Anda di halaman 1dari 87

KATA PENGANTAR

Segala puji serta syukur kami sampaikan atas kehadiran Allah SWT atas limpahan
rahmat, taufik serta hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan Pembuatan Laporan
Praktikum Produk Migas. Laporan ini dibuat untuk memenuhi persyaratan perkuliahan
semester II di Politeknik Energi dan Mineral pola berjenjang Tahun Akademik 2017 / 2018
Program Studi Refinery I C.

Oleh karena itu dengan segala ketulusan dan keikhlasan kami menyampaikan rasa
terima kasih yang sedalam-dalamnya, kepada :

1. Kampus PEM Akamigas yang telah menyediakan fasilitas – fasilitas yang dapat
menunjang kegiatan praktikum produk migas kami.
2. Bapak Zami Furqon, M.T. dan seluruh instruktur yang telah memberikan pengarahan
dan bimbingan dalam praktikum produk migas yang kami lakukan.
3. Semua pihak yang telah membantu jalannya kegiatan praktikum produk migas ini.

Tanpa dukungan dari yang penulis sebutkan di atas, mustahil penulis dapat
menyelesaikan laporan praktikum ini. Oleh karena itu, terima kasih yang sebanyak-
banyaknya penulis sampaikan kepada yang disebutkan di atas tadi.
Penulis menyadari bahwa laporan praktikum ini masih sangat jauh dari sempurna.
Maka dari itu saran dan kritik yang membangun dari para pembaca sangat diharapkan
untuk memperbaiki ketidaksempurnaan pada laporan praktikum ini supaya menjadi lebih
baik.
Kami berharap semoga laporan ini dapat diterima dan bermanfaat bagi mahasiswa
khususnya bagi proses belajar dan mengajar. Tak lupa kami juga meminta saran dan kritik
dari semua pihak demi kesempurnaan laporan ini.

Cepu, 16 April 2018

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................1

DAFTAR ISI................................................................................................................2

DENSITY / SPECIFIC GRAVITY ASTM D 1298..................................................3

DISTILASI ASTM D 86...........................................................................................11

ASTM COLOUR, ASTM D 1500............................................................................24

COLOUR SAYBOLT ASTM D 156.......................................................................30

VISKOSITAS KINEMATIK, ASTM D 445..........................................................35

FLASH POINT ABEL, IP 170 ................................................................................41

REID VAPOUR PRESSURE (RVP), ASTM D 323..............................................46

BS & W, ASTM D 4007............................................................................................51

PORTABEL OCTANE – CETANE ANALYZER................................................55

SMOKE POINT ASTM D 1322...............................................................................62

COPPER STRIP CORROSION TEST ASTM D130............................................69

POUR POINT, ASTM D 97.....................................................................................73

FLASH POINT PENSKY – MARTENS CLOSED CUP, ASTM D 93...............77

CONDUCTIVITY.....................................................................................................83

AUTOMATIC DENSITY METER.........................................................................90

2
DENSITY / SPECIFIC GRAVITY ASTM D 1298

I. TUJUAN

Setelah melaksanakan praktikum ini diharapkan:

1. Mahasiswa dapat menentukan density, specifiv gravity atau API – gravity

memakai alat hydrometer gelas dari contoh crude oil atau produk – produknya.

2. Mahasiswa dapat mengubah hasilnya ke standar temperatur 15 oC atau 60/60 oF,

menggunakan tabel reduksi pada ASTM D 1250.

II. KESELAMATAN KERJA

1. Hati – hati bekerja menggunakan peralatan – peralatan yang mudah pecah.

III. TEORI DASAR

Rapat massa (density) didefinisikan sebagai massa per satuan volume.

Sedangkan volume spesifik (specific volume) adalah volume dibagi satuan massa.

m
ρ= kg/m3
v

Secara umum, rapat massa (density) bergantung pada suhu dan tekanan. Rapat massa

dari kebanyakan gas adalah sebanding dengan tekanan dan berbanding dengan suhu.

Terkadang rapat massa suatu zat harus dibandingkan dengan rapat massa benda lain,

perbandingan ini disebut gravitasi spesifik (specific gravity) atau rapat massa relatif

(relative density). Definisi lebih jelas dari gravitasi spesifik adalah rasio dari rapat

massa suatu substansi terhadap rapat massa substansi standar pada suhu tertentu

(biasanya 4 derajat Celcius).

Specific Gravity (SG) merupakan perbandingan densitas suatu fluida terhadap

fluida standar (reference). Di dalam proses pengolahan migas, istilah ini banyak

dijumpai terutama berkaitan dengan analisis karakteristik atau spesifikasi feed

3
dan produk. SG suatu fluida dinyatakan dalam angka dengan 4 digit di belakang

koma dan tidak bersatuan.

Fluida standar untuk zat cair adalah air dengan densitas 1 g/cm3 atau 1000

k g/m 3 (densitas terbesar pada suhu 3,98 degC). Sedangkan untuk gas, fluida

standarnya adalah udara dengan berat molekul 28,964 g/mol. 

SG zat cair diukur dengan hydrometer. Pada pengukurannya, selain

menggunakan hydrometer, digunakan juga termometer untuk mengetahui temperatur

fluida saat diukur. Hal ini sangat penting karena SG berubah seiring perubahan

temperatur.  Sebagaimana yang tercantum dalam rumus SG di atas, bahwa SG

merupakan perbandingan densitas zat terhadap densitas zat standar. Densitas

merupakan perbandingan massa zat dengan volume zat. Volume zat sangat

dipengaruhi oleh suhu. Kenaikan suhu akan mengakibatkan pemuaian zat sehingga

volumenya bertambah. Dengan demikian densitas zat yang sama pada temperatur

yang lebih tinggi akan lebih rendah. Oleh karenanya besarnya SG zat tersebut pun

berubah.

4
Guna kepentingan transaksi jual beli, khususnya di bidang migas supaya

pembeli dan penjual tidak ada yang dirugikan maka ditetapkan standar SG 60/60

sebagai dasar perhitungan transaksi jual beli. SG 60/60 berarti perbandingan

densitas zat pada suhu 60 degF dengan densitas zat standar pada suhu yang sama.

Namun kenyataannya, sangat sulit mengkondisikan suhu pengukuran tepat pada 60

degF. Oleh karena itu pengukuran dilakukan pada suhu ruangan (berapapun) yang

nantinya hasil pengukuran tersebut dikonversi ke SG 60/60 dengan suatu koreksi

suhu. Untuk memperoleh besaran faktor koreksi suhu dapat dihitung dengan formula

sebagai berikut.
−3 −6 3
C=1.313454−0.132674 ×T +2.057793 e −2.627634 e ×T

(Lyons, 1992, the Handbook of Chemistry and Physics (CRC))

Dengan suhu pada derajat Fahrenheit. Kemudian diperoleh SG terkoreksi suhu

dengan melakukan perhitungan sebagai berikut.

SGCorrected = SGobserved + (0,001C)

Perhitungan SG terkoreksi juga dapat dilakukan dengan menggunakan tabel sebagai

berikut.

Tabel di atas merupakan tabel koreksi SG tiap derajat Fahrenheit. Penggunaannya

menggunakan rumus sebagai berikut. Untuk nilai koreksi pada rentang di luar yang

terdapat di tabel dapat dilakukan ekstrapolasi.

5
141,5
API Gravity = = 131,5
SG 60/60 ° F

IV. BAHAN DAN PERALATAN

a. Bahan

1. Minyak Solar

b. Peralatan

1. Hydrometer standar

 Skala Density

 Skala SG atau

 Skala API – gravity

2. Thermometer ASTM 12 C atau 12 F

3. Gelas silinder

4. Constant – Temperatur Bath

V. LANGKAH KERJA

a. Langkah Kerja Pengukuran Density 15 oC

1. Atur suhu contoh sesuai dengan jenis contoh yang akan diuji.

2. Tuangkan contoh uji ke dalam gelas silinder, hilangkan adanya gelembung

udara dengan diaduk menggunakan thermometer secara perlahan.

3. Tempatkan gelas silinder yang telah berisi contoh uji pada tempat yang

datar, bebas pengaruh goncangan dan pengaruh udara luar.

6
4. Lakukan pengukuran temperature menggunakan Thermometer skala oC,

baca dan catat suhu contoh uji.

5. Masukkan dengan perlahan hydrometer DESNITY yang sesuai ke dalam

contoh uji.

6. Apabila hydrometer sudah terapung dengan bebas, baca skala hydrometer

dan catat sebagai “Density Pengamatan” (Observed Density).

7. Keluarkan hydrometer, kemudian lakukan pengukuran temperature, baca

dan catat suhu contoh uji. Apabila perbedaan suhu dari kedua pengamatan

tidak melampaui 0,5 oC hasil rerata dicatat sebagai “Suhu Pengamatan”

(Observed Temperature).
o
8. Untuk mengubah Density pengamtan ke Density 15 C dikoreksi

menggunakan Tabel 53 Aatau 53 B dari Petroleum Measurement Tables

ASTM D – 1250 – 80.

b. Langkah Kerja Pengukuran SG 60/60 oF

1. Atur suhu contoh sesuai dengan jenis contoh yang akan diuji.

2. Tuangkan contoh uji ke dalam gelas silinder, hilangkan adanya gelembung

udara dengan diaduk menggunakan thermometer secara perlahan.

3. Tempatkan gelas silinder yang telah berisi contoh uji pada tempat yang

datar, bebas pengaruh goncangan dan pengaruh udara luar.

4. Lakukan pengukuran temperatur menggunakan Thermometer Skala oF, baca

dan catat suhu contoh uji.

5. Masukkan dengan pelan – pelan hydrometer SG yang sesuai ke dalam

contoh uji.

6. Apabila hydrometer sudah terapung dengan bebas baca skala hydrometer

dan thermometer, lalu dicatat sebagai SG Pengamatan.

7
7. Keluarksn hydrometer, kemudian lakukan pengukuran temperatur, baca dan

catat suhu contoh uji. Apabila perbedaan suhu dari kedua pengamatan tidak
o
melampaui 0,5 C hasil rerata dicatat sebagai “Suhu Pengamatan”

(Observed Temperature).

8. Untuk merubah SG pengamatn ke SG pada 60/60 o


F dikoreksi

menggunakan Tabel 23 A atau 23 B dari Petroleum Measurement Tables

ASTM D – 1250 – 80.

9. Untuk merubah SG 60/60 oF ke Density 15 oC atau oAPI Gravity pada 60


o
F gunakan tabel 21.

VI. HASIL PENGAMATAN

 Pengukuran Density 15 oC

Suhu1 = 28 oC

Density = 0,84

Suhu2 = 28,1 oC

∆ t=28,1 ℃−28 ℃=0,1℃

Karena nilai ∆ t < 0,5 oC, maka Suhu Pengamatan – nya adalah 28,1 oC.

 Pengukuran SG 60/60 oF

Suhu1 = 83 oF

Density = 36,8

Suhu2 = 83,5 oC

∆ t=83,5℉ −83 ℉=0,5 ℉

Karena nilai ∆ t = 0,5 ℉, maka Suhu Pengamatan – nya adalah 83 ℉.

Lalu data tersebut dikonversikan ke tabel 53 A atau 53 B dan tabel 23. Data yang di

peroleh berdasarkan tabel 53, density – nya sebesar 0,8486. Sedangkan berdasarkan

8
tabel 53 B density – nya sebesar 0,850. Lalu berdasarkan tabel 23 solar yang density

– nya 0,8486 memiliki SG 60/60 sebesar 0,8444 sedangkan solar yang density – nya

0,850 memiliki SG 60/60 sebesar 0,8504.

VII. ANALISIS

Percobaan ini dilakukan dengan memasukkan contoh uji ke dalam gelas

silinder dan di masukkan hydrometer yang sesuai sampai hydrometer tersebut

mengapung. Kemudian hasil yang terbaca dicatat. Hasil yang ada dikonversikan

dengan menggunakan Tabel 53 A atau 53 B untuk Density 15 oC dan tabel 23 A atau

23 B untuk SG 60/60 oF. Dari tabel 53 A, density – nya adalah 0,8486. Dari tabel B,

density – nya sebesar 0.850 untuk density 15 oC. Sedangkan untuk SG 60/60 oF –

nya sebesar 0,8444 untuk density 0,8486 sedangkan density 0,850 memiliki SG

0,8504.

VIII. KESIMPULAN DAN SARAN

a. Kesimpulan

Dari percobaan yang berjudul “Density / Specific Gravity ASTM D

1298” ini, dapat diambil kesimpulan bahwa contoh uji memiliki SG sebesar

0,8444 dan 0,8504 yang berarti contoh ujia merupakan jenis minyak bumi

medium ringan yang memiliki API berkisar antara 39 – 35.

b. Saran

Setelah diselesaikannya penyusunan laporan praktikum dengan judul

“Density / Specific Gravity ASTM D 1298” ini, penulis menyarankan,

sebaiknya praktikan yang selanjutnya dapat lebih teliti dan berhati – hati dalam

melakukan praktikum, memperhatikan dengan baik hydrometer yang

digunakan, dan juga teliti dalam membaca hydrometer.

9
IX. DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2012. “Teori tentang SG dan Density”.

10
DISTILASI ASTM D 86
I. TUJUAN

Setelah melaksanakan praktikum ini diharapkan:

1. Mahasiswa dapat menentukan secara kuantitatif karakteristik trayek titik didih

menggunakan unit destilasi secara laboratories, meliputi distilasi atmosferik

produk minyak bumi (Mogas, Avgas, Avtur, Kerosine, Gas Oil, dan produk lain

sejenis).

2. Mahasiswa dapat menentukan Initial Boiling Point (IBP).

3. Mahasiswa dapat menentukan End Point (EP) atau Final Boiling Point (FBP).

II. KESELAMATAN KERJA

1. Hati – hati bekerja menggunakan peralatan – peralatan yang mudah pecah.

2. Bila menggunakan peralatan bertenaga listrik, lihat terlebih dahulu tegangan

jaringan listrik yang ada.

III. TEORI DASAR

Destilasi adalah teknik untuk memisahkan larutan ke dalam masing-masing

komponennya. Prinsip destilasi adalah didasarkan atas perbedaan titik didih

komponen zatnya. Destilasi dapat digunakan untuk memurnikan senyawa-senyawa

yang mempunyai titik didih berbeda sehingga dapat dihasilkan senyawa yang

memiliki kemurnian yang tinggi.

Terdapat beberapa teknik pemisahan dengan menggunakan destilasi, salah

satunya adalah destilasi sederhana. Set alat destilasi sederhana (Gambar 1) adalah

terdiri atas labu alas bulat, kondensor (pendingin), termometer, erlenmeyer,

pemanas. Peralatan lainnya sebagai penunjang adalah statif dan klem, adaptor

11
(penghubung), selang yang dihubungkan pada kondensor tempat air masuk dan air

keluar, batu didih.

Gambar 1. Rangkaian Alat Destilasi

Keterangan Gambar:

1. Kran air

2. Pipa penghubung

3. Erlenmeyer

4. Termometer

5. Statif dan Klem

6. Labu alas bulat

7. Tempat air keluar dari kondensor

8. Tempat air masuk pada kondensor

9. Pemanas

10. Kondensor

Adapun fungsi masing-masing alat yaitu labu alas bulat sebagai wadah untuk

penyimpanan sampel yang akan didestilasi. Kondensor atau pendingin yang berguna

12
untuk mendinginkan uap destilat yang melewati kondensor sehingga menjadi cair.

Kondensor atau pendingin yang digunakan menggunakan pendingin air dimana air

yang masuk berasal dari bawah dan keluar di atas, karena jika airnya berasal (masuk)

dari atas maka air dalam pendingin atau kondensor tidak akan memenuhi isi

pendingin sehingga tidak dapat digunakan untuk mendinginkan uap yang mengalir

lewat kondensor tersebut. Oleh karena itu pendingin atau kondensor air masuknya

harus dari bawah sehingga pendingin atau kondensor akan terisi dengan air maka

dapat digunakan untuk mendinginkan komponen zat yang melewati kondensor

tersebut dari berwujud uap menjadi berwujud cair.

Termometer digunakan untuk mengamati suhu dalam proses destuilasi

sehingga suhu dapat dikontrol sesuai dengan suhu yang diinginkan untuk

memperoleh destilat murni. Erlenmeyer sebagai wadah untuk menampung destilat

yang diperoleh dari proses destilasi. Pipa penghubung (adaptor) untuk

menghubungkan antara kondensor dan wadah penampung destilat (Erlenmeyer)

sehingga cairan destilat yang mudah menguap akan tertampung dalam erlenmeyer

dan tidak akan menguap keluar selama proses destilasi berlangsung. Pemanas

berguna untuk memanaskan sampel yang terdapat pada labu alas bulat. Penggunaan

batu didih pada proses destilasi dimaksudkan untuk mempercepat proses pendidihan

sampel dengan menahan tekanan atau menekan gelembung panas pada sampel serta

menyebarkan panas yang ada ke seluruh bagian sampel. Sedangkan statif dan klem

berguna untuk menyangga bagian-bagian dari peralatan destilasi sederhana sehingga

tidak jatuh atau goyang ( Rusli,2013 ).

Selanjutnya merangkai alat destilasi merupakan salah satu hal yang penting

karena dengan pemahaman dan keterampilan yang baik dan benar maka dapat

mencegah terjadinya kerusakan alat. Adapun tahapan merangkai alat destilasi

13
sederhana adalah menyiapkan statif dan klem serta pemanas, kemudian memasang

labu alas bulat, selanjutnya memasang kondensor, setelah itu memasang adaptor

(jika menggunakan adaptor untuk destilasi senyawa yang mudah menguap), dan

memasang labu penampung (Erlenmeyer), serta yang terakhir adalah memasang

thermometer.

Setelah semua alat telah terpasang dengan baik, maka dapat dilakukan proses

detilasi. Sebagaimana prinsip dasar dari destilasi adalah memisahkan zat berdasarkan

perbedaan titik didihnya, maka komponen zat yang memiliki titik didih yang rendah

akan lebih dulu menguap sedangkan yang lebih tinggi titik didihnya akan tetap

tertampung pada labu destilasi. Proses penguapan komponen zat ini dilakukan

dengan pemanasan pada labu destilasi sehingga komponen zat yang memiliki titik

didih yang lebih rendah akan menguap dan uap tersebut melewati kondensor atau

pendingin yang mendinginkan komponen zat tersebut sehingga akan terkondensasi

atau berubah dari berwujud uap menjadi berwujud cair sehingga dapat ditampung di

labu destilat atau labu Erlenmeyer. Pada proses destilasi ini, destilat ditampung pada

suhu tetap (konstan). Hal ini dilakukan karena diharapkan akan diperoleh destilat

yang murni pada kondisi suhu tersebut. Setelah sampel pada labu alas bulat

berkurang, suhu akan naik karena jumlah sampel yang didestilasi telah berkurang.

Pada kondisi naiknya suhu ini, proses destilasi sudah dapat dihentikan sehingga yang

diperoleh adalah destilat murni. Pada destilasi, untuk memperoleh ketelitian yang

tinggi penempatan ujung termometer harus sangat diperhatikan, yaitu ujung

termometer harus tepat berada di persimpangan yang menuju ke pendingin agar suhu

yang teramati adalah benar-benar suhu uap senyawa yang diamati. Pada proses

destilasi, penyimpangan pengukuran dapat terjadi jika adanya pemanasan yang

14
berlebihan (superheating) serta kesalahan dalam penempatan pengukur suhu

(thermometer) tidak pada posisi yang benar ( Syaputryi,2012 ).

Teori dasar destilasi yaitu perpindahan panas ke cairan yang sedang mendidih

memegang peranan yang penting pada proses evaporasi dan destilasi atau juga pada

proses biologi dan proses kimia lain seperti proses petroleum, pengendalian

temperatur suatu reaksi kimia, evaporasi suatu bahan pangan dan sebagainya. Cairan

yang sedang dididihkan biasanya ditampung dalam bejana dengan panas yang

berasal dari pipa-pipa pemanas yang horizontal atau vertikal. Pipa dan plat-plat

tersebut dipanaskan dengan listrik, dengan cairan panas atau uap panas pada sisi

yang lain.

Perbedaan sifat campuran suatu fase dengan campuran dua fase dapat

dibedakan secara jelas jika suatu cairan menguap, terutama dalam keadaan mendidih.

Sebagai contoh adalah cairan murni didalam suatu tempat yang tertutup. Pada suhu

tertentu molekul-molekul cairan tersebut memiliki energi tertentu dan bergerak

bebas secara tetap dan dengan kecepatan tertentu. Tetapi setiap molekul dalam cairan

hanya bergerak pada jarak pendek sebelum dipengaruhi oleh molekul-molekul lain,

sehingga arah geraknya diubah. Namun setiap molekul pada lapisan permukaan yang

bergerak ke arah atas akan meninggalkan permukaan cairan dan akan menjadi

molekul uap. Molekul-molekul uap tersebut akan tetap berada dalam gerakan yang

konstan, dan kecepatan molekul-molekul dipengaruhi oleh suhu pada saat itu.

Ada 6 jenis destilasi yang akan dibahas disini, yaitu destilasi sederhana,

destilasi fraksionasi, destilasi uap, destilasi vakum, destilasi kering dan destilasi

azeotropik.

1. Destilasi Sederhana

15
Pada destilasi sederhana, dasar pemisahannya adalah perbedaan titik

didih yang jauh atau dengan salah satu komponen bersifat volatil. Jika

campuran dipanaskan maka komponen yang titik didihnya lebih rendah akan

menguap lebih dulu. Selain perbedaan titik didih, juga perbedaan kevolatilan,

yaitu kecenderungan sebuah substansi untuk menjadi gas. Destilasi ini

dilakukan pada tekanan atmosfer. Aplikasi destilasi sederhana digunakan untuk

memisahkan campuran air dan alkohol.

2. Destilasi Fraksionasi

Fungsi destilasi fraksionasi adalah memisahkan komponen-komponen

cair, dua atau lebih, dari suatu larutan berdasarkan perbedaan titik didihnya.

Destilasi ini juga dapat digunakan untuk campuran dengan perbedaan titik

didih kurang dari 20 °C dan bekerja pada tekanan atmosfer atau dengan

tekanan rendah. Aplikasi dari destilasi jenis ini digunakan pada industri

minyak mentah, untuk memisahkan komponen-komponen dalam minyak

mentah. Perbedaan destilasi fraksionasi dan destilasi sederhana adalah adanya

kolom fraksionasi. Di kolom ini terjadi pemanasan secara bertahap dengan

suhu yang berbeda-beda pada setiap platnya. Pemanasan yang berbeda-beda ini

bertujuan untuk pemurnian destilat yang lebih dari plat-plat di bawahnya.

Semakin ke atas, semakin tidak volatil cairannya

3. Destilasi Azeotrop

Azeotrop adalah campuran dari dua atau lebih komponen yang memiliki

titik didih yang konstan. Azeotrop dapat menjadi gangguan yang menyebabkan

hasil destilasi menjadi tidak maksimal. Komposisi dari azeotrop tetap konstan

dalam pemberian atau penambahan tekanan, akan tetapi ketika tekanan total

16
berubah, kedua titik didih dan komposisi dari azeotrop berubah. Sebagai

akibatnya, azeotrop bukanlah komponen tetap, yang komposisinya harus selalu

konstan dalam interval suhu dan tekanan, tetapi lebih ke campuran yang

dihasilkan dari saling mempengaruhi dalam kekuatan intramolekuler dalam

larutan. Azeotrop dapat didestilasi dengan menggunakan tambahan pelarut

tertentu, misalnya penambahan benzena atau toluena untuk memisahkan air.

Air dan pelarut akan ditangkap oleh penangkap Dean-Stark. Air akan tetap

tinggal di dasar penangkap dan pelarut akan kembali ke campuran dan

memisahkan air lagi. Campuran azeotrop merupakan penyimpangan dari

hukum Raoult.

4. Destilasi Vakum

Destilasi vakum biasanya digunakan jika senyawa yang ingin didestilasi

tidak stabil, dengan pengertian dapat terdekomposisi sebelum atau mendekati

titik didihnya atau campuran yang memiliki titik didih di atas 150 °C. Metode

destilasi ini tidak dapat digunakan pada pelarut dengan titik didih yang rendah

jika kondensornya menggunakan air dingin, karena komponen yang menguap

tidak dapat dikondensasi oleh air. Untuk mengurangi tekanan digunakan

pompa vakum atau aspirator. Aspirator berfungsi sebagai penurun tekanan

pada sistem destilasi ini.

5. Destilasi Uap

Destilasi uap digunakan pada campuran senyawa-senyawa yang

memiliki titik didih mencapai 200 °C atau lebih. Distilasi uap dapat

menguapkan senyawa-senyawa ini dengan suhu mendekati 100 °C dalam

tekanan atmosfer dengan menggunakan uap atau air mendidih. Sifat yang

17
fundamental dari distilasi uap adalah dapat mendestilasi campuran senyawa di

bawah titik didih dari masing-masing senyawa campurannya. Selain itu

destilasi uap dapat digunakan untuk campuran yang tidak larut dalam air di

semua temperatur, tapi dapat didestilasi dengan air. Aplikasi dari destilasi uap

adalah untuk mengekstrak beberapa produk alam seperti minyak eucalyptus

dari eucalyptus, minyak sitrus dari lemon atau jeruk, dan untuk ekstraksi

minyak parfum dari tumbuhan. Campuran dipanaskan melalui uap air yang

dialirkan ke dalam campuran dan mungkin ditambah juga dengan pemanasan.

Uap dari campuran akan naik ke atas menuju ke kondensor dan akhirnya

masuk ke labu destilat.

6. Destilasi kering

Destilasi kering merupakan destilasi yang dilakukan dengan cara

memanaskan material padat untuk mendapatkan fase uap dan cairnya, biasanya

digunakan untuk mengambil cairan bahan bakar dari kayu atau batu bara

(Fhya,2011).

Prinsip destilasi adalah penguapan cairan dan pengembunan kembali uap

tersebut pada suhu titik didih. Titik didih suatu cairan adalah suhu dimana

tekanan uapnya sama dengan tekanan atmosfer. Cairan yang diembunkan

kembali disebut destilat. Tujuan destilasi adalah pemurnian zat cair pada titik

didihnya, dan memisahkan cairan tersebut dari zat padat yang terlarut atau dari

zat cair lainnya yang mempunyai perbedaan titik didih cairan murni. Pada

destilasi biasa, tekanan uap di atas cairan adalah tekanan atmosfer (titik didih

normal). Untuk senyawa murni, suhu yang tercatat pada termometer yang

ditempatkan pada tempat terjadinya proses destilasi adalah sama dengan titik

didih destilat.

18
Untuk memisahkan alkohol dari campuran dan meningkatkan kadar

alkohol, beer perlu didistilasi. Maksud dan proses distilasi adalah untuk

memisahkan etanol dari campuran etanol air. Untuk larutan yang terdiri dari

komponen-komponen yang berbeda nyata suhu didihnya, distilasi merupakan

cara yang paling mudah dioperasikan dan juga merupakan cara pemisahan

yang secara thermal adalah efisien. Pada tekanan atmosfir, air mendidih pada

100 oC dan etanol mendidih pada sekitar 77 oC. perbedaan dalam titik didih

inilah yang memungkinkan pemisahan campuran etanol air. Prinsip: jika

larutan campuran etanol air dipanaskan, maka akan lebih banyak molekul

etanol menguap dari pada air. Jika uap-uap ini didinginkan (dikondensasi),

maka konsentrasi etanol dalam cairan yang dikondensasikan itu akan lebih

tinggi dari pada dalam larutan aslinya. Jika kondensat ini dipanaskan lagi dan

kemudian dikondensasikan, maka konsentrasi etanol akan lebih tinggi lagi.

Proses ini bisa diulangi terus, sampai sebagian besar dari etanol

dikonsentrasikan dalam suatu fasa. Namun hal ini ada batasnya. Pada larutan

96% etanol, didapatkan suatu campuran dengan titik didih yang sama

(azeotrop). Pada keadaan ini, jika larutan 96% alkohol ini dipanaskan, maka

rasio molekul air dan etanol dalam kondensat akan teap konstan sama. Jika

dengan cara distilasi ini, alcohol tidak bias lebih pekat dari 96%. Pemisahan

dan pemurnian senyawa organik dari suatu campuran senyawa dilakukan

dengan beberapa cara sesuai dengan karakter sample. Destilasi sederhana,

pemisahan ini dilakukan bedasarkan perbedan titik didih yang besar atau untuk

memisahkan zat cair dari campurannya yang yang berwujud padat. Destilasi

bertingkat, pemisahan ini dilakukan berdasarkan perbedaan titik didih yang

berdekatan.. Destilasi uap, dilakukan untuk memisahkan suatu zat yang sukar

19
bercampur dengan air dan memiliki tekanan uapnyang relative tunggi atau

memiliki Mr yang tinggi (Auliani,2011).

IV. BAHAN DAN PERALATAN

a. Bahan

1. Avtur

b. Peralatan

1. Labu Distilasi 125 mL

2. Gelas ukur 100 mL dan 10 mL

3. Thermometer 7 oC atau 8 oC

4. Condensor (bak pendingin)

5. Pemanas (burner atau elektrik)

V. LANGKAH KERJA

1. Ukur contoh 100 mL menggunakan gelas ukur 100 mL, tuangkan ke dalam labu

distilasi dan pasang thermometer yang sesuai.

2. Pasang gelas ukur 100 mL pada ujung kondensor sebagai penampung

kondensat.

3. Nyalakan pemanas dan atur kecepatannya sehingga mencapai IBP (Initial

Boiling Point):

 Untuk group 1 s/d 3 dalam waktu 5 – 10 menit.

 Untuk group 4 dalam waktu 5 – 15 menit.

4. Atur pemanasan dari IBP sampai 5% volume dalam waktu 60 – 70 detik atau

dengan kecepatan tetesan 4 – 5 mL / menit. Setelah IBP terbaca, gelas ukur

digeser sehingga ujung kondensor menempel dinding gelas.

5. Baca dan catat suhu setiap kenaikan 10% volume.

20
6. Atur pemansan sehingga 95% volume sampai FBP (Final Boiling Point)

waktunya 3 – 5 menit. FBP adalah suhu tertinggi yang terbaca saat uji distilasi.

7. Setelah FBP tercapai, matikan pemanas dan labu dibiarkan dingin kemudian

ukur volume residu.

8. Hitung % volume Losses dengan formula:

Losses, % volume = 100 mL – (Total Recovery + Reside) mL

VI. HASIL PENGAMATAN

Volume Suhu
10 mL 176 oC
20 mL 184 oC
30 mL 192 oC
40 mL 199 oC
50 mL 203 oC
60 mL 214 oC
70 mL 221 oC
80 mL 230 oC
90 mL 241 oC
98 mL 256 oC

Suhu pada tetesan pertama = 163 oC

Hasil distilasi = 98 mL

Residu = 1,2 mL

Total Sampel = 100 mL

Losses = 100 – ( 98 + 1,2 ) mL

= 100 – 99,2

= 0,8 mL

% Losses = 0,8%

VII. ANALISIS

21
Pada praktikum kali ini dilakukan distilasi avtur yang bertujuan untuk

mendapatkan panas avtur dengan cara mengetahui titik didih yang dimiliki avtur

menggunakan metode distilasi ASTM D – 86.

Pada proses distilasi, kecepatan tetesan distilat yang keluar dicatat pada selang

volume 10 ml. Setelah selang volume 10 mL, suhu pada labu bundar di catat. Suhu

awal mula distilat menetes di sebut dengan IBP (Indeks Boiling Point). IBP yang di

dapat adalah 163 oC. Dari proses distilasi diperoleh 98 mL distilat dengan temperatur

akhir yaitu 256 oC yang disebut sebagai FBP (Final Boiling Point) dan diperoleh %

losses sebesar 0,8%.

VIII. KESIMPULAN DAN SARAN

a. Kesimpulan

Dari percobaan yang berjudul “Distilasi ASTM D 86” ini, dapat diambil

kesimpulan bahwa IBP dari contoh uji adalah 163 oC dan FBP – nya adalah 256
o
C.

b. Saran

Setelah diselesaikannya penyusunan laporan praktikum dengan judul

“Distilasi ASTM D 86” ini, penulis menyarankan, sebaiknya praktikan yang

selanjutnya dapat lebih teliti dan berhati – hati dalam melakukan praktikum dan

juga memperhatikan thermometer dengan baik.

IX. DAFTAR PUSTAKA

Fadarina, 2011. ‘’Petunjuk Praktikum Hidrokarbon”, Palembang : Jurusan Teknik

Kimia Politeknik Negeri Sriwijaya.

ASTM COLOUR, ASTM D 1500

I. TUJUAN

22
Setelah melaksanakn praktikum ini diharapkan:

1. Mahasiswa dapat mencakup penetapan secara visual dari warna produk minyak

seperti minyak pelumas, heating oil, diesel fuel oil, dan petroleum wax.

II. KESELAMATAN KERJA

1. Hati – hati bekerja menggunakan peralatan – peralatan yang mudah pecah.

2. Bila menggunakan peralatan listrik, lihat terlebih dahulu tegangan jaringan

listrik yang ada.

III. TEORI DASAR

Colorimeter adalah instrumen alat uji yang peka terhadap cahaya yang

mengukur berapa banyak warna yang diserap oleh objek atau substansi. Hal ini

menentukan warna berdasarkan komponen dari cahaya yang diserap oleh objek,

Ketika cahaya melewati medium, sebagian dari cahaya yang diserap, dan sebagai

hasilnya, ada penurunan beberapa banyak cahaya yang dipantulkan oleh medium.

Alat uji colorimeter rmerupakan solusi bagi pengguna untuk dapat menganalisa

konsentrasi zat tertentu dalam medium tersebut. Perangkat ini berdasar pada hukum

Beer Lambert yang menyatakan bahwa penyerapan cahaya yang ditransmisikan

melalui media berbanding lurus dengan konsentrasi medium.

a. Jenis Calorimeter

Ada berbagai jenis colorimeters, termasuk densitometer warna, yang

mengukur kepadatan warna-warna primer, dan fotometer warna, yang mengukur

refleksi dan transmisi warna. Spektrofotometer adalah jenis fotometer yang

mengukur intensitas cahaya, sering dikelompokkan bersama dengan

colorimeters, namun secara teknis merupakan perangkat yang berbeda.

Keduanya bergantung pada hukum Beer-Lambert untuk menghitung konsentrasi

zat dalam larutan, tetapi dilakukan dengan cara yang berbeda. Colorimeter

23
hanya mengukur warna merah, hijau, dan warna biru terang, sedangkan

spektrofotometer dapat mengukur intensitas setiap panjang gelombang cahaya

tampak. Secara umum, spektrofotometer lebih rumit dan kurang kasar daripada

colorimeters kebanyakan, keduanya harus ditangani dengan hati-hati dan

memerlukan kalibrasi ulang.

b. Bagian Colorimeter

1. Read % transmission = display / pembacaan yang menunjukkan perintah

yang digunakan

2. Set % transmission = untuk mengatur perintah yang akan digunakan

3. Sample carrier = untuk tempat sampel

4. Set wavelength = untuk mengeset panjang gelombang

5. Filter – set to read = untuk pembacaan setelah penyaringan

6. On / off = tombol untuk menghidupkan dan mematikan alat

c. Cara Kerja Colorimeter

Pada posisi paling dasar, kolorimeter bekerja dengan melewati panjang

gelombang cahaya tertentu melalui solusi, dan kemudian mengukur cahaya yang

datang melalui di sisi lain. Dalam kebanyakan kasus, lebih terkonsentrasi

solusinya yaitu cahaya lampu akan lebih banyak diserap, dan dapat dilihat pada

perbedaan antara cahaya pada sumber asalnya dan setelah itu melewati solusi.

Untuk mengetahui konsentrasi suatu sampel, maka sampel dilihat dari solusi di

mana konsentrasi diketahui yang pertama disiapkan dan diuji. Ini kemudian

diplot pada grafik dengan konsentrasi pada satu sumbu dan absorbansi di sisi

lain untuk membuat kurva kalibrasi, ketika sampel tidak diketahui diuji, hasilnya

dibandingkan dengan sampel yang dikenal pada kurva untuk menentukan

24
konsentrasi. Beberapa jenis colorimeters otomatis akan membuat kurva kalibrasi

didasarkan pada kalibrasi awal.

d. Penggunaan

Colorimeter dapat digunakan dalam berbagai bidang. Kolorimeter portable

dapat digunakan untuk menganalisis kontras warna dan kecerahan pada layar

televisi atau komputer, yang memungkinkan pengguna untuk kemudian

menyesuaikan pengaturan untuk mendapatkan kualitas gambar terbaik.

Dalam industri percetakan, colorimeter adalah elemen dasar dalam suatu

sistem manajemen warna. Aplikasi pencetakan lainnya termasuk industri

memeriksa komponen elektronik dan kualitas kertas pulp dan mengukur kualitas

tinta cetak. Pedagang berlian menggunakan colorimeters untuk mengukur sifat

optik dari batu mulia. Dalam tata rias, perangkat ini digunakan untuk mengukur

faktor perlindungan kulit terhadap matahari.

Colorimeters dapat menganalisis warna kulit dan warna gigi untuk

membantu mendiagnosa penyakit tertentu, dan rumah sakit bahkan

menggunakan beberapa jenis perangkat ini untuk menguji kosentrasi

hemoglobin dalam darah.

e. Kalibrasi

Kalibrasi colorimeter hamper menyerupai spektrofotometer, yakni

dilakukan dengan mengikuti prosedur sebagai berikut:

 Dilakukan dengan larutan blangko (berisi pelarut murni yang digunakan

dalam sampel) dengan kuvet yang sama.

 Setiap perubahan panjang gelombang diusahakan dilakukan proses

kalibrasi.

25
 Proses kalibrasi pada pengukuran dalam waktu yang lama untuk satu

macam panjang gelombang, dilakukan secara periodik selang waktu per 30

menit.

 Jika tidak digunakan dalam waktu yang lama, sesekali dilakukan

pemanasan. Dengan cara menghisupkan selamam beberapa menit.

Dengan adanya proses kalibrasi pada maka akan membantu pemakai untuk

memperoleh hasil yang akurat dan mencegah kerusakan.

f. Perawatan dan Penyimpanan

Untuk colorimeter disimpan ditempat khusus yang jauh dari sinar

matahari. Tidak bercampur dengan bahan bahan kimia karena dapet

menyebabkan korosif. Untuk perawatan cukup di bersihkan dengan kain yang

halus.

IV. BAHAN DAN PERALATAN

a. Bahan

1. Minyak solar

b. Peralatan

1. Colorimeter, terdiri dari sumber cahaya, gelas warna standar, housing

wadah contoh bertutup.

2. Wadah contoh, silinder gelas bening, ID 32,5 – 33,4 mm, tinggi dalam 120

– 130 mm, tebal dinding 1,2 – 2,0 mm.

V. LANGKAH KERJA

1. Tabung standar kanan dan kiri diisi dengan akuades sampai tanda batas.

2. Isikan contoh uji ke dalam tabung tengah sampai tanda batas.

3. Hubungkan stop kontak pada 220 Volt, switch pada alat di ubah ke posisi ON.

26
4. Bandingkan warna contoh terhadap warna standar dengan memutar regulator

warna, sehingga diperoleh warna yang sama dan catat hasilnya.

5. Switch pada alat diubah ke posisi OFF.

6. Keluarkan tabung contoh dan bersihkan.

VI. HASIL PENGAMATAN

Minyak solar yang diuji dengan Colorimeter menghasilkan warna D 3,0, L 4,5

(lebih gelap dari 3, lebih terang dari 4,5).

VII. PERTANYAAN

 Pengukuran warna ASTM terhadap minyak solar bertujuan untuk?

Jawaban:

 Memastikan minyak / bahan bakar yang digunakan sesuai dengan penggunaan

yang telah diperkirakan dan juga untuk mengetahui tidak terjadinya kontaminasi

dan penurunan kualitas.

VIII. ANALISIS

Contoh uji yang digunakan adalah minyak solar. Minyak solar dimasukkan ke

dalam tabung tengah lalu diamati menggunakan colorimeter. Pencocokan warna

dilakukan dengan memutar regulator hingga menemukan warna yang sesuai atau

hampir mirip dengan contoh uji. Pemutaran regulator dimulai dari angka terkecil.

Regulator berada di kanan dan kiri colorimeter. Pada percobaan ini hasil pengamatan

warna minyak solar adalah D 3,0, L 4,5.

IX. KESIMPULAN DAN SARAN

a. Kesimpulan

27
Dari percobaan yang berjudul “ASTM Colour, ASTM D 1500” ini, dapat

diambil kesimpulan bahwa warna ASTM dari minyak solar yang diuji adalah D

3,0, L 4,5 atau lebih gelap dari 3,0, lebih terang dari 4,5.

b. Saran

Setelah diselesaikannya penyusunan laporan praktikum dengan judul

“ASTM Colour, ASTM D 1500” ini, penulis menyarankan, sebaiknya

praktikan yang selanjutnya dapat lebih teliti dalam melakukan praktikum,

memperhatikan dengan baik warna pada colorimeter, sehingga mendapatkan

hasil yang baik.

X. DAFTAR PUSTAKA

http://m.alatuji.com/kategori/45/colorimeter

28
COLOUR SAYBOLT, ASTM D 156

I. TUJUAN

Setelah melaksanakan praktikum ini diharapkan:

1. Mahasiswa dapat menentukan warna dari “refined oil” seperti “undyed motor”

dan aviation gasoline, jet fuel, naphtha, kerosene, dan petroleum wax.

II. KESELAMATAN KERJA

1. Hati – hati bekerja menggunaka peralatan – peralatan yang mudah pecah.

2. Bila menggunakan peralatan bertenaga listrik, lihat terlebih dahulu tegangan

jaringan lisrik yang ada.

III. TEORI DASAR

Penentuan warna minyak produk terutama digunakan untuk mengontrol proses

produksi minyak. Karena karakteristik warna adalah penting kualitas minyak, tetapi

juga karakteristik produk pengguna dengan mudah diamati. dalam beberapa kasus,

produk warna dapat mencerminkan tingkat halus. Untuk warna kisaran dikenal

minyak, jika warnanya luar kisaran ini, ada mungkin terkontaminasi. namun, kualitas

warna saja tidak identifikasi produk yang handal dan, oleh karena itu, tidak bisa

sewenang-wenang dengan mengamati warna minyak untuk menentukan indikator

teknis.

Saybolt kolorimetri (Warna Saybolt) tes digunakan untuk memiliki kontrol

kualitas ASTM warna dari 0.5 atau lebih rendah dan identifikasi produk dari produk

olahan. berbagai produk termasuk undyed motor bensin, bensin penerbangan, bahan

bakar jet, nafta, minyak tanah, putih minyak dan lilin minyak bumi. Untuk banyak

produk, warna adalah indikator penting dari karakteristik kualitas, tetapi juga dapat

digunakan untuk mendeteksi kontaminan dalam produk. colorimeter yang Saybolt

29
(Saybolt Chromometer) diukur dengan membandingkan warna sampel dari palet

warna kolom cairan dan standar.

a. Fitur dan manfaat

1. Sesuai dengan standar internasional ASTM D156 dan terkait

2. 3 standar lensa kolorimetri

3. Non-warna terukur cair parafin dan produk minyak bumi cair

4. Struktur kompak, dibuat dengan baik.

5. Pengoperasian yang mudah dan fleksibel.

6. Uji data akurat, cepat, jelas

b. Teknis Parameter

Memenuhi kriteria sebagai berikut:

ASTM D156; DIN 51411; FTM 791-101; NF M 07-003

Terdiri dari komponen:

1. Colorimeter Saybolt

2. Seluruh warna ketebalan standar (3)

3. Semi-tebal warna standar (1)

4. Membuat nomor dan meja tinggi kolom warna Saybolt sampel (1)

5. Hari cahaya, 110-240 V

6. Frosted bulb, 60 W, 220 V

IV. BAHAN DAN PERALATAN

a. Bahan

1. Pertasol CA

b. Peralatan

1. Saybolt Chromometer

2. Light Source (lampu standar)

30
3. Standar Warna

4. “Optical” System

V. LANGKAH KERJA

1. Tutup kerangan pada tabung contoh (kanan) jika akan mengisis contoh uji.

2. Isi contoh uji ke dalam tabung contoh sampai penuh (tanda angka 20).

3. Hubungkan lampu penerang dengan Power Supply Connection pada stop kontak

220 Volt

4. Bandingkan warna contoh dengan mengurangi perlahan – lahan contoh dari

kerangan di tabung contoh.

5. Ada 3 ukuran standar warna yaitu: 0.5 ; 1.0 ; 1.5

6. Pilih standar warna yang dipergunakan mendekati warna contoh uji.

7. Baca dan catat angka pada tabung uji dan ukuran standar warna dimana

diperoleh warna yang sama.

8. Konversikan hasil yang diperoleh pada butir (7) pada tabel yang menempel di

alat.

9. Setelah selesai switch diubah ke posisi OFF pada Power Supply Connection.

10. Lepaskan kabel listrik dari stop kontak 220 Volt.

11. Keluarkan contoh dari tabung contoh dan bersihkan.

VI. HASIL PENGAMATAN

Skala yang digunakan : 1.0

Angka pada tabung uji : 7,15

Kemudian nilai tersebut dikonversikan pada tabel yang ada pada alat dan didapatkan

nilai sebesar +17

VII. PERTANYAAN

 Pengukuran warna Saybolt terhadap Pertasol CAS bertujuan untuk?

31
Jawaban:

 Untuk menentukan warna dari fraksi minyak bumi khususnya fraksi – fraksi

ringan yaitu Pertasol CA.

VIII. ANALISIS

Percobaan ini dilakukan dengan Saybolt Chromometer untuk mengetahui

warna dari contoh uji. Terdapat 3 ukuran standar warna dan warna yang hampir sama

adalah ukuran 1.0. Untuk mendapatkan warna yang hamper sama, contoh uji yang

terdapa di dalam tabung contoh dibuang secara perlahan melalui keran sambil

diperhatikan warna – nya sampai sama ataupun hampir sama. Dari percobaan ini,

warna mendekati contoh warna ketika volume pada tabung contoh sebesar 7.25. Lalu

angka tersebut dikonversikan pada tabel yang menempel di alat dan didapatkan nilai

sebesar +17.

IX. KESIMPULAN DAN SARAN

a. Kesimpulan

Dari percobaan yang berjudul “Colour Saybolt ASTM D 156” ini, dapat

diambil kesimpulan bahwa warna dari contoh uji adalah +17.

b. Saran

Setelah diselesaikannya penyusunan laporan praktikum dengan judul

“Colour Saybolt ASTM D 156” ini, penulis menyarankan, sebaiknya praktikan

yang selanjutnya dapat lebih teliti dan berhati – hati dalam melakukan

praktikum, memberikan pencahayaan yang baik agar pengamatan warna dapat

dilakukan dengan baik.

X. DAFTAR PUSTAKA

https://habibiezone.wordpress.com/2014/06/12/minyak-goreng-proses-pemurnian-

minyak-oil-refining

32
VISKOSITAS KINEMATIK, ASTM D 445

I. TUJUAN

Setelah melaksanakan praktikum ini diharapkan:

1. Mahasiswa dapat menentukan nilai viskositas kinematika.

II. KESELAMATAN KERJA

1. Hati – hati bekerja menggunakan peralatan – peralatan yang mudah pecah.

2. Bila menggunakan peralatan bertenaga listrik, lihat terlebih dahulu tegangan

jaringan listrik yang ada.

III. TEORI DASAR

Viskositas adalah tahanan alir yang dimiliki setiap zat cair, pada suhu tertentu.

Viskositas atau kekentalan merupakan sifat fisika yang nilainya dipengaruhi oleh

suhu. Untuk mengukur viskositas pelumas digunakan alat Kinematic Viscosity

dalam satuan centistokes (Cst). Makin kecil bilangan kekentalan makin encer

(mudah mengalir), makin besar bilangannya makin kental (sulit mengalir).Viskositas

mempunyai makna penting kareana viskositas merupakan dasar dari pelumasan

komponen mesin atau peralatan yang bergerak atau bergesekan.

Apabila viskositas tidak tepat maka pelumasannya akan gagal, sehingga

terjadilah keausan bahkan kemacetan. Viskositas sangat dipengaruhi oleh

temperature, perubahan temperature mengakibatkan viskositas minyak pelumas juga

berubah. Pada temperature tinggi, viskositas tidak boleh terlalu encer karena lapisan

pelumas yang berada diantara dua komponen mesin yang bergerak akan sobek dan

terjadilah kontak antara komponen tersebut dan menyebabkan terjadinya keausan.

Demikian juga apabila tekanan/beban naik atau turun maka viskositas yang

diperlukan adalah semakin kental atau encer, apabila celah makin membesar maka

diperlukan viskositas tinggi supaya fungsi perapatan tetap dipenuhi. Viskositas pada

33
temperature 100°C diklasifikasikan dan dibatasi minimum dan maksimumnya untuk

tiap kelasnya, sehingga memudahkan konsumen memilih viskositas berapa atau SAE

berapa yang cocok untuk mesin kendaraannya.

METODE UJI

Metode ini untuk menentukan sifat alir kinematic dari cairan transparan atau

gelap dengan mengukur waktu untuk sejumlah volume cairan yang mengalir secara

gravitasi melalui viscometer gelas yang terkalibrasi.

IV. BAHAN DAN PERALATAN

a. Bahan

1. Pelumas

2. White Oil

b. Peralatan

1. Viscometers

2. Vidcometers Holders

3. Temperatured – Controlled Bath

4. Temperatured Measuring Device, from 0 to 100 oC

 Use either calibrated liquid – in – glass thermometers of an accuracy

after correction of ± 0,02 oC or better, or

 Any other thermometric device of equal or better accuracy

5. Timing Device

V. LANGKAH KERJA

1. Hubungkan stop kontak pada 220 Volt / 110 Volt, tekan switch ke posisi ON.

2. Atur posisi Termostat sesuai suhu yang dikehendaki (missal 40 oC atau 100 oC).

34
3. Biarkan beberapa saat agar suhu bak mencapai suhu yang dikehendaki sambil

stirrer dibiarkan beroperasi selama pengujian berlangsung agar suhu bak tetap

stabil.

4. Piling tabung viscometer yang sesuai dengan contoh yang diuji, tabung

viscometer harus bersih dan kering.

5. Isilah viscometer dengan contoh sampai tanda batas yang ditetapkan.

6. Masukkan viscometer yang telah diisi contoh dalam penangas sampai suhunya

sama dengan suhu penangas, minimal direndam 30 menit.

7. Mulai lakukan pengetesan dan lakukan tiga kali, ulangi pemeriksaan apabila

waktu pengaliran kurang dari 200 detik, dengan cara pemilihan kapiler yang

lebih kecil.

8. Hitung Viskositas Kinematik, sebagai berikut:

V =c × t

V = Viskositas kinematik (cSt)

c = Faktor kalibrasi dari viscometer ¿

t = Waktu alir (second)

9. Hitung Determinability atau Repeatibility.

10. Selesai pengujian tekan switch pada posisi OFF.

VI. HASIL PENGAMATAN

Contoh uji yang digunakan adalah pelumas

Data yang didapat


t1 t2 t3 c
430 s 426 s 427 s 0,2615 mm2 / s2

VII. PERTANYAAN

35
1. Hitung Viskositas Kinematik

2. Hitung Determinabilty atau Repeatability

Jawaban:

1. V 1=c ×t A =0,2615 ×426,5=111, 52975 cSt

V 2=c ×t B =0,2615 × 430=112,445 cSt

V 1 +V 2 111,52975+112,445
V́ = = =111,987 cSt
2 2

∆ V =V 2−V 1=112,445−111,52975=0,91525 cSt

2. Nilai Determinability menggunakan Formulated oils at 40 and 100 oC6 yaitu

0,0013 y, dimana y merupakan nilai V́ maka:

D=0,0013 y =0,0013 ×111,987=0,1455831

VIII. ANALISIS

Dari hasil pengamatan yang didapatkan, karena antara t 2 dan t 3 memiliki selisih yang

t 3 −t 2
kecil maka ∆ t – nya adalah dan merupakan nilai tA.
2

t 3−t 2 427−426
t A= = =426,5 s
2 2

t B =t 1=430 s

V 1=c ×t A =0,2615 ×426,5=111, 52975 cSt

V 2=c ×t B =0,2615 × 430=112,445 cSt

V 1 +V 2 111,52975+112,445
V́ = = =111,987 cSt
2 2

∆ V =V 2−V 1=112,445−111,52975=0,91525 cSt

Lalu, dapat ditentukan nilai Determinability – nya

36
Nilai Determinability menggunakan Formulated oils at 40 and 100 oC6 yaitu 0,0013

y, dimana y merupakan nilai V́ maka:

D=0,0013 y =0,0013 ×111,987=0,1455831

Jadi, ∆V > D. Maka percobaan yang dilakukan kurang teliti.

IX. KESIMPULAN DAN SARAN

a. Kesimpulan

Dari percobaan yang berjudul “Viskositas Kinematik, ASTM D 445” ini,

dapat diambil kesimpulan bahwa

b. Saran

Setelah diselesaikannya penyusunan laporan praktikum dengan judul

“Viskositas Kinematik, ASTM D 445” ini, penulis menyarankan, sebaiknya

praktikan yang selanjutnya dapat berhati – hati dalam melakukan praktikum,

memilih viscometer yang tepat.

X. DAFTAR PUSTAKA

http://dcycheesadonna.wordpress.com/2012/12/15/viskositas/

37
FLASH POINT ABEL, IP 170

I. TUJUAN

Setelah melakukan praktikum ini diharapkan:

1. Mahasiswa dapat menentukan flash point close cup dari produk – produk

minyak bumi yang mempunya flash point antara 0 oF ( – 18 oC) dan 160 oF (71
o
C).

II. KESELAMATAN KERJA

1. Bila menggunakan peralatan bertenaga listrik, lihat terlebih dahulu tegangan

jaringan listrik yang ada.

2. Hati – hati bekerja dengan menggunakan bahan yang mudah terbakar.

III. TEORI DASAR

Flash point atau titik nyala adalah suhu terendah dimana minyak (uap minyak)

dan produknya dalam campuran dengan udara akan menyala apabila terkena

percikan api kemudian mati kembali.

Minyak bumi yang mempunyai flash point terendah akan membahayakan,

karena minyak tersebut mudah terbakar. Apabila minyak tersebut mempunyai titik

nyala tinggi juga kurang baik, karena akan susah mengalami pembakaran. Tetapi

kalau ditinjau dari segi keselamatan maka minyak yang baik mempunyai flash point

yang tinggi karena tidak mudah terbakar.

Fire point adalah suhu terendah dimana uap minyak bumi dan produknya akan

menyala dan terbakar secara terus- menerus kalau terkena nyala api pada kondisi

tertentu.

Flash point ditentukan dengan jalan memanaskan sample dengan pemanasan

yang tetap, setelah tercapai suhu tertentu nyala penguji (test flame) diarahkan pada

permukaan sample. Test flame ini terus diarahkan pada permukaan sample dengan

38
berganti-ganti sehingga mencapai atau terjadi semacam ledakan karena adanya

tekanan dan api yang terdapat pada test flame akan mati. Inilah yang disebut dengan

flash point.

Penentuan fire point ini sebagai kelanjutan dari flash point dimana apabila

contoh akan terbakar / menyala kurang lebih lima detik maka lihat suhunya sebagai

fire point. Penentuan titik nyala tidak dapat dilakukan pada produk-produk yang

volatile seperti gasolin dan solven-solven ringan, karena mempunyai flash point

dibawah temperatur normal.

Semula penentuan flash point dan fire point ini dimaksudkan untuk keamanan

dimana orang yang bekerja tanpa kuatir akan terjadinya kebakaran, tetapi

perkembangannya yaitu dapat mengetahui mudah tidaknya minyak tersebut

menguap.

Koreksi untuk tekanan Barometer:

Tekanan Barometer dicatata pada saat akhir percobaan, bila tekanan tidak sama

dengan 760 mmHg (101,3 kPa), titik nyala dapat dikoreksi sebagai berikut:

Cc=C+ 0,25(101,3−P)

Cc=F+0,06 (760−P)

Cc=C+ 0,0033(760−P)

Dimana :

F = titik nyala yang diamati (°F)

C = titik nyala yang diamati (°C)

P = tekanan Barometer (mmHg, kPa)

IV. BAHAN DAN PERALATAN

a. Bahan

1. Kerosin

39
b. Peralatan

1. Flash Point Abel apparatus

2. Termometer

3. Bath pemanas

V. LANGKAH KERJA

Metode A:

Untuk minyak yang mempunyai flash point 0 – 65 oF (-30 - + 18,5 oC)

1. Isi water bath setinggi 1,5 inch dengan campuran ethylene glycol dan air (50 :

50).

2. Dinginkan bath sampai -16 oF atau paling sedikit 16 oF dibawah FP – nya.

3. Dinginkan contoh sampai 40 oF teruskan pendinginan sampai -30 oF atau paling

tidak 30 oF dibawah perkiraan flash pointnya.

4. Sambil diaduk dengan kecepatan kira – kira 30 rpm, panasi alat bagian luarnya

sehingga kenaikan temperature 1,5 – 3 oF per menit.

5. Apabila temperature contoh mencapai -16 oF atau lebih 16 oF dibawah perkiraan

flash pointnya mulailah lakukan uji. Penyalaan api secara pelan – pelan dan

teruskan untuk tiap – tiap kenaikan 1 oF.

6. Catat temperature pada saat api menyambar uap minyak sebagai FP.

Metode B:

Untuk minyak yang mempunyai flash point 66 – 160 oF

1. Isi water bath dengan air dan panaskan dengan kecepatan kenaikkan temperatur

tetap 2 – 2,5 oF per menit.

2. Atur temperature water bath permulaan test 130 oF.

3. Atur temperature contoh antara 32 – 50 oF.

40
4. Bila temperature contoh mencapai 66 oF mulailah dilakukan test dengan

penyalaan api secara pelan – pelan dan teruskan penyalaan tiap kenaikkan 1 oF.

5. Catat temperature contoh pada saat api menyambar uap minyak sebagai flash

pointnya.

VI. HASIL PENGAMATAN

Suhu awal air Suhu awal kerosin Flash Point


30 oC 29 oC 49 oC

VII. ANALISIS

Contoh uji yang digunakan adalah minyak tanah (kerosin). Suhu awal kerosin

adalah 29 oC dengan suhu awal air 30 oC. Kerosin diuji flash pointnya setiap

kenaikan 1 oC. Ketika suhu kerosin mencapai 49 oC, api menyambar uap minyak

sehingga suhu 49 oC merupakan flash point dari contoh uji yang digunakan.

VIII. KESIMPULAN DAN SARAN

a. Kesimpulan

Dari percobaan yang berjudul “Flash Point Abel, IP 170” ini, dapat

diambil kesimpulan bahwa nilai flash point contoh uji yang digunakan yaitu

minyak tanah adalah 49 oC.

b. Saran

Setelah diselesaikannya penyusunan laporan praktikum dengan judul

“Flash Point Abel, IP 170” ini, penulis menyarankan, sebaiknya praktikan yang

selanjutnya dapat berhati – hati dalam melakukan praktikum, menyalakan

pemanas terlebih dahulu agar dapat mempersingkat waktu dalam pemanasan air

yang digunakan, dan juga memperhatikan sambaran api karena sambaran api

yang kecil sehingga dapat mengetahui flash point lebih sesuai.

41
IX. DAFTAR PUSTAKA

Mahmudah Muthoharoh, Ayu. Flash Point,

http://www.scribd.com/doc/135304089/BAB-II-Flash-and-Fire-Point-awalin- pdf

42
REID VAPOUR PRESSURE (RVP), ASTM D 323

I. TUJUAN

Setelah melaksanakan praktikum ini diharapkan:

1. Mahasiswa dapat menetapkan vapor preasure dari gasoline, crude oil yang

mudah menguap dan produk – produk lain yang mudah menguap.

II. KESELAMATAN KERJA

1. Bila menggunakan peralatan bertenaga listrik, lihat terlebih dahulu tegangan

jaringan listrik yang ada.

2. Hati – hati bekerja dengna menggunakan bahan yang mudah terbakar.

III. TEORI DASAR

1. RVP (Reid Vapour Pressure)

RVP (Reid Vapoure Pressure) adalah tekanan uap vapor pressure liquid

pada 100 oF dalam ukuran absolut (absolute vapor pressure). Makin besar RVP

suatu sample menunjukan bahwa sample tersebut semakin mudah menguap.

Vapor Pressure crude dan beberapa produk sangat penting baik oleh produsen

maupun konsumen sehingga perlu diukur. ASTM D-323 sendiri merupakan

standard yang mengatur prosedur untuk menentukan RVP dari produk-produk

perminyakan (minyak bumi) yang mudah menguap (volatile) seperti gasoline,

serta produk yang mudah menguap lainnya.

Ada 4 prosedur yang diatur dalam standard ini, yaitu:

 Prosedur A: digunakan untuk gasoline dan produk lainnya yang memiliki

vapour pressure < 180 kPa (26 psi).

 Prosedur B: digunakan khusus untuk gasoline dengan maksud agar hasilnya

lebih presisi.

43
 Prosedur C: digunakan untuk produk dengan vapour pressure >180 kPa (26

psi).

 Prosedur D: digunakan untuk aviation gasoline dengan vapour pressure

sekitar 50 kPa (7 psi).

2. Konfigurasi peralatan

Peralatan untuk mengukur RVP sesuai ASTM D-323, terdiri dari:

a. RVP apparatus, yang terdiri dari vapor chamber & liquid chamber yang

digunakan sebagai wadah untuk menguapkan sample.

b. Pressure gauge, untuk mengukur tekanan chamber.

c. Water Bath untuk menjaga suhu chamber pada 100 oF.

d. Thermometer untuk mengukur suhu bath atau chamber.

e. Pressure Measurement Device, berupa Manometer atau Dead-Weight.

f. Komponen pendukung lainnya seperti flexiblecoupler ,vapour chamber

tube dan sample transfer connection.

IV. BAHAN DAN PERALATAN

a. Bahan

1. Pertamax

b. Peralatan

1. Vapor chamber, liquid chamber, dan pressure gauge.

2. Tempat pendingin (almari pendingin).

3. Penangas air (water bath).

V. LANGKAH KERJA

1. Bersihkan air chamber dan gasoline chamber.

2. Panaskan water bath sampai suhu 100 oF konstan.

3. Rendam air chamber pada water bath suhu 100 oF paling sedikit 10 menit.

44
4. Dinginkan contoh dan gasoline chamber dalam keadaan tertutup hingga suhu 32

– 40 oF.

5. Isikan contoh ke dalam gasoline chamber hingga meluber (penuh).

6. Pasangkan gasoline chamber pada air chamber dan pressure gauge.

7. Rendam ke dalam water bath pada suhu 100 oF selama 20 – 30 menit, kemudian

setiap 5 menit diangkat lalu dikocok selama 2 menit.

8. Apabila penunjukkan manometer sudah konstan laporkan sebagai RVP contoh.

VI. HASIL PENGAMATAN

Sebelum dimasukkan ke dalam water bath:

kPa1 = 23,5

Psi1 = 3,4

Setelah dimasukkan ke dalam water bath 30 menit dan dikocok selama 2 menit

setiap 5 menit sekali:

kPa Psi
42 41,5 41,5 6,1 6 6

VII. ANALISIS

Percobaan ini dilakukan dengan contoh uji yaitu pertamax. Pertama chamber di

rendam dalam air selama 10 menit dengan suhu 100 oF. Kemudian chamber diangkat

dan diisi dengan contoh uji sampai meluber, lalu contoh uji yang terdapat di dalam

chamber dikocok selama 2 menit dengan kemiringan 45o. Lalu dimasukkan ke dalam

water bath selama 20 menit. Setelah itu diangkat dan dikocok selama 2 menit lalu di

rendam kembali selama 5 menit. Dilakukan secara berulang – ulang sampai

tekanannya stabil. Pada percobaan ini tekanan stabil setelah dikocok ketiga kali

dengan KPa3 sebesar 41,5 dan Psi3 – nya adalah 6.

45
Menurut metode uji tekanan uap D5191 / D323, batasan minimal tekanan uap

minimal bensin 88 adalah 45, sedangkan dari hasil percobaan tekanan uap

minimalnya adalah 41,5. Sehingga diperolah selisih antara hasil percobaan dengan

spesifikasi sebesar 3,5 kPa.

VIII. KESIMPULAN DAN SARAN

a. Kesimpulan

Dari percobaan yang berjudul “Reid Vapour Preassure (RVP), ASTM D

323” ini, dapat diambil kesimpulan bahwa nilai vapour preassure dari contoh uji

yang digunakan yaitu pertamax adalah 41,5 KPa atau 6 Psi.

b. Saran

Setelah diselesaikannya penyusunan laporan praktikum dengan judul

“Reid Vapour Preassure (RVP), ASTM D 323” ini, penulis menyarankan,

sebaiknya praktikan yang selanjutnya dapat lebih teliti dalam melakukan

praktikum, melakukan pengocokan dengan baik agar didapatkan nilai yang

sesuai dengan spesifikasi.

IX. DAFTAR PUSTAKA

Anonim. http://asro.wordpress.com/2008/08/

46
BS & W, ASTM D 4007

I. TUJUAN

Untuk mengetahui persentasi antara endapan, pelarut, dan juga air di dalam contoh

uji.

II. KESELAMATAN KERJA

1. Bila menggunakan peralatan bertenaga listrik, lihat terlebih dahulu tegangan

jaringan listrik yang ada.

2. Hati – hati bekerja dengna menggunakan bahan yang mudah terbakar.

III. DASAR TEORI

Dalam suatu proses produksi, air dan padatan – padatan yang terbawa atau ikut

terproduksi bersama minyak, harus dipisahkan. Air yang terproduksi dapat

menggunakan proses pretinary. Sedangkan padatan yang ikut terproduksi biasanya

adalah pasir dan serpihan, itu dapat mengganggu alat produksi. Hal ini disebabkan

oleh karena batuan yang unconsolidate dan porous. Butir – butir ini sedemikian

kecilnya sehingga dapat lolos dan saringan dan mengendap dibawah sumur. Untuk

pemisahan zat – zat padat dari minyak berat penguapannya rendah atau kecil

sehingga fraksi minyak yang hilang kecil atau sedikit.

Pemisahan minyak dari air dan padatan pada waktu produksi mempunyai

maksud tertentu :

1. Mencegah korosi

2. Mencegah erosi

3. Mencegah terbentuknya scale

47
Ada dua macam centrifuge yang digunakan dalam industri perminyakan yaitu

shaples supercenti fuge dan de laval separotor. Penggunaan alat ini terutama untuk

ekstrasi padatan – padatan dalam minyak, di kilang. Alat ini juga digunakan untuk

emulsi minyak.

Dengan metode centrifuge ini, air yang densitasnya lebih besar atau lebih

tinggi berada di atas sedangkan minyak yang densitasnya lebih rendah berada

dibawahnya, pasir dan padatan yang lebih besar akan tertinggal dalam centrifuge.

Centrifuge inimempunyai kelebihan, antara lain:

1. Waktu yang diperlukan untuk memisahkan air dan minyak serta endapan lain

lebih singkat dari pada Dean and Stark method.

2. Pemindahan alat sangat mudah dilakukan.

3. Penguapan yang terjadi sangat kecil karena yang dipakai adalah sistem tertutup.

4. Methode yang dipakai ini sangat fleksibel didalam penggunaan produksi yang

berubah hanya mengurangi dan menambahkan unitnya.

IV. BAHAN DAN PERALATAN

a. Bahan

1. Toluene, jenuh air

2. Demulsifier

b. Peralatan

1. Centrifuge

 Mampu berputar dengan minimum 600 rcf (relative centrifugal force).

 Rpm minimum dihitung dengan formula r /min ¿ 1335 √ rcf / d , dimana

d dalam mm atau r /min ¿ 265 √ rcf /d , d dalam inchi.

 Mampu mempertahankan pada temperatur 60 ± 3oC (140 ± 5 oF).

2. Tabung centrifuge

48
3. Pipet, klas A, volume 50 mL

V. LANGKAH KERJA

1. Isi masing- masing dari 2 tabung centrifuge dengan sampel sebanyak tepat 50

mL, tambahkan 50 ± 0,05 mL toluene jenuh air, kemudian tambahkan 0,2 mL

larutan demulsifier. Rapatkan penutup dan bolak – balikkan 10× agar

bercampur.

2. Tempatkan kedua tabung ke dalam centrifuge secara berseberangan, kencangkan

dan putar selama 10 menit pada rcf 600 (minimum). Suhu centrifuge harus

dipertahankan pada 60 ± 3 oC (140 ± 5 oF).

3. Setelah selesai putaran, baca dan catat volume air da sedimen yang ada pada

bagian bawah masing – masing tabung sampai ketelitian 0,05 mL.

4. Tanpa pengadukan, lakukan sekali lagi pemutaran selama 10 menit pada

kecepatan yang sama.

VI. HASIL PENGAMATAN

h air h sedimen h pelarut


Dengan 15 mL 10 mL 75 mL
1 mL 3 mL 96 mL
Pengocokan (I)
Tanpa Pengocokan 20 mL 5 mL 75 mL
1,3 mL 2,7 mL 96 mL
(II)

Vtube I × Vtube II 15+1


%BS & WI = × 100 %= ×100 %=0,16 %
Vtotal crude oil 100

Vtube I × Vtube II 20+1,3


%BS & WII = × 100 %= ×100 %=0,213 %
Vtube crude oil 100

VII. ANALISIS

Percobaan ini dilakukan dengan contoh uji berupa crude oil. Crude oil

dimasukkan ke dalam 2 tabung centrifuge, dimana masing – masing tabung diisi

49
sampai dengan volume 50 mL. Kemudian dimasukkan toluene sebanyak 50 mL.

Setelahnya tabung – tabung tersebut dimasukkan ke dalam centrifuge dengan arah

bersilangan. Untuk percobaan pertama yaitu dengan pengocokan maka tabung –

tabung tersebut dikocok hingga merata lalu dimasukkan ke dalam centrifuge dan di

putar selama 10 menit pada rcf 600. Setelah 10 menit, tabung diangkat dan diukur

volumenya. Dari percobaan pertama ini didapatkan 3 lapisan yaitu air, sedimen, dan

pelarut. Volume air sebesar 15 mL, volume sedimen sebesar 10 mL, dan volume

pelarut 75 mL. Percobaan kedua dilakukan dengan langkah yang sama, namun tanpa

pongocokan dan didapatkan sebesar 20 mL volume air, 5 mL volume 5 mL, dan 75

mL volume pelarut. Percobaan ketiga dan keempat dilakukan dengan langkah yang

sama dan perlakuan yang sama sehingga didapatkan data sebesar 1 mL volume air, 3

mL volume sedimen, dan 96 mL volume pelarut untuk perlakuan dengan

pengadukan. Data yang didapatkan tanpa pengadukan sebesar 1,3 mL volume air,

2,7 mL volume sedimen, dan 96 mL volume pelarut. Terdapat perbedaan yang

sangat jauh antara ketiga lapian diakibatkan karena terdapat kesalahan langkah

ketika melakukan praktikum. Lalu, didapatkan persentase BS & W.

Vtube I × Vtube II 15+1


%BS & WI = × 100 %= ×100 %=0,16 %
Vtotal crude oil 100

Vtube I × Vtube II 20+1,3


%BS & WII = × 100 %= ×100 %=0,213 %
Vtube crude oil 100

VIII. KESIMPULAN DAN SARAN

a. Kesimpulan

Dari percobaan yang berjudul “BS & W, ASTM D 4007” ini, dapat

diambil kesimpulan bahwa crude oil atau contoh uji yang digunakan memiliki

volume air yang sedikit, namun karena terdapat kesalahan maka hasil praktikum

tidak sesuai.

50
b. Saran

Setelah diselesaikannya penyusunan laporan praktikum dengan judul “BS

& W, ASTM D 4007” ini, penulis menyarankan, sebaiknya praktikan yang

selanjutnya dapat lebih teliti dalam melakukan praktikum dan berhati – hati

dalam menggunakan alat.

IX. DAFTAR PUSTAKA

https://www.coursehero.com/file/p3jnppb/Dalam-suatu-proses-produksi-air-dan-

padatan-padatan-yang-terbawa-atau-ikut/

51
PORTABEL OCTANE – CETANE ANALYZER

I. TUJUAN

Setelah melaksanakan praktikum ini diharapkan:

1. Mahasiswa dapat menentukan angka oktan dari bensin dan angka setane dari

minyak solar.

II. KESELAMATAN KERJA

1. Hati – hati bekerja menggunakan peralatan – peralatan yang mudah pecah.

2. Bila menggunakan peralatan listrik, lihat terlebih dahulu tegangan jaringan

listrik yang ada.

III. TEORI DASAR

Bilangan oktan adalah angka yang menunjukkan seberapa besar tekanan yang

bisa diberikan sebelum bensin terbakar secara spontan. Di dalam mesin, campuran

udara dan bensin (dalam bentuk gas) ditekan oleh piston sampai dengan volume

yang sangat kecil dan kemudian dibakar oleh percikan api yang dihasilkan busi.

Karena besarnya tekanan ini, campuran udara dan bensin juga bisa terbakar secara

spontan sebelum percikan api dari busi keluar. Jika campuran gas ini terbakar karena

tekanan yang tinggi (dan bukan karena percikan api dari busi), maka akan terjadi

knocking atau ketukan di dalam mesin. Knocking ini akan menyebabkan mesin cepat

rusak, sehingga sebisa mungkin harus kita hindari.

Nama oktan berasal dari oktana (C8), karena dari seluruh molekul penyusun

bensin, oktana yang memiliki sifat kompresi paling bagus. Oktana dapat dikompres

sampai volume kecil tanpa mengalami pembakaran spontan, tidak seperti yang

terjadi pada heptana, misalnya, yang dapat terbakar spontan meskipun baru ditekan

sedikit.

52
a. Prinsip

Bilangan oktan bisa ditingkatkan dengan menambahkan zat aditif bensin.

Menambahkan tetraethyl lead (TEL, Pb(C2H5)4) pada bensin akan meningkatkan

bilangan oktan bensin tersebut, sehingga bensin "murah" dapat digunakan dan

aman untuk mesin dengan menambahkan timbal ini. Untuk mengubah Pb dari

bentuk padat menjadi gas pada bensin yang mengandung TEL dibutuhkan etilen

bromida (C2H5Br). Celakanya, lapisan tipis timbal terbentuk pada atmosfer dan

membahayakan makhluk hidup, termasuk manusia. Di negara-negara maju,

timbal sudah dilarang untuk dipakai sebagai bahan campuran bensin.

Zat tambahan lainnya yang sering dicampurkan ke dalam bensin adalah

MTBE (methyl tertiary butyl ether, C5H11O), yang berasal dan dibuat dari etanol.

MTBE murni berbilangan setara oktan 118. Selain dapat meningkatkan bilangan

oktan, MTBE juga dapat menambahkan oksigen pada campuran gas di dalam

mesin, sehingga akan mengurangi pembakaran tidak sempurna bensin yang

menghasilkan gas CO. Belakangan diketahui bahwa MTBE ini juga berbahaya

bagi lingkungan karena mempunyai sifat karsinogenik dan mudah bercampur

dengan air, sehingga jika terjadi kebocoran pada tempat-tempat penampungan

bensin (misalnya di pompa bensin) MTBE masuk ke air tanah bisa mencemari

sumur dan sumber-sumber air minum lainnya.

Etanol yang berbilangan oktan 123 juga digunakan sebagai campuran.

Etanol lebih unggul dari TEL dan MTBE karena tidak mencemari udara dengan

timbal. Selain itu, etanol mudah diperoleh dari fermentasi tumbuh-tumbuhan

sehingga bahan baku untuk pembuatannya cukup melimpah. Etanol semakin

sering dipergunakan sebagai komponen bahan bakar setelah harga minyak bumi

semakin meningkat.

53
b. Metode Pengukuran

1. Research Octane Number (RON)

Nilai oktan sebuah bahan bakar yang paling umum di seluruh dunia adalah nilai

Research Octane Number (RON). RON ditentukan dengan mengisi bahan bakar ke

dalam mesin uji dengan rasio kompresi variabel dengan kondisi yang teratur. Nilai

RON diambil dengan membandingkan campuran antara iso-oktana dan n-heptana.

Misalnya, sebuah bahan bakar dengan RON 88 berarti 88% kandungan bahan bakar itu

adalah iso-oktana dan 12% - nya n-heptana.

2. Motor Octane Number (MON)

Jenis bilangan oktan lainnya, disebut Motor Octane Number (MON), ditentukan

pada kecepatan mesin 900 rpm dan bukan 600 rpm seperti pada RON. Pengujian MON

menggunakan mesin tes serupa dengan yang digunakan dalam pengujian RON, tetapi

dengan campuran dipanaskan bahan bakar, kecepatan mesin yang lebih tinggi, dan

variabel waktu pengapian untuk lebih menekankan mengetuk ketahanan bahan bakar.

Tergantung pada komposisi bahan bakar, MON dari pompa bensin yang modern akan

menjadi sekitar 8 sampai 12 oktan lebih rendah dari RON, tetapi tidak ada hubungan

langsung antara RON dan MON. spesifikasi pompa bensin biasanya membutuhkan baik

minimal RON dan MON minimum.

3. Anti-Knock Index (AKI) atau (R+M)/2

Di banyak negara, termasuk Australia, Selandia Baru, dan beberapa negara di

Eropa, nilai oktan yang ditampilkan pada pompa adalah RON, tetapi di Kanada,

Amerika Serikat, Brasil, dan beberapa negara lain, jumlah nilai utama yang ditampilkan

adalah rata-rata dari RON dan MON, disebut Anti-Knock Index (AKI), dan terkadang

54
dituliskan di pompa sebagai (R+M)/2. Terkadang nilai ini juga disebut sebagai Posted

Octane Number (PON).

IV. BAHAN DAN PERALATAN

a. Bahan

1. Pertamax

b. Peralatan

1. Octane Analyzer Unit

2. Sample Holder

3. Tissue (untuk pembersih)

V. LANGKAH KERJA

1. Nyalakan alat portable octane – cetane analyzer.

2. Tunggu sampai dilayar timbul tulisan “Zero Adjust”.

3. Tutup tempat pengujian menggunakan tutup berwarna hitam.

4. Tekan tombol Zero Adjust.

5. Tunggu sampai timbul dilayar tulisan “Put in Sample”.

6. Letakkan sample di tempat pengujian dan tutup kembali menggunakan tutup

sample.

7. Tekan tombol Enter.

8. Tunggu sampai dilayar timbul tulisan “Remove & Replace”.

9. Angkat sample dan letakkan sample dengan posisi di putar 180 oC lalu letakkan

kembali serta tutup dengan tutupnya.

10. Tekan tombol enter.

11. Tunggu sampai dilayar timbul tulisan “Remove & Press Z”.

12. Angkat sample dan tutup kembali tempat pengujian.

13. Tekan tombol Zero Adjust dan tunggu sampai hasil pengujian di cetak.

55
14. Bila ingin melakukan pengujian kembali, lakukan langkah dari nomor 3 – 13.

15. Setelah selesai pengujian matikan alat.

VI. HASIL PENGAMATAN

Nilai RON (Reseaerch Octane Number) pertamax yang diuji menggunakan

Octane Analyzer Unit sebesar 94,3.

VII. ANALISIS

Praktikum RON (Reseaerch Octane Number) ini menggunakan alat Octane

Analyzer Unit, dengan mengikuti langkah – langkah yang telah ada. Dan didapatkan

nilai oktan contoh uji sebesar 94,3. Dimana nilai oktan Pertamax adalah 92

sedangkan Pertamax Plus 95.

VIII. KESIMPULAN DAN SARAN

a. Kesimpulan

Dari percobaan yang berjudul “Portable Octane – Cetane Analyzer” ini,

dapat diambil kesimpulan bahwa pertamax atau contoh uji yang diuji octane

number – nya memiliki octane number sebesar 94,5 dimana nilai ini mendekati

octane number Pertamax Plus.

b. Saran

Setelah diselesaikannya penyusunan laporan praktikum dengan judul

“Portable Octane – Cetane Analyzer” ini, penulis menyarankan, sebaiknya

praktikan yang selanjutnya dapat lebih teliti dalam melakukan praktikum dan

berhati – hati dalam menggunakan alat.

X. DAFTAR PUSTAKA

https://id.wikipedia.org/wiki/Bilangan_oktan

56
SMOKE POINT ASTM D 1322

I. TUJUAN

Setelah melaksanakan praktikum ini diharapkan:

1. Mahasiswa dapat menetapkan titik asap dari kerosene dam avtur

II. KESELAMATAN KERJA

1. Hati – hati bekerja menggunakan peralatan – peralatan yang mudah pecah.

2. Hati – hati bekerja dengan menggunakan bahan yang mudah terbakar.

III. TEORI DASAR

Titik asap adalah temperatur ketika minyak atua lemak pada kondisi tertentu

menguapkan sejumlah senyawa volatil yang memberikan penampakan asap yang

jelas. Istilah ini biasanya digunakan dalam bidang kuliner untuk menentukan jenis

minyak yang tepat untuk proses tertentu. Konsentrasi senyawa volatil dalam minyak

mencakup air, asam lemak bebas, dan produk hasil degradasi oksidasi. Temperatur

yang menyebabkan minyak terdekomposisi tidak termasuk titik asap. Lebih tinggi

dari titik asap akan menuju ke titik nyala di mana uap dari minyak akan bercampur

dengan udara dan membentuk api.

Titik asap dari satu jenis minyak dapat bervariasi tergantung asal bahan dan

derajat kemurniannya.[1] Titik asap cenderung meningkat ketika kadar asam lemak

bebas berkurang dan derajat kemurnian bertambah.[2][3] Memanaskan minyak akan

menghasilkan asam lemak bebas dan seiring waktu pemanasan jumlah asam lemak

bebas akan terus bertambah. Asam lemak bebas di dalam tubuh hanya mampu terikat

dan ditransportasikan dalam darah oleh protein albumin dalam darah sehingga

metabolismenya amat tergantung pada kadar albumin dalam darah. aktivitas

menggoreng berkali-kali dengan minyak yang sama dapat mempercepat kerusakan

57
minyak goreng,[4] sehingga minyak goreng disarankan untuk tidak digunakan lebih

dari dua kali. [1]

Tingkat
Minyak/lemak Titik asap
kemurnian
Minyak almond - 420°F 216°C
Un-Refined,
Minyak apokat 375 – 400°F 190-204°C
Virgin
Minyak apokat Refined 520°F 271°C
Mentega - 250 – 300°F 121 – 149°C
Minyak kanola Expeller Press 375 – 450°F 190 – 232°C
Minyak kanola High Oleic 475°F 246°C
Minyak kanola Refined 400°F 204°C
Minyak jarak Refined 392°F 200°C
Virgin
Minyak kelapa 350°F 177°C
(Unrefined)
Refined with
Minyak kelapa 450°F 232°C
stabilizers
Minyak jagung Unrefined 352°F 178°C
Minyak jagung Refined 450°F 232°C
Minyak biji
- 420°F 216°C
kapas
Minyak biji flax Unrefined 225°F 107°C
Minyak samin - 485°F 252°C
Minyak biji
- 420°F 216°C
anggur
Minyak hazelnut - 430°F 221°C
Minyak hemp - 330°F 165°C
Minyak babi - 390°F 192°C
Minyak
- 413°F 210°C
makadamia
Minyak mustard - 489°F 254°C
Minyak zaitun Extra virgin 375°F 191°C
Minyak zaitun Virgin 391°F 199°C
Minyak zaitun Pomace 460°F 238°C
Minyak zaitun Extra light 468°F 242°C
Minyak zaitun Extra virgin, 405°F 207°C

58
low acidity
Minyak sawit Difractionated 455°F 235°C
Minyak kacang
Unrefined 320°F 160°C
tanah
Minyak kacang
Refined 450°F 232°C
tanah
Minyak bekatul - 490°F 254°C
Minyak
Unrefined 225°F 107°C
kesumba
Minyak
Semirefined 320°F 160°C
kesumba
Minyak
Refined 510°F 266°C
kesumba
Minyak wijen Unrefined 350°F 177°C
Minyak wijen Semirefined 450°F 232°C
Minyak kedelai Unrefined 320°F 160°C
Minyak kedelai Semirefined 350°F 177°C
Minyak kedelai Refined 460°F 238°C
Minyak biji
Unrefined 225°F 107°C
bunga matahari
Minyak biji
Semirefined 450°F 232°C
bunga matahari
Minyak biji
Refined 440°F 227°C
bunga matahari
Minyak biji High oleic,
320°F 160°C
bunga matahari Unrefined
Tallow 420°F 215°C
Minyak biji teh 485°F 252°C
Shortening
360°F 182°C`
nabati
Minyak walnut Unrefined 320°F 160°C
Minyak walnut Semirefined 400°F 204°C

IV. BAHAN DAN PERALATAN

a. Bahan

1. Avtur
59
b. Peralatan

1. Lampu smoke point

2. Sumbu lampu

3. Pipet atau buret

V. LANGKAH KERJA

a. Persiapan Sumbu Lampu

1. Lakukan ekstraksi terhadap sumbu Smoke Point dengna campuran methanol

dan toluene 1 : 1 (± 25 kali ekstraksi).

2. Keringkan sumbu dalam oven pada suhu 100 – 110 oC, selama 30 menit.

I. Langkah Kerja

1. Pasang sumbu bersih (panjang tidak kurang dari 125 mm) ke dalam lubang

sumbu.

2. Potong dengan rapi ujung sumbu ± 6 mm dari lubang sumbu.

3. Rendam sumbu dan tabung sumbu ke dalam contoh uji sampai seluruh

sumbu basah.

4. Masukkan 20 mL contoh ujia ke dalam wadah contoh uji (candle),

kemudian pasang tabung sumbu ke candle dan pasangkan pada alat smoke

point.

5. Nyalakan dan atur tinggi nyala apa ± 10 mm, biarkan menyala ± 5 menit,

kemudian naikkan dengan memutar candle sehingga nyala api berjelaga /

asap.

6. Turunkan dengan memutar candle sedemikian sehingga jelaga / asap tepat

hilang.

60
7. Baca dan catat ketinggian nyala api tepat saat tidak mengeluarkan jelaga /

asap sebagai titik asap (smoke point), sampai ketelitian 0,5 mm.

8. Untuk mencegah kesalahan pembacaan pada skala, maka ulangi pekerjaan

ini sampai tiga kali bila perbedaannya lebih dari 1,0 mm.

VI. HASIL PENGAMATAN

Data diambil setelah jelaga / asap tidak muncul lagi dan ketinggian nyala api diukur.

Tinggi nyala api (mm)


I II III
18 mm 20 mm 19,5 mm

VII. ANALISIS

Tabel di atas merupakan tabel perbandingan antara smoke point avtur pada

pengujian dengan smoke point minyak tanah yang ada pada spesifikasi jenis minyak

tanah yang dikeluarkan oleh Direktur Jenderal Migas tahun 1999. Pada saat

pengujian smoke point ini peguji menggunakan ASTM D 1322. Dari tabel di atas

dapat diketahui bahwa penguji melakukan percobaan sampai dengan 3 kali dengan

sampel yang sama dan dengan waktu yang sedikit berdekatan dengan tujuan

mendapatkan hasil yang repeatability atau teliti. Dari ketiga pengujian tersebut dapat

diketahui bahwa avtur yang diuji tidak masuk dalam range spesifikasi dimana

minimal titik asap avtur adalah 25 mm, dan dapat dipastikan bahwa avtur atau

sampel yang diuji dinyatakan offspec.

VIII. KESIMPULAN DAM SARAN

a. Kesimpulan

Dari percobaan yang berjudul “Smoke Point ASTM D 1322” ini, dapat

diambil kesimpulan bahwa avtur atau contoh uji yang diuji pada percobaan ini

tidak masuk dalam spesifikasi atau offspec karena tidak masuk dalam range

61
smoke point bahan bakar minyak jenis avtur yang ditentukan, yang dikeluarkan

oleh Dirjen Migas.

b. Saran

Setelah diselesaikannya penyusunan laporan praktikum dengan judul

“Smoke Point ASTM D 1322” ini, penulis menyarankan, sebaiknya praktikan

yang selanjutnya dapat lebih teliti dalam melakukan praktikum. Saat

menentukan smoke point atau menentukan masih atau tidak adanya asap,

hendaknya lakukan hal ini dengan pengujian menggunakan kertas berwarna

putih yang diletakkan di atas keluaran asap pada alat smoke point. Dan pada saat

pembacaan skala pengukuran tinggi api, lihat sejajar dengan mata.

IX. DAFTAR PUSTAKA

http://www.academia.edu/3659861/Laporan_acara_2_revisi/

62
COPPER STRIP CORROSION TEST ASTM D130

I. TUJUAN

This test method covers the detemintaion of the corrosivenessto copper of

aviation gasoline Aviation turbine fuel, automotive gasoline, cleaners (Stoddard)

solvent, kerosene,diesel fuel,distillate fuel oil,lubricating oil and natural gasoline or

other hydrocarbonous having a vapor pressure nogreater than 124 kPa (18 psi) at

37.8°C.

II. KESELAMATAN KERJA

1. Hati – hati bekerja menggunakan peralatan – peralatan yang mudah pecah.

2. Bila menggunakan peralatan bertenaga listrik, lihat terlebih dahulu tegangan

jaringan listrik yang ada.

III. TEORI DASAR

Minyak bumi umumnya mengandung senyawa sulfur, walaupun sebagian

besar dihilangkan selama pemurnian di kilang, namun kemungkinan masih ada

senyawa sulfur yang tersisa dalam produk akhir. Senyawa sulfur dapat memicu

korosi pada logam dengan efek yang bervariasi sesuai dengan jenis kimia senyawa

sulfur yang terkandung. Pengujian Copper Strip Corrosion sesuai ASTM D130

dirancang untuk menilai tingkat korosi pada tembaga (corrosiveness to copper) dari

produk minyak bumi.

IV. BAHAN DAN PERALATAN

a. Bahan

1. Pertasol CC

b. Peralatan

1. Tabung reaksi (Test tube)

63
2. Bath, dengan suhu konstan 50 ± 1 oC (122 ± 2 oF) dan atau 100 ± 1 oC (212

± 2 oF)

3. Copper strip corrosion test bomb, dari stainless steel, mampu menahan

tekanan uji 100 psi (689 kPa)

4. Termometer, jenis ASTM 12C (12F) atau IP 64C (64F)

5. Polishing vise, sebagai penjepit copper strip

V. LANGKAH KERJA

a. Persiapan Copper Strip

1. Bersihkan dengan cara menggosok keenam sisi lempeng tembaga (copper

strip) menggunakan silicon carbide grit paper, kemudian dicuci dengan iso

– oktana.

2. Gosok lagi dengan serbuk silicon carbide (150 mesh) diatas permukaan

pelat yang bersih dengan alas kain katton yang telah dibahasi dengan

beberapa tetes iso – oktana. Selama membersihkan copper pakailah penjepit

stainless steel dan jaga janngan sampai tersentuh jari tangan.

b. Langkah Kerja

1. Masukkan 30 mL contoh ke dalam test tube.

2. Masukkan lempeng tembaga (copper strip) yang telah dibersihkan ke dalam

test tube yang telah berisi contoh.

3. Rendam test tube berisi contoh dan lempeng tembaga pada water bath yang

telah diatur suhunya sesuai jenis contoh yang diuji. Lamanya perendaman

sesuai dengan contoh yang diuji. (50 oC selama 3 jam, kecuali Aviation Fuel

100 oC selama 2 jam).

4. Setelah waktunya tercapia, angkat test tube dari water bath.

64
5. Kosongkan test tube dari contoh uji, kemudian dengan menggunakan

penjepit, angkat lempeng tembaga dan cuci dengan iso – oktana, lalu

keringkan.

6. Laporkan nomor warna copper strip setelah dibandingkan warnanya

terhadap Copper Strip Color Standard.

VI. HASIL PENGAMATAN

Setelah tembaga dimasukkan ke dalam Copper Strip Corrosion Test Bomb,

tembaga tersebut mengalami perubahan warna. Warna akhir dari tembaga mendekati

3a dark tarnish.

VII. ANALISIS

Dari hasil percobaan yang telah dilakukan dengan memasukkan tembaga yang

telah direndam dalam contoh uji yaitu pertasol CC ke dalam water tube selama 3 jam

didapatkan hasil bahwa tembaga berubah warna menjadi Dark tarnish 3a yaitu

magenta di lempeng yang menguning. Ini berarti tingkat korosifitas produk terhadap

tembaga tinggi.

VIII. KESIMPULAN DAN SARAN

a. Kesimpulan

Dari percobaan yang berjudul “Copper Strip Corrosion Test ASTM

D130” ini, dapat diambil kesimpulan bahwa pertasol CC atau contoh uji yang

diuji pada percobaan ini memiliki tingkat korosifitas yang tinggi terhadap

tembaga.

b. Saran

Setelah diselesaikannya penyusunan laporan praktikum dengan judul

“Copper Strip Corrosion Test ASTM D130” ini, penulis menyarankan,

sebaiknya praktikan yang selanjutnya dapat lebih teliti dalam melakukan

65
praktikum. Saat menggosok tembaga lakukan dengan baik agar seluruh bagian

tergosok dan jangan sampai tersentuh dengan jari.

IX. DAFTAR PUSTAKA

http://www.sampling-analisis.com/2017/04/cara-uji-copper-corrosion-astm-

d130.html

66
POUR POINT, ASTM D 97

I. TUJUAN

Metode uji ini digunakan untuk produk minyak bumi (minyak solar, pelumas,

minyak diesel, dan minyak bakar). Metode ini sesuai untuk “black specimens”,

cylinder stock, dan fuel oil yang tidak didistilasi.

II. KESELAMATAN KERJA

1. Hati – hati bekerja menggunakan peralatan – peralatan yang mudah pecah.

2. Bila menggunakan peralatan bertenaga listrik, lihat terlebih dahulu tegangan

jaringan listrik yang ada.

III. TEORI DASAR

Pour point atau titik tuang secara sederhana dapat diartikan sebagai temperatur

dimana suatu cairan tidak dapat bergerak atau mengalir karena beratnya sendiri.

Dalam spesifikasi bahan bakar, pour point merupakan salah satu sifat yang sangat

penting khususnya di daerah subtropis. Biasanya nilai pour point dibatas sebagai

nilai maksimal. Contohnya: pour point untuk suatu bahan bakar adalah maksimum

5°C. Jika temperatur bahan bakar 3°C, bahan bakar tersebut tidak dapat mengalir

karena beratnya sendiri. Namun, jika temperatur bahan bakar adalah 8°C atau di atas

5°C, bahan bakar tersebut masih dapat mengalir.

IV. BAHAN DAN PERALATAN

a. Bahan

1. Pelumas

b. Peralatan

1. Test jar, bentuk silinder gelas bening, dasar flat, diameter luar 33,2 – 34,8

mm, tinggi 11,5 – 12,5 mm, diameter 30,0 – 32,4 mm, tebal dinding tidak

67
lebih besar dari 1,6 mm. Tabung dapat menampung contoh dengan

ketinggian 54 ± 3 mm dari dasar bagian dalam.

2. Termometer, spesifikasi EI

Temperature Thermometer Number


Thermometer Range ASTM IP
High cloud and - 38 to ± 50 oC 5C 1C

pour
Low cloud and - 80 ± 20 oC 6C 2C

pour
Melting point + 32 to ± 127 oC 61C 63C

3. Bak pendingin

V. LANGKAH KERJA

1. Tuangkan contoh ke test jar sampai tanda batas. Jika perlu, panaskan sampel

pada penangas air sampai cukup bias mencair untuk dituangkan ke jar test.

2. Pasangkan thermometer tercelup pada contoh uji.

3. Lakukan pendinginan secara bertahap dimulai dari suhu paling hangat.

4. Setiap penurunan suhu 3 oC, lakukan pengamatan apakah masih bias mengalir /

bergerak ketika jar test sedikit dimiringkan.

5. Lanjutkan cara ini sampai suatu titik dicapai dimana minyak tidak menunjukkan

gerakan ketika jar test dipegang pada posisi horizontal selama 5 detik, amati

thermometer dan catat.

6. Tambahkan sebesar 3 oC pada hasil pengamatan diatas dilaporkan sebagai Pour

Point.

VI. HASIL PENGAMATAN

Suhu Pengamatan (T. obs) oC Pour Point (T. obs + 3 oC) oC

68
- 14 oC - 11 oC

VII. ANALISIS

Percobaan ini dilakukan dengan menggunakan contoh uji pelumas. Contoh uji

didinginkan sehingga mencapai titik dimana contoh uji tidak dapat mengalir yang

kemudian disebut dengan Pour Point. Setiap penurunan 3 oC dicek apakah contoh uji

sudah mencapai titik tuang atau belum. Pada suhu – 14 oC, contoh uji mencapai titik

tuangnya. Sehingga didapatkan Pour point sebesar – 14 oC + 3 oC = - 11 oC.

VIII. KESIMPULAN DAN SARAN

a. Kesimpulan

Dari percobaan yang berjudul “Pour Point ASTM D 97” ini, dapat

diambil kesimpulan bahwa pelumas atau contoh uji yang digunakan memiliki

Pour point – 11 oC.

b. Saran

Setelah diselesaikannya penyusunan laporan praktikum dengan judul

“Pour Point ASTM D 97” ini, penulis menyarankan, sebaiknya praktikan yang

selanjutnya dapat lebih teliti dalam melakukan praktikum dan juga mencoba

menuangkan setiap penurunan 3 oC dengan teliti.

IX. DAFTAR PUSTAKA

https://arymaulana.wordpress.com/2014/11/24/pour-point-titik-tuang/

FLASH POINT PENSKY – MARTENS CLOSED CUP, ASTM

D 93

I. TUJUAN

69
Setelah melaksanakan praktikum ini diharapkan:

1. Mahasiswa dapat memperkirakan suhu flash point setiap produk minyak bumi

memakai peralatan automatic Pensky – Martens Closed Cup (PMCC).

2. Mahasiswa dapat menggunakan dan mengoperasikan alat uji flash point

peralatan automatic Pensky – Martens Closed Cup (PMCC).

II. KESELAMATAN KERJA

1. Bila menggunakan peralatan bertenaga listrik, lihan dan perhatikan petunjuk

penggunaan tegangan jaringan listrik yang ada.

2. Hati – hati bekerja dengan menggunakan bahan yang mudah terbakar.

3. Lihat prosedur pemakaian alat.

III. TEORI DASAR

Flash point atau titik nyala dari suatu minyak adalah suhu terendah dimana

minyak dipanasi dengan peralatan standar hingga menghasilkan uap yang dapat

dinyalakan dalam pencampuran dengan udara. Titik Nyala secara prinsip ditentukan

untuk mengetahui bahaya terbakar produk-produk Minyak bumi. Setiap zat cair yang

mudah terbakar memiliki tekanan uap yang merupakan fungsi dari temperature cair,

dengan naiknya suhu, tekanan uap juga meningkat. Dengan meningkatnya tekanan

uap, konsentrasi cairan yang mudah terbakar menguap diudara meningkat pula. Oleh

karena itu, temperatur menetukan konsentrasi menguap cairan yang mudah terbakar

di udara. Jika titik nyala lebih rendah dari temperature cairannya maka uap diatas

permukaannya siap untuk terbakar atau meledak. Lebih rendah dari titik nyala adalah

lebih berbahaya, terutama bila temperatur ambientnya labih dari titik nyala. Dengan

di ketahui titik nyala suatu produk minyak pelumas, kita dapat mengetahui kondisi

maksimum yang dapat dihadapai minyak pelumas tersebut. Salah satu contoh dari

pentingnya informasi ini adalah untuk menentukan jenis minyak pelumas yang tepat

70
untuk digunakan didalam system hidrolik tekanan tinggi seperti pada pesawat

terbang atau pada alat penempa bertekanan tinggi, dimana kebocoran minyak dari

saluran pipa dapat menyebabnkan terjadinya musibah dengan adanya kontak dari

minyak yang tumpah denganlogam yang sangat panas. Titik nyala merupakan sifat

fisika minyak yang sangat penting yang harus diketahui dari produk- produk hasil

pengolahan minyak bumi, baik itu minyak pelumas, bahan bakar maupun produk

lainnya. Dengan diketahi titik nyala suatu produk minyak kita dapatmenerapkan

produk tersebut dengan tepat. Hal ini berarti memberikan perlindungan pada mesin

yang menggunakan dan memberikan keamanan pada orang yang menangani.

Metode uji PMCC ASTM D 93 menggunakan beberapa metode operasi yaitu

method A, B, Ambient, Bitumen (preheating + B), Quick A dan Search of Unknown

Flash Point. Masing-masing mempunyai spesifikasi tertentu.

METHOD SLOPE 1st FLAME SPEED STRRING

C/MN PRESENT
A 5 to 6 oC/mn 18 oC before 1 oC < 110 oC 90 to 120 t/mn

expected To 2 oC > 110 oC


B 1 to 1,5 oC/mn “ “ 240 to 260

t/mn
Ambient Natural rise At First 1 oC 90 to 120 t/mn

Degree or without

stirring
o o o
Bitumen ** 18 C before 1 C < 110 C Without

(Preheating + expected To 2 oC > 110 oC stirring 240 to

B) 260 t/mn
Quick A Average 12 “ “ 90 to 120 t/mn
o
C/mn the 5 to
o
6 C/mn at

71
expected To –

50 oC
Search of an A or B At First 1 oC < 110 oC In according

unknown Flash Butimen or Degree 2 oC > 110 oC with the

Point Quick A method

IV. BAHAN DAN PERALATAN

a. Bahan

1. Solar

b. Peralatan

1. Peralatan mangkuk (Container)

2. Cawan (Cup)

3. Penutup (Cover)

4. Kabel sensor (Detection Cable)

5. Pemanas (Heater)

6. Peralatan pengukur temperature (Detection Thermocouple)

7. Peralatan pengukur sample (Detection Sample)

8. Percikan api listrik

9. Api penguji

10. Pengaduk (Stirrer)

11. Selang air (Water Tube)

12. Selang gas (Gas Tubing)

13. Printer

V. LANGKAH KERJA

1. Cuci mangkok uji dengan larutan yang cocok untuk menghilangkan sisa – sisa

karbon yang tertinggal pada pengujian terdahulu.

72
2. Isi mangkok uji sampai tepat pada tanda batas garis melingkar.

3. Tempatkan mangkok uji berisi contoh pada alat.

4. Hubungkan kabel alat uji PMCC ke terminal listrik, begitu juga dengan

printernya.

5. Tekan ON / OFF untuk mematikan dan menyalakannya dibagian belakang alat

PMCC.

6. Pastikan sistem sirkulasi air pendingin (cooling water) telah terpasang

dibelakang alat PMCC.

7. Pasang regulator LPG ke tabung LPG, pastikan tertutup rapat dan aman dari

kebocoran.

8. Buka keran bahan bakar gas (LPG).

9. Atur regulator pemanas (heater) dibagian pojok kiri pada skala 2,5 – 3,0 atau

4,0.

10. Lihat dilayar monitor beberapa menu pilihan.

11. Input nama sampel dimenu pilihan + Enter, kemudian input perkiraan suhu flash

point sampel + Enter. Selanjutnya input method A, B, atau lainnya, yang akan

digunakan + Enter.

12. Pilih mrnu “Go” maka nyala api dari listrik (electrical spark) akan muncul.

13. Jika api belum muncul selama 30 detik, putar regulator untuk bahan bakar

(LPG) diperalatan uji PMCC perlahan – lahan sampai muncul dua (2) nyala api.

14. Atur besarnya api sesuai dengan standar pengujian flash point.

15. Tunggu beberapa saat dan jika flash point telah tercapai, tekan menu STOP

dilayar monitor.

16. Lihat hasil print – out.

VI. HASIL PENGAMATAN

73
Suhu ketika STOP Flash Point
Suhu yang diatur
pembacaan alat
o o
55 C 57,7 C -99 oC

VII. ANALISIS

Percobaan ini menggunakan solar sebagai contoh uji dan melakukan percobaan

dengan mengikut semua langkah kerja dan menunggu sampai suhu yang terbaca

pada alat sesuai dengan suhu yang diatur. Ketika suhu sudah sesuai, tekan STOP lalu

cetak hasilnya. Dikarenakan ada beberapa kesalahan yang dilakukan seperti tidak

mendinginkan cup sampai dengan suhu normal maka flash point yang terbaca adalah

-99 oC.

VIII. KESIMPULAN DAN SARAN

a. Kesimpulan

Dari percobaan yang berjudul “Flash Point Pensky – Martens Closed

Cup, ASTM D 93” ini, dapat diambil kesimpulan bahwa solar atau contoh uji

yang digunakan onspec hanya saja alat yang digunakan error.

c. Saran

Setelah diselesaikannya penyusunan laporan praktikum dengan judul

“Flash Point Pensky – Martens Closed Cup, ASTM D 93” ini, penulis

menyarankan, sebaiknya praktikan yang selanjutnya dapat lebih teliti dalam

melakukan praktikum. Mendinginkan cup terlebih dahulu hingga suhu normal,

dan mengecek alat yang digunakan apakah dalam keadaan baik atau tidak.

IX. DAFTAR PUSTAKA

https://id.wikipedia.org/wiki/Titik_nyala

74
75
CONDUCTIVITY

I. TUJUAN

Menghitung konduktivitas dari contoh uji.

II. KESELAMATAN KERJA

1. Hati – hati bekerja menggunakan peralatan – peralatan yang mudah pecah.

2. Bila menggunakan peralatan bertenaga listrik, lihat terlebih dahulu tegangan

jaringan listrik yang ada.

III. TEORI DASAR

1. Definisi Konduktivitas

Konduktivitas adalah kemampuan suatu bahan (larutan, gas, atau logam)

untuk menghantarkan arus listrik. Dalam suatu larutan, larutan arus listik dibawa

oleh kation-kation dan anion-anion, sedangkan dalam logam arus listrik dibawa

oleh elektron-elektron. Konduktivitas suatu larutan dipengaruhi oleh beberapa

faktor antara lain :

 Konsentrasi

 Pergerakan ion-ion

 Valensi ion

 Suhu

Setiap unsur atau senyawa kimia mempunyai derajat konduktivitas yang

berbeda-beda. Air murni mempunyai konduktivitas yang sangat rendah,

beberapa senyawa atau unsur kimia yang terlarut dalam air dapat meningkatkan

konduktivitas air. Pada umumnya peningkatan konsentrasi zat kimia dalam suatu

larutan akan meningkatkan konduktivitas.

Perubahan suhu suatu larutan juga mempengaruhi konduktivitasnya,

kenaikan suhu akan meningkatkan pergerakan ion-ion dalam larutan, sehingga

76
konduktivitas larutan meningkat. Temperatur burhubungan secara linier dengan

konduktivitas, peningkatan konduktivitas akibat kenaikan temperature dapat

dinyatakan dalam persen per derajat celcius (slope). Air murni mempunyai slope

yang relative besar yaitu 5.2 % per oC. Air pada umumnya mempunyai slope

antara 1,8 - 2 % per oC larutan garam, asam, atau alkali mempunnyai slope

sekitar 1,5 % per oC.

2. Aplikasi Pengukuran Konduktivitas

Pengukuran konduktivitas dapat digunakan untuk menentukan konsentrasi

suatu larutan kimia atau elektrolit seperti larutan minyak bumi, NaCl, HCl,

H2SO4, NaOH. Pengukuran konduktivitas secara luas digunakan dalam industri

pengolahan air. Pengolahan air limbah industri untuk menentukan tingkat

kontaminasi air dan lain-lain.

3. Satuan Konduktivitas

Hantaran listrik merupakan kebalikan dari tahanan (resistanse) bila

tahanan mempunyai satuan dasar ohm maka satuan dasar hantaran adalah mho

atau pikoSiemens/m, pada pengukuran konduktivitas air dan larutan–larutan

kimia umumnya digunakan satuan Volt atau mV.

4. Alat Ukur Konduktivitas

Pengukuran konduktivitas dapat dilakukan dengan menggunakan arus

listrik yang dialirkan pada dua elektroda yang dicelupkan kedalam air atau

larutan kimia, dan mengukur tegangan yang dihasilkan. Selama proses ini,

kation berpindah ke elektroda negative dan anion berpindah ke elektroda positif,

larutan bertindak sebagai penghantar listrik.

Beberapa jenis khusus konduktivimeter menggunakan arus listrik bolak-

balik (AC). Pada frekuensi optimal dengan dua elektroda aktif dan mengukur

77
beda tegangan yang dihasilkan suatu larutan. Kuat arus dan beda tegangan

digunakan untuk menghiutng hantaran listrik (konduktansi). Konduktivitas

listrik didefinsikan sebagai ratio dari rapat arus terhadap kuat medan listrik.

Konduktivitimeter kemudian menggunakan konduktansi dan sel konstan

untuk menampilkan nilai konduktivitas. Nilai konduktivitas merupakan ukuran

terhadap konsentrasi total elektrolit di dalam air. Kandungan elektrolit yang

pada prinsipnya merupakan garam-garam yang terlarut dalam air ataupun suatu

minyak bumi, berkaitan dengan kemampuan air di dalam menghantarkan arus

listrik.

Semakin banyak garam-garam yang terlarut semakin baik daya hantar

listrik air tersebut. Air suling yang tidak mengandung garam-garam terlarut

dengan demikian bukan merupakan penghantar listrik yang baik. Selain

dipengaruhi oleh jumlah garam-garam trelarut, konduktivitas juga di pengaruhi

oleh temperatur. Konduktivitas dapat merujuk pada:

 Konduktivitas listriik, merupakan ukuran kemampuan bahan untuk

membuat arus listrik. Jika suatu beda potensial listrik ditempatkan pada

ujung-ujung sebuah konduktor, muatan-muatan bergeraknya akan

berpindah, menghasilkan arus listrik.

 Konduktivitas hidrolik, properti kemampuan bahan untuk mengirim air

 Konduktivitas termal, properti intensif bahan yang menandakan

kemampuannya untuk membuat panas.

 Konduktivitas Rayleigh, menjelaskan kelakuan apertur mengenai aliran

cairan atau gas.

5. Avtur

78
Avtur (aviation turbine) merupakan salah satu jenis bahan bakar

penerbangan yang dirancang untuk digunakan pada pesawat terbang yang

bermesin turbin. Warnanya cerah sampai kekuningan. Bahan bakar yang paling

umum adalah Jet A dan Jet A-1 (Avtur) yang diproduksi dalam perlengkapan

spesifikasi yang terstandardisasi secara internasional. Avtur untuk versi sipil

dibagi menjadi tiga yaitu Jet-A1, Jet-A,dan Jet-B.

Dibawah ini adalah tabel perbandingan karakteristik antara Jet A dan Jet A-1

Bahan bakar jet adalah campuran sejumlah hidrokarbon yang berbeda,

kemungkinan ribuan lebih. Kisaran ukurannya (berat molekul atau nomor

karbon) dibatasi oleh persyaratan untuk produk, sebagai contoh, titik beku atau

titik asap. Bahan bakar jenis kerosin (termasuk Jet A dan Jet A-1) memiliki

distribusi nomor karbon antara 8-16; bahan bakar jet tipe potong luas atau nafta

(termasuk Jet B), berkisar antara 5-15 nomor karbon

IV. BAHAN DAN PERALATAN

a. Bahan

1. Avtur

b. Peralatan

1. Portable Conductivity unit dan Probe (Include)

2. Thermometer (Include dalam EMCEE 1153)

79
3. Measuring Vessel (Metal)

4. Ground Probe Cable dengan jepitan

5. Solvents (Isoproyl Alcohol + Heptane)

V. LANGKAH KERJA

a. Persiapan Alat

1. Bersihkan Probe dan Vessel dari air dengan menggunakan Solvent dan

dikeringkan.

2. Sample yang diambil harus segera di uji maksimum 24 jam setelah

sampling.

3. Sample tidak boleh terkena air sehingga botol sample dan tutup harus benar

– benar kering sebelum dilakukan pengujian.

4. Nyalakan alat dengan menekan logo sampai kata EMCEE tampil lepas.

5. Lalu tekan logo dan tahan sampai membaca sample (lampu LED menyala)

dan tertulis READ.

6. Lihat hasilnya harus menunjukkan 0 (Zero Check)

7. Over Ranges Check pasang Probe pada ISOPROPONAL lakukan

pembacaan ISOPROPONAL dengan menekan logo sampai tertulis EMCEE

dan tekan tahan kembali sampai membaca (harus menunjukkan OVER)

b. Pengujian Sample

1. Tuang sample ke Stainless Steel Vessel jumlah sesuai (Probe sampai lobang

terendam).

2. Pasang kabel Grounding.

3. Letakkan Probe ke sample.

4. Tekan logo lepas dan tekan kembali tahan sekitar 5 detik dan lepas.

5. LED merah menyala dan hasil bias dilihat sesudahnya.

80
VI. HASIL PENGAMATAN

Percobaan I Percobaan II Percobaan III


Conductivity Suhu Suhu Conductivit Suhu Suhu Conductivit Suhu Suhu

(μs/m) dala dala y (μs/m) dala dala y (μs/m) dala dala

m oC m oF m oC m oF m oC m oF
68 27,4 81,3 66 27,4 81,3 65 27,4 81,3

VII. ANALISIS

Percobaan ini menggunakan avtur sebagai contoh uji. Dari percobaan yang

telah dilakukan untuk mengukur conductivity dari contoh uji, didapatkan hasil

sebesar 68 μs/m, 66 μs/m, dan 65 μs/m dengan rata – rata 66,33 μs/m. Dimana

conductivity solar adalah 50 – 450 μs/m.

VIII. KESIMPULAN DAN SARAN

a. Kesimpulan

Dari percobaan yang berjudul “Conductivity” ini, dapat diambil

kesimpulan bahwa avtur atau contoh uji yang digunakan dalam percobaan ini

onspec dengan nilai conductivity rata- ratanya adalah 66,33 μs/m dimana nilai

conductivity berada di dalam range conductivity avtur yaitu 50 – 450 μs/m.

b. Saran

Setelah diselesaikannya penyusunan laporan praktikum dengan judul

“Conductivity” ini, penulis menyarankan, sebaiknya praktikan yang selanjutnya

dapat lebih teliti dalam melakukan praktikum. Memperhatikan langkah kerja

dengan baik agar tidak terjadi kesalahan dalam percobaan.

IX. DAFTAR PUSTAKA

81
http://rizalsigotek.blogspot.co.id/2017/05/laporan-produk-migas.html?m=1

82
AUTOMATIC DENSITY METER

II. TUJUAN

Setelah melaksanakan praktikum ini diharapkan:

3. Mahasiswa dapat menentukan density, specific gravity atau API – gravity dari

contoh crude oil atau produk-produknya

III. KESELAMATAN KERJA

2. Hati – hati bekerja menggunakan peralatan – peralatan yang mudah pecah.

3. Bila menggunakan peralatan listrik, lihat terlebih dahulu tegangan jaringan

listrik yang ada

IV. TEORI DASAR

Rapat massa (density) didefinisikan sebagai massa per satuan volume.

Sedangkan volume spesifik (specific volume) adalah volume dibagi satuan massa.

m
ρ= kg/m3
v

Secara umum, rapat massa (density) bergantung pada suhu dan tekanan. Rapat massa

dari kebanyakan gas adalah sebanding dengan tekanan dan berbanding dengan suhu.

Terkadang rapat massa suatu zat harus dibandingkan dengan rapat massa benda lain,

perbandingan ini disebut gravitasi spesifik (specific gravity) atau rapat massa relatif

(relative density). Definisi lebih jelas dari gravitasi spesifik adalah rasio dari rapat

massa suatu substansi terhadap rapat massa substansi standar pada suhu tertentu

(biasanya 4 derajat Celcius).

Specific Gravity (SG) merupakan perbandingan densitas suatu fluida terhadap

fluida standar (reference). Di dalam proses pengolahan migas, istilah ini banyak

dijumpai terutama berkaitan dengan analisis karakteristik atau spesifikasi feed

83
dan produk. SG suatu fluida dinyatakan dalam angka dengan 4 digit di belakang

koma dan tidak bersatuan.

Fluida standar untuk zat cair adalah air dengan densitas 1 g/cm3 atau 1000

k g/m 3 (densitas terbesar pada suhu 3,98 degC). Sedangkan untuk gas, fluida

standarnya adalah udara dengan berat molekul 28,964 g/mol. 

Guna kepentingan transaksi jual beli, khususnya di bidang migas supaya

pembeli dan penjual tidak ada yang dirugikan maka ditetapkan standar SG 60/60

sebagai dasar perhitungan transaksi jual beli. SG 60/60 berarti perbandingan

densitas zat pada suhu 60 degF dengan densitas zat standar pada suhu yang sama.

Namun kenyataannya, sangat sulit mengkondisikan suhu pengukuran tepat pada 60

degF. Oleh karena itu pengukuran dilakukan pada suhu ruangan (berapapun) yang

nantinya hasil pengukuran tersebut dikonversi ke SG 60/60 dengan suatu koreksi

suhu. Untuk memperoleh besaran faktor koreksi suhu dapat dihitung dengan formula

sebagai berikut.

C=1.313454−0.132674 ×T +2.057793 e−3−2.627634 e−6 ×T 3

84
(Lyons, 1992, the Handbook of Chemistry and Physics (CRC))

Dengan suhu pada derajat Fahrenheit. Kemudian diperoleh SG terkoreksi suhu

dengan melakukan perhitungan sebagai berikut.

SGCorrected = SGobserved + (0,001C)

Perhitungan SG terkoreksi juga dapat dilakukan dengan menggunakan tabel sebagai

berikut.

Tabel di atas merupakan tabel koreksi SG tiap derajat Fahrenheit. Penggunaannya

menggunakan rumus sebagai berikut. Untuk nilai koreksi pada rentang di luar yang

terdapat di tabel dapat dilakukan ekstrapolasi.

141,5
API Gravity = = 131,5
SG 60/60 ° F

V. BAHAN DAN PERALATAN

c. Bahan

2. Minyak Solar

85
d. Peralatan

1. Automatic Density Meter Unit

2. Syringes

VI. LANGKAH KERJA

1. Siapkan sampel dan nyalakan peralatan, tunggu hingga display layar keluar

2. Injeksikan sampel ke dalam alat

3. Pilih pilihan method pada display layar

4. Pilih method berdasarkan jenis sampel yang digunakan lalu tekan load

5. Kembali ke layar awal, lalu tekan pilihan menu kemudian pilih method

management

6. Masukkan nilai parameter yang akan dicari nilainya dengan memilih display

parameter lalu tekan save

7. Tekan tombol start untuk memulai pengukuran, dan catat hasilnya.

Density air murni : 0,9983 (pada suhu 20 oC)

VIII. HASIL PENGAMATAN

Data yang di peroleh menggunakan alat Automatic Density Meter Unit : 0,8504

IX. KESIMPULAN DAN SARAN

a. Kesimpulan

Dari percobaan yang berjudul “Automatic Density Meter” ini, dapat

diambil kesimpulan bahwa solar atau contoh uji yang digunakan memiliki

density sebesar 0,8504. Dan nilai ini tidak berbeda jauh dari percobaan yang

dilakukan secara manual.

b. Saran

Setelah diselesaikannya penyusunan laporan praktikum dengan judul

“Automatic Density Meter” ini, penulis menyarankan, sebaiknya praktikan

86
yang selanjutnya dapat lebih teliti dalam melakukan praktikum dan berhati –

hati dalam menggunakan alat.

X. DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2012. “Teori tentang SG dan Density”.

87

Anda mungkin juga menyukai