Anda di halaman 1dari 10

MANAJEMEN KONFLIK

DI SUSUN OLEH
MIEKE ELEN PATO
19020050

RECOGNISI PEMBELAJARAN LAMPAU


AKPER RUMKIT TK III MANADO
2019/2020
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Konflik merupakan salah satu esensi dari kehidupan dan perkembangan
manusia yang mempunyai karakteristik yang beragam. Manusia memiliki
perbedaan jenis kelamin, strata sosial dan ekonomi, sistem hukum, bangsa, suku,
agama, kepercayaan, aliran politik, serta budaya dan tujuan hidupnya. Dalam
sejarah umat manusia, perbedaan inilah yang selalu menimbulkan konflik. Selama
masih ada perbedaan tersebut, konflik tidak dapat dihindarkan dan selalu akan
terjadi.
Konflik dapat terjadi antara individu-individu, antara kelompok-kelompok
dan antara organisasi-organisasi. Apabila dua orang individu masing-masing
berpegang pada pandangan yang sama sekali bertentangan tanpa ada kompromi,
kemudian menarik kesimpulan yang berbeda dan cenderung bersifat tidak toleran,
maka dapat dipastikan akan timbul konflik tertentu.
Perawat sebagai pengelola, dalam hal ini sebagai manajer, memegang
peranan penting dalam menentukan strategi penyelesaian konflik antar
anggotanya. Seorang pemimpin yang dianggap berkompeten dalam
menyelesaikan konflik (a conflict-competent leader) adalah pemimpin yang
mampu memahami dinamika terjadinya suatu konflik, memahami reaksi yang
ditimbulkan dari suatu konflik, mendorong respon konstruktif, dan membangun
suatu organisasi yang mampu menangani konflik secara efektif (a conflict-
competent organization) (Runde and Flanagan, 2007).

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Setelah menyusun makalah ini, diharapkan mahasiswa mampu memahami
tentang penerapan manajemen konflik di Puskesmas Bahu
2. Tujuan Khusus
a. Menjelaskan tentang konsep dasar manajemen konflik.
b. Menyelesaikan kasus konflik dan strategi penyelesaian konflik yang tepat
di Puskesmas Paniki Bawah
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Definisi Konflik
Konflik merupakan gejala sosial yang serba hadir dalam kehidupan sosial,
sehingga konflik bersifat inheren artinya konflik akan senantiasa ada dalam setiap
ruang dan waktu, dimana saja dan kapan saja. Dalam pandangan ini, masyarakat
merupakan arena konflik atau arena pertentangan dan integrasi yang senantiasa
berlangsung. Oleh sebab itu, konflik dan integrasi sosial merupakan gejala yang
selalu mengisi setiap kehidupan sosial.
Hal-hal yang mendorong timbulnya konflik dan integrasi adalah adanya
persamaan dan perbedaan kepentingan sosial. Di dalam setiap kehidupan sosial
tidak ada satu pun manusia yang memiliki kesamaan yang persis, baik dari unsur
etnis, kepentingan, kemauan, kehendak, tujuan dan sebagainya. Dari setiap
konflik ada beberapa diantaranya yang dapat diselesaikan, akan tetapi ada juga
yang tidak dapat diselesaikan sehingga menimbulkan beberapa aksi kekerasan.
Kekerasan merupakan gejala tidak dapat diatasinya akar konflik sehingga
menimbulkan kekerasan dari model kekerasan yang terkecil hingga peperangan.
Dalam pengertian lain, konflik adalah merupakan suatu proses sosial yang
berlangsung dengan melibatkan orang-orang atau kelompokkelompok yang saling
menantang dengan ancaman kekerasan
B. Sumber Konflik
Menurut Robbins (2008), konflik muncul karena ada kondisi yang
melatarbelakanginya (antecedent conditions). Kondisi tersebut, yang disebut juga
sebagai sumber terjadinya konflik, terdiri dari tiga ketegori, yaitu : komunikasi,
struktur, dan variabel pribadi.
1. Komunikasi
Komunikasi yang buruk, dalam arti komunikasi yang menimbulkan
kesalahpahaman antara pihak-pihak yang terlibat, dapat menjadi sumber
konflik. Suatu hasil penelitian menunjukkan bahwa kesulitan semantik,
pertukaran informasi yang tidak cukup, dan gangguan dalam saluran
komunikasi merupakan penghalang terhadap komunikasi dan menjadi kondisi
anteseden untuk terciptanya konflik.
2. Struktur
Istilah struktur dalam konteks ini digunakan dalam artian yang mencakup:
ukuran (kelompok), derajat spesialisasi yang diberikan kepada anggota
kelompok, kejelasan jurisdiksi (wilayah kerja), kecocokan antara tujuan
anggota dengan tujuan kelompok, gaya kepemimpinan, sistem imbalan, dan
derajat ketergantungan antara kelompok. Penelitian menunjukkan bahwa
ukuran kelompok dan derajat spesialisasi merupakan variabel yang
mendorong terjadinya konflik. Makin besar kelompok, dan makin
terspesialisasi kegiatannya, maka semakin besar pula kemungkinan terjadinya
konflik.
3. Variabel Pribadi
Sumber konflik lainnya yang potensial adalah faktor pribadi, yang meliputi:
sistem nilai yang dimiliki tiap-tiap individu, karakteristik kepribadian yang
menyebabkan individu memiliki keunikan (idiosyncrasies) dan berbeda
dengan individu yang lain. Kenyataan menunjukkan bahwa tipe kepribadian
tertentu, misalnya, individu yang sangat otoriter, dogmatik, dan menghargai
rendah orang lain, merupakan sumber konflik yang potensial.

C. Jenis Konflik
Berdasarkan sifatnya, konflik dapat dibedakan menjadi konflik destruktuif dan
konflik konstruktif.
a. Konflik Destruktif
Merupakan konflik yang muncul karena adanya perasaan tidak senang, rasa
benci dan dendam dari seseorang ataupun kelompok terhadap pihak lain. Pada
konflik ini terjadi bentrokan-bentrokan fisik yang mengakibatkan hilangnya
nyawa dan harta benda seperti konflik Poso, Ambon, Kupang, Sambas, dan
lain sebagainya.
b. Konflik Konstruktif
Merupakan konflik yang bersifat fungsional, konflik ini muncul karena
adanya perbedaan pendapat dari kelompok-kelompok dalam menghadapi
suatu permasalahan. Konflik ini akan menghasilkan suatu konsensus dari
berbagai pendapat tersebut dan menghasilkan suatu perbaikan. Misalnya
perbedaan pendapat dalam sebuah organisasi
Berdasarkan Posisi Pelaku yang Berkonflik
a. Konflik Vertikal
Merupakan konflik antar komponen masyarakat di dalam satu struktur yang
memiliki hierarki. Contohnya, konflik yang terjadi antara atasan dengan
bawahan dalam sebuah kantor.
b. Konflik Horizontal
Merupakan konflik yang terjadi antara individu atau kelompok yang memiliki
kedudukan yang relatif sama. Contohnya konflik yang terjadi antar organisasi
massa.
c. Konflik Diagonal
Merupakan konflik yang terjadi karena adanya ketidakadilan alokasi sumber
daya ke seluruh organisasi sehingga menimbulkan pertentangan yang ekstrim.
Contohnya konflik yang terjadi di Aceh8 .
Soerjono Soekanto membagi konflik sosial menjadi lima bentuk yaitu:
a. Konflik atau pertentangan pribadi, yaitu konflik yang terjadi antara dua
individu atau lebih karena perbedaan pandangan dan sebagainya.
b. Konflik atau pertentangan rasial, yaitu konflik yang timbul akibat perbedaan-
perbedaan ras
c. Konflik atau pertentangan antara kelas-kelas sosial, yaitu konflik yang terjadi
disebabkan adanya perbedaan kepentingan antar kelas sosial.
d. Konflik atau pertentangan politik, yaitu konflik yang terjadi akibat adanya
kepentingan atau tujuan politis seseorang atau kelompok.
e. Konflik atau pertentangan yang bersifat internasional, yaitu konflik yang
terjadi karena perbedaan kepentingan yang kemudian berpengaruh pada
kedaulatan Negara

D. Manajemen Konflik
Manajeman konflik merupakan langkah-langkah yang diambil para pelaku atau
pihak ketiga dalam rangka mengarahkan perselisihan ke arah penyelesaian yang
konstruktif atau destruktif (Ross, 1993).Ada lima gaya penanganan masalah yang
berbeda, yaitu: integrating, obliging, dominating, avoiding, dan compromising
1. Integrating (Problem Solving)
Proses integrasi berkaitan dengan mekanisme pemecahan masalah (problem
solving), seperti dalam menentukan diagnosis dan intervensi yang tepat dalam
suatu masalah. Dalam gaya ini pihakpihak yang berkepentingan secara
bersama-sama mengidentifikasikan masalah yang dihadapi, bertukar
informasi, kemudian mencari, mempertimbangkan dan memilih solusi
alternatif pemecahan masalah
2. Obliging (Smoothing)
Seseorang yang bergaya obliging lebih memusatkan perhatian pada upaya
untuk memuaskan pihak lain daripada diri sendiri. Gaya ini sering pula
disebut smothing (melicinkan), karena berupaya mengurangi perbedaan-
perbedaan dan menekankan pada persamaan atau kebersamaan di antara
pihak-pihak yang terlibat. Kekuatan strategi ini terletak pada upaya untuk
mendorong terjadinya kerjasama. Kelemahannya, penyelesaian bersifat
sementara dan tidak menyentuh masalah pokok yang ingin dipecahkan.

3. Dominating (Forcing)
Dominating (Forcing) Orientasi pada diri sendiri yang tinggi, dan rendahnya
kepedulian terhadap kepentingan orang lain, mendorong seseorang untuk
menggunakan taktik “saya menang, kamu kalah”. Gaya ini sering disebut
memaksa (forcing) karena menggunakan legalitas formal dalam
menyelesaikan masalah.
4. Avoiding
Teknik menghindar (avoiding) cocok digunakan untuk menyelesaikan
masalah yang sederhana, atau jika biaya yang 17 harus dikeluarkan untuk
konfrontasi jauh lebih besar daripada keuntungan yang akan diperoleh. Gaya
ini tidak cocok untuk menyelesaikan masalah-malasah yang sulit atau
“buruk”. Teknik ini kurang tepat pada konflik yang menyangkut isu-isu
penting, dan adanya tuntutan tanggung jawab untuk menyelesaikan masalah
secara tuntas (Rahim, 2002)
5. Compromising
Gaya ini menempatkan seseorang pada posisi moderat, yang secara seimbang
memadukan antara kepentingan sendiri dan kepentingan orang lain. Ini
merupakan pendekatan saling memberi dan menerima (give and take
approach) dari pihak-pihak yang terlibat.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulam
Konflik adalah perselisihan internal yang dihasilkan dari perbedaan ide, nilainilai,
keyakinan, dan perasaan antara dua orang atau lebih. Seorang pemimpin memiliki
peran yang besar dalam mengelola konflik yang konstruktif dalam
pengembangan, peningkatan, dan produktivitas suatu organisasi. Gaya
kepemimpinan seseorang sangat mempengaruhi pemilihan strategi penanganan
konflik (integrating, obliging, dominating, avoiding, dan compromising)

B. Saran
Perlu adanya kegiatan pelatihan dasar kepemimpinan yang berkelanjutan bagi
profesi keperawatan, khususnya sebagai perawat pengelola (manajer) untuk dapat
menerapkan gaya kepemimpinan yang baik dalam menentukan strategi
penyelesaian konflik
DAFTAR PUSTAKA

Elly M. Setiadi dan Usman Kolip, Pengantar Sosiologi Pemahaman Fakta dan Gejala
Permasalahan Sosial: Teori, Aplikasi, dan Pemecahannya (Jakarta: Kencan
Prenada Media Group, 2011), hal 345. 2 Irving M. Zeitlin, Memahami Kembali
Sosiologi, (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1998),hal.156 3 Kamus
Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2005), hal.587. 4 Soerjono
Soekanto, Kamus Sosiologi, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1993), hal.99.
Dwi Narwoko dan Bagong Suyanto, Sosiologi Teks Pengantar dan Terapan, (Jakarta:
Kencana Prenada Media Group, 2005), hal 68
Robert lawang, Buku Materi Pokok Pengantar Sosiologi, (Jakarta:universitas terbuka
1994).hal.53

Anda mungkin juga menyukai