Anda di halaman 1dari 27

PENATALAKSANAAN GIGITIRUAN PENUH PADA

PENDERITA EDENTULUS: LAPORAN KASUS

PENDAHULUAN
Harapan seorang dokter gigi adalah agar pasiennya tetap memiliki gigi-
geligi alami yang berfungsi dengan baik sepanjang hidupnya. Meskipun demikian,
baik dalam waktu dekat atau lama, beberapa pasien usia lanjut akan membutuhkan
pembuatan gigitiruan untuk menggantikan gigi alaminya yang sudah rusak
ataupun sudah tidak ada sama sekali atau yang biasa disebut dengan kondisi
edentulus.1 Edentulus adalah kondisi tidak ada gigi, tanpa gigi alami dalam mulut,
seperti saat lahir atau setelah pencabutan semua gigi.2
Penting untuk diperhatikan bahwa kehilangan gigi, dapat menimbulkan
kondisi patologi yang tidak dirasakan pasien secara langsung. Bagaimanapun
juga, seiring berjalannya waktu, kondisi patologis seperti ini dapat timbul dan
menyebabkan perubahan yang merugikan pada jaringan tulang residual, mukosa
oral, sendi temporomandibula, otot-otot pengunyahan, dan sistem persarafan.3
Oleh karena itu, untuk menghindari dampak dari tidak menggantikan gigi
yang hilang yang telah disebutkan tadi, biasanya dibuat suatu gigitiruan sebagai
pengganti gigi yang hilang. Untuk pasien dengan kondisi edentulus, salah satunya
adalah dengan memakai gigitiruan penuh.
Gigitiruan penuh didefinisikan sebagai suatu prostesis dental yang
menggantikan keseluruhan gigi-geligi dan berhubungan dengan struktur rahang
atas dan rahang bawah. Gigitiruan penuh harus dapat berfungsi mengembalikan
estetik, mastikasi, dan fonetik sehingga diharapkan dapat memperbaiki rasa
percaya diri, aktivitas sosial pasien, dan kualitas hidup pasien.5
Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007,
prevalensi penduduk yang mempunyai masalah gigi-mulut adalah 23,4% dan
1,6% penduduk telah kehilangan seluruh gigi alaminya. Dari jumlah itu yang
menerima perawatan atau pengobatan dari tenaga kesehatan gigi adalah hanya
sebesar 29,6%.6

1
Dari data di atas terlihat bahwa masih sedikit penduduk Indonesia yang
merawat giginya, dalam hal ini mengganti gigi alami yang telah hilang dengan
gigitiruan sehingga dapat mengembalikan fungsi gigi-geligi sebagaimana
mestinya. Salah satunya adalah dengan memakai gigitiruan penuh lepasan, yang
akan dibahas melalui karya tulis ini.
Tujuan penulisan adalah untuk memaparkan penatalaksanaan gigitiruan
penuh pada pasien edentulus.

2
KASUS

Seorang wanita berusia 52 tahun dengan pekerjaan ibu rumah tangga


datang ke Bagian Prostodonsia Rumah Sakit Gigi dan Mulut Universitas
Hasanuddin dengan keluhan utama yakni sulit mengunyah dan merasa kurang
percaya diri karena telah kehilangan seluruh giginya.

Gambar 1 Profil muka pasien

3
Gambar 2. Keadaan intraoral pasien

Anamnesis
Dari hasil anamnesis, diperoleh informasi bahwa pasien ingin dibuatkan
gigi palsu karena susah mengunyah makanan akibat kehilangan seluruh giginya.
Pasien juga mengeluhkan tidak percaya diri karena giginya sudah tidak ada.
Kesehatan umum baik dan pasien tidak memiliki gangguan sistemik. Gigi 43
merupakan gigi pasien yang paling terakhir dicabut yaitu pada bulan November
2012. Pasien belum pernah menggunakan gigitiruan.

Pemeriksaan Klinis
a) Pemeriksaan Ekstra Oral
Dari hasil pemeriksaan ekstraoral, diperoleh:
 Profil muka pasien : Normal
 Bentuk wajah : Persegi
 Mata : Simetris
 Hidung : Simetris
 Telinga : Simetris
 Bibir : Simetris
 Kelenjar limfe

4
o Kiri : Lunak, tidak sakit
o Kanan : Lunak, tidak sakit
 Sendi temporomandibula : Tidak ada kelainan
 Kebiasaan buruk :-

b) Pemeriksaan Intra Oral


Dari hasil pemeriksaan ekstraoral, diperoleh:
 Kebersihan mulut : Baik
 Frekuensi karies :-
 Perawatan sebelumnya : ekstraksi 43
 Edentulus rahang atas dan rahang bawah.
 Kedalaman vestibulum pada rahang atas dan rahang bawah
sedang kecuali daerah posterior kanan dan kiri rahang bawah
rendah
 Frenulum pada rahang atas dan rahang bawah sedang.
 Bentuk ridge tulang alveolar pada rahang atas tapper dan rahang
bawah berbentuk square.
 Palatum berbentuk U, tidak terdapat torus pada palatum dan
mandibula.
 Pasien memiliki lidah yang tipis dan lebar
 Konsistensi saliva pasien kental
c) Pemeriksaan Penunjang
Tidak dilakukan pemeriksaan penunjang pada pasien.

d) Diagnosis
Edentulus rahang atas dan bawah.

e) Rencana Perawatan
Pembuatan gigitiruan penuh lepasan akrilik.

5
f) Desain Gigitiruan

Gambar 3 Desain gigitiruan penuh

PENATALAKSANAAN
1. Kunjungan I
a) Pemeriksaan Subjektif dan Objektif
Pada kunjungan pertama, dilakukan pengisian kartu status prostodonsia
yang terdiri dari data demografi pasien, pemeriksaan subjektif dan objektif,
diagnosis, rencana perawatan, dan alternatif rencana perawatan. Pasien
diinformasikan tentang diagnosis, yakni edentulus rahang atas dan rahang bawah
serta rencana perawatan yang akan dilakukan yakni pembuatan gigitiruan penuh
lepasan dari bahan akrilik pada rahang atas dan rahang bawah. Pasien juga
diberitahu tentang waktu kunjungan yang akan dilakukan dan biaya perawatan.
Setelah informasi ini diberikan dan pasien setuju, pasien diminta menandatangani
informed consent.

b) Membuat Cetakan Pendahuluan


Setelah informed consent ditandatangani oleh pasien, tahap selanjutnya
adalah pencetakan pendahuluan dengan menggunakan edentulous perforated
stock tray. Sebelum pencetakan, sendok cetak dicobakan terlebih dahulu dan
dipilih yang paling sesuai dengan ukuran rahang pasien. Pasien menggunakan
sendok cetak sediaan nomor 2 dengan bahan cetak irreversible hydrocolloid
(alginat).

6
Gambar 4 Sendok cetak edentulus sediaan
nomor dua

Setelah selesai, cetakan tersebut dicor sebanyak dua kali dengan gips stone
(Blue Dental Plaster, Korea) sehingga diperoleh model studi dan model kerja.
Model studi disimpan untuk dipelajari sedangkan model kerja untuk membuat
sendok cetak individual.

c) Membuat Sendok Cetak


Gambar Individual
5 Hasil cetakan pendahuluan
Pada model kerja digambarkan batas antara jaringan bergerak dengan
tidak bergerak lalu batas-batas sendok cetak individual ditentukan ±2 mm lebih
pendek dari batas jaringan bergerak-tidak bergerak agar tersedia ruang yang
cukup untuk memanipulasi bahan pembentuk tepi. Sendok cetak individual ini
dibuat dari shellac baseplate (Hiflex shellac base plate, Prevest Denpro Limited,
India) yang dilunakkan dengan cara dipanaskan di atas lampu spritus, lalu

7
ditekan-tekan di atas model kerja hingga bentuknya sesuai dengan desain
gigitiruan penuh yang telah dibuat sebelumnya. Kelebihan shellac dipotong
dengan menggunakan gunting dan pisau malam saat masih dalam keadaan lunak
sesuai dengan batas yang telah digambar. Selanjutnya dibuat pegangan dan
lubang-lubang pada sendok cetak individual. Lubang-lubang ini untuk
mengalirkan bahan cetak yang berlebih sehingga mengurangi tekanan sewaktu
mencetak.

2. Kunjungan II
a) Mencoba Sendok Cetak Individual ke Pasien
Sendok cetak individual mencakup semua semua daerah kecuali
frenulum, baik rahang atas maupun rahang bawah. Tidak boleh ada
undercut yang dapat menghalangi pada saat nanti dilakukan pencetakan
fisiologis.

b) Border Moulding
Setelah sendok cetak sesuai dengan rahang atas dan bawah tanpa ada
retensi saat dilepas-pasang, tahap berikutnya yakni border moulding dengan
menggunakan greenstick compound (Peri compound border moulding impression
material, GC Corporation, Jepang) yang dipanaskan. Setelah greenstick
dipanaskan di atas lampu spirtus, rendam di dalam air selama beberapa detik agar
pasien tidak merasakan panas dari greenstick yang sudah dilunakkan dan agar
greenstick tidak terlalu cair. Greenstick ditambahkan sedikit demi sedikit pada
tepi luar sendok cetak individual.
Ketika sendok cetak individual yang sudah diletakkan greenstick
compound berada di dalam mulut, pasien diinstruksikan untuk melakukan
gerakan fisiologis. Pada rahang atas, membuka mulut dan menggerakkan
rahang bawah ke kanan dan ke kiri serta ke depan untuk membentuk
hamular notch dan sayap bukalis. Selanjutnya untuk daerah frenulum
bukalis, pipi dan bibir pasien ditarik ke luar, ke belakang, ke depan dan ke
bawah. Untuk daerah sayap labial, bibir ditarik ke depan dan ke bawah

8
serta penarikan bibir atas ke depan untuk daerah frenulum labialis. Untuk
membentuk daerah posterior palatum durum yang merupakan batas antara
palatum molle dan palatum durum pasien diinstruksikan untuk
mengucapkan “ah”.
Pada rahang bawah, untuk membentuk tepi sayap distolingual dan
daerah buccal shelf, maka setelah greenstick dilunakkan, dan sendok cetak
telah dimasukkan ke dalam mulut pasien, kemudian pasien diminta untuk
membuka mulut kemudian menutup mulut untuk mengaktifkan otot
masseter. Kemudian, untuk membentuk daerah distolingual dan
postmylohyoid maka pasien diinstruksikan untuk menggerakkan lidah ke
kiri dan ke kanan serta ke posterior palatum durum. Frenulum lingual
dibentuk dengan menginstruksikan kepada pasien untuk meletakkan ujung
lidahnya ke bagian anterior palatum dan ke bibir atas. Selanjutnya, daerah
sayap labial dibentuk dengan memberikan instruksi yang sama dengan
instruksi border moulding rahang atas.

Gambar 6 Hasil border moulding pada sendok cetak individual

c) Membuat Cetakan Fisiologis


Tahap berikutnya yakni membuat cetakan dengan menggunakan bahan
elastomer (polyvinylsiloxane). Bahan elastomer (Exaflex Hydrophilic Vinyl
Polysiloxane Impression Material Regular Type, GC America Inc., Jepang) ini
bersifat hidrofobik sehingga harus dalam lingkungan yang kering agar bisa

9
tercetak dengan baik. Oleh karenanya, sebelum pencetakan, mukosa yang akan
dicetak dikeringkan terlebih dahulu dengan menggunakan tampon. Pasien
diinstruksikan untuk tegak agar bahan cetak tidak mengalir ke belakang. Teknik
mencetak rahang atas maupun bawah yaitu sendok cetak ditekan pada bagian
posterior kemudian lanjutkan penekanan di bagian anterior. Penekanan dilakukan
hingga dapat dirasakan berkontak dengan mukosa di mulut pasien.7 Hasilnya
dapat dilihat pada gambar 7.

Gambar 7 Hasil cetakan fisiologis dengan bahan silikon yaitu polyvinyl siloxane (exaflex)

Setelah selesai mencetak, cetakan negatif tadi dicor dengan


menggunakan gips stone sehingga diperoleh model positif cetakan
fisiologis (Gambar 8). Selanjutnya model positif tersebut diserahkan ke
tekniker untuk pembuatan basis dan galengan gigit.

10

Gambar 8 Model kerja dari hasil pencetakan fisiologis


3. Kunjungan III
Pada kunjungan ini, pasien dicobakan basis gigitiruan dan
galengan gigit atau bite rim rahang atas dan rahang bawah. Basis dan bite
rim terbuat dari baseplate wax. Periksa kestabilan basis dengan melihat
ketebalan dan kerapatan basis rahang atas dan bawah. Bite rim harus
dibuat sesuai dengan lengkung rahang. Tinggi bite rim anterior labial
bawah sebesar 18 mm dan labial atas 22 mm.

Gambar 9 Basis dan bite rim

Tahap selanjutnya adalah melakukan kesejajaran pada bite rim


atas. Dimulai dengan membuat garis nasoauricular atau garis camper
dengan cara menarik benang mulai dari bawah hidung pasien ke bagian
atas tragus telinga pasien untuk membantu menilai kesejajaran. Lalu,
masukkan bite rim rahang atas ke dalam mulut dan sejajarkan bite rim
rahang atas dengan garis camper dengan bantuan fox plane guide.
Pada saat melakukan kesejajaran pada bite rim rahang atas,
beberapa hal yang harus diperhatikan seperti penentuan tinggi bite rim
rahang atas dan garis servikal yang berjarak 2 mm dari low lip line bibir
atas pada saat pasien tersenyum, penyesuaian labial fullness, dan
penentuan kesejajaran galengan gigit rahang atas anterior dan posterior

11
terhadap garis camper. Bite rim disesuaikan sehingga bite rim bawah
berimpit rapat dengan rim atas pada saat beroklusi. Kemudian setelah itu
dilanjutkan dengan penentuan dimensi vertikal.

Gambar 10 Kesejajaran galengan gigit yang terlihat dari fox plane terhadap garis camper

Penentuan dimensi pada kasus dengan pasien edentulus, dimulai


dengan menentukan dimensi vertikal istirahat tanpa menggunakan bite rim
atas dan bawah. Pasien diminta untuk mengucapkan huruf ”M”, dan dalam
posisi istirahat dimensi vertikal diukur dan didapatkan hasilnya yaitu 83
mm. Dimensi vertikal oklusi diperoleh dari dimensi vertikal saat istirahat
dikurangi dengan free way space sebesar 3 mm sehingga diperoleh
dimensi vertikal oklusi sebesar 80 mm. Kemudian, bite rim atas dan
bawah dimasukkan kembali ke dalam mulut, lalu pasien diminta menelan
dan mengigit dalam oklusi sentris, kemudian dilakukan pengukuran
dimensi vertikal oklusi kembali. Bite rim bawah dikurangi hingga
diperoleh dimensi vertikal oklusi yang telah ditetapkan. Selama proses
pengurangan bite rim bawah ini, bite rim atas dikeluarkan dari mulut agar
basis yang terbuat dari malam tidak berubah bentuk.
Tahap selanjutnya yakni melakukan penentuan posisi distal, yakni
sandarkan dental unit diatur agar pasien berada pada posisi supinasi. Dari
sini mandibula berada pada posisi yang paling distal. Kemudian tentukan

12
garis median dan garis kaninus. Fiksasi bite rim rahang atas dengan rahang
bawah dengan menancapkan paper clip yang telah dipanaskan. Kemudian,
bite rim atas dan bawah yang sudah terfiksasi tersebut dikeluarkan
bersamaan dengan cara pasien diinstruksikan membuka mulut selebar
mungkin. Lalu, bite rim atas dan bawah dimasukkan pada model kerja.
Bila telah sesuai bite rim atas dan bawah dipasang pada artikulator.
Kemudian model dan artikulator dikirim ke tekniker untuk penyusunan
gigi anterior, disertai instruksi mengenai pemilihan gigi artifisial.

Pada kasus ini, dilakukan teknik pemasangan model rahang atas


dan bawah yang dipasang bersamaan di artikulator, setelah sebelumnya
telah dilakukan kesejajaran dan dimensi vertikal. Namun sebaiknya
pemasangan model rahang atas dipasang terlebih dahulu pada artikulator,
dilanjutkan dengan pengukuran dimensi vertikal, dan setelah itu baru
dilakukan pemasangan rahang bawah pada artikulator. Hal ini dilakukan
untuk menghindari terjadinya kesalahan-kesalahan oklusi pada gigitiruan
yang telah selesai dibuat.7

4. Kunjungan IV
Pada kunjungan ini, model telah ditanam pada artikulator dan
penyusunan gigi anterior rahang atas dan bawah telah selesai sehingga
pasien dapat melakukan try-in untuk mengetahui kesesuaian susunan gigi-
geligi dan dukungan bagi posisi dan bentuk bibir.

Gambar 11 Try-in gigi anterior pada pasien

13
Try-in gigi anterior dimulai dengan pemeriksaan susunan gigi
anterior terlebih dahulu dengan melihat kesesuaian susunan gigi, bentuk
gigi, ukuran gigi dan posisi gigi pada model dengan keadaan dalam mulut
pasien dan oklusi dalam mulut pasien jangan sampai ada yang terlihat
“open”. Kemudian periksa ketepatan garis median, posisi distal, stabilitas,
retensi, serta fonetik dengan meminta pasien mengucapkan huruf “f” atau
“s”.

5. Kunjungan V
Pada kunjungan ini, penyusunan gigi posterior rahang atas dan bawah
telah selesai sehingga pasien dapat melakukan try-in dan penyesuaian susunan
gigitiruan rahang atas dan bawah baik bagian anterior maupun posterior secara
keseluruhan.
Beberapa hal yang diperhatikan pada saat try-in penyusunan gigi yaitu :
1. Kesesuaian susunan, bentuk, ukuran, dan posisi gigi di dalam mulut pasien.
2. Pemeriksaan oklusi dengan bantuan articulating paper. Hubungan gigi atas
dan bawah harus interdigitasi dengan baik.
3. Pemeriksaan basis gigitiruan rahang bawah terhadap gerakan fungsional
lidah, sayap lingual sebaiknya tidak menghalangi gerakan lidah
4. Pemeriksaan stabilitas, retensi, basis gigitiruan rahang atas.
5. Pemeriksaan estetis dengan melihat garis kaninus.
6. Pemeriksaan fonetik dengan cara menginstruksikan pasien mengucapkan
huruf S, D, O, M, R, A dan T dan lainnya sebagainya dengan jelas dan tidak
ada gangguan.

Setelah semuanya telah sesuai, pasien diminta untuk bercermin.


Apabila pasien telah puas dan tidak ada keluhan, maka basis malam
gigitiruan sebagian tersebut dikirim ke tekniker untuk packing akrilik.

6. Kunjungan VI

14
Pada kunjungan ini pasien melakukan try-in gigitiruan yang telah
jadi, dengan kata lain bahan malam telah diganti dengan resin akrilik.
Cobakan gigitiruan ke dalam mulut pasien dan perhatikan:
a) Retensi
Pemeriksaan retensi dengan cara menggerak-gerakkan pipi dan bibir, prostesis
lepas atau tidak.

b) Oklusi
Pemeriksaan oklusi dilakukan dengan bantuan lembar articulating paper,
titik-titik kontak prematur atau daerah yang mengalami tekanan lebih besar
diasah dengan menggunakan bur gurinda. Prosedur ini dilakukan untuk
mencari dan menghilangkan semua hambatan oklusal pada gerak lateral dan
protrusi. Pengasahan dilakukan pada permukaan oklusal gigi yang tampak
miring atau memanjang karena pemasakan. Pada oklusi eksentrik tidak
dilakukan pengasahan pada bagian distobukal molar dua bawah. Semua
pengasahan di sisi keseimbangan dilakukan terhadap bagian lingual dari
permukaan oklusal molar dua bawah.7

c) Stabilitas
Pemeriksaan stabilitas gigitiruan dengan cara menekan gigi molar satu kiri dan
kanan secara bergantian apakah ada sisi yang terungkit atau tidak.
Pemeriksaan gigitiruan di dalam mulut saat mulut berfungsi, tidak boleh
mengganggu mastikasi, penelanan, bicara, ekspresi wajah dan sebagainya.
Apabila sudah tidak ada gangguan, maka prostesis dapat dipolis.

Selain itu, periksa juga adaptasi basis dan tepi gigitiruan, posisi distal,
dimensi vertikal, fonetik, estetik, dan keadaan jaringan pendukung gigitiruan juga
diperiksa. Pastikan tidak ada gingiva yang menerima tekanan yang besar. Hal ini
akan nampak jika terlihat gingiva yang berwarna pucat yang diakibatkan oleh
tekanan dari gigitiruan. Perhatikan juga pipi dan bibir pasien jangan ada yang
kendur. Bila setelah bercermin pasien merasa puas dengan gigitiruannya serta

15
tidak ada keluhan, maka try-in sudah selesai dan sudah dapat dilakukan insersi
gigitiruan untuk kemudian dilakukan kontrol seminggu kemudian (Gambar 12).

Gambar 12 Try-in gigitiruan penuh

Selanjutnya, pasien diajarkan cara memasang dan melepas gigitiruannya.


Pasien juga diberikan instruksi penggunaan dan pemeliharaan prostesis, seperti :
 Bersihkan gigitiruan dengan sikat dan sabun sehabis makan.
 Prostesis direndam dalam air bersih suhu kamar sewaktu dilepas
 Pada malam hari, sebelum tidur, lepaskan gigitiruan agar jaringan otot-otot di
bawahnya dapat beristirahat. Sikat bersih dan rendam di dalam air

16
 Sebagai latihan, pertama-tama sebaiknya makan makanan yang lunak atau
makanan yang mudah dimakan. Apabila tidak ada keluhan, maka boleh
makan makanan biasa.
 Biasakan mengunyah makanan pada kedua sisi rahang secara bersamaan.
 Hindari makanan yang keras, makanan dan minum yang lengkat ataupun
yang terlalu panas.
 Apabila ada rasa tidak nyaman atau sakit, gangguan bicara, gigitiruan tidak
stabil, ataupun terjadi kerusakan pada gigitiruan dianjurkan untuk
menghubungi operator.

7. Kunjungan VII

Kontrol pertama

Seminggu setelah insersi dilakukan kontrol pada gigitiruan tersebut


(gambar 16). Dari pemeriksaan terlihat ulkus pada posterior kanan rahang
atas sehingga dilakukan pengurangan secukupnya pada bagian dalam dari
gigitiruan pada daerah tersebut. Setelah itu dilakukan pemeriksaan
keadaan jaringan pendukung, fungsi mastikasi dan fonetik, retensi,
stabilitas, dan oklusi. Apabila semuanya sudah diperiksa dan tidak ada
keluhan lagi dari pasien, beri instruksi yang sama pada saat insersi
sebelumnya. Setelah itu pasien dibolehkan pulang.

Gambar 13 Kontrol setelah satu minggu

17
PEMBAHASAN

Pemeriksaan

Pasien pada kasus ini adalah wanita berusia 52 tahun, datang ke Rumah
Sakit Gigi dan Mulut drg. Halimah dg. Sikati Universitas Hasanuddin untuk
dibuatkan gigitiruan karena seluruh gigi pada kedua rahang sudah tidak ada. Dari
anamnesis yang dilakukan, pasien mengatakan belum pernah memakai gigitiruan
sebelumnya. Tindakan membiarkan kondisi tanpa gigi dalam jangka waktu yang
lama memiliki beberapa kelemahan utama yakni terjadinya resorpsi.1 Pernyataan
ini dibuktikan dari kasus ini, yakni rendahnya lingir mandibula pasien.
Ketinggian
bagian anterior mandibula berkurang empat kali lebih cepat dibandingkan
maksila. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh resorpsi tulang alveolar
mandibula.1,8 Lingir sisa atau biasa juga disebut sisa tulang alveolar, residual
ridge, atau edentulus ridge adalah bagian tulang alveolar yang masih ada setelah
alveoli tertutup atau menghilang dari prosesus alveolaris beberapa waktu setelah
pencabutan gigi. Lingir dan jaringan mulut lainnya bersama-sama menahan
komponen vertikal dari gaya kunyah yang merupakan bagian dari dukungan
(support) gigitiruan.9
Pasien tidak pernah menggunakan gigitiruan sampai gigi-geliginya
sudah benar-benar tidak ada lagi. Selama bertahun-tahun, otot terus-
menerus menyesuaikan diri dengan perubahan yang telah terjadi dan
umumnya sudah menjadi lemah.8 Akibat-akibat lainnya yang dapat terjadi
adalah pembesaran lidah, perkembangan gerakan mandibula yang tidak
beraturan, dan hilangnya tanda-tanda alami yang membantu pembuatan
desain gigitiruan.1
Kondisi kesehatan umum pasien dan jaringan mulutnya baik sehingga
memungkinkan untuk dilakukan perawatan gigitiruan penuh. Viskositas saliva
pasien kental. Saliva yang kental dan dalam jumlah yang cukup diperlukan untuk
retensi gigitiruan karena akan menjadi lapisan tipis dengan adanya tekanan

18
intraoral normal. Bukti terakhir menunjukkan bahwa penuaan itu sendiri tidak
menyebabkan berkurangnya aliran saliva. Meskipun demikian, banyak pasien
usia lanjut menerima pengobatan atau mengalami penyakit sistemik yang juga
memengaruhi fungsi saliva dan mungkin mengarah pada mulut kering. 1
Klasifikasi menurut World Health Organization, seseorang dikatakan berusia
lanjut yaitu bila berusia 60-74 tahun, tua bila berusia ≥75 tahun, dan setengah
baya bila berusia 45-59 tahun.11

Pencetakan
Pembuatan cetakan pertama pada kasus ini menggunakan sendok cetak
siap pakai dengan bahan irreversibel hydorocoloid (alginat), dan untuk
pencetakan kedua digunakan silikon (vinyl polysiloxane).
Batas-batas cetakan rahang atas meliputi frenulum labialis dan bukalis,
vestibulum labialis dan bukalis, hamular notch, garis getar palatum, residual
ridge, palatum durum, rugae palatine, tuberositas maksilaris, papila insisivus,
fovea palatina, raphe mid-palatina, dan tepi palatal posterior.4 Batas gigitiruan atas
diperluas ke posterior sampai mencapai garis getar palatum yang merupakan
perbatasan antara palatum durum dan palatum molle. Garis ini merupakan batas
maksimal posterior gigitiruan atas yang penting bagi retensi gigitiruan rahang
atas.12
Sedangkan batas-batas cetakan rahang bawah meliputi retromolar pad,
frenulum lingualis, frenulum bukalis, frenulum labialis, lingir alveolar, vestibulum
bukalis dan labialis, sulkus alveolingual, residual ridge, raphe pterygomandibular,
ruang retromylohyoid, dan torus mandibularis.4 Perluasan pencetakan rahang
bawah diperluas hingga ke retromolar pad. Retromolar pad adalah daerah
segitiga pada mukosa tebal yang berada di distal molar terakhir.12 Pad ini
bertindak sebagai pendukung yang membantu menahan pergerakan gigitiruan ke
distal.8

Border Moulding

19
Border moulding adalah pembentukan bahan cetak dengan melakukan
manipulasi terhadap jaringan di atas tepi cetakan untuk mendapatkan kekedapan
tepi.4 Flange sengaja dibuat lebih pendek 2-3 mm dari panjang hasil cetakan
akhir yang sebenarnya agar nantinya terdapat ruang untuk bahan border
moulding. Bahan border moulding ini diletakkan kira-kira setebal 3 mm. Apabila
bahan berlebihan, akan menyebabkan panjang flange berlebihan.12
Kasus ini menggunakan green stick compound yang memiliki keuntungan
dan kerugian tersendiri. Keuntungannya adalah apabila cetakan border moulding
harus diulang kembali, bahan cetak ini dapat dilepas dan kemudian dipakai
kembali. Keuntungan lainnya adalah sifat rigiditasnya yang dapat digunakan
untuk memperluas sendok cetak yang tepinya terlalu pendek, lebih dari 3-4 mm
dari panjang akhir yang diinginkan. Rigiditasnya juga tidak akan mengalami
distorsi apabila telah didinginkan di dalam air es. Apabila telah cukup lunak,
kekentalannya cukup untuk bertahan agar tidak berubah bentuk. Kerugiannya
adalah suhunya ketika cukup lunak agak membuat pasien tidak nyaman (49–
600C).12

Pencatatan Hubungan Antar Rahang


Pencatatan hubungan rahang yang tepat sangat penting, karena tekanan
yang tidak seimbang pada bite rim dapat menghasilkan kontak prematur pada
gigitiruan. Bila terdapat kontak prematur pada salah satu area di oklusal, akan
terjadi konsentrasi beban dan tekanan pada mukosa akan meningkat pada area
tersebut.13 Hal ini akan berdampak negatif pada mukosa, lingir sisa, sendi
temporomandibularis, dan sistem neuromuskuler.5
Operator menggunakan basis malam pada kasus. Hal ini sebenarnya
kurang ideal, mengingat bahan malam yang tidak stabil. Bite rim sebaiknya
ditempatkan pada basis yang kaku dan cekat sehingga stabil sewaktu merekam
oklusi. 1,8,10 Basis harus tetap diam di tempat, tidak mudah lepas, dan tidak mudah
bergerak karena akan mengganggu pekerjaan tahap selanjutnya.14 Selama
pencatatan, basis tidak boleh bergeser dan harus melekat cekat pada lingir sisa
seakurat mungkin.10,14 Basis dari malam, yang tidak kaku, cenderung berubah

20
bentuk selama proses pencatatan, sehingga menghalangi penempatan yang
akurat, baik di dalam mulut maupun pada model.8 Penggunaan basis shellac yang
berkontak rapat cukup memiliki kekuatan dan retensi yang memadai jika
digunakan secara tepat, yakni sering dikeluarkan dari mulut, didinginkan dengan
segera, dan tidak diberikan tekanan oklusal yang besar.1,8
Namun demikian, basis permanen ideal untuk memberikan prospek
registrasi yang akurat dan penentuan pengaturan gigi percobaan. 1,10 Pemakaian
basis malam atau basis percobaan yang sudah diproses (disertai bahan fiksasi
sekalipun) tidak akan seakurat pemakaian basis yang nantinya juga akan dipakai
jika gigitiruannya telah selesai. Keuntungan lain pemakaian basis permanen
sebelum registrasi relasi rahang adalah bahwa retensi basisnya dapat diperiksa
sebelum terbebani persyaratan stabilitas. Oleh karena itu, dianjurkan untuk
membuat basis permanen dan memasang model sebelum registrasi rahang
dilakukan. Basis akan terpasang cekat pada model yang terpasang di artikulator
sama akuratnya jika basis dipasang pada lingir sisa.1
Perubahan hubungan rahang setelah hilangnya gigi akan terjadi melalui
perubahan kedudukan mandibula. Hilangnya dukungan gigi menyebabkan
mandibula bergerak lebih dekat ke maksila dan menduduki posisi yang lebih
protrusif yang dapat dikelirukan sebagai relasi rahang Klas III.8 Hal ini dialami
pada kasus yaitu pada awalnya pasien ketika diinstruksikan menggigit, oklusinya
seperti Klas III. Namun saat penentuan posisi distal, posisi rahang atas pasien
lebih di belakang sehingga membentuk oklusi normal. Pada keadaan semacam
ini pasien seringkali disalahkan dan dituduh “gigitannya sulit diatur”. Jika
menjumpai hal seperti ini, sebelum registrasi relasi rahang, otot-otot hendaknya
direhabilitasi dahulu dan pasien diinstruksikan untuk relaks. 10 Penentuan posisi
distal dapat ditentukan dengan menempatkan pasien dalam posisi supinasi
dengan mengupayakan pasien dalam posisi relaks agar aktivitas otot-otot rahang
dapat dikurangi semaksimal mungkin. Kemudian operator membimbing pasien
agar mandibula secara perlahan bergerak pada relasi sentriknya.8

21
Pada kasus, operator memilih ukuran free way space sebesar 3 mm. Free
way space adalah perbedaan jarak antara dimensi vertikal oklusi dengan dimensi
vertikal istirahat yang besarnya adalah antara 2-4 mm. 8 Namun untuk pasien
yang umurnya lebih tua, disarankan agar free way space dibuat lebih besar yaitu
4-5 mm daripada yang digunakan pada perawatan untuk pasien yang lebih
muda.1,10 Bertambahnya free way space pada pasien usia lanjut disebabkan
resorpsi tulang yang menyebabkan turunnya jarak dimensi vertikal oklusal dan
dimensi vertikal fisiologis.8

Pemilihan Gigi
Dalam memilih warna gigi, sebenarnya tidak ada aturan yang terlalu kaku
dalam mengingat banyaknya variasi pada gigi alami. Pemilihan warna gigi salah
satunya ditentukan oleh usia dan ras. Semakin tua usia, gigi alami menjadi
semakin tua warnanya. Penampilan yang tidak terlalu palsu didapatkan bila
pasien berkulit gelap diberi gigi dengan warna yang lebih gelap, sedangkan
pasien berkulit pucat diberi gigi yang lebih terang.8
Dalam memilih ukuran gigi insisivus sentralis rahang atas, lebar inter filtrum
dapat dijadikan patokan. Hal ini dikarenakan lebar kedua gigi insisivus sentralis
biasanya sama dengan lebar inter filtrum bibir atas. Kemudian untuk menentukan
letak ujung gigi kaninus rahang atas dapat diperoleh dengan memproyeksikan
garis yang ditarik dari canthus mata ke ala nasi.8 Untuk lebih jelasnya dapat
dilihat pada gambar 14.

22
Gambar 14. Cara menentukan lebar kedua gigi insisivus sentralis rahang atas dan
letak ujung gigi kaninus rahang atas

Insersi
Hubungan yang baik antara operator dan pasien dari mulainya perawatan
sampai insersi prostesis berupa komunikasi yang efektif akan mengawali
keberhasilan perawatan. Oleh karenanya instruksi secara verbal dan tulisan harus
diberikan oleh operator. Kesulitan dalam memakai dan merawat gigitiruan yang
merupakan pengalaman baru bagi pasien harus dijelaskan saat insersi pertama
kali.5
Ketika operator mencoba melakukan insersi gigitiruan kepada pasien, pasien
terlihat agak kaku dalam berbicara. Memang pasien yang memakai gigitiruan
penuh untuk pertama kalinya harus belajar mengakomodasikan prostesis yang
‘tebal’ ini sebagai pengganti gigi alaminya. Kebanyakan orang dapat mengatasi
kesulitan ini dan belajar untuk menguasai aktivitas otot yang berubah yang
dibutuhkan dalam pemakaian gigitiruan.1
Menurut pengamatan operator, pasien cukup memiliki keterampilan dalam
mengendalikan gigitiruannya dengan bibir, pipi, dan lidah. Kemampuan ini
tergantung pada umur biologis pasien. Pada umumnya semakin tua pasien,
periode belajarnya lebih lama dan lebih sulit. Keterampilan ini dapat meningkat
sehingga gigitiruan yang oleh dokter giginya terlihat longgar, dari sudut pasien
dirasakan sangat memuaskan.8
Instruksi perawatan berupa penyikatan gigitiruan tidak disarankan
memakai pasta gigi karena sifat abrasifnya akan mengikis prostesis sehingga
akan menjadi lebih sulit untuk dibersihkan dan menjadi tempat akumulasi plak.
Penyikatan lidah dan mukosa juga dilakukan untuk menghilangkan plak dan
melancarkan sirkulasi darah pada jaringan ini.5

Kontrol
Perjanjian untuk kontrol tidak boleh lebih dari satu minggu setelah
gigitiruan dipasang. Pada kunjungan ini, perlu diperoleh riwayat yang cermat

23
dari keluhan seperti rasa sakit atau longgarnya gigitiruan tersebut. Apapun
komentar pasien tentang gigitiruannya, operator harus tetap melakukan
pemeriksaan, apalagi bila pasien belum terbiasa menggunakan gigitiruan. 8 Pada
saat kontrol, pasien tidak mengeluhkan apapun dan merasa gigitiruannya baik-
baik saja. Namun pada saat pemeriksaan klinis, operator menemukan ulkus pada
rahang atas. Hal ini mungkin disebabkan dari rasa ambang rasa sakit pasien yang
tinggi atau ingin menyenangkan hati orang lain. Dari informasi dan pemeriksaan
yang dilakukan dapat ditentukan masalah pada gigitiruan tersebut.8
Ketidakcermatan pada setiap tahapan akan menyebabkan ketidakakuratan
yang jarang diketahui segera dan karena itu memperkirakan mengenai apa yang
salah kelak menjadi lebih sulit.10 Oleh karenanya, setiap tahapan harus dilakukan
dengan teliti.

24
SIMPULAN

Perawatan untuk pasien edentulus merupakan suatu tantangan tersendiri


bagi operatornya. Pembuatan gigitiruan ini tidak mudah dan cukup memakan
waktu, selain itu kesuksesannya tidak selalu dapat dijamin. Untuk
meminimalkan terjadinya kesalahan saat gigitiruan telah di-packing, maka
setiap tahapan harus dilakukan dengan cermat pada saat gigitiruan masih dapat
diperbaiki dengan lebih mudah. Apabila sekiranya ada yang kurang sesuai
dengan kemantapan gigitiruan, segeralah untuk memperbaikinya.
Pasien juga sebaiknya diberikan informasi mengenai setiap tahapan yang
akan dilakukan, agar pasien dapat memahami dan memaklumi pengerjaan
gigitiruan yang memerlukan berkali-kali kunjungan sehingga memakan waktu,
tenaga, dan biaya.
Instruksi penggunaan dan pemeliharaan prostesis penting diinformasikan
kepada pasien mengingat pasien pada kasus ini memakai gigitiruan untuk
yang pertama kalinya.
Kehilangan gigi harus sesegera mungkin apabila memungkinkan untuk
diganti agar fungsi gigi-geligi alami dapat digantikan dengan yang gigitiruan
sekaligus mencegah dekstruksi jaringan gigi dan mulut lebih lanjut akibat
kehilangan keseluruhan gigi.

25
DAFTAR PUSTAKA

1. Barnes IE, Walls A. Perawatan gigi terpadu untuk lansia. Alih bahasa
Hutauruk C. Jakarta: EGC; 2006. p.208-10, 215.
2. Harty FJ, Ogston R. Kamus kedokteran gigi. Alih bahasa: Sumawinata N.
Jakarta: EGC; 1995. hal. 102.
3. Geering AH, Kundert M, Kelsey CC. Complete denture and overdenture
prosthetics. New York: Thieme Medical Publisher, Inc; 1993. p. 3.
4. Veeraiyan DN, Ramalingam K, Bhat V. Textbook of prosthodontics. New
Delhi: Jaypee Brothers Medical Publishers (P) Ltd; 2007. p. 4, 16, 50, 55,
80.
5. Goiato MC, Filho HG, Santos DM, Barao VAR, Freitas ACJ. Insertion
and follow-up of complete dentures: A literature review. J Gerodontol
2011; 28: 200-12
6. Arini. Keadaan dan masalah kesehatan gigi dan mulut di Indonesia.
[internet]. Available from URL: http://id.shvoong.com/medicine-and-
health/dentistry-oral-medicine/2300424-keadaan-dan-masalah-kesehatan-
gigi/#ixzz2OLd2doBF. Accessed on 27th March 2013.
7. Zarb GA, Bolender CL, Hickey JC, Carlsson GE. Buku ajar prostodonsi
untuk pasien tak bergigi menurut Boucher. Alih bahasa:Mardjono D,
Koesmaningati H. Jakarta: EGC; 2002. hal. 159, 270, 276, 429.
8. Basker RM, Davenport JC. Prosthetic treatment of edentulous patient. 4th
ed. Oxford: Blackwell Publishing Company; 2002. p.58, 71, 146-7, 177,
188, 190, 211, 260,263-4.
9. Gunadi HA, Burhan LA, Suryatenggara F. Buku ajar ilmu geligi tiruan
sebagian lepasan. Jilid 1. Jakarta: Hipokrates; 1995. hal. 13.
10. Thomson H. Oklusi. Ed 2. Alih Bahasa: Yuwono L. Jakarta: EGC; 2007.
hal. 248.
11. Hunter F. Healthy eating in older people.[internet]. Available from URL:
http://www.bbc.co.uk/health/treatments/healthy_living/nutrition/life_older
adults.shtml. Accessed on 27th March 2013.

26
12. Rahn AO, Ivanhoe JR, Plummer KD. Textbook of complete denture.
Shelton: People’s Medical Publishing House; 2009. p. 33-4, 113-4.
13. Sumarsongko T, Adenan A. Rasa nyeri pada mukosa jaringan pendukung
gigitiruan penuh dan penanggulangannya. J Dentofasial 2011; 10(3): 190-
5.
14. Itjiningsih WH. Geligi tiruan lengkap lepas. Jakarta: EGC; 1996. hal. 62,
67-9.

27

Anda mungkin juga menyukai