Anda di halaman 1dari 9

IDENTIFIKASI PERSEPSI POLA PERLAKUAN SAMPAH OLEH

MASYARAKAT DALAM MENINGKATKAN EFEKTIFITAS


PENGELOLAAN SAMPAH KOTA YOGYAKARTA

Farida Afriani Astuti(1), Dina Asrifah(2), Ika Wahyuning Widiarti(3), Ayu Utami(4), Dian Hudawan
Santoso(5)

Jurusan Teknik Lingkungan, Fakultas Teknologi Lingkungan, UPN “Veteran” Yogyakarta


Email: hudageo@gmail.com5

Abstrak
Increasing volume of waste in Yogyakarta City which is not accompanied by appropriate reduction and treatment has
an impact on the environment. This is not only happening in the source of waste but also in the waste Final Processing
Place. This research was conducted in the effort of limitation of waste generation and waste management in particular
in Yogyakarta City area. One of the strategies used is to identify the perception of the pattern of waste treatment by the
community. The use of a combination method with data collection techniques such as surveys / observations, interviews
and questionnaires. From the research is known 82,9% of respondents know that should be done sorting at the time of
disposing garbage. The results showed that 99.2% of respondents know the concept of 3R (Reduce, Reuse, and Recycle)
and only 0.8% of respondents who do not know the concept of 3R.

Key words: Waste, Reduce, Reuse, and Recycle.

1. PENDAHULUAN dicegah masuk ke TPA dengan cara


Jumlah sampah semakin hari semakin digunakan kembali dan/atau didaur ulang.
meningkat seiring dengan jumlah penduduk Sampah yang dihasilkan masyarakat Kota
dan pola konsumsi masyarakat. Peningkatan Yogyakarta saat ini ditangani dengan cara
jumlah sampah akan menjadi suatu potensi diangkut dan dibuang ke Tempat Pemrosesan
bencana atau “darurat sampah” apabila tidak Sampah Terpadu (TPST) yang berada di
disertai dengan usaha pengelolaan sampah Kecamatan Piyungan, Kabupaten Bantul.
yang baik. Darurat sampah sangat mungkin TPST Piyungan tidak hanya melayani sampah
terjadi di beberapa kota di Indonesia, salah dari Kota Yogyakarta saja tetapi juga dari
satunya adalah di Kota Yogyakarta. Kota Kabupaten Sleman dan Kabupaten Bantul.
Yogyakarta yang dikenal sebagai kota Data menunjukkan bahwa jumlah sampah
pariwisata dan kota pelajar menjadi peluang Kota Yogyakarta yang dibuang ke TPST
besar bagi peningkatan jumlah sampah. Piyungan pada bulan September 2017 adalah
Menurut Perda Kota Yogyakarta Nomor sejumlah 261,278 ton/hari. Dibandingkan
10 Tahun 2012, pengelolaan sampah dengan Kabupaten Bantul dan Kabupaten
dilakukan dengan cara pengurangan sampah Sleman, jumlah sampah dari Kota Yogyakarta
dan penanganan sampah. Pasal 13 ini sangat besar dan merupakan penyumbang
menyebutkan bahwa pengurangan sampah sampah tertinggi (44,40%) yang dibuang ke
yang dimaksud selain melakukan pembatasan TPST Piyungan. Padahal jika dilihat dari luas
timbulan sampah, juga harus dilakukan wilayah dan jumlah penduduk, Kota
pendauran ulang sampah dan/atau Yogyakarta memiliki luas wilayah dan jumlah
pemanfaatan kembali sampah. Artinya bahwa penduduk yang paling rendah. Kondisi ini bila
ketika sampah sudah ditimbulkan dari tidak diantisipasi maka dapat menyebabkan
kegiatan manusia maka diupayakan untuk bisa darurat sampah karena TPST Piyungan akan

Jurnal Science Tech Vol. 4, No. 2, Agustus 2018 59


melebihi kapasitas. Oleh karena itu, harus ada Metode yang digunakan secara
upaya pengurangan sampah baik secara teknis keseluruhan dalam studi ini adalah metode
maupun non teknis yang didukung oleh kombinasi dengan teknik pengumpulan data
kebijakan pemerintah yang berwenang dalam berupa survei/ observasi, interview dan
hal ini Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota kuesioner. Metode kombinasi adalah metode
Yogyakarta. penelitian yang digunakan untuk memperoleh
Upaya pengurangan sampah di Kota data dan informasi yang lengkap, valid,
Yogyakarta lebih difokuskan pada bagian reliable dan obyektif (Sugiyono, 2013).
hulu, yang berkaitan dengan masyarakat. Hal Metode pengambilan sampel yang dilakukan
ini dikarenakan timbulan sampah banyak adalah purposive sampling untuk persepsi,
dihasilkan oleh aktivitas yang dilakukan timbulan, serta neraca massa dan manajerial
masyarakat. Oleh karena itu sasaran utama pelapak dan bank sampah.
dalam pengurangan sampah adalah Peta Penggunaan Lahan dan Peta Sarana
masyarakat dengan berbagai strategi yang Pengurangan Sampah dibuat sebagai peta
sudah ditawarkan. dasar untuk menentukan strategi pengurangan
Salah satu strategi yang digunakan dalam sampah yang akan dilakukan pada tiap
rangka mendapatkan efektifitas dalam usaha wilayah di Kota Yogyakarta. Tujuan
pengelolaan sampah di Kota Yogyakarta yang pembuatan peta landuse eksisting adalah: a)
secara administratif dapat dilihat pada Gambar Memetakan penggunaan lahan dan sarana
1 adalah melakukan identifikasi persepsi pengurangan sampah di Kota Yogyakarta
terhadap pola perlakuan sampah oleh sebagai dasar analisis permasalahan
masyarakat. Hal ini sangat penting karena persampahan Kota Yogyakarta; b)
pengetahuan akan persepsi yang benar oleh Mengidentifikasi sumber sampah di Kota
masyarakat akan sangat membantu dalam Yogyakarta berdasarkan penggunaan lahan
merencanakan dan mengatur strategi Kota Yogyakarta.
selanjutnya dalam pengelolaan sampah di Untuk membuat peta penggunaan lahan
Kota Yogyakarta. Penelitian ini dapat dan peta sarana pengurangan sampah
dikatakan sebagai penelitian kunci yang dapat dibutuhkan beberapa data primer dan
digunakan sebagai bahan pengambilan sekunder. Data sekunder yang dibutuhkan
keputusan untuk pengelolaan sampah yang untuk mendukung pembuatan Peta
tepat di Kota Yogyakarta. Penggunaan Lahan dan Peta Sarana
Pengurangan Sampah, yaitu: Citra Satelit
Kota Yogyakarta dan Peta Rupa Bumi
Indonesia yang berisi Topografi, Infrastruktur,
Sungai dan Jalan. Sedangkan data primer yang
dibutuhkan adalah data-data fasilitas umum
dan data sarana pengurangan sampah yang
didapatkan dengan cara survei secara
langsung di lapangan.
Setelah data-data sekunder terkumpul,
langkah selanjutnya adalah membuat peta
penggunaan lahan tentatif. Peta penggunaan
lahan tentatif merupakan peta yang berisi
Gambar 1. Peta Administrasi Kota Yogyakarta
kondisi penggunaan lahan di Kota Yogyakarta
yang bersifat sementara. Hal ini disebabkan
2. METODE
karena peta penggunaan lahan tentatif dibuat

60 Jurnal Science Tech Vol. 4, No. 2, Agustus 2018


berdasarkan data sekunder, yaitu: citra google Sarana
Fasilitas (Non
earth dikombinasikan dengan peta RBI Kota Permukiman Pengurangan
Permukiman)
Yogyakarta. Sampah
Kegiatan crosscheck pemetaan lapangan 7. Wisata
dilakukan dengan menggunakan Peta (tempat
wisata dan
Penggunaan Lahan Tentatif sebagai peta
Hotel)
dasar. Alat yang dibutuhkan adalah GPS,
8. Industri
kamera, Peta Penggunaan Lahan Tentatif, alat 9. Tempat
tulis dan kendaraan. Kegiatan crosscheck dan Ibadah
pemetaan lapangan dilakukan dengan tujuan 10. Fasilitas
untuk pemutakhiran data penggunaan lahan Umum
dan juga sekaligus mendata kondisi Sumber: Analisis & Pemetaan Lapangan, 2017
infrastruktur dan fasilitas di lapangan. Data-
data yang telah terkumpul kemudian Output kegiatan ini adalah Peta Landuse/
dilakukan editing dan plotting untuk Penggunaan Lahan dan Sarana Pengurangan
pembuatan peta penggunaan lahan eksisting. Sampah Eksisting Kota Yogyakarta yang
Peta penggunaan lahan eksisting di dibuat berdasarkan crosscheck lapangan dan
wilayah Kota Yogyakarta diklasifikasikan ke Peta landuse/ penggunaan lahan tentatif Kota
dalam beberapa jenis/ kelas, kemudian akan Yogyakarta.
ditumpangsusunkan/ overlay dengan data Survei ini dilakukan untuk mengetahui
hasil survei lapangan. Hasil overlay tersebut presepsi masyarakat Kota Yogyakarta
dapat memperlihatkan wilayah landuse yang terhadap bentuk-bentuk pengelolaan sampah
digunakan dengan berbagai permasalahan eksisting di Kota Yogyakarta. Data ini
sampah yang ada, seperti: komposisi sampah, nantinya akan digunakan untuk
dasar analisis berbagai permasalahan memperkirakan strategi lanjutan dalam usaha
persampahan di Kota Yogyakarta, diantaranya pengurangan sampah yang masuk ke TPA.
adalah seberapa besar timbulan sampah yang Pengambilan titik sampling didasarkan pada
dihasilkan, bagaimana persepsi masyarakat peta penggunaan lahan yang dibedakan atas
terhadap sampah, dan pola perlakuan masyarakat (permukiman) dan fasilitas (non
masyarakat terhadap sampah. permukiman). Titik sampling fasilitas atau
Berikut klasifikasi penggunaan lahan non permukiman, meliputi: sekolah/
berdasarkan survei dan pemetaan di lapangan pendidikan, perkantoran, fasilitas kesehatan,
pada tabel 1. pertokoan, pasar, restoran/ rumah makan,
tempat wisata, hotel, industri, tempat ibadah
Tabel 1. Klasifikasi Penggunaan Lahan dan ruas jalan (Tabel 1.). Metode pengambilan
Eksisting dan pengukuran sampel timbulan sampah
Fasilitas (Non
Sarana mengacu pada SNI 19-3964-1994 dan
Permukiman Pengurangan pedoman umum tata cara perhitungan
Permukiman)
Sampah timbulan dan komposisi sampah yang
1. Permanen 1. Pendidikan 1. TPS 3R dikeluarkan oleh Kementerian Lingkungan
2. Semi 2. Perkantoran 2. Bank Hidup Tahun 2012 yang telah dimodifikasi.
Permanen Sampah
Penentuan jumlah titik sampling
3. Non 3. Kesehatan 3. Pelapak
permukiman mengacu pada SNI 19-3964-
Permanen 4. Toko
1994. Kota Yogyakarta dengan jumlah
5. Pasar
6. Restoran penduduk 417.744 jiwa masuk ke dalam
kategori kota sedang. Tetapi pada kenyataan

Jurnal Science Tech Vol. 4, No. 2, Agustus 2018 61


pada siang hari jumlah penduduk Yogyakarta Tabel 2. Proporsi Penentuan Titik Sampel Per
bisa menjadi 1,5 kali lipat dari penduduk asli. Jenis Permukiman
Sehingga Kota Yogyakarta termasuk dalam Jenis Proporsi Jumlah
kota besar. Sehingga diasumsikan jumlah Permukiman (%) (unit)
penduduk Kota Yogyakarta berjumlah Permanen 70 109
±600.000 jiwa. Adapun cara perhitungan Semi Permanen 20 31
penentuan jumlah titik sampel menggunakan Non Permanen 10 15
rumus berikut: Total 100 155
Sumber: Hasil Perhitungan, 2017
(1)
dimana: Sedangkan untuk penentuan jumlah titik
S = Jumlah sampel (jiwa) sampel non permukiman juga mengacu pada
Cd = Koefisien perumahan (Cd kota besar SNI dengan modifikasi.
= 1)
Px = Jumlah Penduduk (jiwa) Tabel 3. Rincian Jumlah Titik Sampel Non
Permukiman
Kemudian, dihitung nilai : Jenis Non Permukiman Jumlah (Titik)
Sekolah/ Pendidikan 10
Perkantoran 10
Pertokoan 10
(2)
Fasilitas Kesehatan 3
dimana: Pasar 4
K = Jumlah rumah yang disampling Restoran/ Rumah makan 5
N = Jumlah jiwa per keluarga (N = 5) Hotel 5
Tempat Wisata 2
Industri 2
Dari perhitungan tersebut diperoleh Tempat Ibadah 2
jumlah titik sampel permukiman sejumlah 155 Ruas Jalan 2
titik. Dalam penentuan jumlah titik sampel Terminal 1
berdasarkan Pedoman Umum Tata Cara Total 56
Perhitungan Timbulan dan Komposisi Sumber: Hasil Perhitungan, 2017
Sampah Kementerian Lingkungan Hidup
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
(2012) menerangkan bahwa proporsi jenis
Kondisi eksisting penggunaan lahan Kota
permukiman untuk kota besar adalah 25% Yogyakarta dapat diketahui berdasarkan
permanen, 30% semi permanen dan 45% non survei dan pemetaan secara langsung di
permanen. Namun, setelah dilakukan lapangan. Pemetaan secara langsung di
crosscheck di lapangan proporsi tersebut tidak lapangan, dilakukan berdasarkan hasil peta
dapat digunakan karena lebih dari 70% penggunaan lahan tentatif. Peta tersebut
permukiman di Kota Yogyakarta didominasi didapatkan dari proses interpretasi citra Kota
Yogyakarta dan Peta Rupa Bumi Indonesia.
permukiman permanen sehingga proporsi
Peta penggunaan lahan yang dihasilkan dari
untuk pengambilan titik sampel dimodifikasi survei lapangan tersebut akan berupa peta
seperti yang tersaji pada Tabel 2 berikut. penggunaan lahan eksisting yang dapat
menggambarkan jenis-jenis penggunaan lahan
yang ada di Kota Yogyakarta yang berupa

62 Jurnal Science Tech Vol. 4, No. 2, Agustus 2018


permukiman, pendidikan, perkantoran, Seperti yang dijelaskan pada bab
industri, wisata serta penggunaan lahan metodologi bahwa pola perlakuan sampah
lainnya. diperoleh dari data mengenai persepsi dan
Berdasarkan survei, peta penggunaan partisipasi masyarakat (permukiman) dan
lahan eksisting sebagaimana tersaji dalam fasilitas (non permukiman) terhadap
Gambar 2. diperoleh 2 klasifikasi, yaitu: pengelolaan sampah yang mereka hasilkan.
sektor permukiman dan sektor non Berdasarkan data tersebut akan diperoleh
permukiman. Berdasarkan survei eksisting di informasi mengenai pengetahuan dalam
lapangan, dari 2 sektor tersebut dihasilkan pengelolaan sampah (persepsi), perilaku
rincian masing-masing menjadi beberapa dalam pengelolaan sampah (partisipasi) dan
jenis. Sektor permukiman dibagi menjadi jenis kualitas pelayanan dari pemerintah dalam
permukiman permanen, permukiman semi pengelolaan sampah.
permanen dan permukiman non permanen.
Sedangkan sektor non permukiman berupa Pengetahuan dalam Pengelolaan Sampah
pendidikan, perkantoran, kesehatan, (Persepsi)
perdagangan & jasa, wisata, industri, tempat Pengetahuan pengelolaan sampah
ibadah dan fasilitas umum. memiliki arti sejauh mana masyarakat
Berdasarkan Peta Penggunaan Lahan maupun fasilitas memahami cara agar sampah
Eksisting Kota Yogyakarta dapat diketahui di lingkungan tidak menjadi banyak.
bahwa jenis penggunaan lahan yang Pengetahan ini juga memiliki arti sebagai cara
mendominasi berupa permukiman. Dari 14 pandang terhadap sampah. Pengetahuan ini
kecamatan di Kota Yogyakarta semua berkaitan dengan konsep 3R yang diawali
didominasi jenis penggunaan lahan dengan pengetahuan tentang pemilahan
permukiman. Luas penggunaan lahan sampah saat akan membuang sampah. Adapun
permukiman seluas 64,618%. Penggunaan konsep 3R yang digunakan untuk
lahan perdagangan dan jasa seluas 17,88%. mengidentifikasi pengetahuan dalam
Penggunaan lahan untuk perkantoran dan pengelolaan sampah terdiri dari 3 aspek, yaitu:
pendidikan seluas 11,94%, penggunaan lahan menghindari penggunaan barang/ benda sekali
untuk industri seluas 1,6%. Sedangkan area pakai (Reduce atau A), menggunakan kembali
penggunaan lahan lainnya seperti pertanian, benda yang masih digunakan (Reuse atau B),
wisata dan lain-lain seluas 3,92%. dan mendaur ulang sampah atau mengubah
sampah menjadi barang yang lebih berguna
(Recycle atau C).

a. Persepsi Masyarakat (permukiman)


Hasil penelitian menunjukkan bahwa
82,9% masyarakat yang disurvei mengetahui
harus dilakukan pemilahan pada saat
membuang sampah. Selanjutnya dari
pengetahuan tersebut dapat dilanjutkan
dengan pengetahuan mengenai konsep 3R
(Reduce, Reuse, dan Recycle). Hasil penelitian
menunjukkan bahwa 99,2% masyarakat
Gambar 2. Peta Penggunaan Lahan Eksisting Kota mengetahui konsep 3R dan hanya 0.8%
Yogyakarta masyarakat yang tidak mengetahui konsep 3R.
Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat
Pola Perlakuan Sampah

Jurnal Science Tech Vol. 4, No. 2, Agustus 2018 63


sudah mengetahui dan paham akan Tingkat Nilai
0.009
pengelolaan sampah yang tepat. Masyarakat Pendidikan Korelasi
memiliki persepsi/ cara pandang yang baik Sig. (2-
0.857
terhadap sampah. Masyarakat sudah tailed)
memahami bahwa tidak semua sampah yang N 397
mereka hasilkan merupakan barang yang Sumber: Hasil olah data statistik, 2017
“tidak bernilai” dan “kotor” akan tetapi ada Kondisi serupa juga terlihat pada
sebagian yang memiliki “nilai” dan masih bisa hubungan antara pengetahuan pengelolaan
dimanfaatkan bahkan bernilai ekonomi. sampah dengan pendapatan. Hasil analisis
Pengetahuan mengenai konsep 3R oleh korelasi (Tabel 6.2) menunjukkan bahwa nilai
masyarakat secara lebih rinci dan terpisah korelasi antara pendapatan dengan
ditampilkan pada Gambar 3. pengetahuan pengelolaan sampah juga sangat
rendah, yaitu sebesar 0,006. Nilai tersebut
menunjukkan bahwa antar keduanya juga
tidak berhubungan.

Tabel 5. Korelasi antara Pendapatan dengan


Pengetahuan Pengelolaan Sampah
Pendapatan
Pengetahuan Nilai
0.066
Korelasi
Sig. (2-tailed) 0.173
N 397
Sumber: Hasil olah data statistik, 2017
Gambar 3. Persepsi Masyarakat mengenai
Konsep 3R (Sumber: Hasil olah data statistik, 2017) Pengetahuan pengelolaan sampah yang
tidak dipengaruhi oleh tingkat pendidikan dan
Gambar 3 menunjukkan bahwa 24% pendapatan membuktikan bahwa persepsi/
masyarakat hanya mengetahui konsep 3R cara pandang seseorang terhadap lingkungan
yang kedua, yaitu: Reuse (menggunakan tidak hanya dipengaruhi oleh faktor
kembali benda yang masih digunakan). pengalaman/ pembelajaran melainkan juga
Banyaknya masyarakat yang sudah dipengaruhi oleh kebudayaan (budaya dimana
mengetahui cara pengelolaan sampah yang masyarakat tinggal) dan kebiasaan hidup.
tepat dan memiliki persepsi yang baik tentang Budaya pada masyarakat Kota Yogyakarta
sampah, ternyata tidak berhubungan dengan yang saling kenal dan memiliki hubungan
tingkat pendidikan yang ditempuh. Dari hasil yang erat antara satu dengan yang lain
analisis korelasi (Tabel 4) diperoleh bahwa membuat pengetahuan satu orang mudah
nilai korelasi antara tingkat pendidikan menyebar dan ditanggapi dengan nilai yang
dengan pengetahuan pengelolaan sampah positif. Termasuk di dalamnya pengetahuan
sangat rendah yaitu sebesar 0,009. Nilai tentang pengelolaan sampah yang tepat sesuai
tersebut menunjukkan bahwa antar keduanya dengan konsep 3R.
tidak berhubungan. Selain dipengaruhi oleh kebudayaan dan
kebiasaan hidup, pengetahuan masyarakat
Tabel 4. Korelasi antara Tingkat Pendidikan ternyata juga dipengaruhi oleh program
dengan Pengetahuan Pengelolaan Sampah pengelolaan sampah yang terdapat di
Pengetahuan lingkungannya. Hasil penelitian menunjukkan

64 Jurnal Science Tech Vol. 4, No. 2, Agustus 2018


bahwa 63,5% tempat tinggal dari masyarakat pemilahan sampah paling banyak diketahui
terdapat program pengelolaan sampah dan dan pada tingkat pendidikan sedang. Dengan
diikuti oleh 56,5% masyarakat. Adapun demikian pengetahuan pengelolaan sampah di
contoh program pengelolaan sampah yang fasilitas juga dipengaruhi oleh budaya dimana
ada, antara lain: sosialisasi tentang pemilahan fasilitas berada.
sampah, edukasi pembentukan bank sampah,
dan monitoring bank sampah dari pemerintah. Tabel 6. Pengetahuan Pemilahan Sampah
Program-program pengelolaan sampah Pengetahuan Pemilahan
tersebut ada yang diinisiasi oleh pemerintah Tingkat
Sampah
maupun oleh swadaya masyarakat. pendidikan
Tahu Tidak
Berdasarkan hasil penelitian (Suyanto, 2015), Rendah 7 1
Strategi kebijakan pengelolaan sampah dapat Sedang 30 3
dilaksanakan dengan pengurangan sampah
Tinggi 18 0
dari sumber penghasil sampah menuju zero
Sumber: Hasil olah data statistik, 2017
waste. Hal tersebut bertujuan untuk
mengurangi sampah yang harus diangkut dan Hasil penelitian juga dapat digunakan
dibuang ke TPA untuk melihat pengetahuan mengenai konsep
3R secara lebih rinci dan terpisah yang
b. Persepsi fasilitas (non permukiman) ditampilkan pada Gambar 4.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
93,2% fasilitas yang disurvei mengetahui
harus dilakukan pemilahan pada saat
membuang sampah. Selanjutnya dari
pengetahuan tersebut juga dilanjutkan dengan
pengetahuan mengenai konsep 3R (Reduce,
Reuse, dan Recycle). Hasil penelitian
menunjukkan bahwa 98,3% fasilitas
mengetahui konsep 3R dan hanya 1,7%
fasilitas yang tidak mengetahui konsep 3R.
Hal ini menunjukkan bahwa pengelola
fasilitas sudah mengetahui dan paham akan
pengelolaan sampah yang tepat. Hasil ini sama
seperti yang persepsi yang dihasilkan oleh
masyarakat. Pengelola fasilitas memiliki Gambar 4. Pengetahuan Konsep 3R (Sumber: Hasil
persepsi/ cara pandang yang baik terhadap olah data statistik, 2017)
sampah. Pengelola fasilitas sudah memahami
bahwa tidak semua sampah yang mereka Gambar 4 menunjukkan bahwa pengelola
hasilkan merupakan barang yang “tidak fasilitas mayoritas hanya mengetahui konsep
bernilai” dan “kotor” akan tetapi ada sebagian 3R yang ketiga, yaitu: Recycle atau mendaur
yang memiliki “nilai” dan masih bisa ulang sampah (mengubah sampah menjadi
dimanfaatkan bahkan bernilai ekonomi. barang yang lebih berguna). Untuk
Sama halnya dengan persepsi masyarakat mendapatkan hasil yang diharapkan dalam
bahwa persepsi fasilitas terhadap pengelolaan suatu program kebijakan, maka diperlukan
sampah tidak memiliki korelasi dengan kordinasi yang terpadu antar semua
tingkat pendidikan pengelola fasilitas. Tabel stakeholder serta Satuan Kerja Pemerintah
6. menunjukkan bahwa pengetahuan tentang Daerah (SKPD) yang terkait (Ariany, 2013)

Jurnal Science Tech Vol. 4, No. 2, Agustus 2018 65


dalam hal ini adalah Dinas Lingkungan Hidup [2] SNI 19-3964-1994 tentang Metode
(DLH) Kota Yogyakarta. Pengambilan dan Pengukuran Contoh
Timbulan dan Komposisi Sampah
4. KESIMPULAN Perkotaan
1. Luas penggunaan lahan berupa [3] Sugiyono. 2013. Metode Penelitian
permukiman seluas 64,618%. Kombinasi (Mixed Methods). Bandung:
Penggunaan lahan perdagangan dan jasa Alfabeta
seluas 17,88%. Penggunaan lahan untuk [4] Suyanto, Edy, dkk. 2015. Model
perkantoran dan pendidikan seluas Kebijakan Pengelolaan Sampah Berbasis
11,94%, penggunaan lahan untuk industri Partisipasi “Green Community”
seluas 1,6%. Sedangkan area penggunaan Mendukung Kota Hijau. Jurnal Mimbar.
lahan yang lainnya seperti pertanian, Vol. 31, No. 1 (Juni, 2015): 143-152.
wisata dan lain-lain seluas 3,92%. [5] Peraturan Daerah Kota Yogyakarta
2. Sejumlah 82,9% masyarakat yang Nomor 10 Tahun 2012 tentang
disurvei mengetahui harus dilakukan Pengelolaan Sampah
pemilahan pada saat membuang sampah. [6] Peraturan Menteri Negara Lingkungan
Selanjutnya dilanjutkan dengan Hidup Republik Indonesia Nomor 13
pengetahuan mengenai konsep 3R Tahun 2012 Tentang Pedoman
(Reduce, Reuse, dan Recycle). Hasil Pelaksanaan Reduce, Reuse dan Recycle
penelitian menunjukkan bahwa 99,2% melalui Bank Sampah
masyarakat mengetahui konsep 3R dan [7] Undang-undang Nomor 18 Tahun 2008
hanya 0.8% masyarakat yang tidak tentang Pengelolaan Sampah.
mengetahui konsep 3R.
3. Persepsi terhadap lingkungan tidak hanya
dipengaruhi faktor pengalaman/
pembelajaran melainkan juga
dipengaruhi budaya dimana masyarakat
tinggal dan kebiasaan hidup.
4. Sejumlah 93,2% fasilitas yang disurvei
mengetahui harus dilakukan pemilahan
pada saat membuang sampah.
Selanjutnya dari pengetahuan tersebut
juga dilanjutkan dengan pengetahuan
mengenai konsep 3R. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa 98,3% fasilitas
mengetahui konsep 3R dan hanya 1,7%
fasilitas yang tidak mengetahui konsep
3R.

5. DAFTAR PUSTAKA

[1] Ariany, Ria dan Putera, Roni Ekha. 2013.


Analisis Kinerja Organisasi Pemerintah
dalam Memberikan Pelayanan Publik di
Kota Pariaman. Jurnal Mimbar. Vol. 29,
No. 1 (Juni, 2013): 33-40.

66 Jurnal Science Tech Vol. 4, No. 2, Agustus 2018

Anda mungkin juga menyukai