Anda di halaman 1dari 7

JFACE

Journal of Family, Adult, and Early


Childhood Education
HUBUNGAN MENTAL TOUGHNESS DAN http://ejournal.aksararentakasiar.com/in
dex.php/jface
COMPETITIVE ANXIETY TERHADAP Penerbit Aksara Rentaka Siar (ARS)
Kediri, Jawa Timur, Indonesia

PEAK PERFORMANCE ATLET BASKET ISSN: 2685-6476


Volume 2, Nomor 3, Agust 2020

SUMBAR

Lustyana Yusuf 1,*, Prima Aulia1


1
Universitas Negeri Padang, Indonesia
*
Lustyanayusuf1306@gmail.com

ABSTRACT
This research aims to determine the relationship between mental Toughness and competitive
anxiety on peak performance in basketball athletes in West Sumatra. In this reseacrh used the
quantitavive correlation. This research used a sample quota technique in sampling. Population
in this research were basketball athletes based in West Sumatra with 27 subjects. The result has
a correlation of 0.790 with a value p = 0,000 (p˂0,05), it means The higher the mental
Toughness of an athlete, the lower thecompetitive anxiety in an athlete and the effect on the peak
performance of an athlete will be higher, the opposite is also true.
Keywords: Mental Toughness, Competitive anxiety, Peak performance, Basketball Atheletes

PENDAHULUAN
Setiap pribadi mempunyai hobi atau kegemaran yang disukai atau digemari. Hobi banyak
jenisnya, ada yang hobi memasak dan akhirnya menjadi koki, ada yang hobi berbisnis yang membuat
seseorang tersebut menjadi pengusaha, dan ada yang rajin berolahraga dan menjadikannya seorang atlet,
dan lainnya. Atlet merupakan suatu profesi yang banyak digemari berbagai kalangan umur, akan tetapi
lebih di dominasi oleh anak muda baik laki-laki ataupun perempuan.
Menurut Adisasmito (dalam Ardini & Jannah (2017), ada tiga penyebab atau faktor yang dapat
mempengaruhi prestasi yang dicapai oleh seorang atet yaitu faktor teknik, faktor fisik dan faktor
pikologis. Menurut Ravaie dalam Algani et al (2018), perasaan tertekan, jenuh stres, takut akan
kegagalan, emosi yang sedang tidak stabil, kurangnya percaya akan kemampuan dalam diri biasanya
dapat mengakibatka prestasi atle jadi menurun. Faktor psikologis adalah salah satu faktor yang harus
diperhatikan dalam pengembangan & pembinaan olahraga yang tidak dapat diabaikan oleh seorang atlet.
Mental sangatlah penting untuk diperhatikan dalam diri seorang atlet, akan tetapi banyak pelatih
maupun para atlet mengesampingkan atau kurang memperhatikan sesuatu hal yang menyangkut faktor
mental tersebut. Di sisi lain, angka 80% mempunyai peranan penting dalam pencapaian prestasi yaitu
mental menurut pendapat Adisasmito (2007), dan para ahli yang lain juga berpendapat mental
mempengaruhi pertandingan sebanyak 50% (Herman 2011). jika seseorang atlet mempunyai aspek tekni,
fisik sebagus apapun yang dimiliki oleh seorang atlet tersebut akan hancur dan berantakan apabila mental
yang di miliki oleh seorang atlet tersebut tidak pernah di asah atau dilatih oleh seorang atlet (Gunarsa
2008). Menurut Gucciardi, Gordon, & Dimmock dalam Algani et al (2018), mengatakan bahwa untuk
mencapai suatu pencapaian yang optimal harus menyelaraskan kemampuam fisik dan mental seorang atlet
tersebut. Penampilan puncak atlet di setiap pertandingan disebut dengan peak performance. Menurut
Satiadarma (2000), mengatakan penapilan puncak atau peak performance ialah optimumnya suatu
pencapaian seorang atlet saat pertandingan sedang berlangsung. Menurut Setyobroto (2001), mengatakan
278 JFACE
Journal of Family, Adult, and Early Childhood Education 2 (3), 277-283

prestasi atau pencapaian seorang atlet merupakan suatu pemikiran dalam memahami bagaimana suatu
mental dalam prosese pembentukannya yang menghasilkan suatu hasil atau yang disebut dengan peak
performance. Permasalahan yang sering kali dihadapi oleh atlet biasanya tidak bisa mengeluarkan atau
menampilkan performa terbaiknya saat latihan maupun pertandingan yang sedang berlangsung yang
terkait dengan peak performance atlet tersebut. Sedangkan menurut William & Krane dalam Utama
(2015), peak performance merupakan suatu keadaan yagng wajib saat fisik dan mental keduanya
seimbang digunakan secara bersamaan.
Mental Toughness merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi peak performance
(penampilan puncak). Mental Toughness merupakan kumpulan beberapa nilai, etika, perilaku, dan suatu
emosi yang membantu seseorang untuk mampu menjaga dan mengatasi kesulitan, kendala atau tekanan-
tekanan yang sedang dialami, namun mampu menjaga konsentrasi dan motivasi untuk tetap konsisten
dalam pencapaian tujuan pada pertandingan. Menurut Jones dalam Algani et al (2018), Mental Toughness
bisa membuat santai seseorang atlet , tetap merasa ketenangan dan tetap bersemangat dikarenakan bisa
menumbuhkan dua kemampuan adalah pikiran positif yang berpikiran dalam mengatasi kendala & selalu
berpikiran bahwa berpikiran santai, dapat mengesampingkan suatu masalah, suatu tekanan, sesuatuyang
di anggap salah dalam suatu pertandingan yang sedang berlangsung. Mental Toughness yang ada dalam
diri seorang atlet tersebut dapat menggambarkan suatu usaha yang uar biasa walaupun sebenarnya untuk
memenangkan suatu pertandingan tidak ada lagi harapan yang tersisa (Gunarsa 2008). Apabila seseorang
mampu memberikan performa terbaiknya dalam pertandingan, maka seorang atlet tersebut dipastikan
mempunyai mental Toughness yang tinggi. Begitupun sebaliknya, apabila seorang atlet tersebut tidak
mampu memberikan performa terbaiknya saat bertanding, maka atlet tersebut bisa dikatakan mempunyai
mental Toughness yang rendah.
Faktor lain yang mempengaruhi peak performance yaitu competitive anxiety. Akhir-akhir ini
psikologi olahraga telah mempertimbangkan sakah satu tipe kecemasan saat bertanding yaitu competitive
anxiety. Competitive anxiety dapat mengganggu penampilan atlet ketika bertanding, karena pikiran-
pikiran negatif yang muncul dan akan menjadi beban moral apabila seorang atlet tersebut tidak mampu
untuk memenangkan suatu pertandingan. Kekhawatiran yang dimiliki oleh seseorang atlet akan
berdampak pada tingkat kecemasan para atlet. Faktor internal dan eksternal merupakan fator yang dapat
menyebabkan seorang atlet mempunyai kecemasan di dalam dirinya. Kepercayaan akan kemampuan
dalam diri, kecemasan, positive-negative-affect merupakan faktor internal dari kecemasan. Adapun faktor
eksternal dari kecemasan yaitu pelatihan, level dalam kemampuan, olahraga yang difokuskan, keadaan
pertandingan dan pengalaman dalam bertanding (Ardini and Jannah 2017).
Sumatera Barat sangat banyak memiliki atlet-atlet yang profesional di berbagai bidang. Mulai
dari atlet bola kaki, atlet bola basket, atlet badminton, dan atlet bidang lainnya. Atlet profesional di
Sumatera Barat biasanya merupakan seseorang laki-laki atau wanita yang berasal dari berbagai macam
daerah yang berada di Sumatera Barat. Kebanyakan dari mereka pergi kuliah ke Padang maupun luar
Sumatera Barat. Bagi atlet basket yang berdomisili di Padang, maka atlet tersebut nantinya akan diikut
sertakan dalam kejuaraan-kejuaraan yang membawa nama Sumatera Barat. menurut hasil wawancara
peneliti dengan sebagian atlet yaitu kejuaraan yang belum mereka bisa raih disebabkan kurangnya teknik
atau skill untuk mengalahkan tim lawan. Maka terjadilah kesenjangan antara pendapat pelatih dan atlet.
Oleh karena itu peneliti tertarik untuk melihat mental Toughness, competitive anxiety dan peak
performance pada atlet basket Sumatera Barat tersebut.

METODE
Penelitian merupakan penelitian kuantitatif korelasional. Populasi dalam penelitian ini adalah
atlet basket yang berada di Sumatera Barat. Penelitian ini menggunakan teknik sampel kuota di mana
seluruh atlet menjadi sampel dalam penelitian ini.
Varibel X(1) dalam penelitian ini adalah mental Toughness. Alat ukur yang dipakai dalam mental
Toughness ini adalah alat ukur yang dikemukakan oleh Gucciardi, Gordon, and Dimmock (2008).
Variabel X (2) Dalam penelitian ini adalah competitive anxiety. Alat ukur yang di pakai dalam
Lustyana Yusuf, Prima Aulia 279
Hubungan Mental Toughness dan Competitive Anxiety…

competitive anxiety ini adalah alat ukur yang dikemukakan oleh Sue, dkk. Variabel Y dalam penelitian ini
adalah peak performance. Alat ukur yang dipakai dalam penelitian ini adalah alat ukur yang dikemukakan
oleh Williams and Krane (1993).

HASIL DAN PEMBAHASAN


Hasil Penelitian
Berdasarkan hasil hipotesis yang dilakukan dari 27 orang subjek diperoleh hasil analisis
korelasi dari product moment. Koefisien korelasi (r) antara mental Toughness dan competitive anxiety
terhadap peak performance sebesar 0,673 dengan signifikansi (p ˂ 0,05). Hasil ini menyatakan bahwa
terdapat hubungan positif yang signifikan antara mental Toughness dan competitive anxiety dan peak
performance. Hal ini menyatakan bahwa apabila mental Toughness seorang atlet tinggi maka akan
semakin rendah competitive anxiety dalam diri seorang atlet tersebut dan beperpengaruh pada peak
performance seorang atlet akan menjadi tinggi pula, begitu juga sebaliknya.

Tabel 1. Pengkategorian Subjek Berdasarkan skala Mental Toughness


Subjek
Aspek Skor Kategori
F Persentasi
(%)
Thrive X<8 Rendah 0 0
Through 8 ≤ X < 12 Sedang 3 11,11
Challenge 12 ≤ Tinggi 24 88,88
Total 27 100
Sport X<8 Rendah 0 0
Awareness 8 ≤ X < 12 Sedang 5 7,40
12 ≤ Tinggi 22 92,59
Total 27 100
Tough X<8 Rendah 0 0
Attitude 8 ≤ X < 12 Sedang 2 7,40
12 ≤ Tinggi 25 92,59
Total 27 100
Desire X<8 Rendah 0 0
Success 8 ≤ X < 12 Sedang 0 0
12 ≤ Tinggi 27 100
Total 27 100

Kategorisasi subjek berdasarkan aspek-aspek dari skala mental Toughness pada tabel yang di atas
didapatkan bahwa semua aspek tersebut berada dikategori tinggi. Aspek thrive though challenge dengan
24 orang (88,88%) kategori tinggi, 3 orang dengan kategori sedang (11,11) dan satupun tidak ada yang
masuk ke dalam kategori rendah. Aspek sport awareness dengan 25 orang (92,59%) termasuk ke dalam
kategori tinggi, 2 orang yang termasuk ke dalam kategori sedang (7,40%) dan tidak satu orangpun yang
masuk ke dalam kategori rendah. Aspek tough attitude dengan 25 orang (92,59%) yang termasuk ke
dalam kategori tinggi, 2 orang yang termasuk ke dalam kategori sedang (7,40%) dan satupun tidak ada
orang yang bergabung ke dalam kategori rendah. Aspek yang terakhir yaitu Desire Success dengan 27
orang (100%) yang termasuk ke dalam kategori tinggi, dan tidak ada satu orangpun yang masuk ke dalam
kategori tinggi atau rendah.
280 JFACE
Journal of Family, Adult, and Early Childhood Education 2 (3), 277-283

Tabel 2. Pengkategorian Subjek Berdasarkan skala Competitive anxiety

Subjek
Aspek Skor Kategori
F Persentasi
(%)
Manifestasi X < 10 Rendah 18 66,66
Cognitive 10≤ X < 15 Sedang 9 33,33
15 ≤ X Tinggi 0 0
Total 27 100
Manifestasi X < 10 Rendah 14 51,85
Behavior 10 ≤ X < 15 Sedang 12 44,44
15 ≤ X Tinggi 1 3,70
Total 27 100
Manifestasi X < 20 Rendah 17 62,96
Somatic 20 ≤ X < 30 Sedang 10 37,03
30 ≤ X Tinggi 0 0
Total 27 100

Kategorisasi subjek berdasarkan aspek-aspek dari skala competitive anxiety pada tabel yang
di atas didapatkan bahwa aspek pertama, kedua dan ketiga berada pada kategori rendah.
Tabel 3. Pengkategorian Subjek Berdasarkan skala Competitive anxiety

Subjek
Aspek Skor Kategori
F Persentasi
(%)
Mental X < 12 Rendah 0 0
Santai 12≤ X<18 Sedang 4 14,81
18≤ X Tinggi 23 85,18
Total 27 100
Fisik yang X < 12 Rendah 0 0
Santai 12 ≤ X <18 Sedang 7 25,92
18 ≤ X Tinggi 20 74,07
Total 27 100
X < 10 Rendah 0 0
Optimis 10 ≤ X < 15 Sedang 0 0
15 ≤ X Tinggi 27 100
Total 27 100
X<6 Rendah 0 0
Fokus 6≤X<9 Sedang 5 18,51
9≤X Tinggi 22 81,48
Lustyana Yusuf, Prima Aulia 281
Hubungan Mental Toughness dan Competitive Anxiety…

Total 27 100
Berenergi X<8 Rendah 0 0
Tinggi 8 ≤ X < 12 Sedang 2 7,40
12 ≤ X Tinggi 25 92,59
Total 27 100
Kesadaran X < 10 Rendah 0 0
Tinggi 10 ≤ X < 15 Sedang 5 18,51
15 ≤ X Tinggi 22 81,48
Total 27 100
X6 Rendah 0 0
Terkendali 6≤X<9 Sedang 5 18,51
9≤X Tinggi 22 81,48
Total 27 100
X < 10 Rendah 1 3,70
Terselubung 10 ≤ X< 15 Sedang 10 37,03
15 ≤ X Tinggi 16 59,25
Total 100

Hasil yang didapatkan dalam tabel di atas, semua aspek berada pada kategori tinggi. Dimana
aspek pertama dengan subjek 23 orang kategori tinggi (85,18%) dan termasuk kategori sedang ada 4
orang (14,81%) dan di aspek ini tidak ada yang di dalam kategori rendah. Aspek kedua pada skala peak
performance, ada 23 orang yang termasuk dalam kategori tinggi (85,18%) dan 4 orang untuk kategori
sedang (14,81%) dan tidak ada satupun yang berada dikategori rendah. Pada aspek ketiga, ada 27 orang
yang termasuk ke dala kategori tinggi (100) dan satupun tidak ada orang yang masuk ke dalam kategori
sedang dan rendah. Di aspek ke empat terdapat 22 orang yang berada pada kategori tinggi (81,48%) dan 5
orang pada kategori sedang (18,51%) dan tidak ada satupun yang masuk ke dalam kategori rendah. Pada
aspek kelima 25 orang yang termasuk ke dalam kategori tinggi (92,59%) dan 2 orang yang termasuk ke
dalam kategori sedang (7,40%) dan tidak ada satupun yang masuk ke dalam kategori rendah. Selanjutnya,
di aspek keenam ada 22 orang yang termasuk ke dalam kategori tinggi (81,48%) dan 5 orang lagi
termasuk ke dalam kategori sedang (18,51%) dan satupun tidak ada orang yang masuk ke dalam kategori
rendah. Pada aspek ketujuh, ada 22 orang yang termasuk ke dalam kategori tinggi (81,48%) dan 5 orang
termasuk ke dalam kategori sedang (18,51%) dan tidak satupun yang termasuk ke dalam kategori rendah.
Terakhir, di aspek ke delapan ada 16 orang yang termasuk ke dalam kategori tinggi (59,25%), 10 orang
yang termasuk ke dalam kategori sedang (37,03%) dan ada 1 orang yang termasuk ke dalam kategori
rendah (3,70%).
Uji normalitas adalah suatu bentuk uji yang dilakukan untuk mengetahui apakah data variabel
yang diteliti berdistribusi atau tidak. Populasi yang ada bisa terwakili apabila adanya sebaran yang
normal. Apabila suatu data dikatakan tidak normal, dapat disimpulkan bahwa subjek representatif
sehingga tidak dapat mewakili populasi.
Uji linearitas mencari bukti bahwa apakah suatu variabel bebas memiliki hubungan linear dengan
variabel terikat itu. F- linearity merupakan jenis statistik yang digunakan sebagai meihat linearitas varibel,
yang dianalisis menggunakan program perangkat lunak. Syarat yang digunakan untuk mengetahui
linearitas adalah jika p < 0,05 dikatakan linear atau jika p>0,05, maka sebaran dikatakan tidak linear.
Berdasarkan hasil pengolahan data yang sudah diolah peneliti, linearitas pada mental Toughness,
competitive anxiety dan peak performance adalah sebesar F= 30,317 yang mempunyai p = 0,000 ( p <
0,05 ) dengan demikian dapat diartikan asumsi linear dalam penelitian ini terpenuhi.
282 JFACE
Journal of Family, Adult, and Early Childhood Education 2 (3), 277-283

Uji hipotesis ini bertujuan sebagai menguji hipotesis dalam penelitian ini sehingga kita dapat
mengetahaui apakah terdapat hubungan antara mental toughenss dan competitive anxiety terhadap peak
performance. Uji hipotesis ini menggunakan teknik analisis regresi ganda. Berdasarkan hasil yang
didapatkan, nilai koefisien korelasi r = 0,790 dengan signifikansi p = 0,000 ( p < 0,05) yang menandakan
bahwa H0 ditolak dan dan Ha diterima. Hasil ini memperlihatkan bahwa terdapat hubungan positif yang
signifikansi antara mental Toughness, competitive anxiety dan peak performance. Apabila mental
Toughness tinggi, competitive anxiety rendah atau sedang maka akan berpengaruh kepada peak
performance yaitu memiliki skor yang tinggi juga.

Pembahasan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan negatif yang signifikan antara mental
Toughness dan competitive anxiety, hubungan positif antara mental Toughness dan peak performance
peak performance. Berdasarkan suatu hasil yang sudah diolah datanya dengan hasil uji statistik yang
menggunakan uji normalitas dan uji korelasi dapat diambil kesimpulan bahwa Ha diterima dan Ho
ditolak. Berdasarkan aspek dari mental Toughness, keempaat aspeknya masuk ke dalam kategori tinggi.
Atlet yang memiliki mental Toughness yang tinggi biasanya mampu untuk mengontrol pikiran-pikiran
yang menurutnya akan mengganggu performanya saat bertanding. Seseorang atlet yang mempunyai
mental Toughness yang tinggi biasanya diinterpretasikan sebagai seseorang yang mampu untuk bersikap
positif ketika menghadapi suatu tekanan khusunya pada saat akan melakukan pertandingan. Penelitian
tentang mental Toughness dan competitive anxiety mempunyai hasil ke arah negatif. Competitive anxiety
dan peak performance biasanya memiliki hubungan yang negatif. Hal ini juga disampaikan menurut
penelitian Sandy (2019), semakin tinggi kecemasan bertanding, maka peak performance pada atlet
semakin tinggi. Begitupun sebaliknya, apabila competitive anxiety semakin tinggi, maka peak
performance seorang atlet akan semakin rendah. Akan tetapi menurut Harsuki dalam Sandy (2019), peak
performance biasanya juga dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti pelatih dan latihan, kondisi fisik, dan
sebagainya. Berdasarkan hasil yang sudah didapatlan oleh beberapa ahli dan beberapa penelitian
sebelumnya dapat dikatakan bahwa apabila seorang atlet memiliki mental Toughness yang tinggi, dan
competitive anxiety yang rendah maka akan berpengaruh pada peak performance seseorang tersebut.
Seseorang atlet tersebut dapat memberikan performa terbaiknya dala pertandingan. Begitupun sebaliknya,
apabila mental Toughness serang atlet rendah dan competitive anxiety tinggi maka peak performance nya
juga rendah, maaka seorang atket tersebut tidak dapat memberikan performa terbaiknya.

KESIMPULAN
Setelah di dapatkan hasil penelitian & hipotesis mengenai hubungan antara mental Toughness,
competitive anxiety dan peak performance pada atlet basket di Sumatera Barat maka didapatkan
kesimpulannnya sebagai berikut :
1. Mental Toughness yang ada pada atlet basket di Sumatera termasuk ke dalam kategori tinggi.
2. Competitive anxiety yang ada pada atlet basket di Sumatera Barat termasuk ke dalam kategori rendah.
3. Peak performance yang ada pada atlet basket di Sumatera Barat termasuk ke dalam kategori tinggi.
Terdapat hubungan yang positif dan signifikansi antara mental Toughness, competitive anxiety
terhadap peak performance pada atlet basket di Sumatera Barat yang memiliki arti bahwa semakin tinggi
mental Toughness seorang atlet, maka competitive anxiety seorang atlet tersebut akan rendah yang akan
berpengaruh pada penampilan puncak seorang atlet tersebut. Begitupun sebaliknya, apabila mental
Toughness seorang atlet rendah, dan seorang atlet tersebut mempunyai competitive anxiety yang tinggi
maka akan berpengaruh pada peak performance yaitu peak performance yang rendah pada diri.

REFERENSI
Adisasmito, L. 2007. Mental Juara Modal Atlet Berprestasi. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Algani, Panji Wahyu, Muhammad Salis Yuniardi, and Alifah Nabilah Masturah. 2018. “Mental
Lustyana Yusuf, Prima Aulia 283
Hubungan Mental Toughness dan Competitive Anxiety…

Toughness Dan Competitive anxiety Pada Atlet Bola Voli.” Jurnal Ilmiah Psikologi Terapan 06(01).
Ardini, Fitria, and Miftakhul Jannah. 2017. “Pengaruh Pelatihan Teknik Relaksasi Pernafasan Dalam
Terhadap Competitive State Enxity Pada Atlet UKM Bulu Tangkis Universitas Negeri Surabaya.”
Character: Jurnal Psikologi Pendidikan 04(2):1–5.
Gucciardi, Daniel F., Sandy Gordon, and James A. Dimmock. 2008. “Towards an Understanding of
Mental Toughness in Australian Football.” Journal of Applied Sport Psychology 20(3):261–81.
Gunarsa, S. D. 2008. Psikologi Olahraga Prestasi. Jakarta: Gunung Mulia.
Herman, Herman. 2011. “Psikologi Olahraga.” Jurnal ILARA 11(2):1–7.
Sandy, Assyeggaf Kurnia. 2019. “Pengaruh Kecemasan Bertanding Terhadap Peak performance Atlet
Futsal Usia Remaja.” Universitas Negeri Jakarta.
Satiadarma, M. .. 2000. Dasar-Dasar Psikologi Olahraga. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Setyobroto, S. 2001. Mental Training. Jakarta: Percetakan Solo.
Utama, Aji. 2015. “Hubungan Antara Kecemasan Dengan Peak performance Atlet Kejuaraan Nasional
UGM Futsal Championship 2015.” Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Williams, J. .., and V. Krane. 1993. Applied Sport Psychology: Personal Growth to Peak performance.
London: Mayfield Publishing Company.

Anda mungkin juga menyukai