Anda di halaman 1dari 16

Agama Sebagai Perubahan Sosial:

Kristenisasi di Tobelo 1866-1942


Irfan Ahmad
Staf Pengajar Jurusan Sejarah, Fakultas Sastra dan Budaya, Universitas Khairun, Ternate

Abstrak
Artikel ini akan membahas perubahan sosial sebagai respon dari proses Kristenisasi di Tobelo
1866-1942. Juga akan memperlihatkan kita bahwa bagaimana proses penginjilan melahirkan
perubahan-perubahan sosial budaya dalam kehidupan masyarakat Tobelo. Inisiatif para penginjil
untuk mendirikan sekolah Kristen serta pelayanan dalam bidang sosial merupakan awal dari
pembaharuan. Perubahan-perubahan dalam berbagai bidang kehidupan yang diperkenalkan oleh
pihak penginjil yang mengarah pada kemajuan masyarakat Tobelo yang telah konversi ke agama
Kristen. Perkembangan agama Kristen yang terjadi di Tobelo 1866-1942 memberi sumbangsih
terhadap kemajuan dan perubahan sosial budaya pada masyarakat Tobelo, seiring berlangsungnya
penyediaan pendidikan Kristen dan pelayanan kesehatan.

Kata kunci : Tobelo, Kristen, Sejarah Sosial.

Pendahuluan dalam masyarakat merupakan hal yang tidak


bisa terlepas dari keterikatannya dengan
Berbagai kajian tentang sejarah Indonesia
adanya agama.
menunjukan bahwa agama datang dan
Kajian tentang agama sebagai perubahan
berkembang secara bergelombang ke Indonesia,
sosial merupakan tema yang banyak kita
menggantikan agama lokal dan menanamkan
jumpai. Akan tetapi khususnya di Halmahera
ajaran agama “baru” yang dibawakan oleh
bagian utara (Tobelo)2 terkait dengan kajian
bangsa asing secara silih berganti. Sejarah
agama hanya terfokus pada kajian teologi
menunjukkan bahwa agama memberikan
semata. Oleh karena itu artikel ini hanya
perubahan cepat, sebelum unsur lain mengalami
terfokus pada wilayah Tobelo sejak masuknya
perubahan (Isre (ed.), 1999: 71).1 Fenomena
agama Kristen Protestan yang dibawakan oleh
perubahan sosial dewasa ini menggambarkan
para penginjil Belanda yang tergabung dalam
dan menjelaskan kepada kita bahwa agama
Utrechtsche Zendings Vereeniging (selanjutnya
menjadi salah satu faktor perubahan sosial
UZV), pada 1866 hingga terjadinya Perang
itu sendiri. Agama sebagai hasil kebudayaan,
Dunia II 1942. Periode tersebut dianggap
hidup dan berkembang dalam masyarakat
penting, karena sejak kedatangan para penginjil
memiliki peranan penting dalam perubahan
UZV (Verhoef, 2010:15). Terlihat bahwa
sosial tersebut. Perubahan sosial yang terjadi
perubahan sosial budaya pada masyarakat

1 Pada kenyataannya sistem mata-pencaharian hidup


dan sistem teknologi dan peralatan yang dikatakan oleh 2 Suku Tobelo adalah salasatu suku yang mendiami wilayah
Koentjaraningrat sebagai unsur yang paling mudah, Halmahera bagian utara dengan masyoritas pemeluk agama
ternyata yang paling sedikit mengalami perubahan sejak Kristen Protestan dalam ruang Kesultanan Ternate yang
pra-Hindu sampai sekarang. berkultur Islam sejak abad ke-17 samapi abad ke-20.

Lembaran Sejarah, Vol. 11, No. 1, April 2014


84 Lembaran Sejarah, Vol. 11, No. 1, April 2014

Tobelo adalah respon terhadap penyebaran Perkembangan agama Kristen yang


agama Kristen. terjadi hingga akhir masa Kolonial Belanda
Salah satu yang sering diabaikan menyokong perubahan sosial masyarakat
dalam penulisan sejarah Indonesia adalah Tobelo. Pihak penginjil tidak semata-mata
perubahan akibat masuknya agama Kristen memfokuskan kerja mereka pada bidang rohani
pada pemukiman masyarakat tradisional. Hal semata, melainkan juga dalam pelayanan
ini berpengaruh pula terhadap masyarakat sosial (pendidikan dan kesehatan). Inilah yang
Tobelo yang melakukan konversi ke agama mendorong Kristenisasi di Tobelo.
Kristen pada abad ke-19 dan awal abad ke-20. Kemajuan terlihat setelah diperkenalkan
Inisiatif para penginjil UZV untuk mendirikan pendidikan, kesehatan, pengenalan cara
sekolah-sekolah Kristen merupakan awal dari berpakaian, sikap/ tingkah laku, penataan
pembaharuan modernisasi di wilayah Tobelo. kampung, jalan serta kebersihan dalam
Perubahan yang mengarah pada kemajuan kehidupan sehari-hari. Hal ini berakibat pula
yang berasal dari Belanda, mulai diperkenalkan timbulnya kesadaran baru tentang identitas
kepada masyarakat Tobelo dengan tujuan agar mereka pada masa kolonial. Perubahan-
hubungan baik masyarakat Tobelo dengan perubahan dalam berbagai bidang kehidupan
pihak Belanda dapat terwujud, terutama untuk yang diperkenalkan oleh pihak penginjil UZV
penduduk Alfur (Tobelo pedalaman) yang yang berasal dari Belanda yang mengarah
masih menganut agama lokal/ suku. pada kemajuan (Suharso & Retnoningsih, 2008:
Hal ini tentu saja dengan melihat 235).4
kehidupan sosial-politik yang di alami oleh Agama Kristen membawa berbagai
masyarakat Tobelo. Sejak abad ke-17 Pulau pengaruh dalam kehidupan sehari-hari
Halmahera (Clercq, 1890: 53) telah dimasukan masyarakat Tobelo. Dalam banyak hal,
dalam kekuasaan Kesultanan Ternate (bagian berbagai perubahan mempengaruhi prilaku
utara dan selatan) dan Tidore (bagian tengah). masyarakat dari suatu konsepsi tradisionalitas
Sistem pemerintahan yang dibangun kedua pada nilai-nilai kemasyarakatan dan budaya
kerajaan itu berkaitan dengan kepentingan sebagaimana yang diyakini oleh masyarakat
tenaga kerja, pajak serta bahan makanan yang Kristiani. Tidak dapat dipungkiri nilai-nilai
disalurkan pada Sultan Ternate dan Tidore, Kristiani yang diperkenalkan oleh UZV
melalui sistem upeti (Leirissa, 1990: 6). Pada merupakan representesi proses historis,
masyarakat Tobelo yang belum memeluk sosiologis, dan kultural dari masyarakat
agama Islam, hidup menyebar di Pedalaman pendukungnya.
Halmahera atau biasa disebut orang Alfur Agama Kristen membawa pengaruh
yang tidak memiliki pemimpin kampung yaitu dari nilai sosial dan budaya Eropa. Tanpa
sangaji (Hasan, 2001: 43)3 karena tidak diakui disadari hal ini menjadi pemisah dalam hal
oleh pihak Kesultanan Ternate (Koloniaal orientasi nilai dan budaya antara budaya
Verslag (KV), 1882: 22). Eropa dan masyarakat Tobelo. Dominasi
kekuasaan yang dimiliki oleh masyarakat
Eropa memberi dampak atas superioritas
3 Kerajaan Ternate dalam menjalankan pemerintahan terhadap masyarakat jajahan dan situasi ini
Sultan juga dibantu oleh beberapa “Dewan Mentri” antara
lain Bobato Dunia; di lingkungan Halmahera bagian utara membawa serta pada berbagai penyeragaman
(Sabua Lamo) terdiri dari: Kepala lingkungan (sangaji), sudut pandang untuk penyesuaian suatu nilai
Imam/ Guru/ Kimalaha (tokoh tetua adat) dan Fanyira
(unsur pemuda). Sementara Bobato Akhirat: Kadih/ Imam
Jiko, Imam Jawa, Imam Sangaji dan Imam Moti berfungsi 4 Modernitas yaitu proses pergeseran sikap dan mentalitas
sebagai Imam Masjid Kesultanan Ternate. sebagai warga masyarakat untuk bisa hidup sesuai dengan
tuntutas zaman.
Irfan Ahmad
Agama Sebagai Perubahan Sosial: Kristenisasi di Tobelo 1866 - 1942 85

kultur yang sama. Uraian berikut ini akan yang berlimpah dan jumlah penduduk yang
menggambarkan berbagai perubahan sosial tidak seimbang (Rajab, 2009: 8, 18).5
budaya pada masyarakat Tobelo sebagai akibat Masyarakat Tobelo di abad ke-17 memiliki
dari Kristenisasi yang dilakukan oleh UZV. kehidupan yang semi nomaden sebagai akibat
dari mata pencaharian. Ada dua bentuk
Pemusatan Pemukiman, Rumah, dan mata pencaharian masyarakat Tobelo yaitu
Jalan ladang berpindah serta berburu dan meramu
(Fraassen, 1979: 127). Mata pencaharian
1. Pemukiman ladang berpindah umumnya terjadi di antara
Permasalahan mengenai orientasi masyarakat yang telah mengenal pertanian
pemukiman tentu tidak dapat dilihat secara dengan berbagai teknologi dan nilai-nilai
independen. Pemukiman penduduk, khususnya tradisionalnya (Widjayengrono, 2009: 33-46),
masyarakat tradisional, memiliki relasi kondisi ini tentunya mempengaruhi orientasi
dan keterkaitan dengan berbagai sistem pemukiman masyarakat Tobelo.
budaya di dalam masyarakat Tobelo, yaitu Pemukiman di antara masyarakat Tobelo
mata pencaharian, sistem kekerabatan, yang bermata-pencaharian ladang berpindah
hingga pengetahuan dan teknologi di dalam masih tergabung dalam komunitas kecil
masyarakat. Kehadiran agama Kristen dengan yang berpindah-pindah. Komunitas kecil ini
membawa berbagai nilai-nilai Kristiani tentu umumnya terdiri dari suatu kekerabatan
sangat dipengaruhi oleh nilai budaya Eropa luas dari suatu komunitas dengan kesamaan
yang mendominasi berbagai nilai, prilaku, dan linguistik. Dalam satu soa (marga) tinggal
norma sosial pada priode tersebut. dalam satu “tau” (rumah) dan bertempat
Sejak masyarakat Tobelo konversi ke di sebuah wilayah yang disebut hoana,
agama Kristen, ada kebijakan administrasi bermata pencaharian sebagai berburu-
Belanda dan penginjil-UZV untuk peramu dan menempatkan sagu untuk
mengkonsentrasikan mereka pada pemukiman makanan utama (Needham, 1984: 169). Pada
di sekitar pesisir pantai yang kemudian umumnya pemukiman ladang berpindah
hidup menyebar, bertani subsisten berskala sangat bergantung dari lahan dan tingkat
kecil dan hidup di bidang-bidang kecil di kesuburannya bagi komoditi yang diproduksi
area pantai. Berkenaan dengan peraturan seperti jagung atau ubi kayu. Jika memang
ini diperkenalkan juga bahwa sebuah rumah suatu lahan dianggap tepat untuk melakukan
sebaiknya dihuni oleh sebuah keluarga inti aktivitas bercocok tanam maka pemilihan
(Needham, 1984: 168). tempat hunian akan berada di sekitar ladang
hunian.
Bentuk pemukiman masyarakat
sangat bergantung dari latar belakang mata Antropolog Ch. F. van Fraassen memberi
pencaharian, pada umunya masyarakat istilah sebagai “pemukiman di kebun-kebun”.
Maluku Utara sulit membedakan dari kedua Ia mencatat bahwa pada abad ke-18 sebagian
jenis aktivitas seperti yang digambarkan oleh besar masyarakat di Karesidenan Ternate
Firth (Rajab, 2009: 1, 7, 9, 18). Dalam kondisi masih berdiam di kebun-kebun yang letaknya
tertentu masyarakat melakukan aktivitas di saling terpisah dan berjauhan. Mereka tinggal
laut dan sebaliknya sewaktu-waktu mereka
5 Pola kerja ini menunjukkan aspek prakapitalistik mata
pun bekerja sebagai petani. Hal ini tidak pencaharian nelayan melalui penandaan penduduk pesisir
terlepas dari ketersediaan sumber daya alam atas “setengah petani-setangah nelayan”. Munculnya
penandaan karena umumnya kaum nelayan akan
melakukan dua aktivitas secara bersamaan dan tidak ada
batas yang jelas di antara keduanya.
86 Lembaran Sejarah, Vol. 11, No. 1, April 2014

selama 3-5 tahun sebelum pindah ke lokasi dilakukan oleh Belanda dimaksudkan untuk
lahan penanaman dan membangun tempat mengetahui dan membedakan penduduk
tinggal baru (Fraassen, 1987: 69). Fraassen juga Tobelo yang sudah keluar dari pedalaman dan
membagi penduduk yang tinggal di pedesaan menyebar di pesisir pantai yang berkultur
ke dalam 4 fase, yaitu: 1) pada abad ke-16 Islam, Kristen dan berbudaya Melayu (Leirissa,
penduduk tinggal di desa-desa; 2) Pada abad 1996: 114).
17 penduduk tinggal di kota-kota kerajaan; 3) Berbagai pemberitaan di abad ke-19 juga
pada abad ke-18 penduduk tinggal di kebun- masih mendukung adanya kasus serupa yang
kebun; 4) pada abad ke-19 penduduk tinggal di terjadi di antara penduduk Tobelo. Komunitas
desa-desa (Fraassen, 1987: 69-79; Visser, 1989: ini umumnya masih berada dalam ikatan
30).6 Analisis Fraassen hanya didasarkan atas kerabat cukup dekat mengingat fungsi utama
generalisasi fenomena politik-ekonomi yang mereka sebagai produksi pertanian (Fraassen,
terjadi di Kerajaan Ternate. 1979: 127). Sistem sosial masyarakat pedalaman
Awalnya pola pemukiman yang menyebar yang biasanya dinamakan Alfur jauh berbeda
di lahan pertanian atau di ladang, tidak dengan masyarakat pesisir yang terkait dengan
dapat dilepas dari struktur sosial dalam Kesultanan Ternate. Masyarakat Tobelo
masyarakat terhadap kehadiran bangsa seperti halnya orang Alfur, terbagi dalam
Eropa, kegiatan pekabaran Injil, serta alasan unit-unit keluarga yang dikalangan orang
keamanan terutama di abad ke-19 (Ulaen, Tobelo di namakan o utu suatu kumpulan o
2003: 127). Sumber Portugis di abad ke-16 utu mendiami suatu wilayah dengan yang
masih memberitakan bahwa orang Alfur atau dinamakan hoana. Sejak pindah ke pesisir
petani tersebar banyak di hutan Halmahera. orang Tobelo terbagi dalam empat hoana
Jacobs, menyebutkan bahwa pada abad ke- (Leirissa, 1996: 175), setiap hoana tergabung
16 ada suatu penggolongan penduduk yang pada pemujaan cikal-bakal yang dilakukan
disebut Alfur, dikarenakan pihak kesultanan dalam tempat pemujaan bersama, yaitu o halu.
ingin memisahkan atas status sosial dari Sedangkan keempat hoana di Tobelo memiliki
penduduk yang telah mendiami pesisir pantai sodaritas pula melalui pemujaan pada satu o
dengan mata pencaharian yang berbeda halu yang terdapat di tempat asal mereka di
(Hubert & Jacobs, 1971: 103).7 danau Lina sebelum mereka pindah ke pesisir
Demikian halnya yang terjadi pada (Platenkamp, 1980: 337-345). Sejak abad ke-
masyarakat Tobelo abad ke-17, terbagi atas 19 sampai abad ke-20, Pemerintah Belanda
dua komunitas, yakni Tobelo-Tia/ Tobelo darat mengidentikan masyarakat Halmahera dengan
(petani), dan Tobelo-Tai/ Tobelo laut (nelayan) istilah “negeri” dengan “gam” dan kampung
(Leirissa, 1996: 159-160). Pembagian ini dengan “soa” (Leirissa, 1996: 113, 135).8
Sementara berdasarkan analisis
6 Selain itu rupanya Fraassen lebih menekankan pada
unsur politik dan pengaruh eksternal semata sehingga
Fraassen, bahwa konsep “soa” sesungguhnya
proses perubahan tiap-tiap fase bersifat kaku tanpa mengacu kepada hubungan kekerabatan yang
mempertimbangkan sudut pandang penduduk pribumi tidak terbatas lokalitas tertentu, sehingga
tentang bentuk pemukiman mereka sendiri. Visser dalam
penelitiannya di tahun 1979 menemukan bahwa penduduk istilah itu tidak mengacu kepada pemukiman
Sahu dan beberapa penduduk lainnya masih menerapkan (Fraassen, 1979: 126-130). Selain itu untuk
istilah-istilah dan pemaknaan dalam gagasan yang sangat
tua.
“negeri-negeri” atau wilayah induk terdapat
7 Julukan Alifuru yang pada kurun periode penulisan ini
sama dengan istilah Alfur, Harifuru ataupun Harafora. 8 Yang membedakan antara kampung dan “negeri”, kalau
Tentu saja penyebutan Alifuru ini memiliki makna sosial kampung hanya menunjuk pada daerah pemukiman
yang ditunjukan pada petani ladang berpindah pada masa ditambah dengan kebun-kebun. Sementara “negeri”
tersebut dan masih menganut kepercayaan animisme dan mencangkup pemukiman dan berbagai dusun yang dimiliki
dinamisme. penduduk pemukiman yang bersangkutan.
Irfan Ahmad
Agama Sebagai Perubahan Sosial: Kristenisasi di Tobelo 1866 - 1942 87

suatu istilah khusus yang muncul dalam lapangan kecil (di tengah), yang dikelilingi
dokumen-dokumen yaitu “soa-sio” tampak oleh rumah-rumah penduduk, mirip kampung
jelas bahwa yang dimaksud disini adalah per-kota-an; sementara kampung di pesisir
“negeri-induk” yang penduduknya beragama pantai lebih mirip kampung yang lebih maju,
Islam. “negeri-induk” di Maluku (utara) memiliki lapangan besar di tengah kampung,12
tersebut adalah yang terpenting di antara memiliki jalan utama, rumah-rumah penduduk
pemukiman lain dan dipimpin oleh seorang di bangun secara teratur dengan pagar bambu
sangaji (Leirissa, 1996: 116).9 Pada umumnya yang memisahkan antara rumah dan jalan,
pemukiman orang Tobelo terdiri dari sejumlah sementara kebun atau ladang mereka di
rumah panggung untuk setiap o utu letaknya posisikan tidak jauh dari kampung “belakang
terpencar-pencar, terpisah satu sama lain dan kampung” (Baretta, 1917: 43).
orang Islam umumnya mendiami di pesisir- Akan tetapi kasus ini hanya terjadi
pantai (Leirissa, 1996: 175). pada pemukiman-pemukiman ladang yang
Kehadiran agama Kristen dalam banyak jaraknya tidak terlalu jauh. Guna melihat
hal mengubah nilai-nilai orientasi pemukiman hal itu ada baiknya meninjau situasi umum
ini. Penduduk yang tersebar di antara ladang- di wilayah Kesultanan Ternate pada abad
ladang justru mengalami peningkatan derajat ke-19. Sebagaimana diketahui pemukiman
keakraban dengan soa atau desa asal mereka. ladang ini, lambat laun ada yang berubah
Keterikatan pemukim ladang baik yang menjadi suatu soa mandiri (Fraassen, 1987:
bersifat temporer atau permanen terhadap soa 87).13 Pada abad ke-19 terjadi berbagai migrasi
asal didasarkan adanya ikatan kekerabatan di Pulau Ternate. Hal ini berkenaan dengan
dan kebutuhannya atas berbagai bentuk peningkatan keamanan yang secara berangsur-
pertukaran berbagai barang kebutuhan angsur membaik sejak abad ke-19 sampai abad
konsumsi yang tidak mereka miliki (Rajab, ke-20. Akibat kian menurunnya intensitas
2009: 56).10 konflik terbuka terkait dengan menguatnya
Bagi masyarakat Tobelo-pedalaman yang kedudukan Pemerintah Belanda yang
telah konversi ke agama Kristen peningkatan melakukan memonopoli terhadap Kesultanan
intensitas kunjungan ke soa asal justru Ternate (Hueting, 1920: 240).14
menjadi rutin diiringi dengan ritual keagamaan
Kristen yang diadakan oleh pihak zending
yang hanya berpusat di soa utama (Dinas 12 Di Kao dan Tobelo bersegi empat, sementara di Galela,
Pariwisata & Kebudayaan, 2009: 11).11 Di bentuknya tidak beraturan, dan di Sahu berbentuk
memanjang. Balai musyawarah, rumah Ibadah desa, rumah
antara masyarakat Tobelo yang telah konversi
kepala kampung, biasanya di bangun di lahan tersebut.
ke agama Kristen, perubahanpun terlihat 13 Pemerintah mulai memusatkan pemukiman penduduk
dalam pembuatan pemukiman baru. Kampung- pada desa-desa di luar ibukota (yang dimaksud adalah Desa
Soa-sio hingga ke benteng oranje) sejak abad ke-19 sampai
kampung di pedalaman harus memiliki abad ke-20. Pada saat bersamaan isolasi pedesaan diakhiri
dengan pembuatan jalan mengelilingi pulau. Dengan begitu
maka persebaran pemukiman di kebun-kebun mulai keluar
9 Desa Soa-Sio bisa juga kita jumpai di Ternate, Tidore, Loloda di pesisir. Kampung menjadi kesatuan pemerintahan di
dan Galela. bawah kepala kampung, dimana warganya telah bermukim
10 Biasanya mereka menangkap ikan (mangael) dalam di masing-masing rumah.
jumlah besar hanya pada waktu-waktu senggang ketika 14 Kepentingan kolonial dan pihak Kesultanan Ternate,
pekerjaan di kebun telah selesai dikerjakan. Hasil dalam hal ini “balasting, leo-leo, dan ngase” atau “pajak
tangkapan yang mereka peroleh selain untuk kebutuhan keamanan”, menimbulkan perlawanan dari Dano Baba
sendiri dan sisanya menjadi alat tukar bakutukar untuk Hasan (1875-1876) dengan masyarakat Tobelo, yang
mendapatkan hasil dari penduduk pedalaman. dianggap sangat tidak adil, sehingga Sultan Ternate merasa
11 Soa utama yang dimaksud adalah soa/ Hoana Lina, terancam dengan kurangnya peminat, pengikut serta
keluarga atau soa Lina adalah Soa tertua menurut tradisi berkurangnya pajak yang dikeluarkan oleh masyarakat
masyarakat Tobelo. Halmahera bagian utara kepada Sultan Ternate.
88 Lembaran Sejarah, Vol. 11, No. 1, April 2014

Jika memang hal tersebut merupakan Modernisasi dengan penemuan baru dalam
alasan logis, maka tepat kiranya jika bidang teknologi dan perubahan sosial akibat
membandingkan berbagai kemungkinan dari kebijakan politik Pemerintah Belanda,
adanya relasi antara peningkatan keamanan juga mengakibatkan perubahan bentuk dalam
di pedesaan Kesultanan Ternate dengan bidang arsitektur pada rumah (Hartono &
wilayahnya yang dalam hal ini dikhususkan Handinoto, tt.: 2). Perubahan gaya rumah
pada Afdeeling Tobelo. Meskipun dalam banyak pada jaman transisi atau peralihan abad ke-19
hal masih terdapat gangguan dan ancaman di hingga abad ke-20, ini sering diabaikan oleh
pedesaan khususnya sebelum tahun 1866 atau sebagian sejarawan khususnya di Maluku.
sesudah, intensitas gangguan terhadap desa- Rumah penduduk Halmahera terutama
desa sekitar Afdeeling Tobelo dapat teratasi rumah orang Tobelo yang mendiami pedalaman
(KV, 1868: 26).15 Halmahera bagian utara mulanya berupa
Hal ini disebabkan oleh orientasi rumah kebun. Setelah mereka konversi ke
para perompak sendiri yang lebih memilih agama Kristen, oleh Pemerintah Belanda
melakukan ekspedisi perompakan pada penduduk Tobelo tidak diperbolehkan lagi
wilayah-wilayah yang umumnya masih belum tinggal di rumah kebun dalam jangka waktu
memperoleh pengaruh kuat dari Pemerintah yang lama (Baretta, 1917: 64). Hal ini dilakukan
Belanda mengingat adanya kemungkinan untuk mencegah penduduk Tobelo kembali
menghadapi armada militer yang telah menetap ke pedalaman dan kembali melakukan
menggunakan kapal uap di perairan Maluku ritual para leluhur yang telah ditinggalkan
(KV, 1875-1876: 27-28). Sebagaimana banyak setelah mengenal agama Kristen. Umumnya
laporan Belanda di akhir abad ke-19 ekspedisi rumah-rumah orang Tobelo dibuat dari gaba-
bajak laut di bagian timur lebih banyak terjadi gaba (dari batang palem) dan atapnya dari
di wilayah Papua, Raja Ampat (Lapian, 2009: katu (daun pohon sagu). Rumah terdiri dari 3
131-136), meskipun ada kekhawatiran di antara bagian: bangsal depan, rumah bagian dalam
penduduk soa utama yang hampir seluruhnya dan bangsal belakang dimana oleh orang
sudah berada di pesisir pantai. Tobelo bagian belakang dijadikan tempat
memasak. Sementara itu orang Tobelo yang
beragama Islam di sana biasanya membuat
2. Rumah
bangunan kecil tersendiri untuk dapur. Di
Konversi agama Kristen masyarakart wilayah Kao rumah panggung juga masih
Tobelo juga membawa mereka pada tipe dihuni oleh masyarakat, dengan pajangan
pemukiman menetap. Hal ini membuat (perabot) seperti tobak, parang, burung, ular,
hidup mereka lebih permanen karena adanya dan kadal, walaupun mereka telah konversi ke
ikatan religi (Baretta, 1917: 43). Kemunculan agama Kristen. Lambat laun hal-hal seperti
kampung serta pembuatan rumah sudah itu di beberapa wilayah digantikan dengan
nampak sejak adanya UZV di Halmahera serta bunga, dan belanga yang artistik yang terbuat
adanya infrastruktur dan jaringan ekonomi dari tanah, dan kerajinan tangan (Baretta,
(Handayani, 2009: 1). Perubahan bentuk rumah 1917: 64).
sering didahului dengan perubahan sosial yang Perkampungan (Fraassen, 1921: 127;
terjadi dalam masyarakat, sejak abad ke-19 Baretta, 1917: 2)16 pesisir-pantai dibangun
dan abad ke-20 di Hindia Belanda dipenuhi
oleh banyak perubahan dalam masyarakatnya. 16 Berdasarkan sumber-sumber tertua masyarakat berbahasa
Tobelo masih bermukim di wilayah pedalaman sesuai
15 Halmahera pada 1860-1876, banyak terjadi pemberontakan persebaran. Abad ke-16 dan ke-17, masyarakat Tobelo
dan perompak bajak laut yang membangkan terhadap masih sangat dominasi oleh bentuk perilaku sosial budaya
Sultan Ternate. tradisional, yaitu berburu dan meramu.
Irfan Ahmad
Agama Sebagai Perubahan Sosial: Kristenisasi di Tobelo 1866 - 1942 89

setara mengikuti alur pantai dan sebagian di blok minimal memiliki 8 rumah (James, 1920:
sisi jalan kampung (Hueting, 1921: 233). Di 10). Kampung sekitaran pesisir-pantai rumah
wilayah Kao, rumah-rumah yang dibangun biasanya memiliki pagar untuk melindungi
memiliki sabua (sebuah bangunan tanpa binatang yang masuk, hal yang demikian
dinding juga disebut halu) yang disediakan tidak terjadi pada masyarakat yang hidupnya
untuk musyawarah, kuil desa dan juga hajatan di pedalaman (Adatrechtbundels, 1922: 6). Di
masyarakat berupa pesta adat (Hueting, 1921: Galela sebuah jalan membentang untuk pejalan
257). Penduduk yang masih tinggal menyebar kaki dan kendaraan. Masyarakat tidak lagi
di perladangan, oleh pihak Belanda dan zending menyeberang antar kampung melewati hutan
dipusatkan di perkampungan yang telah atau “jalan kebun”. Selain karena sudah ada
dibangun dengan layak (Baretta, 1917: 43). jalan juga karena sudah terdapat tanaman
Untuk orang Tobelo di pedalaman masyarakat berupa ubi-ubian dan jenis
Halmahera bagian utara di akhir abad ke-19, tanaman lainnya. Di setiap desa juga dibangun
perkampungan baru dibuka di sekitar wilayah sabua atau seri (orang Tobelo menyebutnya
dengan persediaan air minum. Pemerintah sebagai halu), yaitu bangunan besar yang
membuat aturan sebagai berikut: dibangun di setiap desa yang difungsikan untuk
pertemuan desa maupun antara desa tetangga
1. Sebuah kampung dibuat harus berdekatan (Adatrechtbundels, 1922: 6).
dengan sungai dan jika tidak mungkin,
Untuk menjaga kebersihan serta
maka dibuat sebuah sumur (parigi) guna
perawatan fasilitas umum di wilayah Tobelo,
kebutuhan sehari-hari. (pembuatan
Galela, Kao dan Loloda, Pemerintah Belanda
sumur, biasanya disediakan dana kas
menerapkan pengawasan ngase (pajak)
daerah).
kepada masyarakat pribumi setiap tahun De
2. Tanah kering dipilih dan lebih baik rumah Cleer, Bijdragen tot de kennis der Residentie
di baut di atas tonggak. Ternate. (De Cleer, 1890: 66; Leirissa, 1996:
3. Rumah-rumah minimal harus 10 meter 186; Tobias, 1857; Bosscher, 1859: 163,
jarak pemisahannya, pohon pisang di 164, 165). 17 Tetapi cara yang sama juga
tanam sebagai pelindung dari bahaya diterapkan kepada masyarakat Halmahera
kebakaran. oleh Pemerintah Belanda melalui kepala
4. Setiap rumah setidaknya harus memiliki kampung, dalam hal ini diterapkan kepada
dua pintu, guna antisipasi pelarian saat para pencari damar, maupun pekerjaan lain.
terjadinya kebakaran. Ngase ini kemudian dialihfungsikan kepada
5. Dapur harus berada di luar rumah, kepentingan masyarakat untuk pembuatan
setidaknya 5 meter jaraknya dari rumah. jalan, jembatan, rumah ibadah, saluran air
serta biaya perawatan (Hovenkamp, 1930:
6. Harus memperhatikan agar di pekarangan
15). Dari sejumlah kampung lama atau
rumah, antara tetangga tidak saling
bekas pemukiman awal sebagaimana yang
berdekatan dan tidak diperbolehkan
dikisahkan dalam narasi sejarah Tobelo,
sumur dan jamban yang saling berdekatan.
menunjukkan bahwa umumnya pemukiman
7. Kuburan setidaknya 500 meter harus penduduk Halmahera (Tobelo, Galela, dan Kao)
terpisah dari perkampungan (James, awalnya terdapat di pedalaman talaga Lina
1920: 10). berabad-abad lamanya (Hueting, 1921: 225).
Sebagai bentuk standar kampung harus
berbentuk segi empat dibatasi jalan dengan 17 Ngase, belakang ini telah dihapuskan, dahulunya pajak diberlakukan
oleh Sultan Ternate. ngase ini dalam setiap tahun di berikan kepada
lebar 50-100 meter yang melintang dan setiap
Sulatan Ternate sebesar f.7,50.
90 Lembaran Sejarah, Vol. 11, No. 1, April 2014

Telah mengalami kemajuan setelah mereka jalan besar (jalan protokol). Dibeberapa
konversi ke agama Kristen dan menetap di lokasi pemukiman penduduk dibuat saling
pesisir-pantai, yang bersentuhan dengan berhadapan mengikuti arah jalan dan terdapat
Pemerintahan Kesultanan Ternate maupun dua atau tiga blok. Selain pola pemukiman
Belanda (KV, 1883: 19).18 dengan rumah penduduk telah berkelompok
Pada abad ke-19 hingga pertengahan pada kedua sisi jalan, para penginjil juga
abad ke-20 Pulau Halmahera, masyarakatnya membangun gereja untuk kebutuhan ibadah
mengalami berbagai penyakit, terutama mereka (Baretta, 1917: 43). Model dan
penduduk yang mendiami wilayah pedalaman. letak rumah turut mempengaruhi metode
Walaupun sebagian masyarakat pindah ke penyimpanan bahan pangan pada rumah
pesisir pantai, akan tetapi mereka masih penduduk yang terdiri dari 4-5 ruang. Dari
tinggal berkelompok dalam “rumah besar” jumlah ruangan tersebut terdapat sebuah ruang
atau halu/seri (terdapat 4-5 keluarga) (Ulaen, yang cukup luas sebagai tempat penyimpanan
2003: 124).19 Selain alasan kesehatan, halu juga bahan pangan (Widjayengrono, 2009: 94-95).
sering difungsikan sebagai gereja desa, faktor Proses pemanfaatan dalam rangka kehidupan
inilah yang menjadi alasan bagi penginjil untuk subsisten, berkaitan dengan penyimpanan
membantu dan menganjurkan pembuatan bahan pangan sebagai persiapan guna
rumah dan untuk satu unit rumah hanya boleh pemenuhan kebutuhan hidup. Penyimpanan
dihuni oleh satu keluarga batih (Needham, bahan pangan dilakukan oleh tiap-tiap individu
1984: 168). Masyarakat Tobelo yang dahulunya di rumah mereka masing-masing, hal ini
tinggal berkelompok dalam satu hoana yang tentunya dipengaruhi oleh kondisi rumah
tidak terbatas jumlah mereka yang menempati penduduk pribumi (Baretta, 1917: 43).
“rumah besar dan rumah tinggi/ panggung”, Selain tipe rumah tersebut, masyarakat
memiliki jarak ketinggian diperkirakan sekitar Maluku (utara) juga memiliki atau mengenal
4-6 depa di atas permukaan tanah, sehingga rumah beton/ parmanen yang dikenalkan
seluruh aktivitas di dalam rumah dilakukan oleh orang Portugis, Spanyol, Belanda, dan
di ruang tersebut termasuk penyimpanan Inggris. Namun tipe rumah beton sangatlah
cadangan bahan pangan (Widjayengrono, 2009: terbatas, selain itu biasanya penghuni rumah
94).20 Mengalami perubahan setelah mereka tersebut adalah para bangsawan lokal (sultan
konversi ke agama Kristen.21 serta keluarganya, sangaji, jogugu, kapiten,
Pada umumnya masyarakat Tobelo, kimelaha, tetua adat, dan para petinggi
membangun rumah dengan mengikuti arah Belanda serta penginjil) (Clercq, 1890: 6).22

18 Karya zending menyebar di pemukiman penduduk yang 3. Jalan


masih memiliki kepercayaan kepada leluhur/ agama lokal
telah membawa perubahan yang sangat berarti.
Kehadiran agama Kristen juga
19 Penyakit yang sering dialami masyarakat misalnya
influenza, batuk, cacar dan malaria juga sering mengalami mengakibatkan terjadinya perubahan terhadap
jatuhnya koraban jiwa. orientasi sarana transportasi. Beberapa laporan
20 Rumah-rumah yang dibangun, baik pada rumah tipe
pekabaran Injil maupun Pemerintah Hindia
kancing, bahan utama yang digunakan adalah gaba-gaba,
kayu, bambu besar untuk tiang, kerangka dan dinding Belanda yang pernah bertugas di wilayah
(menggunakan anyaman bambu), katu daun rumbia, Tobelo, hanya mencatat satu-dua unsur itupun
sebagai bahan untuk penutup atap, serta rotan atau tali
yang dibuat dari serabut pohon seho/aren sebagai pengikat
atas hasil amatan sepintas. Namun berbagai
atau simpul dan jenis kayu dipakai sesuai dengan tipe
rumah. 22 Rumah-rumah yang terbuat dari beton (terbuat dari kalero,
21 Hal yang sama juga berlaku pada masyarakat yang adalah karang laut yang dibakar kemudian diolah menjadi
bermukim di pesisir-pantai di desa Soa-sio (Galela) yang perekat untuk membangun benteng dan rumah). Rumah
berkultur Islam yang mengabdi terhadap Sultan Ternate. beton sering mengalami kerusakan bila terjadi gempa bumi.
Irfan Ahmad
Agama Sebagai Perubahan Sosial: Kristenisasi di Tobelo 1866 - 1942 91

keterangan yang ada dan tersebar dalam tumbang, dibersihkan untuk pembuatan
sejumlah tulisan, sangat membantu untuk jalan dari kampung satu ke kampung yang
melihat kembali dan mendapat gambaran lain, juga disepanjang jalan ditanami pohon
tentang aspek-aspek material kebudayaan pisang yang terkesan membuat jalan begitu
serta perubahan yang telah terjadi pada alami. Selain itu dibuat dua unit jembatan
masyarakat Tobelo pada abad ke-19 sampai memakai kayu dan besi guna menghubungkan
abad ke-20. akses penduduk, maupun penguna pedati
Jika sebelumnya masyarakat Tobelo yang sering di gunakan oleh Pemerintah
sangat tergantung dengan sarana transportasi Belanda untuk melakukan patroli dan para
laut, maka pada 1881 masyarakat Tobelo dan penginjil yang bepergian (Kruishee, 1930: 578).
wilayah Halmahera lainnya telah menikmati Kepercayaan masyarakat Tobelo, Kao dan
penggunaan transportasi darat. Pada 1881 Galela pada penginjil meningkat pesat, karena
berbagai daerah di Halmahera yang dikunjungi dinilai telah memperhatikan, mengajarkan
oleh Residen T.G.V. Boreal (Residen Ternate ke- dan menyelesaikan berbagai persoalan yang
22) (Clercq, 1890: 135), dengan rombongannya dialami oleh penduduk Halmahera bagian
menyeberangi daratan Halmahera melalui utara (Kruishee, 1930: 578).
Gilolo, Loloda, Sahu, Kao, Galela, dan Tobelo Di Ternate pada 1917 pembuatan jalan
(KV, 1882: 20). Dibeberapa tempat dengan juga dilakukan oleh Pemerintah Belanda
struktur topografi berbukit jalan utama dengan tujuan untuk mempermudah akses
memanjang sejajar dengan garis pantai dan pejalan kaki dan para penguna kereta kuda.
mengikuti alur topografi (Soelarto, 1980: 16).23 Jalan dibuat dari ibukota (Soa-sio) hingga ke
Jalan merupakan menghubung pemukiman kampung Takome (Ternate Utara) sampai ke
satu dengan pemukiman lain. Seiring dengan kampung Kastella (Ternate Selatan) dengan
pembukaan pemukiman baru sudah tentu beberapa jembatan. Di Tidore jalan juga di buat
pembuatan jalan serta pemukiman tertata dari kampung Roem menuju ibukota Soa-sio
dengan baik dan dalam setiap kampung jalan (James, 1920: 3). Di Halmahera dalam rencana
sejajar dengan rumah penduduk yang dibuat pembuatan dan penataan jalan. Dibuat sebuah
dalam bentuk blog. Tipe pemukiman seperti ini jalan induk yang membentang dari wilayah
terutama pada kampung Kristen di Halmahera Jailolo ke arah utara melalui lembah Ake
(Ulaen, 2003: 126). Lamo, Sahu, Kao menuju Tobelo dan Galela.
Jika sebelumnya sarana transportasi Dari jalan induk ini telah disiapkan juga jalan
darat hanya dikenal di wilayah Dodinga ke menuju wilayah Barat yaitu Sosupu, dan Ibu,
Bobane Igo demi kepentingan militer dan menuju ke wilayah Utara yaitu Kao, Tobelo,
mobilisasi geografis dari pantai barat ke pantai dan Galela (James, 1920: 3-4).
timur Halmahera, menjelang abad ke-20 Orang-orang yang berada di pedalaman
berbagai jalan mulai dibuat. Beberapa jalan Tobelo yang telah konversi ke agama Kristen
setapak kian permanen karena frekuensi dan mengalami kemajuan dalam hal ekonomi. Hal
intensitasnya sebagai jalur transportasi bagi ini terkait dengan adanya jalan sebagai sarana
masyarakat yang bermukim di ladang atau penghubung (Hovenkamp, 1930: 22). Menjelang
komunitas kecil pemukiman yang terletak di abad ke-20 agama Kristen juga mengalami
tepi pantai (Baretta, 1917: 18). kemajuan di beberapa wilayah seperti Obi,
Di Tobelo pada 1908 terdapat jalan Bacan, dan New Giinea Utara (KV, 1916: 40).
yang sudah cukup baik, berbagai pohon di Semenjak tahun 1866-1939 agama Kristen
menyebar hampir sebagian besar semenanjung
23 Seperti Pulau Halmahera adalah pulau Induk dari pulau-
pulau lainnya di Maluku Utara.
92 Lembaran Sejarah, Vol. 11, No. 1, April 2014

Halmahera. 24 Beberapa distrik di Loloda, terjadi setelah masyarakat Tobelo melakukan


Jailolo dan Taliabu (Kepulauan Sula), juga konversi ke agama Kristen. Perubahan tersebut
telah melakukan konversi ke agama Kristen diantaranya yaitu perubahan dalam pengunaan
(Stibbe, 1939: 415). nama, pakaian dan rambut.
Pertama-tama pembahasan akan
Nilai Sosial Budaya difokuskan kepada perubahan penggunaan
nama oleh masyarakat Tobelo yang telah
Konversi ke agama Kristen membawa konversi ke agama Kristen. Sebagaimana
berbagai pengaruh dalam kehidupan sehari- diketahui penggunaan nama merupakan dasar
hari masyarakat Tobelo. Dalam banyak hal, dari identifikasi individu secara personal.
berbagai perubahan mempengaruhi prilaku Awalnya penggunaan nama pada suku Tobelo
masyarakat dari suatu konsepsi tradisionalitas dipengaruhi oleh berbagai nilai-nilai budaya
pada nilai-nilai kemasyarakatan dan budaya yang diyakini oleh masyarakat pendukung
sebagaimana yang diyakini oleh masyarakat kebudayaan tersebut (lihat Fortgens, 1911: 93-
Kristiani. Tidak dapat dipungkiri nilai-nilai 107).25 Penggunaan nama memiliki pengaruh
Kristiani misalnya perayaan perkawaninan, mendalam terhadap relasi sosial, hal ini
dan upacara kematian yang telah disesuaikan merupakan landasan bagi hubungan sosial
yang diperkenalkan oleh zending merupakan individu dari tingkat terendah yaitu keluarga
representsi proses historis, dan kultural. dan merupakan cerminan dari gambaran
Zending membawa pengaruh dari nilai sosial dan emosional hubungan orang tua dan anak.26
budaya Eropa. Tanpa disadari hal ini menjadi
Sumber-sumber dari Pemerintah
pemisah dalam hal orientasi nilai dan budaya
Belanda maupun zending tentang adanya
antara budaya Eropa dan Tobelo. Dominasi
perubahan nama ini sendiri sesungguhnya
kekuasaan yang dimiliki oleh masyarakat
cukup berlimpah meskipun tidak menunjukkan
Eropa memberi dampak atas rasa superioritas
secara eksplisit dan tidak adanya sumber yang
terhadap masyarakat jajahan dan situasi ini
merujuk terhadap analisa kebudayaan tersebut.
membawa serta pada berbagai penyeragaman
Sumber-sumber ini hanya menitikberatkan
sudut pandang untuk penyesuaian suatu nilai
tentang adanya penggunaan nama guna
kultur yang sama. Uraian berikut ini akan
kepentingan pajak, administrasi pemerintah,
menggambarkan berbagai perubahan sosial
ataupun berbagai laporan lainnya. Akan tetapi
budaya pada masyarakat Tobelo sebagai akibat
berbagai laporan zending dalam identifikasi
dari Kristenisasi.
suatu nama terbatas dan segregasi antara
masyarakat umum dengan kelompok sosial
1. Nama yang telah konversi ke dalam agama Kristen.

Salah satu hal penting yang akan dibahas Penyebaran agama Kristen mapun
berkenaan dengan kebudayaan material Islam di Maluku (Utara) tidak sekedar
yang terjadi di dalam kehidupan sehari-hari. memperkenalkan ajaran-ajaran agama. Akan
Meskipun dinilai kurang begitu penting oleh tetapi sekaligus memperkenalkan tradisi
sebagian orang, akan tetapi hal ini justru agama tersebut. Diantara sekian banyak
realitas sesungguhnya yang mempengaruhi
perubahan sikap dan perilaku masyarakat. 25 Orang Tobelo sebelum melakukan konversi ke agama
Kristen, penggunaan nama disesuai dengan aktifitas
Sehingga dalam hal ini penulis akan mereka.
menguraikan perubahan sosial budaya yang 26 Pemberian nama kepada anak dipandang penting bagi
pihak zending. Selain memudahkan dalam hal administrasi
24 Agama Kristen yang disebarluaskan di Pulau Halmahera sekolah dan gereja, penggunaan nama juga harus berkultur
umumnya dilakukan oleh Yayasan Zending Utrecht. Kristen yang berdasarkan pada Alkitab.
Irfan Ahmad
Agama Sebagai Perubahan Sosial: Kristenisasi di Tobelo 1866 - 1942 93

tradisi agama, nama-diri merupakan salah satu dalam sehari-hari disebut “fam/ marga”, yang
penanda yang secara tegas menggambarkan berasal dari nama salah seorang nenek-moyang
perbedaan antara penganut Kristen, Islam dalam setiap keluarga (Ulaen, 2003: 107)
dan penduduk pribumi yang menganut agama tidak diperbolehkan lagi setelah orang Tobelo
lokal. Pengunaan nama non-etnis atau Kristen melakukan konversi ke agama Kristen. Buku
dan Islam diperkenalkan bersama dengan registrasi gereja mencatat setiap nama orang
masuknya agama tersebut (Ulaen, 2003: 106). yang dibabtis dengan menggunakan nama
Tradisi agama Katolik memperkenalkan baru pemberian para pengijil yang mengacu
penggunaan nama seperti Fransciscus Xaverius, pada Alkitab. Nama-nama ini menggantikan
Antonio de Sa (Hubert & Jacobs, 1971: 299), penggunaan nama etnik dan anjuran pada
Dom Manuel (Ricklefs, 2005: 66), Dona Isabel orang tua bahwa memberi nama untuk anak
(Herary, 2010: 38, 90, 114, 166), begitu juga yang mereka yang masih terkait dengan peristiwa
terjadi pada tradisi Islam memperkenalkan penting seperti bencana alam, paceklik,
nama seperti Muhammad, Maulana, Ibrahim, peperangan dan aktifitas lainnya sebagaimana
dan Ismail (Harun, 1995: 54).27 Pemberian yang terdapat pada orang Tobelo segera
nama seperti ini berlanjut pada tradisi Kristen ditinggalkan (Fortgens, 1911: 93).28
Protestan yang memperkenalkan nama-nama
seperti Yakobus, Markus, Johan, Mateus, dan 2. Pakaian dan Rambut
Maria. Tradisi Kristen Protestan dalam hal
ini zending dari Belanda memperkenalkan Selain penggunaan nama sesuai tradisi
penggunaan nama yang biasa digunakan agama Kristen, berpakaian (busana) atau
di negara tersebut, namun sebagian besar berpenampilan juga merupakan salah satu
bersumber pada tokoh-tokoh dalam Alkitab tanda atau simbol keberagaman. Sejak orang
(Ulaen, 2003: 107). Pengunaan nama sangat Alfur (Tobelo pedalaman) konversi ke agama
berpengaruh terhadap proses identifikasi sosial Kristen memiliki pengaruh mendalam terhadap
bagi mereka yang telah melakukan konversi perubahan etika dan orientasi moralitas dalam
ke agama Kristen. Sejak masyarakat Tobelo cara berpakaian. Besarnya perhatian yang
memeluk agama Kristen. Muncul kebijakan diberikan terhadap nilai moral, pengenalan
administrasi Pemerintah Belanda dan zending pakaian untuk menutupi bagian payudara
berkenaan dengan peraturan diperkenalkan wanita, dan alat vital, untuk mencegah
bahwa anak-anak yang bersekolah sebaiknya adanya bagian genital terlihat di depan public
terdaftar dengan mengunakan nama panggilan seperti yang terjadi pada masyarakat Tobelo
familienaam (Belanda), fam (Indonesia) serta pedalaman yang menganut agama lokal.
konsep kosmologi/ konsep tradisional orang Masuknya agama Kristen di Nusantara
Tobelo sebaiknya dihapuskan menuju pada hampir selalu di tandai dengan perubahan
Kristianitas Protestan (Needham, 1984: 168). dalam gaya berpakaian dan hiasan tubuh
H al t ers ebut untuk memudah ka n berupa kalung. Wilayah Maluku merupakan
registrasi pemerintahan maupun gereja tempat “pasar” yang penting pada awal abad
dan para pekabaran Injil memperkenalkan ekspansi ekspor pakaian (Reid, 2011: 107-
penggunaan nama keluarga atau famili,
28 Biasanya nama anak diberikan sesuai dengan aktifitas
27 Sebagian dari hasil Islamisasi yang dilakukan adalah mereka ketika melakukan aktifitas. Misalnya, Tauja yaitu
dengan masuknya “Kolano” Ternate menjadi penganut dimana sang ayah mencari taripang (Holoturia edolus)
agama Islam. “Kolano” (gelar para raja Maluku sebelum ketika anaknya lahir; Tagi Jala adalah sang ayah yang
Islam) yang bernama “Gapi Baguna”, setelah konversi ke sedang bepergian menarik jala, ketika sang bayi lahir, maka
agama Islam, Sultan dan keluarganya menggunakan atau anak tersebut diberikan nama sesuai dengan aktifitas hari
merubah nama sesuai dengan ajaran Islam. itu.
94 Lembaran Sejarah, Vol. 11, No. 1, April 2014

108).29 Hal ini memperlihatkan kita bahwa Kristen selain karena iman juga karena status
sejarah pakaian di Nusantara mengungkapkan sosialnya berubah menjadi sama dengan orang
adanya pengaruh Eropa (Lombard, 2008: Belanda (Leirissa, 1997: 29).
156). Di Maluku 30 abad ke-17 khususnya Orang Tobelo pedalaman (Alfur) yang
orang Tobelo telah menggunakan pakaian konversi ke agama Kristen tidak hanya
yang terbuat dari kulit kayu mirip tapa orang berpakaian lebih baik, mereka diharuskan
Polynesia. Dibuat dengan merendam kulit memotong rambut agar kelihatan rapi dan lebih
kayu tertentu dan kemudian menumbuknya bersih dibandingkan dengan kerabat mereka
menjadi rata dan lembut (Reid, 2011: 103). yang menyembah berhala. Umumnya pakaian
Hal serupa juga terjadi pada orang Tobelo orang Kristen lebih baik dari penduduk dengan
yang menggunakan fuya atau cidako dalam kepercayaan yang berbeda (Baretta, 1917: 66).
keseharian mereka. Pakaian ini ditinggalkan Budaya dan agama non-Barat dilihat sebagai
setelah mereka konversi ke agama Kristen, dan sesuatu yang kafir, yang perlu di-Kristen-kan.
diperkenalkan pakaian yang terbuat dari kain Bukan saja agama lokal melainkan agama Islam
yang sebelumnya mereka tidak menggunakan juga menjadi sasaran pengkristenan hingga
(Stibbe, 1939: 416). Semenjak itu masyarakat meniadakan budaya setempat. Pada masa
Tobelo yang telah berdiam di pesisir bahwa zending, seseorang menjadi Kristen di haruskan
mereka tidak diperbolehkan menggunakan memakai kaos, kameja, celana dan rok panjang
pakaian dengan bahan fuya yang terbuat dari seperti pakaian orang Belanda yang digunakan
kulit kayu.31 jika beribadah (Rambe, 2004: 73).
Upacara adat menggunakan “busana” Pakaian mereka harus disesuaikan,
kuning dari anyaman daun buro-buro yang memakai celana panjang, kemeja lengan panjang
disebut kokoa juga tidak diperbolehkan layaknya orang-orang Eropa. Masyarakat
(Baretta, 1917: 50). Larangan juga terjadi sekitar telah menyaksikan sendiri bagaimana
pada penggunaan kain untuk membalut perubahan yang terjadi pada saudara-saudara
jenazah. Apabila ditemukan masyarakat mereka yang telah menganut agama Kristen,
yang melanggar aturan tersebut, maka para berpakaian rapi dan meninggalkan tradisi
pembuat ritual kematian mendapatkan denda yang dianggap tidak penting oleh pihak gereja
dan hukuman yang telah di tentukan oleh pihak (Damayanto: 73. 91). Pengawasan para zending
zending dan tetua adat (Adatrechtbundels, terhadap masyarakat Kristen di wilayah
1922: 8). Kehadiran agama Kristen pada Hindia Belanda diperketat, sehingga dalam
masa kolonial seiring dengan pengenalan kebiasaan sehari-hari mengikuti cara hidup
budaya Eropa. Abad ke-19 dan abad ke-20 orang Belanda. Hal ini dianggap penting
sering disebut pula sebagai abad zending, sehingga diharuskan memakai pakaian
dimana terdapat suatu keharusan untuk hitam yang telah ditentukan pihak gereja bila
meningkatkan penduduk pribumi ke taraf beribadah (Krugger, 1966: 38-46).
yang lebih baik diikutsertakan dengan proses
Pakaian menunjukkan bahwa agama
pekabaran Injil (Ilham, tt.: 2). Bergaya Eropa
dan modernitas adalah bagian terpenting bagi
selalu dikaitkan dengan Kristiani, menjadi
mereka. Bukan hanya dalam kesempatan-
29 Karena pakaian-pakaian eksotis merupakan barang mewah,
kesempatan tertentu, melainkan sebagai gaya
tingkat impornya merupakan indikator yang baik mengenai hidup. Pakaian Eropa ditabukan bagi banyak
tingkat kemakmuran.
kalangan dan dekat dengan Belanda, hanya
30 Dan wilayah-wilayah Sumatra Selatan, Borneo dan
Sulawesi. anggota-anggota ningrat setempat dan Kristen
31 Fuya adalah pakaian tradisional yang terbuat dari kulit pribumi yang diperbolehkan meniru aspek-
pohon dengan cara di kupas dan dijadikan pakaian oleh aspek gaya hidup Eropa termasuk berpakaian
masyarakat Halmahera pada umumnya.
Irfan Ahmad
Agama Sebagai Perubahan Sosial: Kristenisasi di Tobelo 1866 - 1942 95

(Nordholt (ed.), 2005: 59, 66). Pakaian Sebelum masuknya agama Islam dan
memperlihatkan suatu terobosan dengan Kristen di Maluku (Utara) perbedaan antara
memperlihatkan perbedaan status-sosial pada gaya rambut pria dan wanita begitu kecil. Di
masyarakat Maluku Utara pada dekade abad bagian Asia Tenggara Kepulauan, dimana
ke-19 dan abad ke-20. Salah satu jenis pakaian rambut orang dewasa tetap panjang hingga
yang menjadi alternatif baru bagi wanita di zaman modern, bagi anak-anak dipandang
Kristen Tobelo yaitu menggunakan cabaija/ penting untuk memotong pendek rambut
kebaya. Pakain ini menjadi pakaian sehari-hari mereka dengan melakukan upacara ritus
para perempuan (seperti ratu dan para putri (Reid, 2011: 92). Orang Tobelo ketika mereka
Ternate), serta Kristen Mestizos di ibukota menerima babtisan (Kristen), diawali dengan
Ternate. Hal tersebut juga diperkenalkan mencukur rambut terlebih dahulu hal ini
pada masyarakat Tobelo yang telah menganut terkait dengan anggapan bahwa rambut
agama Kristen (Valentijn, 1724: 19). panjang merupakan adanya kekuatan magis
Jenis pakaian laki-laki untuk masyarakat yang terkandung di dalam diri seseorang
Tobelo yang telah konversi ke agama Kristen, (Hueting, 1921: 246).33
umumnya mereka menggunakan sarung untuk Terlepas dari gaya rambut panjang pada
menutupi bagian bawah, dan pakaian (kemeja pria di Eropa, agama Kristen juga berangsur-
dan kaos Eropa) untuk menutupi bagian atas, angsur memaksakan model rambut pendek
serta kopiah. Jenis pakaian ini rupanya telah pada penduduk pribumi yang telah konversi
menjadi semacam trend atau kecendurangan ke agama Kristen. Agama Islam dan Kristen
umum bagi masyarakat Kristen tidak hanya di merupakan faktor utama melarang gaya
Tobelo tetapi juga di wilayah Hindia Belanda rambut panjang yang sangat “ditentang”
lainnya seprti Flores, Sumba, dan Sulawesi oleh agama meskipun semua perubahan
(Widjayengrono, 2009: 258, 268, 268-270). biasanya dilakukan atas nama agama-agama
Selain penggunaan nama sesuai tradisi universal (Reid, 2011: 94). Namun hal itu bisa
agama Kristen, berpakaian dan cukur rambut saja dipandang sebagai bagian dari proses
juga merupakan salah satu tanda atau simbol sekularisasi yang biasanya dikaitkan dengan
keberagaman (Soelarto, 1980: 118).32 Mencukur pesatnya urbanisasi.
rambut sebagai tanda bahwa mereka telah Masyarakat yang telah menganut agama
menerima agama baru. Tidak jelas apakah Kristen dengan meniru kebiasaan hidup
tradisi mencukur rambut ini sebagai tanda orang Eropa berpakaian (kameja, sarung
menerima agama baru atau hal ini merupakan dengan celana) dan menggunakan nama
syarat yang diberikan oleh penginjil atau sesuai dengan anjuran gereja, dan memotong
keinginan masyarakat setempat. Yang jelas rambut. Masyarakat Tobelo dihimbau untuk
mencukur rambut sebagai tanda peralihan meninggalkan kebiasaan memuja (ritual) pada
dari kepercayaan lama ke agama Kristen yang leluhur dan menyelenggarakan selamatan yang
berlaku di Maluku (Utara) (Ulaen, 2009: 107- sangat bertentangan dengan gereja karena
108). dipandang sebagai budaya orang kafir (van den
End, 2001: 197-210).

32 Adat potong rambut merupakan salah satu tradisi


masyarakat Maluku (Utara) pada umumnya. Dahulu
adat ini dilaksanakan dengan pembacaan mantra-mantar
kepercayaan lama oleh apara pemangku adat, tetapi sejak
Islam masuk, pembacaan mantra-mantra diganti dengan 33 Orang Tobelo memiliki rambut yang panjang dan kriting/
menggunakan pembacaan ayat-ayat suci yang terkandung ikal. Mereka yang berambut ikal adalah orang Tobelo-asli
dalam Al-Qur’an. dengan kulit berwarna gelap.
96 Lembaran Sejarah, Vol. 11, No. 1, April 2014

Kesimpulan berpakaian dan keamanan. Masyarakat Tobelo


yang awalnya bermata pencaharian berburu,
Berbagai penelitian yang pernah dilakukan
perlahan-lahan beralih pekerjaan karena
berkaitan dengan wacana agama Kristen sejauh
telah mengenal beragam jenis pekerjaan yang
ini hanya berdasarkan wacana teologi atau
terdapat di Karesidenan Ternate. Tampaknya
lebih dari itu terfokus tema etika dan moralitas
agama Kristen Protestan yang dibawakan
agama yang terkandung dalam alkitab. Fakta
oleh penginjil yang tergabung dalam UZV
menunjukan bahwa suksesnya Kristenisasi
juga mendapat dukungan dan campurtangan
di Tobelo, pihak penginjil tidak memfokuskan
dari Pemerintah Belanda, terlihat sejak
diri mereka dalam bidang teologi semata.
masa pemerintahan Residen Ternate P. Van
Melainkan proses Kristenisasi diperluas dan
der Crab. Walaupun pada awalnya para
menarik simpatik masyarakat Tobelo melalui
pinginjil ini melakukan proses Kristenisasi dan
pemberian pelayanan pendidikan, kesehatan
jadikan pendidikan, pelayanan kesehatan serta
serta pembuatan fasilitas publik yang membawa
membebaskan pungutan pajak (yang dilakukan
masyarakat Tobelo pada taraf kehidupan yang
oleh utusan Kesultanan Ternate), sebagai
lebih baik dari sebelumnya. Hal ini tampak
wadah untuk menarik simpatik masyarakat
pada metode kerja yang diterapkan oleh pihak
Tobelo untuk memeluk (konversi) ke agama
penginjil, setelah mempelajari kondisi sosial
Kristen tanpa berharap mendapat bantuan
di Tobelo yang masih sangat terbelakang dan
dari Pemerintah Belanda. Akan tetapi sejalan
tingkat kehidupan yang rendah.
dengan diberlalukannya Pilitik Etis atau
Metode tersebut menunjukan bahwa Politik Balas Budi pada 1901 di wilayah Hindia
kedatangan para pengiljil tidak hanya bermotif Belanda. Maka Pemerintah Belanda dalam
teologi dalam penyebaran Injil. Jika dilihat hal ini Karesidenan Ternate juga memberikan
dari metode kerja zending dalam pelayanan pendanaan dalam bentuk sumbangan/ subsidi
pendidikan, kesehatan dan pembuatan fasilitas pada pihak UZV untuk program-program kerja
publik, untuk menanamkan pengaruh pada berupa pelayanan dalam bidang pendidikan,
masyarakat. Mula-mula penduduk yang kesehatan dan pembuatan infrastruktur umum
telah konversi ke agama Kristen membuat unutuk masyarakat Halmahera bagian utara
perkampungan baru (Kampung Kristen) dan (Tobelo) karena sejalan dengan Pilitik Etis.
mengangkat pemimpin dari kalangan agama
Para penginjil juga turut memperkenalkan
Kristen (awalnya utusan dari Kesultatan
gaya hidup orang Belanda setelah orang Tobelo
Ternate yang berkultur Islam), dengan maksud
konversi ke agama Kristen. Kemajuan terlihat
dapat hidup berdampingan bersama para
setelah diperkenalkan pendidikan, pelayanan
penginjil, mudah dikontrol serta membuat
medis, pengenalan cara berpakaian, sikap/
“benteng” yang kokoh. Masyarakat Tobelo
tingkah laku, penataan kampung, jalan serta
yang konversi ke agama Kristen juga diberikan
kebersihan dalam kehidupan sehari-hari.
kebebasan atau bebas pajak yang diberlakukan
Inisiatif para penginjil UZV untuk mendirikan
oleh pihak Kesultanan Ternate atas negosiasi
sekolah-sekolah Kristen merupakan awal dari
para penginjil dengan Pemerintah Belanda/
pembaharuan modernisasi di wilayah Tobelo.
Residen Ternate.
Perubahan-perubahan dalam berbagai bidang
Setelah perkampungan-perkampungan kehidupan yang diperkenalkan oleh pihak
Kristen dibuat, berbagai perubahan terjadi penginjil UZV dari Belanda yang mengarah
dalam aspek kehidupan masyarakat Tobelo, pada kemajuan. Dinamika keagamaan yang
seperti peralatan dan perlengkapan hidup, terjadi pada 1866-1942, memperlihatkan
mata pencaharian, sistem kemasyarakatan, perubahan yang signifikan. Kristen menjadi
bahasa, sistem pengetahuan, kebersihan, cara
Irfan Ahmad
Agama Sebagai Perubahan Sosial: Kristenisasi di Tobelo 1866 - 1942 97

agama penduduk, dan terjadi perubahan- Verhoef, M. Inventaris, van de Archieven van
perubahan yang sangat berarti diadopsi dalam de Rechtsvoorgangers van de Raad Voor de
kehiduapan masyarakat Tobelo. Berbeda Zending 1797-1950. Het Utrechts Archief,
dengan masyarakat Tobelo yang masih 2010.
hidup di Pedalaman Halmahera yang masih
mempertahankan budaya leluhur/ penganut Buku dan Jurnal
agama lokal.
Abdurrahman Wahid (1999). “Penafsiran Kembali
Ajaran Agama: Dua Kasus dari Jombang”,
Daftar Pustaka dalam Muh. Shaleh Isre ed., Prisma Pekikiran
Arsip Gus Dur. Yogyakarta: LkiS,
A. B. Lapian (2009). Orang Laut-Bajak Laut-Raja
Koleksi Arsip Nasional Republik Indonesia Laut: Sejarah Kawasan Laut Sulawesi Bad
(ANRI) XIX. Jakarta: Komunitas Ombak,
MvO Residen Ternate A. Hovenkamp. No. 27, Alex J. Ulaen (2003). Nusa Utara; dari Lintasan
1930. Niaga ke Daerah Perbatasan. Jakarta:
MvO Residen Ternate K. A. James. No. 209/19, Pustaka Sinar Harapan.
1920. Aguswati Hilldebrandt Rambe. “Dari Misi
Penaklukan (Misi Imperial) ke Arah Misi
Laporan pemerintah yang diterbitkan Pembebasan dan Pendamaian Suatu upaya
untuk Memahami Ulang Misi Kristen dalam
Adatrechtbundels, Jilid XXI “Gegevens Betreffende Hubungan Dialogis dengan Agama-Agama”.
Het Sultanaat Batjan”. S’Gravenhage: NTIM-Jurnal STT Intim Makassar. Edisi No.
Martinus Nijhoff, 1922. 6 Semester Genap 2004.
Baretta, J. M. Halmahera en Morotai. Batavia: B. Soelarto (1980). Sekelumit Monografi Daerah
Javasche Boekhandel & Drukkerij, 1917. Ternate. Jakarta: DEPDIKBUD.
Koleksi PERPUSNAS. Katalog Antropologi:
No. S 229.
Dijk, Kees van (2005). “Sarung, Jubah, dan Celana.
Clercq, F. S. A, De. Bijdragen tot de kennis der Penampilan sebagai Sarana Pembedaan dan
Residentie Ternate. Leiden: E. J. Brill, 1890. Diskriminasi”, dalam Henk Schulte Nordholt
Fortgens, J. Bijdrage Tot de Kennis van (ed.), Outward Appearances. Trens, Identitas,
Naamgeving Onder de Tobelo van Halmahera. Kepentingan. Yogyakarta: LKiS.
BKI, Volome, 1911. van den End, Thomas (2001). Ragi Carita 1.
Stibbe, D.G. Enciclopedie van Nederlandsch Indie, Jakarta : PT. Gunung Mulia,
Gravenhage Martinus Nijhoff, 1939. Fraassen, Ch. F. van (1979). “Types of Socio-Politik
Kruishee, A. Indische Gids, Jilid 52. Tahun 1930. Structure in North-Halmahera History”.
Kolonial Verslaag (KV) 1868, 1875,1876, 1882, Majalah Ilmu-Ilmu Sastra Indonesia, Jilid
1883, 1916. VIII No. 2.
MvO Residen J. H. Tobias, 1857 dan C. Bosscher, (1987). “Ternate, de Molukken en de
1859. Penerbitan Sumber-Sumber Sejarah No. Indonesische Archipel, van Soa Organisatie
11. ANRI-Jakarta, 1980. en Vierdeling: Een Studie van Traditionele
Valentijn, Francois. Uitvoerige beschryving der Samenleving en Cultuur en Indonesia, deel
vyf Moluccos. Dordrecht: Joannes van Braam I”. Disertasi Universiteit Leiden.
Boekverkoopen,1724. Hubert, Th. & Th. M. S. J. Jacobs (1971). A
Treatise on the Moluccas (c.1544), Probably the
98 Lembaran Sejarah, Vol. 11, No. 1, April 2014

preliminary version of the Antonio Galvao’s lost (1996). Halmahera Timur dan Raja Jailolo;
Historia Das Molucas. Edited, annotated, and Pergolokan Sekitar Laut Seram Awal Abad
translated into English from the Portuguese ke-19. Jakarta Balai Pustaka.
manuscript in the Archivo General de Indias, (1997). Minahasa di Awal Perang
Seville by Hubert Th. Th. M. Jacobs, S. J. Kemerdekaan Indonesia. Peristiwa Merah
Rome & St. Louis: Jesuit Historical Institute Putih dan Sebab-Musababnya. Jakarta:
& St. Louis University Pustaka Sinar Harapan.
Hibua Lamo (2009). Memahami Eksitensi Serta Rodney Needham (1984). “The transformation
Mendalami Filosofi Kaum Hibua Lamo di of prescriptive systems in eastern Indonesia”
Jazirah Halmahera Utara. Dinas Pariwisata dalam P. E. de Josselin de Jong (ed.) Unity
dan Kebudayaan, Kabupaten Halmahera. In Diversity. Dordrecht: Forris Publication.
Hueting, A. de Tobeloreezen in hun Denken en Raymond Firth (1975). Malay Fishermen Their Peasent
doen. BKI; Volume 77, 1921. Economy. New York: W. W. Norton & Company.
Ilham, “Agama, Perubahan Sosial dan Ricklefs, M. C. (2005). Sejarah Indonesia Moderen
Penggunaan Ruang di Manado, Dari Kolonial 1200-2004. Jakarta: PT. Ikrar Mandiri Abadi.
ke Pascakolonial”. Makalah, Tanpa Tahun.
Reid, Anthony (2011). Asia Tenggara Dalam
Kruger, Muller (1966). Sejarah Gereja di Kurun Niaga 1450-1680, Jilid Il Tanah di
Indonesia. Djakarta: Badan Penerbitan Bawah Angin. Jakarta: Yayasan Pustaka
Kristen. Obor Indonesia.
Lombard, Denys (2008). Nusa Jawa: Silang Sri Handayani (2009). “Penerapan Metode
Budaya, Jilid I: Batas-Batas Pembaratan. Penelitian Participatory Research Apraisal
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Dalam Penelitian Permukiman Vernakular
M. Yahya Harun (1995). Kerajaan Islam di “Permukiman Kampung Kota”. Makala
Nusantara; Abad XVI-XVII. Jakarta: Kurnia Seminar Nasional Penelitian Arsitektur-
Kalam Sejahtera. Metode dan Penerapannya Seri 2, UNDIP.
M. Eldhya Damayanto. “Ketidakberdayaan Samuel Hartono & Handinoto, “Arsitektur
Kekristenan Bercorak Lokal Menghadapi Transisi di Nusantara dari akhir abad ke-
Kekristenan Bercorak Barat; “Studi Tentang 19 ke awal abad ke-20”. Makala Seminar;
C.L. Coolen dan Komunitas Kristen Ngoro Jurusan Arsitektur, Universitas Kristen
Jawa Timur”. Skripsi: Sekolah Tinggi Teologi Petra, tanpa tahun.
Apostolos-Jakarta. Suharso dan Ana Retnoningsih (2008). Kamus Besar
Pheres Sunu Widjayengrono (2009). “Pertanian Bahasa Indonesia. Semarang; Widya Karya.
Rakyat dan Perkebunan Eropa Karesidenan Toeti Heraty (2010). Sixtreenth Century Queen of
Ternate”. Tesis: Universitas Gadjah Mada. Ternate. diterjemahkan oleh: J. H. McGlynn,
Platenkamp, J. D. M. (1980). “The Structural of “Rainha Boki Raja: Ratu Ternate Abad
Shamanisme Some Reflections on a Mode” Keenambelas”. Penerbit: Komunitas Bambu
dalam E.K.M. Masinambow (ed.), “Halmahera Umar Hi Rajab (2009). “Dari Global ke Domestik:
dan Raja Ampat Konsep dan Strategi Perikanan dan Ekonomi Perikanan di
Penelitian”, Jakarta: LEKNAS-LIPI. Karesidenan Ternate 1860-an-1920-an”.
R.Z. Leirissa (1990). “Masyarakat Halmahera Tesis: Universitas Gadjah Mada,
dan Raja Jailolo: Studi Tentang Sejarah Visser, Leontine E. (1989). My Rice is My Child,
Masyarakat Maluku Utara”.Disertasi: Social and Territorial Aspects of Swidden
Universitas Indonesia, Cultivation in Sahu, Eastern Indonesia,
Translated by Rita de Coursey. Dordrecht:
Forris Publications.

Anda mungkin juga menyukai