Refarat Antispikotik
Refarat Antispikotik
RSU Anutapura –
Fakultas Kedokteran Universitas Tadulako
REFERAT PSIKIATRI
PENGOBATAN TERBARU SKIZOFRENIA
DISUSUN OLEH :
Wahyu Ashari
N 111 18 022
PEMBIMBING KLINIK
dr. Andi Soraya Tenri Uleng , M.Kes,Sp.KJ
HALAMAN PENGESAHAN
Nama : Wahyu Ashari
Fakultas : Kedokteran
Universitas : Tadulako
Fakultas Kedokteran
Universitas Tadulako
BAB I
PENDAHULUAN
Psikofarmaka atau obat psikotropik adalah obat yang bekerja secara selektif
pada sistem saraf pusat (SSP) dan mempunyai efek utama terhadap aktivitas mental
dan perilaku, digunakan untuk terapi gangguan psikiatri yang berpengaruh terhadap
taraf kualitas hidup pasien. 2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Obat antipsikosis 2
1. Obat antipsikosis tipikal
a. Phenothiazine
1. Rantai aliphatic : Chlorpromazine
2. Rantai piperazine : Perphenazine
Trifluoperazine
Fluphenazine
3. Rantai piperidine : Thioridazine
b. Butyrophenone : Haloperidol
c. Diphenyl-butyl-piperidine : Pimozide
2. Obat antipsikosis atipikal
a. Benzamide : Sulpiride
b. Dibenzodiazepin : Clozapine
Olanzapine
Quetiapine
Zotepine
c. Benzisoxazole : Risperidone
Aripiprazole
Kardiovaskular
Hipotensi dan peningkatan denyut nadi saat istirahat biasanya sering
terjadi dengan derivat fenotiazine. Curah jantung menurun dan frekuensi
denyut jantung meningkat. 3
Hematologi
Gangguan hematologis yang membahayakan yang dapat terjadi akibat
pemakaian antipsikotik tipikal seperti chlorpromazine, thioridazine dan pada
hampir semua antipsikotik adalah agranulositosis. Agranulositosis adalah suatu
kumpulan gejala yang ditandai dengan penurunan bermakna jumlah granulosit
yang beredar, neutropeni berat yang menimbulkan lesi-lesi di tenggorokan,
selaput lendir lain, saluran cerna dan kulit. Pada kebanyakan kasus, gejala ini
disebabkan oleh sensitasi terhadap obat-obatan, zat kimia, radiasi yang
mempengaruhi sumsum tulang dan menekan granulopoiesis. Jika pasien
melaporkan adanya suatu nyeri tenggorokan atau demam, hitung darah lengkap
harus segera dilakukan untuk memeriksa kemungkinan terjadinya
agranulositosis. 4
Dermatologi
Dermatitis alergik dan fotosensitivitas dapat terjadi pada sejumlah
kecil pasien, paling sering terjadi pada mereka yang menggunakan antipsikotik
tipikall potensi rendah, khusunya chlorpromazine. Berbagai erupsi kulit seperti
urtikaria, makulopapular, peteki, dan erupsi edematous telah dilaporkan. Erupsi
terjadi pada awal terapi, biasanya dalam minggu pertama dan menghilang
dengan spontan. Penggunaan chlorpromazine juga disertai beberapa kasus
diskolorasi biru-kelabu pada kulit pada daerah yang terpapar dengan sinar
matahari. 4
Sedasi
Sedasi terutama merupakan akibat dari penghambatan reseptor
dopamine tipe-1. Chlorpromazine adalah antipsikotik yang paling menimbulkan
sedasi. Memberikan dosis antipsikotik harian sebelum tidur biasanya
menghilangkan masalah dari sedasi, dan toleransi untuk efek merugikan
tersebut dapat terjadi. 4
b. Farmakokinetik
1. ABSORPSI DAN DISTRIBUSI.
Kebanyakan antipsikotik mudah diabsorpsi tetapi tidak sempurna.
Sebagian besar antipsikotik tidak diabsorpsi secara lengkap setelah
pemberian oral. Selain itu , sebagian besar obat ini mengalami
metabolisme lintas pertama sehingga chlorpromazine dan tioridazine
dosis oral memiliki availabilitas sistemik sebesar 25% hingga 35%,
sedangkan haloperidol, yang kurang dimetabolisasi, memiliki rata – rata
availabilitas sistemik sebesar 65%.4
Kebanyakan antipsikotik sangat larut lemak dan terikat
protein(92-99%). Volume distribusinya cenderung besar (biasanya >
7L/KG). Mungkin karena terkumpulan dalam kompartemen lipid tubuh
dan afinitasnya terhadap beberapa reseptor neurotransmitter disusunan
saraf pusat sangat tinggi, durasi kerja klinisnya lebih lama dari yang
diperkirakan berdasarkan waktu-paruh plasmanya. 4
2. METABOLISME DAN EKSKRESI
Sebagian besar antispiskotik hampir dimetabolisme sempurna
melalui berbagai proses. Metabolit chlorpromazine diekskresikan dalam
urine. 4
HALOPERIDOL
Haloperidol berguna untuk menenangkan keadaan mania pasien psikosis
yang karena hal tertentu tidak dapat diberi fenotiazine. Reaksi esktrapiramidal
timbul pada 80% pasien yang diobati haloperidol. 3
FARMAKODINAMIK
Struktur haloperidol berbeda dengan fenotiazine, tetapi butirofenone
memperlihatkan banyak sifat fenotiazine. Pada orang normal, efek haloperidol
mirip fenotiazine piperazine. Haloperidol memperlihatkan antipsikosis yang kuat
dan efektif untuk fase mania penyakit manik depresif dan skizofrenia. 3
Susunan saraf pusat
Haloperidol menenangkan dan menyebabkan tidur pada orang yang
mengalami eksitasi. Efek sedatif haloperidol kurang kuat dibanding dengan
chlorpromazine. Haloperidol dan chlorpromazine sama kuat menurunkan ambang
rangsang konvulsi. 3
Sistem saraf otonom
Efek haloperidol terhadap sistem saraf otonom lebih kecil daripada efek
antipsikosis lain, walaupun demikian haloperidol dapat menyebabkan pandangan
kabur (blurring of vision). Obat ini meghambat aktivitas reseptor a-adrenergik,
tetapi hambatannya tidak sekuat hambatan chlorpromazine. 3
Sistem kardiovaskular dan respirasi
Haloperidol menyebabkan hipotensi , tetapi tidak sesering dan sehebat akibat
chlorpromazine. Haloperidol menyebabkan takikardia. 3
Efek endokrin
Seperti chlorpromazine, haloperidol menyebabkan galaktore dan resons
endokrin lain. 3
FARMAKOKINETIK
Haloperidol cepat diserap dari saluran cerna. Kadar puncaknya dalam
plasma tercapai dalam waktu 2-6 jam sejak menelan obat, menetap sampai 72
jam dan masih dapat ditemukan dalam plasma sampai berminggu – minggu. Obat
ini ditimbun dalam hati dan kira kira 1% dari dosis yang diberikan diekskresi
melalui empedu. Ekskresi haloperidol lambat melalui ginjal, kira kira 40% obat
dikeluarkan selama 5 hari sesudah pemberian dosis tunggal. 3
Obat antipsikotik atipikal
DIBENZODIAZEPINE
CLOZAPINE
Merupakan antipsikotik atipikal pertama dengan potensi lemah.
Disebut atipikal karena obat ini hampir tidak menimbulkan efek
ekstrapiramidal. Diskinesia tardif belum pernah dilaporkan terjadi pada pasien
yang diberi obat ini , walaupun beberapa pasien telah diobati sehingga 10 tahun.
Dibandingkan terhadap psikotropik yang lain, clozapine menunjukkan efek
dopaminergik lemah. 3
Clozapine efektif untuk mengontrol gejala–gejala psikosis dan
skizofrenia baik yang positif (iritabilitas) maupun yang negatif (social
disinterest dan incompetence, personal neatness). Efek yang bermanfaat terlihat
dalam waktu 2 minggu, diikuti perbaikan secara bertahap pada minggu- minggu
berikutnya. Obat ini berguna untuk pengobatan pasien yang refrakter terhadap
obat standar. Selain itu , karena risiko efek samping ekstrapiramidal yang
sangat rendah, obat ini cocok untuk pasien yang menunjukkan gejala
ekstrapiramidal berat pada pemberian antipsikosis tipikal. Namun karena
clozapine memiliki risiko timbulnya agranulositosis yang lebih tinggi
dibandingkan antipsikosis yang lain, maka penggunaannya dibatasi hanya pada
pasien yang resisten atau tidak dapat mentoleransi antipsikosis yang lain. Pasien
yang diberi clozapin perlu dipantau jumlah sel darah putihnya setiap minggu. 3
Farmakokinetik
Clozapine diabsorpsi secara cepat dan sempurna pada pemberian per oral,
kadar puncak plasma tercapai pada kira kira 1,6 jam setelah pemberian obat.
Clozapin secara ekstensif diikat protein plasma (>95%), obat ini dimetabolisme
hampir semua sempurna sebelum dieksresi lewat urine dan tinja, dengan waktu
paruh rata rata 11,8 jam . 3
Efek Samping
- Granulositopeni, agranulositosis, trombositopeni, eosinofilia, leukositosis,
leukemia.
- Ngantuk, lesu, lemah, tidur, sakit kepala, bingung, gelisah, agitasi, delirium.
- Mulut kering atau hipersalivasi, penglihatan kabur, takikardi, postural
hipotensi, hipertensi.
OLANZAPINE
Farmakodinamik
Olanzapine merupakan derivate tienobenzodiazepine ,struktur kimianya
mirip dengan clozapine. Olanzapine memiliki afinitas terhadap reseptor
dopamin (D2, D3, E4, Dan D5), reseptor serotonim (5HT2), muskarinik,
histamin (H1), dan reseptor alfa 1. 3
Farmakokinetik
Olanzapine diabsorpsi dengan baik setelah pemberian oral, dengan kadar
plasma tercapai setelah 4–6 jam pemberian , metabolisme dihepar, dan
diekskreasi lewat urine. 3
Indikasi
Indikasi utama adalah mengatasi gejala negatif maupun positif
skizofrenia dan sebagai antimania. Obat ini juga menunjukkan efektivitas pada
pasien depresi dengan gejala psikotik. 3
Efek samping
Meskipun strukturnya mirip dengan clozapine, olanzapine tidak
menyebabkan agranulositosis seperti clozapine. Olanzapine dapat ditoleransi
dengan baik dengan efek samping ekstrapiramidal terutama tardif diskinesia
yang minimal. Efek samping yang sering dilaporkan adalah peningkatan berat
badan dan gangguan metabolik yaitu intoleransi glukosa, hiperglikemia, dan
hiperlipidemia. 3
Efek samping juga bisa terjadi peningkatan berat badan, somnolen,
hipotensi ortostatik berkaitan dengan blockade reseptor alfa 1, gejala
ekstrapiramidal dan kejang rendah tardid dyskinesia. 4
QUETIAPINE
Farmakodinamik
Obat ini memiliki afinitas terhadap reseptor dopamin (D2), serotonin
(5HT2), yang diperkirakan mendasari efektivitas obat ini untuk gejala positif
maupun negatif skizofrenia. 3
Farmakokinetik
Absorpsinya cepat setelah pemberian oral, kadar plasma maksimal
tercapai setelah 1-2 jam pemberian. Ikatan protein sekitar 80%.
Metabolismenya lewat hati. Eksresi sebagian besar lewat urine dan sebagian
kecil lewat feses. 3
Indikasi
Quetiapine diindikasikan untuk skizofrenia dengan gejala positif maupun
negatif. Obat ini dilaporkan juga meningkatkan kemampuan kognitif pasien
skizofrenia seperti perhatian, kemampuan berpikir, berbicara dan kemampuan
mengingat membaik. Masih diperlukan penelitian lanjutan untuk membuktikan
apakah manfaat klinisnya berarti. Di samping itu obat ini diindikasikan pula
untuk gangguan depresi dan mania. 3
Efek samping
Efek samping yang umum adalah sakit kepala, somnolen dan dizziness.
Seperti antipsikosis atipikal umumnya, quetiapine juga memiliki efek samping
peningkatan berat badan, gangguan metabolik dan hiperprolakitinemia,
sedangkan efek samping ekstrapiramidalnya minimal. 3
RISPERIDON
Farmakodinamik
Risperidone yang merupakan derivate dari benzisoksazole mempunyai
afinitas yang tinggi terhadap reseptor serotonin (5HT2) dan aktivitas menegah
terhadap reseptor dopamine (D2), alfa 1 dan alfa 2 adrenergik dan reseptor
histamin. Aktivitas antipsikosis diperkirakan melalui hambatan terhadap
reseptor serotonin dan dopamine. 3
Farmakokinetik
Bioavailabilitas oral sekitar 70%, volume distribusi 1- 2 L/KG. Di plasma
risperidone terikat dengan albumin dan alfa 1 glikoprotein. Ikatan protein
plasma sekitar 90%. Risperidone secara ekstensif di metabolisme dihati.
Risperidon dan metabolitnya dieliminasi lewat urine dan sebagian kecil lewat
feses. 3
Indikasi
Indikasi risperidone adalah untuk terapi skizofrenia baik untuk gejala
negatif maupun positif. Di samping itu dindikasikan pula untuk gangguan
bipolar, depresi dengan ciri psikosis dan trurtee syndrome. 3
Efek samping
Secara umum risperidone dapat ditoleransi dengan baik. Efek samping
yang dilaporkan adalah insomnia, agitasi, ansietas, somnolen, mual, muntah,
peningkatan berat badan, hiperprolaktinemia dan reaksi ekstrapiramidal
terutama tardif diskinesia. Efek samping ekstrapiramidal umumnya lebih ringan
dibandingkan antipsikosis tipikal. 3
Efek samping risreridon bisa menimbulkan gejala ekstrapiramidal,
peningkatan prolactin (ditandai dengan gangguan menstruasi, galaktorea dan
disfungsi seksual), sindrom neuroleptic maligna, peningkatan berat badan,
sedasi, pusing, takikardi. 4
Sediaan
Risperidone tersedia dalam bentuk tablet 1 mg, 2 mg dan 3 mg . Sirup
dan injeksi (long acting injection) 5o mg/mL. 3
c. Tuberoinfundibular pathways
APG II di jalur tuberoinfundibular, antagonis reseptor 5HT2A dapat
mengalahkan antagonis reseptor D2. Hubungan antara neurotransmiter
serotonin dan dopamine sifatnya antagonis dan resiprokal dalam kontrol
sekresi prolaktin dari hipofise. Dopamine akan menghambat pengelepasan
prolaktin, sedangkan serotonin menigkatkan pelepasan prolaktin. Pemberian
APG II dalam dosis terapi akan menghambat reseptor 5HT2A sehingga
menyebabkan pelepasan dopamin menigkat. Ini mengakibatkan pelepasan
prolaktin menurun sehingga tidak terjadi hiperprolaktinemia. 4
d. Nigrostriatal pathways
Jalur ini berproyeksi dari substansia nigra menuju ganglia basalis.
Fungsi jalur nigrostriatal adalah untuk mengontrol pergerakan. Bila jalur ini
diblok, akan terjadi kelainan pergerakan seperti pada Parkinsonism yang
disebut reaksi ekstrapiramidal (EPR). Gejala yang terjadi antara lain akhatisia,
dystonia (terutama pada wajah dan leher), rigiditas, dan akinesia atau
bradikinesia. 4
BAB III
KESIMPULAN
1. Elvira S.D dan Hadisukanto G. Buku Ajar Psikiatri. Ed.2. Jakarta : FKUI ;
2013.
2. Maslim R. Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik. Ed. 2014
Jakarta : FK Unika Atma Jaya ; 2014.
3. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Farmakologi dan Terapi. Ed. 5.
Jakarta : FKUI ; 2011.
4. Katzung B.G. Farmakologi Dasar & Klinik. Ed.10. Jakarta : EGC ; 2010.
5. Sadock B.J dan Sadock V.A. Buku Ajar Psikiatri Klinis. Ed. 2. Jakarta : EGC ;
2010.