Anda di halaman 1dari 6

ANALISIS KASUS PENGANGKUTAN LAUT

Oleh :

Muhammad Imam Dani Putra

E0010242

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

2013
TEMPO.CO, Banyuwangi - Kapal kargo Caraka Jaya Niaga III-16 milik PT Isa
Lines, yang membawa 3.500 matriks ton semen, bocor di Selat Bali. Kapal seberat
3.257 gros ton itu bocor di radius 400 meter dekat Pelabuhan Tanjung Wangi,
Banyuwangi, Jawa Timur. Tidak ada korban jiwa dalam insiden ini, namun separuh
lebih barang muatan terbenam oleh air laut.

Sawir, warga Dusun Selogiri, Desa Ketapang, mengatakan dirinya melihat


kapal itu bocor sejak Selasa kemarin, 5 November 2013. “Kapal tersebut sudah
ditarik menggunakan kapal tunda mendekat ke pantai,” kata Sawir, Rabu, 6
November 2013.

Kepala Administrator Pelabuhan Tanjung Wangi, Sri Sukaesi, mengatakan


kapal tersebut akan mengirim kebutuhan Semen Tiga Roda untuk kawasan Indonesia
timur melalui gudang di Banyuwangi. Kapal itu berangkat dari Pelabuhan Tanjung
Priok tanggal 18 Oktober dan sampai di Selat Bali sekitar 20 Oktober 2013. Kapal
tersebut sudah dua pekan ini menunggu antrean untuk bongkar muatan di Pelabuhan
Tanjung Wangi.

Selasa kemarin pukul 10.00 WIB, kata Sri, pihaknya mendapatkan laporan
bahwa kapal itu bocor. Setelah ditinjau, air laut sudah masuk setinggi betis kaki dan
seluruh mesin kapal mati. Sebanyak 22 awak kapal akhirnya dievakuasi terlebih
dahulu. Dua penyelam langsung diterjunkan untuk mengidentifikasi kebocoran kapal.
"Tapi belum diketahui bocornya di mana," kata dia kepada wartawan.

Menurut Sri, karena air terus masuk, pihaknya mengerahkan tiga kapal tunda
untuk mengandaskan kapal tersebut. Dari pantauan Tempo, saat ini kapal sudah
menepi di pantai dekat dermaga Pelabuhan Tanjung Wangi. Separuh badan kapal
tenggelam karena air laut sedang surut.

Sri Sukaesi belum bisa memastikan kapan kapal bisa diselamatkan. Saat ini
otoritas Pelabuhan Tanjung Wangi masih menunggu pemilik kapal untuk membahas
proses penyelamatan kapal. "Yang penting kapal kami pinggirkan dulu supaya tak
mengganggu lalu lintas kapal lain," kata dia.

Analisis

Kapal barang atau kapal kargo adalah segala jenis kapal yang membawa
barang-barang dan muatan dari suatu pelabuhan ke pelabuhan lainnya. Ribuan kapal
jenis ini menyusuri lautan dan samudra dunia setiap tahunnya - memuat barang-
barang perdagangan internasional. Kapal kargo pada umumnya didesain khusus untuk
tugasnya, dilengkapi dengan crane dan mekanisme lainnya untuk bongkar muat, serta
dibuat dalam beberapa ukuran.

Bagi kapal yang kecelakaan, ada juga yang dinamakan Sidang Majelis
Pelayaran. Sidang Majelis Pelayaran adalah sidang yang dilaksanakan setelah adanya
permintaan pemeriksaan lanjutan kecelakaan kapal.

Berdasarkan Pasal 8 ayat (1) Peraturan Pemerintah No. 1 Tahun 1998 tentang
Pemeriksaan Kecelakaan Kapalsebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan
Pemerintah No. 8 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah No. 1
Tahun 1998 tentang Pemeriksaan Kecelakaan Kapal (“PP 1/1998”), pemeriksaan
pendahuluan kecelakaan kapal dilaksanakan atas dasar laporan kecelakaan kapal.
Pemeriksaan pendahuluan kecelakaan kapal ini dilaksanakan untuk mencari
keterangan dan/atau bukti2 awal atas terjadinya kecelakaan kapal (Pasal 9 PP
1/1998).

Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan kapal, Menteri berpendapat adanya


dugaan kesalahan dan/atau kelalaian dalam menerapkan standar profesi kepelautan
yang dilakukan oleh Nakhoda atau pemimpin kapal dan/atau perwira kapal atas
terjadinya kecelakaan kapal, maka selambat-lambatnya dalam jangka waktu 14
(empat belas) hari sejak diterimanya hasil pemeriksaan pendahuluan kapal, Menteri
meminta Mahkamah Pelayaran melakukan pemeriksaan lanjutan kecelakaan kapal
(Pasal 15 ayat [1] PP 1/1998).

Selambat-lambatnya dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari sejak diterimanya


permintaan pemeriksaan lanjutan kecelakaan kapal, ketua Mahkamah Pelayaran
membentuk Majelis Mahkamah Pelayaran (Pasal 30 PP 1/1998). Selambat-lambatnya
dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak dibentuknya, Majelis harus telah
melaksanakan Sidang Majelis yang pertama (Pasal 33 PP 1/1998).

Sidang Majelis Pelayaran ini dilakukan untuk melihat apakah ada atau tidak
adanya kesalahan atau kelalaian yang dilakukan oleh Nakhoda atau pemimpin kapal,
atau perwira kapal dalam melakukan tugas profesinya (Pasal 44 ayat [3] huruf 3 PP
1/1998).

Sedangkan mengenai kerugian dapat menggugat melalui jalur perdata, yaitu


melalui gugatan wanprestasi. Ini karena pada dasarnya pengiriman barang tersebut
pasti didasari adanya perjanjian antara pengguna jasa dengan perusahaan angkutan
kapal tersebut.

Selain itu, sebagaimana terdapat dalam Pasal 40 Undang-Undang No. 17


Tahun 2008 tentang Pelayaran (“UU Pelayaran”), pada dasarnya perusahaan
angkutan di perairan memang bertanggung jawab terhadap keselamatan dan
keamanan penumpang dan/atau barang yang diangkutnya

Perusahaan angkutan di perairan bertanggung jawab terhadap muatan kapal


sesuai dengan jenis dan jumlah yang dinyatakan dalam dokumen muatan dan/atau
perjanjian atau kontrak pengangkutan yang telah disepakati (Pasal 40 ayat [2] UU
Pelayaran).

Dalam Pasal 41 ayat (1) UU Pelayaran dikatakan bahwa tanggung jawab


perusahaan angkutan dapat ditimbulkan sebagai akibat pengoperasian kapal, berupa:
a. kematian atau lukanya penumpang yang diangkut;
b. musnah, hilang, atau rusaknya barang yang diangkut;
c. keterlambatan angkutan penumpang dan/atau barang yang diangkut; atau
d. kerugian pihak ketiga.
Akan tetapi, jika perusahaan angkutan dapat membuktikan bahwa kerugian
dalam Pasal 41 ayat (1) huruf b, huruf c, dan huruf d UU Pelayaran bukan disebabkan
oleh kesalahannya, perusahaan angkutan di perairan dapat dibebaskan sebagian atau
seluruh tanggung jawabnya (Pasal 41 ayat [2] UU Pelayaran).

 Pasal 41 (2) : Jika dapat membuktikan bahwa kerugian sebagaimana


dimaksud dalam ayat 1 huruf b,c dan huruf d bukan disebabkan oleh
kesalahannya, perusahaan angkutan di perairan dapat dibebaskan sebagian
atau seluruh tanggung jawabnya.
 Pasal 41 (3) : Perusahaan angkutan diperairan wajib mengasuransikan
tanggung jawabnya sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan melaksanakan
asuransi perlindungan dasar penumpang umum sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan .

Ekspeditur merupakan seorang perantara yang bersedia untuk mencarikan


pengangkut yang baik bagi pengirim. Orang, yang pekerjaannya menyuruh orang lain
untuk menyelenggarakan pengangkutan barang-barang dagangan dan barang-barang
lainnya melalui daratan dan perairan.

Oleh karena itu, jika sidang yang sedang berlangsung adalah sidang perdata
sehubungan dengan kerugian yang pengguna jasa alami, maka harus menunggu
hingga ada putusan Pengadilan terkait apakah memang kerugian tersebut disebabkan
oleh perusahaan angkutan atau tidak serta berapa ganti kerugian yang akan diberikan
kepada pihak yang dirugikan.

Tanggung jawab Pengangkut

Pasal 468 KUHD menyebutkan bahwa tanggung jawab si pengangkut antara lain:
Ayat 1 : “Persetujuan pengangkutan mewajibkan si pengangkut untuk menjaga akan
keselamatan barang yang harus diangkutnya, mulai saat diterimanya hingga saat
diserahkannya barang tersebut.”

Ayat 2 : “Si pengangkut diwajibkan mengganti segala kerugian yang disebabkan


karena barang tersebut seluruhnya atau sebagian tidak dapat diserahkannya, atau
karena terjadi kerusakan pada barang itu, kecuali apabila dibuktikannya bahwa tidak
diserahkannya barang atau kerusakan tadi disebabkan oleh suatu malapetaka yang
selayaknya tidak dapat dicegah maupun dihindarkannya, atau cacat daripada barang
tersebut, atau oleh kesalahan dari si yang mengirimkannya.”

Ayat 3 : “Ia bertanggung jawab untuk perbuatan dari segala mereka, yang
dipekerjakannya, dan untuk segala benda yang dipakainya dalam menyelenggarakan
pengangkutan tersebut.”

Anda mungkin juga menyukai