Anda di halaman 1dari 5

Terkait Asuransi Oleh Satoto Budi/Kristanto Hartadi

Jakarta - Tenggelamnya Kapal Motor Penumpang (KM) Levina I diduga kuat erat kaitannya dengan klaim asuransi. Karena jika seluruh kapal tenggelam, proses penggantian asuransinya lebih maksimal dibandingkan jika kapal dibiarkan terapung dalam kondisi rusak.

Dugaan ini disampaikan oleh Presiden Kesatuan Pelaut Indonesia Hanafi Rustandi usai pembukaan acara 24th Asian Seafarers' Summit Meeting di Jakarta Senin (26/2) pagi. Menurut Hanafi Rustandi keputusan membawa bangkai kapal dari lokasi terbakarnya menuju perairan dangkal patut dipertanyakan apakah sudah mendapat persetujuan dari pihak asuransinya. "Dalam kasus ini yang paling diuntungkan adalah pemilik kapal, karena akan mendapatkan penggantian dari asuransi secara total," kata Hanafi.

Ia menambahkan bahwa terjadi hal yang carut-marut terkait dengan keputusan menarik kapal dari tengah laut ke perairan dangkal ini karena didalamnya terdapat para pihak seperti Departemen Perhubungan, kepolisian dan Komite Nasional Keselamatan Ttransportasi (KNKT).

Menurut dia, siapakah yang disalahkan dalam hal ini menjadi sulit karena terlalu banyaknya pihak. Ketika disinggung soal siapa yang paling berhak atau paling penting dalam proses penyidikan, menurut Hanafi sebenarnya pihak kepolisian maupun KNKT bisa lebih menfokuskan pada saksi yang masih hidup. Mereka dapat menghimpun data dari para saksi itu selengkap-lengkapnya. "Kalau memang saksi yang hidup masih banyak, kenapa harus mengutamakan bangkai kapalnya?," kata Hanafi seraya menambahkan bahwa kalau dugaan atas terbakarnya kapal itu berasal dari muatan yang dibawa truk, sebaiknya pencarian difokuskan pada pemilik barang. Masih menurut Hanafi, pengiriman barang berbahaya melalui kapal dan tanpa menyebutkan dokumen secara jelas tampaknya juga disengaja oleh para pemilik barang, karena keputusan itu akan meringankan beban mereka. Kalau berdasarkan aturan yang berlaku, bahan kimia, proses pengirimannya harus menggunakan paket. Biayanya mahal dan diasuransikan.

Ketua KNKT, Setyo Rahardjo mengatakan, pihaknya tidak tetap fokus pada pemeriksaan saat KM Levina I menjalankan kegiatan transportasi. Investigasi akan jalan terus meski bangkai kapal sudah tenggelam. Namun diakui penyidikan tim KNKT menjadi tidak optimal dengan tenggelamnya bangkai kapal. Soal dugaan adanya upaya menenggelamkan bangkai kapal untuk mendapatkan asuransi, Setyo Rahardjo mengatakan, hal itu bukan wilayah dia untuk berkomentar. KNKT hanya soal teknis saat kapal menjalankan tugas transportasi. Dengan kebakaran saja memang pemiliknya sudah mendapat asuransi,

tapi kalau sengaja ditenggelamkan untuk mendapatkan lebib besar, dia tidak tahu.

Pada kesemapatan yang sama, Dirjen Perhubungan Laut, Hastjarja Harijogi kepada SH menegaskan bahwa pihaknya akan melakukan evaluasi secara lebih mendalam dan mendasar untuk meminimalkan terjadinya kecelakaan. Pemeriksaan barang menggunakan x-ray sangat diperlukan. Untuk itu pihaknya berencana memasang x-ray di pelabuhan-pelabuhan tertentu dengan harapan proses pendeteksian terhadap barang berbahaya bisa lebih diketahui. Selain itu pemilik barang juga diharapkan terbuka dan menyebutkan isi barang yang akan dikirim.

Mengenai jumlah penumpang KMP Levina I yang hingga saat ini masih simpang siur, menurut Harijogi pihaknya masih menyelidiki, karena datanya terus berubah. Awalnya data Dephub jumlah penumpang 316 dengan, 300 selamat dan 16 tewas. Namun Minggu (25/2) pagi, ditemukannya 22 jenazah tambahan. Investigasi Tak Jelas Di bagian lain, anggota Komisi V DPR yang membidangi perhubungan, Abdullah Azwar Anas menilai, tenggelamnya bangkai KM Levina 1, Minggu (25/2) membuktikan bahwa manajemen investigasi atas penyebab kecelakaan makin tak jelas. "Ini menunjukkan, manajemen investigasi atas kecelakaan, khususnya di laut tidak jelas. Ini semua bisa terjadi karena siapa otoritas di laut juga tidak tegas," kata Anas, Senin (26/2) Penegasan tersebut terkait dengan tenggelamnya KM Levina I di perairan Muara Gembong, Bekasi, Jawa Barat pada Minggu (25/2) siang, sesaat setelah tim Puslabfor POLRI, KNKT dan sejumlah wartawan naik ke atas kapal itu untuk melakukan penyidikan. "Dari persitiwa ini kan, menimbulkan investigasi atas investigasi. Ini kan sangat memalukan dan sebuah kecerobohan besar," kata Anas. Polisi Tak Berhak Sementara itu, Pakar hukum laut Capt. Henk Lumentah, SH MH, menilai pihak Polri tidak berhak memeriksa penyebab kecelakaan yang menimpa KM Levina 1, apalagi langsung menyelidiki kemungkinan adanya tindak pidana dalam peristiwa naas itu.

"Dalam UU Pelayaran No 21/1992 ditegaskan kalau ada kecelakaan kapal, maka yang harus memeriksa adalah pejabat yang berwenang, dan kasus ini kemudian dapat diteruskan ke pengadilan yang berwenang. Ini kan masalah kompetensi peradilan, jadi sudah diatur bahwa Mahkamah Pelayaran yang pertama kali harus membuktikan ada kecenderungan perbuatan pidana baru diserahkan ke polisi. Ini semua terkait masalah kompetensi," tegas Henk, yang banyak menangani kasus-kasus hukum di laut.

Dia mengutip Pasal 93 UU Pelayaran No 21/1991, bahwa terhadap setiap kecelakaan kapal diadakan pemeriksaan oleh pejabat Pemerintah yang berwenang untuk mengetahui sebab-sebab kecelakaan. Terhadap hasil pemeriksaan itu dapat diadakan pemeriksaan lanjutan untuk diambil tindakan oleh instansi yang ditunjuk. "Disinilah Polri bisa masuk bila telah diminta," katanya.

Menurut dia Mahkamah Pelayaran bisa cepat bekerja kalau diperintahkan, namun itu harus dimulai dari Syahbandar, yang kemudian mengajukan ke Dirjen Perhubungan Laut, lalu menugaskan MP. "Sayangnya syahbandar sudah keburu dicopot dan dijadikan tersangka karena dituding bersalah mengeluarkan SIB, padahal dalam standar pelayaran dunia yang dikeluarkan syhabanda adalah clearance," kata Henk, yang banyak mengikuti berbagai konferensi pelayaran dan hukum laut internasional.

"Syahbandar memang pegang semua izin-izin kapal, tapi kalau ada kerusakan nakhoda harus lapor ke syahbandar. Kalau semua dokumen kapal hidup syahbandar mengeluarkan clearance (pasal 40). Tapi tanggungjawab di kapal ada pada nakhoda di (pasal 57). Nakhoda memberangkatkan kapal kalau dia sudah pasti kapal layak laut. Jadi tanggungjawab berangkatkan kapal atau tidak ada di nakhoda, bukan syahbandar," tegas Henk.

"Nakhoda wajib memastikan kapal dalam keadaan layak. Kalau celaka kan kapten yang celaka bersama ABK dan para penumpang serta pemilik kapal," kata Henk, yang pernah menakhodai sejumlah kapal niaga. Dia juga menegaskan pemilik atau operator kapal wajib memberi keleluasaan kepada nakhoda atau pemimpin kapal untuk melaksanakan ketentuan yang berlaku. "Sekarang kan pemilik sering paksa kapten untuk berlayar," keluh Henk. Pernyataan muatan berbahaya harus dinyatakan oleh EMKL atau pemilik kapal, tetapi dalam kasus ini harus dicek siapa yang mengurus muatan, dan dicek mengapa muatan bahan kimia tidak dilaporkan Pencarian diteruskan Sementara itu, pencarian terhadap tiga korban tenggelamnya KM Levina 1 yakni satu juru kamera SCTV, M. Guntur dan dua anggota Puslatfor Mabes Polri, AKP Langgeng Widodo serta AKP Widiantoro, di sekitar tenggelamnya KM Levina akan diteruskan. Mabes Polri dibantu oleh Armabar Satpolairut dari Polda Metro Jaya masih terus berupaya mencari tiga korban yang hingga kini belum diketemukan. Menurut Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Pol Sisno Adiwinoto pada SH Senin mengatakan pencarian terhadap ketiga orang ini masih terus dilakukan di Muara Gembongi. Dengan dibantu tim katak dari Armabar yang menurunkan dua tim khusus mencari ketiga orang hilang. Pencarian ini dilakukan sejak pagi tadi tepatnya pukul 07.00 WIB. Fokus pencarian dengan melakukan penyelaman karena kedalaman di kawasan tempat tenggelamnya KM Levina hanya sekitar tujuh -13 meter.(kbn/ant/war/han

Kronologi Tenggelamnya Levina: *) Minggu (25/2/2007), sekitar pukul 12.00 WIB, empat kapal rombongan wartawan, KNKT dan Puslabfor berangkat meliput dan memeriksa kondisi kapal Levina yang sedang ditarik menuju tepi Pelabuhan. *) Puslabfor adalah tim pertama yang naik ke Kapal Levina *) Puslabfor menyatakan kondisi kapal aman dinaiki. Rombongan lain naik kapal sehingga ada sekitar 16 orang di dalam kapal *) Sekitar pukul 13.00 WIB, KNKT mulai melakukan pemeriksaan pada bangkai kapal. Tapi tiba-tiba kapal miring. *) 16 orang yang berada di atas kapal langsung berloncatan ke laut. Rata-rata tidak memakai pelampung. Sebab, Tim Puslabfor yang telah berada di atas kapal menginformasikan bahwa kapal dalam keadaan aman. *) Ketika kapal mulai miring, mayoritas penumpang yang berada di lantai 3 langsung meloncat ke laut melalui jendela *) Kapal sempat timbul tenggelam. Speedboat dari Polair datang menyelamatkan. *) 1 orang wartawan Lativi meninggal. Seorang karyawan RCTI, karyawan KNKT bisa diselamatkan, 2 orang anggota Puslabfor dan seorang kameraman SCTV hilang dan belum ditemukan Sumber: Data Lapangan

Bangkai KM Levina Tenggelam *Satu Tewas, Tiga Hilang JAKARTA - KM Levina kembali makan korban. Setelah puluhan nyawa mwlayang akibat terbakar, bangkai kapal yang sedang diinvestigasi oleh Tim Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) dan Puslabfor Mabes Polri di perairan Kepulauan Seribu, Minggu (25/2) sekitar pukul 13.30 WIB tenggelam. Kapal tiba-tiba miring dan cepat tenggelam saat para wartawan dan petugas berada di atasnya. Akibat kejadian itu wartawan Lativi Suherman tewas, sedangkan wartawan SCTV Guntur dua petugas Puslabfor Polri belum ditemukan. Wartawan lain saat ini dirawat di Port Medical Center, Tanjung Priok. Menurut petugas Instalasi Gawat Darurat RS Port Medical Center, di Jakarta, Herman sudah tidak sadar ketika dibawa ke rumah sakit, dan akhirnya meninggal karena diduga korban sempat tenggelam. Korban lainnya yang saat ini dirawat di rumah sakit tersebut juru kamera RCTI Bima Marzuki, dan seorang kru dari Lativi, dan satu orang anggota KNKT. Hingga berita ini diturunkan tadi malam, seorang juru kamera SCTV Guntur dan dua anggota KNKT Sugeng Riyadi dan Widiantoro, serta dua petugas Puslabfor, belum ditemukan. Menurut informasi Kepala Dinas Penerangan Komando Armada RI Kawasan Barat (Koarmabar), Letnan Kolonel (Laut) Hendra Pakan, kejadian sekitar pukul 13.30 WIB, setelah para korban mulai menaiki bangkai kapal KMP Levina I sejak pukul 11.30 WIB. Hendra menjelaskan, belum diketahui secara pasti penyebab KMP Levina I menjadi oleng dan tenggelam, padahal kondisi cuaca ketika itu cukup cerah namun pusaran airnya kuat. "Saya memperoleh informasi, umumnya wartawan tidak bersedia menggunakan pelampung, padahal prosedurnya harus menggunakan alat penyelamat tersebut," kata Hendra. Sementara anggota KNKT dan Polri yang menaiki KMP Levina I menggunakan pelampung. Hendra menjelaskan, kejadian tenggelamnya Levina berlangsung sangat cepat. Petugas KNKT,

Puslabfor, dan rombongan wartawan menjadi panik dan berloncatan ke laut untuk menyelamatkan diri. Hendra belum bisa menceritakan kronologi tenggelamnya kapal. Tapi kemungkinan besar kapal milik KPT Praga Jaya Sentosa itu sudah tenggelam di perairan Muara Gembong, Bekasi. "Saya baru terima informasi separuh-separuh dari teman yang di lapangan. Tapi kemungkinan kapalnya sudah tenggelam," jelasnya. Sementara itu, ibunda Suherman, Ny Tuti (70 tahun) yang ditemui di Port Medical Center, Tanjung Priok, mengatakan Suherman pada tahun ini berencana melangsungkan pernikahan. Anak bungsu dari delapan bersaudara itu masih tinggal di rumah orang tuanya. Ny Tuti sendiri tidak terlalu mendapat firasat soal kepergian Suherman untuk selamanya. "Tadi pagi dia datang ke rumah sekitar pukul 09.00 WIB untuk sarapan, dan selanjutnya berangkat lagi untuk kerja," ungkapnya. Menurut Panji, manajemen Lativi sedang membicarakan secara internal terkait asuransi dan berbagai bantuan yang diberikan kepada korban maupun keluarga. Menhub Hatta Rajasa menegaskan, prosedur keamanan telah dilakukan sebelum tim dari Puslabfor dan KNKT serta wartawan berangkat menuju bangkai Kapal Levina. Caranya dengan memberikan pengarahan sebelum berangkat ke lokasi. "Diawali dengan briefing di markas Polair dan pembagian baju pelampung," kata Hatta dalam konferensi pers di Markas Polair Pondok Dayung, Jakarta Utara, Minggu (25/2). SUDAH DIBRIEFING Menurut Hatta, saat itu sekitar pukul 11.00 WIB, penyidik Labfor dan KNKT melakukan koordinasi di markas Polair. Beberapa wartawan yang hadir bermaksud ikut meliput ke atas bangkai KM Levina I. "Saat pemberian briefing diberitahu bahwa tempat-tempat berbahaya di kapal tidak boleh didatangi," ujar Hatta. Hatta menambahkan, tim kemudian tiba di lokasi di perairan Muara Gembong sekitar pukul 12.00 WIB, dengan menggunakan kapal Polair. Dan sekitar pukul 13.30 WIB, kapal kemudian miring dan dalam hitungan menit bangkai Levina tenggelam. Dijelaskan Hatta, yang ikut dalam rombongan adalah dari Puslabfor 10 orang, KNKT 4 orang. Sedang wartawan yang ikut serta dari RCTI 2 orang, ANTV 2 orang, SCTV 3 orang, Indosiar 2 orang, Metro TV 1 orang, Lativi 1 orang, dan Elshinta 1 orang. Akibat musibah ini, seorang kameramen Lativi, Suherman, meninggal dunia. Sedang 3 orang masih hilang yakni M Guntur wartawan SCTV, serta 2 anggota Puslabfor AKBP Langgeng Widodo dan Kompol Widyantoro. Wakapolri Komjen Pol Makbul Padmanegara menegaskan, dalam olah TKP, siapa pun tidak boleh masuk. Tragedi tenggelamnya KM Levina yang menewaskan kameramen Lativi Suherman dan menyebabkan 3 orang luka-luka, dan 3 orang masih hilang, disebabkan karena kurang tegasnya petugas. "Bagi kami ini adalah pelajaran yang berharga dalam menghadapi masalah harus dengan tegas," kata Makbul dalam jumpa pers di Markas Polair Pondok Dayung, Jakarta Utara, Minggu (25/2). Menurut Makbul, dalam ketentuan hanya petugas yang diperkenankan masuk ke TKP. Biasanya di TKP dikelilingi police line, untuk mencegah hilangnya barang bukti. "Kalau ada wartawan yang memasuki KM Levina, itu menjadi persoalan kami, karena ketentuannya tidak boleh dan persoalan juga bagi rekan wartawan," terang Makbul. Dia menjelaskan, dalam memasuki tempat yang berbahaya harus dipatuhi bersama. Pada saat pemberangkatan juga sudah diadakan briefing dan diberitahu bahwa tempat-tempat berbahaya tidak boleh didatangi. (mly/jpnn/dtc)

Anda mungkin juga menyukai