Modul Psikologi SDM (TM5)
Modul Psikologi SDM (TM5)
PSIKOLOGI
SDM
Teori – Teori Perkembangan, tahap
– tahap perkembangan pada
individu
Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh
Ekonomi & Manajemen B M. Soelton Ibrahem, S.Psi, MM
Bisnis
05
Abstract Kompetensi
Memahami dalam teori – teori Mahasiswa mampu memahami
perkembangan, tahap – tahap dalam teori – teori
perkembangan pada individu perkembangan, tahap – tahap
perkembangan pada individu
Materi Bahasan :
1. Manusia dan Perkembangannya
Prinsip Perkembangan
A. Adanya perubahan.
B. Perkembangan awal lebih kritis daripada perkembangan selanjutnya.
Perbedaan ini disebabkan karena setiap orang memiliki unsur biologis dan
genetik yang berbeda. Kemudian juga faktor lingkungan yang turut memberikan
kontribusi terhadap perkembangan seorang anak.
Menurut beberapa para ahli, ada beberapa fase atau periodisasi psikologi
perkembangan individu, yaitu:
Yaitu fase pertama yang harus dilalui oleh seorang anak sejak dilahirkan.
Pada bulan-bulan pertama kehidupan, bayi manusia lebih tidak berdaya
dibandingkan dengan bayi binatang menyusui lainnya, dan ketidakberdayaan ini
berlangsung lebih lama daripada spesies lain. Pada mulanya bayi tidak dapat
membedakan antara bibirnya dengan puting susu ibunya, yaitu asosiasi antara
rasa kenyang dengan pemberian ASI. Bayi hanya sadar akan kebutuhannya
sendiri dan pada waktu menunggu terpenuhi kebutuhannya, bayi menjadi
frustasidan baru sadar akan adanya obyek pemuas pada waktu kebutuhannya
terpenuhi. Inilah pengalaman pertama kesadaran akan adanya obyek diluar
dirinya. Jadi kelaparan menuntutnya untuk mengenal dunia luar. Reaksi primitif
pertama terhadap obyek yaitu bayi berusaha memasukkan semua benda yang
dipegangnya ke mulut. Bayi merasa bahwa mulut adalah tempat pemuasan (oral
gratification). Rasa lapar dan haus terpenuhi dengan menghisap puting susu
ibunya. Kebutuhan-kebutuhan, persepsi-persepsi dan cara ekspresi bayi secara
primer dipusatkan di mulut, bibir, lidah dan organ lain yang berhubungan dengan
daerah mulut.
Dorongan oral terdiri dari 2 komponen yaitu dorongan libido dan dorongan
agresif. Dorongan libido yaitu dorongan seksual pada anak, yang berbeda dengan
libido pada orang dewasa. Dorongan libido merupakan dorongan primer dalam
kehidupan yang merupakan sumber energi dari ego dalam mengadakan
hubungan dengan lingkungan, sehingga memungkinkan pertumbuhan ego.
Ketegangan oral akan membawa pada pencarian kepuasan oral yang ditandai
dengan diamnya bayi pada akhir menyusui. Sedangkan dorongan agresif dapat
terlihat dalam perilaku menggigit, mengunyah, meludah, dan menangis. Pada fase
Oleh karena itu sikap orangtua yang benar yaitu mengusahakan agar anak
merasa bahwa alat kelamin dan anus serta kotoran yang dikeluarkannya adalah
sesuatu yang biasa (wajar) dan bukan sesuatu yang menjijikkan. Hal ini penting,
karena akan mempengaruhi pandangannya terhadap seks nantinya. Jika terjadi
hambatan pada fase anal, anak dapat mengembangkan sifat-sifat tidak konsisten,
kerapian, keras kepala, kesengajaan, kekikiran yang merupakan karakter anal
yang berasal dari sisa-sisa fungsi anal. Jika pertahanan terhadap sifat-sifat anal
kurang efektif, karakter anal menjadi ambivalensi (ragu-ragu) berlebihan, kurang
rapi, suka menentang, kasar dan cenderung sadomsokistik (dorongan untuk
menyakiti dan disakiti). Karakter anal yang khas terlihat pada penderita obsesif
kompulsif. Penyelesaian fase anal yang berhasil, menyiapkan dasar untuk
3. Fase Uretral
Pada fase ini merupakan perpindahan dari fase anal ke fase phallus. Erotik
uretral mengacu pada kenikmatan dalam pengeluaran dan penahanan air seni
seperti pada fase anal. Jika fase uretral tidak dapat diselesaikan dengan baik,
anak akan mengembangkan sifat uretral yang menonjol yaitu persaingan dan
ambisi sebagai akibat timbulnya rasa malu karena kehilangan kontrol terhadap
uretra. Jika fase ini dapat diselesaikan dengan baik, maka anak akan
mengembangkan persaingan sehat, yang menimbulkan rasa bangga akan
kemampuan diri. Anak laki-laki meniru dan membandingkan dengan ayahnya.
Penyelesaian konflik uretra merupakan awal dari identitas gender dan identifikasi
selanjutnya.
Pada fase ini anak mulai mengerti bahwa kelaminnya berbeda dengan
kakak, adik atau temannya. Anak mulai merasakan bahwa kelaminnya merupakan
tempat yang memberikan kenikmatan ketika ia mempermainkan bagian tersebut.
Tetapi orangtua sering marah bahkan mengeluarkan ancaman bila melihat
anaknya memegang atau mempermainkan kelaminnya. Pada fase ini, anak laki-
laki dapat timbul rasa takut bahwa penisnya akan dipotong (dikebiri). Ketakutan
yang berlebihan tersebut dapat menjadi dasar penyebab gangguan seksual
seperti impotensi primer dan homoseksual.
Pada fase ini muncul rasa erotik anak terhadap orangtua dari jenis kelamin
yang berbeda. Rasa ingin tahu terhadap hal-hal yang berhubungan dengan seks
tampak dalam tingkah laku anak, misalnya membuka rok ibunya, meraba buah
dada atau alat kelamin orangtuanya. Daya erotik anak laki-laki terhadap ibunya,
disertai rasa cemburu terhadap ayahnya, dan keinginan untuk mengganti posisi
ayah disamping ibu, disebut ‘kompleks Oedipus’. Untuk anak wanita disebut
‘kompleks Elektra’. Kompleks elektra biasanya disertai rasa rendah diri karena
tidak mempunyai kelamin seperti anak laki-laki dan merasa takut jika terjadi
kerusakan pada alat kelaminnya. Bila kompleks oedipus/elektra tidak dapat
Pada fase ini semua aktifitas dan fantasi seksual seakan-akan tertekan,
karena perhatian anak lebih tertuju pada hal-hal di luar rumah. Tetapi keingin-
tahuan tentang seksualitas tetap berlanjut. Dari teman-teman sejenisnya anak-
anak juga menerima informasi tentang seksualitas yang sering menyesatkan.
Keterbukaan dengan orangtua dapat meluruskan informasi yang salah dan
menyesatkan itu. Pada fase ini dapat terjadi gangguan hubungan homoseksual
pada laki-laki maupun wanita. Kegagalan dalam fase ini mengakibatkan kurang
berkembangnya kontrol diri sehingga anak gagal mengalihkan energinya secara
efisien pada minat belajar dan pengembangan ketrampilan.
Ada lima tahapan perkembangan yang dilalui dan masih diingat oleh subyek, yaitu
masa toddler, masa anak awal, masa anak petengahan,masa remaja dan masa
dewasa awal.
Pada tahapan ini dialami seorang individu dimulai pada saat bayi sampai
mencapai umur 3 tahun. Perkembangan fisik meliputi beroperasinya semua
sistem rasa dan tubuh dengan tingkatan yang bervariasi, perkembangan otak
yang kompleks dan tingginya pengaruh lingkungan, pertumbuhan dan
perkembangan fisik (ketrampilan) berlangsung dengan cepat. Perkembangan
kognitif meliputi kemampuan untuk belajar dan mengingat peristiwa yang saat ini
terjadi, pengunaan simbol dan kemampuan untuk memecahkan masalah diakhir
tahun ke-2, dan berkembangnya pemahaman dan bahasa dengan cepat.
Perkembangan psikososial meliputi terbentuk hubungan kelekatan dengan orang
tua, caregiver dan orang lain dengan kuat, berkembangnya sistem kewaspadaan
diri, adanya perubahan dari ketergantungan menjadi mandiri. Meningkatkan
ketertarikan dengan anak-anak yang lain yang seumuran (Papalia et al, 2007).
Rentang umur dalam tahap ini adalah 3-6 tahun. Perkembangan fisik
meliputi mengalami pertumbuhan fisik yang stabil, penampilan fisik menjadi lebih
ramping dan proporsional seperti orang dewasa, biasanya terjadi berkurangnya
d) Remaja (Adolescence)
Dewasa awal ini merupakan masa transisi masa remaja menuju dewasa.
Masa ini disebut dengan masa muda (Kenniston dalam Santrock, 1995). Transisi
ini ditunjukan dengan kemandirian ekonomi dan kemandirian membuat keputusan
(karir, nilai-nilai, keluarga, hubungan, dan gaya hidup) dan merupakan transisi dari
sekolah menengah menuju universitas. Tahapan perkembangan ini dimulai ketika
individu berumur 20 tahun sampai 40 tahun (Papalia et al, 2007).
Tahap perkembangan psikososial masa dewasa awal ini berada pada tahap ke-6
yaitu intimidasi versus isolasi. Jika seorang dewasa awal tidak dapat membuat
komitmen personal yang dalam terhadap orang lain, maka mereka akan terisolasi
dan terpaku pada kegiatan dan pikiran sendiri (self absorb). Akan tetapi, mereka
juga butuh kesendirian sebagai upaya merefleksikan kehidupan meraka. Ketika
mereka berusaha menyelesaikan tuntutan saling berlawanan dari intimidasi,
kompetisi dan jarak, mereka mengembangkan pemahaman etis, yang dianggap
Erikson sebagai tanda kedewasaan (Papalia et al, 2007).