Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PRAKTIKUM MATA KULIAH

PENGEMASAN
MATERI UJI PENGAMATAN SENSORIK PADA BAKSO

HALAMAN JUDUL

Oleh :
Kelompok 3 (3A)
M Yusril Habibie (361841333004)
Ferdi Indra Dwiyanto (361841333008)
Putri Shabrina Muchsin (361841333010)
Arum Primasari (361841333015)
Laily Tahajjudy (361841333018)
Pujo Prawono (361841333023)

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PENGOLAHAN HASIL TERNAK


POLITEKNIK NEGERI BANYUWANGI
2020
BAB 1
PENDAHULUAN

I.1 LATAR BELAKANG


Bakso merupakan salah satu makanan tradisional Indonesia yang terbuat dari
daging. Dihasilkan dengan mencampur daging, garam, bawang, dan tepung tapioka
menjadi adonan yang kemudian dibentuk menjadi bola-bola seukuran bola ping-pong
sebelum dimasak dalam air mendidih (Purnomo dan Rahardiyan, 2008). Menurut
Lestari (1999), bakso merupakan salah satu produk olahan hasil ternak yang berasal
dari daging dan biasanya disajikan dalam keadaan panas. Badan Standar Nasional
Indonesia menyebutkan bahwa bakso daging merupakan makanan berbentuk bulatan
atau lain yang diperoleh dari campuran daging ternak (kadar daging tidak kurang dari
50%) dan pati atau serelia dengan atau tanpa penambahan makanan yang diizinkan
(BSN, 1995).
Bakso daging ayam merupakan bakso dengan bahan baku utama daging ayam
dengan penambahan bumbu – bumbu sebagaimana bakso pada umumnya. Bahan –
bahan yang digunakan diantaranya : daging ayam, tepung tapioka, putih telur, bawang
putih, garam, gula, lada, es batu / air es dan pati biji durian. Ditinjau dari aspek gizi,
bakso merupakan makanan yang mempunyai kandungan protein hewani, mineral dan
vitamin yang tinggi (Yuyun, 2008). Bakso tidak saja digemari oleh remaja, akan
tetapi juga oleh segala umur dan sudah menyebar ke seluruh pelosok Indonesia
(Soekarto, 1990). Bahan baku pembuatan bakso dapat berasal dari berbagai daging
jenis ternak, antara lain, sapi, babi, ayam dan ikan (Purnomo, 1998). Pembuatan bakso
dengan menggunakan daging ayam diharapkan memiliki tekstur yang empuk
dibanding dengan bakso lain karena serat – serat daging ayam yang lebih kecil. Proses
pembuatan bakso ditambahkan bahan pengisi yang memiliki banyak kandungan
amilosa yang terdapat pada pati untuk menentukan kualitas bakso yang dihasilkan.
I.2 RUMUSAN MASALAH
Apa tujuan dari dilakukannya praktikum tersebut ?
1.3 TUJUAN
1. Mahasiswa mampu menganalisis perubahan yang terjadi pada produk
2. Mahasiswa dapat mengetahui indikasi kebusukan, kemunduran mutu dan kerusakan
lainnya dari produk dengan melakukan pengujian organoleptik
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Bakso
Bakso adalah jenis bola daging yang paling lazim dalam masakan Indonesia. Bakso
umumnya dibuat dari campuran daging sapi giling dan tepung tapioka, akan tetapi ada juga
bakso yang arasal dari daging ayam dengan bahan pengisi tepung sagu. Bakso daging
menurut SNI No. 01-3818-1995 adalah produk makanan berbentuk bulatan atau lain yang
diperoleh dari campuran daging ternak (kadar daging tidak kurang dari 50 persen) dan pati
atau serealia dengan atau tanpa BTP (bahan tambahan pangan) yang diizinkan. Pembuatan
bakso biasanya menggunakan daging yang segar. Daging segar (pre-rigor) adalah daging
yang diperoleh setelah pemotongan hewan tanpa mengalami proses pendinginan terlebih
dahulu. Fase prerigorberlangsung selama 5 sampai 8 jam setelah postmortem. Bakso dapat
dikelompokkan menurut jenis daging yang digunakan dan berdasarkan perbandingan jumlah
tepung pati yang digunakan. Berdasarkan jenis daging sebagai bahan baku untuk membuat
bakso, maka dikenal bakso sapi, bakso ayam, bakso ikan, bakso kerbau, dan bakso kelinci
(Gaffar, 1998).

Menurut Dewan Standardisasi Nasional Indonesia (SNI)-01-3818-1995, bakso adalah


produk makanan berbentuk bulatan yang diperoleh dari campuran daging dengan jumlah
daging yang digunakan tidak kurang dari 50%. Bakso daging sapi memiliki komposisi kimia
(prosimat) sebagai berikut kadar air 77,85%, kadar protein 6,95%, kadar lemak 0,31% dan
kadar abu 1,75%(Wibowo, 2005).

2.2 Umur Simpan (Shelf Life)


Menurut Institute of Food Science and Technology (1974), umur simpan produk
pangan adalah selang waktu antara saat produksi hingga konsumsi di mana produk berada
dalam kondisi yang memuaskan berdasarkan karakteristik penampakan, rasa, aroma, tekstur,
dan nilai gizi. Sementara itu, Floros dan Gnanasekharan (1993) menyatakan bahwa umur
simpan adalah waktu yang diperlukan oleh produk pangan dalam kondisi penyimpanan
tertentu untuk dapat mencapai tingkatan degradasi mutu tertentu.

Pada saat baru diproduksi, mutu produk dianggap dalam keadaan 100%, dan akan
menurun sejalan dengan lamanya penyimpanan atau distribusi. Selama penyimpanan dan
distribusi, produk pangan akan mengalami kehilangan bobot, nilai pangan, mutu, nilai uang,
daya tumbuh, dan kepercayaan (Rahayu et al. 2003).
Penggunaan indikator mutu dalam menentukan umur simpan produk siap masak atau
siap saji bergantung pada kondisi saat percobaan penentuan umur simpan tersebut dilakukan
(Kusnandar2004). Hasil percobaan penentuan umur simpan hendaknya dapat memberikan
informasi tentang umur simpan pada kondisi ideal, umur simpan pada kondisi tidak ideal, dan
umur simpan pada kondisi distribusi dan penyimpanan normal dan penggunaan oleh
konsumen. Suhu normal untuk penyimpanan yaitu suhu yang tidak menyebabkan kerusakan
atau penurunan mutu produk. Suhu ekstrim atau tidak normal akan mempercepat terjadinya
penurunan mutu produk dan sering diidentifikasi sebagai suhu pengujian umur simpan
produk (Hariyadi 2004a).

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi penurunan mutu produk pangan. Floros
dan Gnanasekharan (1993) menyatakan terdapat enam faktor utama yang mengakibatkan
terjadinya penurunan mutu atau kerusakan pada produk pangan, yaitu massa oksigen, uap air,
cahaya, mikroorganisme, kompresi atau bantingan, dan bahan kimia toksik atau off flavor.
Faktor-faktor tersebut dapat mengakibatkan terjadinya penurunan Mikroorganisme
menghendaki aw minimum agar dapat tumbuh dengan baik, yaitu untuk bakteri 0,90, kamir
0,80−0,90, dan kapang 0,60−0,70 (Winarno 1992).

Prabhakar dan Amia (1978) menyatakan, pada aw yang tinggi, oksidasi lemak
berlangsung lebih cepat dibanding pada aw rendah. Kandungan air dalam bahan pangan,
selain mempengaruhi terjadinya perubahan kimia juga ikut menentukan kandungan mikroba
pada pangan. Selain kadar air, kerusakan produk pangan juga disebabkan oleh ketengikan
akibat terjadinya oksidasi atau hidrolisis komponen bahan pangan.

Penentuan umur simpan dengan menggunakan faktor organoleptik dapat


menggunakan parameter sensori (warna, flavor, aroma, rasa, dan tekstur) terhadap sampel
dengan skala 0−10, yang mengindikasikan tingkat kesegaran suatu produk (Gelman et
al.1990). Menurut Syarief et al. (1989), secara garis besar umur simpan dapat ditentukan
dengan menggunakan metode konvensional (extended storage studies, ESS) dan metode
akselerasi kondisi penyimpanan (ASS atau ASLT). Umur simpan produk pangan dapat
diduga kemudian ditetapkan waktu kedaluwarsanya dengan menggunakan dua konsep studi
penyimpanan produk pangan, yaitu ESS dan ASS atau ASLT (Floros dan Gnanasekharan
1993).
1. Extended Storage Studies
Penentuan umur simpan produk dengan ESS, yang juga sering disebut sebagai metode
konvensional, adalah penentuan tanggal kedaluwarsa dengan cara menyimpan satu
seri produk pada kondisinormal sehari-hari sambil dilakukan pengamatan terhadap
penurunan mutunya (usable quality) hingga mencapai tingkat mutu kedaluwarsa.
Metode iniakurat dan tepat, namun pada awal pe-nemuan dan penggunaan metode ini
dianggap memerlukan waktu yang panjangdan analisis parameter mutu yang relatif
banyak serta mahal. Dewasa ini metode ESS sering digunakan untuk produk yang
mempunyai masa kedaluwarsa kurang dari 3 bulan.
2. Accelerated Storage Studies
Penentuan umur simpan produk dengan metode ASS atau sering disebut dengan
ASLT dilakukan dengan menggunakan parameter kondisi lingkungan yang dapat
mempercepat proses penurunan mutu (usable quality) produk pangan. Salah satu
keuntungan metode ASS yaitu waktu pengujian relatif singkat (3−4 bulan), namun
ketepatan dan akurasinya tinggi.
BAB III
METODE
3.1 Alat dan Bahan
A. Alat
- Piring
- Refrigerator
B. Bahan
- Bakso ayam
- Kemasan plastik
BAB IV
HASIL PENGAMATAN
4.1 Hasil dan Pembahasan
4.1.1 Uji Organoleptik
Penjelasan.....

Tabel 1. Parameter Uji Organoleptik Bakso Ayam


KE PRODU
WARNA AROMA TEKSTUR
L K
NILA NILA
KET KET NILAI KET
I I
puth sedikit
1 kekuningan 1 Normal (daging) 1 kenyal
2 putih kekuning 2 tidak busuk (asam) 2 sedikit kenyal
3 BAKSO
Sedikit busuk
3 kuning 3 (asam) 3 agak lembek
4 kuning abu 4 busuk (asam) 4 lembek
sangat busuk
5 abu-abu 5 (asam) 5 sangat lembek

4.1.2 Pengujian Umur Simpan


Tabel 2. Perhitungan pendugaan Umur Bakso Ayam Berdasarkan Parameter Aroma pada
suhu 25oC.

lama penyimpanan (jam) aroma


0 1
6 1
12 2
18 2
24 2
30 3
36 3
42 3
48 4
54 4
60 4
66 4
72 4
78 4
84 4
90 4
96 4
102 4
108 4
114 4
120 4
126 4
132 4
138 4
144 4
150 5
156 5

Tabel 3. Perhitungan Pendugaan Umur Simpan Bakso ayam Berdasarkan Parameter Aroma
Pada Suhu 4oC

lama penyimpanan (jam) aroma


0 1
24 1
48 1
72 1
96 1
120 1
144 1
168 1
192 1
216 1
240 2
264 2
288 2

6
ordo 0
5
f(x)==0.7
R² 0.02 x + 2.08
4
aroma

3
2
1 f(x) = 0 x + 0.74
R² = 0.54
0
0 50 100 150 200 250 300 350
lama penimpanan

Gambar 1. Grafik
Tabel 4. ln Aroma pada penyimpanan suhu 25oC

lama penyimpanan (jam) aroma


0 0
6 0
12 0,693147181
18 0,693147181
24 0,693147181
30 1,098612289
36 1,098612289
42 1,098612289
48 1,386294361
54 1,386294361
60 1,386294361
66 1,386294361
72 1,386294361
78 1,386294361
84 1,386294361
90 1,386294361
96 1,386294361
102 1,386294361
108 1,386294361
114 1,386294361
120 1,386294361
126 1,386294361
132 1,386294361
138 1,386294361
144 1,386294361
150 1,609437912
156 1,609437912

Tabel 5. ln Aroma pada penyimpanan suhu Refri 4oC

lama penyimpanan (jam) aroma


0 0
24 0
48 0
72 0
96 0
120 0
144 0
168 0
192 0
216 0
240 0,693147181
264 0,693147181
288 0,693147181
ordo 1
2 suhu 25
1.5 f(x)==0.6
R² 0.01 x + 0.66 Linear (suhu 25)
aroma

1 Linear (suhu 25)


Linear (suhu 25)
0.5
f(x) = 0 x − 0.18 suhu 4
0 R² = 0.54 Linear (suhu 4)
0 50 100 150 200 250 300 350
lama penyimpanan

Gambar 2. Grafik ln

Tabel 6. Persamaan Regresi


Persamaan regresi nilai R2
suhu ( C ) ordo 0 ordo 1 ordo 0 ordo 1
2 2
25 y = 0,0184x + 2,082 y = 0,0068x + 0,6588 R = 0,6959 R = 0,5964

4 y = 0,0034x + 0,7363 y = 0,0024x – 0,1828 R2 = 0,5357 R² = 0,5357

Tabel 7. Penentuan konstanta Arrhenius


Penentuan konstanta Arrhenius
suhu ( C ) suhu ( K ) 1/t persamaan regresi a b=k ln b = ln k

25 298 0,0033557 y = 0,0184x + 2,082 2,0820 0,0184 -3,995405


4 277 0,00361011 y = 0,0034x + 0,7363 0,7363 0,0034 -5,68398

1/T
0
0 0 0 0 0 0 0 0
-1
Gambar 3. Grafik
korelasi ln k terhadap
-2 1/T
ln b = ln k

-3 Linear () Grafik korelasi ln k


-4 terhadap 1/T dapat
f(x) = − 6637.22 x + 18.28
R² = 1 dihasilkan persamaan
-5
yakni : y = -6637,2x +
-6 18,277
1/t
Persamaan Arrhenius
lnk = ln k 0 – Ea/Rt
dimana nilai
ln K 0 = 18,277
K0 = 86616423,2
Nilai Ea/R = 6637,2
Konstanta nilai penurunan mutu
Suhu 25oC = 298 K
ln K = -399545204
K= 0,018399127

Suhu 4oC = 277K


ln K = -5684022092
K= 0,003399856

Tabel 8. Prediksi umur simpan


suhu ( C ) suhu ( K ) N0 Nt Nt-No k ts (jam) ts (hari)
25 298 1 5 4 0,018399 217,40161 9,058401
4 277 1 2 1 0,0034 294,13007 12,25542

Pada tabel prediksi umur simpan diatas diketahui bahwa umur simpan bahan bakso ayam,
pada suhu 25oC (suhu ruang) dihasilkan 217 jam (9 hari) sedangkan pada suhu refrigerator
(4oC) dihasilkan 294 jam (12 hari). Jadi dapat diketahui aroma yang cepat atau dikatakan
cepat membusuk yakni pada penyimpanan suhu ruang (25oC).

BAB V
PENUTUP
Gaffar, R. 1998. Sifat fisik dan palatabilitas bakso daging ayam dengan bahan pengisi
tepung sagu dan tepung tapioka. Skripsi. Fakultas Peternakan, InstitutPertanian Bogor,
Bogor.
Hariyadi, P. 2004a. Prinsip-prinsip pendugaanmasa kedaluwarsa dengan metode AcceleratedShelf Life Test.
Pelatihan Pendugaan WaktuKedaluwarsa (Self Life). Bogor, 1−2 Desember2004. Pusat Studi Pangan dan Gizi,
InstitutPertanian Bogor.

Institute of Food Science and Technology. 1974.Shelf life of food. J. Food Sci. 39: 861−865.

Kusnandar, F. 2004. Aplikasi program computersebagai alat bantu penentuan umur simpanproduk pangan:
metode Arrhenius. PelatihanPendugaan Waktu Kedaluwarsa (Shelf Life)Bahan dan Produk Pangan. Bogor,
1−2Desember 2004. Pusat Studi Pangan dan Gizi,Institut Pertanian Bogor.

Rahayu, W.P., H. Nababan, S. Budijanto, dan D.Syah. 2003. Pengemasan, Penyimpanan danPelabelan. Badan
Pengawasan Obat danMakanan, Jakarta.

Floros, J.D. and V. Gnanasekharan. 1993. Shelflife prediction of packaged foods: chemichal,biological, physical,
and nutritional aspects.G. Chlaralambous (Ed.). Elsevier Publ.,London

Winarno, F.G. 1992. Kimia Pangan dan Gizi.Gramedia, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai