Anda di halaman 1dari 10

2.

4 Faktor Yang Mempengaruhi Motivasi


Ada banyak sekali faktor yang berpengaruh terhadap tinggi
rendahnya motivasi. Gunarsa (2004) menjelaskan bahwa ada 4 dimensi
dari motivasi. Dimensi-dimensi tersebut adalah:
1. Atlet Sendiri
Atlet memegang peranan sentral dari munculnya motivasi. Atlet
sendiri yang mengatur dirinya untuk mencapai atau mendapatkan
sesuatu. Jika atlet sudah merasa puas dengan pencapaian yang ada,
maka tidak ada lagi usaha keras untuk mendapatkan sesuatu yang baru.
2. Hasil Penampilan
Hasil penampilan sangat menentukan motivasi seorang atlet
selanjutnya. Kekalahan dalam pertandingan sebelumnya akan
berdampak negatif terhadap motivasi atlet berikutnya. Atlet akan diliputi
perasaan tidak berdaya dan seolah-olah tidak mampu lagi untuk bangkit.
Terlebih lagi jika mengalami kekalahan dari pemain yang dianggap lebih
lemah dari dirinya. Sebaliknya, jika mendapatkan kemenangan, maka
hal itu akan menumbuhkan sikap positif untuk mengulang keberhasilan
yang berhasil dia raih. Sebagai contoh, permainan tim nasional
sepakbola Indonesia dalam Piala Asia tahun 2007 yang lalu.
Kemenangan pertandingan pertama melawan Bahrain membuat para
pemain tim nasional begitu bersemangat untuk mendapatkan hasil
serupa ketika bertanding melawan Arab Saudi pada pertandingan
setelahnya.
3. Suasana Pertandingan
Suasana pertandingan sangat menentukan emosi seorang atlet.
Sebagai contoh, Taufik Hidayat kerap mundur dari pertandingan gara-
gara merasa dicurangi oleh wasit. Kondisi tersebut tentu saja tidak
menyenangkan. Emosi yang sudah terganggu oleh kondisi pertandingan
yang tidak menyenangkan akan berdampak pada motivasi atlet dalam
menyelesaikan atau memenangkan sebuah pertandingan.
4. Tugas atau Penampilan
Motivasi juga ditentukan oleh tugas atau penampilan yang
dilakukan. Jika tugas berhasil dengan baik diselesaikan, keyakinan diri
atlet akan meningkat. Dengan keyakinan diri yang tinggi, motivasi juga
akan mengalami kenaikan. Tugas yang berhasil dilaksanakan akan
memberi tambahan energi dan motif untuk bekerja lebih giat.

2.5 Cara Meningkatkan Motivasi


Motivasi memegang peranan yang penting dalam olahraga
prestasi. Seorang atlet harus mampu menjaga motivasinya agar tetap
dalam level yang tinggi baik dalam proses latihan maupun pada saat
menjalani pertandingan. Motivasi memang bukanlah kondisi yang tidak
bisa berubah. Setiap saat motivasi atlet bisa mengalami perubahan,
sehingga diperlukan sebuah upaya agar motivasi tetap terjaga pada
level yang optimal. Ada beberapa cara untuk meningkatkan motivasi
atlet, diantara adalah:
1. Menetapkan Sasaran (Goal Setting)
Konsep dasar dari goal setting adalah menciptakan tantangan bagi
atlet untuk dilewati. Secara sederhana, goal setting merangsang atlet
untuk mencapai sesuatu baik dalam proses latihan maupun dalam
sebuah kompetisi. Ada beberapa batasan tentang metode goal
setting ini agar berjalan secara efektif.
2. Persuasi Verbal
Persuasi Verbal adalah metode yang paling mudah untuk dilakukan.
Pelatih, ofisial, atau keluarga adalah orang-orang yang sering
memberikan persuasi secara verbal ini. Persuasi verbal adalah
membakar semangat atlet dengan ucapan-ucapan yang memotivasi.
3. Imagery Training
Metode berikutnya yang cukup membantu memacu motivasi para
atlet adalah dengan melakukan imagery training atau latihan
pembayangan. Dalam latihan pembayangan ini atlet diajak untuk
memvisualisasikan situasi pertandingan yang akan dijalani. Secara detil,
atlet harus menggambarkan keseluruhan pertandingan, mulai dari
situasi lapangan, penontong, lawan dan segala macam yang terlibat
dalam pertandingan itu. Setelah mendapat gambaran yang riil, maka
atlet diajak untuk mencari solusi atas persoalan yang mungkin muncul
dalam pertandingan.
4. Motivasi Supertisi ( Takhayul )
Adalah suatu bentuk kepercanyaan kepada susuatu yang
menrupakan suatu simbul dan yang di anggap mempunyai daya
kekuatan atu daya dorongan mental, motivasi ini dapat mengubah
tngkah laku menjadi lebih semangat, ambisius, dan lebih besar
kemauanya untk sukses.
5. Motivasi Dengan Gambar
Terutama gambar atau poster yang ada berhubungnya dengan
cabang olahraga yang di geluti misalnya, gambar Ben Johnson yang
sedang lari,gambar adegan yang menarik dalam pertandingan sepak
bola, ganbar Mike Tyson dan alin-lain.
6. Meningkatkan Kemampuan Atlet
Kemampuan atlet meliputi skill teknis dan fisik. Skill dan fisik yang
bagus, akan mempengaruhi keinginan untuk mencapai prestasi yang
maksimal. Skill yang prima dapat dilihat dan dievaluasi melalui
pertandingan yang diikuti oleh atlet. Untuk itu diperlukan metode
kepelatihan yang modern dan efektif untuk meningkatkan keterampilan
seorang atlet. Pelatih juga harus paham dengan pencapaian teknik dan
fisik yang dimiliki oleh pemainnya.
7. Motivasi insentif (Reward)
Reward ini adalah metode yang paling banyak digunakan untuk
memacu motivasi atlet. Bonus, hadiah atau jabatan tertentu digunakan
untuk memotivasi atlet. Reward ini ditujukan untuk menggugah motivasi
ekstrinsik dari atlet. Dengan iming-iming bonus yang besar, diharapkan
atlet akan terpacu tampil terbaik dan mengalahkan lawannya.
8. Motivasi Karena Takut
Ketakutan atau takut terhadap sesuatu dapat merupakan motivasi
yang kuat bagi seseorang.:
· Perasaan yang takut atau malu jika atlit tidak tau peraturan
pertandingan tersebut (sportif).
· Kekuatan atlit dalam porsi latihan yang diberikan.
· Perasaan takut atau malu ketika tidak ikut serta dalam team
(diskors).
· Perasaan takut atau malu jika tidak bias mamanuhi harapan-harapan
atau sasaran yang di tetapkan oleh pelatih. Sehingga atlit akan
beruasaha sekuat tenaga dalam batas sportitifitas.
2.6 Mitos Motivasi
Berbagai upaya seringkali dilakukan oleh pelatih dalam rangka
meningkatkan motivasi atlet. Namun upaya-upaya yang dilakukan
tersebut sering tidak mempertimbangkan dampaknya atau kurang
didasari pada kenyataan yang ada di lapangan oleh mitos belaka. Hal ini
berakhir bahwa hasil yang dicapai berkebalikan dengan harapan. Jadi,
pada akhirnya atlet tidak menjadi termotivasi untuk bertanding,
sebaliknya mereka menjadi antipati, enggan, cemas, atau malas untuk
menampilkan kinerja olahraga seperti yang diharapkan (Anshe1,1997).
1. Memberi hukuman dengan tambahan porsi latihan fisik
Pelatih adakalanya menerapkan hukuman fisik seperti push-up
beberapa kali, atau berlari dengan tambahan putaran ekstra akibat
pelanggaran atau kesalahan yang dilakukan oleh atlet, misalnya
terlambat latihan. Hal ini ternyata bukan memperbaiki kinerja atlet
bahkan sebaliknya buruk
2. Nasehat pra kompetisi
Pelatih sering berusaha ekstra keras untuk memberikan nasehat
pada atlet menjelang pertandingan dalam rangka mempersiapkan atlet
secara lebih baik pada menjelang pertandingan. Namun ternyata tidak
semua atlet menyukai hal tersebut. Sejumlah atlet lebih menyukai
ketenangan bahkan memilih untuk menyendiri untuk lebih mampu
berkonsentrasi kelak dalam pertandingan. Memaksakan memberikan
nasehat kepada atlet menjelang pertandingan dapat menimbulkan hasil
yang bertentangan dengan harapan. Karenanya, keunikan masing-
masing atlet perlu dipertimbangkan dalam memberikan nasihat
menjelang pertandingan.
3. Merendahkan kemampuan lawan
Pelatih seringkali berusaha meningkatkan rasa percaya diri atlet
dengan memotivasinya melalui cara menunjukkan bahwa dirinya jauh
lebih tangguh daripada lawan. Atau pelatih memberikan gambaran
bahwa lawan yang dihadapi adalah lemah. Hal ini ternyata tidak
memberikan dampak positif bahkan sebaliknya karena berbagai alasan
seperti:
· Jika atlet ternyata menyadari pernyataan pelatih tidak benar, ia
merasa dibohongi
· Jika ternyata atlet tetap kalah sekalipun pelatih telah memberikan
gambaran bahwa lawannya lebih lemah, atlet yang bersangkutan
merasa kekalahannya semakin besar, penampilannya semakin
mengecewakan dan harga dirinya semakin rendah.
· Adalah sikap yang tidak realistis menganggap seseorang lawan
lemah tanpa mempertimbangkan kekuatannya, karena setiap petarung
memiliki peluang untuk menang.
· Atlet masing-masing memiliki empati dan perasaan menghargai
secara timbal balik. Sejumlah atlet merasa bahwa mengkritik lawan
secara berlebihan adalah tidak etis.
4. Tujuan utama adalah menang
Banyak pelatih, namun terutama pengurus, menekankan
pentingnya menang. Bahkan sebagian pengurus seolah-olah
memaksakan atlet untuk selalu menang. Hal ini sesungguhnya dapat
menjadi beban tuntutan yang sangat berat bagi atlet. Berbagai penelitian
menyatakan bahwa menekankan pentingnya untuk tampil sebaik
mungkin lebih memberikan dampak positif dalam memotivasi atlet
daripada menekankan atlet untuk semata-mata menang.
5. Memperlakukan anggota secara berbeda
Beberapa pengurus dan pelatih memiliki kecenderungan
menganak-emaskan atlet-atlet tertentu dengan berbagai alasan. Sikap
ini cenderung melahirkan inkonsistensi dalam penetapan aturan.
Inkonsistensi aturan cenderung menurunkan motivasi atlet secara
umum, termasuk atlet yang dianak-emaskan.
6. Tidak mengeluh berarti bahagia
Diam dan tidak mengeluh seringkali dianggap sikap yang tidak
bermasalah. Hal ini belum tentu demikian. Atlet yang sama sekali tidak
mengeluh belum tentu merasa bahagia dengan program yang
dijalankannya. Karena bisa terjadi mereka yang bersikap demikian justru
memiliki sikap masa bodoh dan tidak perduli dengan hasil yang mereka
capai, sehingga tidak ada upaya lebih jauh untuk senantiasa
memperbaiki peringkat prestasi yang dicapai.
7. Atlet tidak banyak tahu
Banyak pelatih beranggapan bahwa pengetahuan mereka jauh
melebihi atlet; di samping itu mereka juga menganggap pengetahuan
atlet masih sangat dangkal dan penuh dengan ketidak-tahuan. Tetapi
yang sering terjadi adalah pelatih mengalami berbagai hambatan dalam
menghadapi atlet, sebaliknya atlet mampu memanipulasi, mengkontrol,
mengendalikan pelatih dalam membuat keputusan. Fisher et al. (1982)
mengemukakan bahwa pelatih yang memiliki pengetahuan lebih banyak
adalah mereka yang biasanya menyempatkan lebih banyak waktu untuk
berkomunikasi dengan atletnya. Jadi, di samping mereka memiliki dasar
pengetahuan teoretis, mereka juga mampu memanfaatkan atlet sebagai
nara sumber praktis.
8. Ceramah pasca pertandingan
Adalah biasa pelatih atau pengurus memberikan masukan pada
atlet seusai atlet bertanding. Sebagian memberi pujian atas keberhasilan
atlet, sebagian lain memberikan teguran atas kesalahan atlet selama
bertanding. Padahal dalam situasi ini atlet masih merasa lelah. Informasi
teknis untuk memperbaiki diri tidak tepat disampaikan pada periode
pasta pertandingan. Sebaliknya dalam kondisi lelah, atlet menjadi lebih
peka terhadap kondisi emosi dan suasana hati. Teguran teknis yang
bersifat negatif cenderung memberikan dampak "traumatis", perasaaan
sakit hati, pada diri atlet. Jadi, perlakuan seperti ini perlu dipertim-
bangkan secara lebih seksama.
Karenanya dalam memberikan pengarahan pasca tanding
hendaknya mempertimbangkan tenggang waktu yang lebih rasional
antara saat usai pertandingan dan saat pemberian pengarahan.
9. Napoleon Complex
Istilah Napoleon Complex berlaku bagi pelatih yang cenderung
menunjukkan sikap otoriternya sebagai salah satu bentuk kompensasi
keinginan pribadinya untuk dihargai oleh orang lain (Anshel, 1997).
Banyak pakar kepribadian menyatakan bahwa sikap Napoleon
yang "bossy" merupakan kompensasi terhadap tubuhnya yang
tergolong kerdil.
Sikap pengurus dan pelatih yang menunjukkan kekuasaan
cenderung menurunkan motivasi atlet. Akibat sikap seperti ini pada diri
atlet dapat muncul perasaan tertekan, kehilangan minat untuk
mendengarkan ceramah dan wejangan pengurus ataupun pelatih,
bahkan mereka seringkali merasa muck dengan perilaku pengurus dan
pelatih mereka.
10. Menanamkan rasa takut
Sejumlah pengurus dan pelatih cenderung menanamkan rasa takut
pada diri atletnya dalam upaya mengendalikan atlet supaya mereka mau
melakukan apa yang diperintahkan pengurus atau pelatih. Hal ini
sesungguhnya menurunkan motivasi atlet untuk berpartisipasi secara
lebih aktif, karena mereka merasa tidak nyaman berada di dalam
lingkungan yang mengancam, menekan, otoriter.
2.7 Peranan Motivasi dalam Olahraga
Motivasi sangat erat kaitannya dengan kehidupan manusia karena
setiap manusia memiliki keinginan dan tujuan dalam hidupnya. Oleh
karena itu, untuk mencapai keinginan dan tujuannya itulah maka
diperlukan adanya energi pendukung dan pendorong yang disebut
dengan motivasi. Motivasi sangat berperan dalam seluruh aspek
kehidupan manusia baik dalam belajar, bekerja, berlatih dan masih
banyak lagi kegiatan dimana salah satu faktor pendukungnya adalah
motivasi itu sendiri.
Dalam dunia olahraga motivasi juga menjadi hal yang penting
khususnya bagi atlet. Atlet yang berlatih dengan giat dan teratur memiliki
tujuan dan keinginan menjadi juara atau pemenang di cabang yang
mereka geluti. Untuk mencapai tujuan tersebut bukan hanya teknik, fisik,
taktik yang bagus, namun seorang atlet harus memiliki motivasi yang
dapat menjadikan dirinya antusias dalam meraih tujuannya tersebut.
Dalam melakukan suatu pekerjaan motivasi akan menentukan
seberapa besar usaha yang akan dilakukan dalam memperoleh hasil
yang maksimal. Jika seseorang memiliki motivasi yang tinggi maka
usaha yang akan dilakukannya juga akan maksimal sedangkan orang
yang memiliki motivasi yang rendah maka usaha yang dilakukan untuk
mencapai tujuannya juga tidak akan maksimal. Sama halnya dengan
seorang atlet, jika seorang atlet mengalami kejenuhan pada masa
latihan maka latihan yang dilakukan tidak akan maksimal. Pada saat
itulah sangat diperlukan penyemangat atau energi pendukung yaitu
motivasi.
Pada dasarnya motivasi tidak hanya diberikan ketika terjadi
kejenuhan atau kebosanan ketika berlatih, karena jika dilihat dari
penjelasan di atas bahwa selalu ada motif ketika seseorang akan
melakukan suatu pekerjaan. Motivasi ini bisa diberikan sesuai dengan
kebutuhan tanpa harus menunggu adanya permasalahan. Sama halnya
dengan seorang atlet, pelatih ataupun orang-orang yang berkecimpung
di dalam organisasi olahraga juga memiliki tujuan-tujuan yang harus
dicapai.
Membangun motivasi bukanlah hal yang mudah karena tidak
setiap orang bisa dimotivasi dengan cara yang sama sehingga
diperlukan orang yang sangat mengerti hal tersebut yang biasanya
sering disebut sebagai motivator. Seperti yang telah dijelaskan
sebelumnya bahwa motivasi yang datang dari dalam diri sendiri
(intrinsik) dan motivasi yang datang dari luar diri seseorang (ekstrinsik).
Motivasi intrinsik biasanya muncul dari dalam diri atlet tersebut seperti
keinginan, harapan, tujuan yang ingin dicapainya sedangkan motivasi
yang ekstrinsik muncul dari lingkungan dimana atlet tersebut berlatih,
pelatih, keluarga, teman bahkan yang akan menjadi lawan dalam
pertandingan juga dapat menjadi sebuah motivasi. Dengan demikian
dapat disimpulkan bahwa motivasi merupakan faktor penting dalam
kehidupan manusia.

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Motivasi merupakan kekuatan (energi) yang dapat meningkatkan
persistensi dan antusiasme seseorang dalam mencapai tujuan dan
keinginannya baik yang muncul dari dalam diri (intrinsik) maupun yang
muncul dari luar diri (ekstrinsik). Motivasi yang timbul dari dalam diri
sendiri tanpa adanya faktor atau dorongan dari luar disebut dengan
motivasi intrinsik sedangkan motivasi yang timbul karena adanya
pengaruh dari luar individu disebut dengan motivasi ekstrinsik.
Motivasi merupakan suatu hal yang penting karena motivasi dapat
memicu seseorang untuk melakukan suatu hal yang ingin dicapainya.
Motivasi berperan memberikan dorongan kepada seseorang dalam
mencapai tujuan dan keinginannya. Misalnya seorang atlet yang ingin
memenangkan suatu kejuaraan, yang pada awalnya merasa kurang
yakin akan kemampuannya maka dengan adanya motivasi baik yang
muncul dari diri sendiri ditambah motivasi dari teman, pelatih, keluarga
dan lingkungan maka atlet tersebut akan merasa semangat dan antusias
dalam berlatih dan semakin siap dalam menghadapi kejuaraan.

3.2 Saran
Semoga makalah ini dapat berguna dan bermanfaat bagi setiap
pembaca dalam proses pembelajaran ataupun penambahan wawasan
dalam ilmu pengetahuan.

DAFTAR PUSTAKA
Vallerand, R. J. (2004). Intrinsic and Extrinsic Motivation in Sport.
Encyclopedia of Applied Psychology, Vol. 2

Ryan, R.M., & Deci, E. L. (2000). Intrinsic and Extrinsic Motivations:


Classic Definitions and New Directions. Contemporary Educational
Psychology, 25, 54-67

Davies, D. & Amstrong, M., (1989) Psychological Factors in competitive


sport. The Falmer Press. Philadelpha.

Anda mungkin juga menyukai