Anda di halaman 1dari 30

UNIVERSITAS GUNADARMA

FAKULTAS PSIKOLOGI

PENGARUH KEPERCAYAAN DIRI TERHADAP PEAK PERFORMANCE


ATLET FUTSAL

Disusun oleh:
Nama : Musfiq Amrullah
NPM : 11520204
Dosen Pembimbing : Agyl Muhammad Dzikrullah S.psi M.si

DEPOK
2023
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Olahraga merupakan salah satu cara untuk menjaga agar kesegaran jasmani
tetap berada dalam kondisi yang prima. Olahraga yang dilakukan secara rutin dan
tepat akan membuat manusia menjadi sehat dan kuat, baik jasmani maupun rohani
(Zulaikha, 2007). Safaria & Kunjana (2006) berpendapat bahwa dengan olahraga
juga dapat meningkatkan rasa kepercayaan diri, kontrol diri, harga diri, dan
menciptakan citra tubuh yang positif. Terdapat banyak jenis olahraga yang
populer baik individu maupun beregu salah satu nya adalah futsal. Futsal adalah
termasuk olahraga beregu, bahwa permainan futsal mengharuskan para pemain
nya diajarkan bermain dengan sirkulasi bola yang sangat cepat, menyerang dan
bertahan dan juga harus memiliki fisik, mental dan teknik bermain yang baik.
Teknik dasar yang perlu dikuasai seorang atlet futsal yaitu Passing, Control,
Chipping, Dribbling dan shooting (Lhaksana, 2011).

Futsal dipopulerkan di Montevideo, Uruguay pada tahun 1930, oleh Juan


Carlos Ceriani. Futsal masuk ke Indonesia pada tahun 2002 setelah Indonesia
ditunjuk oleh Asian Football Federation (AFF) menjadi tuan rumah turnamen “
Futsal Asian Championship”. Pada saat itu disiarkan langsung oleh salah satu
stasiun televisi Swasta di Indonesia sehingga masyarakat Indonesia dapat
menonton dan mengenal olahraga futsal. Dalam beberapa tahun terakhir, futsal
berkembang sangat pesat dan dikenal oleh masyarakat Indonesia terutama di
perkotaan (Ardianto, 2013). Penelitian Carissa (2023) menyatakan bahwa futsal di
Indonesia telah mengalami peningkatan signifikan dalam hal popularitas dan
partisipasi. Jumlah pemain futsal terus bertambah setiap tahun, dengan semakin
banyak turnamen dan kompetisi yang diadakan di seluruh negeri. Di dunia
peringkat futsal indonesia berada pada peringkat 37 dengan peraihan 1112 point
(futsalworldranking, 2023). Sedangkan pada tahun 2021, Indonesia berada pada
peringkat 49 dengan peraihan 1000 point (nextsport, 2021). Dengan demikian
terjadi peningkatan pada ranking futsal Indonesia.
Menurut Jaya (2008) futsal adalah olahraga yang dimainkan oleh dua tim,
setiap tim memiliki lima pemain inti, salah satu diantaranya adalah seorang
penjaga gawang. Futsal merupakan olahraga bola yang dimainkan dengan
menggunakan kaki seperti halnya dengan sepak bola, tetapi futsal memiliki
lapangan yang ukuran nya lebih kecil dari sepak bola dan memiliki peraturan yang
berbeda. Dalam futsal, untuk mencapai kemenangan diperlukan teknik, taktik dan
stamina yang baik. Selain faktor fisik, perkembangan olahraga akhir-akhir ini
dapat dilihat bahwa peranan faktor psikologis dalam mencapai prestasi begitu
besar. Hal ini dibuktikan melalui banyaknya penelitian dan studi tentang
keterlibatan aspek psikologis dalam olahraga. Dalam olahraga futsal, untuk
mencapai kemenangan diperlukan teknik, taktik dan stamina yang baik. Selain
kemampuan fisik seperti berlari dan menendang bola, seorang pemain juga harus
memiliki kecerdasan di lapangan. Kecerdasan seperti membaca arah bola, bermain
dengan teknik tinggi dan kemampuan bekerja sama dengan tim merupakan hal
penting untuk seorang individu dalam bermain futsal agar tim nya dapat
memperoleh kemenangan dalam setiap pertandingan.
Permasalahan atlet yang sering kali muncul adalah individu tidak dapat
mengeluarkan kemampuan terbaiknya dalam sebuah latihan dan pertandingan
yang kemudian diinterpretasikan sebagai peak performance atlet tersebut. Peak
performance sendiri adalah kondisi ajaib ketika fisik dan mental keduanya selaras
digunakan bersama-sama (William & Krane, 1993). Menurut Satiadarma (2000)
peak performance merupakan penampilan optimum yang dicapai seorang atlet.
Senada dengan itu Schneider, Bugental, & Pierson (2011) peak performance
adalah kondisi sempurna saat pikiran, dan otot bergerak secara sinergi dan
beriringan.
Pada hakikatnya peak performance tidak harus berujung pada kemenangan,
terlebih lagi di dalam olahraga beregu misalnya futsal. Hal ini dikarenakan peak
performance bukanlah hasil, melainkan sebuah proses mental yang dapat
menghantarkan para pemain pada kemenangan. Menurut Satiadarma (2000)
menjelaskan bahwa jika atlet berada dalam kondisi peak performance, maka atlet
akan tampil baik dalam sebuah pertandingan atau kompetisi. Dengan tampil lebih
baik, maka peluang memenangkan sebuah pertandingan menjadi semakin besar.
Selanjutnya, Wang (2010) mengungkapkan bahwa, ketika atlet tidak berada dalam
kondisi peak performance, kecenderungan atlet untuk tampil buruk akan semakin
besar. Gunarsa (2004) menambahkan bahwa saat atlet berada dalam peak
performance, dia sudah meraih prestasi puncaknya (top achievement).
Salah satu contoh yang terjadi pada Jack Wilshere yang merupakan pemain
dari salah satu klub sepakbola di Inggris yang mengalami cedera dan tidak bisa
bertanding selama 17 minggu. Namun setelah sembuh dari cedera, Jack memiliki
keyakinan yang kuat bahwa dirinya bisa bangkit, lalu mampu kembali bermain
dan menunjukkan peak performance dalam pertandingannya. Hal tersebut
diakuinya dalam sebuah wawancara dengan sebuah media di Inggris “Saya saat
ini memang belum tampil 100% tapi berkat keyakinan yang dimiliki dalam diri
Saya, Saya akan tunjukkan bahwa Saya akan mencapai penampilan 100%”
(Nurdin, 2021). Contoh lain terjadi pada Mark Spitz yang mencapai peak
performance di Olimpiade Munich dengan perolehan tujuh emas cabang olahraga
renang. Nadia Commaneci dalam kondisi peak performance dia berkali-kali
memperoleh nilai 10 untuk beberapa kategori perlombaan pacuan kuda (Pratama,
2018). Berdasarkan contoh berikut peak performance dapat muncul ketika atlet
memiliki keyakinan dan kepercayaan diri yang tinggi meskipun setelah
mengalami keterpurukan.
Penampilan atlet pada saat bertanding dipengaruhi oleh sejumlah komponen,
yakni fisik, teknik, dan psikis. Salah satu aspek psikologis yang mempengaruhi
penampilan seorang atlet dalam pertandingan adalah kepercayaan diri (Gunarsa,
2004). Percaya diri dapat diartikan suatu kondisi mental atau psikologis diri
seseorang yang memberi keyakinan kuat pada dirinya untuk berbuat atau
melakukan sesuatu tindakan yang terbaik. Kepercayaan diri (self confidence)
merupakan modal utama seseorang, khususnya atlet untuk mencapai prestasi
(Yulianto & Nashori, 2006). Tingkat kepercayaan diri yang tinggi cenderung akan
membuat seorang atlet mudah mengatasi kecemasan yang muncul, kepercayaan
diri adalah bagaimana seseorang memandang kemampuan yang berhubungan
dengan tugas yang akan dihadapi, jika seorang atlet merasa mampu dan bisa
mengatasi lawan, maka tingkat kecemasannya cenderung akan rendah
(Komarudin, 2012).
Rasa percaya diri yang rendah pada individu dapat berpotensi menimbulkan
prestasi yang rendah. Hal demikian dikarenakan bahwa rasa percaya diri yang
rendah dapat menyebabkan individu tidak dapat menangani masalahnya yang
rumit (Yulianto dan Nashori, 2006). Lauster (1978) menegaskan tanpa adanya
kepercayaan diri maka banyak masalah yang akan timbul pada diri seseorang.
Atlet yang tidak memiliki kepercayaan diri akan meragukan kemampuan yang
dimiliki dirinya (Komarudin, 2013). Atlet yang mempunyai kepercayaan diri
berarti atlet tersebut sanggup, dan meyakini dirinya dalam mencapai prestasi
maksimal. Seorang atlet yang memiliki rasa percaya diri yang baik, percaya
bahwa dirinya akan mampu menampilkan kinerja olahraga seperti yang
diharapkan (Satiadarma, 2000).
Hal ini diperkuat dengan hasil dari penelitian yang dilakukan oleh Juita,
Syahriadi, Aspa (2022) yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan kepercayaan
diri terhadap peak performance yang signifikan pada atlet sepakbola Kuansing
Soccer School. Selanjutnya pada penelitian yang dilakukan oleh Lestari dan Dewi
(2022) menyebutkan bahwa atlet yang mempunyai tingkat kepercayaan diri tinggi
akan cakap serta berkemauan keras dalam mencapai keberhasilan, sehingga atlet
akan melakukan yang terbaik dan dapat mencapai puncak performanya. Sejalan
dengan penelitian sebelumnya, Muthiarani (2020) juga mengungkapkan ada
hubungan positif yang signifikan antara kepercayaan diri dan peak performance
pada atlet bulutangkis remaja di Daerah Istimewa Yogyakarta. Saat atlet sedang
tidak percaya diri, maka peak performance akan menurun.
Berdasarkan penjelasan di atas jika peak performance tidak muncul maka
akan membuat penampilan menurun, kurangnya motivasi, rendahnya rasa percaya
diri dan bisa berdampak pada kemungkinan prestasi semakin menurun. Oleh
sebab itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang hal yang bisa
meningkatkan kembali peak performance, salah satu nya percaya diri. Kemudian
peneliti memilih subjek atlet futsal disebabkan saat ini futsal di indonesia sedang
berkembang pesat dan semakin populer. Dengan demikian peneliti akan
melakukan penelitian yang berjudul “Pengaruh kepercayaan diri terhadap peak
performance atlet futsal”.

B. Tujuan penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji dan juga mempelajari secara ilmiah
tentang “Pengaruh Kepercayaan Diri Terhadap Peak Performance Pada Atlet
Futsal”.
C. Manfaat penelitian

1. Manfaat Teoritis
Manfaat teoritis dalam penelitian ini diharapkan dapat memberikan
sumbangan pemikiran, khususnya dalam bidang ilmu psikologi olahraga
mengenai pengaruh kepercayaan diri terhadap peak performance atlet futsal.

2. Manfaat Praktis
a. Bagi Atlet
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi dan saran
bahwa kepercayaan diri dapat mempengaruhi peak performance seorang
atlet. Setelah diketahui, diharapkan atlet dapat percaya diri untuk
menampilkan peak performance dalam suatu pertandingan.
b. Bagi Masyarakat
Hasil penelitian ini diharapkan bisa membantu masyarakat untuk
lebih memahami betapa pentingnya memiliki kepercayaan diri yang kuat
dalam mencapai performa puncak di berbagai bidang, tidak hanya dalam
olahraga. Dengan menyadari hal tersebut, individu dapat bekerja pada
pengembangan dan penguatan rasa percaya diri mereka sendiri.
c. Bagi Peneliti Selanjutnya
Penelitian ini dapat dijadikan acuan bagi peneliti selanjutnya dalam
mengembangkan studi tentang pengaruh kepercayaan diri pada performa
puncak atlet futsal. Hal ini akan membantu dalam memperluas
pemahaman dan wawasan ilmiah tentang faktor-faktor yang berkontribusi
terhadap kesuksesan atlet futsal.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Peak Performance

1. Definisi Peak Performance


Satiadarma (2000) menjelaskan peak performance adalah penampilan
optimum yang dicapai oleh seorang atlet. Peak performance adalah tingkah laku
yang membuahkan satu hasil, khususnya tingkah laku yang dapat mengubah
lingkungan dengan cara-cara tertentu (Setyobroto, 2002). Selanjut nya Privette
(1983) mengatakan peak performance merupakan bentuk dasar dari penggunaan
potensi secara superior yang dimiliki seseorang lebih efisien, kreatif, produktif,
atau dapat melakukan lebih baik dari biasanya dalam beberapa cara.
William & Krance (1993) menjelaskan bahwa peak performance adalah
ketika fisik dan mental selaras digunakan bersama-sama. Senada dengan itu
Schneider, Bugental, & Pierson (2001) mengatakan bahwa peak performance
adalah kondisi sempurna saat pikiran, dan otot bergerak secara sinergi dan
beriringan. Bisa dikatakan peak performance adalah kemampuan tersembunyi
yang dikeluarkan melalui keterampilan dalam konteks atletik, seni pertunjukan,
kekuatan fisik, kecakapan intelektual, komunikasi interpersonal, keberanian
moral, atau banyak aktivitas luar biasa lainnya.
Dari pengertian menurut para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa peak
performance adalah tingkat performa tertinggi yang dapat dicapai oleh seorang
atlet. Hal ini melibatkan tingkah laku yang menghasilkan hasil yang diinginkan
dan mampu mengubah lingkungan dengan cara tertentu. Peak performance juga
mencerminkan penggunaan potensi secara superior dalam cara yang lebih efisien,
kreatif, dan produktif daripada biasanya. Dalam kondisi peak performance, fisik
dan mental bekerja secara sinergi untuk mencapai hasil terbaik.
2. Aspek-aspek Peak Performance
Garfield dan Bernnet (1984) melakukan Interview terhadap ratusan
atlet unggulan (elite Athletes) aspek-aspek di saat atlet menunjukan
performa terbaiknya, antara lain:
a. Mental rileks
Dalam kondisi ketenangan internal. Individu atau atlet tidak merasa
terburu- buru saat melakukan sesuatu. Sebaliknya, mereka melakukan
aktivitasnya dengan tenang, efektif, tidak melampaui batas waktu, karena
itu mereka merasakan waktu bergerak lebih lambat dari pada pergerakan
yang mereka lakukan.
b. Fisik rileks
Kondisi ini atlet tidak merasakan adanya ketegangan, atau kesulitan dalam
melakukan suatu gerakan tertentu. Segala aktivitas motorik dapat
dilakukannya dengan mudah, refleks yang dilakukan terarah secara tepat
dan akurat.
c. Optimis
Atlet merasa penuh percaya diri, yakin dengan apa yang dilakukannya
akan membuahkan hasil sesuai dengan harapan – mereka tidak merasakan
adanya keraguan untuk memberikan reaksi yang tepat bahkan terhadap
ancaman tantangan lawan yang tangguh sekalipun.
d. Terpusat pada kekinian
Atlet merasakan adanya keseimbangan psikofisik, segala sesuatu bekerja
secara harmonis sebagai suatu kesatuan yang selaras dan berlangsung
secara otomatis pada saat ini.
e. Berenergi tinggi
Istilah yang dikenal oleh umum adalah “panas”. Pada umumnya
menggunakan istilah “belum panas” untuk memberikan penilaian terhadap
atlet yang tampaknya belum siap bertanding, masih mencoba-coba
melakukan serangan dan sebagainya. Dalam kondisi peak performance,
atlet menikmati aktivitas dengan keterlibatan emosi yang tinggi.
f. Kesadaran tinggi
Kondisi ini atlet memiliki kesadaran yang tinggi tentang apa yang terjadi
pada dirinya dan pada diri lawannya. Atlet peka terhadap perubahan
posisi, sasaran, serangan, pertahanan dan sebagainya. Atlet menjadi peka
terhadap berbagai rangsangan dan mampu mengantisipasi rangsang secara
akurat.
g. Terkendali (in control)
Atlet seakan-akan tidak secara sengaja mengendalikan gerakan-
gerakannya, namun segala sesuatu berlangsung seperti ada hal lain yang
mengendalikan. Segala sesuatu berlangsung dengan benar.
h. Terseludang/terhindar dari gangguan (in the cocoon)
Kondisi ini atlet merasa seperti berada di dalam kepompong, sehingga ia
mampu menutup penginderaannya dari gangguan-gangguan eksternal
maupun internal. Ia seperti diselimuti atau terseludang oleh energi tertentu
yang mampu memisahkan dirinya dengan lingkungan yang mengganggu.

Orlick (dalam Satiadarma, 2000) mengemukakan bahwa penampilan


puncak atlet, persyaratan kondisi fisik atlet berbeda tergantung dari jenis cabang
olahraganya; namun persyaratan kondisi mental mereka lebih kurang sama. Niat
(desire), determinasi (determination), sikap (attitude), tekad (heart) dan motivasi
diri (self-motivation), merupakan hal-hal yang kerap kali ditekankan oleh mereka
yang mengalami penampilan puncak . Sejumlah ungkapan tersebut biasanya
tergabung di dalam konsep komitmen. Adapun pengukuran komitmen biasanya
dilakukan melalui evaluasi perilaku atlet terhadap rencana sasaran (goal setting).

3. Karakteristik Peak Performance


Ravizza ( dalam Setiadarma, 2000) melakukan interview terhadap
20 atlet laki- laki dan perempuan dari berbagai tingkat, dan menjelaskan
bahwa 80% atlet yang mengalami momentum besar dalam olahraga
(greatest momentin sport) melaporkan bahwa dalam kondisi tersebut para
atlet mengalami hal-hal sebagai berikut:
a. Hilangnya rasa takut – tidak ada rasa takut untuk gagal
b. Tidak terlalu memikirkan penampilan
c. Terlibat secara mendalam di dalam aktivitas olahraganya
d. Penyempitan dan pemusatan perhatian
e. Merasa tidak terlalu berusaha – tidak memaksakan, sesuatu berjalan
dengan sendirinya.
f. Merasa mudah untuk mengendalikan segalanya
g. Disorientasi waktu dan tempat (seolah-olah hal lain menjadi lebih lambat,
dan peluang untuk melakukan sesuatu menjadi lebih besar)
h. Segala sesuatunya seperti menyatu dan terintegrasi dengan baik
i. Perasan akan adanya suatu keunikan yang berlangsung seakan-akan tanpa
disadari, dan bersifat sementara.

4. Faktor – Faktor Pembentuk Peak Performance


Menurut Harsono (2015) terdapat faktor yang dapat mempengaruhi
peak performance atlet pada saat bertanding adalah:
a. Organisasi pertandingan
Menghadapi suatu pertandingan tentu saja seorang atlet
mengharapkan situasi dan kondisi yang optimal, namun tidak
menutup kemungkinan sesuatu yang diharapkan tersebut tidak
dapat terpenuhi sehingga hal-hal yang tidak terduga mungkin saja
terjadi dalam situasi pertandingan. Misalnya: Kondisi alam seperti
angin, pencahayaan, hujan, fasilitas pertandingan, peralatan
pertandingan, suhu udara yang ekstrim di lokasi pertandingan
(dingin atau panas), undian, perwasitan, perangkat pertandingan
dan penonton.
b. Keadaan atlet
Keadaan atlet meliputi gaya hidup, etika dan moral atlet seperti
pergaulan, narkoba, kurang tidur, diet yang salah, dan perilaku
lainnya yang dapat mempengaruhi kinerja atlet, selain itu juga pola
istirahat yang kurang baik. Lingkungan sosial sekolah, keluarga,
tempat latihan dan lainnya. Sehingga dapat mempengaruhi
penampilan atlet baik saat katihan maupun pertandingan. Keadaan
atlet dalam aspek psikologis seperti kecemasan bertanding yang
tidak optimal, kepercayaan diri yang tinggi 19 terlalu bergairah
(overexcaaiement), hilang motivasi karena takut kalah dan takut
cidera juga termasuk keadaan atlet.
c. Program latihan dan pelatih
Penyusunan program latihan yang tidak dibuat secara baik,
mengatur volume dan intensitas dengan tepat dan tidak terlalu
cepat ditingkatkan, terlalu padatnya pertandingan sehingga
kurangnya istirahat akan menimbulkan stress bagi atlet. Latihan
yang terlalu berat sehingga pemulihan (recovery) yang kurang
maksimal, sehingga memperkecil terjadinya peak performance.

B. Kepercayaan diri

1. Definisi Kepercayaan diri


Luxori (2005) mendefinisikan percaya diri sebagai hasil percampuran
antara pemikiran dan perasaan. Selalu merasa baik dan ikhlas dengan kondisi
yang ada, serta berpikir dan berinteraksi atas dasar bahwa dirinya adalah individu
yang berkualitas dalam berbagai bidang kehidupan seperti pekerjaan, keluarga,
dan masyarakat.
Kepercayaan diri adalah salah satu aspek kepribadian yang merupakan
modal dasar dan membentuk proses latihan dan hubungan dengan lingkungan
sosial (Komarudin, 2015). Kepercayaan diri juga merupakan suatu perasaan
meliputi kekuatan, kemampuan, dan keterampilan untuk sukses. Kepercayaan diri
diperoleh dari pengalaman hidup. Kepercayaan diri merupakan salah satu aspek
kepribadian berupa keyakinan akan kemampuan diri seseorang sehingga tidak
terpengaruh oleh orang lain dan dapat bertindak sesuai kehendak, gembira,
optimis, toleran, dan bertanggung jawab (Sarason, 1993).
Lauster (1978) menjelaskan kepercayaan diri merupakan suatu sikap atau
perasaan yakin akan kemampuan diri sendiri sehingga orang yang bersangkutan
tidak terlalu cemas dalam tindakan-tindakannya, dapat merasa bebas melakukan
hal yang disukainya dan bertanggung jawab atas perbuatannya, hangat dan sopan
dalam berinteraksi dengan orang dan memiliki dorongan untuk berprestasi.
Berdasarkan pengertian menurut para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa
kepercayaan diri merupakan hasil dari perpaduan antara pemikiran dan perasaan.
Individu yang percaya diri merasa baik dengan kondisi yang ada, memiliki
keyakinan bahwa mereka berkualitas dalam berbagai aspek kehidupan seperti
pekerjaan, keluarga, dan masyarakat. Kepercayaan diri juga melibatkan perasaan
kuat akan kemampuan dan keterampilan untuk mencapai kesuksesan. Pentingnya
kepercayaan diri terletak pada fakta bahwa itu membentuk modal dasar
kepribadian serta mempengaruhi interaksi sosial dan proses belajar individu.

2. Aspek-Aspek Kepercayaan Diri


Menurut Vealey dan Knight ( dalam Horn, 2008), merujuk pada model
sport-confidence yang dikembangkan, maka ada 3 dimensi yang teridentifikasi,
yaitu:
a. Latihan dan Keterampilan Fisik (Physical skills and Training)
Latihan dan keterampilan fisik adalah tingkat keyakinan atau kepercayaan
seorang atlet mempunyai keterampilan fisik dan kemahiran yang
dibutuhkan untuk mencapai keberhasilan yang ingin dicapai.
b. Efisiensi Kognitif (Cognitive Efficiency)
Efisiensi kognitif adalah tingkat keyakinan atau kepercayaan seorang atlet
yang mampu memelihara konsentrasi, memfokuskan diri dan membuat
keputusan untuk mencapai keberhasilan.
c. Resiliensi (Resilience)
Resiliensi adalah tingkat keyakinan atau kepercayaan seorang atlet yang
dapat memfokuskan diri kembali setelah melakukan kesalahan, dapat
segera bangkit dari penampilan yang buruk, dapat mengatasi keraguan-
masalah dan penurunan untuk mencapai keberhasilan.
Lauster (1978) menyebutkan ciri dari orang yang percaya diri adalah
perasaan atau sikap tidak mementingkan diri sendiri, cukup toleransi, tidak
memerlukan pengakuan orang lain, selalu optimis dan tidak ragu-ragu dalam
mengambil keputusan. Berikut aspek aspek kepercayaan diri menurut lauster:
a. Keyakinan akan kemampuan diri
Keyakinan akan kemampuan diri yaitu sikap positif seseorang tentang
dirinya bahwa mengerti sungguh-sungguh akan apa yang dilakukannya.
b. Optimis
Optimis yaitu sikap positif seseorang yang selalu berpandangan baik
dalam menghadapi segala hal tentang diri, harapan dan kemampuan.
c. Objektif
Objektif yaitu orang yang percaya diri memandang permasalahan atau
segala sesuatu yang sesuai dengan kebenaran semestinya, bukan menurut
kebenaran pribadi atau menurut dirinya sendiri.
d. Bertanggung jawab
Bertanggung jawab yaitu kesedian seseorang untuk menanggung segala
sesuatu yang telah menjadi konsekuensinya.
e. Rasional dan realistis
Rasional dan realistis yaitu analisa terhadap suatu masalah, suatu hal,
sesuatu kejadian dengan menggunakan pemikiran yang diterima oleh akal
dan sesuai dengan kenyataan.

3. Ciri-ciri Kepercayaan Diri


Menurut Ismawati (2009) kepribadian yang percaya diri memiliki
ciri-ciri sebagaimana berikut:
a. Tidak terdorong untuk menunjukan sikap konfromis demi diterima
orang lain atau kelompok
b. Berani menerima dan mengghadapi penolakan dari orang lain:
berani menjadi diri sendiri
c. Punya pengendalian yang baik (tidak moody dan emosinya stabil)
d. Memiliki internal locus of control (memandang keberhasilan atau
kegagalan tergantung dari usaha diri sendiri dan tidak mudah
menyerah pada nasib atau keadaan serta tidak tegantung /
mengharapkan bantuan orang lain)
e. Mempunyai cara pandang yang positif terhadap diri sendiri, orang
lain dan situasi di luar dirinya.

4. Faktor-faktor Kepercayaan Diri


Faktor yang mempengaruhi rasa percaya diri pada seseorang menurut
Hakim (2002) sebagai berikut:
a. Lingkungan keluarga
Keadaan lingkungan sangat mepengaruhi pembentukan awal rasa
percaya diri pada seseorang. Rasa pecaya diri merupakan suatu
keyakinan seseorang terhadap segala aspek kelebihan yang ada
pada dirinya dan diwujudkan dalam tingkah laku sehari-hari.
Didalam keluargajuga ada ibu dengan anak makan disitulah proses
komunikasi orang tua anak dapat terjalin
b. Pendidikan formal
Sekolah bisa dikatakan lingkungan kedua bagi anak, dimana
sekolah merupakan lingkungan yang paling berperan bagi anak
setelah lingkungan keluarga dirumah. Sekolah memberikan ruang
pada anak untuk mengekspresikan rasa percaya dirinya terhadap
teman-teman sebayanya.
c. Pendidikan non formal
Salah satu modal utama lingkungan menjadi seseorang dengan
kepribadian yang penuh rasa percaya diri adalah memiliki
kelebihan tertentu yang berarti bagi diri sendiri dan orang lain.
Rasa percaya diri akan menjadi lebih mantap jika seseorang
memiliki suatu kelebihan yang membuat orang lain merasa kagum.
Kemampuan atau keterampilan dalam bidang tertentu bisa didapati
melalui pendidikan non formal. Secara formal dapat digambarkan
bahwa rasa percaya diri merupakan gabungan dari pandangan
positif diri sendiri dan rasa aman.

Pada pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa seseorang yang tampak


percaya diri pada situasi global, belum tentu mampu tampil percaya diri dalam
situasi olahraga. Kepercayaan diri dalam olahraga terdiri 3 dimensi utama yaitu
resiliensi (resilience), latihan dan keterampilan fisik (physical skills and training),
dan efisiensi kognitif (cognitive efficiency).

C. Atlet Futsal

1. Definisi
a. Definisi Atlet
Menurut Jannah dan Juriana (2017), atlet adalah orang yang mengikuti
pertandingan untuk mengadu kekuatannya dalam mencapai suatu prestasi. Oleh
karena itu seseorang yang bisa dikatakan sebagai atlet adalah orang yang terlatih
memiliki kekuatan, ketangkasan dan kecepatan untuk mengikuti pertandingan atau
perlombaan dalam meraih prestasi. Mereka melakukan latihan agar mendapat
energi, daya tahan, kecepatan, kelincahan, keseimbangan, kelenturan, dan
kekuatan dalam mempersiapkan diri sebelum pertandingan dimulai.
Atlet adalah subjek atau seseorang yang berprofesi atau menekuni suatu
cabang olahraga tertentu dan berprestasi pada cabang olahraga tersebut (Wibowo,
2002). Sedangkan menurut Salim (1991) atlet adalah olahragawan, terutama
dalam bidang yang memerlukan kekuatan, ketangkasan, dan kecepatan. Selain itu
menurut Satiadarma (2002) atlet adalah individu yang memiliki keunikan
tersendiri, yang memiliki bakat tersendiri, pola perilaku dan kepribadian
tersendiri, serta latar belakang yang mempengaruhi spesifik dalam dirinya
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa atlet adalah orang-
orang hebat yang melalui latihan keras untuk meraih prestasi di bidang olahraga
dengan menggunakan kemampuan fisiknya secara optimal.. Mereka terlatih dan
memiliki kekuatan, ketangkasan, dan kecepatan untuk bertujuan meningkatkan
energi, daya tahan, kelincahan, dan kekuatan sebelum pertandingan. Keberhasilan
atlet ditentukan oleh bakat alami serta pola perilaku dan kepribadian unik.

b. Futsal
Menurut Lhaksana (2006), futsal adalah permainan yang sangat cepat dan
dinamis. Dari segi lapangan yang relatif kecil, hampir tidak ada ruang untuk
membuat kesalahan. Futsal adalah olahraga beregu yang memiliki kolektivitas
tinggi dan mengangkat prestasi. Futsal merupakan salah satu olahraga yang model
permainannya modifikasi dari olahraga sepakbola. Berbeda dengan sepakbola,
futsal dimainkan dengan 5 orang serta beberapa pemain pengganti dan di tempat
pada lapangan yang relatif kecil dari pada olahraga sepakbola (Prakoso et al,
2013).
Futsal adalah olahraga dimana membutuhkan intensitas sprint yang tinggi
pada intensitas maksimal diselingi oleh periode pemulihan yang singkat. Futsal
merupakan olahraga besar, cepat, menarik dan terampil. Bukan hanya dapat
melihat di dalam ruangan tetapi dapat menghindari cuaca buruk dan dapat mengisi
atmosfer yang menakjubkan dan para suporter atau pendukung merasa gembira
(Daniel, 2012).
Dapat disimpulkan bahwa futsal adalah olahraga yang cepat, dinamis, dan
menarik dengan lapangan kecil serta intensitas sprint tinggi. Kolektivitas tim
sangat penting dalam meraih prestasi di bidang ini.

c. Definisi Atlet Futsal


Atlet futsal adalah individu hebat yang mengikuti pertandingan dalam
olahraga futsal. Mereka memiliki kekuatan fisik, ketangkasan, dan kecepatan yang
terlatih melalui latihan intensif. Futsal sendiri merupakan permainan cepat dan
dinamis dengan lapangan relatif kecil. Atlet futsal menjadikan kolektivitas tim
sebagai kunci utama dalam meraih prestasi. Jadi, atlet futsal adalah individu
dengan keterampilan teknis dan taktik tinggi dalam memainkan permainan cepat
di lapangan futsal. Mereka berpartisipasi dalam pertandingan untuk mencapai
prestasi di bidang olahraga ini.

D. Pengaruh Kepercayaan Diri Terhadap Peak Performance Atlet Futsal

Permasalahan atlet yang sering kali muncul adalah individu tidak dapat
mengeluarkan kemampuan terbaiknya dalam sebuah latihan dan pertandingan
yang kemudian diinterpretasikan sebagai peak performance atlet tersebut. Peak
performance sendiri adalah kondisi ajaib ketika fisik dan mental keduanya selaras
digunakan bersama-sama (William & Krane, 1993). Menurut Satiadarma (2000)
peak performance merupakan penampilan optimum yang dicapai seorang atlet.
Senada dengan itu Schneider, Bugental, & Pierson (2011) peak performance
adalah kondisi sempurna saat pikiran, dan otot bergerak secara sinergi dan
beriringan.
Wang (2010) mengungkapkan bahwa, ketika atlet tidak berada dalam
kondisi peak performance, kecenderungan atlet untuk tampil buruk akan semakin
besar. Oleh sebab itu peak performance perlu di tingkatkan, salah satunya dengan
cara meningkatkan kepercayaan diri. Menurut Garfied dan Bennett (1984) salah
satu faktor dari peak performance adalah optimisme. Optimisme adalah ketika
atlet merasa penuh percaya diri, yakin dengan apa yang dilakukannya akan
membuahkan hasil sesuai dengan harapan. Mereka tidak merasakan adanya
keraguan untuk memberikan reaksi yang tepat bahkan terhadap ancaman
tantangan lawan yang tangguh sekalipun.
Kepercayaan diri ini lah yang bisa mempengaruhi pada peak performance,
karena ketika atlet sudah merasakan kepercayaan diri maka atlet tersebut sudah
mengetahui tentang kapasitas dirinya, kekurangan dan kelebihannya serta
mengetahui kemungkinan bahwa dirinya bisa menghadapi lawan yang ditemui.
Hal tersebutlah yang membuat atlet memaksimalkan penampilannya agar bisa
menunjukan seluruh kemampuan yang dimilikinya. Oleh karena itu, semakin
tinggi kepercayaan diri seseorang maka semakin mungkin seseorang melakukan
peak performance.
Kepercayaan diri itu merupakan dasar penting dari peak performance
seorang atlet dalam situasi kompetitif. Semakin tinggi level kepercayaannya,
semakin bagus juga penampilannya saat kondisi kompetitif. Dalam olahraga,
situasi kompetitif biasanya ada di pertandingan atau kompetisi. Proses dimana
bisa bikin atlet merasa terancam karena ada evaluasi internal dan eksternal tentang
kemampuan mereka. Evaluasi internal artinya si atlet harus membuktikan kepada
dirinya sendiri bahwa dia mampu berprestasi. Evaluasi eksternal artinya orang lain
yang akan menilai kemampuan dan prestasinya tersebut. Ditambah lagi
persaingannya memberikan informasi tentang sukses dan gagalnya seorang atlet.
(Satiadarma, 2000).
Hal ini diperkuat dengan hasil dari penelitian yang dilakukan oleh Juita,
Syahriadi, Aspa (2022) yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan kepercayaan
diri terhadap peak performance yang signifikan pada atlet sepakbola Kuansing
Soccer School. Selanjutnya pada penelitian yang dilakukan oleh Lestari dan Dewi
(2022) menyebutkan bahwa atlet yang mempunyai tingkat kepercayaan diri tinggi
akan cakap serta berkemauan keras dalam mencapai keberhasilan, sehingga atlet
akan melakukan yang terbaik dan dapat mencapai puncak performanya. Sejalan
dengan penelitian sebelumnya, Muthiarani (2020) juga mengungkapkan ada
hubungan positif yang signifikan antara kepercayaan diri dan peak performance
pada atlet bulutangkis remaja di Daerah Istimewa Yogyakarta. Saat atlet sedang
tidak percaya diri, maka peak performance akan menurun.

E. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan beberapa uraian dalam kajian pustaka dan kerangka berpikir


diatas maka dirumuskan hipotesis penelitian ini adalah terdapat pengaruh
kepercayaan diri terhadap peak performance atlet futsal.
BAB III
A. Identifikasi Variabel

1. Variabel prediktor (Y) : Peak Performance


2. Variabel kriterium (X) : Kepercayaan Diri

B. Definisi Operasional Variabel

Definisi operasional adalah suatu definisi tentang variabel yang dirumuskan


berdasarkan karakteristik dari variabel tersebut yang dapat diamati (Azwar, 2007).
Definisi operasional merupakan semacam petunjuk pelaksanaan dalam mengukur
suatu variabel. Adapun definisi operasional variabel-variabel dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1. Peak Performance
peak performance adalah tingkat performa tertinggi yang dapat
dicapai oleh seorang atlet. Hal ini melibatkan tingkah laku yang
menghasilkan hasil yang diinginkan dan mampu mengubah lingkungan
dengan cara tertentu. Peak performance juga mencerminkan penggunaan
potensi secara superior dalam cara yang lebih efisien, kreatif, dan
produktif daripada biasanya. Dalam kondisi peak performance, fisik dan
mental bekerja secara sinergi untuk mencapai hasil terbaik.
Pengukuran peak performance diukur dengan menggunakan aspek-
aspek peak performance yang dikembangkan oleh Garfield dan Bennett
(1984) yaitu: Mental rileks, Fisik rileks, Optimis, Terpusat pada kekinian,
Berenergi tinggi, Kesadaran tinggi, Terkendali, Terseludang (terlindungi
dari gangguan).
2. Kepercayaan diri
kepercayaan diri merupakan hasil dari perpaduan antara pemikiran
dan perasaan. Individu yang percaya diri merasa baik dengan kondisi yang
ada, memiliki keyakinan bahwa mereka berkualitas dalam berbagai aspek
kehidupan seperti pekerjaan, keluarga, dan masyarakat. Kepercayaan diri
juga melibatkan perasaan kuat akan kemampuan dan keterampilan untuk
mencapai kesuksesan. Pentingnya kepercayaan diri terletak pada fakta
bahwa itu membentuk modal dasar kepribadian serta mempengaruhi
interaksi sosial dan proses belajar individu.
Pengukuran kepercayaan diri diukur dengan menggunakan aspek-
aspek kepercayaan diri yang dikembangkan oleh Lauster (1978) ,
Keyakinan akan kemampuan diri, Optimis, Objektif, Bertanggung jawab
terhadap keputusan dan tindakannya, Rasional dan realistik.

C. Populasi dan Sampel

Populasi adalah seluruh objek atau subjek yang bertempat di suatu daerah
dan memenuhi persyaratan tertentu yang berkaitan dengan masalah penyelidikan,
atau seluruh unit seorang yang berada dalam lingkup yang akan diteliti (Martono,
2012). Populasi dalam penelitian ini adalah atlet futsal.
Sampel yaitu bagian dari populasi. Populasi biasanya berkaitan dengan
jumlah data yang cukup besar untuk memudahkan dalam melakukan survei
dengan sampel saja (Harinaldi, 2005). Sampel dalam penelitian ini adalah atlet
futsal yang masih aktif.
Teknik sampling yang digunakan pada penelitian ini menggunakan
purposive sampling. Purposive sampling yaitu peneliti menggunakan
pertimbangan sendiri secara sengaja dalam menentukan anggota populasi yang
mampu memberikan informasi yang dibutuhkan atau unit sampel yang sesuai
dengan kriteria yang dibutuhkan oleh peneliti (Sugiyono, 2010).

D. Teknik Pengumpulan data

Teknik pengumpulan data atau metode pengumpulan dalam penelitian


mempunyai tujuan untuk membuka fakta terkait variabel yang ingin diteliti.
Untuk mengetahui fakta dari variabel yang diteliti, harus menggunakan cara yang
benar dan efisien (Azwar, 2015). metode yang digunakan yaitu:
1. Skala Peak Performance
Teknik pengumpulan data yang digunakan untuk mengukur peak performance
adalah angket dengan menggunakan skala 4 pilihan jawaban yang disusun
berdasarkan skala dari teori peak performance Garfield dan Bennett (1984) yaitu:
Mental rileks, Fisik rileks, Optimis, Terpusat pada kekinian, Berenergi tinggi,
Kesadaran tinggi, Terkendali, Terseludang (terlindungi dari gangguan).
Penelitian ini menggunakan skala dengan model likert (metode skala ratting
yang dijumlahkan), dipilih karena didasarkan dengan bentuk angket favourable
dan unfavourable. Di dalam skala likert ini memiliki lima alternatif jawaban yaitu,
disusun dalam bentuk pernyataan sangat sesuai (SS), sesuai (S), tidak sesuai (TS),
dan sangat tidak sesuai (STS). Jenis pernyataan merupakan pernyataan positif dan
negatif. Pada pernyataan positif bobot nilai untuk jawaban Sangat Sesuai = 4,
Sesuai = 3, Tidak Sesuai = 2 dan Sangat Tidak Sesuai = 1.

Tabel 3.1
Penentuan Nilai Skala
Respon Favourable Unfavourable
Sangat Setuju 4 1
Setuju 3 2
Tidak Setuju 2 3
Sangat Tidak 1 4
Setuju

Tabel 3.2
Blue Print Skala Peak Performance

NO Aspek Indikator Favourable Unfavourable Jumlah


1 Mental rileks Tenang Saat 1,2 2
Bertanding
Bertindak dengan 3 1
tepat dan
cepat
2 Fisik rileks Tubuh tidak tegang 4 1
Tubuh mudah 5 6 2
dikoordinasikan
3 Optimis Mempercayai 7 1
kemampuan diri
Mempunyai 8 9 2
keyakinan
Tidak meiliki 10 1
keraguan
4 Terpusat Fokus pada 11,12 2
pada pertandingan
pertandingan
Fisik dan psikis 1
berjalan sinergi
5 Berenergi Siap dalam 14 15 2
tinggi mengahdapi
petandingan
Memiliki semangat 16 1
untuk bertanding
6 Kesadaran Peka terhadap siuasi 17 18 2
yang tinggi pertandingan
Sadar akan 19 1
kemampuan diri
sendiri
7 Gerakan Gerakan yang sesuai 20 1
yang dilakukan seduai
terkendali dengan kehendak
Mampu mengotrol 21 22 2
gerakan
8 Terseludang Tidak terpengaruh 23,24 2
(terlindungi terhadap perasaan atau
dari gangguan internal
gangguan)
Tidak terpengaruh 1 25 1
gangguan-gangguan
eksternal
Total 25

2. Skala Kepercayaan Diri


Teknik pengumpulan data yang digunakan untuk mengukur kepercayaan
diri adalah angket dengan menggunakan skala 4 pilihan jawaban yang disusun
berdasarkan teori aspek kepercayaan diri, Menurut Lauster (1978) , Keyakinan
akan kemampuan diri, Optimis, Objektif, Bertanggung jawab terhadap keputusan
dan tindakannya, Rasional dan realistic.
Penelitian ini menggunakan skala dengan model likert (metode skala rating
yang dijumlahkan), dipilih karena didasarkan dengan bentuk angket favourable
dan unfavourable. Di dalam skala likert ini memiliki lima alternatif jawaban yaitu,
disusun dalam bentuk pernyataan sangat sesuai (SS), sesuai (S), tidak sesuai (TS),
dan sangat tidak sesuai (STS). Jenis pernyataan merupakan pernyataan positif dan
negatif. Pada pernyataan positif bobot nilai untuk jawaban Sangat Sesuai = 4,
Sesuai = 3, Tidak Sesuai = 2 dan Sangat Tidak Sesuai = 1.

Tabel 3.3
Penentuan Nilai Skala

Respon Favourable Unfavourable


Sangat Setuju 4 1
Setuju 3 2
Tidak Setuju 2 3
Sangat Tidak 1 4
Setuju

Tabel 3.4
Blue Print Skala Kepercayaan diri

Aspek Indikator Favourable Unfavourable Jumlah


Keyakinan Pengambilan keputusan 1 1 2
akan
kemampuan
diri
Bersungguh - sungguh 1 1 2
Optimis Berpandangan baik 1 1 2
terhadap diri
Obyektif Dukungan terhadap tim 1 1 2
Konsentrasi dalam setiap 1 1 2
pertandingan
Penyesuaian diri dalam 1 1 2
tim
Bertanggung Menerima kekalahan 1 1 2
jawab
terhadap
keputusan dan
tindakannya
Evaluasi 1 1 2
Rasional dan Siap bersaing dengan 1 1 2
realistik sehat
Mengetahui diri sendiri 1 1 2
Total 10 10 20

E. Validitas, daya diskriminasi dan reliabilitas

1. Validitas

Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukan tingkat-tingkat ke validitas


atau keaslian dari suatu instrumen. Instrumen dikatakan valid atau asli yaitu yang
mempunyai validitas tinggi. Sebaliknya, instrumen yang dikatakan kurang valid
berarti memiliki validitas rendah (Arikunto, 2006). Teknik pengujian validitas
merupakan menggunakan memakai teknik validitas isi atau konten. Validitas isi
adalah validitas yg dari lewat pengujian terhadap isi tes menggunakan analisis
rasional atau lewat professional judgement. Pertanyaan yang dicari jawabanya
pada validitas ini merupakan sejauh mana aitem-aitem tes mewakili komponen-
komponen pada holistik daerah isi objek yang hendak pada ukur (aspek relevansi).
Suatu tes bisa dikatakan memiliki validitas yang tinggi jika memberikan hasil
ukur yang tepat dan akurat sesuai dengan maksud yang digunakan pada tes
tersebut. Suatu tes yang membuat data yang tidak relevan dengan tujuan
diadakannya pengukuran dikatakan menjadi tes yg mempunyai validitas rendah,
suatu instrumen pengukuran jika mempunyai koefisien sebanyak 0,30 bisa
dikatakan instrumen tadi memiliki validitas yang rendah (Azwar, 2016).

2. Daya diskriminasi
Daya diskriminasi menurut Azwar (2015) yaitu sampai mana aitem bisa
bedakan antara individu yang memiliki atribut yang diukur dan yang tidak
mempunyai atribut yang diukur. Uji daya diskriminasi aitem dilakukan dengan
menghitung koefisien korelasi antara distribusi skor aitem dan distribusi skor
skala itu sendiri. Perhitungan ini memberikan koefisien korelasi total untuk aitem
tersebut. Batas biasanya digunakan sebagai kriteria untuk memilih aitem
berdasarkan korelasi item secara keseluruhan rix ≥0,30. seluruh aitem yang
mencapai koefisien korelasi minimal 0,30 daya yang berbeda dianggap
memuaskan. Item yang koefisien korelasi nya kurang dari 0,30 dapat diartikan
sebagai item dengan sedikit perbedaan (Azwar, 2015).

3. Reliabilitas
Salah satu dari ciri instrumen ukur yang mempunyai kualitas baik adalah
reliabel, yaitu yang bisa menghasilkan skor benar dengan error terkecil.
Reliabilitas ini mengacu pada keandalan atau konsistensi hasil pengukuran dan
seberapa akurat pengukurannya. Jika kesalahan pengukuran terjadi secara acak,
pengukuran dikatakan tidak akurat. Besarnya koefisien reliabilitas berkisar antara
0,0 sampai dengan angka 1,0. Untuk mengetahui reliabilitas alat ukur penelitian
ini dapat digunakan dengan rumus koefisien alpha cronbach, dengan batas
minimal nilai standar korelasi 0,70 (Azwar, 2016).

F. Teknik analisis data

Analisis data yang digunakan pada penelitian ini menggunakan teknik analisis
Regresi Sederhana. Yaitu menguji pengaruh antara kepercayaan diri sebagai
variabel prediktor (X) dan peak performance sebagai variabel kriterium (Y).
analisis data dibantu dengan menggunakan program computer SPSS for windows
version 25.
Daftar Pustaka

Ahiriah, M. (2020) Hubungan kepercayaan diri, motivasi, dan kecemasan dengan


performa puncak atlet bulutangkis remaja di daerah Istimewa
Yogyakarta. Tesis. (Tidak Diterbitkan). Fakultas Ilmu Keolahragaan.
Arikunto, S. (2006). Prosedur penelitian. Rineka Cipta.
Azwar, S. (2015). Metode penelitian. Pustaka Pelajar
Azwar, S. (2016). Reliabilitas dan validitas. Pustaka Pelajar.
Carissa,F.W.D. (2023). Perkembangan dan dampak futsal di Indonesia. Diperoleh
dari:
https://www.kompasiana.com/carissa16/6469ff004addee553d21a0e3/perkem
bangan-dan-dampak-futsal-di indonesia#:~:text=Hasil%20penelitian
%20menunjukkan%20bahwa%20futsal%20di%20Indonesia%20telah,untuk
%20mengembangkan%20bakat%20mereka%20dan%20meningkatkan
%20level%20permainan (Diakses pada 01 Agustus 2023).
Futsalworldrangking (2023). Futsal world cup main round draw
https://www.futsalworldranking.com/rank.htm . Diakses pada 01 agustus
2023
Garfield, C. A., & Bennet, H. Z. (1984). Peak performance mental training
techniques of the world’s greatest athletes. Los Angeles: Tarcher.
Gunarsa, S., Soekasah, M., Satiadarma, M.P. (2004). Psikologi olahraga prestasi.
Jakarta: PT BPK Gunung Mulia.
Hakim, Thursan. (2002). Mengatasi rasa tidak percaya diri. Jakarta: Puspa Swara.
Harinaldi. (2005). Prinsip-prinsip statistik untuk teknik dan sains. Jakarta:
Erlangga.
Harsono. (2015). Periodesasi Program Pelatihan. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Horn, T. S. (2008). Advances in sport psychology (3rd ed.). Human Kinetics, Inc
Ismawati, E. (2009). Rahasia pikiran manusia. Garai Ilmuh.
Jannah, M., & Juriana. (2017). Psikologi olahraga student handbook. Gowa:
Edutama
Juita, A., & Aspa, A. P. (2022). Hubungan self-confident terhadap peak
performance atlet Sepakbola Kuansing Soccer School. Jurnal Ilmiah STOK
Bina Guna Medan, 10(2), 63-72.
kejuaran UGM futsal championship 2015. Skripsi. Fakultas Ilmu Sosial dan
Humaniora Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Komarudin (2013). Psikologi olaharaga latihan mental dalam olahraga kompetitif.
Rosda, Jakarta
Komarudin. (2015). Psikologi olaharaga - latihan keterampilan mental dalam
olahraga kompetitif. Bandung : Rosda.
Lestari, A., & Dewi, R. C. (2022). Hubungan kepercayaan diri dan motivasi
terhadap peak performance pada atlet bola basket di Kabupaten
Jombang. Jurnal Kesehatan Olahraga, 10(03), 179-184.
Lhaksana, J. (2011). Taktik & strategi futsal modern. Penebar Swadaya Group.
Lhaksana. J. (2011). Taktik dan strategi futsal modern. Jakarta: Be Champion.
Luxori, Y., Kasdi, A., Haji., Hidayat, M. (2005). Percaya diri / Yusuf Luxori ;
penerjemah, Mahfud Hidayat ; editor, H. Abdurrahman Kasdi. Jakarta :
Khalifa,.
Martono, N. (2012). Model penelitian kuantitatif. Jakarta: PT Remaja Grafindo
Persada.
Nextsport (2021). Timnas futsal Indonesia tembus rangking 49 peringkat FIFA.
Diperoleh dari: https://www.nextsport.id/2021/06/03/membanggakan-
rangking-timnas-futsal-indonesia-tembus-49-peringkat-fifa/. (Diakses pada
01 Agustus 2023).

Prakoso,D.B. Subiyono, H.S (2013). Minat bermain futsal di jenis lapangan


vinyil, parquette, rumput sintetis dan semen pada pengguna lapangan di
Semarang. Journal of Sport Sciences and Fitness .
Pratama, A.N. (2018). Mark Spitz, atlet pertama yang raih tujuh emas dalam satu
olimpiade. Diperoleh dari:
https://nasional.kompas.com/read/2018/09/04/14130941/mark-spitz-atlet-
pertama-yang-raih-tujuh-emas-dalam-satu-olimpiade (Diakses pada juni
2023).
Privette, G. (1983). Peak experience, peak performance and flow: correspondence
of personal descriptions and theoritical constructs Journal of Personality and
Social Psychology. Vol:45 No:6. Hal: 1361- 1368
Safaria, T & Kunjana, R. (2006). Menjadi pribadi berprestasi. Jakarta: Grasindo
Salim, P dan Salim, Y. (1991). Kamus Besar Bahasa Indonesia Kontemporer.
Jakarta: Modern English Press
Sarason, I.G & Sarason, B.R. (1993). Abnormal psychology. the problem of
maladaptive behavior. seventh edition. New Jersey: Prentice Hall.
Satiadarma, M. P. (2000). Dasar – dasar psikologi olahraga. Jakarta: Pustaka Sinar
Harapan.
Setyobroto, S. (2002). Psikologi olahraga. Jakarta: Universitas Negeri Jakarta.

Sugiyono. (2010). Metode penelitian pendidikan pendekatan kuantitatif, kualitatif


dan R&D. Bandung: Alfabeta
Taringan, R. (2021). Jack Wilshire, Kisah pilu sepak bola modern. Diperoleh dari:
https://www.kompasiana.com/fransiskus2908/6138394506310e509604d572/
jack-wilshire-kisah-pilu-sepak-bola-modern. (Diakses pada 28 juni 2023).
Utama, A. (2015). Hubungan antara kecemasan dan peak performance atlet
Wang, Jin. (2010). Olympic coaching psychology: winning strategies for all
atheletes. Soccer Journal Kennesaw State University, 48-50.
Wibowo, B. (2002). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Williams, J. M., & Krane, V. (1993). Psychological characteristics of peak
performance. In J. M. Williams (Ed.), Applied sport psychology. Mountain
View, CA: Mayfield.
Williams, Jean. M. (2001). Personal growth to peak performance. Applied Sport
Psychology, 4th ed., 162-178. Mountain View, California: Mayfield
Publishing Company.
Yulianto, I. (2006). Hubungan antara kepercayaan diri dengan motivasi
berprestasi pada siswa berprestasi kelas internasional SMA N 1. Medan:
Skripsi
Zulaikha, N. (2007). Kecemasan bertanding atlet ditinjau dari kematangan emosi.
Skripsi. Fakultas Psikologi, Universitas Katolik Soegijapranata.

Anda mungkin juga menyukai