Untuk mengatasi efek dari knowledge spills over dari eksternalitas positif produksi serta mendorong
kegiatan penelitian dan pengembangan, pemerintah Indonesia memberikan insentif pengurangan pajak
(super tax deduction) dalam penelitian dan pengembangan. Super tax deduction merupakan pengurangan
penghasilan bruto paling tinggi 300% (tiga ratus persen) dari jumlah biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan
penelitian dan pengembangan tertentu di Indonesia yang dibebankan dalam jangka waktu tertentu. Kebijakan
tersebut didasarkan pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 153/PMK.010/2020 tentang Pemberian
Pengurangan Hasil Bruto atas Kegiatan Penelitian dan Pengembangan di Indonesia, sebagai peraturan pelaksana
dari Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 94
Tahun 2010 Tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan Pajak Penghasilan dalam Tahun
Berjalan.
1
Policy Brief 1
2
Policy Brief 1
Indonesia sangat kecil yaitu sebesar 0,226% Sumber: Public Finance and Public Policy,
terhadap PDB di tahun 2018. Angka tersebut Jonathan Gruber
berada cukup jauh dibandingkan secara agregat
Kurva tersebut menunjukkan kegagalan pasar
dengan negara-negara di kawasan Asia dan Pasifik
yang disebabkan eksternalitas positif produksi.
yang mempunyai rata-rata pengeluaran kegiatan
R&D sebesar 2,511% terhadap PDB dan negara- Berdasarkan teori yang dipaparkan oleh Jonathan
negara dengan pendapatan menengah ke atas Gruber, biaya marjinal sosial (SMC) lebih rendah
mempunyai pengeluaran kegiatan R&D sebanyak dari biaya marjinal privat (PMC) karena biaya yang
1,726% terhadap PDB. dikeluarkan suatu perusahaan untuk penelitian dan
pengembangan mempunyai dampak positif di masa
Berikut adalah tabel beberapa negara dengan depan bagi perusahaan lain karena dapat
persentase pengeluaran kegiatan penelitian dan mengadopsi hasil penemuan tersebut. Hal ini
pengembangan terhadap PDB pada tahun 2018. menyebabkan social optimum quantity (Q2) lebih
besar daripada jumlah yang dihasilkan pasar
Tabel 1. Persentase pengeluaran untuk R&D
No Negara Persentase
kompetitif (Q1) sehingga terjadi underproduction
1. Korea Selatan 4,81% sehingga pihak yang bersedia melakukan penelitian
2. Jepang 3,265% dan pengembangan sangat sedikit.
3. China 2,186%
4. Singapura 1,944% Untuk mengatasi hal tersebut, pemerintah membuat
5. Australia 1,874% regulasi super tax deduction hingga 300% terhadap
6. Thailand 1,004% hasil bruto atas kegiatan penelitian dan
7. Indonesia 0,226% pengembangan yang digambarkan dengan grafik
Sumber: Diolah dari data World Bank, 2020 berikut.
Rendahnya persentase pengeluaran kegiatan R&D
terhadap PDB menunjukkan bahwa masih sangat Grafik 2. Kondisi setelah ada super tax deduction
sedikit perusahaan yang melakukan penelitian dan P
pengembangan di Indonesia. Negara-negara pada
tabel tersebut telah menerapkan super tax deduction
dengan ketentuannya masing-masing, menghasilkan
persentase pengeluaran kegiatan R&D yang cukup
besar. Hal itu menunjukkan bahwa terdapat
peningkatan inovasi dan produktivitas R&D.
Kondisi di Indonesia ketika banyak perusahaan
enggan melakukan penelitian dan Q
pengembangan karena biaya yang dikeluarkan
besar, kemudian hasil manfaatnya dapat Sumber: Public Finance and Public Policy,
dinikmati pihak lain namun tidak mendapat Jonathan Gruber
kompensasi digambarkan oleh kurva berikut ini.
Grafik 1. Kondisi eksternalitas positif produksi Berdasarkan kurva tersebut, pasar awalnya dalam
kondisi keseimbangan di titik A dimana biaya
P
marjinal privat 1 (PMC1) sama dengan manfaat
marjinal privat (PMB). Mengingat eksternalitas
positif dengan manfaat MB, secara sosial produksi
optimal adalah di titik B dimana biaya marjinal sosial
dan manfaat sama. Kondisi dimana Pemerintah
Indonesia memberikan insentif super tax deduction
atau pengurangan pajak terhadap penghasilan bruto
paling tinggi 300% dari total jumlah biaya yang
Q dikeluarkan untuk penelitian dan pengembangan
maka akan menurunkan biaya marjinal privat
3
Policy Brief 1
sehingga menggeser kurva biaya marjinal privat manfaat yang diperoleh dapat menutup investasi
(PMC1) turun sebesar manfaat marjinal MB yang pemerintah dalam bentuk insentif tersebut.
menghasilkan kurva baru PMC2 yang identik
dengan kurva SMC. Pasar bergerak dari situasi Insentif yang diberikan terbatas pada yurisdiksi
kekurangan produksi atau perusahaan yang bersedia atau wilayah kegiatan penelitian dan
melakukan penelitian dan pengembangan menjadi pengembangan dilakukan yaitu hanya di
produksi yang optimal dengan bertambahnya Indonesia. Hal tersebut sebagaimana yang ada pada
jumlah perusahaan melakukan penelitian dan pasal 2 ayat 1 Peraturan Menteri Keuangan Nomor
pengembangan. 153/PMK.010/2020 tentang Pemberian
Pengurangan Hasil Bruto atas Kegiatan Penelitian
Kebijakan pemerintah untuk memberikan super dan Pengembangan di Indonesia yang berbunyi,
tax deduction merupakan kebijakan yang tepat “Kepada Wajib Pajak yang melakukan kegiatan
dan secara teori seharusnya dapat memberikan penelitian dan pengembangan tertentu di Indonesia,
peningkatan inovasi dan mendorong dapat diberikan pengurangan penghasilan bruto
produktivitas kegiatan penelitian dan paling tinggi 300% (tiga ratus persen) dari jumlah
pengembangan di Indonesia, walupun dalam biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan Penelitian
pelaksanaannya secara jangka pendek belum dan Pengembangan tertentu di Indonesia yang
terlihat manfaatnya. Tujuan dari insentif pajak dibebankan dalam jangka waktu tertentu.”
adalah untuk mengurangi jumlah pajak penghasilan Yurisdiksi tersebut dapat diperluas, misalnya negara
terutang dari pengeluaran untuk penelitian dan Singapura, yang memberlakukan ketentuan
pengembangan. Insentif tersebut mempunyai efek pengurangan untuk kegiatan yang dilakukan di
yang kurang bagus terhadap kondisi fiskal karena Singapura maupun di luar Singapura dengan
dapat menurunkan pendapatan pajak yang diterima. persetujuan pemerintah Singapura.
Namun, jika produktivitas penelitian dan
pengembangan berhasil meningkat signifikan, maka
Rekomendasi
Pemberian insentif super tax deduction harus sesuai dengan kebutuhan dan tujuan yang secara umum adalah
meningkatkan daya saing ekonomi. Tujuan lainnya yaitu meningkatkan kuantitas dan kualitas SDM terkait riset
yang mampu berkompetisi secara global, meningkatkan relevansi dan produktivitas riset, serta meningkatkan
kontribusi riset terhadap pertumbuhan ekonomi nasional. Mengingat pentingnya tujuan tersebut, maka
pemberian insentif harus kepada sasaran yang tepat. Berikut ini beberapa rekomendasi yang sesuai dengan
kebijakan tersebut.
Rekomendasi pertama: melakukan penelitian pemenuhan kualifikasi terhadap perusahaan calon
penerima fasilitas insentif pajak. Menurut PMK Nomor 153 Tahun 2020, kualifikasi tersebut diantaranya
1. dilakukan oleh Wajib Pajak, selain Wajib Pajak yang menjalankan usaha berdasarkan kontrak bagi hasil,
kontrak karya, atau perjanjian kerjasama pengusahaan pertambangan yang penghasilan kena pajaknya
dihitung berdasarkan ketentuan tersendiri dalam kontrak yang berbeda dengan ketentuan umum di bidang
Pajak Penghasilan;
2. memenuhi kriteria: bertujuan untuk memperoleh penemuan baru; berdasarkan konsep atau hipotesa
orisinal; memiliki ketidakpastian atas hasil akhirnya; terencana dan memiliki anggaran; dan bertujuan untuk
menciptakan sesuatu yang bisa ditransfer secara bebas atau diperdagangkan di pasar; dan
3. merupakan penelitian dan pengembangan prioritas dengan fokus pada industri pangan; farmasi, kosmetik
dan alat kesehatan; tekstil, kulit, alas kaki, dan aneka; alat transportasi; elektronika dan telematika, energi,
barang modal, komponen, dan bahan penolong; argoindustri; logam dasar dan bahan galian bukan logam;
kimia dasar; dan pertahanan keamanan.
4
Policy Brief 1
Untuk saat ini lebih baik prioritas pemberian insentif pada penelitian dan pengembangan bidang
kesehatan agar dapat menciptakan vaksin dan memproduksi alat kesehatan untuk mengatasi Covid-19,
namun ke depannya akan lebih baik apabila perusahaan di semua bidang dapat memperoleh akses
fasilitas insentif pajak supaya dapat mencapai netralitas kebijakan. Namun tetap harus memperhatikan
kriteria atau kualifikasi tertentu agar pemberian fasilitas insetif dapat menghasilkan manfaat yang maksimal.
Rekomendasi kedua: kelebihan pengeluaran dikompensasi pada tahun sebelumnya atau sesudahnya.
Insentif yang diberikan berupa pengurangan pajak terhadap penghasilan bruto mempunyai efek yang
merugikan kondisi fiskal. Agar pemberian insentif super tax deduction dapat berjalan dengan efektif, dapat
mengadopsi cara negara lain yaitu kelebihan pembebanan pengeluaran atas kegiatan penelitian dan
pengembangan yang merugikan, lebih baik dikompensasi pada penghasilan neto tahun sebelumnya atau
tahun sesudahnya.
Rekomendasi ketiga: ketentuan yurisdiksi dapat diperluas dengan batasan tertentu. Saat ini biaya
penelitian dan pengeluaran yang dibebankan hanya untuk kegiatan yang dilakukan di wilayah Indonesia.
Tetapi dengan pertimbangan pertukaran pengetahuan dan teknologi seperti kegiatan pelatihan dan
penelitian di luar negeri yang memiliki sumber daya lebih bagus dalam rangka pengembangan teknologi atau
produk, peraturan terkait yurisdiksi dapat diperluas dengan tetap menerapkan batasan tertentu.
Referensi
Darussalam. (2013). Insentif Pajak Penghasilan atas Biaya Penelitian dan Pengembangan.
https://www.ortax.org/ortax/?mod=issue&page=show&id=53. diakses tanggal 11 November 2020.
Dumont, Michel. (2019). Tax Incentives for Business R&D in Belgium. Brussels: Federal Planning Bureau.
Gokhberg L., Kitova G., Roud V. (2014). Tax Incentives for R&D and Innovation: Demand vs. Effects. Foresight
Russia vol. 8 no 3.
Gruber, J. (2016). Public Finance and Public Policy Fifth Edition. New York: Worth Publishers.
Irwanto, I. (2020). Comparative Study of Tax Incentives in Indonesia, Malaysia, and the United States of
America to Support Research and Development. Tangerang: Universitas Pelita Harapan.
Kementerian Keuangan. (2020). Nota Keuangan dan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
Tahun Anggaran 2021. Pemerintah Republik Indonesia, Jakarta.
Mitchell, Jessica. (2019). Tax Incentives and Fiscal Support to Encourage Innovation and Technological
Advancement: A Comparative Study. Research Evaluation vol 29.
Tan, Angela. (2011). Singapore Master Tax Guide Handbook. Singapura: CCH Asia Pte Ltd.
The World Bank. (2020). Research and Development Expenditure (%GDP) Indonesia.
https://data.worldbank.org/indicator/GB.XPD.RSDV.GD.ZS?contextual=aggregate&locations=ID.
diakses tanggal 9 November 2020