Anda di halaman 1dari 152

KATA PENGANTAR

Akses penduduk terhadap prasarana dan sarana


air limbah permukiman dan persampahan
pada dasarnya erat kaitannya dengan aspek
kesehatan, lingkungan hidup, pendidikan, sosial
budaya serta kemiskinan. Hasil berbagai
pengamatan dan penelitian membuktikan bahwa
semakin besar akses penduduk kepada fasilitas
sanitasi (air limbah permukiman, persampahan
dan drainase lingkungan) serta pemahaman
tentang hygiene, semakin kecil kemungkinan
terjadinya kasus penyebaran penyakit yang
ditularkan melalui media air dan tanah.
Beberapa upaya pengembangan sanitasi lingkungan berskala
komunitas, dapat dilakukan melalui pendekatan berbasis
masyarakat. Hal ini ditujukan untuk menjamin keberlanjutan
pengelolaan, melalui penekanan perubahan perilaku dan pola hidup
masyarakat untuk dapat lebih bersih dan sehat dengan melibatkan
masyarakat secara utuh sejak tahap perencanaan, pelaksanaan
pembangunan sampai dengan pengelolaan sarana agar terciptanya
lingkungan permukiman berkelanjutan yang sehat.
Salah satu sistem penganggaran untuk percepatan pelaksanaan
infrastruktur bidang sanitasi di daerah adalah bersumber dari Dana
Alokasi Khusus (DAK). Sesuai Undang-Undang No. 23 Tahun 2014
tentang Pemerintahan Daerah, DAK merupakan dana yang
bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada
daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai
kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan
prioritas nasional. Dan sebagai tindak lanjut dari UU No. 23 Tahun
2014 tersebut di atas, telah diterbitkan Peraturan Menteri Pekerjaan
Umum dan Perumahan Rakyat No. 21/PRT/M/2017 tentang Petunjuk
Operasional Penyelenggaraan Dana Alokasi Khusus Infrastruktur
yang merupakan perubahan dari Peraturan Menteri Pekerjaan
Umum dan Perumahan Rakyat No. 33/PRT/M/2016.
Namun dalam implementasi di lapangan, masih diperlukan petunjuk
pelaksanaan yang aplikatif berdasarkan pada standar dan syarat
teknis yang berlaku. Direktorat Jenderal Cipta Karya menyusun
Petunjuk Pelaksanaan DAK Infrastruktur Bidang Sanitasi Tahun
2018 yang bertujuan sebagai pedoman bagi Pemerintah Provinsi,
Pemerintah Kabupaten/Kota, dan pelaksana lapangan pada setiap
proses tahapan pembangunan mulai dari tahap persiapan,
I
perencanaan, pelaksanaan, operasi dan pemeliharaan hingga
pengendalian dan pemanfaatan dalam rangka meningkatkan
pelayanan sanitasi pada kawasan padat penduduk dan rawan sanitasi
di perkotaan.
Semoga dengan tersusunnya Petunjuk Pelaksanaan DAK ini semakin
mempercepat pemerintah daerah dalam membangun sarana dan
prasarana sanitasi yang tepat sasaran, tepat mutu, waktu dan biaya
yang telah menjadi urusan bersama (konkuren) dengan pemerintah
pusat untuk mendukung RPJMN 2015 - 2019, yaitu mencapai
universal akses dalam pemenuhan kebutuhan dasar sektor sanitasi
hingga tahun 2019.

Jakarta, 28 Agustus 2018

Direktur Jenderal Cipta Karya

Dr. Ir. Danis H. Sumadilaga, M.Eng.Sc


NIP. 196010281986031003

II
III
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .............................................................................I
DAFTAR ISI ..................................................................................... IV
DAFTAR SINGKATAN .................................................................... VIII
PENDAHULUAN ................................................................................1
BAGIAN 1 KETENTUAN PELAKSANAAN ............................................7
1. PERSIAPAN PELAKSANAAN DAK BIDANG SANITASI ............7
1.1. Trilateral Meeting .................................................................. 7
1.2. Sinkronisasi dan Harmonisasi DAK Bidang Sanitasi ............. 7
1.3 Pengorganisasian Pelaksanaan Kegiatan DAK Bidang
Sanitasi ................................................................................ 9
1.4. Sosialisasi Program DAK Bidang Sanitasi ........................... 10
1.4.1. Rapat Konsultasi Teknis Regional ................................... 11
1.4.2. Pengisian Aplikasi e-Monitoring ....................................... 11
1.5. Penyusunan dan Penetapan Usulan Rencana Kegiatan
(URK) ................................................................................. 12
1.5.1. Penyusunan dan Penetapan URK Kegiatan Swakelola dan
Kontraktual .................................................................... 12
1.6. Penetapan Rencana Kegiatan (RK) oleh Kepala Daerah ....... 14
1.7. Penetapan Melalui Keputusan Menteri PUPR ...................... 14
1.8. Perubahan atas Penetapan Rencana Kegiatan (RK) ............. 15
1.9. Menu Kegiatan Berdasarkan Jenis DAK Bidang Sanitasi .... 15
1.9.1. DAK Reguler Bidang Sanitasi .......................................... 15
1.9.2. DAK Afirmasi Bidang Sanitasi ......................................... 15
1.9.3. DAK Penugasan Bidang Sanitasi..................................... 16
1.10. Pilihan Teknologi untuk Kegiatan Swakelola ....................... 17
1.11. Pilihan Teknologi untuk Kegiatan Kontraktual .................... 18
1.11.1. Berdasarkan Jenis DAK ............................................... 18
1.11.2. Berdasarkan Pilihan Teknologi ..................................... 18
1.12. Pilihan Teknologi yang Berlaku Standar Persyaratan .......... 19
2. PERENCANAAN DAN PELAKSANAAN .................................. 21
IV
2.1. Pelaksanaan Kegiatan Swakelola ........................................ 21
2.1.1. Persiapan Kegiatan Swakelola ......................................... 21
2.1.2. Perencanaan Kegiatan Swakelola .................................... 40
2.1.3. Pelaksanaan Kegiatan Swakelola .................................... 46
2.1.4. Operasi dan Pemeliharaan .............................................. 54
2.2. Pelaksanaan Kegiatan Kontraktual ..................................... 61
2.2.1. Persiapan dan Perencanaan ............................................ 61
2.2.2. Pelaksanaan Kegiatan Kontraktual ................................. 71
2.2.3. Pelaksanaan Kegiatan Kontraktual Padat Karya ............. 73
2.2.4. Operasi dan Pemeliharaan .............................................. 74
2.3. Pelaporan oleh OPD Terkait ................................................ 75
1. KEMITRAAN DENGAN TNI DALAM PELAKSANAAN DAK
BIDANG SANITASI .......................................................... 76
2. PENGARUSUTAMAAN GENDER (PUG) ............................ 77
3. PENGAWASAN ................................................................ 78
4. PEMANTAUAN DAN EVALUASI ....................................... 78
BAGIAN 2 Ketentuan teknis ............................................................ 82
2.1. KRITERIA TEKNIS ............................................................... 82
2.1.1. Lokasi Prioritas Kegiatan DAK Reguler............................ 82
2.1.2. Lokasi Prioritas DAK Afirmasi ......................................... 82
2.1.3. Lokasi Prioritas DAK Penugasan ..................................... 83
2.1.4. Kriteria Kegiatan Bidang Air Limbah ............................... 84
2.2. PILIHAN PRASARANA DAN SARANA SANITASI ................... 84
2.2.1. Sistem Pengolahan Air Limbah Domestik Setempat
(SPALD-S) ....................................................................... 85
2.2.2. Pengertian dan Ilustrasi Gambar Sarana dan Prasarana
Sanitasi : ........................................................................ 87
2.2.3. Sistem Pengolahan Air Limbah Domestik Terpusat
(SPALD-T) ....................................................................... 91
2.2.4. Perencanaan Sub_Sistem Pengumpulan ......................... 93
2.2.5. Perencanaan Sub_Sistem Pelayanan ............................... 96

V
2.2.6. Perencanaan Sub - Sistem Pengolahan ........................... 98
2.2.7 Parameter Desain dalam Penyusunan RTR IPAL .......... 100
2.2.8 Contoh Perhitungan Rencana Teknik Rinci IPAL ........... 101
2.2.9. Ketentuan Teknis Operasi dan Pemeliharaan................ 117
2.2.10. Ketentuan Teknis dalam Seleksi Lokasi ..................... 126
2.3 Sistem Manajemen Kesehatan Dan Keselamatan Kerja
(SMK3) .............................................................................. 138
2.3.1. Penerapan SMK3 Kegiatan Swakelola ........................... 138
2.3.2. Penerapan SMK3 Kegiatan Kontraktual ........................ 138

VI
VII
DAFTAR SINGKATAN
ABR : Anaerobic Baffled Reactor
AUF : Anaerobic Upflow Filter/Proses
Pengolahan Air Limbah dengan
Metode Pengaliran Air Limbah keatas
Melalui Media Filter Anaerobic
AF : Filter
AMDAL : Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
ANDAL : Analisis Dampak Lingkungan
APBD : Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah
APBN : Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara
BABS : Buang Air Besar Sembarangan
BANGDA : Pembangunan Daerah
BAPPEDA : Badan Perencanaan Pembangunan
Daerah
BAPPENAS : Badan Perencanaan Pembangunan
Nasional
BOD : Biological Oxygen Demand
BOP : Biaya Operasional Proyek
BORDA : Bremen Overseas
Research&Development Associate
CAP/RKM : Community Action Plan/Rencana
Kegiatan Masyarakat
COD : Chemical Oxygen Demand
CSS : Central Sanitation Centers
DAK : Dana Alokasi Khusus
DED : Detail Engineering Design
DinKes : Dinas Kesehatan
DIP : Daftar Isian Proyek
DIPA : Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran
Dit. PPLP : Direktorat Pengembangan Penyehatan
Lingkungan Permukiman
DJCK PUPR : Direktorat Jendral Cipta Karya –
Kementerian Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat
DPRD : Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
DRA : Demand Responsive
Approach/Pendekatan Tanggap
Kebutuhan
ICC : Informed Choice

VIII
Catalogue/Katalog Pilihan Informasi
Teknologi
IPAL : Instalasi Pengolahan Air Limbah
IPLT : Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja
JUKLAK : Petunjuk Pelaksanaan
KAK : Kerangka Acuan Kerja
Kemenkes : Kementerian Kesehatan
KEPMEN : Keputusan Menteri
KEPPRES : Keputusan Presiden
KF : Kapasitas Fiskal
KPA : Kuasa Pengguna Anggaran
KPP : Kelompok Pemanfaatan Pemeliharaan
KPPN : Kantor Pelayanan Perbendaharaan
Negara
KSM : Kelompok Swadaya Masyarakat
KSO : Kerjasama Operasional, meliputi
upah kerja borongan dan/atau
kontraktor specialist
Long List : Daftar Panjang
LSM : Lembaga Swadaya Masyarakat
MCK : Mandi, Cuci dan Kakus
MDG’s : Milenium Development Goal’s
MONEV : Monitoring and Evaluasi
MOU : Memorandum of Understanding/Nota
Kesepakatan Kerjasama
MPA : Method for Participatory
Assesment/Metode Pengkajian
O&P : Operasi dan Pemeliharaan
PA : Pengguna Anggaran
PAD : Project Appraisal Document
Panitia Pengadaan : Tim Pelaksana pengadaan barang/jasa
di KSM
PDAM : Perusahaan Daerah Air Minum
PERPRES : Peraturan Presiden
PHAST : Participatory Hygiene and Sanitation
Transformation
PHBS : Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
PLP : Penyehatan Lingkungan Permukiman
PPK : Pejabat Pembuat Komitmen
Rakorbang : Rapat Koordinasi Pembangunan
RUTRK : Rencana Umum Tata Ruang Kota
SATKER PSPLP : Satuan Kerja Pengembangan Sistem
Penyehatan Lingkungan Permukiman

IX
SELOTIF : Selekasi Lokasi Partisipatif
Short List : Daftar Pendek
SK : Surat Keputusan
OPD : Organisasi Perangkat Daerah
SLBM : Sanitasi Lingkungan Berbasis
Masyarakat
SPALD-T : Sistem Pengolahan Air Limbah
Domestik Terpusat
SPALD-S : Sistem Pengolahan Air Limbah
Domestik Setempat
STBM : Sanitasi Total Berbasis Masyarakat

X
XI
PENDAHULUAN
Akses penduduk terhadap prasarana dan sarana air limbah
permukiman pada dasarnya erat kaitannya dengan aspek kesehatan,
lingkungan hidup, pendidikan, sosial, budaya serta kemiskinan. Hasil
berbagai pengamatan dan penelitian telah membuktikan bahwa
semakin besar akses penduduk terhadap fasilitas prasarana dan
sarana air limbah permukiman, persampahan dan drainase serta
pemahaman tentang hygiene, semakin kecil kemungkinan terjadinya
kasus penyebaran penyakit yang ditularkan melalui media air
(waterborne diseases).
Mengingat keterbatasan kemampuan yang dimiliki pemerintah,
baik pusat maupun daerah, diperlukan upaya-upaya terobosan yang
bersifat mengubah paradigma dalam pengembangan sanitasi
lingkungan. Beberapa upaya bisa dilakukan terhadap pengembangan
sanitasi lingkungan berskala komunitas berbasis masyarakat melalui
kegiatan pemberdayaan masyarakat yang bertujuan untuk menjamin
keberlanjutan pengelolaan.
Hal ini sejalan dengan amanat UU No. 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah, dimana Pemerintah lebih berperan sebagai
regulator dan fasilitator terkait dengan tugas-tugasnya dalam
pengaturan, pembinaan dan pengawasan pengembangan sanitasi
lingkungan. Dana Alokasi Khusus Sanitasi (DAK Bidang Sanitasi)
merupakan salah satu program pemerintah untuk meningkatkan
akses sanitasi, yang bersumber dari APBN yang dialokasikan kepada
daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan
khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas
nasional. DAK Bidang Sanitasi ini khususnya diperuntukkan untuk
membiayai kebutuhan prasarana dan sarana sanitasi masyarakat
yang belum mencapai standar tertentu atau untuk mendorong
percepatan pembangunan daerah.
Besaran alokasi DAK Bidang Sanitasi masing-masing daerah
ditentukan dengan perhitungan indeks berdasarkan kriteria umum,
kriteria khusus dan kriteria teknis. Kriteria umum dirumuskan
berdasarkan kemampuan keuangan daerah, yang dicerminkan dari
penerimaan umum Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
setelah dikurangi belanja Pegawai Negeri Sipil Daerah. Kriteria
khusus dirumuskan berdasarkan peraturan perundang-undangan
yang mengatur penyelenggaraan otonomi khusus dan karakteristik
daerah. Kriteria teknis disusun berdasarkan kegiatan khusus yang
dirumuskan oleh kementerian/lembaga.
Pedoman Teknis DAK Bidang Sanitasi dimaksudkan sebagai pedoman

1
bagi Pemerintah Kabupaten/Kota, dan pelaksana lapangan dalam
perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi, penilaian
kinerja, pemanfaatan. Pedoman ini merupakan media pembinaan
pelaksanaan DAK Bidang Sanitasi oleh Kementerian Pekerjaan
Umum dan Perumahan Rakyat dengan Pemerintah Provinsi.
Pelaksana kegiatan DAK Bidang Sanitasi adalah Organisasi Perangkat
Daerah Dana Alokasi Khusus yang selanjutnya disebut OPD DAK,
yaitu organisasi/lembaga pada Pemerintah Daerah yang bertanggung
jawab kepada Bupati/Walikota yang menyelenggarakan kegiatan yang
dibiayai dari Dana Alokasi Khusus Bidang Sanitasi.
Tujuan disusunnya Pedoman Teknis DAK Bidang Sanitasi ini, adalah
:
a. Menjamin tertib pemanfaatan pelaksanaan dan pengelolaan
DAK Bidang Sanitasiyang dilaksanakan oleh Pemerintah
Kabupaten/Kota.
b. Menjamin terlaksananya koordinasi antara kementerian terkait,
dinas teknis di Provinsi, dan dinas teknis di Kabupaten/Kota,
dalam: pelaksanaan, pengelolaan, pemantauan, dan pembinaan
teknis kegiatan yang dibiayai dengan DAK Bidang Sanitasi.
c. Meningkatkan efektifitas dan efisiensi pemanfaatan DAK
Bidang Sanitasi, serta mensinergikan kegiatan yang dibiayai
dengan DAK Bidang Sanitasi dengan kegiatan prioritas nasional;
dan
d. Meningkatkan kinerja prasarana dan sarana bidang sanitasi,
dan meningkatkan cakupan pelayanan sanitasi untuk
meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat.
Dasar hukum yang digunakan dalam pengaturan,
pembinaan dan pengawasan kegiatan DAK Bidang Sanitasi
adalah sebagai berikut :
1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang
Organisasi Kemasyarakatan
3. Undang–undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang
Pemerintahan Daerah.
4. Undang–Undang Nomor 15 tahun 2017 tentang APBN tahun
anggaran 2018.
5. Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana
Perimbangan.
6. Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2018 tentang Standar
2
Pelayanan Minimal.
7. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang
Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah
Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.
8. Peraturan Presiden No. 54 Tahun 2010 dan perubahannya
Perpres No. 70 Tahun 2012, tentang Pengadaan Barang /Jasa
Pemerintah.
9. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2018
tentang Perubahan atas Perpres no.123 Tahun 2016 Tentang
Petunjuk Teknis Dana Alokasi Khusus Fisik.
10. Peraturan Menteri Keuangan tentang Pedoman Umum dan
Alokasi Dana Alokasi Khusus (ditetapkan setiap tahun).
11. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 112/PMK.07/2017 tentang
Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor
50/PMK.07/2017 tentang Pengelolaan Transfer ke Daerah dan
Dana Desa.
12. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 04/PRT/M/2017
tentangPenyelenggaraan Sistem Pengelolaan Air Limbah.
13. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
Nomor 21/PRT/M/2017, tentang Petunjuk Operasional Dana
Alokasi Khusus Infrastruktur Kementerian Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat.
14. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 05/PRT/M/2014
tentang Pedoman Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan
Kerja (SMK3) Konstruksi Bidang Pekerjaan Umum (Berita Negara
Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 628);
15. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor
241/PMK.07/2014 Tentang Pelaksanaan dan
Pertanggungjawaban Anggaran Transfer ke Daerah.
16. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 20 Tahun 2009
tentangPedoman Pengelolaan Keuangan Dana Alokasi Khusus di
Daerah.
17. Surat Keputusan Bersama Menteri Tenaga Kerja dan Menteri
Pekerjaan Umum Nomor KEP.174/MEN/1986 dan
Nomor104/KPTS/1986 Tentang Keselamatan dan Kesehatan
Kerja PadaTempat Kegiatan Konstruksi.
Pedoman Teknis DAK Bidang Sanitasi ini, terbagi menjadi 3
(tiga) bagian, yaitu:
3
a. Pendahuluan;
b. Ketentuan Pelaksanaan;
c. Ketentuan Teknis.

4
SISTEMATIKA PEDOMAN
TEKNIS PELAKSANAAN DAK BIDANG SANITASI TA. 2018

Gambar Sistematika
Pedoman Teknis Pelaksanaan DAK Bidang Sanitasi 2018

5
6
BAGIAN 1
KETENTUAN PELAKSANAAN
1. PERSIAPAN PELAKSANAAN DAK BIDANG SANITASI
1.1. Trilateral Meeting
Dalam rangka mewujudkan akses universal sanitasi melalui
peningkatan cakupan pelayanan sarana pengelolaan air limbah,
maka ditetapkan arah kebijakan Dana Alokasi Khusus (DAK)
Bidang sanitasi dalam setiap tahun anggaran berjalan, yaitu
berupa:
1. Pengembangan Sistem Pengelolaan Air Limbah Domestik
Terpusat (SPALD-T) berupa penambahan Sambungan Rumah
(SR) terhadap Kabupaten/Kota yang sudah memiliki sistem
terpusat skala Kota dan/atau skala permukiman dan
pembangunan baru SPALD-T skala permukiman;
2. Pengembangan Sistem Pengelolaan Air Limbah Domestik
Satempat (SPALD-S), berupa pembangunan tangki septik skala
individual di perkotaan, pembangunan tangki septik skala
komunal, pengadaan truk tinja dan peningkatan kualitas
sarana sanitasi invidual perdesaan dari akses dasar menjadi
akses layak di Desa/Kelurahan yang sudah terverifikasi Open
Defecation Free (ODF) selama minimal 2 tahun.
Pembangunan sanitasi dilakukan dengan berdasarkan pada
lokasi prioritas dan rencana aksi pengembangan sistem sanitasi
dalam Strategi Sanitasi Kota/Kabupaten (SSK).
1.2. Sinkronisasi dan Harmonisasi DAK Bidang Sanitasi
Sesuai dengan amanat Peraturan Presiden No 5 Tahun 2018
Tentang Perubahan atas Perpres No.123 Tahun 2016 Tentang
Petunjuk Teknis Dana Alokasi Khusus Fisik. Bahwa peran Unit
Organisasi Teknis di lingkup Kementerian Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat terkait dengan perencanaan program antara
lain melakukan pembahasan dan penetapan rencana kegiatan
yang diusulkan daerah agar sesuai dengan prioritas nasional.
Kegiatan sinkronisasi dan harmonisasi dilaksanakan dalam
rangka menerima daerah untuk berkonsultasi terkait hasil
penilaian sementara dari Pemerintah Pusat (Bappenas dan
Kementerian PUPR) dan hasil konfirmasi dari Pemerintah Daerah
baik yang telah di imput dalam aplikasi Sinkron DAK maupun
melalui Kertas Kerja yang telah disiapkan. Dengan demikian
Pemerintah Daerah dapat menyampaikan tanggapan terhadap
7
hasil penilaian sementara yang sudah masuk ke dalam aplikasi
Sinkron DAK.
Kriteria penilaian terhadap usulan kegiatan dari Pemerintah
Daerah antara lain sebagai berikut :
1. Kesesuaian dengan longlist data base e-Plaining;
2. Keseusaian dengan menu kegiatan di dalam Permen PUPR No
33/PRT/M/2016;
3. Status sumber pendanaan belum didanai oleh sumber
pendanaan yang lain;
4. Kesanggupan melengkapi Surat Pernyataan Tanggung Jawab
Mutlak (SPTJM);
5. Kewajaran harga satuan.

Bisnis Proses Kegiatan Sinkronisasi dan Harmonisasi DAK Fisik


Tahun angaran 2018.

C DJPK K/L & BAPPENAS

1
1. Data Usulan
2 dari E-
Input Data Planning
di Aplikasi 2. Data Hasil
Penilaian

4
3 Melalui Aplikasi, KL
APLIKASI dan Bappenas
Melalui Aplikasi Pemda SINKRON mereview Data
dapat: Konfirmasi Pemda
DAK FISIK
1. Lihat Usulan DAK (E- (data terkunci jika
Planning) sudah direview)
2. Lihat Hasil Penilaian; dan
3. Input Data Konfirmasi

5A Diskusi
Didiskusikan YA

5B Disepakati
dan masuk
Hasil
Sinkronisasi Konfirm

FORUM
SINRKOSASI DAN
HARMONISASI DI
PROVINSI

8
1.3 Pengorganisasian Pelaksanaan Kegiatan DAK Bidang
Sanitasi
Dalam rangka mempercepat proses pelaksanaan Program DAK
Bidang Sanitasi diperlukan pengorganisasian pada berbagai
tingkatan, antara lain sebagai berikut :
1. Tingkat Pusat
Untuk tingkat pusat: Direktorat Pengembangan Penyehatan
Lingkungan Permukiman menunjuk Sub Direktorat
Perencanaan Teknis dan Sub Direktorat Pengolahan Air Limbah
serta Satker Penyehatan Lingkungan Permukiman Berbasis
Masyarakat (PLPBM) sebagai unit pengelola kegiatan Dana
Alokasi Khusus (DAK) Bidang Sanitasi.
2. Tingkat Provinsi
Untuk Tingkat Provinsi, Direktorat Pengembangan Penyehatan
Lingkungan Permukiman menugaskan Satker PSPLP Provinsi
sebagai Koordinator penyelenggaraan dan pemantauan DAK
Bidang Sanitasi. Dalam rangka monitoring capaian progres
pelaksanaan kegiatan di masing-masing Provinsi, Direktorat
Keterpaduan Infrastruktur Permukiman menugaskan PPK
Perencanaan dan Pengendalian Program Infrastruktur
Permukiman (PIP) Satuan Kerja Randal sebagai
penanggungjawab data laporan emonnya.
3. Tingkat Kabupaten/Kota
1. Kegiatan swakelola
Kepala OPD Kabupaten/Kota membentuk unit pengelola
DAK Bidang Sanitasi, melakukan seleksi terhadap Tenaga
Fasilitator Lapangan (TFL) dan memobilisasi TFL ke wilayah
dampingan sesuai dengan Surat Keputusan dari Pengguna
Anggaran (PA) atau Kuasa Pengguna Anggaran (KPA);
2. Kegiatan kontraktual/Kntraktual Padat Karya
Penguasa Anggaran (PA) Kabupaten/Kota menetapkan
Rencana Umum Pengadaan (RUP), mengumumkan secara
luas Rencana Umum Pengadaan, Menetapkan PPK,
Menetapkan Panitia/Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan.
Unit pengelola DAK Bidang Sanitasi haruslah OPD
yang secara hukum (Perda/Perbup/Perwali)
mengemban tugas pokok dan fungsi bidang sanitasi.

9
4. Tingkat Desa/Kelurahan
1. Pekerjaan Swakelola
Di tingkat Desa/Kelurahan, Kades/Lurah atas
sepengetahuan Camat melaksanakan sosialisasi awal
penyelenggaraan program Dana Alokasi Khusus (DAK)
Bidang Sanitasi di wilayah kerjanya. Selanjutnya bersama
dengan TFL Pemerintah Desa/Kelurahan memfasilitasi
proses pembentukan Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM)
dan menyampaikan Berita Acara hasil pembentukan
lembaga tersebut kepada OPD Dinas terkait untuk
ditetapkan sebagai kelompok pelaksana kegiatan swakelola
Dana Alokasi Khusus (DAK) Bidang Sanitasi.
Setelah pelaksanaan kegiatan SELOTIP dan ditetapkan
lokasi penerima manfaat, Pemerintah Desa/Kelurahan
bersama dengan TFL memfasilitasi proses pembentukan
Kelompok Pemanfaat dan Pemeliharaan (KPP). Selanjutnya
ditetapkan melalui Surat Keputusan Kepala
Desa/Kelurahan sebagai lembaga yang bertanggungjawab
dalam proses Operasi dan Pemeliharaan serta
pengembangan jaringan pelayanan sanitasi agar dapat
berkelanjutan (sustainable programme).
2. Pekerjaan Kontraktual/Kontraktual Padat Karya
Di tingkat Desa/Kelurahan Pemerintah Daerah didampingi
dari konsultan pengawas dan kontraktor pemenang
melakukan sosialisasi kepada seluruh lapisan masyarakat
sebagai bentuk pemberitahuan terkait proses pelaksanaan
dan manfaat dari program Dana Alokasi Khusus Bidang
Sanitasi. Kegiatan ini dilakukan untuk mendapatkan
dukungan dari Pemerintah Desa/Kelurahan serta
masyarakat sebagai calon penerima manfaat. Sekaligus
kontraktor pelaksana untuk dapat menjaring tenaga kerja
dari warga pemanfaat agar pelaksanaan kegiatan dapat
berjalan sesuai dengan harapan pemerintah.
1.4. Sosialisasi Program DAK Bidang Sanitasi
Sosialisasi DAK Bidang Sanitasi diselenggarakan kepada seluruh
pemerintah Kabupaten/Kota pada akhir tahun anggaran
sebelumnya yang diselenggarakan oleh Biro Perencanaan
Anggaran dan KLN, Sekretariat Jenderal, Kementerian Pekerjaan
Umum dan Perumahan Rakyat.

10
Pemerintah Kabupaten/Kota penerima Dana Alokasi Khusus
Infrastruktur Bidang Sanitasi harus mengikuti sosialisasi
Petunjuk Operasional Penyelenggaraan DAK dan Pra-Konsultasi
serta Konsultasi Program dalam rangka pembahasan Usulan
Rencana Kegiatan yang diselenggarakan oleh Kementerian PUPR.
Sosialisasi ini bertujuan agar Pemerintah Kabupaten/Kota dapat
memahami ruang lingkup kegiatan, mengalokasikan dana
penunjang yang bersumber dari DAK Bidang Sanitasi dan dana
penunjang kegiatan yang bersumber dari APBD serta
mempersiapkan lokasi yang memenuhi syarat dan kriteria teknis.
Sosialisasi dilaksanakan juga oleh OPD teknis/Pokja Sanitasi di
tingkat Kabupaten/Kota, dengan mengundang Camat, Kodim
(TNI), Lurah/Kades daerah rawan sanitasi.
1.4.1. Rapat Konsultasi Teknis Regional
Rapat konsultasi teknis regional dilaksanakan oleh
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
termasuk didalamnya kegiatan konsultasi teknis untuk
bidang sanitasi.
Berdasarkan penetapan alokasi Dana Alokasi Khusus
Bidang Sanitasi Pemerintah Daerah melalui OPD terkait
penerima DAK menyusun Usulan Rencana Kegiatan (URK)
berdasarkan hasil konsultasi dengan Unit Organisasi
Teknis (UNOR).
Penyusunan Usulan Rencana Kegiatan (URK) mengacu
pada proposal yang diusulkan Pemerintah Daerah kepada
Bappenas dan Kementerian Keuangan serta hasil
sinkronisasi dan harmonisasi usulan DAK.
Pemerintah Daerah wajib menganggarkan dana transfer
ke daerah yang penggunaannya sudah ditentukan dengan
petunjuk teknis sesuai peraturan perundang-undangan.
1.4.2. Pengisian Aplikasi e-Monitoring
Pengisian aplikasi elektronik monitoring khusus DAK
Bidang Sanitasi dapat dilakukan setelah mendapatkan
persetujuan dan tanda tangan dari Pemerintah Pusat,
Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota,
selanjutnya diverifikasi oleh Pemerintah Propinsi dan
Pemerintah Pusat dalam sistem e-Monitoring DAK PUPR.

11
1.5. Penyusunan dan Penetapan Usulan Rencana Kegiatan
(URK)
1.5.1. Penyusunan dan Penetapan URK Kegiatan Swakelola
dan Kontraktual
Berdasarkan penetapan alokasi Dana Alokasi Khusus dari
Pemerintah, Bupati/Walikota penerima DAK Bidang
Sanitasi menyusun Usulan Rencana Kegiatan (URK)
berdasarkan konsultasi dengan berbagai pemangku
kepentingan yang memenuhi kriteria prioritas nasional.
Dana Alokasi Khusus dianggarkan sesuai Peraturan
Presiden tentang Rincian Anggaran Pendapatan Belanja
Negara (APBN) tahun anggaran berjalan atau Peraturan
Menteri Keuangan mengenai alokasi Dana Alokasi Khusus
Tahun Anggaran berjalan.
1.5.1.1. Rencana Pembiayaan Kegiatan Swakelola
(RPKS)
Pembiayaan kegiatan DAK Bidang Sanitasi ini
dapat berasal dari beberapa sumber pembiayaan,
antara lain: Pemerintah Pusat (APBN) dan DAK,
Pemerintah Kabupaten/Kota (APBD), swadaya
masyarakat, swasta dan LSM. Untuk setiap lokasi
diperlukan kontribusi pendanaan dari masing-
masing pemangku kepentingan sebagai berikut:
1. Pemerintah Daerah dapat menggunakan paling
banyak 5% (lima persen) dari alokasi DAK Fisik
Bidang Sanitasi untuk mendanai kegiatan
penunjang yang berhubungan langsung
dengan kegiatan DAK Fisik antara lain sebagai
berikut:
a. Honorarium Tenaga Fasilitator Lapangan
(TFL);
b. Honorarium Petugas e-Monitoring DAK
Bidang Sanitasi;
c. Penyelenggaraan rapat-rapat koordinasi
antara lain:
❖ Penyiapan tahapan implementasi program
dan penguatan kapasitas Tenaga
Fasilitator Lapangan (TFL) serta
sosialisasi program kepada masyarakat;

12
❖ Kampanye sanitasi kepada calon
pemanfaat;
❖ Pengendalian pelaksanaan Konstruksi;
❖ Pasca konstruksi; peguatan kapasitas
Kelompok Pemanfaat dan Pemeliharaan
(KPP) tentang Operasional dan
Pemeliharaan serta pengembangan
pelayanan.
d. Perjalanan dinas dari ke dan dari lokasi
kegiatan untuk perencanaan, pengendalian
dan pengawasan konstruksi.
2. Pelaksanaan konstruksi dibiayai oleh:
a. Dana DAK Bidang Sanitasi untuk kegiatan
swakelola dan kontraktual;
b. Kontribusi dari masyarakat dapat berupa
dana tunai (in cash) dan kontribusi dalam
bentuk barang (in kind) berupa hibah lahan,
tenaga kerja, material dan lain-lain untuk
kegiatan swakelola;
c. Dana pihak swasta lainnya dapat
dikumpulkan melalui berbagai upaya sejauh
hal tersebut saling menguntungkan dan
tidak mengikat. Biaya Operasi dan
Pemeliharaan dibiayai dan dikelola langsung
oleh masyarakat untuk kegiatan swakelola.
1.5.1.2. Rencana Pembiayaan Kegiatan Kontraktual
1. Pemerintah daerah melalui Penguasa Anggaran
(PA) menyusun dan menetapkan rencana
penganggaran pengadaan barang/jasa yang
bersumber dari Dana Alokasi Khusus (DAK),
terdiri atas biaya barang/jasa itu sendiri, biaya
pendukung dan biaya administrasi yang
diperlukan untuk proses pengadaan, sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
Pemerintah Daerah dapat menggunakan paling
banyak 5% (lima persen) dari alokasi DAK Fisik
Bidang Sanitasi untuk mendanai kegiatan
penunjang yang berhubungan langsung
dengan kegiatan DAK Fisik antara lain sebagai
berikut:
a. Desain perencanaan untuk

13
pelaksanaan kegiatan dan penunjukan
konsultan individual perencana;
b. Biaya Tender (pengumuman
pengadaan);
c. Honorarium Petugas e-Monitoring DAK
Bidang Sanitasi;
d. Penunjukan konsultan pengawas;
e. Perjalanan dinas dari ke dan dari lokasi
kegiatan untuk perencanaan,
pengendalian dan pengawasan
konstruksi.
2. Pelaksanaan konstruksi dibiayai oleh Dana
Alokasi Khusus (DAK) pada tahun anggaran
berjalan sesuai dengan nilai pagu per paket
kegiatan.
1.6. Penetapan Rencana Kegiatan (RK) oleh Kepala Daerah
Hasil pembahasan Usulan Rencana Kegiatan (URK) bersama Unit
Organisasi Teknis (UNOR) ditetapkan oleh Kepala Daerah menjadi
Rencana Kegiatan (RK) berupa rincian kegiatan, lokasi kegiatan
dan target output kegiatan. Selanjutnya disampaikan kepada
Direktur Jenderal Cipta Karya sebagai Unit Organisasi Teknis
paling lambat minggu terakhir (M-4) bulan Januari Tahun
Anggaran berkenaan.
Direktur Jenderal Cipta Karya sebagai Unit Organisasi Teknis
(UNOR) Bidang Sanitasi menyampaikan rekap hasil penetapan
Rencana Kegiatan (RK) yang telah ditetapkan oleh Kepala Daerah
kepada Sekretaris Jenderal Kementerian PUPR paling lambat
minggu pertama (M-1) bulan Februari Tahun Anggaran
berkenaan.
Sekretaris Jenderal melakukan penelitian dan penyusunan
konsep penetapan hasil rekapitulasi dan selanjutnya disampaikan
kepada Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.
1.7. Penetapan Melalui Keputusan Menteri PUPR
Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat menetapkan
hasil rekapitulasi Rencana Kegiatan (RK) Bidang Sanitasi untuk
disampaikan kepada Menteri Keuangan, Menteri Dalam Negeri
dan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/ Kepala
Bappenas paling lambat minggu ketiga (M-3) bulan Maret Tahun
Anggaran berkenaan.

14
1.8. Perubahan atas Penetapan Rencana Kegiatan (RK)
Perubahan terhadap Rencana Kegiatan (RK) yang telah ditetapkan
oleh Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat dapat
dilakukan setelah Kepala Daerah terkait mengajukan usulan
perubahan Rencana Kegiatan (RK) kepada Unit Organisasi Teknis
(UNOR) dan mendapatkan persetujuan dari Unit Organisasi
Teknis, Direktorat Pengembangan PLP, Direktorat Jenderal Cipta
Karya, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.
Perubahan terhadap Rencana Kegiatan (RK) tersebut hanya
diperkenankan satu kali dalam satu tahun anggaran dan
perubahan dapat dilakukan paling lambat minggu pertama (M-1)
bulan Maret Tahun Anggaran berkenaan.
Dalam hal penganggaran dana transfer ke daerah jika
penggunaannya tidak sesuai dengan petunjuk teknis tahun
berkenaan, Pemerintah Daerah melakukan penyesuaian atas
penggunaan dana transfer dimaksud dengan cara
menganggarkan kembali mendahului perubahan APBD tahun
anggaran berjalan dengan terlebih dahulu mengubah peraturan
Kepala Daerah tentang penjabaran APBD dan diberitahukan
kepada pimpinan DPRD untuk selanjutnya diusulkan dan
ditampung dalam perubahan APBD Tahun anggaran berkenaan.
1.9. Menu Kegiatan Berdasarkan Jenis DAK Bidang Sanitasi
1.9.1. DAK Reguler Bidang Sanitasi
1. Pembangunan baru SPALD-T Skala Permukiman yang
terdiri dari Instalasi Pengolahan Air Limbah Domestik
(IPALD) Skala Permukiman, jaringan pengumpul dan SR
dengan jumlah layanan minimal 50 KK.
2. Pembangunan baru SPALD Terpusat skala permukiman
yang terdiri dari IPALD skala permukiman, jaringan
pengumpul dan SR dengan jumlah layanan minimal 50
KK serta prasarana Mandi Cuci Kakus (MCK).
3. Pembangunan tangki septik skala komunal (5-10 KK).
1.9.2. DAK Afirmasi Bidang Sanitasi
1. Pembangunan baru SPALD Terpusat skala permukiman
yang terdiri dari IPALD skala permukiman, jaringan
pengumpul dan SR dengan jumlah layanan minimal 25
KK serta parasarana Mandi Cuci Kakus (MCK);
2. Pembangunan tangki septik skala komunal (5-10 KK);
15
3. Pembangunan tangki septik skala individual perdesaan
dari akses dasar menjadi akses layak pada lokasi yang
telah dinyatakan sebagai kawasan Open Defecation Free
(ODF) selama minimal 2 tahun, berdasarkan data
Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM), satu titik
lokasi atau satu KSM minimal 50 unit.
1.9.3. DAK Penugasan Bidang Sanitasi
1. Pengembangan Pelayanan Penyedotan Lumpur Tinja
melalui:
❖ Pembangunan tangki septik skala individu di
perkotaan dengan kepadatan penduduk ≤ 150
jiwa/Ha, satu titik lokasi/satu KSM minimal 50 unit,
khusus untuk kabupaten/kota yang sudah memiliki
IPLT dan sedang menyusun/ sudah mempunyai
sistem pengelolaan lumpur tinja (reguler/on-call
basis);
❖ Pengadaan truk tinja maksimal 1 unit truk untuk
kabupaten/kota yang sudah memiliki IPLT dan
sedang menyusun/ sudah mempunyai sistem
pengelolaan lumpur tinja (reguler/on-call basis);
2. Pembangunan MCK ++ dan jaringan perpipaan bagi
lembaga pendidikan agama minimal 300 siswa menetap;
3. Penambahan pipa pengumpul dan SR untuk
kabupaten/kota yang telah memiliki IPALD terpusat
(skala kota dan permukiman) dengan jumlah
penambahan minimal 50 SR;
4. Pembangunan tangki septik skala individual perdesaan
dari akses dasar menjadi akses layak pada lokasi yang
telah dinyatakan sebagai kawasan Open Defecation Free
(ODF) selama minimal 2 tahun, berdasarkan data STBM,
satu titik lokasi atau satu KSM minimal 50 unit;
5. Pembangunan baru SPALD Terpusat Skala Permukiman
yang terdiri dari Instalasi Pengolahan Air Limbah
Domestik (IPALD) Skala Permukiman, jaringan
pengumpul dan SR dengan jumlah layanan minimal 50
KK di kawasan permukiman kumuh;
6. Pembangunan baru SPALD Terpusat skala permukiman
yang terdiri dari IPALD permukiman skala komunal,
16
jaringan pengumpul dan SR dengan jumlah layanan
minimal 50 KK serta parasarana Mandi Cuci Kakus
(MCK) di kawasan permukiman kumuh;
7. Pembangunan tangki septik skala komunal (5-10 KK) di
kawasan permukiman kumuh.
1.10. Pilihan Teknologi untuk Kegiatan Swakelola
Seluruh air yang dihasilkan oleh aktivitas rumah tangga
(Mandi, Cuci, Kakus, Dapur) dan limbah dari industri rumah
tangga yang bersifat organik, dialirkan dengan jaringan
perpipaan menuju Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL)
untuk diolah secara aerobik dan atau anaerobik sehingga hasil
pengolahan memenuhi baku mutu terhadap lingkungan
permukiman.
1. Pembangunan baru SPALD-T Skala Permukiman yang terdiri
dari Instalasi Pengolahan Air Limbah Domestik (IPALD) Skala
Permukiman, jaringan pengumpul dan SR yang tersambung
ke minimal 50 KK;
2. Pembangunan baru SPALD Terpusat skala permukiman yang
terdiri dari IPALD skala permukiman, jaringan pengumpul
yang tersambung ke minimal 50 KK serta prasarana Mandi
Cuci Kakus (MCK);
3. Pembangunan baru SPALD Terpusat skala permukiman yang
terdiri dari IPALD skala permukiman, jaringan pengumpul
dan SR yang tersambung ke minimal 25 KK serta parasarana
Mandi Cuci Kakus (MCK);
4. Pembangunan MCK ++ dan jaringan perpipaan bagi lembaga
pendidikan agama minimal 300 siswa menetap;
5. Pembangunan baru SPALD Terpusat Skala Permukiman yang
terdiri dari Instalasi Pengolahan Air Limbah Domestik (IPALD)
Skala Permukiman, jaringan pengumpul dan SR dengan
jumlah layanan minimal 50 KK di kawasan permukiman
kumuh;
6. Pembangunan baru SPALD Terpusat skala permukiman yang
terdiri dari IPALD permukiman skala komunal, jaringan
pengumpul dan SR yang tersambung ke minimal 50 KK serta
parasarana Mandi Cuci Kakus (MCK) di kawasan permukiman
kumuh;
7. Pembangunan tangki septik skala individu di perkotaan
dengan kepadatan penduduk ≤ 150 jiwa/Ha, satu titik
lokasi/satu KSM minimal 50 unit, khusus untuk
kabupaten/kota yang sudah memiliki IPLT dan sedang

17
menyusun/ sudah mempunyai sistem pengelolaan lumpur
tinja (reguler/on-call basis);
8. Pembangunan tangki septik skala komunal (5-10 KK);
9. Pembangunan tangki septik skala individual perdesaan dari
akses dasar menjadi akses layak pada lokasi yang telah
dinyatakan sebagai kawasan Open Defecation Free (ODF)
selama minimal 2 tahun, berdasarkan data Sanitasi Total
Berbasis Masyarakat (STBM), satu titik lokasi atau satu KSM
minimal 50 unit;
1.11. Pilihan Teknologi untuk Kegiatan Kontraktual
1.11.1. Berdasarkan Jenis DAK
Pilihan teknologi yang di prioritaskan pada jenis DAK
Afirmasi dapat dilaksanakan dengan pola kegiatan
kontraktual padat karya, yaitu dengan
mengoptimalkan tenaga kerja (HOK) dari warga lokal
setempat sebagai calon pemanfaat, pilihan teknologi
yang dimaksud antara lain sebagai berikut:
1. Pembangunan baru SPALD Terpusat skala
permukiman yang terdiri dari IPALD skala
permukiman, jaringan pengumpul dan SR dengan
jumlah layanan minimal 25 KK serta parasarana
Mandi Cuci Kakus (MCK);
2. Pembangunan tangki septik skala komunal (5-10
KK);
3. Pembangunan tangki septik skala individual
perdesaan dari akses dasar menjadi akses layak
pada lokasi yang telah dinyatakan sebagai kawasan
Open Defecation Free (ODF) selama minimal 2 tahun,
berdasarkan data Sanitasi Total Berbasis
Masyarakat (STBM), satu titik lokasi atau satu KSM
minimal 50 unit.
1.11.2. Berdasarkan Pilihan Teknologi
1. Penambahan pipa pengumpul dan SR untuk
kabupaten/kota yang telah memiliki IPALD Terpusat
(skala kota dan permukiman) dengan jumlah
penambahan minimal 50 SR;
2. Pengadaan truk tinja maksimal 1 unit truk untuk
kabupaten/kota yang sudah memiliki IPLT dan
sedang menyusun/ sudah mempunyai sistem
pengelolaan lumpur tinja (reguler/on-call basis).
18
1.12. Pilihan Teknologi yang Berlaku Standar Persyaratan
Teknologi ini dapat dipilih oleh Kabupaten/Kota apabila sudah
memiliki sarana dan prasarana Instalasi Pengolahan Air Limbah
(IPLT) dalam rangka pengembangan penyedotan dan pengolahan
lumpur tinja, antara lain sebagai berikut:
1. Pengadaan truk tinja maksimal 1 unit truk untuk
kabupaten/kota yang sudah memiliki IPLT dan sedang
menyusun/ sudah mempunyai sistem pengelolaan lumpur
tinja (reguler/on-call basis);
2. Pembangunan tangki septik skala individu di perkotaan
dengan kepadatan penduduk ≤ 150 jiwa/Ha, satu titik
lokasi/satu KSM minimal 50 unit, khusus untuk
kabupaten/kota yang sudah memiliki IPLT dan sedang
menyusun/ sudah mempunyai sistem pengelolaan lumpur
tinja (reguler/on-call basis);
3. Pembangunan tangki septik skala individual perdesaan dari
akses dasar menjadi akses layak pada lokasi yang telah
dinyatakan sebagai kawasan Open Defecation Free (ODF)
selama minimal 2 tahun, berdasarkan data Sanitasi Total
Berbasis Masyarakat (STBM), satu titik lokasi atau satu KSM
minimal 50 unit.

19
20
2. PERENCANAAN DAN PELAKSANAAN
2.1. Pelaksanaan Kegiatan Swakelola
Dalam pelaksanaan kegiatan DAK Bidang Sanitasi, pengorganisasian
pelaksanaan kegiatan meliputi;

Bagan Alir Pelaksanaan DAK Bidang Sanitasi

2.1.1. Persiapan Kegiatan Swakelola


Sebelum pekerjaan swakelola dilaksanakan, perlu
dilakukan persiapan-persiapan sebagai berikut:

21
2.1.1.1. Penyiapan Tenaga Fasilitator Lapangan
(TFL)
Tenaga Fasilitator Lapangan merupakan salah
satu faktor penting dalam pelaksanaan DAK
Bidang Sanitasi , oleh karena itu
keberadaannya perlu diatur dan diperkuat
kapasitasnya agar personil yang menjadi
Tenaga Fasilitator Lapangan (TFL) merupakan
orang yang tepat dan berkualitas serta
memiliki komitmen yang tinggi dalam
mendampingi program kepada masyarakat.
a. Perekrutan TFL
Adapun urutan prosedur perekrutan dan
penugasan TFL adalah sebagai berikut:
1. Pemerintah Kabupaten/Kota melalui
OPD Dinas terkait mengumumkan
secara terbuka tentang pembukaan
lowongan Tenaga Fasilitator Lapangan
(TFL) tahun anggaran berjalan, baik
melaui media massa/cetak, elektronik
dan papan pengumuman;
2. OPD Dinas terkait melakukan seleksi
administrasi sesuai dengan kriteria
persyaratan yang telah di tetapkan
dan mengumumkan hasil kepada
calon pelamar yang lolos seleksi
administrasi;
3. OPD Dinas terkait mengundang calon
TFL yang lolos seleksi administrasi
untuk mengikuti ujian tertulis dan
wawancara;
4. OPD Dinas terkait mengumumkan
hasil ujian tertulis dan wawancara
serta melakukan pemanggilan calon
TFL yang lolos untuk dilakukan
penguatan kapasitas terkait
penyelenggaraan program DAK
Bidang Sanitasi.
b. Seleksi TFL
Tenaga Fasilitator Lapangan (TFL) terdiri
dari TFL teknik dan TFL pemberdayaan
yang ditugaskan oleh Pemda
22
Kabupaten/Kota melalui OPD Dinas
terkait. TFL tersebut diseleksi sesuai
dengan kriteria sebagai berikut:
1. Pendidikan minimal D3/sederajat;
2. Penduduk asli/setempat atau mampu
berkomunikasi dan menguasai
bahasa daerah serta adat istiadat
setempat;
3. Memiliki komitmen dan integritas
yang tinggi terhadap pekerjaan yang
ditugaskan kepadanya;
4. Sehat jasmani dan rohani;
5. Mengenal kondisi lingkungan calon
lokasi penugasan;
6. Bukan anggota BKM/LKM, KSM dan
calon anggota legislatif;
7. Memiliki pengetahuan/pengalaman
dasar tentang air limbah domestik
(sanitasi);
8. Bukan anggota partai politik;
9. Bersedia bekerja penuh waktu sebagai
Tenaga Fasilitator Lapangan (TFL);
10. Bersedia tinggal di lokasi dampingan
dan mampu melakukan
pendampingan dengan mobilitas yang
tinggi sesuai dengan tahapan kegiatan
program DAK Bidang Sanitasi;
11. TFL bukan PNS/pegawai swasta dan
bukan pegawai honorer
Kabupaten/Kota (tidak memiliki
ikatan perjanjian kerja ditempat yang
lain).
c. Penguatan Kapasitas Tenaga Fasilitator
Lapangan (TFL)
Tujuan diselenggarakan penguatan
kapasitas adalah untuk menyiapkan TFL
agar :
1. Memberi bekal pengetahuan tentang
kegiatan dan tahapan DAK Bidang
Sanitasi kepada Fasilitator.
2. Dapat membantu masyarakat dalam
mengidentifikasi masalah,
merencanakan, melaksanakan,
23
memutuskan dan mengelola Kegiatan
DAK Bidang Sanitasi .
3. Memiliki pengetahuan dasar teknologi
dan teknis selain sisi pemberdayaan
masyarakat. Mampu menyusun
Volume Pekerjaan dan DED/RAB
(Rencana Anggaran Biaya).
4. Membimbing KSM dalam menyusun
Kriteria Teknis Pemanfaatan DAK, dan
RK (Rencana Kegiatan) pembangunan
sarana.
5. Membimbing KSM menyusun jadwal
pendanaan, baik yang berasal dari
APBD, swasta, masyarakat. Termasuk
juga jadwal pasokan material dan
tenaga mandor, dll.
6. Melatih KSM agar mampu melakukan
pembukuan keuangan.
7. Mengevaluasi dan sinkronisasi
terhadap perubahan yang mungkin
ada, terkait kesesuaiannya dengan
prioritas Nasional.
8. Pendampingan terhadap KPP untuk
keberlanjutan pelayanan.
d. Tugas dan Tanggung Jawab TFL
Setiap TFL (Teknik & Pemberdayaan)
dalam melaksanakan tahapan proses
pendampingan DAK Sanitasi mempunyai
tugas dan tanggung jawab sebagai
berikut:
2.1.1.2. Tugas dan Fungsi Tenaga Fasilitator
Lapangan (TFL) Teknik dan
Pemberdayaan.
1. Tahap Seleksi Titik Lokasi:
• Mengadakan rapat koordinasi dengan
instansi terkait untuk mendapatkan
daftar kampung dari dinas-dinas
bersangkutan;
• Mengundang stakeholder masyarakat
(dalam shortlist) untuk
menyelenggarakan
pertemuan/sosialisasi Kegiatan DAK
24
Bidang Sanitasi ;
• Mengisi form shortlist kampung
berdasarkan hasil pengecekan lapangan
dan minta pengesahan dari Kepala
Dinas;
• Mendampingi masyarakat dalam
menentukan titik lokasi dengan metode
SELOTIP (Seleksi Lokasi Partisipatif)
atau penilaian cepat secara partisipatif
di lokasi;
• Melakukan pengecekan lapangan sesuai
persyaratan teknis minimal bersama
TFL;
• Mendampingi Tim SELOTIP dalam
membuat Berita Acara seleksi lokasi.
2. Tahap Penyusunan Rencana Kerja
Masyarakat (RKM)
• Mendampingi pertemuan awal tokoh
masyarakat dengan calon pemanfaat;
• Mengkomunikasikan kepada Pimpinan
Kegiatan/Dinas terkait tentang jadwal
dan agenda pertemuan untuk
penyusunan RKM;
• Mendampingi rembug warga untuk
penentuan calon penerima manfaat
kegiatan, pemilihan sarana teknologi
sanitasi, mendampingi KSM dalam
menyusun perencanaan teknis
bangunan (DED), pembentukan dan
pengesahan KSM (Kelompok Swadaya
Masyarakat), penyusunan rencana
kontribusi, dan kegiatan lain sampai
tersusunnya RKM;
• Mendampingi masyarakat melakukan
survey harga-harga material yang
dibutuhkan; harga satuan upah, RAB
(Rencana Anggaran Biaya), RP (Rencana
Pendanaan), Rencana pengadaan,
finalisasi pengadaan lahan sesuai jadwal
pelaksanaan;
• Mendampingi pembuatan dokumen
RKM;
• Mendampingi kegiatan sosialisasi Draft
25
RKM yang tersusun oleh KSM kepada
masyarakat;
• Mendampingi pengesahan/legalisasi
RKM oleh OPD;
• Mendampingi pertemuan koordinasi
dengan dinas-dinas terkait untuk
melaporkan perkembangan kegiatan
Kegiatan DAK Bidang Sanitasi ;
• Mendampingi pembuatan Berita Acara
kegiatan sesuai kebutuhan dan
menyusun laporan secara berkala ke
dinas penanggung jawab di
Kabupaten/Kota.
3. Tahap Konstruksi dan Capacity Building
• Melakukan persiapan (survey dan
pengukuran) dengan masyakarat untuk
pembangunan sarana;
• Melakukan On the Job Training (OJT)
KSM, kepala tukang, tukang dan pekerja
sesuai perencanaan;
• Mendampingi KSM dalam melakukan
supervisi dan pengarahan pada saat
konstruksi;
• Mendampingi KSM dalam proses
pencairan dana DAK Bidang Sanitasi ;
• Mendampingi KSM dalam penyusunan
laporan pertanggungjawaban;
• Memverifikasi laporan
pertanggungjawaban KSM;
• Memastikan semua rencana berjalan
sesuai RKM, termasuk kontribusi dari
berbagai pihak, tenaga kerja, tukang,
material dan gudang, alat-alat
pengawasan material, dsb;
• Mendampingi pertemuan rutin
masyarakat;
• Melakukan pendampingan terhadap
pekerjaan fisik dan tenaga kerja
• Mendampingi pembuatan Berita Acara
pengecekan final teknis, kelembagaan,
dan keuangan;
• Melaporkan seluruh perkembangan
kegiatan dan kemajuan pekerjaan
26
kepada Dinas penanggung jawab di
kabupaten/kota.

4. Tahap Evaluasi dan dukungan


Operasional dan Pemeliharaan
• Mendampingi KSM dalam kegiatan serah
terima sarana;
• Memberikan penguatan kapasitas kepada
KPP;
• Mendampingi KPP dalam menyusun
optimasi pengembangan pelayanan;
• Menyelenggarakan evaluasi kegiatan
bersama dengan dinas-dinas terkait.
2.1.1.3. Pemilihan Lokasi Kegiatan
Penetapan calon lokasi oleh Pemerintah
Kabupaten/Kota dilakukan melalui dua tahap
seleksi, antara lain sebagai berikut:

1. Daftar panjang /Longlist


Pemilihan Lokasi dimulai dengan
penetapan calon lokasi penerima DAK
Bidang Sanitasi oleh Pemerintah
Kabupaten/Kota dalam bentuk daftar
panjang (longlist) Desa/Kelurahan.
Sumber data longlist dapat diambil dari
hasil SSK atau memorandum kegiatan
bagi Kabupaten/Kota yang telah ikut
Kegiatan Percepatan Pembangunan
Sanitasi Permukiman (PPSP).
Bagi Kabupaten/Kota yang belum
mengikuti PPSP daftar longlist ditetapkan
oleh OPD pelaksana DAK Bidang Sanitasi .
Penetapan daftar panjang (minimal 7
lokasi) didasarkan pada wilayah yang
merupakan urutan prioritas
pengembangan prasarana dan sarana air
limbah. Oleh karena itu, perlu disusun
pemetaan prasarana dan sarana sanitasi
lingkungan, sehingga penanganan sanitasi
lingkungan akan lebih tepat sasaran dan
sesuai dengan skala prioritas.

27
2. Daftar Pendek/Shortlist
Daftar Pendek merupakan data primer
yang ditentukan berdasarkan hasil survei
dan identifikasi daftar panjang (longlist)
yang dilakukan oleh TFL dan dinas
penanggung jawab kegiatan DAK Bidang
Sanitasi berdasarkan kriteria kelayakan
maksimal.
Daftar pendek disusun sesuai dengan
persyaratan teknis minimal yang
ditetapkan dan melalui pengecekan
lapangan. Penentuan lokasi terpilih
dilakukan dengan metode seleksi-sendiri
atau oleh perwakilan masyarakat dengan
sistem kompetisi terbuka. Pemilihan
maksimal 3 (tiga) kampung yang masuk
dalam Daftar Pendek (shortlist) yang
dilakukan oleh TFL, Pemda dan
Masyarakat (tim SELOTIP) dan disahkan
oleh Kepala Dinas penanggung jawab,
dengan ketentuan memiliki kriteria
kelayakan sebagai berikut:
a. Kriteria Umum Pembobotan
Pemilihan Titik Lokasi (SELOTIP):
1. Kepadatan penduduk (bobot 30 %);
2. Kondisi rawan sanitasi (bobot 20
%);
3. Tingkat partisipasi dan kontribusi
warga masyarakat (bobot 50 %).
b. Kriteria Lokasi Prasarana Air Limbah
Pemilihan lokasi yang tepat adalah
kunci keberhasilan kegiatan ini.
Secara umum di luar ketentuan
administratif dan teknis, lokasi terbaik
adalah:
1. Kepadatan penduduk di atas >100
jiwa/ha (pemakai tetap);
2. Tersedia sumber air
(PDAM/sumur/mata air/air tanah);
3. Kawasan pemukiman rawan sanitasi
mengacu kepada data BPS, Buku
Putih-SSK, dan kawasan

28
permukiman yang masuk ke dalam
Rencana Pembangunan Investasi
Infrastruktur Jangka Menengah
(RPI2JM);
4. Tersedia lahan IPAL Komunal
maupun Tangki Septik Skala
Komunal dengan Media Bakteri dan
IPAL Komunal Kombinasi MCK.
Lahan tersebut dapat memanfaatkan
lahan fasum fasos atau lahan hibah
warga, hibah swasta dan lahan aset
Pemerintah Kabupaten/Kota;
5. Tersedia sumber listrik dan danya
saluran drainase/sungai/badan air
untuk mengalirkan/menampung
effluen pengolahan air limbah;
6. Memiliki permasalahan sanitasi
yang mendesak untuk segera
ditangani seperti pencemaran
limbah, banyaknya sampah tidak
terangkut, sebagaimana data hasil
Program Percepatan Pembangunan
Sanitasi Permukiman (PPSP);
7. Masyarakat di lokasi bersangkutan
menyatakan tertarik dan bersedia
untuk berpartisipasi melalui
kontribusi, baik dalam bentuk uang,
barang maupun tenaga.
2.1.1.4. Penetapan Lokasi Kegiatan
Penetapan lokasi DAK Bidang Sanitasi
ditentukan oleh Kepala OPD berdasarkan
pada tahapan sebagai berikut;
a. Beberapa calon lokasi menyampaikan surat
minat melalui pejabat setingkat RW kepada
OPD terkait dengan tembusan Lurah dan
Camat. Kumpulan surat minat yang
memenuhi kriteria minimal dari calon
lokasi sesuai Pedoman Teknis DAK Bidang
Sanitasi dapat diajukan sebagai lokasi
shortlist.
b. Penetapan lokasi dilaksanakan melalui
tahap sosialisasi berdasarkan shortlist yang

29
dilaksanakan oleh OPD Kabupaten/Kota
pelaksana kegiatan DAK Bidang Sanitasi
bersama dengan TFL. Sosialisasi ini berupa
penjelasan kegiatan DAK Bidang Sanitasi
kepada perwakilan dari masing-masing
stakeholder lokasi (3-5 orang). Bagi lokasi
shortlist yang berminat dapat mengikuti
tahap seleksi lokasi, dengan tahapan
sebagai berikut :
❖ Menyampaikan surat minat dari
stakeholder kepada TFL dan dinas
penanggung jawab kegiatan untuk
dilakukan survey cepat partisipatif
(Seleksi Lokasi Partisipatif/SELOTIP);
❖ Bersama dengan TFL melakukan
SELOTIP (Seleksi Lokasi Partisipatif).
SELOTIP merupakan metode pemetaan
kondisi sanitasi masyarakat, masalah
yang mereka hadapi serta kebutuhan
untuk memecahkan masalah sanitasi
secara cepat dan dilakukan secara
partisipatif/bersama masyarakat.
❖ Masyarakat, TFL dan OPD bersama-
sama melakukan perhitungan hasil
skoring SELOTIP (Seleksi Lokasi
Partisipatif) tiap lokasi secara terbuka
seperti Tabel Konsolidasi Skor SELOTIP
(Seleksi Lokasi Partisipatif) (terlampir);
❖ Setelah terpilihnya lokasi yang
disepakati bersama,disusun materi
berita acara seleksi lokasi terkait tenggat
waktu tertentu untuk konfirmasi lahan
dan sebagainya kepada pemenang ke-1.
Bila pemenang ke-1 tidak memenuhi
syarat, dapat digantikan oleh pemenang
berikutnya.

30
TINGKAT DESA/ KELURAHAN

SELOTIP FISIK
1. KEPADATAN PEDUDUK DIATAS 150 JIWA/Ha (30
%)
2. RAWAN SANITASI SESUAI SSK (20 %)

SHORTLIST
MINIMAL 3 CALON REMBUG PEMUKA
LOKASI

NON FISIK

3. TINGKAT PARTISIPASI MASYARAKAT


(SEMANGAT WARGA) 50 %

OK

REMBUG WARGA

NILAI FINAL

BERITA ACARA JUARA (TITIK LOKASI)


TERPILIH
SURAT PERNYATAAN

2.1.1.5. Pemicuan Warga Masyarakat Calon


Pemanfaat
1. Calon lokasi terpilih diutamakan yang
sudah mendapatkan pemicuan dari
Kegiatan STBM oleh Kementrian
Kesehatan;
2. Apabila calon lokasi terpilih belum
mendapatkan Kegiatan STBM, maka PPK
31
Bidang Sanitasi berkewajiban
melaksanakan pemicuan masyarakat
bekerja sama dengan unsur sanitarian dari
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota;
3. Pemicuan tidak wajib dilakukan untuk
kegiatan kontraktual.

2.1.1.6. Pembentukan dan Penetapan Pelaksana


Swakelola (KSM)
Berdasarkan Peraturan Presiden No. 54 tahun
2010 beserta perubahannya tentang
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, sebelum
pekerjaan dilaksanakan, dilakukan
persiapan-persiapan antara lain
pembentukan Tim Swakelola dengan
ketentuan Tim Swakelola diangkat oleh
penanggung jawab kelompok pelaksana
swakelola (KSM) sesuai dengan struktur
organisasi swakelola. Tim Swakelola terdiri
dari Tim Perencana, Tim Pelaksana dan Tim
Pengawas serta dapat ditambah dengan
Panitia Pengadaan.
Pelaksana Swakelola adalah Kelompok
Swadaya Masyarakat (KSM) merupakan
kumpulan orang atau masyarakat yang
menyatukan diri secara sukarela dalam
kelompok dikarenakan adanya kepentingan
dan kebutuhan yang sama, sehingga dalam
kelompok tersebut memiliki kesamaan tujuan
yang ingin dicapai.
Tim pelaksana swakelola (KSM) merupakan
wakil masyarakat penerima manfaat bantuan
sosial adalah masyarakat calon pengguna
fasilitas pelayanan dasar bidang sanitasi.
Dasar penetapan penerima manfaat
mengacu kepada:
1. Surat minat keikutsertaan dalam program
pelayanan dasar bidang sanitasi dari
Pemerintah Daerah dengan sumber
pembiayaan dari Dana Alokasi Khusus.

32
Surat minat tersebut disampaikan oleh
Kepala Desa/Kelurahan setempat;
2. Dokumen Berita Acara hasil musyawarah
warga dalam pembentukan pelaksana
swakelola (KSM);
3. Surat Keputusan (SK) Kepala
Desa/Kelurahan tentang pembentukan
Pelaksana Swakelola (KSM);
4. Dokumen Berita Acara hasil pelaksanaan
Seleksi Lokasi Partisipatif (SELOTIP);
5. Pelaksana swakelola (KSM)
menyampaikan dokumen Rencana Kerja
Masyarakat (RKM) beserta DED dan RAB
yang sudah diverifikasi Oleh Tenaga
Fasilitator Lapangan (TFL).

Alur Proses Pemilihan secara lansung pengurus pelaksana


swakelola (KSM) oleh warga masyarakat di titik lokasi
pelaksanaan konstruksi

33
Dusun / RW / RT
1. JUJUR /
AMANAH ; DIKAMPANYEKAN
2. PEDULI ; KPD MASYARAKAT
3. IKHLAS ;
IDENTIFIKASI KRITERIA 4. RELAWAN SEJATI
BALON KSM PEMIMPIN

PERHITUNGAN
PROSES
NAMA NAMA
-
PEMILIHAN
KAJIAN YG ADA DI
PENGURUS KSM KERTAS SUARA
KEPEMIMPINAN DAN
KELEMBAGAAN DI
TULIS 3 NAMA BALON YG
MASYARAKAT MEMENUHI KRITERIA
PEMIMPIN 2 Lk-Lk & 1 Pr
KELOMPOK MASYARAKAT:

4. Ibu-ibu Kader Posyandu


1. PENGAJIAN (Lk & Pr)

3. Ibu-ibu Pengurus PKK


2. ARISAN (Lk & Pr)

HASIL REMBUG
(TERBENTUK KSM)

MENCARI FEED BACK


PEMIMPIN IDEAL

Catatan:  Dilarang Memilih Secara Aklamasi


 Dilarang Penunjukan Oleh Pejabat Daerah , Lurah / Kades

Proses Pemilihan Ketua,Sekretaris dan Bendahara KSM,


Bertujuan Memilih Orang Baik dan Peduli Sanitasi

2.1.1.7. Syarat Penerima kegiatan dalam


Pelaksanaan Swakelola.
Kegiatan yang diserahkan kepada badan dan
lembaga pelaksana swakelola (KSM) dapat
diberikan dengan persyaratan antara lain
sebagai berikut:
a. Memiliki kepengurusan Tim Pelaksana
Swakelola yang jelas berdasarkan hasil
musyawarah warga pada proses
pembentukan lembaga (KSM), Berita Acara
hasil pembentukan Tim Pelaksana
Swakelola (KSM);
b. Berkedudukan dalam wilayah administrasi
Pemerintah Desa berdasarkan Surat
Ketetapan Kepala Daerah tentang lokasi
34
Usulan Rencana Kegiatan (URK) menjadi
Rencana Kegiatan (RK);
c. Memiliki dokumen Rencana Kerja
Masyarakat (RKM) dan DED RAB;
d. Surat Keputusan (SK) Kuasa Pengguna
Anggaran (KPA) tentang penetapan Tim
Pelaksana Swakelola (KSM) untuk
melaksanakan program pelayanan dasar
bidang sanitasi;
e. Foto copy buku Rekening Bank atas nama
lembaga/organisasi Tim Pelaksana
Swakelola Kelompok Swadaya Masyarakat
(KSM). Pemegang specimen rekening
Bank KSM berjumlah 3 (tiga) orang yaitu
Ketua, Bendahara dan Tim Pelaksana
Swakelola (KSM);
f. Surat Perjanjian Kerjasama antara PPK
Dinas terkait dengan Ketua Tim Pelaksana
Swakelola Kelompok Swadaya Masyarakat
(KSM).
2.1.1.8. Tatacara Penetapan Penerima Kegiatan
(KSM)
1. Sasaran ditentukan oleh
Kementerian/Lembaga penanggungjawab
anggaran;
2. Direncanakan, dilaksanakan dan diawasi
oleh tim pelaksana swakelola (KSM);
3. Pekerjaan utama dilarang dialihkan
kepada pihak lain (sub-kontrak).
KSM sebagai Tim Pelaksana Swakelola
dibentuk melalui proses pemilihan lansung
(tanpa aklamasi) dengan mengedepankan
kriteria bakal calon yang dikampanyekan
kepada warga masyarakat calon penerima
manfaat di titik lokasi kegiatan. dengan
bentuk dan susunan tim pelaksana
ditetapkan melalui Surat Keputusan (SK)
Kepala Organisasi Perangkat
Daerah/Penguasa Anggaran/Kuasa
Pengguna Anggaran.
KSM dibentuk setelah pelaksanaan kegiatan
Seleksi Lokasi Partisipatif (SELOTIP) dan di

35
titik lokasi kegiatan. Jika titik lokasi kegiatan
dalam satu Desa/Kelurahan melebihi satu
unit seperti pembangunan tangki septik skala
komunal (5 – 10 KK), maka KSM nya cukup
satu saja.
Secara umum tugas KSM sebagai pelaksana
swakelola adalah melakukan sosialisasi
program kepada warga masyarakat,
menyusun perencanaan, melaksanakan fisik,
mengawasi/memonitor, supervisi, mengelola
kegiatan pembangunan dan membuat laporan
pertanggungjawaban.
Pada tahap awal kegiatan KSM pelaksana
swakelola mengangkat tim swakelola untuk
melaksanakan pekerjaan swakelola sesuai
dengan kontrak antara PPK dan
penanggungjawab swakelola yang terdiri dari;
tim perencana, tim pelaksana, tim pengawas
dan panitia pengadaan.
Membentuk dan mengangkat panitia
pengadaan untuk melakukan pengadaan
barang/jasa yang dibutuhkan dalam
pelaksanaan swakelola. Susunan dan Tugas
KSM sebagai pelaksana swakelola antara lain
sebagai berikut:
1. Ketua:
 Mengkoordinasikan perencanaan
kegiatan pembangunan.
 Memimpin pelaksanaan tugas tim yang
telah dibentuk dan kegiatan rapat-rapat.
2. Sekretaris:
 Menyusun rencana kebutuhan dan
melaksanakan kegiatan tata usaha dan
dokumentasi;
 Melaksanakan surat-menyurat;
 Melaksanakan pelaporan kegiatan
pembangunan secara bertahap.
 Mendokumentasikan seluruh laporan
kegiatan
 Membantu dalam penyuluhan
kesehatan masyarakat.
36
3. Bendahara:
 Menerima dan menyimpan uang
 Mengeluarkan/membayar sesuai dengan
realisasi sesuai nota/kuitansi;
 Melakukan pengelolaan administrasi
keuangan
 Melakukan penarikan kontribusi dari
masyarakat berupa uang
 Menyusun realisasi pembukuan serta
laporan pertanggungjawaban keuangan
pada tahapan konstruksi, yaitu:
✓ Progres keuangan mingguan ditempel
di papan ruangan Sekretariat KSM
dan tempat strategis sehingga dapat
dilihat dengan mudah oleh
masyarakat;
✓ Laporan keuangan bulanan yaitu
laporan penggunaan dana dan
laporan harian sesuai format yang
ditentukan untuk kemudian
disampaikan kepada PPK sanitasi.
4. Tim Perencana:
Tim perencana mempunyai tugas dan
bertanggung jawab dalam menyusun
dokumen Rencana Kerja Masyarakat
(RKM), membuat gambar rencana kerja,
spesifikasi teknis, rincian biaya pekerjaan,
jadwal rencana pelaksanaan pekerjaan.
Secara rinci tugas tim perencana adalah:
a. Mensosialisasikan pilihan teknologi
sanitasi kepada masyarakat;
b. Mengevaluasi dan menentukan pilihan
teknologi sanitasi yang akan dibangun,
sesuai dengan pilihan, kemampuan
masyarakat serta kondisi lingkungan;
c. Menyusun analisa teknis, membuat DED
lengkap dengan potongan, RAB dan
menyusun analisa struktural, elektrikal,
arsitektural dengan didampingi oleh TFL
d. Menyusun jadwal rencana kegiatan
konstruksi
e. Melakukan inventarisasi tenaga kerja;

37
5. Tim Pelaksana:
Tim pelaksana mempunyai tugas dan
bertanggung jawab dalam melaksanakan
pekerjaan sesuai dengan yang
direncanakan, membuat gambar
pelaksanaan serta membuat laporan
pelaksanaan pekerjaan. Secara rinci tugas
tim pelaksana adalah:
a. Melakukan rekrutmen tenaga kerja;
b. Mengatur tenaga kerja di lapangan;
c. Mengatur dan mengkoordinir material
yang diperlukan;
d. Menerima dan menyetujui
material/barang masuk;
e. Bertanggung jawab terhadap keamanan
material selama pembangunan;
f. Membuat laporan tentang keadaan
material;
g. Mengalokasikan material sesuai dengan
kebutuhan pekerjaan konstruksi;
h. Mengorganisir kegiatan kampanye
kesehatan di masyarakat;
i. Melakukan monitoring terhadap upaya
penyehatan lingkungan;
j. Membuat As built drawing setelah
pekerjaan konstruksi selesai.
6. Tim Pengawas:
Tim pengawas mempunyai tugas dan
bertanggung jawab dalam melaksanakan
pengawasan terhadap pelaksanaan dan
pelaporan, baik fisik maupun administrasi
pekerjaan swakelola. Secara rinci tugas tim
pengawas adalah:
a. Pengawasan kepada pekerja dengan
didampingi oleh TFL;
b. Bertanggung jawab terhadap
pengawasan administrasi, teknis dan
keuangan;
c. Didampingi oleh TFL
bertanggungjawab/menilai atas kualitas
dan progres pekerjaan fisik;

38
d. Berkoordinasi dengan TFL menyusun
laporan pekerjaan untuk diteruskan
dan/atau ditindaklanjuti ke PPK.
7. Panitia Pengadaan:
Rencana pengadaan harus
mempertimbangkan syarat teknis dan
metode pelaksanaan pekerjaan yang
tercantum dalam dokumen pengadaan.
Tim Pengadaan diangkat oleh
penanggungjawab kelompok masyarakat
(KSM) sebagai pelaksana swakelola untuk
melakukan pengadaan barang/jasa yang
dibutuhkan dalam pelaksanaan swakelola,
dan anggota tim Pengadaan diperbolehkan
bukan PNS.
a. Bertanggung jawab dalam
melaksanakan survey dan mengundang
supplier dan/atau kontraktor untuk
pengadaan material;
b. Melaksanakan kegiatan proses
pengadaan barang atau pekerjaan
konstruksi.
PA / KPA Rapat Anggota

KONTRAK
PENGURUS
PPK
Pelaksana Swakelola
(KSM)
Ketua
Badan
Sekretaris
Penaseha
Bendahara
t

PELAKSANA SWAKELOLA KSM


TIM TIM TIM PANITIA
PERENCANA PELAKSANA PENGAWAS PENGADAAN

____ Garis Pengawasan


........ Garis Wewenang
ANGGOTA

Bagan Organisasi Pelaksana Swakelola oleh KSM

39
2.1.2. Perencanaan Kegiatan Swakelola
Setelah melewati proses awal pelaksanaan program dan
dinyatakan masyarakat telah siap untuk menerima
program Dana Alokasi Khusus (DAK) Bidang Sanitasi
maka dapat dilanjutkan dengan kegiatan perencanaan
oleh warga masyarakat dengan pendampingan dari
Tenaga Fasilitator Lapangan (TFL), antara lain:
2.1.2.1. Proporsi Penggunaan Dana DAK Bidang
Sanitasi
Proporsi tersebut akan dialokasikan oleh
Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) sebagai
pelaksana program DAK ketika memasuki
tahap konstruksi. Rincian detail
penggunaannya dituangkan dalam Rincian
Anggaran Biaya (RAB) antara lain sebagai
berikut:
1. Minimal 60% untuk pengadaan bahan
dan sewa alat;
2. Maksimal 35% untuk upah pekerja;
3. Maksimal 5% untuk kegiatan non fisik
selama masa pembangunan;
Maksimal 10% dari penjumlahan poin 1 dan
2 dapat digunakan untuk pembangunan
prasarana penunjang agar menjamin
maksimalisasi dari keberlanjutan dan
pengembangan pelayanan (contoh : talud
pengaman IPAL, jalan setapak menuju IPAL,
drainase areal IPAL, Pagar, Gudang,
lanscaping IPAL, Cuci Motor, Kolam Ikan,
ruang pertemuan warga, Rehab bangunan
warga yang pekarangannya dijadikan lokasi
IPAL, dll). Jumlah dan jenis prasarana
penunjang ditentukan oleh rembug calon
pemanfaat. Dana penunjang menjadi bagian
yang tidak terpisahkan dari jumlah proporsi
dana poin 1 dan 2.

40
2.1.2.2. Penyusunan Dokumen Rencana Kerja
Masyarakat (RKM)
Penyusunan RKM dilakukan dengan
pendekatan partisipatif, artinya semaksimal
mungkin melibatkan masyarakat dalam
semua kegiatan penyusunannya, baik
manajemen maupun teknis. Pekerjaan yang
membutuhkan keahlian teknis dibantu oleh
TFL Teknis sebagai pendamping, dengan tetap
melibatkan masyarakat.
Dokumen RKM, merupakan dokumen resmi
perencanaan DAK Bidang Sanitasi yang
disusun oleh Tim Perencana kelompok
swakelola (KSM) difasilitasi oleh TFL,
diusulkan dan disahkan dalam forum
musyawarah di lokasi pelaksanaan, yang
merupakan salah satu syarat untuk
pencairan dana tahap awal. Dokumen RKM
harus disetujui oleh OPD (unsur pemerintah
daerah terkait).
Dokumen Rencana Kerja Masyarakat (RKM)
meliputi uraian kegiatan yang akan
dilaksanakan sebagai berikut:

1. Pendahuluan
1.1. Latar belakang (kondisi prasarana
sanitasi yang ada dan dukungan
pemda);
1.2. Maksud, tujuan dan sasaran;
1.3. Rincian kegiatan (jenis kegiatan,
lokasi kegiatan dan waktu
pelaksanaan).
2. Profil Lokasi (kondisi umum lokasi
kegiatan seperti; fisik, letak geografis,
topografi, kondisi geohidrologi, batas-
batas administrasi, demografi dan
proyeksi penduduk). Kondisi prasarana
dan sarana sanitasi (kondisi sarana air
bersih, kondisi sarana sanitasi, kondisi
pengelolaan sampah dan kondisi
kesehatan);

41
3. Ketersediaan lahan dan bahan (luas
lahan, kondisi lahan, kepemilikan lahan,
jenis dan jumlah bahan/material dan
ketersediaan bahan/material);
4. Penentuan Calon Pengguna (jumlah
calon pengguna, kondisi sosial ekonomi
calon pengguna);
5. Rencana Kerja Masyarakat (Rencana
konstruksi; spesifik bahan/material yang
akan digunakan, tahap persiapan dan
supervisi pelaksanaan konstruksi.
Rencana kontribusi masyarakat; in cash
dan in kind. Rencana operasi dan
pemeliharaan; tujuan operasi dan
pemeliharaan, hasil yg diharapkan,
pengorganisasian o&p, pendanaan,
bentuk kegiatan dan langkah-langkah
o&p. Rencana pelatihan; penguatan
tukang, mandor dan tim pelaksana
Swakelola (KSM);
6. Detailed Engineering Design (DED),
Rencana Anggaran Biaya (RAB);
7. Jadwal Pelaksanaan Konstruksi;
8. Mekanisme Pencairan Dana (tahapan
pencairan dana, prosedur pencairan dana
dan proses pencairan dana);
9. Rencana Pengelolaan Dana dan
Pelaporan (rencana penggunaan dana
tahap 1, 2 dan 3 sesuai dengan item
pekerjaan yang ada di RAB, rencana
pengelolaan keuangan dan mekanisme
pelaporan keuangan);

10. Rencana Pengoperasian dan


Pemeliharaan Fasilitas Sanitasi
Lingkungan yang dibangun;
11. Lampiran-lampiran.
2.1.2.3. Tujuan Penyusunan Dokumen RKM
1. Untuk membuktikan bahwa Tim
Pelaksana Swakelola (KSM) telah siap
menerima perintah kerja dari OPD dan
sebagai persyaratan pengajuan pencairan

42
dana DAK Bidang Sanitasi tahun
anggaran berjalan;
2. Mengumpulkan informasi sanitasi secara
kuantitatif dan kualitatif diantaranya
jumlah rumah/KK yang memiliki
dan/atau tidak memiliki fasiltas MCK
pribadi, kepemilikan maupun kondisi
septictank, tempat pembuangan limbah
domestik); tempat pembuangan sampah,
dan kebersihan lingkungan sekitarnya;
3. Mengumpulkan informasi tentang kondisi
kesehatan dan angka penyakit terkait
dengan water born deseases (diare, kulit,
kolera);
4. Mengidentifikasi indikator dan/atau
mekanisme dalam hal keberlanjutan
oprasional dan pemeliharaan prasarana
dan sarana DAK Bidang Sanitasi melalui
proses partisipasi masyarakat. Indikator
berupa pengurasan bak mandi,
pengambilan lumpur di manhole,
kesediaan alat, pembersihan lantai,
manfaat dan nilai guna iuran yang
dirasakan oleh masyarakat dalam
kegiatan operasional dan pemeliharaan
prasarana DAK Bidang Sanitasi ,
keinginan masyarakat untuk
mengunakan prasaran DAK Bidang
Sanitasi, dan lain–lain;
5. Mengidentifikasi informasi tentang
kesetaraan akses (laki-laki/perempuan,
anak-anak, manula/tuna daksa) pada
pelayanan yang ada, partisipasi dalam
pengambilan keputusan, kebutuhan dan
kepuasan pengguna, kualitas pelayanan
dan pengelolaan oleh masyarakat;
6. Mengidentifikasi kebutuhan pelatihan
mandor, tukang, operator, pengguna, dan
kewirausahaan untuk mengembangkan
kemampuan agar pelayanan dapat
berkesinambungan;

43
7. Mengidentifikasi kebutuhan dan rencana
masyarakat untuk memecahkan masalah
sanitasi.
2.1.2.4. Persiapan Pelaksanaan Penyusunan
Dokumen RKM
Persiapan Tim TFL (Teknis dan
Pemberdayaan/Sosial) dalam pembagian
tugas :
 Pembagian peran dan tugas masing-
masing tim;
 Penyiapan logistik, materi dan alat-alat
untuk RKM;
 Kontak person di masyarakat;
 Menentukan waktu dan tempat;
 Melaksanakan pertemuan sesuai jadwal
dan kesepakatan;
 Komunikasi dan koordinasi dengan
semua stakeholders.
2.1.2.5. Tahapan Penyusunan Dokumen RKM
1. Klasifikasi Kesejahteraan, yaitu
mengklasifikasi jumlah penduduk
kampung ke dalam kategori tingkat
kesejahteraan (kaya, menengah, miskin)
dan manula/tuna daksa menurut kriteria
khusus dan istilah setempat;
2. Pemetaan Sanitasi Kampung oleh
Masyarakat, yaitu mempelajari keadaan
masyarakat menyangkut sarana air bersih
dan sanitasi;
3. Transect Walk, yaitu mempelajari akses
masyarakat terhadap sarana sanitasi yang
ada;
4. Partisipasi dan Kontribusi, yaitu menilai
dan menganalisa kesetaraan dan
transparansi pengguna saat dan pasca
pembangunan sarana (pembangunan,
operasional dan pemeliharaan);
5. Siapa Melakukan Apa, yaitu mengetahui
peranan laki-laki dan perempuan pada

44
tahap perencanaan, pembangunan,
oparasional dan pemeliharaan sarana;
6. Pembagian Kerja berdasarkan Peran
Gender dan kelompok rentan sanitasi, yaitu
menilai dan menganalisa pembagian kerja,
jenis pekerjaan, dan pekerjaan yang
dibayar atau tidak.
2.1.2.6. Pihak pihak yang Terlibat Menyusun
Dokumen RKM
Para pihak yang terlibat dalam penyusunan
RKM, terdiri dari masyarakat yang berdomisili
di Dusun/RT/RW/Kampung yang
bersangkutan, baik perempuan atau laki-laki,
tokoh masyarakat baik formal maupun
informal.
2.1.2.7. Waktu dan Tempat Pertemuan
Penyusunan Dokumen RKM
Penyusunan RKM ini dapat diselesaikan
maksimal 3 bulan, sebaiknya dilaksanakan 2
- 3 jam dalam satu hari sebelum jam 18,00
sehingga keterlibatan kaum perempuan dapat
maksimal. Dalam menetapkan tempat
pertemuan, yang perlu diperhatikan adalah
tempat tersebut cukup luas, bersifat netral,
dan mudah diakses oleh masyarakat.
2.1.2.8. Verifikasi Dokumen RKM
Tim Pelaksana Swakelola (KSM) melakukan
sosialisasi dokumen RKM kepada seluruh
calon pemanfaat dan selanjutnya
mengusulkan Dokumen RKM tersebut kepada
PPK Organisasi Perangkat Daerah (OPD)
terkait untuk mendapatkan persetujuan dan
pengesahan.
2.1.2.9. Perjanjian Kerjasama (PKS) Antara KSM
dengan OPD
Perjanjian Kerjasama (PKS) ditandatangani
oleh PPK (Pejabat Pembuat Komitmen dari
Organisasi Perangkat Daerah (OPD)
Kabupaten/Kota sebagai penanggungjawab

45
anggaran, dengan Ketua Tim Pelaksana
Swakelola (KSM) (lihat contoh Perjanjian kerja
(Kontrak) pada ketentuan teknis). Perjanjian
Kerjasama ini dapat diadakan, setelah KSM
menunjukkan persiapan kegiatan berupa
dokumen RKM yang sudah dilengkapi dengan
DED dan RAB dan sudah mendapatkan
persetujuan dari Tim Teknis OPD terkait.
2.1.3. Pelaksanaan Kegiatan Swakelola
2.1.3.1. Pelaksanaan Rencana Kerja
Tim pelaksana swakelola (KSM)
melaksanakan pekerjaan yang
perencanaannya telah disusun dalam
dokumen Rencana Kerja Masyarakat (RKM),
yaitu:

a. Melakukan kaji ulang dan pengukuran


pada lokasi pekerjaan berdasarkan
gambar rencana kerja;
b. Mengkaji ulang jadwal pelaksanaan
kerja (s-curve) serta jadwal kebutuhan
bahan, Jasa Lainnya, peralatan/suku
cadang dan/atau tenaga ahli
perseorangan;
c. Mengajukan kebutuhan bahan, Jasa
Lainnya, peralatan/suku cadang
dan/atau tenaga ahli perseorangan
kepada Penanggung Jawab Kelompok
Masyarakat untuk diproses oleh Tim
Pengadaan dari Kelompok Masyarakat
Pelaksana Swakelola (apabila ada) dengan
memperhatikan prinsip-prinsip
pengadaan dan etika pengadaan
sebagaimana diatur dalam Peraturan
Presiden ini;
d. Mendatangkan dan mengatur tenaga
kerja/tenaga ahli perseorangan untuk
melaksanakan kegiatan/pekerjaan sesuai
dengan jadwal pelaksanaan;
e. Menyusun laporan tentang penerimaan
dan penggunaan bahan, Jasa Lainnya,
46
peralatan/suku cadang dan tenaga
ahli perseorangan; dan
f. Menyusun laporan kemajuan pekerjaan
(realisasi fisik dan keuangan).
2.1.3.2. Mekanisme Pembayaran Pekerjaan
Swakelola
1. Pembayaran upah tenaga kerja yang
diperlukan dilakukan secara harian
berdasarkan daftar hadir pekerja atau
dengan cara upah borong;
2. Pembayaran gaji tenaga ahli perseorangan
(apabila diperlukan) dilakukan
berdasarkan kontrak konsultan
perseorangan atau tanda bukti
pembayaran;
3. Pembayaran bahan dan/atau
peralatan/suku cadang dilakukan
berdasarkan Kontrak pengadaan barang;
4. Mengingat dengan terbitnya PMK 112
tahun 2017 tentang mekanisme transfer
ke daerah dan Dana Desa agar percepatan
penyerapan dana maksimal, maka
penyaluran dana kepada pelaksana
swakelola (KSM) dapat dilakukan dengan
ketentuan sebagai berikut:
a. Mengikuti Perpres 54 tahun 2010 dan
perubahannya, proses pencairan
kepada KSM dapat dilakukan sebagai
berikut:
❖ Diberikan 40% (empat puluh
perseratus) dari keseluruhan dana
apabila pelaksana swakelola (KSM)
telah siap melaksanakan swakelola;
❖ Diberikan 30% (tiga puluh
perseratus) dari keseluruhan dana
apabila pekerjaan telah mencapai
30% (tiga puluh perseratus); dan
❖ Diberikan 30% (tiga puluh
perseratus) dari keseluruhan dana
apabila pekerjaan telah mencapai
60% (enam puluh perseratus).

47
Dengan demikian PPK dapat mengatur
pencairan tiap lokasi (paket kegiatan)
secara bergantian.
b. Berdasarkan PMK 112 tahun 2017
tentang Mekanisme Transfer ke
Daerah dan Dana Desa, proses
pencairan dana ke KSM dengan
tahapan antara lain :
❖ Termin I dapat dicairkan sebesar 25
% apabila dokumen perencanaan
(RKM) dan kontrak kerja sama
dilaksanakan;
❖ Termin II dapat dicairkan sebesar
45 % apabila progres fisik mencapai
minimal 20 % disertai dengan LPD
termin I;
❖ Termin III dapat dicairkan sebesar
30 % apabila progres fisik telah
mencapai minimal 60 % disertai
dengan LPD termin II.
PPK dengan Tim Pelaksana
Swakelola (KSM) wajib melakukan
sekurang-kurangnya 1 (satu) kali
addendum dan atau amandemen
kontrak, dilakukan sebelum termin
III.
2.1.3.3. Pengadaan Barang/Jasa
a. Pengadaan bahan, Jasa Lainnya, peralatan
dan/atau tenaga ahli perseorangan
dilakukan oleh Tim Pengadaan dari
Pelaksana Swakelola (KSM) dengan
menggunakan metode pengadaan yang
sesuai dan memperhatikan prinsip-prinsip
pengadaan dan etika pengadaan
sebagaimana diatur dalam Peraturan
Presiden Nomor 54 tahun 2010 dan
perubahannya;
b. Pengiriman bahan dapat dilakukan secara
bertahap atau keseluruhan, sesuai dengan
kebutuhan, lokasi pekerjaan dan kapasitas
penyimpanan;
48
c. Pembelian barang di bawah Rp. 50 juta
dilakukan oleh KSM, pembelian barang di
atas Rp. 50 juta dengan spesifikasi teknis
khusus dapat dilakukan oleh PPK sesuai
dengan ketentuan yang berlaku;
d. Untuk daerah perbatasan, pulau terluar
dan daerah pesisir, pengadaan barang
dapat dilakukan oleh PPK atas permintaan
KSM;
e. Mekanisme pengadaan barang dan jasa
mengacu pada Peraturan Presiden No. 54
tahun 2010, dan Peraturan Presiden 70
tahun 2012 serta PMK Nomor 168 tahun
2015. Tanda bukti perikatan dapat berupa,
Nota, Kuitansi, Surat Perintah Kerja (SPK),
dan surat perjanjian sebagai berikut:
1. Bukti Pembelian berupa Nota,
digunakan untuk pengadaan barang
atau jasa yang nilainya sampai dengan
Rp. 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah)
2. Kuitansi, digunakan untuk pengadaan
barang dan jasa yang nilainya Rp.
10.000.000,00 s/d Rp. 50.000.000,00
(lima puluh juta rupiah)
3. Surat Perintah kerja (SPK) digunakan
untuk pengadaan barang atau
pekerjaan konstruksi atau jasa lainnya
dengan nilai Rp. 50.000.000,00 s/d Rp.
200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
4. Surat Perjanjian digunakan untuk
pengadaan barang atau pekerjaan
konstruksi atau jasa lainnya dengan
nilai diatas Rp. 200.000.000,00 (dua
ratus juta rupiah).
f. Untuk pengadaan barang, Tim Pelaksana
Swakelola (KSM) harus membentuk panitia
Pengadaan barang/jasa yang diangkat oleh
penanggung jawab pelaksana swakelola
(KSM) untuk melakukan pengadaan
barang/jasa yang dibutuhkan dalam
pelaksanaan swakelola;

49
g. Tim Pengadaan berjumlah 3 orang
(masyarakat pemanfaat) terdiri dari ketua,
sekretaris dan anggota, yang dipilih melalui
rembug warga. Tim Pengadaan terdiri dari
satu orang anggota KSM dan 2 (dua) orang
dari masyarakat setempat.

Catatan:
Lebih lanjut secara Teknis dan Rinci terkait
ketentuan Pengadaan Barang/Jasa dapat

Garis Besar Pengadaan Barang/Jasa

mengikuti Peraturan Kepala Lembaga


Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa
Pemerintah Nomor 6 Tahun 2012 Tentang
Petunjuk Teknis Peraturan Presiden Nomor
70 Tahun 2012 Tentang Perubahan kedua
atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun
2010 Tentang Pengadaan Barang dan Jasa
Pemerintah.

50
2.1.3.4. Pembangunan Konstruksi Kegiatan
Swakelola
Pembangunan kontruksi melalui kegiatan
swakelola secara garis besar adalah:

1. Penjelasan teknis konstruksi dilakukan


oleh PPK Organisasi Perangkat Daerah
(OPD) terkait, oleh TFL Teknik kepada tim
pelaksana swakelola, kepala tukang,
tukang, pekerja, dan masyarakat
pengguna;
2. Pekerjaan konstruksi dilakukan oleh
tukang dan atau masyarakat yang
dipekerjakan oleh tim pelaksana swakelola
(KSM), didampingi oleh TFL, dengan
tahapan sebagai berikut;
 Rembug warga: tim pelaksana swakelola
(KSM) melakukan pemaparan terhadap
rencana pelaksanaan pembangunan,
penjelasan RKM, jadwal pelaksana
pekerjaan, kontrak, sumber-sumber
pembiayaan lainnya, rekruitmen dan
jumlah tenaga kerja yang diperlukan,
mekanisme pembayaran, penjelasan
gambar desain dan jalur perpipaan, titik
lokasi IPAL terpilih, menyepakati rencana
operasi dan pemeliharaan, pembentukan
lembaga pengelola dan jadwal evaluasi
pekerjaan.
 Survey dan pemetaan : survey dilakukan
untuk mendapatkan jumlah pemanfaat
sesuai dengan RKM dan rencana
pengembangannya. Pemetaan dilakukan
untuk mengukur ulang jalur pipa
rencana, keberadaan utilitas,
pemasangan patok (benchmark).
 Pembersihan dan penyiapan lahan IPAL
Komunal, Tangki Septik Komunal, Tangki
Septik Individual serta MCK Kombinasi
IPAL Komunal dan MCK ++;
 Penyiapan peralatan K3, rambu-rambu
dan turap pengaman galian;

51
 Penyiapan direksi Kit, gudang, area kerja
(misalnya untuk pembuatan precast bak
control, dan lain-lain);
 Pengadaan dan pembelian barang oleh
panitia pengadaan;
 Pembagian grup dan area kerja;
 Pelaksanaan pekerjaan;
 Monitoring dan evaluasi.
Pelaksanaan untuk pekerjaan yang
dikerjakan sendiri oleh tim pelaksana
swakelola (KSM) adalah:
 Sekurang-kurangnya terdapat Satu
Kepala Pelaksana
Kepala Pelaksana mewakili Ketua tim
swakelola (KSM) dalam memberikan
arahan serta mengawasi jalannya
pelaksanaan di lapangan, baik dari segi
teknik maupun administrasi kegiatan,
dan sebagai penghubung dengan pihak
luar sehubungan dengan pelaksanaan
pekerjaan. Kepala Pelaksana adalah
Ketua Unit Teknis pelaksana swakelola
(KSM) atau anggota tim pelaksana
swakelola (KSM) lain yang mampu
untuk mengemban tugas tersebut.
 Satu orang Kepala Tukang
Kepala Tukang adalah orang yang
menguasai pekerjaan lapangan sesuai
dengan jenis pekerjaannya, dan
berfungsi membantu Tim Pelaksana
dalam menangani satu bidang
pekerjaan atau lebih. Kepala Tukang
sebaiknya adalah anggota Unit Kerja
Teknis atau orang lain yang
terampil/menguasai jenis pekerjaan
yang akan dilaksanakan.
2.1.3.5. Pelaporan Kemajuan Pekerjaan dan
Dokumentasi
a. Laporan kemajuan pelaksanaan
pekerjaan dan penggunaan keuangan
dilaporkan oleh pelaksana swakelola (KSM)

52
kepada PPK secara berkala;
b. Laporan kemajuan realisasi fisik dan
keuangan dilaporkan oleh PPK kepada
PA/KPA setiap bulan;
c. Pencapaian target fisik dicatat setiap hari,
dievaluasi setiap minggu serta dibuat
laporan mingguan agar dapat diketahui
apakah dana yang dikeluarkan sesuai
dengan target fisik yang dicapai;
d. Pencapaian target non-fisik dicatat dan
dievaluasi setiap bulan;
e. Penggunaan bahan, jasa lainnya, peralatan
dan atau tenaga ahli perseorangan
dicatat setiap hari dalam laporan harian;
f. Laporan bulanan dibuat berdasarkan
laporan mingguan;
g. Dokumentasi pekerjaan meliputi
administrasi dan foto pelaksanaan
pekerjaan. Foto dari arah yang sama
diambil pada saat sebelum, sedang, dan
sesudah diselesaikannya pekerjaan.
2.1.3.6. Pelaporan Realisasi Pekerjaan
Pelaporan realisasi pekerjaan dibuat oleh tim
pelaksana swakelola (KSM) dan dilaporkan
kepada PPK teknis OPD terkait yang berisi
antara lain:
1. Struktur organisasi pekerjaan
swakelola yang terdiri dari pembagian
tugas, pendelegasian wewenang dan
tanggung jawab serta pengkoordinasian
pelaksanaan pekerjaan;
2. Persiapan pekerjaan Swakelola yang
meliputi kesesuaian gambar pelaksanaan
dengan gambar rencana kerja serta
kebutuhan bahan, jasa lainnya,
peralatan dan atau tenaga ahli
perseorangan;
3. Pelaksanaan pekerjaan swakelola yang
meliputi kesesuaian jadwal pelaksanaan
pekerjaan terhadap jadwal rencana
pelaksanaan pekerjaan, penyerapan
keuangan, penyerahan pekerjaan sampai

53
dengan selesai 100% (sasaran akhir
pekerjaan telah tercapai) dan foto-foto
dokumentasi; dan
4. Penggunaan bahan, jasa lainnya, peralatan
dan atau tenaga ahli perseorangan.
2.1.4. Operasi dan Pemeliharaan
Optimalisasi pemanfaatan hasil pelaksanaan prasana
konstruksi bidang sanitasi dapat dilakukan oleh warga
masyarakat secara bersama – sama dengan
menggalang kekuatan partisipasi masyarakat
pemanfaat.
2.1.4.1. Pembentukan Kelompok Pemanfaat dan
Pemeliharaan (KPP)
KPP dibentuk pada saat rembug warga dalam
rangka menjelaskan kontrak yang sudah
dilakukan antara KSM dengan PPK Teknis
OPD terkait. Adapun tugas KPP adalah :
a. Mengoperasikan dan memelihara sarana
sanitasi yang telah dibangun;
b. Bertanggung jawab terhadap hal-hal
teknis;
c. Mengumpulkan iuran warga;
d. Melestarikan sarana sanitasi yang telah
dibangun;
e. Membuat rencana pengembangan
pelayanan sarana sanitasi.
KPP diwajibkan memiliki AD/ART dan
dibuatkan Akte Notaris. Selanjutnya sesuai
dengan pengembangan pelayanan/usaha
lainnya, maka KPP disarankan berbadan
hukum dari SK yang diterbitkan
Kemenkumham.
Operasi dan Pemeliharaan dilakukan oleh
KPP yang dibentuk dalam kegiatan Rembug
warga di tingkat Masyarakat sebelum
pencairan dana tahap I.
a. Prinsip pengelolaan pada tahap
pemanfaatan :
1. Musyawarah.
2. Transparansi.
54
3. Akuntabilitas publik dan kontrol sosial.
b. KPP sebagai pengelola sarana harus
memiliki:
1. Aturan-aturan organisasi dan
operasional prasarana dan sarana, yang
disusun dan diputuskan bersama-sama
secara musyawarah antar anggota KPP.
2. KPP disarankan berbadan hukum tetap
(punya NPWP dan SIUP) atau minimal
ber akte notaris.
3. Aturan sesuai dengan kondisi setempat,
yang mengatur siapa penerima manfaat,
besarnya iuran yang harus dibayar,
waktu pembayaran iuran, serta siapa
petugas yang melakukan pemeriksaan
dan perbaikan kalau terjadi kerusakan
dan menentukan besarnya biaya operasi
rutin seperti honor petugas, biaya listrik,
dll.
4. Standar Operation Procedure/SOP
pemakaian dan pemeliharaan sarana,
yang harus dipatuhi oleh operator yang
ditunjuk KPP.
c. Prosedur Operasi dan Pemeliharaan
(standard operating procedure/SOP).
SOP yang telah tertuang dalam RKM dapat
disesuaikan dengan kebutuhan operator
dan pengguna. Pedoman ini disusun oleh
pengurus bersama kelompok pemanfaat,
dimusyawarahkan bersama dalam forum
musyawarah desa, dan setelah dicapai
mufakat disahkan oleh Kepala Desa/Lurah.
Setiap lokasi dapat mengembangkan
pedoman kerjanya sendiri, sesuai dengan
kondisi, kemampuan dan budaya yang ada
di daerahnya masing-masing.
Dalam upaya mencapai keberhasilan
pengelolaan perlu didukung tim pengelola
KPP yang handal:
1. Mampu mengorganisasikan anggotanya
untuk mendukung kegiatan kerja yang
telah dibuat;
55
2. Dapat menjamin kepentingan pemanfaat
dan mencarikan alternatif pemecahan
permasalahan yang dihadapi;
3. Mampu melakukan hubungan kerja
dengan lembaga lain di luar KPP;
4. Mampu menerapkan sanksi organisasi
bagi anggota yang melanggar peraturan.
d. Pendanaan Operasi dan Pemeliharaan
Sumber dana berasal dari masyarakat,
berupa iuran atau dana lain yang
dikembangkan di lokasi, yang dihitung
berdasarkan kesepakatan bersama akan
kebutuhan operasional dan pemeliharaan
serta rencana pengembangan sarana di
masa datang.
Pendanaan diperuntukkan bagi operasional
dan pemeliharaan ditambah honorarium
pengelola untuk melakukan operasional
dan pemeliharaan serta orang yang
bertugas untuk melakukan perbaikan jika
terjadi kerusakan.
Komponen yang perlu dipertimbangkan
dalam menghitung biaya pengoperasian
dan pemeliharaan meliputi:
1. Biaya perbaikan dan penggantian
komponen yang rusak sesuai dengan
sistem sarana yang dibangun;
2. Biaya pengembangan sarana;
3. Biaya Operasional (solar, listrik, dll)
4. Honorarium pengelola.
b. Dukungan Pemerintah Kabupaten/Kota
untuk Operasi dan Pemeliharaan.
Pemerintah daerah menugaskan OPD
teknis pengelola DAK untuk melakukan
pembinaan secara teknis operasional serta
keuangan kepada KPP/pengelola.
Dukungan Pemda juga termasuk untuk
melakukan rehabilitasi sarana yang
mengalami kerusakan berat (tidak dapat
beroperasional).

56
2.1.4.2. Tugas Kelompok Pemanfaat dan
Pemeliharaan (KPP)
1. Seksi Iuran Pengguna :
❖ Membicarakan tentang besarnya iuran
pemanfaatan sarana.
❖ Mengumpulkan iuran, membuat
perencanaan belanja, membukukan dan
melaporkan secara rutin.
2. Seksi Pengoperasian & Pemeliharaan
❖ Mengoperasikan dan memelihara
sarana fisik sanitasi lingkungannya.
❖ Mengembangkan mutu pelayanan &
jumlah sarana pengguna.
3. Seksi Penyuluhan Kesehatan
❖ Melakukan kampanye tentang
kesehatan rumah tangga dan
lingkungan.

Ketua Pelindung
Lurah/Kades

Sekretaris & bendahara

Seksi Iuran Pengguna Seksi O & P Seksi Penyuluhan


Iuran Pengguna Kesehatan
Kesehatan

Contoh Bagan Struktur Organisasi KPP

Pengelola prasarana dan sarana dilakukan


oleh operator yang telah dilatih dengan
memperhatikan beberapa hal:
• Kinerja prasarana yang dikelola;
• Jumlah prasarana dan sarana yang
tersedia;
• Jumlah prasarana dan sarana yang
digunakan;
• Target/sasaran perencanaan;
• Standar prosedur operasional dan

57
pemeliharaan;
• Standar kriteria teknis prasarana dan
sarana;
• Rencana pengembangan sarana di masa
datang.
Untuk mencapai keberhasilan pengelolaan,
operator harus melakukan langkah-
langkah berikut:
• Melakukan pemantauan rutin untuk
mengetahui kondisi prasarana dan
sarana;
• Mengetahui kerusakan sedini mungkin
agar dapat disusun rencana perawatan
dan pemeliharaan yang baik;
• Melakukan rehabilitasi tepat waktu;
• Melakukan evaluasi kinerja pelayanan
secara berkala;
• Melakukan pengelolaan sesuai standar
operasional prosedur.
Dalam pelaksanaan pelestarian sarana
sanitasi, diharapkan pemerintah
Kabupaten/Kota dapat berperan aktif
memberikan dukungan teknis kepada
masyarakat (penyuluhan) agar mereka
mampu mengoperasikan dan
memanfaatkan sarana yang ada.
2.1.4.3. Penyerahan Hasil Pekerjaan
1. Setelah pelaksanaan pekerjaan swakelola
selesai 100% (sasaran akhir pekerjaan
telah tercapai) penanggung jawab
pelaksana swakelola (KSM) menyerahkan
pekerjaan kepada PPK;
2. PPK menyerahkan pekerjaan dan laporan
pekerjaan yang telah selesai kepada
PA/KPA melalui Berita Acara Serah
Terima Hasil Pekerjaan;
3. Setelah dilakukan penyerahan pekerjaan,
dilanjutkan dengan proses
penyerahan aset sesuai dengan
peraturan perundang - undangan.
4. Selanjutnya Pengguna Anggaran
(PA)/Kuasa Pengguna Anggaran (KPA)
58
menyerhakan pengelolaan sarana dan
prasarana sanitasi tersebut kepada
Kelompok Pemanfaat dan Pemeliharaan
(KPP).
Beberapa kegiatan pokok yang semestinya
dilakukan dalam proses penyerahan hasil
pekerjaan antara lain sebagai berikut:
a. Rembug Warga bertujuan untuk
memberikan informasi hasil pelaksanaan
kegiatan dan hasil pengelolaan dana
kepada warga lokasi sasaran. Rembug
dilaksanakan setelah pelaksanaan fisik
selesai 100% atau pada saat batas waktu
penyelesaian pekerjaan habis;
b. Forum ini dipimpin oleh Kepala
Desa/Lurah dengan mengundang PPK
Sanitasi Kabupaten/Kota, Pemerintah
Kecamatan, KSM, Kader Masyarakat (KM),
PKK, LSM, Tokoh masyarakat
Desa/Kelurahan, dan warga di lokasi
kegiatan dengan perwakilan Pengurus
RT/RW;
c. Dalam Rembug ini, KSM menjelaskan
secara rinci dan transparan laporan
pertanggungjawaban. Materinya antara
lain Laporan Penyelesaian Pelaksanaan
Kegiatan (LP2K), Realisasi Kegiatan dan
Biaya (RKB) disertai dengan foto-foto
pelaksanaan. Hasil Rembug Warga ini
disampaikan kepada PPK Sanitasi
kabupaten/kota. Hasil rembug warga
dituangkan dalam berita acara.
Isi laporan pertanggungjawaban terdiri
dari:
1. Apabila pekerjaan fisik sudah selesai
(mencapai 100%), laporan
pertanggungjawaban KSM berisi Laporan
Penyelesaian Pelaksanaan Kegiatan (LP2K),
Realisasi Kegiatan dan Biaya (RKB) dan
pembuatan Surat Pernyataan Penyelesaian
Pelaksanaan Kegiatan (SP3K);
2. Apabila pelaksanaan kegiatan fisik tidak
59
selesai pada waktunya (pada akhir tahun
anggaran belum mencapai 100%) maka
laporan pertanggungjawaban KSM berisi
Laporan Realisasi Kegiatan dan Biaya
(RKB), Pembuatan Berita Acara Status
Pelaksanaan Kegiatan (BASPK), dan Surat
Pernyataan Penyelesaian Kegiatan (SP2K).
2.1.4.4. Tujuan Operasi dan Pemeliharaan
Kegiatan ini dimaksudkan untuk memastikan
keberlanjutan pelayanan aset yang sudah
dibangun melalui upaya pemeliharaan yang
tepat. KPP pengelola yang telah dibentuk akan
melaksanakan kegiatan operasi dan
pemeliharaan prasarana-sarana sanitasi yang
telah dibangun.
Tujuan kegiatan Operasi dan Pemeliharaan
adalah sebagai berikut:
1. Terkumpulnya iuran dari masyarakat
untuk pembiayaan operasional dan
pemeliharaan sarana sanitasi yang
terbangun;
2. Dapat berfungsinya sarana sanitasi sesuai
dengan peruntukannya;
3. Adanya tambahan jumlah masyarakat
penerima manfaat;
4. Adanya perubahan sikap dan PHBS di
masyarakat;
5. Tumbuhnya partisipasi masyarakat untuk
ikut memelihara sarana;
6. Memberikan peluang kepada
masyarakat/kelompok
masyarakat/lembaga masyarakat untuk
mengoperasikan dan mengoptimalkan
sarana sanitasi yang ada sebagai sumber
daya serta meningkatkan kapasitas
masyarakat dengan penciptaan peluang
pelatihan teknis maupun non teknis;
7. Keberlanjutan sesuai dengan prinsip DAK
Bidang Sanitasi.

60
2.2. Pelaksanaan Kegiatan Kontraktual
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah adalah kegiatan untuk
memperoleh Barang/Jasa oleh Kementerian/Lembaga/Satuan
Kerja Perangkat Daerah/Institusi lainnya yang prosesnya dimulai
dari perencanaan kebutuhan sampai diselesaikannya seluruh
kegiatan untuk memperoleh Barang/Jasa.
Satuan Kerja Perangkat Daerah adalah instansi/institusi yang
menggunakan Dana Alokasi Khusus dalam mekanisme Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Sedangkan Pengguna
Anggaran (PA) adalah Pejabat pemegang kewenangan pengguna
anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah atau Pejabat yang
disamakan pada institusi lain pengguna APBD.
2.2.1. Persiapan dan Perencanaan
Sebelum menetapkan hasil pelaksana terpilih untuk
kegiatan pengadaan barang/jasa diperlukan proses
persiapan dan perencanaan agar proses pelaksanaan
konstruksi secara kontraktual dapat berjalan sesuai
dengan peraturan perundang undangan yang berlaku.
Perencanaan kegiatan kontraktual untuk dana yang
bersumber dari Dana Alokasi Khusus bidang sanitasi
melalui proses antara lain sebagai berikut:
2.2.1.1. Identifikasi dan Analisis Kebutuhan
1. Penguasa Anggaran (PA) mengidentifikasi
kebutuhan barang/jasa yang diperlukan
untuk instansinya sesuai Rencana Kerja
Pemerintah Daerah (RKPD);
2. Dalam mengidentifikasi kebutuhan
barang/jasa pada angka 1, PA terlebih
dahulu menelaah kelayakan barang/jasa,
PA terlebih dahulu menelaah kelayakan
barang/jasa yang telah
ada/dimiliki/dikuasai, atau riwayat
kebutuhan barang/jasa dari kegiatan yang
sama, untuk memperoleh kebutuhan riil;
3. Hasil identifikasi kebutuhan riil
barang/jasa pada angka 2 dituangkan
dalam Rencana Kerja Anggaran institusi
untuk pembahasan dan penetapan di
DPRD;
4. Selanjutnya PA melakukan analisis untuk
61
menetapkan cara pelaksanaan.
2.2.1.2. Penyusunan dan Penetapan Rencana
Anggaran
1. PA menyusun dan menetapkan rencana
penganggaran pengadaan barang/jasa,
terdiri atas: biaya barang/jasa itu sendiri,
biaya pendukung dan biaya administrasi
yang diperlukan untuk proses pengadaan,
sesuai dengan peraturan perundang-
undangan;
2. Biaya pendukung dapat mencakup: biaya
pemasangan, biaya pengangkutan, biaya
pelatihan, dan lain-lain;
3. Biaya administrasi dapat terdiri dari:
a. Biaya pengumuman pengadaan;
b. Honorarium pejabat pelaksana
pengadaan misalnya: PA/KPA, PPK,
ULP/Pejabat Pengadaan, Panitia/Pejabat
Penerima Hasil Pekerjaan, dan
pejabat/tim lain yang diperlukan;
c. Biaya survei lapangan/pasar;
d. Biaya penggandaan Dokumen Pengadaan
Barang/Jasa; dan
e. Biaya lainnya yang
diperlukan untuk mendukung
pelaksanaan pengadaan
barang/jasa, antara lain: biaya
pendapat ahli hukum kontrak, biaya
uji coba pada saat proses evaluasi
dilakukan dan/atau biaya uji coba
sebelum dilakukan penerimaan hasil
pekerjaan.
4. Biaya administrasi untuk
kegiatan/pekerjaan yang akan
dilaksanakan pada tahun anggaran yang
akan datang namun pengadaannya
dilaksanakan pada tahun anggaran
berjalan harus disediakan pada tahun
anggaran berjalan.

62
2.2.1.3. Penetapan Kebijakan Umum
Penetapan kebijakan umum meliputi;
pemaketan pekerjaan, cara pengadaan
barang/jasa dan penggorganisasian
pengadaan barang/jasa. Dalam penetapan
kebijakan umum tentang pemaketan,
Penguasa Anggaran (PA) wajib
memperhatikan ketentuan sebagai berikut:
a. Menetapkan paket pengadaan barang/jasa
yang hanya ditujukan untuk produksi
dalam negeri dengan mengacu kepada
daftar inventarisasi barang/jasa produksi
dalam negeri yang telah di sertifikasi oleh
Puslitbangkim Kementerian PUPR;
b. Penggabungan dan pemecahan paket harus
memperhatikan efisiensi, efektifitas, dan
persaingan sehat dengan ketentuan adalah
sebagai berikut:
1. Dilarang menyatukan atau
memusatkan beberapa kegiatan yang
tersebar di beberapa daerah/lokasi yang
menurut sifat pekerjaan dan tingkat
efesiensi yang seharusnya dilakukan di
daerah/lokasi masing-masing;
2. Dilarang menyatukan/menggabungkan
beberapa paket pengadaan menurut
sifat dan jenisnya;
3. Dilarang memecah paket pengadaan
barang/jasa yang memiliki sifat dan
ruang lingkup pekerjaan yang sama
menjadi beberapa paket, baik pada saat
penyusunan anggaran, penyusunan
rencana umum pengadaan, maupun
pada saat persiapan pemilihan penyedia
dengan maksud untuk menghindari
pelelangan;
4. Dilarang menentukan kriteria,
persyaratan atau prosedur pengadaan
yang diskriminatif dan / atau dengan
pertimbangan yang tidak objektif.

63
2.2.1.4. Kebijakan Umum tentang Organisasi
Pengadaan Barang/Jasa
a. Pimpinan Lembaga/Kepala
Daerah/Pimpinan Institusi membentuk
organisasi pengadaan barang/jasa yang
terdiri dari:
1. PA/KPA;
2. PPK;
3. ULP/Pejabat Pengadaan;
4. Panitia/Pejabat Penerima Hasil
Pekerjaan (PPHP); dan
b. Anggota kelompok kerja (Pokja) ULP
berjumlah sekurang – kurangnya 3 (tiga)
orang tergantung kebutuhan;
c. Anggota ULP/Pejabat pengadaan yang
ditunjuk harus memahami tata cara
pengadaan, substansi pekerjaan/kegiatan
yang bersangkutan, dan hukum perjanjian
kontrak.
2.2.1.5. Tatacara Pengadaan Barang/Jasa
Penguasa Anggaran (PA) menetapkan cara
pengadaan barang/jasa dengan
memperhatikan tugas pokok dan fungsi
lembaga dan sifat kegiatan yang akan
dilaksanakan, antara lain sebagai berikut:
a. Melalui kegiatan swakelola yang
merupakan kegiatan pengadaan
barang/jasa yang direncanakan,
dikerjakan dan/atau diawasi sendiri oleh
lembaga sebagai penanggung jawab
anggaran, instansi pemerintah lain
dan/atau kelompok masyarakat pelaksana
swakelola dengan menggunakan tenaga
sendiri dan/atau tenaga dari luar; dan
b. Melalui penyedia barang/jasa baik sebagai
badan usaha maupun perorangan.

64
Bagan Alur Proses Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah

65
2.2.1.6. Penyusunan Kerangka Acuan Kerja (KAK)
Penguasa Anggaran (PA) menyusun KAK yang
mendukung pelaksanaan kegiatan/pekerjaan
paling sedikit memuat:
1. Uraian kegiatan yang akan dilaksanakan
meliputi latar belakang, maksud, dan
tujuan, lokasi kegiatan, sumber
pendanaan, serta jumlah tenaga yang
diperlukan;
2. Waktu yang diperlukan dalam
melaksanakan kegiatan/pekerjaan
tersebut mulai dari pengumuman, rencana
pengadaan sampai dengan penyerahan
barang/jasa;
3. Spesifikasi teknis barang/jasa yang akan
diadakan; dan
4. Besarnya total perkiraan biaya pekerjaan
termasuk kewajiban pajak yang harus
dibebankan pada kegiatan tersebut.
2.2.1.7. Pengumuman Rencana Umum
Pengadaan
1. Penanggungjawab Anggaran (PA)
mengumumkan rencana umum pengadaan
barang/jasa di masing-masing
lembaga/instansi secara terbuka kepada
masyarakat luas setelah Rencaa Kegiatan
(RK) disetujui Unit Organisasi (UNOR)
Kementerian Teknis dan anggaran yang
bersumber dari Dana Alokasi Khusus (DAK)
Bidang Sanitasi disetujui oleh DPRD
sebelum pelaksanaan pengadaan
barang/jasa oleh ULP;
2. Lembaga/Instansi mengumumkan rencana
umum pengadaan barang/jasa pada tahun
anggaran berjalan;
3. Pengumuman pengadaan barang/jasa
dilakukan di website Lembaga/Instansi
masing-masing dan papan pengumuman
resmi serta portal pengadaan Nasional
melalui LPSE, dan

66
mengundang/memberitahukan kepada
penyedia yang diyakini mampu
mengerjakannya.
4. Pengumuman tersebut paling kurang
berisi:
a. Nama dan alamat Pengguna Anggaran
(PA);
b. Paket pekerjaan yang akan
dilaksanakan;
c. Lokasi pekerjaan;
d. Perkiraan besara biaya.
2.2.1.8. Penyedia Barang/Jasa
Penyedia barang/jasa dalam pelaksanaan
pengadaan barang/jasa wajib memenuhi
persyaratan sebagai berikut :
1. Memenuhi ketentuan peraturan
perundang-undangan untuk menjalankan
kegiatan/usaha;
2. Memiliki keahlian, pengalaman dalam
bidang sanitasi, kemampuan teknis dan
manajerial untuk menyediakan
barang/jasa;
3. Memperoleh paling kurang 1 (satu)
pekerjaan sebagai penyedia barang/jasa
dalam kurun waktu 4 (empat) tahun
terkahir baik di lingkungan pemerintah
maupun swasta, termasuk pengalaman
sub-kontrak;
4. Ketentuan pada poin 3 (tiga) diatas
dikecualikan bagi penyedia barang/jasa
yang baru berdiri kurang dari 3 (tiga)
tahun;
5. Memiliki sumber daya manusia, modal,
peralatan dan fasilitas lain yang
diperlukan dalam Pengadaan Barang/
Jasa;
6. Pengadaan Pekerjaan Konstruksi dan
Jasa Lainnya, harus memperhitungkan
Sisa Kemampuan Paket (SKP) sebagai
berikut:
SKP = KP –
P

67
KP = nilai Kemampuan Paket, dengan
ketentuan:

a. Untuk Usaha Kecil, nilai


Kemampuan Paket (KP) ditentukan
sebanyak 5 (lima) paket pekerjaan;
dan
b. Untuk usaha non kecil, nilai
Kemampuan Paket (KP) ditentukan
sebanyak 6 (enam) atau 1,2 (satu
koma dua) N.
P = jumlah paket yang sedang
dikerjakan.

N = jumlah paket pekerjaan


terbanyak yang dapat
ditangani pada saat
bersamaan selama kurun
waktu 5 (lima) tahun terakhir.

7. Tidak dalam pengawasan pengadilan,


tidak pailit, kegiatan usahanya tidak
sedang dihentikan dan/atau direksi
yang bertindak untuk dan atas nama
perusahaan tidak sedang dalam
menjalani sanksi pidana, yang
dibuktikan dengan surat pernyataan
yang ditandatangani Penyedia
Barang/Jasa;
8. Sebagai wajib pajak sudah memiliki
Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan
telah memenuh kewajiban perpajakan
tahun terakhir (SPT Tahunan) serta
memiliki laporan bulanan PPh Pasal 21,
PPh Pasal 23 (bila ada transaksi), PPh
Pasal 25/Pasal 29 dan PPN (bagi
Pengusaha Kena Pajak) paling kurang 3
(tiga) bulan terakhir dalam tahun
berjalan;
9. Secara hukum mempunyai kapasitas
untuk mengikatkan diri pada Kontrak;
10. Tidak masuk dalam Daftar Hitam;

68
11. Memiliki alamat tetap dan jelas serta
dapat dijangkau dengan jasa pengiriman;
dan Menandatangani Pakta Integritas.
2.2.1.9. Panitia/Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan
PA/KPA menetapkan Panitia/Pejabat
Penerima Hasil Pekerjaan, anggota
Panitia/Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan
berasal dari pegawai negeri, baik dari
instansi sendiri maupun instansi lainnya.
Panitia/Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan
wajib memenuhi persyaratan sebagai
berikut:
a. Memiliki integritas, disiplin dan tanggung
jawab dalam melaksanakan tugas;
b. Memahami isi Kontrak;
c. Memiliki kualifikasi teknis;
d. Menandatangani Pakta Integritas; dan
e. Tidak menjabat sebagai pengelola
keuangan.
Panitia/Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan
sebagaimana dimaksud adalah mempunyai
tugas pokok dan kewenangan untuk hal-hal
sebagai berikut:
a. Melakukan pemeriksaan hasil pekerjaan
Pengadaan Barang/Jasa sesuai dengan
ketentuan yang tercantum dalam
Kontrak;
b. Menerima hasil Pengadaan Barang/Jasa
setelah melalui pemeriksaan/pengujian;
dan
c. Membuat dan menandatangani Berita
Acara Serah Terima Hasil Pekerjaan.
Dalam hal pemeriksaan Barang/Jasa
memerlukan keahlian teknis khusus, dapat
dibentuk tim/tenaga ahli untuk membantu
pelaksanaan tugas Panitia/Pejabat Penerima
Hasil Pekerjaan. Tim/tenaga ahli
sebagaimana dimaksud ditetapkan oleh
PA/KPA.

69
2.2.1.10. Prinsip – Prinsip Pengadaan
Barang/Jasa
Pengadaan barang/jasa menerapkan prinsip
– prinsip sebagai berikut :
a. Efesien;
b. Efektif;
c. Transparan;
d. Terbuka;
e. Bersaing;
f. Adil/tidak diskriminatif; dan
g. Akuntabel.
2.2.1.11. Etika Pengadaan Barang/Jasa
Para pihak yang terkait dalam
pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa
harus mematuhi etika sebagai berikut:
a. Melaksanakan tugas secara tertib,
disertai rasa tanggung jawab untuk
mencapai sasaran, kelancaran dan
ketepatan tercapainya tujuan
Pengadaan Barang/Jasa;
b. Bekerja secara profesional dan mandiri,
serta menjaga kerahasiaan Dokumen
Pengadaan Barang/Jasa yang
menurut sifatnya harus dirahasiakan
untuk mencegah terjadinya
penyimpangan dalam Pengadaan
Barang/Jasa;
c. Tidak saling mempengaruhi baik
langsung maupun tidak langsung yang
berakibat terjadinya persaingan tidak
sehat;
d. Menerima dan bertanggung jawab atas
segala keputusan yang ditetapkan sesuai
dengan kesepakatan tertulis para pihak;
e. Menghindari dan mencegah terjadinya
pertentangan kepentingan para pihak
yang terkait, baik secara langsung
maupun tidak langsung dalam proses
Pengadaan Barang/Jasa;
f. Menghindari dan mencegah terjadinya
pemborosan dan kebocoran keuangan
negara dalam Pengadaan Barang/Jasa;
70
g. Menghindari dan mencegah
penyalahgunaan wewenang dan/atau
kolusi dengan tujuan untuk
keuntungan pribadi, golongan atau
pihak lain yang secara langsung atau
tidak langsung merugikan negara; dan
tidak menerima, tidak menawarkan
atau tidak menjanjikan untuk memberi
atau menerima hadiah, imbalan,
komisi, rabat dan berupa apa saja dari
atau kepada siapapun yang diketahui
atau patut diduga berkaitan dengan
Pengadaan Barang/Jasa.
2.2.2. Pelaksanaan Kegiatan Kontraktual
PPK menyusun rancangan kontrak antara lain meliputi;
Syarat – Syarat Umum Kontrak (SSUK), pelaksanaan
Kontrak, penyelesaian kontrak, addendum kontrak,
pemutusan kontrak, hak dan kewajiban pra pihak,
personil dan/atau peralatan penyedia, pembayaran
kepada penyedia, pengawasan mutu, serta Syarat Syarat
Khusus kontrak. Pelaksanaan kontrak kerja tersebut
melalui tahapan sebagai berikut:
a. Surat Perintah Mulai Kerja (SPMK);
b. Penyusunan Program Mutu;
c. Rapat Persiapan Pelaksanaan Kontrak;
d. Mobilisasi;
e. Pemeriksaan Bersama;
f. Pembayaran Uang Muka:
1. Nilai bersaran uang muka paling tinggi sesuai
dengan yang ditetapkan;
2. Besarnya jaminan uang muka adalah senilai uang
muka yang diterima penyedia;
3. Jaminan uang muka diterbitkan oleh Bank Umum,
perusahaan penjamin atau perusahaan asuransi;
4. Penyedia dapat mengajukan permohonan
pengambila uang muka secara tertulis kepada PPK
disertai dengan rancana penggunaan uang muka
untuk melaksanakan pekerjaan sesuai kontrak;
5. PPK mengajukan surat permintaan pembayaran
untuk permohonan tersebut setelah uang muka
diterima dari penyedia;

71
6. Pengembalian uang muka diperhitungkan
berangsur angsur secara proposional pada setiap
pembayaran prestasi pekerjaan dan paling lambat
harus lunas pada pekerjaan mencapai prestasi 100
%
7. Untuk kontrak tahun jamak, nilai jaminan uang
muka secara bertahap dapat dikurangi sesuai
dengan pencapaian prestasi kerja.
g. Perubahan kegiatan pekerjaan;
h. Laporan hasil pekerjaan antara lain sebagai berikut:
1. Pemeriksaan pekerjaan dilakukan selama
pelaksanaan kontrak untuk menetapkan volume
pekerjaan atau kegiatan yang telah dilaksanakan
guna pembayaran hasil pekerjaan;
2. Untuk kepentingan pengendalian dan pengawasan
pelaksanaan pekerjaan, seluruh aktivitas kegiatan
pekerjaan dilokasi pekerjaan dicatat dalam buku
harian sebagai bahan laporan harian pekerjaan
yang berisi rencana dan realisasi pekerjaan harian;
3. Laporan harian berisi antara lain:
a. Jenis dan kuantitas bahan yang berada dilokasi
pekerjaan;
b. Penempatan tenaga kerja untuk tiap macam
tugasnya;
c. Jenis, jumlah dan kondisi peralatan;
d. Jenis dan kuantitas pekerjaan yang
dilaksanakan;
e. Keadaan cuaca termasuk hujan, banjir dan
peristiwa alam lainnya yang berpengaruh
terhadap kelancaran pekerjaan.
Laporan harian dibuat oleh penyedia diperiksa
oleh konsultan individual pengawas dan
disetujui oleh PPK;
4. Laporan mingguan terdiri dari rangkuman laporan
harian dan berisi hasil kemajuan fisik pekerjaan
dalam periode satu minggu;
5. Laporan bulanan terdiri dari rangkuman laporan
mingguan dan berisi hasil kemajuan fisik
pekerjaan dalam periode satu bulan;
6. Untuk merekam kegiatan pelaksanaan kegiatan
DAK Bidang Sanitasi PPK membuat foto-foto
dokumentasi pelaksanaan pekerjaan.
i. Pembayaran Prestasi Kerja;

72
j. Denda dan ganti rugi;
k. Penyesuaian harga;
l. Keadaan kahar;
m. Perpanjangan waktu pelaksanaan pekerjaan;
n. Kerjasama antara penyedia dan sub penyedia.
2.2.3. Pelaksanaan Kegiatan Kontraktual Padat Karya
Pelaksanaan kegiatan DAK Bidang Sanitasi pada jenis
DAK Afirmasi, dilakukan melalui pengadaan
barang/jasa, dengan ketentuan sebagai berikut :

1. Penyedia barang/jasa yang menjadi pemenang dalam


lelang ULP, dalam pelaksanaan kegiatan diharuskan
untuk menetapkan penerima upah HOK, dengan
tatacara sebagai berikut:
a. Penyedia barang/jasa dapat menyediakan tenaga
ahli bidang infrastruktur seperti; tukang, kepala
tukang dan mandor bukan dari warga calon
pemanfaat;
b. Memberikan pengumuman terkait perekrutan
tenaga kerja dari masyarakat calon penerima
manfaat;
c. Memberikan kesempatan selama dua minggu
kepada warga masyarakat untuk mendaftarkan
diri sebagai tenaga kerja harian;
d. Jika setelah dua minggu tidak ada yang
mendaftar, diijinkan pada penyedia barang/jasa
untuk membawa tenaga kerja dari luar lokasi
kegiatan.
2. Penyedia barang/jasa melakukan sosialisasi awal
kepada masyarakat calon pemanfaat di titik lokasi
kegiatan sebelum konstruksi dimulai;
3. Penyedia barang/jasa diharuskan melakukan
pemicuan/promosi kesehatan terlebih dahulu dan
melakukan pendataan jumlah calon pemanfaat yang
akan melakukan Sambungan Rumah (SR).

73
2.2.4. Operasi dan Pemeliharaan
1. Serah Terima Hasil Pekerjaan
a. Setelah pekerjaan selesai 100% (seratus per
seratus), penyedia barang/jasa mengajukan
permintaan secara tertulis kepada PPK untuk
penyerahan pekerjaan;
b. Dalam rangka penilaian hasil pekerjaan, PPK
menugaskan panitia/Pejabat Penerima Hasil
Pekerjaan (PPHP);
c. Panitia/Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan (PPHP)
melakukan penilaian terhadap hasil pekerjaan
yang telah diselesaikan oleh penyedia;
d. PPK menerima penyerahan pertama hasil
pekerjaan setalah seluruh hasil pekerjaan
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan kontrak
dan diterima oleh Panitia/Pejabat Penerima Hasil
Pekerjaan;
e. Dalam hal masa pemeliharaan tidak melewati
akhir tahun anggaran, maka pembayaran
dilakukan sebesar 95% (sembilan puluh lima
perseratus) dari total nilai kontrak, sedangkan 5%
(lima perseratus) merupakan retensi selama masa
pemeliharaan atau pembayaran dilakukan 100%
(seratus per seratus) dari nilai kontrak dan
penyedia harus menyerahkan jaminan
pemeliharaan sebesar 5% (lima perseratus) dari
nilai kontrak;
f. Penyedia wajib memelihara hasil pekerjaan
selama masa pemeliharaan sehingga kondisi tetap
seperti pada saat penyerahan pertama pekerjaan;
g. Setelah masa pemeliharaan berakhir, penyedia
mengajukan permintaan secara tertulis kepada
PPK untuk penyerahan akhir pekerjaan;
h. PPK menerima penyerahan akhir pekerjaan
setelah penyedia jasa penyedia melaksanakan
semua kewajibannya selama masa pemeliharaan
dengan baik. PPK wajib membayar sisa nilai
kontrak yang belum dibayar atau mengembalikan
jaminan pemeliharaan;
i. Apabila penyedia tidak melaksanakan kewajiban
pemeliharaan sebagaimana mestinya, maka PPK
berhak menggunakan uang retensi untuk

74
membiayai perbaikan/pemeliharaan atau
mencairkan jaminan pemeliharaan.
2. Pemeliharaan
Agar prasarana infrastruktur terbangun dapat
bermanfaat dan berkelanjutan maka kegiatan
pemeliharaan dapat dilakukan oleh Pemerintah
Daerah dalam hal ini Organisasi Perangkat
Daerah (OPD) Dinas/Instansi terkait.
2.3. Pelaporan oleh OPD Terkait
Berdasarkan Permen PUPR No 21/PRT/M/2017 kegiatan
pelaporan oleh OPD Kabupaten/Kota dilakukan dalam jangka
waktu triwulanan seperti; triwulan pertama : 31 Maret, triwulan
kedua : 30 Juni, triwulan ketiga 30 September dan triwulan
keempat 31 Desember. Pelaporan tersebut dilakukan secara
manual dan elektronik (e-Monitoring DAK Kementerian PUPR).
Sedangkan laporan yang dibuat oleh Tenaga Fasilitator Lapangan
(TFL) antara lain sebagai berikut :

a. Laporan rencana tindak lanjut dan realisasi hasil


pendampingan lapangan secara berkala setiap dwi mingguan;
b. Rekapitulasi realisasi hasil pendampingan lapangan periode
satu bulan, yang berisi capaian pelaksanaan kegiatan di
lapangan, rencana kerja tindak lanjut periode satu bulan
kedepan.

75
MENTERI
cq. Sekretaris Jenderal

14 hari
kerja
14 hari
kerja Direktorat
Jenderal terkait

GUBERNUR
cq. Kepala Bappeda

10 hari 10 hari
10 hari
kerja Tembusan kerja
kerja

Kepala SKPD
Kepala Balai/
Provinsi sub Satker Terkait
bidang

BUPATI/WALIKOTA
cq Kepala Bappeda

Tembusan

5 hari kerja
Gambar Mekanisme Pelaporan

Laporan Progres Mingguan


dan Triwulanan
Kepal SKPD Kab/Kota
sub bidang
KSM dan TFL

1. KEMITRAAN DENGAN TNI DALAM PELAKSANAAN DAK


BIDANG SANITASI
OPD pengelola DAK Bidang Sanitasi dapat menjalin
kemitraan dengan unit kesatuan TNI terkecil setingkat
Koramil dan Kodim dalam hal pelaksanaan prasarana
konstruksi.
a. Kegiatan kontraktual/Kontraktual Padat Karya:
OPD dapat meminta dukungan tenaga kerja kepada unit
Koramil/Kodim terdekat dengan alokasi biaya maksimal

76
sejumlah porsi upah tenaga kerja dalam kontrak (tidak
termasuk upah kepala tukang, tukang ahli dan sewa alat).
b. Kegiatan swakelola/ pemberdayaan:
OPD dapat meminta dukungan tenaga kerja kepada
Koramil/Kodim dalam hal kurang ketersediaan tenaga
kerja dari masyarakat calon pemanfaat. Jumlah tenaga
kerja dari TNI ditentukan dalam rembug warga dengan
TNI.
c. Lokasi kegiatan didalam lingkungan Asrama dan fasilitas
TNI:
Komandan Koramil/Kodim dapat mengajukan usulan
calon lokasi kepada OPD pengelola DAK Bidang Sanitasi.
Apabila terpilih sebagai lokasi pelaksanaan DAK Bidang
Sanitasi, maka ketentuan pelaksanaan mengikuti pola
pemberdayaan (swakelola) dimana anggota TNI menjadi
calon pemanfaat, sehingga warga di lingkungan
asrama/fasilitas TNI membentuk KSM dan KPP.
Prasarana sanitasi yang terbangun sedapat mungkin
menyertakan pelayanan kepada masyarakat disekitarnya.

2. PENGARUSUTAMAAN GENDER (PUG)


Dalam setiap tahapan proses pelaksanaan DAK Bidang
Sanitasi, OPD/PPK pengelola dana DAK Bidang Sanitasi
memaksimalkan peran dan keterlibatan gender: kaum
perempuan, masyarakat dengan keterbatasan fisik, kaum
lansia, dan masyarakat marginal sebanyak minimal 30
persen.
Sebagai agen perubahan yang bisa memicu keluarga dan
lingkungan dalam hal perubahan perilaku hidup bersih sehat
pada sub bidang sanitasi, maka keterlibatan kaum
perempuan dalam proses khususnya perencanaan di
upayakan semaksimal mungkin, mengingat dalam kehidupan
sehari hari kaum perempuan lah yang selalu bersentuhan
dengan air dan sanitasi. Kaum perempuan dapat bekerja
sama dengan Puskesmas/Posyandu terdekat, PKK dan
kelompok arisan dalam kampanye sanitasi.
Keterlibatan kaum perempuan dalam pelaksanaan konstruksi
lebih diarahkan pada pencatatan laporan, pengupahan tenaga
kerja, pembelanjaan, dan penagihan swadaya masyarakat (In
Cash). Keterlibatan kaum perempuan dalam pasca konstruksi

77
dan keberlanjutan pengembangan pelayanan adalah sebagai
anggota/ pengurus KPP.

3. PENGAWASAN
Kegiatan DAK Bidang Sanitasi memerlukan adanya
pengawasan oleh seluruh komponen masyarakat dan tim
pengawas (OPD Kabupaten/Kota). Pengawasan mulai dari
persiapan sampai akhir pelaksanaan pekerjaan demi untuk
menjaga konsistensi penerapan prinsip-prinsip dasar Program
DAK Bidang Sanitasi. Pengawasan yang dimaksud meliputi :
1. Pengawasan administrasi yang dilakukan terhadap
dokumentasi pelaksanaan kegiatan dan pelaporan;
2. Pengawasan teknis terhadap hasil pelaksanaan pekerjaan
untuk mengetahui realisasi fisik pekerjaan lapangan
meliputi:
❖ Pengawasan terhadap bahan meliputi pengadaan,
pemakaian dan sisa bahan;
❖ Pengawasan terhadap penggunaan peralatan untuk
menghindari tumpang tindih pemakaian di lapangan;
❖ Pengawasan terhadap penggunaan tenaga kerja/ahli
agar pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan yang
direncanakan.
3. Pengawasan keuangan yang mencakup cara pembayaran
serta efesiensi dan efektifitas penggunaan keuangan; dan
4. Apabila dari hasil pengawasan ditemukan penyimpangan,
maka PPK harus segera mengambil tindakan.
4. PEMANTAUAN DAN EVALUASI
a. Pemantauan
Indikator dalam pemantauan dan evaluasi pelaksanaan
program dan kegiatan berdasarkan Permen PUPR No.
21/PRT/M/2017, antara lain meliputi ;
1. Kesesuaian pelaksanaan Rencana Kegiatan (RK) dengan
program prioritas nasional;
2. Kesesuaian Rencana Kegiatan (RK) dengan pelaksanaan
Rencana Kegiatan (RK);
3. Kesesuaian Rencana Kegiatan (RK) dengan Daftar
Pelaksanaan Anggaran (DPA) Daerah;
4. Proses pelaksanaan pengadaan barang dan jasa;
5. Kesesuaian hasil pelaksanaan kegiatan dengan
dokumen kontrak yang telah ditetapkan;

78
6. Kesesuaian pencapaian output hasil pelaksanaan
kegiatan dengan target Rencana Kegiatan (RK);
7. Kesesuaian pencapaian outcome hasil pelaksanaan
kegiatan dengan target Rencana Kegiatan (RK); dan
8. Kepatuhan dan ketertiban pelaporan.
b. Evaluasi
Tim pengawas (OPD Kabupaten/Kota) beserta seluruh
komponen masyarakat dibantu oleh Tenaga Fasilitator
Lapangan (TFL) melakukan evaluasi mingguan terhadap
pelaksanaan pekerjaan yang meliputi :
1. Pengadaan dan penggunaan material/bahan;
2. Pengadaan dan penggunaan tenaga kerja/ahli;
3. Pengadaan dan penggunaan peralatan/suku cadang;
4. Realisasi keuangan dan biaya yang diperlukan;
5. Pelaksanaan fisik (konstruksi) prasarana dan sarana air
limbah serta jaringan perpipaan;
6. Hasil kerja dari setiap jenis pekerjaan.
Dari hasil evaluasi tersebut, penanggungjawab memberikan
masukan dan rekomendasi untuk memperbaiki dan
meningkatkan pelaksanaan pekerjaan swakelola di masa yang
akan datang.

79
MENTERI
cq. Sekretaris Jenderal
Hasil Pemantauan
dan Evaluasi Kinerja
(Semesteran)

Hasil Pemantauan
dan Evaluasi Kinerja
(Semesteran) Tim Koordinasi Kementerian

Tim Teknis Tim Teknis Tim Teknis Tim Teknis


Sb Irigasi Sb Jalan Sb Air Minum Sb Sanitasi

GUBERNUR
Hasil Pemantauan
dan Evaluasi Kinerja
(Semesteran)

Tim Koordinasi Provinsi

Bappeda Balai/Satker Dinas Teknis


Pusat

Pemantauan dan
Evaluasi Kinerja

SKPD sub
SKPD
SKPD Provinsi
sub bidang
bidang

BUPATI/WALIKOTA
Hasil Pemantauan
dan Evaluasi Kinerja
(Semesteran)

Tim Koordinasi Kab/Kota

Bappeda Dinas Teknis

Pemantauan dan
Evaluasi Kinerja

SKPD sub
SKPD Kab/Kota
SKPD subbidang
bidang

Gambar Mekanisme Pengawasan Dan Evaluasi

80
81
BAGIAN 2
Ketentuan teknis
2.1. KRITERIA TEKNIS
Lokasi prioritas kegiatan Dana Alokasi Khusus bidang sanitasi
antara lain sebagai berikut :
2.1.1. Lokasi Prioritas Kegiatan DAK Reguler
Dana Alokasi Khusus reguler bidang sanitasi ditujukan
bagi Kabupaten/Kota yang memiliki kriteria sebagai
berikut:
1. Sudah atau sedang menyusun dokumen Strategi
Sanitasi Kabupaten/Kota (SSK). Kegiatan DAK yang
diusulkan oleh kabupaten/kota harus sudah masuk
dalam dokumen SSK;
2. Kegiatan DAK Reguler Sanitasi Tahun 2018 dilakukan di
luar lokasi (kecamatan/kelurahan/desa) kegiatan DAK
Afirmasi dan DAK Penugasan.
2.1.2. Lokasi Prioritas DAK Afirmasi
Dana Alokasi Khusus afirmasi bidang sanitasi ditujukan
bagi Kabupaten/Kota yang memiliki kriteria sebagai
berikut :
1. Daerah Tertinggal
Sebagaimana tercantum dalam Peraturan Presiden
Nomor 131 Tahun 2015 tentang Penetapan Daerah
Tertinggal tahun 2015-2019, terdapat 122 daerah
tertinggal (kabupaten).
2. Daerah Perbatasan
Berdasarkan Peraturan Kepala BNPP No.1 Tahun 2015
tentang Rencana Induk Pengelolaan Perbatasan Negara
2015-2019 yang terdiri dari 10 Pusat Kegiatan Strategis
Nasional (PKSN) dan 187 kecamatan yang merupakan
lokasi prioritas perbatasan di 43 kabupaten/kota.
3. Transmigrasi
Berdasarkan Surat Menteri Desa, Pembangunan Daerah
Tertinggal dan Transmigrasi Nomor : S.426/M-
DPDTT/07/2016 perihal Kawasan Mandiri (KTM)
terdapat di 26 Provinsi dan tersebar di 37 Kabupaten dan
104 Satuan Permukiman (SP) sesuai surat menteri yang
menangani urusan desa, dan daerah tertinggal. Selain

82
itu ditujukan untuk 144 kawasan transmigrasi sesuai
dengan target RPJMN 2015-2019.
4. Daerah yang memiliki dokumen SSK/MPS
Sudah atau sedang menyusun dokumen Strategi
Sanitasi Kabupaten/Kota (SSK). Kegiatan DAK yang
diusulkan oleh kabupaten/kota harus sudah masuk
dalam dokumen SSK.
2.1.3. Lokasi Prioritas DAK Penugasan
Dana Alokasi Khusus penugasan bidang sanitasi ditujukan
bagi Kabupaten/Kota yang memiliki kriteria sebagai
berikut :
1. Diprioritaskan bagi Kabupaten/kota yang memiliki
akses sanitasi di bawah rata-rata akses nasional
(<67,2%);
2. Kabupaten/kota yang sudah atau sedang menyusun
dokumen Strategi Sanitasi Kabupaten/Kota (SSK).
Kegiatan DAK yang diusulkan oleh kabupaten/kota
harus sudah masuk dalam dokumen SSK;
3. Penyediaan tangki septik individu perkotaan dan
pengadaan truk tinja dilakukan pada kabupaten/kota
yang sudah mempunyai IPLT dan sedang membentuk
atau sudah mempunyai sistem pengelolaan lumpur tinja
(reguler/on-call basis);
4. Penambahan pipa pengumpul dan SR dilakukan pada
kabupaten/kota yang telah memiliki IPALD terpusat
(skala kota dan permukiman);
5. Pembangunan tangki septik skala individual perdesaan
dari akses dasar menjadi akses layak dilakukan pada
lokasi yang telah dinyatakan sebagai kawasan Open
Defecation Free (ODF) selama minimal 2 tahun,
berdasarkan data STBM;
6. Pembangunan MCK ++ dan jaringan perpipaan
dilakukan pada pesantren/lembaga pendidikan agama
minimal 300 siswa menetap;
7. Kegiatan penyediaan tangki septik komunal dan
pembangunan baru IPALD skala permukiman
diprioritaskan pada kawasan kumuh (desa/kelurahan)
sesuai dengan Surat Keputusan Penetapan Kawasan
Kumuh yang diterbitkan oleh Bupati/Walikota atau
baseline pemetaan kawasan kumuh Ditjen Cipta Karya.
Kegiatan ini diarahkan untuk mendukung penanganan
permukiman kumuh perkotaan terutama pada
83
lokasi/kawasan kegiatan KOTAKU/National Slum
Upgrading Project (NSUP) dan Neighborhood Upgrading
and Shelter Sector Project Phase-2 (NUSP-2);
8. Kabupaten/kota yang sudah atau sedang menyusun
dokumen Strategi Sanitasi Kabupaten/Kota (SSK).
2.1.4. Kriteria Kegiatan Bidang Air Limbah
Seluruh air yang dihasilkan oleh aktivitas rumah tangga
(Mandi, Cuci, Kakus, Dapur) dan limbah dari industri
rumah tangga yang bersifat organik, dialirkan dengan
jaringan perpipaan menuju Instalasi Pengolahan Air
Limbah (IPAL) untuk diolah secara aerobik dan atau
anaerobik sehingga hasil pengolahan memenuhi baku
mutu yang dipersyaratkan oleh Kementerian Lingkungan
Hidup dan Kehutanan (KLHK). Kegiatan penanganan
tersebut diperioritaskan pada:
1. Lokasi yang telah dinyatakan sebagai kawasan Open
Defecation Free (ODF) selama minimal 2 tahun,
berdasarkan data Sanitasi Total Berbasis Masyarakat
(STBM) dibuktikan dengan Sertifikat ODF dari
Kementerian Kesehatan/ Dinkes;
2. Khusus untuk Kabupaten/Kota yang sudah memiliki
Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT) dan sedang
menyusun/ sudah mempunyai sistem pengelolaan
lumpur tinja (reguler/on-call basis);
3. Lembaga pendidikan agama minimal 300 siswa menetap;
4. Kabupaten/Kota yang telah memiliki Instalasi
Pengolahan Air Limbah Domestik (IPALD) terpusat skala
kota, kawasan dan/atau permukiman;
5. Kawasan Permukiman Kumuh dibuktikan dengan Surat
Keputusan (SK) kawasan kumuh dari Bupati/Walikota.
2.2. PILIHAN PRASARANA DAN SARANA SANITASI
Pemilihan opsi prasarana dan sarana sistem pengolahan air
limbah sangat tergantung kepada kebutuhan atau kapasitas
pengolahan, kondisi lingkungan kepadatan penduduk,
ketersediaan lahan, ketinggian muka air tanah, Aspirasi non
teknis yang terkait dengan perencanaan dan pemilihan sistem
serta kemudahan dalam pengoperasian dan pemeliharaannya.
Prasarana dan sarana sanitasi dalam Program Dana Alokasi
Khusus (DAK) dipilih sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan
kondisi lingkungan setempat berdasarkan asas keberlanjutan.
Jenis sarana sanitasi terpilih ini akan menjadi dasar dalam

84
penyusunan Rencana Kerja Masyarakat (RKM) yang dilakukan
oleh KSM sebagai tim pelaksana swakelola. Untuk daerah spesifik
seperti daerah pantai, daerah rumah panggung, daerah wilayah
sungai, daerah rawa dan muka air tanah tinggi serta daerah
banjir, alternatif pilihan teknologi pengolahan dan jenis SPALD-S
atau SPALD-T skala permukiman dengan sistem perpipaan harus
ada rekomendasi dari Direktorat Pengembangan PLP.
Proses utama pengolahan air limbah domestik dalam prasarana
dan sarana bidang sanitasi adalah proses secara biologi, untuk
teknologi pengolahannya terdiri dari beberapa pilihan/opsi yaitu:
a. Proses secara Anaerobik;
b. Proses secara Aerobik;
c. Kombinasi Proses Anaerobik dan Aerobik.
Untuk membantu masyarakat dalam memahami
teknologi/prasarana sanitasi dilaksanakan sosialisasi, penjelasan
dan diskusi-diskusi dalam rembug warga yang diselenggarakan
oleh OPD sebagai pengelola kegiatan swakelola bidang sanitasi.
Alternatif pilihan teknologi berdasarkan pertimbangan :
❖ Hasil pemetaan (transect walk), observasi detail awal oleh OPD
bersama dengan masyarakat pada tahun sebelumnya;
❖ Hasil pemetaan masyarakat, klasifikasi, kondisi sumber air,
existing sanitasi, identifikasi calon pengguna dan akses
terhadap sarana sanitasi yang direncanakan.
Alternatif pilihan sarana dan prasarana sanitasi dalam Program
Dana Alokasi Khusus (DAK) bidang sanitasi terdiri dari;
2.2.1. Sistem Pengolahan Air Limbah Domestik Setempat
(SPALD-S)
Komponen SPALD-S Terdiri Dari;
1. Sub-sistem Pengolahan Setempat
Sub_sistem Pengolahan setempat berfungsi untuk
mengumpulkan dan mengolah air limbah domestik
(black water dan Grey Water) dilokasi sumber.

Kapasitas pengolahan terdiri atas;


1) Skala Individual dapat berupa cubluk kembar, Tangki
Septik dengan bidang resapan, biofilter dan khusus
pada daerah spesifik/tertentu seperti pasang surut,
kepulauan, pantai, dll dapat menggunakan tangki
septik fabrikasi yang sudah SNI dari Puslitbangkim
Kementrian PUPR;

85
2) Skala komunal diperuntukan:
a. 2 (dua) sampai dengan 10 (Sepuluh) unit rumah
tinggal;
b. Mandi Cuci Kakus (MCK).
2. Sub-sistem Pengangkutan
Sub-sistem pengangkutan merupakan sarana untuk
memindahkan lumpur tinja dari sub-sistem pengolahan
lumpur tinja.
3. Sub-sistem Pengolahan Lumpur Tinja
Sub-sistem Pengolahan Lumpur Tinja berfungsi untuk
mengolah lumpur tinja yang masuk dalam IPLT. sub-
sistem pengolahan lumpur tinja terdiri dari pengolahn
fisik, pengolahan biologis, dan/atau pengolahan kimia.
Pilihan Sarana dan Prasarana dalam SPALD-S
1. Pengembangan Pelayanan Penyedotan Lumpur Tinja
melalui:
a. Pembangunan tangki septik skala individu di
perkotaan dengan kepadatan penduduk ≤ 150
jiwa/Ha, satu titik lokasi/satu KSM minimal 50 unit,
khusus untuk kabupaten/kota yang sudah memiliki
IPLT dan sedang menyusun/ sudah mempunyai
sistem pengelolaan lumpur tinja (reguler/on-call
basis);
b. Pengadaan truk tinja maksimal 1 unit truk untuk
kabupaten/kota yang sudah memiliki IPLT dan
sedang menyusun/ sudah mempunyai sistem
pengelolaan lumpur tinja (reguler/on-call basis).
2. Pembangunan tangki septik skala komunal (5-10 KK);
3. Pembangunan tangki septik skala individual perdesaan
dari akses dasar menjadi akses layak pada lokasi yang
telah dinyatakan sebagai kawasan Open Defecation Free
(ODF) selama minimal 2 tahun, berdasarkan data
Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM), satu titik
lokasi atau satu KSM minimal 50 unit.
4. Pembangunan tangki septik skala komunal (5-10 KK) di
kawasan permukiman kumuh.
Pilihan teknologi prasarana air limbah 1 dan 3
diperuntukkan bagi Kabupaten/Kota yang sudah memiliki
Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT) dan Layanan
Lumpur Tinja Terjadwal (LLTT).

86
2.2.2. Pengertian dan Ilustrasi Gambar Sarana dan
Prasarana Sanitasi :
1. Air limbah domestik rumah tangga adalah semua jenis
air buangan rumah tangga yang berasal dari mandi,
dapur, cuci dan kakus.
2. Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT) adalah
instalasi pengolahan air limbah yang di desain hanya
menerima lumpur tinja melalui mobil atau gerobak tinja
(tanpa perpipaan);
3. Truk Tinja/Mobil Tinja adalah mobil tangki yang
digunakan untuk menguras lumpur tinja dari bangunan
pengolahan air limbah rumah tangga yang membawanya
ke IPLT untuk diolah;
4. Open Defecation Free (ODF) adalah kondisi ketika setiap
individu dalam komunitas tidak Buang Air Besar
Sembarangan (BABS), dengan kriteria sebagai berikut :
a. Semua masyarakat telah BAB hanya di jamban;
b. Tidak terlihat tinja manusia di lingkungan sekitar;
c. Tidak ada bau tidak sedap akibat pembuangan
tinja/kotoran manusia;
d. Jamban yang ada secara kualitas terjamin kesehatan
dan tidak mencemari lingkungan;
e. Ada penerapan sanksi, peraturan atau upaya lain oleh
masyarakat untuk mencegah kejadian BAB di
sembarang tempat.
5. Opsi buatan pabrik dipilih dengan kondisi muka air
tanah kurang dari 1,5 meter. Buatkan cassing dari
bahan pasangan bata atau beton;
6. Sistem Gabungan MCK Kombinasi IPAL Komunal dan
Sistem Perpipaan Sederhana. Sistem ini mengakomodasi
masyarakat yang tidak memiliki maupun yang memiliki
jamban pribadi. IPAL yang digunakan disambungkan
dengan outlet MCK plus dan sistem perpipaan.
Direkomendasikan agar MCK Kombinasi IPAL Komunal
ditempatkan dekat dengan fasum-fasos maupun jalan
lintas utama masyarakat;
7. Mengacu dari SNI 03-2398-2002 tentang perencanaan
tangki septik dengan sistem resapan, maka pengertian
tangki septik adalah suatu ruangan yang berfungsi
untuk menampung dan mengolah air limbah domestik
rumah tangga dengan kecepatan air yang lambat,
sehingga memberi kesempatan untuk terjadi
pengendapan terhadap suspensi benda-benda padat,
87
dan kesempatan untuk penguraian penguraian bahan-
bahan organik oleh Mikroorganisme/bakteri anaerobik
atau aerobik.
Pilihan teknologi yang ada untuk tangki septik sangat
beragam. Salah satunya dapat berdasarkan pada
material pembuatnya seperti dari beton atau fabrikasi
yang sudah tersertifikasi SNI. Walau bentuk dan
material pembuatnya berbagai macam namun prinsip
utama dari tangki septik harus diutamakan yaitu :
a. Bangunan harus kedap air;
b. Mempunyai pipa udara (hawa);
c. Mempunyai lubang kontrol untuk proses penyedotan
akumulasi lumpur tinja yang terbentuk;
d. Mempunyai ruangan yang cukup untuk terjadi proses
pengendapan dan pengolahan.
8. Tangki Septik Sakala Individual di Perkotaan dan
Perdesaan (minimal satu lokasi ada 50 unit). Usulan
prasarana ini khusus bagi Kabupaten/Kota yang sudah
memiliki IPLT dan sudah beroperasi, serta
berkomitmen mengeluarkan Perda/Perbup/Perwali
tentang program Layanan Lumpur Tinja Terjadwal
(LLTT) pada tahun berjalan. Khususnya Tangki Septik
Skala Individual di Perdesaan selain persayaratan
tersebut juga sudah harus ODF minimal 2 tahun;
9. Tangki Septik skala Individual di Perkotaan pada lokasi
kepadatan penduduk ≤ 150 jiwa/Ha adalah suatu
kolam atau bak bersekat-sekat sehingga terbagi dalam
beberapa ruang dan merupakan tempat pembuangan
yang dibuat dengan bahan kedap air, sehingga air
dalam tangki septik tidak dapat meresap ke tanah.
Tangki septik ini digunakan untuk mengolah limbah
cair rumah tangga skala individual terdiri dari bak
pengendap, ditambah dengan suatu filter yang diisi
kerikil atau pecahan batu untuk mengurai limbah;
10. Tangki Septik Skala Individual Perdesaan untuk
perbaikan unit pengolahan setempat dari akses dasar
menjadi akses layak pada lokasi yang telah dinyatakan
sebagai kawasan Open Defecation Free (ODF) selama
minimal 2 tahun berdasarkan data STBM, perencanaan
dalam satu lokasi minimal 50 unit. Usulan prasarana
ini khusus bagi Kabupaten/Kota yang sudah memiliki
IPLT yang sudah beroperasi, dan berkomitmen
mengeluarkan Perda/Peraturan Bupati/Peraturan

88
Walikota tentang program Layanan Lumpur Tinja
Terjadwal (LLTT) pada tahun berjalan;
11. Tangki Septik Dengan Media Bakteri. Sarana ini terdiri
dari bak kontrol yang berfungsi sebagai inlet dan
pembagi aliran, bak pengendap dan tiga kompartemen
biofilter. Rincian dimensi sesuai dengan tabel di bawah.
12. Tangki septik komunal media bakteri buatan pabrik
dapat dipilih apabila dengan kondisi muka air tanah
kurang dari 1,5 meter. Buatkan cassing dari bahan
pasangan bata atau beton;
13. Tangki Septik Komunal dengan Media Bakteri adalah
pembangunan jaringan perpipaan, Sambungan Rumah
(SR) dan IPAL bagi daerah semi perkotaan dengan
pelayanan 5–10 KK;
14. Bentuk design dapat disesuaikan dengan kondisi
lahan, asalkan volume efektif. Kedalaman efektif bak
kurang dari 2 meter tidak disarankan agar suasana
anaerobik tetap terjaga. Seluruh air limbah kakus,
mandi dan cuci dapat diolah. melalui Tangki Septik
dengan Media Filter.

Gambar Contoh Ilustrasi Tangki Septik Individu

15. Tangki Septik Skala Komunal (5-10 Kk)


Opsi teknologi tangki septik skala komunal dapat
dilaksanakan bagi lokasi yang memiliki kriteria sebagai
berikut :
a. Bagi warga yang belum memiliki jamban dan/atau
tangki septik sesuai SNI;
b. Jarak antar rumah maksimal 50 Meter;

89
c. Kepadatan penduduk 50-150 jiwa/Ha;
d. Setiap unit tangki septik skala komunal minimal
melayani 5-10 KK.

Gambar Ilustrasi Tangki Septik Komunal (5-10 KK)

Gambar Tangki Septik Komunal dengan Media Bakteri


5-10 KK (botol air mineral)

90
Gambar Design Tangki Septik Komunal (5-10 KK)

2.2.3. Sistem Pengolahan Air Limbah Domestik Terpusat


(SPALD-T)
Menetapkan proses pengolahan IPAL dalam SPALD-T yang
akan diterapkan dilengkapi dengan diagram alir. Proses
pengolahan yang akan diterapkan dalam sebuah IPAL
ditentukan dengan langkah berikut ini:
a. Mengumpulkan data mengenai air limbah domestik
yang akan diolah, meliputi kualitas dan kuantitas air
limbah domestik serta beban organik air limbah
domestic;
b. Menentukan proses pengolahan yang dibutuhkan
berdasarkan;
c. Aspek teknis yaitu kemudahan pengoperasian,
ketersediaan SDM, jumlah lumpur yang
dihasilkan, kualitas efluen;
d. Aspek non teknis yaitu ketersediaan lahan dan
ketersediaan biaya investasi dan pengoperasian.

91
Bagan Alir Pemilihan Unit Pengolahan pada IPAL
Komponen SPALD-T terdiri dari:
1. Sub-sistem Pelayanan
Sub-Sistem Pelayanan merupakan prasarana dan
sarana untuk menyalurkan air limbah domestik dari
sumber melalui perpipaan ke Sub-sistem Pengumpulan.
Sub-sistem Pelayanan terdiri dari:
a. Pipa tinja;
b. Pipa non tinja;
c. Bak perangkap lemak dan minyak dari dapur;
d. Pipa persil;
e. Bak kontrol.
f. Sumur resapan air hujan
2. Sub-sistem Pengumpulan
Sub-Sistem pengumpulan merupakan prasarana dan
sarana untuk menyalurkan air limbah domestik dari
Sub-sistem Pelayanan ke Sub-sistem Pengolahan
Terpusat.
Sub-sistem Pengumpulan terdiri dari :
a. Pipa Retikulasi yang terdiri dari pipa lateral dan pipa
servis
b. Pipa Induk
c. Prasarana dan sarana pelengkap (bangunan
pendukung).
3. Sub-Sistem Pengolahan Terpusat
Merupakan prasarana dan sarana berupa Instalasi
pengolahan air limbah domestik (IPAL) untuk mengolah
air limbah domestik yang dialirkan dari rumah-rumah
melalui Sub-sistem Palayanan dan Sub-Sistem
Pengumpulan, untuk diolah agar menghasilkan air hasil

92
olahan (Effluent) yang aman bagi lingkungan. Adapun
prasarana dan sarana IPAL terdiri atas :
a. Prasarana Utama
➢ Pre Treatment / Pengolahan Awal
▪ Proses Fisik
a. Screen;
b. Grit Chamber;
c. Equalisasi;
d. Settler/Sedimentasi awal.
➢ Primary Treatment / Pengolahan Utama
 Proses Biologi
a. Anaerobik;
b. Aerobik;
c. Kombinasi Anaerobik dan Aerobik.
➢ Post_Treatment / Pengolahan Lanjut
 Proses Fisik
a. Karbon Aktif;
b. Saringan pasir lambat;
c. Sedimentasi akhir;
d. Horizontal Gravel Filter / Wetland;
e. Proses kimia;
f. Desinfeksi dengan klorin.
b. Prasarana dan sarana pendukung meliputi :
➢ Infrastruktur jalan berupa jalan masuk, jalan
operasional dan jalan inspeksi;
➢ Sumur pantau;
➢ Alat pemeliharaan;
➢ Pagar pembatas;
➢ Pipa pembuangan;
➢ Tanaman penyangga dan/atau;
➢ Sumber energi listrik.
2.2.4. Perencanaan Sub_Sistem Pengumpulan
Perencanaan Sub_sistem pengumpulan dalam program
SANIMAS DAK terdiri dari jaringan pipa induk yang
berfungsi untuk membawa air limbah domestik dari
beberapa rumah menuju Instalasi Pengolahan Air Limbah
Domestik agar tidak terjadi pencemaran pada lingkungan
sekitarnya.
Sumber air limbah domestik dari rumah tangga adalah
sebagai berikut:
1. WC/kakus/jamban. Air limbah domestik yang berasal
dari sumber ini sering disebut dengan istilah black

93
water.
2. Kamar mandi, tempat cuci, dan tempat memasak
(dapur). Air limbah domestik yang berasal dari sumber
ini sering disebut dengan istilah grey water.
Pada tiap pertemuan atau belokan harus menggunakan
bak kontrol, jarak antara bak kontrol pada jaringan pipa
induk maksimal 20 meter bertujuan untuk mengurangi
akumulasi gas dan memudahkan pemeliharaan saluran.
Syarat-syarat pengaliran air limbah yang harus
diperhatikan, dalam perencanaan jaringan saluran air
limbah adalah :
1. Pengaliran secara gravitasi
2. Batasan kecepatan minimum dan maksimum harus
diperhatikan. Kecepatan minimum untuk memungkinkan
terjadinya proses self-cleansing,sehingga bahan padat
yang terdapat didalam saluran tidak mengendap di dasar
pipa,agar tidak mengakibatkan penyumbatan, sedangkan
kecepatan maksimum mencegah pengikisan pipa oleh
bahan-bahan padat yang terdapat didalam saluran.
No Kategori Keterangan
Tersedia Air Bersih Untuk
1 Suplai Air Bersih
Keperluan Gelontor
Minimal 100 mm,Karena
2 Diameter Pipa
Membawa Padatan
3 Aliran Dalam Pipa Aliran Seragam
Kecepatan Pengaliran
4 0,6 Meter/Detik
Minimal
Kecepatan Aliran
5 3 Meter/Detik
Maximal
Persyaratan teknis perencanaan pipa pengumpulan air
limbah domestik dapat di lihat pada tabel dibawah ini.
1. Dimensi dan Kemiringan Pipa
➢ Dimensi Pipa
Dimensi pipa untuk Sanimas adalah sebagai
berikut:
✓ Dimensi pipa untuk sambungan rumah/persil
adalah 3”-4”.
✓ Dimensi pipa untuk pipa induk adalah 4” – 6”.
➢ Kemiringan Pipa
Kemiringan pipa minimal diperlukan agar di dalam
pengoperasiannya diperoleh kecepatan pengaliran

94
minimal dengan daya pembilasan sendiri (self cleansing)
guna mengurangi gangguan endapan di dasar pipa.
Kemiringan muka tanah yang lebih curam daripada
kemiringan pipa minimal bisa dipakai sebagai
kemiringan desain selama kecepatannya masih di bawah
kecepatan maksimal.
Kemiringan pipa untuk SANIMAS adalah sebagai
berikut :
a. Kemiringan pipa untuk sambungan rumah (pipa
persil) adalah 1% - 2%.
b. Kemiringan pipa untuk pipa induk adalah 0.4% -
1%.
2. Bahan Perpipaan
Pemilihan bahan pipa harus betul-betul
dipertimbangkan mengingat air limbah banyak
mengandung bahan padat yang mengganggu atau
menurunkan kekuatan pipa. Demikian pula selama
pengangkutan dan pemasangannya, diperlukan
kemudahan serta kekuatan fisik yang memadai. Pipa
yang biasa dipakai untuk penyaluran air limbah
komunal adalah:
a. Pipa SNI khusus air limbah yang mengacu pada
SNI 06-0178-1987, dalam kondisi khusus dapat
digunakan pipa klas AW. Pipa klas D hanya boleh
digunakan untuk pipa persil (SR).
b. PE (polyethylene) untuk daerah rawa atau
persilangan di bawah air.
c. Pipa galvanis untuk kondisi jaringan pipa yang
terekspos.
3. Sambungan Perpipaan
1) Untuk PVC:
a. Solvent (lem): untuk diameter kecil;
b. Cincin karet: untuk diameter lebih besar.
2) Untuk Galvanis:
a. Flange atau las
4. Kedalaman Perpipaan
1. Kedalaman perletakan pipa minimal diperlukan
untuk perlindungan pipa dari beban di atasnya dan
gangguan lain;
2. Kedalaman galian pipa Persil > 0,2 m, selanjutnya
mengikuti gradien hidrolik. Dalam situasi tertentu
memperhitungkan beban luar.
5. Bangunan Pelengkap Pada Sub_sistem Pengumpulan

95
Prasarana dan sarana pelengkap (bangunan
pendukung) berupa unit bak kontrol yang berfungsi
sebagai awal dari satu kesatuan Sistem Pengolahan Air
limbah Domestik Terpusat (SPALD-T) unit pengolahan
ini terdiri dari;
1) Unit Manhole dengan Spesifikasi
a. Bentuk;
Bulat dengan diameter 60 cm
b. Bahan;
Precast/pracetak dengan campuran komposisi beton
1;2;3 atau dengan besi tuang
c. Tutup;
Prinsipnya rapat, kedap air dan udara, ringan dan
mudah dibuka untuk perawatan rutin dan
dikunci.
Bak Manhole digunakan untuk memudahkan
pemeliharaan pada saluran perpipaan apabila
terjadi penyumbatan.

2) Unit Drop Manhole


Drop Manhole digunakan apabila beda elevasi
pertemuan cabang saluran datang (Inlet) dan
saluran yang meninggalkan (Outlet) > 50 cm.

2.2.5. Perencanaan Sub_Sistem Pelayanan


Sub-sistem Pelayanan merupakan prasarana dan sarana
untuk menyalurkan air limbah domestik dari sumber
melalui perpipaan ke Sub-sistem Pengumpulan yang
terdiri dari beberapa unit proses pengolahan yaitu;
1. Grease Trap / Penangkap Lemak.
Unit perangkap lemak adalah bak kontrol yang
dilengkapi dengan pipa masuk (inlet) dan keluar (outlet)

96
yang berfungsi memisahkan lemak dan padatan dari
dapur. Unit ini dimaksudkan untuk mencegah
penyumbatan akibat masuknya lemak ke dalam pipa.
Disarankan dipasang diluar dapur dan daerah dengan
pemakaian air rendah, dan lokasinya sedekat mungkin
dengan sumbernya.
Spesifikasi Unit penangkap lemak sebagai berikut;
a. Bentuk;
- Bulat dengan diameter 40 cm
b. Bahan;
- Precast/pracetak dengan campuran beton komposisi
1:2:3
- Besi tuang
c. Lokasi;
Penempatan sedekat mungkin dengan
dapur,Kedalaman dari muka tanah maximal 50 cm

d. Tutup;
Prinsipnya adalah Rapat,kedap air dan udara,ringan
dan mudah di buka untuk perawatan rutin dan di
kunci, jika terletak pada badan jalan,wajib
menggunakan bahan dari besi tuang, jika tidak
terletak tidak dibadan jalan boleh menggunakan
bahan campuran beton dengan komposisi 1:2:3 atau
dari plastik.
2. Bak Kontrol Sambungan Rumah
Berfungsi untuk mengalirkan air limbah yang bersumber
dari WC/kakus/jamban, cuci dan mandi.
Unit Bak Kontrol dari kamar mandi/WC dengan spesifikasi;
a. Bentuk;
Bulat dengan diameter 40 cm
b. Bahan;
Precast/pracetak dengan campuran komposisi beton
1;2;3 atau dengan besi tuang
c. Tutup;
Prinsipnya rapat, kedap air dan udara, ringan dan
mudah dibuka untuk perawatan rutin dan dikunci.
3. Bak Kontrol Utama

97
Berfungsi untuk mengalirkan seluruh air limbah pada
Sub_sistem pengumpulan menuju ke sub_sistem
pengolahan.
4. Sumur Resapan Air Hujan
Bertujuan untuk mengantisipasi air hujan dari
lingkungan warga masuk ke sub-sistem pengolahan
yang dapat mengganggu kinerja IPAL secara
keseluruhan. Sumur resapan ini berfungsi untuk
meresapkan air hujan khususnya pada lokasi dimana
warga yang mempunyai sumur terbuka.
2.2.6. Perencanaan Sub - Sistem Pengolahan
Rencana Teknik Rinci (RTR) Sub_sistem Pengolahan berupa
Instalasi Pengolahan Air Limbah Domestik (IPAL) dibuat
oleh masyarakat dan didampingi oleh tenaga fasilitator
lapangan setelah jenis sarana sanitasi dan teknologi
pengolahan air limbah domestik dipilih oleh masyarakat
dalam rembuk warga.
Opsi teknologi dalam perencanaan Instalasi Pengolahan Air
Limbah Domestik (IPAL) dalam SANIMAS DAK minimal
terdiri dari;
1. Unit Grit Chamber & Screen/ Penangkap padatan.
Sebelum masuk ke unit pengolahan, dibangun
konstruksi Grit chamber dan screen yang berfungsi
untuk menangkap padatan besar dan padatan inorganic
seperti pasir, plastik, logam, kaca, dlsb. Sehingga tidak
mengganggu sistim pengolahan selanjutnya.
2. Unit Equalisasi /Bak Perata Aliran
Berfungsi untuk meratakan/ menyamakan beban aliran
yang masuk agar menjadi laminer/rata sehingga tidak
mengganggu sistem pengolahan selanjutnya.
3. Unit Settler/Sedimentasi Awal
Berfungsi untuk mengendapkan padatan organic dalam
limbah sehingga Total padatan tersuspensi dalam air
limbah akan mengendap dan dilanjutkan dengan
stabilisasi dari bahan yang diendapkan tersebut melalui
proses anaerobic.
4. Unit Pengolahan Secara Biologi
Pengolahan biologis adalah penguraian bahan organik
yang terkandung dalam air limbah oleh
mikroorganisme/bakteri sehingga menjadi bahan kimia
sederhana berupa unsur-unsur dan mineral yang siap

98
dan aman dibuang ke lingkungan. Dalam pengolahan
ini, polutan yang degradable (mudah diuraikan) dapat
segera dihilangkan. Polutan tersebut merupakan
makanan bagi bakteri, sehingga dalam waktu yang
singkat bakteri akan berkembang biak menghabiskan
polutan yang ada dalam air limbah dan menghasilkan
lumpur biologis sebagai endapan. Pengolahan secara
biologi terbagi menjadi 2 bagian yaitu;
a. Proses Anaerobik adalah proses pengolahan air
limbah secara biologi dengan dibantu menggunakan
mikroorganisme jenis anaerob dalam mendegradasi
parameter pencemar (BOD,COD) yang terkandung
dalam air limbah. Dalam aplikasinya terdapat 2 (dua)
model/jenis tumbuh dan berkembangnya
mikroorganisme/bakeri yaitu secara melayang dan
melekat pada suatu media yang di pasang dalam
kompartemen pengolahan.
Skema pengolahan air limbah dengan proses
Anaerobik dapat di lihat seperti gambar berikut;

Pengoalahan Pengoalahan
Proses Anaerobik
awal outlet Akhir
inlet

b. Proses Aerobik adalah proses pengolahan air limbah


secara biologi dengan dibantu menggunakan
mikroorganisme jenis aerobik dalam mendegradasi
parameter pencemar (BOD,COD) yang terkandung
dalam air limbah. Dalam aplikasinya terdapat 2 (dua)
model/jenis tumbuh dan berkembangnya
mikroorganisme/bakeri yaitu secara melayang dan
melekat pada suatu media yang di pasang dalam
kompartemen pengolahan.
Skema pengolahan air limbah dengan proses Aerobik
dapat di lihat seperti gambar berikut;

Pengoalahan Pengoalahan
Proses Aerobik
awal outlet Akhir
inlet

c. Kombinasi proses Anaerobik dan Aerobik Proses


kombinasi anaerobik dan aerobik adalah proses
99
pengolahan air limbah secara biologi dengan
menggabungkan proses Anaerobik dan proses
Aerobik.
Skema pengolahan air limbah dengan proses
kombinasi dapat di lihat seperti gambar berikut;

Pengoalahan Proses Proses Pengoalahan


awal Anaerobik Aerobik Akhir
inlet outlet

5. Prasarana dan Sarana pendukung meliputi :


1. Infrastruktur jalan berupa jalan masuk, jalan
operasional dan jalan inspeksi;
2. Sumur pantau berfungsi untuk memonitoring
kualitas hasil olahan dan pengambilan sampel air
limbah.
2.2.7 Parameter Desain dalam Penyusunan RTR IPAL
Parameter Desain dalam Penyusunan RTR IPAL sebagai
berikut;
1. Debit Limbah
Debit Limbah dalam Rencana Teknik Rinci
pembangunan IPAL di tentukan berdasarkan
Perhitungan dan atau asumsi pemakaian air setiap jiwa
dari calon pengguna dan pemanfaat IPAL, contoh asumsi
kebutuhan air bersih per jiwa perhari.
a. Kota Kecil dengan kebutuhan 60-100
liter/orang/hari.
b. Kota Sedang dengan kebutuhan 90-100
liter/orang/hari.
c. Kota Besar dengan kebutuhan 100-150
liter/orang/hari.
* sumber pedoman konstruksi dan bangunan,
Dep. PU.
2. Karakteristik Limbah
Karakteristik air limbah adalah parameter yang
terdapat dalam air limbah secara fisik, biologi dan
kimia.
3. Baku Mutu Air Limbah
Baku mutu air limbah adalah ukuran batas atau kadar
unsur pencemar dan atau jumlah unsur pencemar
yang ditenggang keberadaannya dalam air limbah yang

100
akan dibuang atau dilepas ke dalam sumber air dari
suatu usaha dan atau kegiatan. Dalam merencanakan
unit instalasi pengolahan air limbah, kualitas effluent
pengolahan air limbah mengacu pada baku mutu
effluent yang berlaku.
4. Hydrolic Retention Time (HRT)/Waktu Tinggal
Makin lama waktu tinggal air limbah makin baik, tapi
di perhatikan juga dengan anggaran yang tersedia.
Dalam IPAL SANIMAS waktu tinggal yang digunakan
adalah minimum 24 Jam dengan pendekatan aliran
rata-rata air limbah dalam 24 jam atau 1 hari.
5. Organic Loading Rate /Laju Beban Organik
Kandungan organik air limbah yang biasa dinyatakan
dalam kgBOD/m3.
Hydrolic Loading / Beban Hidrolis
Dinyatakan sebagai volume air buangan yang dapat
diolah per satuan waktu persatuan luas permukaan
media.
6. Media Filter
Sangat penting memahami kriteria media filter yang
akan digunakan/dipilih, beberapa hal yang perlu
diperhatikan dalam memilih media filter;
1. Mempunyai luas permukaan spesifik besar;
2. Mempunyai fraksi volume rongga tinggi;
3. Dibuat dari bahan yang tidak mudah rusak
terendam dalam air;
4. Mempunyai kekuatan mekaniknya yang baik;
5. Ringan;
6. Fleksibilitas;
7. Pemeliharaan mudah;
8. Reduksi cahaya;
9. Sifat kebasahan (wettability).
7. Ketersediaan Lahan
Lahan yang akan dimanfaatkan untuk bangunan IPAL
merupakan lahan yang memiliki letak yang lebih
rendah dari permukiman dan dekat dengan badan air
penerima yang aktif/mengalir sepanjang tahun,
memiliki luas yang memadai untuk dibangun IPAL,
status lahan harus pasti dan tidak dalam konflik.
2.2.8 Contoh Perhitungan Rencana Teknik Rinci IPAL
Berikut adalah salah satu contoh perhitungan desain IPAL
secara sederhana yang digunakan dalam program

101
SANIMAS dengan kapasitas pengolahan 50 KK setara
dengan 250 jiwa dengan lebar lahan yang tersedia 3 meter.
Sebagai contoh dalam buku pedoman ini adalah sistem
pengolahan air limbah domestik secara biologi dengan
proses anaerobik sebagai proses utamanya, menggunakan
media filter sebagai tempat menempelnya
microbiologi/bakteri yang dikenal dengan Anaerobik
filter/biofilter.
Pendekatan yang digunakan dalam sistem pengolahan air
limbah domestik dalam contoh ini adalah sebagai berikut:
1. Makin merata aliran, makin baik;
2. Makin lama waktu tinggal dalam bak settler, makin
baik;
3. Makin banyak mikroorganisme/bakteri makin baik;
4. Memperpanjang waktu kontak supernatan dalam air
limbah dengan media filter sebagai tempat tumbuh
dan berkembangnya mikroorganisme/bakteri dengan
cara membagi beberapa kompartemen/ruang/bak
anaerobic;
5. Makin luas permukaan media filter, makin baik;
6. Makin besar rongga dalam media filter (void ratio)
makin baik.
Unit-unit pengolahan yang terdapat dalam IPAL adalah
sebagai berikut;
1. Pengolahan Awal / Pre_Treatment
▪ Grit Chamber,Screen dan Equalisasi
Fungsi utama bukan untuk bak pengolahan,tapi
hanya untuk penampung awal agar aliran air
limbah ke ipal lebih laminer/rata,serta menangkap
padatan yang tidak dapat terurai seperti pasir dll,
harus dibersihkan maksimal 2 minggu sekali
▪ Sekat Gantung :
Berfungsi sebagai perangkap scum yang terbentuk
pada bak settler/sedimentasi awal.
▪ Settler/ Sedimentasi :
Proses sedimentasi/pengendapan dan dilanjutkan
dengan stabilisasi dari bahan yang diendapkan
tersebut melalui proses anaerobik. Tujuannya
adalah untuk mengendapkan dan menstabilkan
lumpur sebelum masuk ke pengolahan selanjutnya
(sebagai pengolahan awal).
▪ Ruang Lumpur

102
Berfungsi untuk menampung akumulasi
mikroorganisme/bakteri yang sudah menjadi
lumpur dari proses sedimentasi dalam bak
settler/sedimentasi.

▪ Gutter
Sebagai pengarah aliran dan menstabilkan
kecepatan aliran dari bak settler/sedimentasi
menuju ke Proses pengolahan utama.
2. Pengolahan Utama / Primary_Treatment
▪ Anaerobic Filter/Biofilter
Sistem ini untuk memproses bahan-bahan yang
tidak terendapkan dan bahan padat terlarut
(dissolved solid) dengan cara mengkontakan
dengan surplus mikroorganisme anaerobik pada
media filter dengan tujuan akan terjadi penguraian
bahan organik terlarut (dissolved organic) dan
bahan organik yang terspresi (dispersed organic)
yang ada dalam air limbah dalam kondisi Anaerobik
atau tanpa menggunakan oksigen.
3. Sumur Pantau
 Berfungsi untuk memonitoring kualitas air hasil
olahan dan pengambilan sampel air buangan.

Contoh Perhitungan IPAL dalam program SANIMAS


JUMLA
PARAMETER SATUAN KETERANGAN
H
Jumlah Pengguna 250 Jiwa (disesuaikan)
Penggunaan Air
90 liter/hari (disesuaikan)
Bersih
% dari air (standar 0,7 -
Timbulan Air Limbah 0,8
bersih 0,8 %)
Endapan Lumpur
15 liter/tahun (baku)
Limbah
Kooefisien Saat Jam
1,2 (pilih 1,1 - 1,2)
Sibuk
Waktu Tinggal di IPAL 24 jam (disesuaikan)
1 hari
untuk 50 KK dengan ketersediaan lebar lahan 3 m

A. Kapasitas Volume IPAL


103
- Penggunaan Air Bersih 50 KK (250) jiwa = Jumlah
Pengguna x Jumlah Penggunaan Air Bersih
= 250 jiwa x 90 liter/hari
= 22.500 liter/hari
= 22,5 m3/hari
- Volume Limbah = Timbulan Air Limbah x Penggunaan Air
Bersih
= 0,8 x 22,5 m3/hari
= 18 m3/hari
- Volume saat Jam Puncak = Koefisien Jam Sibuk x Volume
Limbah
= 1,2 x 18 m3/hari
= 21,6 m3/hari
-Q = Volume Jam Puncak : 1 hari
= 21,6 m3/hari : 24 jam
= 0,9 m3/jam
- Volume Lumpur = Endapan Lumpur Limbah x Jumlah
Pengguna x 1 hari
= 15 liter/tahun x250 jiwa x 1 Hari
= 3.750 liter/tahun
= 3,75 m3/tahun.

B. Kapasitas Unit Settler


- Waktu Tinggal di Settler = 12 jam
- Volume Bak Settler = Debit Air Limbah x Waktu Tinggal di
Settler
= 0,9 m3/jam x 12 jam
= 10,8 m3/hari
- Volume Bak Lumpur = 3,75 m3/jam
- Dimensi Bak IPAL =
- Lebar = 2,7 m (ditentukan)
- Tinggi = 2 m (ditentukan)
- Panjang = Volume Bak Settler : (Lebar x Tinggi)
= 10,8 m3/hari : (2,7 m x 2 m)
=2m

C. Cek Kecepatan Aliran di Unit Settler


- V max = 0,5 m3/jam
- Luas Penampang = Panjang Settler x Lebar Settler
= 2 m x 2,7 m
= 5,4 m2
- V (Kecepatan Aliran di Settler)= Debit Air Limbah : Luas
Penampang Settler

104
= 0,9 m3/jam : 5,4 m2
= 0,17 m3/jam
- V < V max => aman.

D. Kapasitas Unit Anaerobic Filter (AF)


- Jumlah Bak AF = 9 buah (direncanakan)
- Waktu Tinggal di AF = 12 jam (direncanakan)
- Volume Bak AF = Volume Bak Settler
= 10,8 m3/hari
- Volume 1 Bak AF = Volume Bak AF : Jumlah Bak AF
= 10,8 m3/hari : 9
= 1,2 m3/hari
- Dimensi 1 Bak AF =
- Tinggi = 2 m (ditentukan)
- Lebar = (Lebar settler – (2 x lebar dinding sekat)) :
3
= (2,7 m – (2 x 0,15) : 3
= 0,8 m
- Panjang = Volume AF : (Lebar AF X
Tinggi AF)
= 1,2 : (0,8 X 2)
= 0,75 m
=> dibuat 0,9 m agar mudah dalam pelaksanaan konstruksi.

E. Cek Kecepatan Aliran di Unit Anaerobic Filter (AF)


- V max = 1 – 2 m3/jam
- Luas Penampang AF = Panjang AF X Lebar AF
= 0,75 m x 0,8 m
= 0,6 m2
- Kecepatan Aliran di AF = Debit Air Limbah : Luas
Penampang AF
= 0,9 m3/jam : 0,6 m2
= 1,5 m3/jam
- V max bawah < V < Vmax atas => aman

Contoh Gambar RTR Perhitungan IPAL 50 KK Dengan


Ketersediaan Lahan Lebar 3 meter

105
106
107
108
109
110
111
Gambar
Contoh layout dan Bangunan IPAL KOMPAK beserta unit-unit IPAL
dalam program SANIMAS DAK

112
2.2.8.1. Rencana Anggaran Biaya (RAB)
Skema pelaksanaan perhitungan anggaran
biaya adalah ;

Analisa Harga
Upah Tenaga Kerja
Satuan Pekerjaan

RAB
Volume
Harga Bahan/Material
Pekerjaan

RAB = Volume Pekerjaan x Harga Satuan


Keterangan :
1. Upah Tenaga Kerja tergantung dari masing-
masing keahlian, dan dihitung perhari
kerja yaitu 8 jam per hari;
Upah tenaga kerja didapat dilokasi,
dikumpulkan dan dicatat dalam satu daftar
yang dinamakan daftar Harga Satuan
Upah;
2. Harga bahan/material untuk pelaksanaan
fisik didasarkan pada setiap daerah/lokasi
masing-masing (berdasarkan hasil survey
di lokasi masing-masing);
3. Harga satuan upah dan bahan/material
untuk dasar perhitungan Biaya
Perencanaan didasarkan Harga Satuan
Setempat;
4. Analisa harga satuan pekerjaan adalah
perhitungan analisa untuk mendapatkan
harga satuan pekerjaan dengan
menggunakan analisa SNI;
5. Harga satuan pekerjaan adalah jumlah
harga bahan dan upah yang
dihitung/berdasarkan analisa SNI;
6. Volume pekerjaan adalah besar volume
atau kubikasi suatu pekerjaan yang

113
dihitung berdasarkan gambar bestek dan
gambar detail;
7. Rencana anggaran biaya suatu bangunan
adalah perhitungan banyaknya biaya yang
diperlukan (bahan dan upah) untuk
menyelesaikan bangunan tersebut.
2.2.8.2. Konstruksi Bangunan pada Sistem
Pengolahan Air Limbah Domestik
Terpusat (SPAD-T).
Persyaratan Bangunan IPAL tidak
memperbolehkan adanya kebocoran sehingga
diharuskan memakai struktur beton
bertulang yang kuat dan kedap air.
1. Pondasi
a. Menggunakan batu pecah di tanam
dengan kedalaman galian 60 cm atau
sesuai dengan gambar perencanaan/
spesifikasi teknis.
b. Sisa tanah sisa galian dibuang ke tempat
yang telah disediakan atau dipindahkan
ke lokasi yang telah direncanakan.
c. Untuk lantai kerja pembuatan platform
dengan konstruksi beton tumbuk sesuai
perencanaan/spesifikasi teknis.
d. Pemadatan dan pengurugan kembali
bekas galian di sekitar lokasi yang telah
dibuat.
2. Lantai kerja
a. Dibuat lantai kerja minimal setebal 5 cm
(beton tumbuk kelas tiga) diatas tanah
sebelum tulangan beton
ditempatkan/dipasang.
3. Konstruksi Bangunan IPAL
Pemasangan platform dengan konstruksi
beton bertulang sesuai gambar
rencana/spesifikasi teknis.
a. Lantai bangunan IPAL dengan
konstruksi beton betulang
b. Dinding luar bangunan IPAL dengan
konstruksi beton bertulang

114
c. Sekat antar ruang dengan konsruksi
beton bertulang atau menggunakan
pasangan bata
d. Penghubung antar kompartemen dalam
bangunan menggunakan pipa PVC
berikut aksesorisnya berupa T dengan
diameter 2-4 inches
Saat pekerjaan bangunan IPAL harus
diperhatikan dan diawasi dengan teliti
karena kesalahan pekerjaan dapat
menyebabkan terjadinya kebocoran pada
bangunan pengolahan. Setelah unit
pekerjaan selesai dibangun harus
dilakukan pengetesan kebocoran dari unit.

Pemasangan Plat Atas Tutup IPAL


dan Tutup Menhole

2.2.8.3. Material Konstruksi Bangunan IPAL


1. Semen
Jenis dan tipe semen adalah jenis semen
yang ber SNI penggunaan umum
(pasaran).
2. Agregat Halus (pasir)
Agregat halus yang akan digunakan harus
memenuhi persyaratan sebagai berikut :

115
a. Terdiri dari butir-butir yang keras dan
kekal;
b. Tidak boleh mengandung lumpur lebih
dari 5%, yang ditentukan terhadap berat
kering;
c. Tidak boleh mengandung bahan-bahan
organis terlalu banyak;
d. Pasir dari laut tidak boleh digunakan;
3. Agregat Kasar
a. Agregat Kasar harus terdiri dari butir-
butir keras atau tidak berpori dan kekal;
b. Kandungan lumpur tidak boleh lebih
dari 1%, yang ditentukan terhadap berat
kering.
4. Air
Air yang akan dipakai untuk pembuatan
beton tidak boleh mengadung minyak,
garam, bahan-bahan organis atau bahan-
bahan lain yang dapat merusak beton/baja
tulangan.
5. Baja tulangan
a. Baja tulangan yang akan dipakai adalah
yang ada dipasaran;
b. Bentuk baja tulangan dapat berupa
tulangan polos atau tulangan
diprofilkan.
6. Pengujian kebocoran unit IPAL
a. Untuk membuktikan bahwa IPAL yang
sudah selesai dikerjakan tidak bocor,
maka pengujian struktur hidrolis harus
dilakukan sebelum dilakukan
pengecoran plat bagian atas;
b. Setelah bekisting dilepas, semua dinding
IPAL harus bersih dari timbunan,
supaya kebocoran pada dinding dapat
diketahui dengan jelas;
c. Sebelum pelaksanaan pengujian ini,
tidak boleh dilakukan pengecatan;
d. Tiap Unit Kompartemen yang akan
diperiksa diisi dengan air sampai dengan
setinggi outletnya;
e. Lakukan penutupan dan biarkan terisi
sekurang-kurangnya 24 jam;
116
f. Pengujian ini dilakukan per dua
kompartemen secara berurutan;
g. Ketinggian air selama waktu pengujian
harus diamati dan tidak boleh terjadi
penurunan muka air.;
h. Penurunan maksimum yang diijinkan
selama 24 jam adalah 1 cm. Bila
penurunan permukaan air lebih dari 1
cm dalam waktu 24 jam berarti IPAL
tersebut bocor dan harus dicari tempat
dimana yang bocor dan kemudian
dilakukan perbaikan.

Contoh Media Filter yang sudah di rakit

2.2.9. Ketentuan Teknis Operasi dan Pemeliharaan


Contoh iIustrasi Perkiraan Biaya Pengoperasian dan Pemeliharaan
Sistem MCK untuk 250 Jiwa
Kebutuhan Keterangan Rp /Bulan
Pekerjaan yang tidak
1. Operator & Penjaga 200,000,-
tetap
250 Watt (Pompa air
2. Listrik 100,000,-
dan lampu)
3. Pengurasan IPAL Rp. 250,000,-/ 2 tahun 1,000,-
Sabun dan pembersih
4. Peralatan Pembersih 20,000,-
lantai, dll
5. Perbaikan Pompa Rp. 100,000,- / Tahun 9,000,-
Serok, lampu, kran, cat
6. Lain-lain 20,000,-
dinding, dll
Total biaya pengoperasian dan pemeliharaan 350,000,-
117
II. BIAYA PENDAPATAN
Rata2 per
Fasilitas Rp. / Pakai
KK/hari
Rp. 2000,- s/d
1. Kamar Mandi 200 – 1000
Rp. 10000,-
Rp. 2000,- s/d
2. WC/Jamban 200 – 1000
Rp. 10000,-
Rp. 2000,- s/d
3. Mencuci & ambil air 200 – 1000
10000,-
* 1 KK = 5 ORANG

Petunjuk Pelaksanaaan Bagi Pengguna MCK

Jangan memasukkan benda


padat karena akan menyumbat Buang sampah di tempat
saluran sampah yang disediakan

Hindari air sabun dari air mandi Jangan membuang bahan kimia
maupun cuci masuk ke dalam karena akan mematikan bakteri
kloset

Gunakan sabun cuci sehemat Jangan corat-coret di dinding


mungkin kamar mandi, WC maupun
tempat cuci

118
Petunjuk Pelaksanaan Bagi Pengelola MCK/Operator

2 kali per hari gunakan pel Setiap hari bersihkan gayung


untuk membersihkan teras luar dengan sikat atau sabut
(gunakan bahan pembersih jika
sangat kotor saja)

Setiap hari bersihkan saringan Setiap hari buang sampah dalam


di lantai KM/WC dari kotoran KM/WC dan bersihkan tempat
padat/sampah sampah

Setiap hari kuras bak dengan Setiap hari bersihkan/sapu


sikat (gunakan bahan pembersih taman
jika sangat kotor saja) 1 kali per minggu rapikan taman
(tanaman dan rumput)

1 kali per minggu kuras dan 1 kali per bulan bersihkan


bersihkan tangki/tandon air dari langit-langit KM/WC dari sarang
lumut dan kotoran lain laba-laba

119
1 kali per minggu periksa bak 1 kali per 6 bulan buang kotoran
kontrol, jika terdapat kotoran padat dan kotoran yang
padat/sampah, keluarkan mengapung tepat di bawah
kemudian buang ke tempat manhole
sampah

Mulai dari bak inlet, dilanjutkan Ambil kotoran tepat di bawah


ke bak-bak berikutnya manhole

Gunakan alat T untuk Keluarkan semua kotoran yang


mengumpulkan kotoran tepat di terkumpul sampai tidak ada yang
bawah manhole tersisa

Mintalah tukang untuk memperbaiki semua kebocoran secepat


mungkin dan lihat sebabnya
1 kali per 6 bulan, Test Kualitas Air Limbah

Ambil 2 sample air limbah dari


Telpon dinas terkait
120
bak inlet dan bak outlet, masing-
masing 2 liter dalam botol
terpisah

Bawa 2 botol sampel ke laboratorium yang dirujuk.


Minta pemeriksaan untuk:
pH, BOD5, COD, TSS, lemak

Petunjuk Pelaksanaan Pengurasan IPAL dan MCK


1 kali per 2 tahun, pengurasan dengan truk tinja

Telpon perusahaan jasa Buka semua tutup manhole pada


pengurasan tinja IPAL

Angkat kotoran mengapung dan Masukkan pipa sedot dari truk


buang ke tempat sampah tinja sampai ke dasar bak, sedot
mulai dari bak pertama

Lumpur yang disedot adalah Hentikan pengurasan jika


lumpur yang berwarna hitam lumpur sudah berwarna coklat

121
SISTEM KOMUNAL
Contoh ilustrasi Perkiraan Biaya Pengoperasian dan Pemeliharaan
Sistem Komunal untuk 300 Jiwa
Biaya Pengoperasian dan
Rp./Bulan
Pemeliharaan
I. Jamban Biaya pengoperasian dan
II. Sambungan dari Rumah perawatan menjadi
tanggung jawab setiap
pengguna (KK)
III. Pipa Utama dan IPAL
1. Operator Inspeksi 4x/bulan di IPAL,
100,000.00
Pipa Utama, Pipa Sekunder @ Rp.
25.000,- / Inspeksi
2. Pengurasan setiap 2 tahun Rp.
21,000.00
500.000,-
3. Lain-lain: Perbaikan pipa, bak kontrol,
IPAL.
50,000.00
Asumsi: perbaikan pipa 40 m' setiap 2
tahun
Total Biaya Pengoperasian dan
171,000.00
Pemeliharaan
Biaya Pengoperasian dan Pemeliharaan
2,280.00
/KK/Bulan
Dibulatkan 2,500.00

Petunjuk Pelaksanaan Bagi Pengguna Sistem Komunal


IPAL akan berfungsi dengan baik jika Anda memasukkan limbah yang
benar, IPAL bukan tempat pembuangan semua jenis sampah!

Jangan membuang minyak


Jangan memasukkan limbah bekas ke saluran pembuangan
padat ke jamban karena akan dapur karena ketika mengering,
menyumbat saluran. lemaknya dapat menyumbat
pipa

122
Jangan membuang bahan kimia Jangan menanam pohon di
ke saluran karena akan dekat saluran perpipaan dan
mematikan bakteri di IPAL IPAL karena bisa merusak pipa

Gunakan secukupnya sabun Buanglah hanya limbah cair dari


cuci dan pembersih, baik untuk kamar mandi dan dapur dan
sistem pengolahan dan beri saringan untuk
menghemat memisahkan limbah padat

Ambil kotoran mengapung dari


bak penangkap lemak setiap 3
hari sekali
Periksa bak kontrol di rumah
setiap 3 hari sekali.
Buang limbah padat,
pasir/lumpur,
dengansekop/serok, kumpulkan
dalam tas plastik. Bawa ke
tempat pembuangan sampah

Bawa ke tempat pembuangan sampah


123
Petunjuk Pelaksanaaan Bagi Operator Sistem Komunal
Lakukan 1 Kali per minggu

Periksa setiap bak kontrol pada Buang limbah padat dan kotoran
sistem perpipaan mengapung

Jika tidak ada aliran air dalam Jika ada luapan air dari bak
bak kontrol, mungkin pipa kontrol, mungkin pipa
tersumbat atau rusakHentikan tersumbat.Hentikan kegiatan di
kegiatan di rumahBuka rumah, segera perbaiki jika ada
pemipaan, minta tukang untuk kerusakan pipa .Sogok dari bak
memperbaiki kerusakan kontrol ke bak kontrol lain

Minta tukang untuk Buang limbah padat dan kotoran


memperbaiki kerusakan mengapung dari bak inlet
secepatnya dengan sekop

124
Semua tutup bak kontrol dan Kumpulkan semua kotoran,
manhole IPAL harus bisa dibuka masukkan dalam tas plastik.
untuk mempermudah Buang ke tempat sampah
pengoperasian dan
pemeliharaan.
1 kali per 2 minggu:
buang kotoran padat dan kotoran yang mengapung tepat di bawah
manhole

Mulai dari bak inlet, dilanjutkan


ke bak-bak berikutnya Ambil kotoran tepat di bawah
manhole

Gunakan alat T untuk Keluarkan semua kotoran yang


mengumpulkan kotoran tepat di terkumpul sampai tidak ada
bawah manhole yang tersisa
Petunjuk Pelaksanaan Pengurasan IPAL Komunal
1 kali per 2 tahun, pengurasan dengan truk tinja

Telpon perusahaan jasa


pengurasan tinja Buka semua tutup manhole pada
125
IPAL

Angkat kotoran mengapung dan Masukkan pipa sedot dari truk


tinja sampai ke dasar bak, sedot
buang ke tempat sampah
mulai dari bak pertama

Lumpur yang disedot adalah Hentikan pengurasan jika


lumpur yang berwarna hitam lumpur sudah berwarna coklat

2.2.10. Ketentuan Teknis dalam Seleksi Lokasi


2.2.10.1. Seleksi Kelurahan
OPD menentukan calon Kelurahan/Desa yang
akan mendapat alokasi kegiatan DAK Bidang
Sanitasi dengan memilih beberapa
Kelurahan/Desa rawan sanitasi sesuai
dokumen SSK.
Kelurahan/Desa tersebut diundang dalam
forum sosialisasi tingkat Kabupaten/Kota
untuk memastikan kesiapan beberapa calon
titik lokasi yang memenuhi persyaratan teknis
dan keberlanjutan. Setiap Kelurahan/Desa
mengajukan beberapa calon titik lokasi (usulan
pejabat setingkat RT/RW).
2.2.10.2. Seleksi Titik Lokasi Menggunakan Metode
SELOTIP (Seleksi Lokasi Partisipatif)
Metode SELOTIP merupakan penyempurnaan
dari metode RPA dengan menggunakan tiga
variabel pokok, khusus untuk memilih lokasi
pada kegiatan pemberdayaan Bidang Sanitasi
di lingkungan Direktorat PPLP Kementerian
Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.
126
a. Tujuan Metode SELOTIP :
Untuk memilih lokasi sanimas yang paling
memenuhi kaidah petunjuk umum dan
keberlanjutan melalui penilaian secara cepat
dan terstruktur oleh sekelompok wakil calon
pemanfaat dari 2-4 calon titik lokasi di setiap
Kelurahan, ”mendapatkan lokasi yang pasti
sukses”
b. Variabel dan Bobot Penilaian SELOTIP :
1. Tingkat Partisipasi warga masyarakat (bobot
50 %);
2. Tingkat kepadatan penduduk (bobot 30 %);
3. Kondisi rawan sanitasi (bobot 20 %);

Jenis Informasi dan Alat SELOTIP yang digunakan di titik lokasi

Variabel
No SELOTIP Tools Bukti Dokumen
Penilaian titik
Lokasi
Berita Acara Rembug
1 Tingkat Partisipasi FGD dan Rembug Tentang Kesiapan
masyarakat Kontribusi

Tingkat kepadatan
2 Transect Walk Data Sekunder
penduduk

Kondisi rawan Transect Walk dan Peta Jaringan Sanitasi


3
sanitasi wawancara Permukiman

Untuk lebih jelas, skema dari prosedur pelaksanaan SELOTIP dapat


dilihat pada gambar di bawah ini :

127
Di Fasilitasi TFL Pembekalan Metode SELOTIP
(Sosialisasi Kelurahan)

✓ Persiapan Lokasi 1
Data Sanitasi,
Peta Lokasi; Lokasi 2
✓ Penunjukan
Anggota Tim. Lokasi 3
Lokasi 4

✓ Dilaksanakan di setiap
calon lokasi Pelaksanaan Metode SELOTIP
✓ Penilaian titik lokasi;

✓ Berita Acara Penilaian


Lokasi; Penetapan Lokasi Terpilih
✓ Anggota Tim SELOTIP,
TFL, Kepala Desa/ Lurah

2.2.10.3. Partisipan SELOTIP


Setiap calon titik lokasi mengirimkan satu orang
wakil sebagai anggota tim SELOTIP yang
ditunjuk melalui forum rembug warga.
Tim SELOTIP yang terbentuk wajib mendapatkan
pelatihan cara pelaksanaan SELOTIP oleh TFL. Tugas
anggota tim SELOTIP :
1. Mengikuti kegiatan SELOTIP di setiap titik
lokasi;
2. Menyiapkan data sekunder berupa Peta calon
lokasi, data sekunder kependudukan dan
data kepemilikan septik tank yang memenuhi
syarat (struktur kedap air);
3. Melakukan skoring dan penilaian tiap calon
titik lokasi;
4. Menetapkan dan mengumumkan lokasi
pemenang (Berita Acara);
5. Berita Acara penetapan lokasi pemenang
128
diverifikasi oleh TFL untuk disampaikan
kepada Lurah dan PPK/OPD.
2.2.10.4. Penetapan Skor dan Pembobotan (Nilai)
Dalam SELOTIP, setiap indikator dalam
variabel akan diberi skor. Kemudian skor
tersebut akan dikonversikan ke dalam nilai.
Skor berkisar antara 1, 2, 3, dan 4; sedangkan
Nilai berkisar antara 25, 50, 75, dan 100. Nilai
tersebut merupakan kuantifikasi dari setiap
pernyataan yang bersifat kualitatif. Penetapan
skor dan pembobotan (nilai) ini penting dalam
rangka penyederhanaan dalam memberikan
penilaian tentang kondisi masyarakat secara
obyektif. Skor ini sangat penting digunakan
untuk penilaian titik lokasi dengan formula
sebagai berikut:
Formula Perhitungan Nilai Titik Lokasi:

N
NV = x B
T

Keterangan:
NV = Nilai Variabel
N = Jumlah Kumulatif Skor Indikator;
T = Jumlah Kumulatif Skor Maksimum Indikator
B = Bobot Variabel

NT = V1+V2+V3

Keterangan:
NT = Nilai Total
V1 = Variabel kesatu : Tingkat Partisipasi
masyarakat
V2 = Variabel kedua : Tingkat Kepadatan
Penduduk
V3 = Variabel Ketiga : Kondisi Rawan Sanitasi
Penjelasan:
a. NT tertinggi otomatis menjadi pilihan titik
lokasi penerima kegiatan;
b. Apabila terdapat Nilai NT yang sama, maka

129
NV1 tertinggi menjadi lokasi terpilih.
2.2.10.5. Penentuan Waktu dan Tempat
Waktu pelaksanaan SELOTIP perlu disepakati
bersama antara dengan masyarakat (misalnya
ketua RT/RW dan tokoh masyarakat) sehingga
lokasi pemenang dapat ditetapkan selambat-
lambatnya dalam waktu satu minggu.
Untuk memaksimalkan peran dan keterlibatan
kaum perempuan, maka pertemuan rembug
warga sebelum pelaksanaan metode SELOTIP
dilaksanakan antara jam 14,00 – 18,00 waktu
setempat.
2.2.10.6. Alat dan Bahan yang Perlu Disiapkan
Alat dan bahan yang diperlukan untuk
kegiatan SELOTIP terdiri dari: Kertas lebar
(plano), Kain lebar, Spidol besar aneka warna,
Spidol kecil aneka warna, Lem/perekat, Selotip,
Gunting, Alat tulis, Bahan-bahan lokal
seperti biji-bijian atau kacang-kacangan,
lampu (jika ada kegiatan di malam hari). Akan
sangat baik jika ada rekaman video/kamera
yang dapat dipergunakan untuk melengkapi
laporan.
a. Tools 1 (Variabel Tingkat Partisipasi
Masyarakat)
Kesediaan berkontribusi bertujuan untuk
melihat kesediaan warga dalam
berkontribusi dalam hal:
1. Swadaya Sambungan Rumah (SR);
2. Besarnya jumlah iuran bulanan per KK;
3. Bersedia kontribusi lahan untuk
prasarana sanitasi;
Proses Tools-1 adalah
1. Kegiatan dilakukan oleh tim SELOTIP di
setiap calon titik lokasi;
2. TFL menjelaskan tujuan, maksud, dan
cara penerapan teknik ini;
3. Mulai berdiskusi untuk menggali
kesiapan warga dalam berkontribusi
pada kegiatan DAK Bidang Sanitasi;
4. Skor untuk tools-1 dijumlahkan dan
130
diisikan ke kolom total.

1. Tingkat Partisipasi Masyarakat

a. Swadaya Sambungan Rumah (SR)

Pilihan Skor Konversi ke

Swadaya seluruh biaya SR 4 100


Swadaya hanya Pipa 3 75
Swadaya hanya tenaga 2 50
Tidak bersedia untuk swadaya 1 25

b. Iuran Bulanan per KK

Pilihan Skor Konversi ke

Rp. 20.000,- ke atas 4 100


Rp. 10.000,- s/d Rp. 19,000,- 3 75

Rp. 5,000,- s/d Rp. 9,000,- 2 50

Kurang dari Rp. 5000,- 1 25

c. Kontribusi Lahan

Pilihan Skor Konversi ke


Hak milik pribadi/ donatur
4 100
swasta
Hibah Desa/ Kelurahan/ Pemda
3 75

Lahan fasum/ fasos 2 50


Tidak bersedia menghibahkan
1 25
lahan

131
2.2.10.7. Transect Walk (Kesiapan Teknis)
Transect walk bertujuan untuk mengenali
dan mengkaji kondisi sarana sanitasi Titik
Lokasi yang sudah ada, untuk menilai tingkat
kepuasan masyarakat terhadap fasilitas
sanitasi yang ada, dan menilai tingkat
kelayakan teknis sebagai prasyarat
pembangunan infrastruktur sanitasi yang
direncanakan dengan cara melakukan
observasi langsung oleh bersama-sama dengan
masyarakat.
Tugas TFL dan masyarakat di kegiatan transect
walk adalah :
1. Menentukan, mengobservasi serta
melakukan diskusi (FGD) dengan
masyarakat, antara lain :
o Lokasi yang dicalonkan masyarakat
untuk bangunan Sanitasi Berbasis
Masyarakat;
o Tingkat kepadatan penduduk
(masyarakat) yang tinggal di lokasi;
o Sarana sanitasi yang digunakan
masyarakat saat ini : jamban, sungai,
kolam, dsb;
o Pola penggunaan sarana sanitasi;
o Ketersediaan lahan;
o Muka air tanah;
o Material lokal;
o Saluran drainase.
2. Mencatat semua sanitasi yang dibangun
oleh proyek sebelumnya atau oleh pribadi.
Secara acak pilihlah titik dengan
proporsional (10% dari total) dari masing-
masing kategori.
3. Melakukan observasi dan pencatatan
kualitas konstruksi dengan menggunakan
Format observasi jamban/sanitasi,
kemudian mendiskusikan dengan
masyarakat yang ada di sekitar lokasi
sarana sanitasi/jamban tentang
132
pemeliharaan (keberadaan dan
keteraturannya), lingkup dan pemakaian,
serta konflik kepentingannya Kemudian
catat hasil temuannya. Untuk lokasi yang
pernah mendapat proyek jamban/sarana
sanitasi, perlu dipilih secara acak
jamban/sarana sanitasi yang dibangun
sebelum, selama, dan setelah intervensi
proyek dengan cara menjumlahkan semua
jamban/sarana sanitasi pada ketiga
kategori tersebut dan digambarkan
persentase dan pemeliharaan serta
menggunakan jamban keluarga.
4. Menilai kepuasan layanan yang diterima (demand
responsiveness), dengan menggunakan skala
penilaian dari tiap rumah tangga yang dikunjungi
selama transect. Masyarakat dapat membantu
memilih aspek penilaian kepuasan layanan.
5. Menilai kepuasan penggunaan sarana
meliputi tingkat akses layanan, desain,
penggunaan untuk (kelompok/warga
rentan terhadap akses sanitasi), kualitas
konstruksi, kemudahan penggunaan dan
pemeliharaan, nilai manfaat yang
dirasakan dari kontribusi untuk
memperoleh layanan tersebut, laporan
mengenai layanan kepada pengguna dengan
catatan terpisah untuk pria dan wanita.
Indikakator dan Variabel penilaian Transect Walk dan FGD
6. Tingkat kepadatan penduduk Jiwa Per
Hektar

Pilihan Skor Konversi ke

Lebih dari 200 Jiwa/ Ha 4 100


Antara 176 – 200 Jiwa/ Ha 3 75
Antara 151 - 175 Jiwa/ Ha 2 50

Kurang dari 150/ Ha 1 25

133
7. Kondisi Rawan Sanitasi
a. Kepemilikan Tangki Septik Individu

Konversi
Pilihan Skor
ke

0 - 25 % dari jumlah KK 4 100

26 % - 50 % dari jumlah KK 3 75

51 % - 75 % dari jumlah KK 2 50

Lebih dari 75 % dari jumlah KK 1 25

b. Kwalitas air Sumur Dangkal

Konversi
Pilihan Skor
ke

Tercemar tidak bisa dimanfaatkan 4 100


Hanya untuk cuci
3 75

Hanya untuk cuci dan mandi 2 50

Cuci mandi dan konsumsi sehari hari 1 25

c. Pembuangan Air Limbah Dapur

Konversi
Pilihan Skor
ke

75 % ke atas Dibuang di lingkungan/


4 100
drainase/badan air
51 % - 74 % Dibuang di lingkungan/ drainase/
badan air 3 75

134
26 % - 50 % Dibuang di lingkungan/ drainase/
2 50
badan air

0 % - 25 % Dibuang di lingkungan/ drainase/


1 25
badan air

d. Pembuangan Air Limbah Kamar Mandi

Konversi
Pilihan Skor
ke
75 % ke atas Dibuang di lingkungan/
4 100
drainase/badan air
51 % - 74 % Dibuang di lingkungan/ drainase/
badan air 3 75

26 % - 50 % Dibuang di lingkungan/ drainase/


2 50
badan air

0 % - 25 % Dibuang di lingkungan/ drainase/


1 25
badan air

Konsolidasi Skor SELOTIP Pemilihan Titik Lokasi

RT/ RW – I RT/RW – II
N N
N i i
Indikator Teknik
o Skor Bobot l Skor Bobot l
a a
i i
Tingkat
Partisipasi FGD dan
1 1 (a-c) 50% 1 (a-c) 50%
Warga Rembug
Masyarakat
Wawanca
Tingkat ra (FGD)
2 Kepadatan dan 2 (a) 20% 2 (a) 20%
Penduduk Transect
Walk

Wawanca
Kondisi ra (FGD)
3 Rawan dan 3 (a-d) 30% 3 (a-d) 30%
Sanitasi Transect
Walk

135
RT/ RW – I RT/RW – II
N N
N i i
Indikator Teknik
o Skor Bobot l Skor Bobot l
a a
i i
Jumlah Nilai

Juara (peringkat)

136
BERITA ACARA

PELAKSANAAN SELEKSI TITIK LOKASI


KEGIATAN DAK BIDANG SANITASI KELURAHAN/DESA............
KECAMATAN ................... KABUPATEN/KOTA …………………………

Pada hari ..... tanggal .... bulan ........ tahun ....... bertempat di
………………......... Kelurahan/Desa ............... Kecamatan ............
Kabupaten/Kota ………….. yang beralamat di jalan …………… telah
dilaksanakan Seleksi Lokasi Partisipatif (SELETIF) dalam rangka
implementasi Program DAK Bidang Sanitasi. Seleksi tersebut telah
dilaksanakan berdasarkan hasil Pemetaan Kebutuhan Sanitasi dengan
metode SELOTIP. Seluruh proses seleksi telah dilaksanakan secara fair,
transparan dan demokratis oleh masyarakat sendiri.
Seleksi Titik Lokasi tersebut telah diikuti oleh .........
kampung/RT/RW/Dusun dll, yaitu:
1 Kampung/RT/RW/Dusun ................ skor .........
2 Kampung/RT/RW/Dusun ................ skor .........
3 Kampung/RT/RW/Dusun ……....…… skor ……...
4 .......................dst

Sesuai dengan hasil skor yang dikumpulkan oleh masing‐masing


kampung/RT/RW/Dusun, maka telah disepakati bersama bahwa
kampung/RT/RW/Dusun yang paling siap untuk pelaksanaan
Program DAK Bidang Sanitasi adalah :

Kampung/RT/RW/Dusun ………………………
Demikian berita acara ini dibuat agar dapat digunakan sebagaimana
mestinya.
……………….……................20............
Berita acara ini ditandatangani oleh :
1.Lurah/Kades ...........................
2.Ketua RT .................................
3.Ketua RW ................................
4.Ketua Dusun ...........................
5.lainnya ....................................
6.Wakil Masyarakat ....................
Note :
1. Memberi tenggat waktu tertentu untuk konfirmasi lahan dan
sebagainya kepada pemenang ke-1;
2. Bila pemenang ke-1 bermasalah, beri kesempatan kepada
pemenang berikutnya.

137
2.3 Sistem Manajemen Kesehatan Dan Keselamatan Kerja
(SMK3)
Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja konstruksi
bidang Pekerjaan Umum yang selanjutnya disingkat SMK3
konstruksi bidang Pekerjaan Umum adalah bagian dari sistem
manajemen organisasi pelaksanaan pekerjaan konstruksi dalam
rangka pengendalian risiko K3 pada setiap pekerjaan konstruksi
bidang Pekerjaan Umum.
2.3.1. Penerapan SMK3 Kegiatan Swakelola
Pejabat Pembuat Komitmen OPD Kabupaten/Kota
menyusun dan menetapkan dokumen kontrak dengan
Tim Pelaksana Swakelola (KSM) yang didalamnya memuat
ketentuan penerapan SMK3 kontruksi bidang Pekerjaan
Umum.
Untuk pekerjaan konstruksi yang bersifat swakelola,
pihak yang berperan sebagai penyelenggara wajib
membuat RK3K kegiatan Swakelola.
Biaya penyelenggaraan SMK3 konstruksi bidang
Pekerjaan Umum dialokasikan dalam biaya umum yang
mencakup :
a. Penyiapan Rencana Keselamatan dan Kesehatan Kerja
(RK3K);
b. Sosialisasi dan promosi K3;
c. Alat pelindung kerja;
d. Alat pelindung diri;
e. Asuransi pekerja;
f. Fasilitas sarana kesehatan;
g. Rambu – rambu dan terkait pengendalian resiko
lainnya.
Rencana biaya penyelenggaraan SMK3 Konstruksi Bidang
Pekerjaan Umum menjadi bagian dari Rencana
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (RK3K), yang
disepakati dan disetujui pada saat rapat persiapan
pelaksanaan pekerjaan konstruksi (Pre Construction
Meeting).
2.3.2. Penerapan SMK3 Kegiatan Kontraktual
Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor
05/PRT/M/2014 tentang Pedoman Sistem Manajemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) Konstruksi
138
bidang Pekerjaan Umum adalah Rencana K3 kontrak yang
selanjutnya disingkat RK3K adalah dokumen lengkap
rencana penyelenggaraan SMK3 konstruksi bidang
Pekerjaan Umum dan merupakan satu kesatuan dengan
dokumen kontrak suatu pekerjaan konstruksi, yang
dibuat oleh penyedia jasa dan disetujui oleh pengguna
jasa, untuk selanjutnya dijadikan sebagai sarana
interaksi antara penyedia jasa dengan pengguna jasa
dalam penyelenggaraan SMK3 konstruksi bidang
Pekerjaan Umum.
Risiko K3 konstruksi adalah ukuran kemungkinan
kerugian terhadap keselamatan umum, harta benda, jiwa
manusia dan lingkungan yang dapat timbul dari sumber
bahaya tertentu yang terjadi pada pekerjaan konstruksi.
Biaya SMK3 konstruksi bidang Pekerjaan Umum adalah
biaya yang diperlukan untuk menerapkan SMK3 dalam
setiap pekerjaan konstruksi yang harus diperhitungkan
dan dialokasikan oleh penyedia jasa dan pengguna jasa.
1. Penerapan Sistem Manajemen Kesehatan dan
Keselamatan Kerja (SMK3)
Setiap penyelenggaraan pekerjaan konstruksi bidang
Pekerjaan Umum wajib menerapkan Sistem
Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja (SMK3)
konstruksi bidang Pekerjaan Umum. SMK3 konstruksi
bidang Pekerjaan Umum meliputi :
a. Kebijakan K3;
b. Perencanaan K3;
c. Pengendalian operasional;
d. Pemeriksaan dan evaluasi kinerja K3; dan
e. Tinjauan ulang kinerja K3.
Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja
(SMK3) konstruksi bidang Pekerjaan Umum diterapkan
pada tahapan antara lain sebagai berikut :
a. Tahap pra konstruksi, meliputi Rancangan
Konseptual, meliputi studi kelayakan (feasibility
study), survey dan investigasi, Detailed Enginering
Design (DED), Dokumen Pemilihan Penyedia
Barang/Jasa;
b. Tahap Pemilihan Penyedia Barang/Jasa
(Procurement);
c. Tahap Pelaksanaan Konstruksi; dan

139
d. Tahap Penyerahan Hasil Akhir Pekerjaan.

Penerapan SMK3 Konstruksi Bidang PU ditetapkan


berdasarkan potensi bahaya.
a. Potensi bahaya tinggi, apabila pekerjaan bersifat
berbahaya dan/atau mempekerjakan tenaga kerja
paling sedikit 100 orang dan/atau nilai kontrak
diatas Rp. 100.000.000.000,- (seratus milyar
rupiah);
b. Potensi bahaya rendah, apabila pekerjaan bersifat
tidak berbahaya dan/atau mempekerjakan tenaga
kerja kurang dari 100 orang dan/atau nilai kontrak
dibawah Rp. 100.000.000.000,- (seratus milyar
rupiah).
c. Penyusunan Detailed Engineering Desain (DED)
wajib :
1. Mengidentifikasi bahaya, menilai Risiko K3 serta
pengendaliannya pada penetapan kriteria
perancangan dan pemilihan material,
pelaksanaan konstruksi, serta Operasi dan
Pemeliharaan;
2. Mengidentifikasi dan menganalisis Tingkat Risiko
K3 dari kegiatan/proyek yang akan dilaksanakan,
sesuai dengan Tata Cara Penetapan Tingkat
Risiko K3 Konstruksi;
3. Penyusunan Dokumen Pemilihan Penyedia
Barang/Jasa wajib memuat:
a. Potensi bahaya, jenis bahaya dan identifikasi
bahaya K3 Konstruksi yang ditetapkan oleh
PPK berdasarkan Dokumen Perencanaan atau
dari sumber lainnya;
b. Kriteria evaluasi untuk menilai pemenuhan
persyaratan K3 Konstruksi termasuk kriteria
penilaian dokumen RK3K;
4. Penerapan SMK3 pada Tahap Pemilihan Penyedia
Barang/Jasa:
a. Dokumen Pemilihan Penyedia Barang/Jasa
harus memuat persyaratan K3 Konstruksi yang
merupakan bagian dari ketentuan persyaratan
teknis;
b. Dokumen Pemilihan Penyedia Barang/Jasa
harus memuat ketentuan tentang kriteria
evaluasi RK3K;
140
c. Untuk pekerjaan dengan potensi bahaya tinggi,
wajib dipersyaratkan rekrutmen Ahli K3
Konstruksi dan dapat dipersyaratkan sertifikat
SMK3 perusahaan.

2. Tugas dan Tanggung Jawab Wewenang Kepala


Satuan Kerja dan Pejabat Pembuat Komitmen :
sebagaimana yang tertuang didalam peraturan
menteri pekerjaan umum nomor 05/prt/m/2014
tentang pedoman Sistem Manajemen Keselamatan
dan Kesehatan Kerja (SMK3).

3. Biaya Penyelenggaraan
Biaya penyelenggaraan SMK3 Konstruksi Bidang
Pekerjaan Umum dialokasikan dalam biaya umum
yang mencakup:
a. Penyiapan RK3K;
b. Sosialisasi dan promosi K3;
c. Alat pelindung kerja;
d. Alat pelindung diri;
e. Asuransi dan perijinan;
f. Personil K3;
g. Fasilitas sarana kesehatan;
h. Rambu-rambu; dan
i. Lain-lain terkait pengendalian risiko K3. (2) Rencana
biaya penyelenggaraan SMK3 Konstruksi Bidang
Pekerjaan Umum menjadi bagian dari RK3K, yang
disepakati dan disetujui pada saat rapat persiapan
pelaksanaan pekerjaan konstruksi (Pre Construction
Meeting).

141

Anda mungkin juga menyukai