Anda di halaman 1dari 23

BAB II.

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Pembahasan Arsitektur Perilaku

Arsitektur merupakan seni dan ilmu dalam merancang yang senantiasa

memperhatikan tiga hal dalam perancangannya yaitu fungsi, estetika, dan

teknologi. Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan yang semakin kompleks

maka perilaku manusia semakin diperhitungkan dalam proses perancangan yang

sering disebut sebagai pengkajian lingkungan perilaku dalam arsitektur.

2.1.1. Pengertian Behaviorisme (Perilaku)

Kata perilaku menunjukan manusia dalam aksinya, berkaitan dengan

aktivitas manusia secara fisik, berupa interaksi manusia dengan sesamanya

ataupun dengan lingkungan fisiknya (Tandal dan Egam, 2011).

Teori behaviorisme hanya menganalisa perilaku yang tampak , dapat

diukur, dilukiskan, dan diramalkan. Teori kaum behavoris lebih dikenal dengan

nama teori belajar, karena seluruh perilaku manusia adalah hasil belajar. Belajar

artinya perubahan perilaku manusia sebagai pengaruh lingkungan. Behaviorisme

tidak mempersoalkan apakah manusia itu baik atau jelek, rasional atau

emosional; behaviorisme hanya ingin mengetahui bagaimana perilakunya

dikendalian oleh faktor-faktor lingkungan. Dalam arti teori belajar yang lebih

menekankan pada tingkah laku manusia. Memandang individu sebagai makhluk

reaktif yang memberi respon terhadap lingkungan.

Universitas Sumatera Utara


Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus ini, maka perilaku manusia

dapat dibedakan menjadi dua, yaitu :

Perilaku tertutup, adalah respon seseorang terhadap stimulus dalam

bentuk terselubung atau tertutup (covert). Respon atau reaksi terhadap

stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan /

kesadaran, dan sikap yang terjadi belum bisa diamati secara jelas oleh

orang lain.

Perilaku terbuka, adalah respon seseorang terhadap stimulus dalam

bentuk tindakan nyata atau terbuka. Respon terhadap terhadap stimulus

tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktek.

2.1.2. Faktor yang mempengaruhi Behaviorisme ( Perilaku)

Perilaku manusia dan hubungannya dengan suatu setting fisik sebenarnya

tedapat keterkaitan yang erat dan pengaruh timbal balik diantara setting tersebut

dengan perilaku manusia. Dengan kata lain, apabila terdapat perubahan setting

yang disesuaikan dengan suatu kegiatan, maka akan ada imbas atau pengaruh

terhadap perilaku manusia. Variabel – variabel yang berpengaruh terhadap

perilaku manusia (Setiawan, 1995), antara lain :

Ruang. Hal terpenting dari pengaruh ruang terhadap perilaku manusia

adalah fungsi dan pemakaian ruang tersebut. Perancangan fisik ruang

memiliki variable yang berpengaruh terhadap perilaku pemakainya.

Universitas Sumatera Utara


Ukuran dan bentuk. Ukuran dan bentuk ruang harus disesuaikan dengan

fungsi yang akan diwadahi, ukuran yang terlalu besar atau kecil akan

mempengaruhi psikologis pemakainya.

Perabot dan penataannya. Bentuk penataan perabot harus disesuaikan

dengan sifat dari kegiatan yang ada di ruang tersebut. Penataan yang

simetris memberi kesan kaku, dan resmi. Sedangkan penataan asimetris

lebih berkesan dinamis dan kurang resmi.

Warna. Warna memiliki peranan penting dalam mewujudkan suasana

ruang dan mendukuing terwujudnya perilaku-perilaku tertentu. Pada

ruang, pengaruh warna tidak hanya menimbulkan suasana panas atau

dingin, tetapi warna juga dapat mempengaruhi kualitas ruang tersebut.

Suara, Temperatur dan Pencahayaan. Suara diukur dengan decibel,

akan berpengaruh buruk bila terlalu keras. Demikian pula dengan

temperatur dan pencahayaan yang dapat mempengaruhi psikologis

seseorang.

2.1.3. Behaviorisme dalam Kajian Arsitektur

Manusia sebagai makhluk sosial tidak pernah lepas dari lingkungan yang

membentuk diri mereka. Diantara sosial dan arsitektur dimana bangunan yang

didesain manusia, secara sadar atau tidak sadar, mempengaruhi pola perilaku

manusia yang hidup didalam arsitektur dan lingkungannya tersebut. Sebuah

arsitektur dibangun untuk memenuhi kebutuhan manusia. Dan sebaliknya, dari

arsitektur itulah muncul kebutuhan manusia yang baru kembali (Tandal dan

Egam, 2011).

Universitas Sumatera Utara


Arsitektur Membentuk Perilaku Manusia

Manusia membangun bangunan demi pemenuhan kebutuhan pengguna,

yang kemudian bangunan itu membentuk perilaku pengguna yang hidup dalam

bangunan tersebut dan mulai membatasi manusia untuk bergerak, berperilaku,

dan cara manusia dalam menjalani kehidupan sosialnya. Hal ini menyangkut

kestabilan antara arsitektur dan sosial dimana keduanya hidup berdampingan

dalam keselarasan lingkungan.

Desain Arsitektur Perilaku Manusia

Skema ini menjelaskan mengenai “Arsitektur membentuk Perilaku

Manusia”, dimana hanya terjadi hubungan satu arah yaitu desain arsitektur yang

dibangun mempengaruhi perilaku manusia sehingga membentuk perilaku

manusia dari desain arsitektur tersebut.

Perilaku Manusia membentuk Arsitektur

Setelah perilaku manusia terbentuk akibat arsitektur yang telah dibuat,

manusia kembali membentuk arsitektur yang telah dibangun atas dasar perilaku

yang telah terbentuk, dan seterusnya.

Desain Arsitektur Perilaku Manusia

Universitas Sumatera Utara


Pada skema ini dijelaskan mengenai “Perilaku Manusia membentuk

Arsitektur” dimana desain arsitektur yang telah terbentuk mempengaruhi perilaku

manusia sebagai pengguna yang kemudian manusia mengkaji kembali desain

arsitektur tersebut sehingga perilaku manusia membentuk kembali desain

arsitektur yang baru.

2.2. Pembahasan Ruang

Ruang merupakan salah satu komponen arsitektur terpenting dalam

pembahasan studi hubungan arsitektur lingkungan dan perilaku dikarenakan

fungsinya adalah sebagai wadah untuk menampung aktivitas manusia. Konsep

mengenai ruang dari masa ke masa selalu mengalami perkembangan. Menurut

Setiawan (1995), tiga pendekatan ruang yang paling mendominasi adalah :

Pendekatan ekologi. Pendekatan ini melihat ruang sebagai suatu

ekosistem dan menganggap bahwa komponen-komponen ruang adalah

saling terkait dan berpengaruh secara mekanistis. Pendekatan ini

cenderung melihat ruang sebagai suatu sistem yang tertutup dan

mengesampingkan dimensi-dimensi sosial, ekonomi, dan politis dalam

ruang.

Pendekatan fungsional dan ekonomi. Pendekatan ini lebih

mengutamakan fungsionalitas ruang dan analisis ekonominya. Pendekatan

ini melihat ruang sebagai sebuah wadah aktivitas dimana lokasi dan jarak

merupakan faktor utama. Penataan ruang bukanlah sesuatu yang penting

10

Universitas Sumatera Utara


dalam pendekatan ini karena mekanisme pasar akan dengan sendirinya

menjaga keseimbangan antara permintaan dan penawaran.

Pendekatan sosial politik. Pendekatan ini menekankan pada aspek

“penguasaan” ruang. Pendekatan ini melihat ruang tidak saja sebagai

sarana produksi akan tetapi juga sebagai sarana mengakumulasi power.

Aspek teritori ruang sangat ditekankan, yakni mengaitkan satuan-satuan

ruang dengan satuan-satuan organisasi sosial tertentu.

2.2.1. Ruang Publik

1. Defenisi dan Tipologi Ruang Publik

Berdasarkan ruang lingkupnya ruang publik dapat dibagi menjadi

beberapa tipologi (Carmona, et al ,2003) antara lain :

External public space. Ruang publik ini berbentuk ruang luar yang

dapat diakses oleh semua orang seperti taman kota, alun-alun, jalur

pejalan kaki, dan lain sebagainya.

Internal public space. Ruang publik ini berupa sebuah bangunan fasilitas

umum yang dikelola pemerintah dan dapat diakses oleh warga secara

bebas tanpa ada batasan tertentu, seperti kantor pos, kantor polisi, dan

pusat pelayanan warga lainnya.

External and internal “quasi” public space. Ruang publik ini berupa

fasilitas umum yang dikelola oleh sektor privat dan ada batasan atau

aturan yang harus dipatuhi warga, seperti mall, restoran dan lain

sebagainya.

11

Universitas Sumatera Utara


Salah satu fungsi public space adalah sebagai simpul kegiatan. Oleh

karenanya, public space yang memiliki fungsi ini harus memperhatikan aspek

aksesibilitas sarana transportasi serta pemberhentiannya (perparkiran).

Ketersediaan jalur sirkulasi dan area parkir merupakan elemen penting bagi suatu

kota dan merupakan suatu alat ampuh untuk menata lingkungan perkotaan.

Sirkulasi dapat menjadi alat kontrol bagi pola aktivitas penduduk kota dan

mengembangkan aktivitas tersebut. Selain mampu menampung kuantitas

perjalanan, sirkulasi di harapkan juga memberikan kualitas perjalanan melalui

experiencenya (Davit dan Kulash dalam Naupan, 2007). Dan sirkulasi yang baik

memiliki beberapa indikator, antara lain kelancaran, keamanan dan kenyamanan.

2. Aktivitas dan Interaksi Sosial

Aktivitas sosial dapat diartikan sebagai kegiatan yang membutuhkan

kehadiran orang lain (Zhang dan Lawson, 2009). Kegiatan ini dapat berupa tatap

muka, perbincangan, maupun aktivas fisik lainnya seperti bermain atau

berolahraga. . Penanganan ruang publik yang kreatif dapat mendukung

terbentuknya aktivitas sosial antara orang-orang yang tidak saling mengenal

sebelumnya. Sebuah perencanaan ruang publik dapat dikatakan berhasil apabila

dapat menampung aktivitas publik secara fungsional, memiliki aksesibilitas yang

mudah, nyaman dan terjadi interaksi sosial yang baik didalamnya. Faktor-faktor

tersebut juga dapat diuraikan secara terperinci pada gambar 2.1.

12

Universitas Sumatera Utara


Gambar 2.1. Uraian faktor yang mempengaruhi ruang publik

Sumber : PPS (Project for Public Space)

2.2.2. Teritori

Teritori merupakan pola perilaku individu atau sekelompok individu yang

didasarkan pada kepemilikan ruang fisik yang terdefinisi, objek atau ide yang

melibatkan pertahanan, personalisasi, dan penandaan. Faktor kunci dalam

pengelompokan teritori adalah tingkat kebutuhan privasi, keanggotaan atau akses

yang diperbolehkan untuk masing-masing tipe. Tipologi teritori secara ringkas

disampaikan oleh I. Altman (1975) dalam tabel 2.1.

13

Universitas Sumatera Utara


Tabel 2.1. Tipe-tipe teritori

Tipe teritori Daya Akses Contoh

Teritori Primer Tinggi. Penghuni memiliki Domisili seseorang


kontrol penuh terhadap (rumah, apartemen,
suatu ruang. kantor)

Teritori Sekunder Sedang. Memiliki kekuatan Bangku favorit


selama periode tertentu seseorang di kelas,
ketika individu merupakan meja di kantin.
penghuni yang sah.

Teritori Publik Rendah. Kontrol sangat Pantai, taman, ruang


sulit untuk diakses. tunggu, transportasi
umum.

Sumber : Altaian, I. 1975. The environment and social behavior.

Teritori dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor yang pertama

adalah faktor personal dimana jenis kelamin, usia, kepribadian dan tingkat

intelektual mengambil peran. Faktor yang kedua adalah faktor situasional seperti

seting fisik, iklim, dan sosial dalam suatu lingkungan mempengaruhi teritori

seseorang.

2.2.3. Crowding

Crowding adalah suatu situasi dimana seseorang atau sekelompok orang

sudah tidak mampu mempertahankan ruang privatnya. Crowding tidak selalu

berarti rasio fisik yang tinggi, namun dapat juga berarti pemahaman subjektif

seseorang bahwa individu yang hadir di sekelilingnya terlalu banyak. Sama

halnya dengan teritori, crowding juga dapat dipengaruhi oleh faktor personal,

sosial, dan situasional.

14

Universitas Sumatera Utara


2.2.4. Adaptasi dan Adjustment

Dalam skema persepsi yang telah dibahas sebelumnya disebutkan bahwa

setelah seseorang mempersepsikan lingkungannya, ada dua kemungkinan yang

akan terjadi. Kemungkinan pertama adalah rangsang yang dipersepsikan berada

dalam batas optimal sehinga timbulah kondisi homoestatis. Kemungkinan kedua

adalah rangsang yang dipersepsikan berada diatas batas optimal atau dibawahnya

yang mengakibatkan stress dan manusia harus melakukan perilaku penyesuaian

diri. Menurut Sarwono (1992), perilaku penyesuaian diri ini terdiri dari dua jenis,

yang pertama adalah mengubah tingkah laku agar sesuai dengan lingkungan yang

disebut dengan adaptasi dan yang kedua adalah mengubah lingkungan agar

sesuai dengan tingkah laku yang disebut adjustment.

1. Adaptasi

Seperti pembahasan diatas, perilaku penyesuaian diri terhadap lingkungan

diawali dengan stress, yaitu suatu keadaan dimana lingkungan mengancam atau

membahayakan keberadaan atau kesejahteraan atau kenyamanan diri seseorang

(Baum 1985:188). Reaksi terhadap stress bisa berupa tindakan langsung maupun

penyesuaian mental. Contoh dari tindakan langsung adalah migrasi. Misal warga

dari suatu wilayah bermigrasi ke negara bagian lain dengan alasan kualitas

lingkungan yang mulai rusak, air bersih susah didapat, harga perumahan yang

mahal, dan sebagainya. Namun, masih terdapat sebagian warga yang memilih

untuk tinggal di daerah tersebut dengan anggapan daripada pindah ke tempat lain

yang belum tentu lebih baik keadaannya, lebih baik tetap tinggal di tempat lama.

15

Universitas Sumatera Utara


Reaksi jenis ini tergolong penyesuaian mental. Karena relativitas persepsi dan

sifat manusia yang mampu belajar dari pengalaman, perubahan tingkah laku agar

sesuai dengan lingkungan baru bisa dilakukan secara bertahap.

2. Adjustment

Perubahan lingkungan agar sesuai dengan tingkah laku manusia dapat dilihat

pada berbagai jenis rumah hunian manusia. Manusia mengubah atau

memperbaiki lingkungan yang telah ada untuk memenuhi kebutuhan dan tingkah

laku mereka. Di pedalaman Sumatera dan Kalimantan terdapat rumah-rumah

panggung agar manusia terhindar dari banjir dan binatang buas dimana kolong

panggung juga bias dijadikan kandang ternak, lumbung, maupun tempat

penampungan air. Rumah di permukiman kumuh kota-kota besar dibuat bersusun

keatas agar dapat menampung lebih banyak penduduk. Dari contoh kasus-kasus

diatas, dapat disimpulkan bahwa manusia selalu berusaha untuk merekayasa

lingkungan agar sesuai dengan kondisi dirinya. Proses rekayasa lingkungan

melibatkan tingkah laku merancang lingkungan dan perwujudannya dalam

bentuk nyata. Keseluruhan kegiatan dari merancang sampai melaksanakannya

itulah yang dinamakan adjustment.

Gambar 2.2. Rumah susun dan rumah bolon merupakan contoh adjustment masyarakat

Sumber : Data sekunder diolah

16

Universitas Sumatera Utara


2.3. Pedagang Kaki Lima (PKL)

Pedagang kaki lima merupakan sektor informal yang keberadaannya

senantiasa diabaikan oleh pemerintah kota. PKL dapat ditemukan hampir di

seluruh kota dan kebanyakan berada di ruang fungsional kota seperti pusat

perdagangan, pusat rekreasi, taman kota, dan tempat-tempat umum yang dapat

menarik sejumlah besar penduduk sekitar. Sektor informal menurut Ahmad

(2002:73) merupakan kegiatan ekonomi yang bersifat marjinal (kecil-kecilan)

yang memiliki beberapa ciri seperti kegiatan yang tidak teratur, tidak tersentuh

peraturan, bermodal kecil dan bersifat harian, tempat tidak tetap dan berdiri

sendiri, berlaku di kalangan masyarakat yang berpenghasilan rendah, tidak

membutuhkan keahlian dan keterampilan khusus, lingkungan kecil, serta tidak

mengenal perbankan, pembukuan maupun perkreditan.

Menurut Kadir (2010), keberadaan PKL sebagai sektor informal dalam

kegiatan perdagangan menimbulkan suatu dikotomi karena disatu sisi sektor

informal mampu menyerap tenaga kerja terutama pada golongan masyarakat

yang memilki tingkat pendidikan dan keterampilan yang rendah serta modal

kecil. Namun disisi lain sektor ini merupakan sektor yang tidak memiliki legalitas

atau perlindungan hukum dan merugikan sektor formal karena menyebabkan

permasalahan lingkungan kota. Hal ini terjadi karena pemerintah kota tidak

pernah menyediakan ruang bagi PKL dalam Rencana Tata Ruang Kota.

17

Universitas Sumatera Utara


2.3.1. Asal Mula Pedagang Kaki Lima

Istilah pedagang kaki lima konon berasal dari jaman pemerintahan Rafles,

Gubernur Jenderal pemerintahan Kolonial Belanda, yaitu dari kata ”five feet”

yang berarti jalur pejalan kaki di pinggir jalan selebar lima kaki. Ruang tersebut

digunakan untuk kegiatan berjualan pedagang kecil sehingga disebut dengan

pedagang kaki lima (dalam Widjajanti, 2000:28). Kemudian muncul beberapa

ahli yang mengemukakan defenisi dari pedagang kaki lima diantaranya menurut

McGee (1977:28) menyebutkan PKL sebagai hawkers adalah orang-orang yang

menawarkan barang-barang atau jasa untuk dijual di tempat umum, terutama

jalan-jalan trotoar.

2.3.2. Karakteristik Pedagang Kaki Lima

Berdasarkan tipe komoditas yang dijual PKL, MCGee dan Yeung

(1977:81) mengelompokkan PKL menjadi empat kategori, yaitu :

a. Makanan yang tidak diproses dan semi olahan. Makanan yang tidak

diproses, termasuk makanan mentah seperti daging, buah-buahan atau

sayuran. Sedangkan makanan yang semi olahan seperti beras.

b. Makanan siap saji, yakni penjual makanan yang sudah dimasak.

c. Barang bukan makanan , kategori ini terdiri dari barang-barang dalam

skala yang luas, mulai dari tekstil hingga obat-obatan.

d. Jasa , yang terdiri dari beragam aktivitas seperti jasa perbaikan sol sepatu

dan tukang cukur.

18

Universitas Sumatera Utara


Berdasarkan sifat layanannya, MCGee & Yeung (1977:82-83)

mengelompokkan PKL ke dalam tiga tipe, yaitu :

a. Pedagang keliling (mobile), pedagang yang dengan mudah dapat

membawa barang daganngannya berpindah dari satu tempat ke tempat

lain, mulai dari menggunakan sepeda, gerobak atau keranjang.

b. Pedagang semi menetap (semistatic), pedagang ini mempunyai sifat

menetap sementara, dimana kios dan tempat usahanya akan berpindah

setelah beberapa waktu berjualan di tempat tersebut.

c. Pedagang Menetap (static), sifat layanan pedagang ini memiliki frekuensi

menetap yang paling tinggi, dimana lokasi tempat usahanya permanen di

suatu tempat seperti di jalan atau ruang-ruang publik dengan membangun

kios, maupun jongko.

Berdasarkan pola penyebaran aktivitas PKL, Mc.Gee dan Yeung

(1977:37-38) mengelompokkan PKL menjadi dua kategori, yaitu:

a. Pola penyebaran mengelompok (focus aglomeration), biasa terjadi pada

mulut jalan, disekitar pinggiran pasar umum atau ruang terbuka.

Pengelompokkan ini terjadi merupakan suatu pemusatan atau

pengelompokan pedagang yang memiliki sifat sama / berkaitan.

Pengelompokan pedagang yang sejenis dan saling mempunyai kaitan,

akan menguntungkan pedagang, karena mempunyai daya tarik besar

terhadap calon pembeli. Aktivitas pedagang dengan pola ini dijumpai

19

Universitas Sumatera Utara


pada ruang-ruang terbuka (taman, lapangan, dan lainnya). Biasanya

dijumpai pada para pedagang makanan dan minuman.

b. Pola penyebaran memanjang (linier aglomeration), pola penyebaran ini

dipengaruhi oleh pola jaringan jalan. Pola penyebaran memanjang ini

terjadi di sepanjang/pinggiran jalan utama atau jalan penghubung. Pola ini

terjadi ber-dasarkan pertimbangan kemudahan pencapaian, sehingga

mempunyai kesempatan besar untuk mendapatkan konsumen. Jenis

komoditi yang biasa diperdagangkan adalah sandang / pakaian, kelontong,

jasa reparasi, buah-buahan, rokok/obat-obatan, dan lain-lain.

2.3.3. Pengendalian dan Pengaturan Pedagang Kaki Lima

Keberadaan PKL dapat memberikan keuntungan bagi semua pihak yang

bersangkutan apabila PKL tersebut “dikendalikan” dalam suatu peraturan.

Daripada berusaha untuk memberantas PKL, akan lebih baik jika membuat suatu

peraturan sebagai kepastian untuk PKL sehingga dapat menjadi suatu potensi

yang baik. Beberapa keuntungan dari PKL yang telah terkendali, yaitu:

a. Mengurangi pengangguran, PKL menjadi salah satu solusi pekerjaan bagi

masyarakat berketerampilan rendah agar tetap mampu menampung beban

ekonomi keluarganya.

b. Keramahtamahan PKL, keunikan dari gerobak , suasana terbuka, dan

aktivitas yang ditimbulkan menciptakan suasana dengan karakter yang

lebih hidup yang tidak dapat ditemukan di toko-toko lain.

20

Universitas Sumatera Utara


c. Mengawasi keamanan di area berjualan serta memberikan petunjuk jalan

bagi orang yang masi asing di daerah tersebut.

d. Membangkitkan aktivitas positif pada suatu daerah.

2.3.4. Studi Banding PKL : Free Market

Free market merupakan sebuah area yang dikhususkan untuk para petani

menjual barang produksi mereka kepada konsumen secara langsung tanpa

campur tangan pemerintah dalam perkembangan, pendistribusian, dan penetapan

harganya. Sistem pengoperasiannya ditetapkan berdasarkan permintaan dan

penawaran (supply and demand) dalam sektor pasar privat.

1. Jin Tai Road Free Market, Beijing

Sepanjang salah satu jalan utama Beijing di Distrik Chaoyang adalah Jin

Tai Road Free Market, pasar yang terorganisir dengan rapi dan berkembang

dengan baik. Kios-kios berbaris di sepanjang trotoar di salah satu sisi jalan

(gambar 2.3). Terdapat 150 bilik stand untuk para penjual yang mayoritas

merupakan pedagang kaki lima, bukan petani. Free market ini beroperasi setiap

hari dari pagi hingga siang hari.

Gambar 2.3. Jin Tai Road Free market, Beijing

21

Universitas Sumatera Utara


2. Hongdae Free Market di Seoul, Korea.

Beroperasi hanya setiap hari sabtu dari jam 13.00 – 18.00 pada bulan

Maret sampai November. Berbeda dengan “fleamarket”yang menjual barang

bekas, free market ini merupakan pasar yang penuh dengan karya seni seperti

lukisan, kerajinan, dll. Hongdae Free market ini juga sudah merupakan salah satu

tempat pariwisata di Korea (gambar 2.4).

Gambar 2.4. Hongdae Free market, Seoul

2.4. Pasar di Indonesia

2.4.1. Defenisi dan Fungsi Pasar

Pasar merupakan suatu mekanisme yang mempertemukan pembeli

(konsumen) dengan penjual (produsen) sehingga keduanya dapat berinteraksi

untuk membentuk suatu kesepakatan harga. Cakupan pasar sebenarnya lebih luas

dibandingkan dengan pengertian pasar sehari-hari, transaksi pembelian dapat

dilakukan melalui alat-alat komunikasi, misalnya telepon, surat, dan internet.

Barang-barang yang diperdagangkan pun tidak hanya sebatas barangbarang

konsumsi, tetapi juga barang-barang produksi, seperti mesin, bahan mentah,

tenaga kerja, dan jasa. Dalam kehidupan sehari-hari, pasar memiliki peran yang

sangat penting yaitu sebagai sarana distribusi yang bertugas memperlancar proses

22

Universitas Sumatera Utara


penyaluran barang atau jasa dari produsen ke konsumen,sebagai pembentuk

harga, dan sebagai sarana promosi.

2.4.2. Jenis-Jenis Pasar

Secara umum, pasar terdiri dari dua, yaitu pasar konkrit dan pasar abstrak.

Pasar konkret adalah pasar tempat pertemuan antara penjual dan pembeli yang

dilakukan secara langsung. Misalnya ada los-los, toko-toko dan lain-lain. Di

pasar konkret, produk yang dijual dan dibeli juga dapat dilihat dengan kasat mata.

Sedangkan pasar Abstrak adalah pasar yang lokasinya tidak dapat dilihat dengan

kasat mata.konsumen dan produsen tidak bertemu secara langsung. Biasanya

dapat melalui internet, pemesanan telepon dan lain-lain. Dari dua jenis pasar ini,

dikelompokan lagi berdasarkan jenis barang, cara transaksi, cakupan, waktu, dan

juga strukturnya (gambar 2.5.).

Gambar 2.5. Pemetaan jenis-jenis pasar

1. Menurut Jenis Barang yang Diperjual-belikan

Menurut jenis barang yang diperjual-belikan, pasar terdiri dari dua jenis.

Yang pertama adalah pasar barang konsumsi, dimana barang yang diperjual

belikan adalah barang siap pakai atau barang jadi seperti kebutuhan hidup. Pasar

23

Universitas Sumatera Utara


jenis kedua adalah pasar faktor produksi, dimana barang yang diperjualbelikan

berupa sumber daya seperti tenaga kerja.

2. Menurut Cara transaksi

Menurut cara transaksinya, pasar terbagi menjadi pasar tradisional dan

pasar modern. Pasar tradisional adalah pasar dimana terjadi tawar menawar

secara langsung, barang yang diperjual-belikan juga merupakan bahan pokok.

Sedangkan pada pasar modern barang yang diperjual-belikan sudah tertera dalam

harga pas dan dengan layanan sendiri. Contohnya di mall dan plaza.

3. Menurut Luas Kegiatan Distribusi

Berdasarkan luasan kegiatan distribusi, pasar terbagi empat jenis yaitu

pasar lokal (dalam satu kota), pasar daerah (satu wilayah daerah), pasar nasional

(satu negara), dan pasar internasional (seluruh dunia).

4. Menurut waktu terjadinya

Berdasarkan waktu terjadinya pasar, pasar terbagi empat jenis yaitu pasar

harian, mingguan, bulanan, dan tahunan (contohnya pekan raya Jakarta).

5. Menurut bentuk atau strukturnya

Menurut strukturnya pasar terbagi dalam dua jenis. Yang pertama dinamakan

pasar persaingan sempurna dimana barang yang diperdagangkan homogeny

sehingga perseorangan penjual maupun pembeli tidak dapat mempengaruhi harga

pasar. Jenis kedua adalah pasar persaingan tidak sempurna dimana penjual dan

pembeli memiliki kekuasaan terhadap harga pasar karena barang yang ditawarkan

berbeda. Contoh pasar persaingan tidak sempurna seperti monopoli/monopsoni,

oligopoli/oligopsoni, dan persaingan monopolistik.

24

Universitas Sumatera Utara


2.4.3. Kriteria Perancangan Pasar tradisional

Meskipun dewasa ini banyak pasar tradisional yang dibangun kembali,

upaya revitalisasi ini belum menunjukkan keberhasilan secara signifikan. Hal ini

ditandai dengan tidak bertambah ramainya pasar tradisional. Kekurangberhasilan

revitalisasi pasar tradisional ini pada beberapa kasus akibat kegagalan dari

perancangan bangunan. Keberhasilan perancangan tersebut terlihat pada

kenyamanan, aksesibilitas, dan ruang sosial. Kenyamanan pada ruang pasar

ditandai dengan pasar yang terlihat bersih, tertata, lapang, tidak pengap dan

sumpek, serta terang. Aksesibilitas pasar tradisional ditandai dengan mudah

dijangkaunya kios-kios di dalam pasar oleh pengunjung. Ruang sosial di dalam

pasar terlihat dengan adanya ruang untuk berinteraksi sosial antara pengunjung,

pedagang, dan pelaku lainnya.

Sebuah kriteria perancangan pasar diungkapkan oleh Duerk (1993)

dengan model perancangan pasar berbasis isu. Salah satu aspek terpenting

perancangan pasar adalah dari segi aspek arsitektur kota. Permasalahan

perancangan pasar tradisional yang termasuk di dalam aspek arsitektur kota

menyangkut keberadaan pasar ini didalam kota. Keberadaan pasar tradisional

dipengaruhi dan mempengaruhi konteks perkotaan tempat pasar ini akan

dibangun. Isu-isu yang termasuk dalam aspek arsitektur kota adalah keterkaitan

dengan fungsi sekitar, aksesibilitas dan sistem sirkulasi eksternal, dan respon

terhadap bentuk dan ruang kota. Isu, tujuan, dan kriteria perancangan pasar

tradisional dalam aspek arsitektur kota tersaji dalam tabel 2.2.

25

Universitas Sumatera Utara


Tabel 2.2. Isu, tujuan, dan kriteria perancangan pasar tradisional dalam aspek
arsitektur kota

Isu Tujuan Kriteria

Keterkaitan Menentukan fasilitas di Fasilitas yang disediakan


dengan fungsi dalam pasar yang merespon harus sesuai dengan skala
sekitar fungsi-fungsi yang ada di pelayanan pasar
sekitarnya
Beberapa fungsi harus
disediakan berdasarkan
analisis potensi kebutuhan
pasar untuk menarik
pengunjung

Aksesibilitas dan Mengatur jalur sirkulasi Aksesibilitas dan sistem


sistem sirkulasi eksternal yang efektif dan sirkulasi eksternal harus
eksternal tidak menyebabkan jelas, efisien, dan tidak
gangguan sekitar menyebabkan kemacetan.

Menyediakan luas area Luas area parkir harus


parkir yang cukup untuk menampung kendaraan
menampung kendaraan pengunjung
pengunjung

Menjadikan area parkir Area parkir harus diletakkan


sebagai “generator” berkaitan dengan pintu
masuk

Menempatkan area loading- Area loading-unloading


unloading barang yang tidak barang sebaiknya
menganggu aktivitas ditempatkan di area yang
perdagangan tidak menganggu sirkulasi
pengunjung.

Jalur pembuangan sampah


harus dirancang untuk
memudahkan pengangkutan
sampah ke tempat
pembuangan sampah

Respon terhadap Mendapatkan gubahan Gubahan bentuk pasar harus


bentuk dan ruang bentuk bangunan pasar yang merespon struktur morfologi
sesuai dengan konteks
arsitekttur kota Wajah pasar harus selaras
dengan karakter arsitektur
setempat.

Sumber : Ekomadyo A., Hidayatsyah S. 2012. Isu, tujuan, dan kriteria perancangan
Pasar Tradisional.

26

Universitas Sumatera Utara


2.5. Kesimpulan

Ruang merupakan salah satu elemen arsitektur terpenting yang berfungsi

untuk mewadahi aktivitas manusia. Pasar adalah salah satu contoh ruang luar

yang memiliki peranan penting dalam kehidupan manusia sehari-hari. Setiap

individu memiliki kebutuhan pokok yang harus dipenuhi. Sebagian besar

masyarakat Medan masih menganggap pasar tradisional sebagai tempat yang

paling cocok untuk membeli kebutuhan pokok mereka dengan pertimbangan

harga, jangkauan, dan kebiasaan.

Meskipun berbagai upaya revitalisasi sudah dilakukan pada sejumlah

pasar tradisional di Indonesia, masih belum ditemukan keberhasihan yang

signifikan. Kegagalan dari perencanaan pasar merupakan salah satu sebabnya

dimana pengunjung merasa tidak nyaman berada disana. Sebuah perencanaan

ruang publik dapat dikatakan berhasil apabila dapat menampung aktivitas publik

secara fungsional, memiliki aksesibilitas yang mudah, nyaman dan terjadi

interaksi sosial yang baik didalamnya. Salah satu kriteria yang dapat dijadikan

pedoman dalam perancangan pasar adalah perancangan berbasis isu oleh Deurk

(1993) terkait aspek arsitektur kota.

Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan, perilaku manusia

semakin dijadikan tolak ukur dalam perencanaan yang disebut dengan

pendekatan arsitektur perilaku (behavioral architecture). Manusia membangun

sebuah bangunan atau ruang luar untuk memenuhi kebutuhan manusia dimana

setiap individu memiliki persepsi yang berbeda terhadap lingkungan tersebut.

27

Universitas Sumatera Utara


Apabila rangsang yang dipersepsikan oleh individu telah berada diatas batas

optimal, akan terjadi stress yang berujung pada dua hal, yaitu manusia harus

mencocokan dirinya dengan lingkungan tersebut (adaptasi), atau manusia harus

mengubah lingkungannya agar sesuai dengan perilaku mereka (adjustment)

(Sarwono , 1992).

28

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai