Disusun Oleh:
PASUNDAN CIMAHI
2020/2021
Karakteristik pelatih dan atlet yang baik adalah mereka memiliki motovasi yang
baik. Motivaasi yang baik memungkinkan setiap individu dapat bekerja lebih baik
dalam kelompoknya. Setiap individu yang memiliki motovasi berlatih akan memiliki
komitmen untuk mencapai tingkat kesempurnaan dalam memncapai tujuan.
Begitupun pelatih dan atlet akan berhasil manakala dia selalu belajar dan berlatih
sehingga memiliki nilai-nilai inspirasi, perspirasi, dan dedikasi. Pelatih dan atlet
penting memahami efektivitas motovasi, baik motivasi internal maupun eksternal.
Weiberg; Brewer (2009: 7) menjelaskan motovasi biasanya fokus pada peningkatan
kegigihan, intensitas, usaha, tujuan dan tekad. Presentasi atlet selalu berkaitan
dengan motivasi, karena motif merupakan sumber pergerakan dan pendorong bagi
atlet untuk bertindak dan berbuat sesuatu, dengan penuh kekuatan dan kerja keras,
sehingga dapat menentukan nasib dirinya sendiri. Motivasi merupakan keterampiran
mental yang bersifat mendasar yang perlu dimiliki oleh atlet. Oleh karena itu,
motovasi yang harus dimiliki atlet adalah motovasi berprestasi, sebab atlet yang
memiliki motovasi berprestasi akan berpacu dengan keunggulan baik keunggulan diri
sendiri, keunggulan orang lain, bahkan untuk mencapai kesempurnaan dalam
menjalankan tugas latihan maupun kompetisi. Dasar pemikiran tersebut harus
dijadikan pegangan bahwa motovasi berprestasi sangat efektif dimiliki atlet dalam
setiap aktivitas. Motivasi memegang peranan penting untuk membantu menentukan
berhasil tidaknya atlet dalam proses latihan maupun pertandingan. Oleh karena itu,
harus ditekankan kepada atlet untuk menunjukan motovasi tinggi dalam segala
aktivitasnya. Jika atlet memiliki kemauan kuat untuk sukses, 50 persen kesuksesab
sudah ditangan. Apabila ditambah berjuang lebih keras lagi secara nyata kesuksesan
100 persen akan menjadi milik atlet yang bersangkutan (Wongso, 2010).
Berkenaan dengan materi yang akan dibahas pada bab ini, mahasiswa atau
pembanca diharapkan dapat memahabi dan mampu mengaplikasikannya dalam
proses pelatihan olahraga. Dalam kaitan itu, maka tujuan yang ingin penulis capai
pada bab ini adalah sebagai berikut.
2. Mahasiswa dan atau pembaca mampu menjelaskan fungsi motivasi baik internal
maupun eksternal.
Tindakan atau perilaku manusia selalu ditentukan oleh dua faktor; yaitu faktor yang
datang dari luar dan faktor yang datang dari dalam dirinya sendiri. Perilaku yang
didorong oleh kekuatan yang ada didalam dirinya sendiri disebut sebagai motif. motif
diartikan sebagai sebagai pendorong atau penggerang dalam diri manusia yang
diarahkan pada tujuan tertentu (Gunarsa, 1989: 90).
Motivasi berasal dari bahasa lagin yaitu “movere” yang mengandung arti “to
move.” Jadi motovasi berarti menggerakkan atau mendorong untuk bergerak. Ketika
pelatih mengelur karena atletnya tidak termotivasi untuk berlatih, atlet tersebut
harus dibantu pelatih untuk menggerakkan dan meningkatkan motivasinya (Anshel,
1980:100). Masalah penting yang melanda diri atlet dan pelatih dalam proses
pelatihannya adalah motivasi berlatih. Sebagai ilustrasi, walaupun gedung dibuat
megah yang di lengkapi fasilitas didalamnya, pelatih yang berkualitas siap membantu,
dengan harapan supaya atlet rajin latihan dengan oenuh semangat. Namun, semua
itu akan sia-sia manakala atlet tersebut kurang atau tidak memiliki motivasi untuk
berlatih.
Pengertian motivasi menurut beberapa ahli seperti Krech (1962); Murray (1964);
Atkinson (1964); Fernald (1969); Miller (1978); Singer (1972, 1984); Barelson &
Steiner (1980); dan Good & Brophy (1990) mengemukakan bahwa motivasi adalah
proses aktualisasi generator penggerak internal didalam diri individu untuk
menimbulkan aktivitas, menjamin kelangsungannya dan menentukan arah atau
haluan aktivitas terhadap pencapaian tujuan yang telah ditetapkan . Terkait dengan
proses pelatihan, atlet harus memiliki motivasi diri (self motivation) yang merupakan
sumber yang sangat kuat untuk membentuk energi positif. Tanpa motivasi
penampilan atlet akan menurun. Memenuhi pokok-pokok uraian diatas, maka
motivasi dapat didefinisikan sebagai dorongan yang berasal dari dalam atau dari luar
diri individu untuk melakukan sesuatu aktivitas yang bisa menjamin kelangsungan
aktivitas tersebut, serta dapat menentukan arah, haluan dan besaran upaya yang
dikerahkan untuk melakukan aktivitas sehingga dapat mencapai tujau
Motivasi yang harus dimiliki oleh atlet yaitu motivasi berprestasi. Motivasi
berprestasi disebut juga dengan istilah N.Ach (Need for Achievement). Reeve (2000);
Apreubo (2005: 53) menjelaskan motivasi berprestasi merupakan keinginan untuk
menyelesaikan dan mengusai sesuatu, orang, ide, atau standar baru. Motivasi
berprestasi akan memberikan kesempatan kepada atlet untuk mencapai sesuatu
dengan sempurna, meningkatna kebugaran pada tingkatan tertinggi, dan berpatih
secara maksimal. Motovasi berlatih pada hakikatnya merupakan keinginan, hasrat
kemauan, dan pendorong untuk dapat unggul yaitu mengungguli prestasi yang
pernah dicapainya sendiri atau prestasi yang dicapai oleh orang lain. Motivasi
berprestasi merupakan dorongan untuk berpacu dengan keunggulan, baik
keunggulan dirinya sendiri, keunggulan orang lain, atau kesempurnaan dalam
melaksanakan tigas tertentu.
1. Motivasi Intrinsik
Banyak atlet elite yang mencurahkan perhatian dan kesenangannya pada olahraga
yang mereka geluti. Atlet tersebut memiliki sensasi yang kuat dan merasa termotivasi
dalam aktivitas itu. Motivasi mempunyai dua fungsi yaitu fingsi intrinsik dan fungsi
ekstrinsik. Motivasi intrinsik snagat menentukan atlet sangat menentukan atlet
dalam memutuskan dirinya untuk terus berpartisipasi dalam olahraga yang
digelutinya. Bagi atlet yang memiliki motivasi intrinsik segala aktivitasnya dilakukan
secara sukarela, penuh kesenangan dan kepuasan, sehingga atlet merasa kempeten
dengan apa yang dilakukannya. Motivasi intrinsik mengacu pada kegiatan yang
dilakukan dengan penuh kesenangan dan kepuasaan. Seseorang akan termotivasi
secara intrinsik untuk terlibat dalam sebuah aktivitas ketika mereka merasa nyaman
dan ingin kompeten (Anshel, 1990: 107)
Hasil penelitian menunjukkan bahwa atlet yang meniliki motivasi intrinsik dan self-
determinasi swlalu memiliki investasi usaha yang lebih (Pellettier, et al., (1995);
Williams & Gill (1995); Fortier & Grenier (1999); Li (1995) menjelaskan bahwa atlet
memiliki konsentrasi yang tinggu. Broere, st al., (1995); Pelletier, et al., (2001);
(2003); Sarrazin, et al., (2001) menjelaskan atlet yang memiliki motivasi inteinsik
penampilannya lebih baik dari pada atlet yang tidak memiliki self-determinasi
(Beauchamp, et al., (1996); Pelletier, et al., (2003). Hasil penelitian tersebut
menunjukan bahwa atlet yang memiliki motivasi intrinsik dan aelf-determinasi
cenderung memiliki usaha yang baik, konsentrasi yang tinggi, penampilannya lebih
baik dengan atlet yang tidak memiliki self-determinasi.
2. Motivasi Ekstrinsik
Motivasi ekstrinsik merupakan motivasi yang timbul karena adanya faktor luar yang
memengaruhi dirinya. Atlet berpartisipasi dalam aktivitas olahraga tidak didasari
dengan kesenangan dan kepuasaan, tetapi keterlibatan atlet dalam aktivitas itu
didasari oleh keinginan untuk perolehan sesuatu. Deci (1975); Anshel (1990: 107)
menjelaskan bahwa keinginan untuk melakukan sesuatu karena antisipasi dari faktor
eksterbal seperti uang atau tropi. Motivasi ekstrinsik merupakan keinginan untuk
menampilkan suatu aktivitas karena adanya penghargaan dari luar dirinya. Dengan
demikian, motivasi ekstrinsik akan berfungsi manakala ada rangsangan dari luar diri
seseorang. Misalnya seseorang mendorong untuk berusaha atau berprestasi sebaik-
baiknya disebabkan karena: (1) menariknya hadiah hadiah yang dijanjikan kepada
altet bila menang, (2) perlawatan keluar negeri, (3) akan dipuja orang, (4) akan
menjdi berita di koran-koran dan TV, (5) ingin mendapatkan status dimasyarakat, dan
sebagainya. Motivasi ekstrinsik disebut juga “conpetirive motivation” karena
dorongan untuk bersaing dan menang memainkan peranan lebih besar daripada
kepuasaan karena telah berprestasi dengan baik. Sedangakn motivasi intrinsik
disebut “conpetence motivation” karena atlet biasanya sangat bergairah untuk
meningkatkan kompetensi dalam usahanya untuk mencapai kesempurnaan
(Harasono, 1988). ,
Struktur faktor motivasi dalam olahraga dibangun oleh tiga dimensi kontruk
motivasi, yaitu motivasi intrinsik, motivasi ekstrinsik, dan amotivasi. Ketiga motivasi
tersebut dielaborasi menjadi beberapa indikator, yaitu non-regulation, external
regulation, introjections regulation, indentifiked regulation, dan internal motivation.
Analisii struktur faktor skala motivasi dalam olahraga menjadi penting dalam
kaitannya dengan pengukuran tingkat partisipasi atlet dalam olahraga dan
kemungkinan pengembangan program intervensi dalam aktivitas olahraga, sebab
motivasi diyakini dan terbukti menjadi faktor yang sangat menentukan keberhasilan
belajar dan berperilaku. Menurut Deci & Ryan; Duda & Treasure (2001) menjelaskan
bahwa atlet yang memiliki amotivasi (amotivation) ditandai dengan tidak memliki
kendali diri mengenai keterlibantannya dalam olahraga, dan tidak memiliki dasar
motivasi intrinsik dan ekstrinsik untuk menampilkan aktivitas olahrga. Amotivasi
memiliki arti sama dengan (helplesness) yaitu keadaan tidak bedaya. Dalam psikologi
sosial (teori attribusi) atlet yang tidak berdaya ditandi dengan kegagalan yang bersifat
internal, tidak dapat dikontrol, dan stabul sebab atlet sering kali mengatakan “ I’m
not good enough” dan “ I can’t chane this fact.” Dalam self-determinasi memiliki tiga
bentuk motivasi ekstrinsik yaitu external regulation, introjected regulation, dan
idebtified regulation.
Introjected regulation, maksudnya motivasi ini dilihat dari asal usulnya termasuk
kedalam motivasi ekstrinsik, sebab motivasi ini hanya sebagai pengganti sumber
eksternal pada kendali yang bersifat internal, seperti kesalahan dibebankan pada diri
sendiri. Atlet memiliki alasan secara internal untuk berpartisipasi. yang terikan
dengan hadiah dan hukuman yang bersifat internal. Contoh, “ I am going to try out
now because I feel guilty if I can not play with my team.”
Bentuk lainnya pada motivasi yaitu motivasi intrinsik dikenal dengan internal
motivation. Dalam hal ini atlet berpartisipasi dalam sebuah aktivitas sudah menjadi
kepuasaan dirinya. Hal ini menunjukkan suatu keadaan yang kokoh dari self-
determinasi.
Perhatikan gambar 2.2 mengernai motivasi intrinsik dan eksrinsik dalam sebuah
kontinum self-determinasi.
Terlait masalah tersebut, Agung (2010: 47-48) menjelaskan bahwa melalui prinsip
balikan diupayakan dan dipastikan atlet akan sungguh-sungguh menerima materi
yang disampaikan dan memperoleh hasil yang baik. Perolehan hasil itu akan
mendorong atlet untuk lebih giat berlatih dan berprestasi lebih baik lagi. Karena hasil
terbaik yang diperoleh atlet akan menjadi operant conditioning (penguatan positif).
Sabaliknya, bagi atlet yang memperoleh hasil jelek akan merasa cemas dan takut,
misalnya takut kalah dalam pertandingan, takut tidak terpilih mejadi anggota tim,
segingga atlet tersebut akan berlatih atau bertanding lebih giat lagi. Oleh karena itu,
pelatih memiliki peranan dan fungsi amat penting dalam menerapkan prinsip umpan
balik untuk mendorong atletnya terus berlatih agar dapat mencapai prestasi
terbaiknya. Pemberian umpan balik positif akan memberikan dampak positif
terhadap peningkatan motivasi intrinsik dan penampilan atlet. Umpan balik positif
dibagi dua fungsi, yaitu fungsi informasi dan fungsi pengendalian (Ryan, 1982).
Fungsi informasi yaitu memberikan informasi kepada atlet tentang kemampuannya
sedangkan fungsi pengendalian yaitu untuk mendorong atlet mengendalikan
perilakunya.
Hasil penelitian Fisher (1978) menunjukan ketika aspek informasi mwnonjol dan
aspek kontroling tidak terlalu menonjol umpan balik positif meningkatkan persepsi
atlet terhadap kompetensi yang memiliki efek positif terhadap motivasi intrinsik atlet
tersebut. Pendapat tersebut menegaskan bahwa jika aspek informasi lebih dominan
dibandingkan dengan aspek pengendalian, umpan balik positif akan mwmberi
pengaruh terhadap persepsi dan penampilan atlet yang pada gilirannya akan
berpengaruh terhadap motivasi intrinsik. Sedangkan jika aspek pengendalian lebih
dominan, unpan balik positif akan mengikis terhadap motivasi intrinsik. Beberapa
review mengenai dampak pemberian pujian secara berlebihan, Handerlong & Lepper
(2002) menjelaskan bahwa umpan balik positif bisa saja memiliki efek negatif
terhadap motivasi intrinsik, terlalu banyak tujuan pada fitur performa yang tidak bisa
diatur, atau memliki ekspektasi yang rendah atau tidak realistis. Pendapat tersebut
menegaskan bahwa umpan balik positif mempunyai dampak negatif terhadap
motivasi intrinsik selama umpan balik tersebut tidak dikendalikan sehingga
berdampak pada penampilan dan harapan atlet yang tidak realistik. Umpan balik
yang positif diberikan dalam bentuk mengunakan kata-kata bagus, menyenangkan,
pintar menarik dan hebat, akan memberikan dampak positif terhadap penampilan
atlet .
Penerapan motivasi merupakan pekerjaan pelatih dan atlet dalam situasi yang
spesifik. Banyak pelatih yang mengatkan bahwa motivasi atlet itu harus nampak
dalam tanggung jawab setelah atlet tersebut mempelajari berbagai ketersmpilan
dalam olahraga. Strategi yang bisa digunakan pelatih untuk meningkatkan motivasi
atlet. Brewer (2009: 8) menjelaskan sebagai berikut.
1. Tetapkan Tujuan
Goal-setting merupakan prosedur untuk menetapkan tujuan, baik tujuan jangka
pendek, menengah, sampe pada tujuan jangka panjang. Goa-setting bertujuan untuk
memotivasi atlet supaya lebih produktif dan efektif dalam menampilkan performa.
Mengapa penguatan dan umpan balik harus diberikan? Menurut teori operant
conditioning, perilaku bisa dipengaruhi dan dikendalikan dengan serangkaian
manupulasi. Kapan penguatan dan umpan balik itu diberikan oleh peltih? Tatkala
atlet melakukan perilaku positif maupun negatif. Penguatan atau umpan balik bisa
bersifat umum apabila merujuk pasa gerakan umum. Umpan balik sering digunakan
pelatih untuk mendorong atlet terus berlatih. Kata-kata yang sering terungkap
seperti “bagus”, “waaaw”, “mengagumkan”, “hebat”, adalah beberpa contoh dari
umpan balik secara umum. Selanjutnya penguatan atau umpan balik bisa bersifat
spesifik apabila berisikan informasi spesifik yang menyebabkan atlet mengetahui apa
yang harus mereka lakukan dan mengerahui bagaimana seharusnya mereka berlatih.
Umpan balik ini diberikan manakala atlet menyadari bahwa dirinya melakukan,
kesalahan, tetapi tidak tahu bagaimana cara memperbaikinya. Kadang-kadang pada
saat atlet sudah familier dengan istilah-istilah yang sering digunakan pelatih (seperti
tekuk lutut, tunggu bola jatuh, dekati bola, lihat bola) satu atau dua kata kunci saja
sudah menjadi umpan balik yang sesifik untuk atlet dalam memperbaiki gerakannya.
Brewer (1990) menjelaskan bentuk reinforcement bahwa tingkah laku sosial seperti
pujian verbal, sinyal non-verbal (tepuk tangan, senyum); kontak fisik (menepuk
pundak); dan kesempatan untuk terlibat dalam tingkah laku tertentu (latihan ekstra).
Segala kegiatan yang dilakukan oleh atlet harus didasari oleh kesenangan. Atlet
harus senang melakukan aktivitas rutin yang menjadi tanggung jawabnya. Aktivitas
yang dilakukannya tidak didorong oleh paksaan orang lain. Strategi lain untuk
meningkatkan motivasi intrinsik pada atlet dijelaskan oleh Weinberg & Gould (1995:
154-155) sebagai berikut.
a. Menberikan Pengalaman Sukses
Memberikan pengalaman sukses kepada atlet sangat penting, karena atlet merasa
memiliki kekuata pada kemampuan yang dimilikinya. Misalnya memberikan umpan
balik positif kepada atlet muda, mempertandingkan atlet dengan lawan dibawah
kemampuannya tanpa sepengetahuan atlet tersebut merupakan cara untuk
meningkatkan motivasi intrinsik.
Proses lagihan yang dilakukan secara rutin akan mengakibatkan bosan. Salah satu
cara untuk mengatasi keadaan tersebut yaitu memberikan variasi dalam pengulangan
rangkaian gerak dalam latihan. Keuntungan lain yang diperoleh atlet yaitu atlet
memiliki kesempatan untuk mencoba formasi dan posisi baru. Efek negatif jika variasi
tidak diberikan, atlet bosan dan mengalami dropout dari proses latihan. Hal ini
dijelaskan oleh Weinberg (1995: 156) bahwa atlet yang mengalami deopout dalam
program pembinaan lebih dari 50 persen.
Strategi dan beberapa tips yang telah penulis paparkan perlu diperhatikan oleh
pelatih dan atlet supaya atlet tetap konsisten dalam melakukan sesuatu dan mampu
menampilkan performa sesuai dengan harapan.