ibid.
23
Ibid, hlm. 54

12
Dalam sistem demokrasi yang diinginkan Islam, nilai-nilai intelektual
dan nilai-nilai spiritual haruslah saling menopang dan saling melengkapi.
Demokrasi mesti punya orientasi moral. Di bawah payung demokrasi spiritual
ini masalah keadilan tidak lagi menjadi isu politik karena lawannya berupa
ketidakadilan dinilai masyarakat sebagai budaya yang amat rendah dan tidak
patut dilakukan oleh manusia beradab. Politik demokratis memerlukan
toleransi. Tanpa toleransi social, manusia tidak mungkin dapat hidup aman
dan damai. 24

Bahwa untuk menjawab berbagai persoalan yang dikemukakan di atas,


penulis membutuhkan strategi dan format baru perjuangan dan praktek politik
di masing-masing negara muslim, dialektika studi kedua bidang tersebut,
agama dan politik dalam suatu kajian akademik yang merupakan suatu
kebutuhan. Dalam konteks pencarian konsep-konsep poilitik musmilm
kontemporer di atas, ajaran, sejarah dan pemikiran politik muslim tersebut
perlu dan urgen dikaji.25

Bahwa sepanjang pemikiran-pemikiran dalam bidang kenegaraan dan


pemerintahan era klasik, tengah dan modern kontemporer tersebut masih
relevan dan solutif terhadap persoalan kenegaraan muslim kontemporer boleh
saja di terapkan. Akan tetapi jika sebaliknya, diperlukan ijtihad (kerja
intelektual yang sistematis dan cerdas) dan pengimplementasian nilai-nilai
etika tersebut dalam kehidupan masing-masing negara dan pemerintahan
muslim sesuai dengan kebutuhan konteks, dinamika, ruang dan waktu.26

Bahwa pemikiran Islam di Indonesia dituntut untuk selalu kritis, inovatif


dan antisipatif terhadap berbagai perkembangan baru yang muncul dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara. Masih banyak rintangan, halangan dan
batu sandang ujian yang terus menerus menghadang di setiap waktu dalam
perjalanan panjang kehidupan berbangsa dan bernegara dalam Republik

24
Ibid, hlm, 70
25
Ibid. hlm. 303
26
Ibid.

13
Indonesia baik dalam level wacana, level normative-regulatif, dan aplikasi
implementasi dalam kehidupan bermasyarakat. Dengan demikian, masih
banyak pekerjaan rumah yang mesti diselesaikan bersama. Namun begitu,
bangsa Indonesia mesti optimis melihat perjalanan bangsa ke depan. Manusia
Indonesia adalah bangsa yang memiliki modal kultural dan sosial yang kuat. 27

G. Perbandingan Buku Konfigurasi Pemikiran Politik Islam Karya


Yusdani dan Buku Teologi Baru Politik Islam Karya Bahtiar Effendy

Dalam buku Bahtiar Effendy, secara historis melakukan analisis atas


dinamika politik Islam di Indonesia, sejak era Soekarno hingga Soeharto,
dengan menampilkan potret pergeseran gerakan politik Islam, dari formalitas
menuju substansialistik.

Bahtiar memberikan uraian tentang landasan teologis mengenai format


politik Islam substansialistik tersebut dikonstruksi. Digunakan data-data
sejarah mengenai pemikiran politik Islam yang berkembang, Bahtiar tidak
hanya menunjukan bahwa konteks Indonesia yang plural ini lebih
memungkinkan mengembangkan ide tentang politik Islam substansialistik,
namun juga memberikan uraian bahwa soal konsep praktis politis dalam Islam
yang baku itu sulit ditemukan.

Bahtiar juga membicarakan soal proses-proses demokrasi. Di sini


ditunjukkan bagaimana proses demokrasi membutuhkan prasyarat-prasyarat
penting yang harus disadari bersama, seperti sikap saling percaya, komitmen
untuk saling memecahkan persoalan secara elegan dan mengakomodasi
berbagai macam kepentingan.

27
Ibid., hlm. 304.

14
H. Penutup

Dalam penetapan hukum Islam ada dikenal sebuah istilah siyasah


syar’iyah, ialah suatu hukum yang didasarkan kepada kemaslahatan dan
kepentingan umum. Penulis berpendapat bahwa dalam artian ini, dapat
dikatakan bahwa siyasah syar’iyah juga diartikan sebagai politik hukum Islam,
baik perumusannya maupun penerapannya adalah untuk meraih kebaikan
umat. 28

Bahwa pemikiran Islam di Indonesia dituntut untuk selalu kritis, inovatif


dan antisipatif terhadap berbagai perkembangan baru yang muncul dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara. Masih banyak rintangan, halangan dan
batu sandang ujian yang terus menerus menghadang di setiap waktu dalam
perjalanan panjang kehidupan berbangsa dan bernegara dalam Republik
Indonesia baik dalam level wacana, level normative-regulatif, dan aplikasi
implementasi dalam kehidupan bermasyarakat. Dengan demikian, masih
banyak pekerjaan rumah yang mesti diselesaikan bersama. Namun begitu,
bangsa Indonesia mesti optimis melihat perjalanan bangsa ke depan. Manusia
Indonesia adalah bangsa yang memiliki modal kultural dan sosial yang kuat. 29

Metode dan pendekatan studi fiqh siyasah sebagaimana ditawarkan di


atas, dapat dilakukan dengan mengambil salah satu atau mengkombinasikan
tiga pendekatan di atas sekaligus, yaitu deduktif-normatif (konsep Alquran dan
Sunnah), historis-sosiologis (kenyataan dan sejarah pemikiran politik muslim)
dan komparatif-perspektif (perbandingan antar dunia muslim dan dunia
muslim dengan dunia Barat).

Buku ini cukup teoritis namun juga menarik untuk dikaji . Saya sebagai
pembaca sudah setuju dengan apa yang menjadi pemikiran Bapak Yusdani
sebagai penulis. Sudah sepantasnya juga buku ini dijadikan sebagai referensi
bagi siapa saja yang yang tertarik mendalami tentang studi fiqh siyasah atau

28
Yusdani, Konfigurasi…, hlm. 10.
29
Ibid., hlm. 304.

15
pemikirin politik Islam. Penulis menawarkan perspektif yang segar dan juga
kaya. Cara penyajiannya yang banyak menggunakan bahasa yang terkesan
terlalu teknis justru menambah daya tarik buku ini bagi pembaca.

16
DAFTAR PUSTAKA

Al-Jabiri, Muhammad Abied. 1994. “Al-Aqlus Siyasi Al-Arabi” dalam Yusdani,


Konfigurasi Pemikiran Politik Islam: Antara Tradisi dan Liberasi,
(Yogyakarta: PSI-UII dengan Penerbit Rona Pancaran Ilmu Yogyakarta,
2016), hlm. 42.
Al-Munawar, Said Agil Husin. 1999. “Fiqh Siyasah dalam Konteks Perubahan
Menuju Masyarakat Madani”, dalam Yusdani, Konfigurasi Pemikiran
Politik Islam: Antara Tradisi dan Liberasi, (Yogyakarta: PSI-UII dengan
Penerbit Rona Pancaran Ilmu Yogyakarta, 2016), hlm. 2.

Azizy, A. Qodri. 2002. Eklektisisme Hukum Nasional Kompetensi Antara Hukum


Islam dan Hukum Umum” dalam Yusdani, Konfigurasi Pemikiran Politik
Islam: Antara Tradisi dan Liberasi, (Yogyakarta: PSI-UII dengan Penerbit
Rona Pancaran Ilmu Yogyakarta, 2016), hlm. 271.

Effendy, Bahtiar., 1998, Islam dan Negara: Transformasi Pemikiran dan Praktik
Politik Islam di Indonesia, Jakarta Selatan: Paramadina.

Kuntowijoyo., 1997, Identitas Politik Umat Islam, Bandung: Mizan.

Muslih, Mohammad., 2012, “Pemikiran Islam Kontemporer, Antara Mode


Pemikiran dan Model Pembacaan”, Jurnal Tsaqafah Vol. 8 No. 2,
Ponorogo: Program Pascasarjana Institut Studi Islam Darussalam (ISID)
Gontor.

Qodir, Zuly., 2010, Islam Liberal: Varian-varian Liberalisme Islam di Indonesia


1991-2002, Yogyakarta: LKiS Printing Cemerlang.

Yusdani., 2016, Konfigurasi Pemikiran Politik Islam: Antara Tradisi dan


Liberasi, Yogyakarta: PSI-UII dengan Penerbit Rona Pancaran Ilmu
Yogyakarta.
Zarkasi, Hamid Fahmy, Liberalisasi Pemikiran Islam: Gerakan Bersama
Missionaris, Orientalis dan Koloniali, Jurnal Ula 1430 Vol. 5 No. 1,
Ponorogo: Jurnal Ula 1430 Institut Studi Islam Darussalam (ISID) Gontor.

17

Anda mungkin juga menyukai