Elok Retnoningsasy
Jurusan Psikologi, Fakultas Ilmu Pendidikan, UNESA, email: elokretnoningsasy16010664081@mhs.unesa.ac.id
Miftakhul Jannah
Jurusan Psikologi, Fakultas Ilmu Pendidikan, UNESA, email: miftakhuljannah@unesa.ac.id
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara mental toughness dengan kecemasan olahraga
pada atlet badminton. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif korelasional dan melibatkan seluruh
populasi sebagai sampel, yakni berjumlah 130 atlet. Instrumen yang digunakan adalah skala mental
toughness dan skala kecemasan olahraga. Skala mental toughness disusun berdasarkan teori Gucciardi
(2009), sedangkan skala kecemasan olahraga disusun berdasarkan teori Smith, Smoll, Cumming,
Grossbard (2006). Teknik analisis data yang digunakan adalah korelasi product moment. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa terdapat hubungan negatif yang signifikan antara mental toughness dengan
kecemasan olahraga pada atlet badminton sehingga Ho ditolak dan Ha diterima. Artinya, semakin tinggi
tingkat mental toughness maka semakin rendah tingkat kecemasan olahraga, begitupun sebaliknya.
Semakin rendah tingkat mental toughness maka semakin tinggi tingkat kecemasan olahraga atlet. Hal ini
dikarenakan mental toughness dapat memberikan respon positif kepada atlet sehingga dapat meredam
kecemasan olahraga.
Kata Kunci: mental toughness, kecemasan olahraga, atlet, badminton.
Abstract
This research aimed to analyze the relationship between mental toughness and sport anxiety among
badminton athletes. A quantitative method with correlation design was used in this research. This
research involves the entire population of 130 badminton athlestes as a samples. Data were collected
using two instruments: a mental toughness scale and a sport anxiety scale. The mental toughness scale is
based on Gucciardi's theory (2009), while the sports anxiety scale is based on the theories of Smith,
Smoll, Cumming, Grossbard (2006).The result revealed that there was a significant negative correlation
between mental toughness and sport anxiety among badminton athletes so that Ho was rejected and Ha
was accepted. The higher level of mental toughness, the lower level of sport anxiety and vice versa. The
lower the level of mental toughness, the higher the level of sports athlete anxiety. It’s all because mental
toughness can give a positive response to athletes so that sport anxiety can be reduced.
Keywords: mental toughness, sport anxiety, athlete, badminton.
8
Volume 07. Nomor 03. (2020). Character : Jurnal Penelitian Psikologi
menyumbang medali bagi kontingen Indonesia. Sepajang yang dilakukan dengan salah satu pengurus UKM
Olimpiade yang diselenggarakan sejak tahun 1992 hingga sekaligus pemain badminton (ID, 20 tahun) pada tanggal
2016, Indonesia hanya gagal menyumbangkan medali 8 Januari 2020, ID menjelaskan bahwa seringkali yang
emas pada tahun 2012 di London. Selebihnya, Indonesia dialami ketika bermain badminton adalah perasaan
selalu membawa medali emas ke tanah air (tirto.id, cemas, terutama ketika menghadapi lawan yang berat. ID
2019). mengaku bahwa kecemasan yang dirasakan berasal dari
Prestasi olahraga badminton makin merosot pikiran-pikiran negatif yang muncul pada dirinya seperti
(Hasibuan, 2018). Dilansir dari BolaSport.com, Indonesia gagal dalam pertandingan dan tidak akan mendapatkan
dinyatakan berada pada peringkat ketiga dunia dalam reward. Selain itu, kondisi penonton yang terlalu ramai
turnamen BWF (Badminton World Federation) World dan masalah dengan keluarga atau pasangan membuat
Tour 2019. Gatot S.Dewa Broto selaku sekretaris dirinya semakin cemas.
Kemepora (Kementerian Pemuda dan Olahraga) juga Meskipun ID sudah pernah mengikuti kejuaraan
menilai bahwa prestasi badminton Indonesia cukup pada tingkat Universitas hingga Nasional, ia mengatakan
memprihatinkan sehingga meminta PBSI (Persatuan bahwa dampak dari kecemasan yang dirasakan tersebut
Bulutangkis Seluruh Indonesia) mencari cara untuk membuatnya sudah tidak fokus dalam pertandingan
meningkatkan prestasi badminton Indonesia di luar sehingga strategi yang sudah direncakan tidak dapat
kategori ganda putra (CNN Indonesia, 2019). direalisasikan dengan baik. ID mengaku kecemasan yang
Badminton harus dilakukan dengan perencaan yang dirasakan membuat tingkat akurasinya dalam menangkis
matang dan pembinaan secara sistematis agar dapat shuttlecock kearah lawan menurun dan tidak tepat
mencapai prestasi yang baik. Selain itu, faktor yang sasaran karena terkadang tangannya gemetar atau
berperan sangat penting dalam pencapaian prestasi terburu-buru menangkis. Apabila kecemasan olahraga
badminton adalah faktor psikologis atau mental tersebut tidak dapat teratasi dengan baik, maka daya
(Sholichah & Jannah, 2015). Fakta dilapangan tahannya pun juga menurun sehingga lebih cepat lelah.
menunjukkan bahwa atlet yang sudah dibekali teknik dan Gunarsa (dalam Jannah, 2016) menjelaskan bahwa
taktik yang bagus serta memiliki kemampuan yang sudah kecemasan olahraga berpengaruh terhadap performa atlet
baikpun tidak selalu dapat menampilkan performanya secara bertahap. Ketika seorang atlet mengalami
dengan optimal pada saat pertandingan (Rachmaningdiah kecemasan olahraga yang tinggi maka hal itu akan
& Jannah, 2016). berdampak pada kondisi fisik atau fisiologisnya, seperti
Ardiansyah (2014) berpendapat bahwa kondisi ketegangan otot yang kemudian berpengaruh pada
psikologis atlet seperti kecemasan olahraga dapat kemampuan teknis. Atlet akan sering mengalami
dijadikan sebagai penilaian atas baik dan buruknya kesalahan hingga pada akhirnya pola pikirnya akan
kemampuan atlet tersebut. Kecemasan olahraga memiliki terganggu dan mulai muncul berbagai persepsi negatif
arti reaksi emosional yang bersifat negatif saat harga diri seperti takut akan kegagalan. Pikiran negatif tersebut juga
atlet dianggap terancam. Atlet akan merasa cemas apabila justru pada akhirnya menimbulkan lebih banyak
sesuatu yang diharapkan tidak berjalan dengan baik atau kesalahan dan muncul kecemasan olahraga yang lebih
mendapat rintangan sehingga ada kemungkinan tidak tinggi pula.
tercapainya harapan akan menghantui pikirannya (Amir, Hasibuan (2018) berpendapat bahwa aspek emosi
2012). Sejalan dengan hal itu, Jannah (2016) seperti kecemasan olahraga merupakan hal yang sangat
mendefisinikan kecemasan olahraga yakni perasaan penting untuk diperhatikan dalam pembinaan aspek
tidak nyaman yang disebabkan oleh situasi mengancam. psikologis. Kecemasan olahraga yang harus ada ialah
Pristiwa dan Nuqul (2018) berpendapat bahwa kecemasan dalam batas normal karena berfungsi sebagai
secara umum atlet yang berada di UKM Unit Olahraga mekanisme kontrol diri terhadap apa yang akan terjadi.
memiliki kecemasan olahraga. Sejalan dengan hal itu, Tingkat kecemasan olahraga yang tinggi akan berakibat
Cratty (dalam Amir, 2012) mengatakan bahwa atlet buruk pada performa atlet sehingga memungkinkan atlet
dengan rentang usia diatas dua puluh tahunan paling mengalami kekalahan.
rentan dan sering mengalami kecemasan olahraga Anggota UKM Badminton (A, 20 tahun)
dikarenakan pada usia tersebut atlet menjajaki masa mengatakan bahwa dirinya sering mengalami kecemasan
paling produktif dalam karirnya. Atlet yang tidak mampu olahraga. Kecemasan tersebut terkadang menganggu
mengelola kecemasan olahraga dengan baik akan pikirannya hingga sangat sulit untuk kosentrasi. Namun
kehilangan masa produktif dalam karir keolahragaannya A memiliki strategi sendiri untuk mengatasi kecemasan
sebab tidak dapat menunjukkan performanya yang olahraga tersebut, A mengatakan bahwa seringkali ia
optimal. menarik napas panjang dan membuang pikiran negatif
Berdasarkan kondisi lapangan, hasil wawancara yang ada. Meskipun tidak benar-benar menghilangkan
9
Hubungan antara Mental Toughness dengan Kecemasan Olahraga pada Atlet Badminton
rasa cemas, A berpendapat bahwa ia merasa lebih tenang dapat dibuktikan dengan meningkatnya keterampilan
dan dapat lebih fokus. seorang atlet akan dibarengi dengan peningkatan taraf
Kecemasan olahraga diperkirakan berhubungan mental toughness yang dimiliki (Jones dkk, 2007).
dengan mental toughness (Raynaldi, Rachma, & Akbar, Hasil penelitian dari Raynadi, Rachmah, dan Akbar
2016). Banyak ahli olahraga yang berpendapat bahwa (2016) mengungkapkan bahwa antara mental toughness
faktor psikologis yang berperan penting dalam dengan kecemasan bertanding atlet pencak silat memiliki
pencapaian prestasi ditentukan oleh kematangan dan hubungan yang bertolak belakang. Semakin tinggi mental
mental toughness (Clarasati & Jatmika, 2017). Fauzee, toughness menunjukkan kecemasan bertanding yang
dkk. (2012) juga mengatakan bahwa komponen penting rendah, begitupun sebaliknya. Semakin rendah taraf
yang dapat menentukan keberhasilan atlet salah satunya mental toughness berdampak pada semakin tinggi taraf
yaitu mental toughness. kecemasan bertanding.
Mental toughness adalah gabungan dari emosi, Jones (2010) menjelaskan bahwa student athlete
sikap, perilaku, serta nilai yang membuat individu membutuhkan mental toughness karena jika student
mampu untuk menyelesaikan kendala dan tekanan yang athlete mengikuti banyak kompetisi atau pertandingan
dialami dengan tetap konsisten dalam menjaga motivasi maka pengalaman yang diperoleh juga semakin banyak
dan konsentrasi secara penuh tujuan yang telah sehingga hal ini memunculkan mental toughness dengan
ditetapkan dapat terwujud (Gucciardi, Gordon, & taraf tinggi dan tingkat kecemasan olahraga dalam taraf
Dimmock, 2009). Pendapat lain yang dikemukakan oleh rendah. Mental toughness adalah salah satu faktor
Yanti dan Jannah (2017) menyebutkan bahwa ciri pendukung dari psikologis student athlete, hal ini dapat
seorang atlet memiliki mental toughness yaitu atlet dapat terlihat pada saat latihan ataupun bertanding.
menjaga konsentrasi bahkan motivasinya pada segala Berdasarkan penjelasan yang sudah diuraikan
situasi. diatas, maka peneliti melakukan penelitian yang
Mental toughness dapat memberikan rasa rileks, berkaitan dengan hubungan antara mental toughness
tenang, serta semangat agar atlet tetap mampu dengan kecemasan olahraga pada atlet badminton.
mengembangkan dua keterampilan, yakni respon positif
seperti berpersepsi mengurangi kesulitan dan berpikir METODE
atas sikap bahkan menghiraukan masalah, kesalahan, Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan
tekanan, dan persaingan dalam suatu pertandingan antara mental toughness dengan kecemasan olahraga
(Jones, 2010). Mental toughness juga dapat membuat pada atlet badminton. Jenis penelitian yang digunakan
atlet lebih percaya diri serta siap akan menghadapi adalah kuantitatif korelasional. Jannah (2018)
pertandingan dan siap menerima apapun hasil yang akan berpendapat bahwa penelitian kuantitatif adalah suatu
didapat. Seorang atlet dengan mental toughness yang metode peneiltian di mana data-data penelitian yang
baik akan mampu memperoleh peningkatan secara diperoleh berwujud angka untuk dianalisis menggunakan
signifikan pada prestasinya sekaligus dapat perhitungan statistik tertentu yang kemudian digunakan
mempertahankan prestasi yang telah diperoleh (Nurhuda untuk menjawab hipotesis penelitian yang telah
& Jannah, 2018). dirumuskan. Sedangkan korelasional yaitu metode yang
Clough, dkk. (2002) menjelaskan bahwa jika mental bertujuan untuk mengetahui adanya hubungan atau
toughness seorang atlet tergolong dalam taraf rendah, korelasi antara dua atau lebih variabel penelitian.
maka ketika menghadapi situasi yang cenderung Penelitian ini dilakukan di UKM Badminton Universitas
menekan maka atlet akan memunculkan reaksi negatif Negeri Surabaya dengan melibatkan 130 atlet, dimana 30
yakni seperti rasa gugup saat bertanding, emosi kurang atlet sebagai subjek try out dan 100 atlet sebagai subjek
stabil, kehilangan konsentrasi serta perilaku diluar penelitian.
kendali internal atlet. Anggapan lain, jika mental Data diperoleh dari skala kecemasan olahraga dan
toughness atlet tergolong dalam taraf tinggi, atlet akan skala mental toughness. Skala kecemasan olahraga
memunculkan reaksi positif yakni seperti tenang disusun berdasarkan teori kecemasan olahraga Smith,
walaupun mendapat tekanan dari supporter, mampu Smoll, Cumming, Grossbard (2006), yaitu somatic,
menjaga titik fokus walaupun skor yang didapat worry, dan consentration disruption. Masing-masing
tertinggal jauh dari lawan, serta motivasi meningkat aspek berjumlah lima aitem sehingga total keseluruhan
karena tensi pertandingan juga meningkat (Yanti & berjumlah 15 aitem. Semakin tinggi skor yang diperoleh,
Jannah, 2017). Secara garis besar, dapat dikatakan bahwa maka kecemasan olahraga atlet semakin tinggi, begitupun
atlet yang memiliki taraf tinggi pada mental toughness sebaliknya. Sedangkan skala mental toughness disusun
akan dapat meredam kecemasan olahraga serta memiliki berdasarkan aspek-aspek mental toughness yang
kontrol diri yang baik dalam menghadapi tekanan. Hal ini dikemukakan oleh Gucciardi (2009), yaitu thrive though
10
Volume 07. Nomor 03. (2020). Character : Jurnal Penelitian Psikologi
challenge, sport awareness, tough attitude, dan desire 35% subjek mengalami kecemasan olahraga yang rendah,
success. Skala ini berjumlah 46 aitem, dimana 23 aitem artinya meskipun subjek merasa gelisah dan takut akan
merupakan pernyataan favourable dan 23 aitem lainnya kegagalan, subjek memiliki mekanisme kontrol diri
merupakan pernyataan unfavourable. Semakin tinggi terhadap apa yang akan terjadi. Sebesar 64% subjek
skor yang didapat maka semakin tinggi pula mental memiliki kecemasaan olahraga yang sedang. Sedangkan
toughness atlet. subjek yang memiliki kecemasan olahraga tinggi hanya
Analisis data pada penelitian ini menggunakan sebanyak 1%, artinya hanya ada satu subjek penelitian
korelasi product moment dengan bantuan SPSS 24.0 for yang merasa amat gelisah dan takut mengalami
windows. Korelasi product moment bertujuan untuk kegagalan sehingga pikiran negatif tersebut akan
mengetahui hubungan antara mental toughness dengan membuat performanya tidak maksimal.
kecemasan olahraga pada atlet badminton.
Tabel 3. Kategorisasi Mental Toughness Subjek
HASIL DAN PEMBAHASAN Valid Cumulative
Freq Percent
Percent Percent
Hasil
Valid Rendah - 0 0 0
Data yang telah diperoleh terlebih dahulu dilakukan
Sedang 100 100.0 100.0 100.0
uji statistik deskriptif. Hasil olahan data statistik
Tinggi 0 0 0 0
deskriptif adalah sebagai berikut.
Total 100 100.0 100.0 100.0
11
Hubungan antara Mental Toughness dengan Kecemasan Olahraga pada Atlet Badminton
12
Volume 07. Nomor 03. (2020). Character : Jurnal Penelitian Psikologi
semakin tinggi tingkat mental toughness pada atlet maka sebagai mekanisme kontrol diri terhadap apa yang akan
semakin rendah tingkat kecemasan olahraga yang terjadi. Apabila seorang atlet merasakan kecemasan
dirasakan. olahraga dalam taraf tinggi, hal ini akan memiliki efek
Hasil hipotesis diatas sesuai dengan penelitian yang sulitnya atlet untuk mengontrol gerakan hingga memiliki
telah dilakukan oleh Analuie, Mohd, Soumendra, Anwar, pengaruh buruk pada performa (Hasibuan, 2018).
dan Muzaimi (2016) yang menghasilkan bahwa terdapat Gunarsa (dalam Jannah, 2016) menjelaskan bahwa
korelasi yang signifikan antara mental toughness dengan kecemasan olahraga berpengaruh terhadap performa atlet
kecemasan olahraga. Penelitian tersebut menemukan secara bertahap. Ketika seorang atlet mengalami
adanya relevansi dan pentingnya mengukur kecemasan kecemasan olahraga yang tinggi maka hal itu akan
olahraga serta mengembangkan mental toughness berdampak pada kondisi fisik atau fisiologisnya, seperti
diantara atlet-atlet. ketegangan otot yang kemudian berpengaruh pada
Pada penelitian ini dapat dikatakan bahwa subjek kemampuan teknis. Atlet akan sering mengalami
penelitian secara keseluruhan sudah memiliki perilaku kesalahan hingga pada akhirnya pola pikirnya akan
atau sikap yang baik. Hal tersebut dibuktikan dari hasil terganggu dan mulai muncul berbagai persepsi negatif
data statistik deskriptif yang menunjukkan nilai rata-rata seperti takut akan kegagalan. Pikiran negatif tersebut juga
mental toughness atlet yaitu sebesar 120,45 lebih tinggi justru pada akhirnya menimbulkan lebih banyak
daripada nilai rata-rata kecemasan olahraga yang hanya kesalahan dan muncul kecemasan olahraga yang lebih
sebesar 31,68. Penelitian ini juga sejalan dengan hasil tinggi pula.
penelitian yang sebelumnya dilakukan oleh Algani, Berdasarkan penjelasan diatas dapat dinyatakan
Yuniardi, dan Masturah (2018) dimana penelitian bahwa kecemasan olahraga cenderung dipenuhi oleh
tersebut menyatakan bahwa tingkat mental toughness emosi negatif seperti perasaan gelisah dan takut akan
yang tinggi mengakibatkan rendahnya tingkat kecemasan kegagalan. Sedangkan mental toughness justru
olahraga. berbanding terbalik dengan kecemasan olahraga. Mental
Hasil uji statistik dan kategorisasi dalam penelitian toughness dapat memberikan rasa rileks, tenang, serta
ini menunjukkan bahwa sebanyak 100% subjek memiliki semangat agar atlet tetap mampu mengembangkan dua
tingkat mental toughness dalam kategori sedang. Namun keterampilan, yakni respon positif seperti berpersepsi
sebanyak 64% subjek memiliki tingkat kecemasan mengurangi kesulitan dan berpikir atas sikap bahkan
olahraga dalam kategori sedang, serta 1% dalam kategori menghiraukan masalah, kesalahan, tekanan, dan
tinggi. Faktor yang dapat mempengaruhi kecemasan persaingan dalam suatu pertandingan (Jones, 2010).
olahraga subjek pada penelitian ini salah satunya adalah Hal tersebut diperkuat dengan aspek dalam mental
usia subjek yang rata-rata dua puluh tahun. Berdasarkan toughness yang juga berbanding terbalik dengan aspek
hasil penelitian oleh Peristiwa dan Nuqul (2018) yang kecemasan olahraga. Dimana pada aspek mental
mengatakan bahwa atlet yang berada di UKM Unit toughness yaitu terdapat kemampuan pengendalian diri
Olahraga rata-rata memiliki kecemasan olahraga dalam untuk menghadapi kondisi tertekan (thrive though
kategori sedang. Cratty (dalam Amir, 2012) menyatakan challenge), memiliki kesadaran dan tanggungjawab
bahwa atlet dengan usia dua puluh tahunan paling sebagai atlet dan pengaruh dalam tim (sport awareness),
mungkin dan lebih sering mengalami kecemasan mampu menghadapi tekanan (though attitude), dan selalu
olahraga. Diluar kedua hal yang sudah dijelaskan, subjek optimis untuk mencapai target keberhasilan (desire
juga termasuk kategori atlet yang pengalamannya masih success). Sedangkan aspek dalam kecemasan olahraga
kurang sehingga tidak jarang memiliki kecemasan yaitu somatik, worry, dan consentration disruption
olahraga. cenderung kepada rasa takut gagal, jantung berdetak
Hasil penelitian yang telah dilakukan oleh kencang, perasaan khawatir, gelisah, dan tidak tenang
Mellalieu, Hanton, dan O’Brien (2004) menyatakan ketika mengalami tekanan atau rintangan (Smith, Smoll,
bahwa intensitas kecemasan olahraga yang dirasakan & Schutz, 1990).
atlet akan lebih rendah apabila atlet tersebut memiliki Analuie, Mohd, Soumendra, Anwar, dan Muzaimi
pengalaman bertanding yang banyak (Jannah, 2016). (2016) berpendapat bahwa dalam hal kecemasan
Kecemasan olahraga ditemukan menjadi salah satu olahraga, atlet dengan mental toughness yang baik
faktor penting dalam diri atlet (Kalinin, Balazsi, Pentek, kemungkinan kecil untuk menginterpretasikan informasi
Duica, Hantiu, 2019). Jannah (2016) berpendapat bahwa ambigu atau situasi yang menekan sebagai suatu ancaman
kecemasan olahraga merupakan rasa tidak menyenangkan dan merespon dengan sikap yang tidak sewajarnya atau
yang dirasakan atlet akibat suasana yang dipersepsikan berlebihan. Maka dapat disimpulkan bahwa mental
mengancam. Kecemasan olahraga yang harus ada adalah toughness dapat mengurasi kecemasan olahraga atlet.
kecemasan olahraga dalam batas normal karena berfungsi
13
Hubungan antara Mental Toughness dengan Kecemasan Olahraga pada Atlet Badminton
14
Volume 07. Nomor 03. (2020). Character : Jurnal Penelitian Psikologi
15