Disusun oleh :
JOHN SIHOTANG
NIM : 12130120533
DAFTAR ISI i
BAB I PENDAHULUAN 1
BAB IV REKOMENDASI 38
DAFTAR PUSTAKA DP
BAB I
PENDAHULUAN
Issu konvergensi teknologi dan layanan di atas telah terjadi sejak tahun 2000 an
yang lalu sejak berkembanganya teknologi Voice Over Internet Protocol (VoIP) dimana
layanan suara (voice) tidak lagi menjadi domainnya teknologi jaringan telekomunikasi tetapi
sudah dapat dilakukan pada teknologi jaringan komputer dan internet. Bahkan
perkembangan teknolgi internet ini juga sudah mampu melewatkan layanan multimedia
yang tadinya hanya dapat dilayani melalui teknologi jaringan TV cable pada bisnis media.
Beberapa perusahaan penyedia layanan akses internet dan media mulai melakukan
ekspansi bisnis ke area layanan telepon yang menyebabkan net income industri
telekomunikasi mulai mengalami penurunan pada Tahun 2007 seperti yang ditunjukkan
pada grafik berikut :
Grafik 1 Telco Industry – Finance Report
atau jaringan kabel Telepon biasa, FWA atau Fixed Wireless Access (Telepon tidak
bergerak nirkabel), Mobile/Celluler (voice&SMS), International Services dan tower .
3. Media dan Edutaiment mencakup produk PayTV & FTA dan Content/Portal, yang
kesemuanya disatukan dalam kerangka layanan kepada pelanggan Telkom (Services)
Mobile/Celluler E-Payment
Broadband
Network Services
Tower
Retail
Wholesale CONSUMER SME (Other Licensed
OLO LARGE ENTERPRISE
Operators)
International Investment
• Memberikan rekomendasi kepada PT elkom dan perusahaan lain yang bergerak pada
industri telekomunikasi bagaimana strategi dan program untuk memenangkan
pelanggan segmen bisnis dan korporasi.
BAB II
LANDASAN TEORI
Value Chan Porter (ditemukan oleh Michael Porter) adalah model yang digunakan
untuk membantu menganalisis aktivitas-aktivitas spesifik yang dapat menciptakan nilai dan
keuntungan kompetitif bagi organisasi (Value Based Management). Untuk lebih jelasnya
dapat digambarkan sebagai berikut ini :
Dalam IT Strategic Plan, Porter Value Chain Analysis digunakan sebagai sebuah
metode untuk mengklarifikasikan, menganalisa dan memahami perubahan dari
sumber daya melalui proses tertentu sampai menjadi produk akhir dan jasa .
Metode ini digunakan untuk meningkatkan/memperbaiki struktur biaya
(kaitannya produktivitas) dan penambahan nilai/diferensiasi produk (Boar,2001)
2.2 VALUE CHAIN,VALUE ADDED DAN VALUE COALITIONS
Womack, Jones et all, 1990 mendefinisikan Value Chain Analysis (VCA) Sebagai
berikut :
Sedang shank dan Govindarajan, 1992; Porter 2001, mendefenisikan Value Chain
Analysis, merupakan alat untuk memahami rantai nilai yang membentuk suatu produk.
Rantai nilai ini berasal dari aktifitas-aktifitas yang dilakukan, mulai dari bahan baku sampai
ke tangan konsumen, termasuk juga pelayanhan purna jual.
Selanjutnya Porter (1985), Analisis value-chain merupakan alat analisis stratejik yang
digunakan untuk memahami secara lebih baik terhadap keunggulan kompetitif, untuk
mengidentifikasi dimana value pelanggan dapat ditingkatkan atau penurunan biaya, dan
untuk memahami secara lebih baik hubungan perusahaan dengan pemasok/supplier,
pelanggan, dan perusahaan lain dalam industri. Value Chain mengidentifikasikan dan
menghubungkan berbagai aktivitas stratejik diperusahaan (Hansen, Mowen, 2000). Sifat
Value Chain tergantung pada sifat industri dan berbeda-beda untuk perusahaan
manufaktur, perusahaan jasa dan organisasi yang tidak berorientasi pada laba.
Tujuan dari analisis value-Chain adalah untuk pelanggan atau untuk menurunkan
biaya. Penurunan biaya atau penigkatan nilai tambah (value added) dapat membuat
perusahaan lebih kompetitif.
Strategy low cost menekankan pada harga jual yang lebih rendah dibandingkan
kompetitor untuk menarik konsumen. Konsekuensinya perusahaan harus melakukan kontrol
Cost ysng ketat. Cost ditekan serendah mungkin sehingga produk dapapt dijual dengan
harga yang lebih murah dibandingkan pesaing. Hal ini akan menjadi insentif bagi konsumen
untuk membeli produk tersebut. Cost yang rendah merupakan keunggulan kompetitif bagi
perusahaan. Strategi ini banyak dilakukan dengan baik, antara lain oleh : Ramayana di
Indonesia yang bergerak di bidang Retail. Air Asia dari Malaysia yang bergerak dalam bidang
penerbangan Easyjet yang bergerak dibidang penerbangan di Eropa.
Aepico dari Thailand yang bergerak dibidang otomotif berhasil menempatkan produknya
mempunyai nilai unggul, dalam hal kualitas dan presisi mesin yang sangat baik, sehingga
seperti : Mercy dan BMW mau menggunakan jasanya dibandingkan pesainbg yang
menawarkan harga murah. Hadrley davidson yang berhasil menanamkan image-nya,
sehingga mempunyai pelanggan yang fanatik, begitu juga dengan BMW. Nokia yang terus
menerus mengeluarkan inovasi sehingga konsumen terus tertarik. (Dodi Setiawan, 2003)
Peningkatan nilai tambah (value Added) atau penurunan biaya dapat dicapai dengan
cara mencari prestasi yang lebih baik yang berkaitan dengan supplier, dengan
mempermudah distribusi produk, outsorcing (yaitu mencari komponen atau jasa yang
disediakan oleh perusahaan lain), dan dengan cara mengidentifikasi bidang-bidang dimana
perusahaan tidak kompetitif.
Selanjutnya dalam kaitannya antara value chain dengan value coalitions, Weiler et
all,(2003), menyatakan bahwa value Chain Analysis dan Value Coalitions Analysis, adalah
pendekatan yang didesain untuk sebuah perusahaan yang diidentifikasi melalui nilai
ekonomi dari konsumen, yaitu didasarkan pada; Pertama, work activity based; merupakan
pola pemprosesan yang didarkan pada suatu set aktivitas pendukung dari sebuah arus kerja
(workflow). Dan kedua, Functional Organization; yaitu didasrkan pada fungsi organisasi
keseluruhan dari top level Suppliers/Vendors sampai down level suatu organisasi yang ada
dan terlibat di dalamnya.
Analysis value-chain berfokus pada total value Chain dari suatu produk, mulai dari desain
produk, sampai dengan pemanufaakturan produk bahkan jasa setelah penjualan. Konsep-
konsep yang mendasari analisa tersebut adalah bahwa setiap perusahaan menempati bagian
tertentu atau beberapa bagian dari keseluruhan value chain. Penetuan dibagian mana
perusahaan berada dari seluruh value chain merupakan analisis stratejik, berdasarkan
petimbangan terhadap keunggulan bersaing yang ada pada setiap perusahaan, yaitu dimana
perusahaan dapat memberikan nilai terbaik untuk pelanggan utama dengan biaya serendah
mungkin. Contohnya : beberapa perushaan dalam industri pembuatan komputer
memfokuskan pada pembuatan prosesor(intel) atau hard drive (Seagete and Western
Digital), atau monitor (Sony). Beberapa perusahaan mengkombinasikan pembelian
komponene (Dell,Gateway). Dalam Industri sepatu olahraga, reebok memproduksi dan
menjual sepatu kepada pengecer yang besar, sementara Nike mengkonsentrasikan pada
desain, Penjualan dan promosi, mengkontrakan semua pembuatan sepatunya pada
perusahaan lain. Oleh karna itu setiap perusahaan mengembangkan sendiri sebdiri satu atau
lebih dari bagian-bagian dalam value chain, berdasarkan analisis stratejik tehadap
keunggulan kompetitifnya.
Langkah Pertama; dalam value chain untuk pemerintah atau organisasi yang tidak
berorientasi pada laba adalah membuat penyataan tentang misi social organisasi
tersebut, termasuk kebutuhan masyarakt spesifik yang dapat dilayani. Tahap kedua;
adalah mengembangkan sumber daya untuk organisasi, baik personel maupun
fasilitasnya. Tahap Ketiga dan Tahap Keempat; adalah melakukan operasi organisasi dan
memberikan jasa kepada masyarakt.
Dalam suatu rantai produk yang lengkap , supplier, manufaktur dan pemasaran serta
penanganan purna jual dilakukan oleh perusahaan yang berbeda. Bahkan mereka bisa
saja independen antara satu dengan yang lain. Akan tetapi, aktivitas yang dilakukan oleh
masing-masing tahap yang harus dilihat dalam konteks yang luas. Aktivitas-aktivitas ini
memang terpisah tapi mereka mempunyai hubungan ysaitu pembentukan nilai untuk
produk yang dihasilkan.
Oleh karna itu, aktivitas-aktivitas tersebut tidak independen tapi interindependen.
Masing-masing pihak memerlukan nilai dari pihak lain untuk memaksimalkan nilai
produk yang dihasilkan. Perushaan harus mengidentifikasi posisi perusahaan pada rantai
nilai tersebut, apakah berada dibagian supplier, manufaktur, bagian pemasaran atau
penanganan purna jual. Hal ini penting untuk memahami karakteristik industri tersebut
dan saingan yang ada.
Konsep value chain harus dibedakan dengan konsep value Added. Konsep value
added merupakan analisis nilai tambah yang dimulai dari saat pembelian bahan baku
samapai dengan produk jadi. Konsep value added menekankan pada penambahan nilai
produk selama proses didalam perusahaan. Semua biaya yang non-value added akan
dihilangkan dan perusahaan fokus pada hal-hal yang mempunyai nilai produk. Konsep ini
mengakibatkan kerugian bagi perusahaan karna analisisnya terlalu lambat dimulai, analisis
dimulai saat bahan baku dan tidak memperhatikan saat pembentukan nilai yang terjadi pada
aktivitas yang dilakukan pemasok bahan baku tersebut; dan terlalu cepat selesai, analisis
berakhir saat produk selesai diproses dan mengabaikan proses distribusi produk ke tangan
dan penanganan setelah itu (Shank dan Govindarajan, 1992). Hal ini mengakibatkan
perusahaan kehilangan kesempatan (missed Opportunities) untuk mengeksplorasi
hubungannya dengan pemasok dan konsumen untuk memantapkan posisinya dalam
persaingan pasar. Survey yang dilakukan terhadap para menajer di selandia baru
menunjukkan perusahaan mereka mempunyai kelemahan dalam hal : Kualitas bahan baku
yang kurang dengan penanganan kepuasan konsumen yang masih kurang (Robb,2001).
Konsep value chain memberikan prespektif letak perusahaan dalam rantai nilai
industri. Konsep value chain lebih luas dibandingkan value added dan dapat dikatakan value
added merupakan bagian dari value chain.
Berbeda dengan value added, value coalitions yang direkomendasikan oleh Weiler
et all, 2003 dari ICH (Interoperability Clearinghouse), bahwa value coalitions analysis
merupakan pengembangan dari model value chain Analysis porter, dimana value coalitions
diharapkan dapat diajdikan alat yang lebih baik (fleksibel) dalam menghadapi kegiatan bisnis
yang kompetitif.
Model Value Coalitions merekomendasikan bahwa nilai yang tercipta adalah sering
diperoleh dari adanya hubungan secara simultan dari beberapa unit pendukung dalam
menghasilkan produk. Hal ini didasarkan pada pemikiran bahwa pendekatan yang didesain
untuk sebuah perusahaan diidentifikasikan melalui nilai ekonomi dari konsumen, yaitu
didsarkan pada; Pertama, work activity based; merupakan pola pemrosesan yang didasrkan
pada suatu set aktivitas pendukung dari sebuah arus
Analisis rantai nilai dapat dilakukan dengan membagi aktifitas tersebut menjadi :
aktifitas yang dilakukan diluar perusahaan untuk menciptakan nilai dan aktifitas yang
dilakukan di dalam perusahaan untuk menciptakan nilai. Aktifitas yang dilakukan diluar
perusahaan dapat dibedakan lagi menjadi aktifitas yang berasal dari hubungan dengan
supplier (Supplier Linkages) dan aktifitas yang bersal dari hubungan dengan konsumen
(Consume Linkages) baik distribusi maupun penanganan purna jual.
2.4. SUPPLIERLINKAGES
Hubungan dengan pemasok merupakan hal yang penting bagi perushaan karena
menawarkan banayak kesempatan unhtuk meningkatkan keunggulan kompetitf
perusahaan, baik dalam hal pengurangan cost atau peningkatan kulaitas. Perusahaan di
Jepang telah lama menyadari hal ini. Mereka membentuk Keiretsu, yaitu : suatu jaringan
kompleks yang dipimpin oleh satu perusahaan besar (Tezuka,1997) Keiretsu dibagi dua yaitu
: keiretsu horizontal dan keiretsu vertical . Keiretsu horizontal meruapakan suatu jaringan
yang terdiri dari perusahaan yang bergerak dibidang usaha yang sama. Sedangkan keiretsu
vertical merupakan suatu jaringan suatu jaringan yang terdiri dari satu perusahaan dengan
pemasoknya. Keiretsu vertical dipimpin oleh satu perusahaan besar, seperti : Nissan, Toyota,
dan Honda.
Hubungan dengan pemasok jga dapat dilakukan dengan konsep outsorcing, yaitu
menjalankan aktivitas diluar perusahaan yang dapat menyediakan jasa dengan harga murah.
Perusahaan Amerika yang mencoba mengadopsi konsep JIT malah menambah biaya
karna gagsl mengadopsi pemasok yang mampu menambah nilai bagi perusahaan (Kamath
dan Liker,1994;Dyer,1996). Rob (2001) juga mengidentifikasikan hal yang sama pada
perusahaan di selandia baru. Oleh karna itu perusahaan harus mampu mengidentifikasi nilai
dari hubungan dengan pemasok yang mampu meningkatkan nilai produk.
2.5 CUSTOMERLINKAGES
Perusahaan juga harus mampu hubungan yang baik dengan distributor dalam hal
memasrkan produk mereka dan terus menjaga kepuasaan konsumen. Perusahaan harus
mampu mengidentifikasi distributor yang dapat memberikan nilai bagi produk merteka.
Kumar (1996) menyatakan manufaktur dan retailer harus memandang pihak yang lain
sebagai partner yang sederajat, supaya masing-masing pihak merasa sama-sama memiliki
keuntungan dari hubungan tersebut. Perusahaan-perusahaan Jepang telah menduduki
tingkat tertinggi dalam hal kepercayaan yang diberikan oleh Reetailer. Kumar( 1996)
menunjukkan retailer yang mempunyai tingkat kepercayaan tinggi pada manufaktur
ternyata menghasilkan volume penjualan yang lebih tinggi 78% dibandingkan retailer yang
mempunyai tingkat kepecayaan rendah kepada manufaktur. Usaha ini sangat terkait dengan
membentuk hubungan yang baik dengan konsumen. Saturn menerapkan standar yang tinggi
dan melakukan bebagai inovasi dalam penangana service. Usaha ini berhasil membentuk
kepercayaan konsumen kepada brand saturn (cohen et all, 2000).
Nilai yang berasal dari hubungan dengan konsumen dapat membedakan antara
perusahaan yang mampu menguasai pasar perusahaan yang mampu menguasai pasar
dengan perusahaan yang gagal. Hal ini dapat dilihat pada pasar sepeda motor di Indonesia.
Motor-motor yang berasal dari Cina menyerbu pasar yang didominasi motor Jepang.
Perusahaan motor yang berinduk ke Jepang, seperti Honda, suzuki dan Yamaha.
Mereka menyediakan bengkel untuk merawat sepeda motor yang tersebar banyak
diberbagai tempat dan suku cadang yang terjamin serta gampang dicari. Pelayanan yang
baik kepada konsumen menyebabkan konsumen menjadi loyal kepada sepeda motor
Jepang.
Rantai nilai yang terjalin denga baik pada saat berhubungan dengan konsumen
merupakan hal yang menguntungkan bagi perusahaan karna dapat membentuk nilai yang
unggul.
Dalam era persaingan sekarang ini, value chain memegang peranan yang sangat
penting dalam menentukan berhasil atau tidaknya perusahaan memenangkan persaingan
dengan competitor. Hal ini ditentukan dengan seberapa baiknya perusahaan menjalankan
aktivitas yang terdapat dalam value chainnya dibandingkan dengan competitor. Untuk
tujuan ini, tiap aktivitas dipecah menjadi sub proses yang lebih detail untuk kemudian
dibandingkan dengan pesaing. Ada beberapa kata kunci yang akan digunakan disini :
a) Bagaiman perusahaan tetap menjaga kualitas yang diberikan ke pelanggan dengan cost/
biaya tetap?
b) Bagaimana perusahaan meningkatkan kualitas yang diberikan ke pelanggan dengan
cost/ biaya tetap?
c) Bagaimana perusahaan meningkatkan kualitas yang diberikan ke pelanggan dengan
cost/ biaya yang lebih rendah?
Value Chain model juga berfungsi untuk melakukan analisis terhadap perusahaan
dengan cara secara sistematis mengevaluasi proses kunci dari perusahaan dan core
competency. Untuk melakukan hal ini kita, pertama-tama kita harus menentukan kekuatan
dan kelemahan dari aktivitas yang kita lakukan sekarang dan juga penambahan nilai dari tiap
aktivitas. Aktivitas yang menambahkan nilai yang lebih banyak kemungkinan besar bisa
menimbulkan keunggulan strategis. Lalu kita analisis lebih jauh apakah dengan
menambahkan IT perusahaan bisa mendapatkan added value yang lebih besar dan dimana
posisi IT yang paling cocok dan memberikan banyak manfaat dalam rantai nilai perusahaan.
Contoh di perudahaan Caterpillar menggunakan EDI untuk meningkatkan nilai dari aktivitas
inbound (internal perusahaan) dan outboundnya (hub. Di luar perusahaan), kemudian
mereka menggunakan internet untuk meningkatkan pelayanan kepada pelanggan (Turban,
Leidner, Mclean, & wetherbe, 2007).
Porter juga menyarankan untuk melakukan integrasi internal dari aktivitas value
chain dengan manfaat sebagai berikut :
1. Peningkatan kualitas
2. Siklus pengembangan produk baru yang lebih singkat
3. Dengan mengintegrasikan perusahaan dengan external supplier dan pelanggan, maka
akan mengurangi inventory cost dan meningkatkan kemampuan untuk perbaikan/
improvement produk serta perusahaan akan lebih responsive terhadap permintaan
pelanggan.
Fungsi Manajemen Biaya adalah memberikan informasi yang berguna bagi manajer dalam
mengambil keputusan strategis dan meningkatkan efisiensi dan efektivitas perusahaan
(Blocher, Chen dan Lin, 1999). Perangkat informasi yang lebih luas ini setidaknya harus
memenuhi dua syarat (Hansen and Mowen, 2000). Pertama, perangkat informasi ini harus
mencakup informasi mengenai lingkungan perusahaan dan lingkungan kerja perusahaan.
Kedua, perangkat informasi tersebut juga harus prospektif dan karenanya harus
memberikan pandangan mengenai periode dan kegiatan dimasa-masa mendatang. Kerangka
rantai-nilai (Value chain) dengan data biaya untuk mendukung analisis rantai nilai diperlukan
untuk memenuhi syarat pertama. Informasi untuk mendukung analisis daur hidup produk
diperlukan untuk memenuhi syarat kedua. Dengan demikian analisis Value Chain dapat
digunakan sebagai salah satu alat analisis manajemen biaya untuk pengambilan keputusan
stratregis dalam menghadapi persaingan persaingan bisnis yang semakin ketat. Keputusan
unutk menentukan strategi kompetitif yang akan diaplikasikan, apakah menggunakan
strategi: Low Cost atau diferensiasi (Porter, 1985), untuk berkompetisi di pasar.
Masing-masing strategi tersebut membutuhkan penanganan pengelolaan yang
berbeda (Donelan, Kaplan, 1999). Sebagai contoh, strategi Low Cost membutuhkan
penekanan pada pemeliharaan/ pengelolaan struktur biaya yang lebih rendah dari para
pesaing secara signifikan. Hal ini mungkin dapat dilakukan dengan membatasi penawaran
produk, mengurangi tingkat kerumitan produk, atau pembatasan layanan konsumen.
Strategi diferensiasi juga membutuhkan usaha pengendalian biaya secara berkelanjutan,
tetapi penekanan strategi manajemen akan diarahkan pada diferensiasi produk. Hal ini
mungkin dapat dilakukan dengan menawarkan penambahan fasilitas (Value Added) dari
produk, meningkatkan line product, atau memperluas jaringan layanan konsumen. Strategi
apapun yang dipilih, strategi Analisis Value Chain dapat membantu perusahaan untuk
terfokus pada rencana strategi yang dipilih dan berusaha untuk meraih keunggulan
kompetitif.
Analisis Value Chain memandang perusahaan sebagai salah satu bagian dari rantai
nilai produk. Rantai nilai produk merupakan aktifitas yang berawal dari bahan mentah
sampai dengan penanganan purna jual. Rantai nilai ini mencakup aktivitas yang terjadi
karena hubungan dengan pemasok (Supplier Linkages), dan hubungan dengan konsumen
(Consumer Linkages). Aktifitas ini merupakan kegiatan yang terpisah tapi sangant tergantung
satu dengan yang lain. (Porter, 2001). Analisis value Chain membantu manajer untuk
memahami posisi perusahaan pada rantai nilai produk untuk meningkatkan keunggulan
kompetitif. Wiler et all, 2004, menyatakan bahwa pendekatan Analisis Value Chain dan
Value Coalitions merupakan pendekatan terbaik dalam membangun nilai perusahaan kearah
yang lebih baik.
2.9 IMPLIKASI ANALISIS STRATEJIK DALAM MANAJEMEN BIAYA
Petama, ada kebutuhan akan informasi yang diarahkan pada tujuan stratejik
perusahaan. Memfokuskan laporan pada hal-hal yang bersifat operasional saja tidaklah
cukup. “The critical Success Factors” yang ada pada perusahaan bermacam-macam dan
banyak yang bersifat jangka panjang, seperti pengembangan produk baru, kualitas,
hubungan pelanggan dan CSFs lainnya. Hanya dengan keberhasilan dalam CSFs akan
membuat perusahaan dapat mempertahankan keunggulan kompetitifnya. Peran
manajemen biaya haruslah mengidentifikasi, mengumpulkan, mengukur dan melaporkan
informasi tentang CSFs secara handal dan tepat waktu. Banyak CSFs yang berupa ukuran-
ukuran non keuangan, seperti kecepatan pengiriman, waktu siklus (Cycle time) dan
kepuasan pelanggan. Jadi manajer biaya terlibat dalam pengembangan informasi keuangan
maupun non keuangan.
Kedua, usaha untuk mempertahankan keunggulan kompetitif membutuhkan
rencana jangka panjang. Analisis SWOT dan analisis value chain digunakan untuk
mengidentifikasikan posisi stratejik perusahaan dalam industry. Keberhasilan jangka pendek
tidak lagi merupakan ukuran yang utama tentang kesuksesan, karena kesuksesan jangka
panjang membutuhkan rencana dan tindakan jangka panjang yang stratejik.
Ketiga, pendekatan stratejik membutuhkan pemikiran yang integrative, yaitu
kemampuan untuk mengidentifikasi dan memecahkan masalah dari sudut pandang yang
bersifat lintas fungsi. Dan tidak memandang sebagai masalah pemasaran saja atau masalah
produksi saja atau masalah keuangan atau akuntansi saja, pendekatan yang integrative
memanfaatkan keahlian dari berbagai fungsi secara simultan, dan seringkali berbentuk tim.
Pendekatan integrative diperlukan karena perhatian perusahaan difokuskan pada pemuasan
kebutuhan pelanggan dan semua sumber perusahaan, dari berbagai fungsi yang berbeda
dan diarahkan untuk tujuan tersebut.
Dipacu oleh semakin pentingnya hal-hal yang bersifat stratejik dalam manajemen,
maka manajemen biaya mengadopsi focus stratejik. Peran manajemen biaya menjadi
partner yang stratejik, tidak lagi merupakan fungsi yang sederhana yaitu fungsi pencatatan
dan pelaporan saja.
Dalam melakukan analisis perusahaan baik eksternal maupun internal, beberapa tools
analysis yang digunakan tergantung daripada jenis, karakteristik maupun profile di masing-
masing CC, yaitu sebagai berikut :
TECHNOLOG
ECONOMY SOCIAL/
• Higher optimism to wards national
CULTURE
POLITICAL/ economic integration
• From homogenerty to
LEGAL
heterogenity
• Global economic integration
• High country risk
• From centralized to • The increasing trend towards
social
decentralized participation
government • Global paradox
• Political uncertainty
• The weak of law MARKET
enforcement
performance metrics.
TOWS Analysis …provides s fairly simpe, low cost way of assessing the company’s current position and in the
future.
...wich provides a reference for developing business and/ or marketing plans, as well as
Strategic Intent/
organizational goals and objectives.
Strategic Market
Plan
CHANGE
COMPETITOR CUSTOMER
competitions is going to •
be tougher as the free
• the line with the baster
competition is becoming
• access towards
effective in the near
information, greaters
future, strong players,
both local and global, are choices of products
available, and stronger
alsoexpected to be more
aggressive in response
COMPANY consumers subtantication.
towards AFTA policy, thal customers will also be value
well be axecuted orientied and it will be
effectively in the year much more difficult to
obtain customers loyalty.
2004
Changes Analysis
TECHNOLOGY
ECONOMY
•
POLITICAL/ • SOCIAL/
LEGAL • CULTURE
•
• From homogeneity to
•
heterogeneity
•
• The increasing trend
towards social participation
• Global paradox
MARKET
A firm should not necessarily pursue the more lucrative opportunities. Rather, it may have a
better chance at developing a competitive advantage by identifying a fit between the firm’s
strengths and upcoming opportunitie. To develop strategies that take into account the SWOT
profile, a matrix of these factors can be constructed. The SWOT matrix (also known as a TOWS
Matrix) is shown below :
Potential
Entrants
Threat of subtitue
products of service
Subtitutes
Porter’s Generic Strategy
Cost Leadership
3A. Cost 3B. • A firm set out to become the low cost producer in its industry
Focus Differentiati • Often achieved by economies of scale
on Differentiation
• A firm seeks to be unique in its industry along some dimensions
that are widely valued by buyers
• Area’s of differentiation can be : product, distribution, sales,
marketing, service, image, etc
Focus
• A firm sets out to be best in segment or group of segment
BCG Matrix
The 7-S Model is a valuable tool to initiate change processes and to give them
direction
The hard S’s feasible and easy to identify. Can be found in strategy statements,
corporate plans, organizational charts and other documentations
The Soft S’s difficult to describe since capatilities, values and elements of
corporate culture are continuously developing and changing
GE / McKinsey Matrix
In Consulting engagements with General Electric in the 1970’s, McKinsey & Company
developed a nice – cell portfolio matrix as a tool for screening GE’s large portofolio of
strategic business units (SBU). This business screen became known as the GE/McKinsey
Matrix and is shown below
Value Chain analysis descripes the activities within and around an organization,
and relates them to an analysis of the competitive strength of the organization
Company Value Chain
Customer
educationn
Primary Activities
Primary activities are directly concerned with the creation or delivery of a
product or service
• Inbound logistics
• Operations,
• Marketing and sales
• Service
Each of these primary activities is linked to support activities which help to improve
their effectiveness or efficiency
Primary Activities
Inbound Logistics
......
Operation
.......
Marketing and sales
.......
Service
This includes all are as of service such as installation, after-sales service, complaints
handling training and so on
Support Activities
Procurement
This function is responsible for all purchasing of goods, service and materials. The amis
to secure the lowest possible price for purchases of the highest possible quality
Technology development
Technology is an important source of competitive advantage. Companies need to
innovate to reduce costs and to protect and sustain competitive advantage. This could
include production on technology, internet marketing activities, leran manufacturing,
customer relationship management (CRM), and many other technological
developments
Human resource Management (HRM)
Employees are an expensive advital resource. An organization would manage
recruitment and selection, training and development, and rewards and remuneration
Firm Infrastructure
This activity includes and is driven by corporate or strategic planning. It includes the
management information system (MIS). and other mechanisms for planning and
control such as the accounting department
Industry Ecosystem
Complement institution
Intermediaries/ channel
Supported industriess
End Custmers
Related industries
-Costumer
-Corporate and
Segemntation -Delller Network -Oraganizational -Program
business unit
strategy and - Design and Management Office
-Costumer strategy
Design Restuctring (PMO)
lifetime value
-Customer
analysis -Customer -Opertional -Communication
Centricity
Service Design Excelence Planning and
-Potential Value Assesment and
Coordination
next best offer road map --- -Sales,marketing -Customer Centric
Development and channel --- Proccess Design -Quick Wins
-Churn Modeling synergi programs Implementation and
and retention -Portofolio -Business
Pilot Intiatives -
Strategis Management -Contact Center Requirements
support
Strategy strategy and Gathering
-RSX- design -Business and
Relationship -Business Plan -Cost
cultural change
modeling Development -Convergent Optimazation
Management
and Fasibility product and
-Customer -RFP Development
Studies services design -Deployment
Behavior and Technology
and support
Prediction -Broadband/3G Selection
implementation
Strategis
-Demand -Corporate -
-Telecoms
Forecasting -Go-to Market - Finance Support
product and
Analysis Strategy
service -Performance
Development
-Market Entry Enhancement Management
Insight -Tariff strategis -Customer Centric
-Data Strategy and pricing Metrics Defination
-Campaign -Build-Operation
Management Transfer
Design and
Development
-Loyality
Program Strategy
And Design
BAB III
STRTATEGIC SITUATION ANALYSIS
AND FORMULATION STRATEGY FOR WINNING
THE BUSINESS AND ENTERPRISE SEGMENT
CHANGE
TECHNOLOGY
COMPETITOR MARKET
CUSTOMER
LA; 10,4%
TELKOM;
57,6%
IM2; 2,1%
INDOSAT 11%
Dari sisi Market share untuk semua Produk data dan Internet, Telkom mencapai 61,9%.
LA;; 17%
17
TELKOM; 61,9%
IM2 3,8%
IM2;
INDOSAT
INDOSAT; 6,8%
Strength Weakness
Opportunities Threat
Berdasarkan SWOT Analysis yang telah dilakukan, maka dibentuklah strategi seperti berikut.
REKOMENDASI
Strategy direction pada Corporate Level Strategy PT Telkom adalah Revenue Growth
double digit melalui penyediaan 3 value secara bersamaan, yaitu :
1. Service Exellence
2. Marketing Briliance
3. Business Innovation
Berdasarkan formulasi strategi pada pembahasan point 3.3 di atas, maka dapat
Program utama yang dapat dilakukan oleh PT Telkom dapat terdiri dari :
SERVICECostumer
Deeper EXCELLENCE
value Understanding MARKETING
Solution BRILLIANCE
Go to Market BUSINESS INNOVATION
Development New Busines Ecosystem
Customer profiling Baesd on IVCA Commercialize Flagship Identifcation new business ecosystem
based on IVCA
Marketing Intellegence Intensity Customised Service
Solution Designing New Ecosystem
Industrial Benchmarking
Improve Project Management Strategh Alliance
Top rank Account Management Competitive & Dynamic Pricing Telkom group Sinergy&Partnership
Empowering Winning Team Enhancing Pricing Strategy
Enhancing Parenting System
Controlling Sales funnel Price Evaluation for Bidding
Synergistic sales system
Offering Valuable proposal Based on Maintaining high profitability
Go to market Alignment
ROVI
Heart Winning Customer Relationship Building Creative Business Accelariting Broadband Penetration
Model
New building Business package
Competitiv Service Level Indonesia Digital Ecosystem
Identifikasi dan inovasi penawaran solusi end to end ke pangsa pasar baru dalam rangka
mengembangkan relationship dengan pelanggan dilakukan dengan cara :
Analisis End to End Market ini dilakukan dengan menggunakan metode “PORTER’S VALUE
CHAIN”, dan diterapkan ke DES dengan nama metode industrial Value Chain Analysis
(IVCA).Metode ini diterapkan disetiap segmen untuk mengidentifikasi aktivitas spesifik yang
ada di proses bisnis pelanggan, yang bisa mendatangkan nilai tambah untuk perusahaan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Assauri, Sofjan, Prof. MBA. Strategic Management Sustainable Competitive
Advanteges. Lembaga Management, FEUI, 2011.
2. David, Fred R. (2006). Manajemen Strategis. Edisi Sepuluh Salemba 4, Jakarta.
3. Hagel, J. (2002). Out of the Box: Strategies for Achieving Profits Today and Growth
Tomorrow Through Web Services, Harvard Business School Press, Boston, Mass.
4. Kluyver, Cornelis A.De dan John A.Pearce II. (2006). Strategy : A View From The Top
(An Executive Perspective). Edisi Kedua. Pearson Education, Inc,Upper Saddle
River,New jersey.
5. Michaelson, Gerald A. (2004). The Art Of War For Managers. Interaksara, Jakarta.
6. Musa,Hubeis dan Najib,Mukhamad. (2008). Manajemen Strategis Dalam
Pengembangan Daya Saing Organisasi. PT Elex Media Komputindo,Jakarta
7. Pearce II, John A dan Robinson Richard B.Jr. (2008). Manajemen Strategis 10. Salemba
Empat, Jakarta.
8. Pearce, John A. and Robinson Richard B. Jr. (2003). Strategic Management
Formulation, Implementation and Control. Mc Graw hill, Boston.
9. Rangkuti, Freddy. (2002). Analisis SWOT dan Teknik Membedah Kasus Bisnis. PT
Gramedia Pustaka, Jakarta.
10. Siagin,Sondang. (2007). Manajemen Strategik. Cetakan Ke Tujuh. PT Bumi Aksara,
Jakarta.
11. Rufaidah, Popy, SE, MBA, Ph.D. Manajemen Strategik, Edisi pertama, humonaria,
Bandung, 2012
12. Tunggal, Amin Widjaja. (2004). Manajemen strategic. Harvarindo, Jakarta.
13. Wheelen, Thomas L. dan J.David Hunger. (2008). Strategic Management and Business
Policy.Edisi keSebelas. Pearson Education,Inc,Upper Saddle River,New jersey.
14. http:// www.sahamok.com/laporan-keuangan, Laporan keuangan perusahaan publik
(emiten)
15. http://www.telkom.co.id, Anual Reporting 2012, PT Telekomunikasi Indonesia
16. http://proquest.com / Dachyar, M, et all. Studies on Major Factors of Innovation Systems
for Telecommunication Company in Indonesia, 2013
17. http://proquest.com / Research and Markets Adds Report: Telecommunication Industry in
Indonesia: Business Report 2012
18. http://proquest.com/ Richard Vidgen, Xiaofeng Wang : From business process
management to business process ecosystem, , School of Management, University of
Bath, Bath, UK, 2006