Anda di halaman 1dari 236

SYARAH FUSUS AL HIKAM

I.INTISARI HIKMAH ILAHIYAH DALAM SABDA ADAM

DENGAN NAMA ALLAH AR RAHMAN AR RAHIM

Segel sesuatu adalah ringkasan dan intisarinya. Segel dari sebuah cincin adalah
dengannya didekorasikan dan nama pemiliknya dituliskan. ‗Hikmah‘ adalah ilmu tentang
realitas/hakekat, sifat dan esensi sesuatu sebagimana adanya dalam diri mereka sendiri dan
ilmu tentang kata dan tentang tindakan sukarela dalam cara yang memerlukan mereka
yang selayaknya kepada kejadian/keadaan ( ketika mereka muncul dari pemilik hikmah),
Al-Ilahiyah ( ‗Ketuhanan‘ atau ‗Allah‘ ) adalah nama dari derajat ketuhanan yang
meliputi seleuruh derajat Nama dan Sifat Ilahiyah.

Dengan demikian ‗intisari dari hikmah nama Allah‘ meliputi ringkasan dari
seluruh ilmu dan pengetahuan agama yang terhubung dengan derajat Ilahiyah; atau
ia adalah tempat dimana pengetahuan tersebut dan ilmu-ilmu tersebut dituliskan,
yaitu hati insan Kamil. Maka pokok dari judul bab ini adalah intisari pengetahuan
ini dan ilmu-ilmu agama tersebut, atau tempat yang bersifat reseptif/penerima
terhadap kesleuruhan pengetahuan tersebut, yang teraktualisasikan dalam diri logo
Adam. Dan apa yang aku maksud dengan ‗logos‘ diseluruh karya ini adalah
kekhususan utama Kenabiannya dan pemberian yang ditentukan untuknya dan
kaumnya oleh Allah.

Ketahuilah bahwa Asmaul husna Ilahi, yang jika dianggap dalam jumlah
ada 99 atau 1001, namun jika dianggap secara individu dan secara detil ia tak
terhitung, sebab Nama adalah penunjuk akan Nama-nama ‗Allah‘ dalam realitas
mumkinat, dan mereka tak terhingga disebabkan ketakterhinggaan mumkinat,
menuntut dalam diri mereka sendiri akan wujud alam agar alam menjadi
cermin bagia nur mereka yang tersembunyi dan sebagai tempat tajalli rahasia
mereka yang tersembunyi, mengacu kepada firman Allah, "Aku adalah
perbendaharaan tersembunyi dan Aku ingin dikenal,sehingga Aku ciptakan alam

1
semesta" dan ini adalah tuntutan Nama-nama—yang merupakan Esensi yang
dicirikan oleh Sifat—dan bukan kepada Esensi/Zat itu sendiri, sebab Zat dalam
acuan kemutlakannya tidak dapat memiliki sifat yang dicirikan kepada-Nya, tidak
juga Ia menjadi ditunjukkan oleh sifat apapun atau pembatasan.

Jadi Allah dalam sudut pandang nama ‖Allah" membawa alam ke dalam
wujud seperti tubuh yang terbuat sempurna ( dan siap bagi sebuah ruh) dan
menjadikan Adam sebagai ruhnya; aku maksud dengan "Adam" adalah
eksistensi manusia mikrokosmos. Dan Dia mengajarkannya nama-nama
seluruhnya.

Seorang Sufi berkata tentang firman-Nya, " Dia mengajarkan Adam Nama-
nama seluruhnya" (Quran 2: 31), " yaitu Dia tempatkan dalam zat dasar Adam
esensi halus (latifah) dari setiap nama-nama-Nya, dan melalui latifah tersebut
menyiapkannya untuk menyadari seluruh nama-nama Keagungan (Jalal) dan
Keindahan (Jamal), yang Dia acukan sebagai kedua tangan-Nya. Sebab Dia
berkata kepada Iblis,‖ Apa yang mencegahmu bersujud kepada apa yang Aku
ciptakan dengan kedua tangan-Ku?' (Quran 38:76). Segala sesuatu selain Adam
telah diciptakan dengan satu tangan, sebab ia adalah lokus manifestasi entah sifat
Jamal, seperti Malaikat Rahmat, atau dari Sifat Jalal, seperti Malaikat Azab dan
Syetan."

Allah hanya mengajarkan Insan Kamil Asma-Nya yang Husna dan


menempatkannya dalam diri mereka, karena Insan Kamil adalah ruh alam dan
alam adalah tubuhnya—sebagaimana telah dijelaskan—dan karena ruh mengatur
tubuh dan menerapkan perbuatan bebasnya di dalamnya melalui inderanya
yang berisifat spiritual dan berjism, persis sebagaimana Nama-nama adalah
seperti indera spiritual dan jism bagi Insan Kamil. Tepat sebagaimana ruh
memerintah dan mengatur tubuh melalui inderawinya, dalam cara yang sama Insan
Kamil memerintah urusan-urusan alam dan mengatur mereka melalui Nama-nama
Ilahi.

Ketahuilah bahwa setiap realitas dari esensi Insan Kamil dan derajat
Ketuhanannya adalah sebuah barzakh dalam istilah kesatuan totalnya (ahadiyah al
jami‘), yang berdiri antara satu dari realitas Laut Wajib (Wujub) dan sebuah
realitas yang merupakan tempat tajallinya di dalam laut kemungkinan (imkan)
yang merupakan Arasy nya, di atasnya lah realitas Wajib duduk. Sehingga ketika
tajalli sempurna turun ke atas lokus tajallinya, Insan Kamil, dia menerimanya
melalui kesempurnaannya, ketotalannya dan hakekat kesatuannya, dan tajalli ini
menempuh melalui seluruh realitas dalam zatnya. Kemudian cahaya tajalli
2
mengalir keluar darinya menuju kepada apa yang selaras dengannya dalam alam
ini. Karena itu rahmat dan berkah yang turun kepada realitas alam melalui tajalli
Ar Rahman hanya mencapai realitas ini setelah tertunjukkan di dalam Insan Kamil
dan teragamkan melalui corak tambahan yang tidak mewujud sebelum penentuan
tajalli di dalam dirinya. Karena itu realitas dan pola dasar alam adalah subjeknya
dan dia adalah khalifah atas mereka. Dan khalifah mesti mengasuh subjeknya
dalam cara yang paling tepat dan terbaik. Atas inilah sebagian Insan Kamil lebih
tinggi dari yang lain.

Allah mentajallikan Diri-Nya kepada hati Insan Kamil, yang merupakan


khalifah-Nya. Dan pantulan cahaya tajalli-Nya mengalir ke dalam alam semesta,
yang tetap dalam wujud melalui penerimaan limpahan ini (fayd). Selama Manusia
ini berada di dunia ini, dia mencari pertolongan akan tajalli rahmat dari Zat dan
dari Ar Rahman dan dari Ar Rahim melalui Nama-nama dan Sifat-sifat dari wujud
yang merupakan manifestasi dan tempat di atasnya mereka duduk. Sehingga dunia
dijaga melalui pencarian pertolongan ini dan melalui pencaran tajalli selama Insan
Kamil tinggal di dalamnya. Karena itu tiada makna berlalu melalui batin menuju
zahir kecuali oleh perintah ini. Sebab itu meskipun dia tidak mengetahuinya
disebabkan dominasi sifat kemanusiaannya, dia adalah barzakh antara 2 kursi—
dua sisi Zahir dan Batin—dan sebuah ‗antara‘ dua dunia. Dan baginya lah acuan
akan frman-Nya:‖ Dia biarkan dua laut saling bertemu, di antara mereka terdapat
barzakh yang tidak saling dilampaui oleh masing-masing"(Quran 55, 19-20).

Karena itu, atau karena dunia ini adalah seperti tubuh dan Insan Kamil
seperti ruh, dikatakan bahwa dunia adalah „manusia besar‟, sebab persis seperti
manusia terdiri dari tubuh dan ruh yang mengaturnya, dunia terbuat dari dua hal ini
juga, meskipun ia lebih besar dari manusia dalam bentuknya; namun pernyataan
ini hanyalah benar dengan syarat wujud Insan Kamil di dalamnya, atau dunia,
sebab jika ia tidak ada di dalamnya, ia akan seperti tubuh tanpa ruh.

Dan Manusia sempurna adalah sebuah buku, Intisari dan ringkasan dari
Ummul Kitab, yang terdiri dari wilayah Ketuhanan Kesatuan Total nama
Allah", yang meliputi Al Wajib dan realitas aktif yang terkait dengan Nama-nama
dan kelembutan Sifat yang terhubung dengan derajat Rububiyah, sedemikian
hingga tak satu pun meloloskan mereka, kecuali Zat Wajibul Wujud, sebab wujud
mumkinat yang faqir tidak memiliki bagian dalam hal ini, jika tidak hakekat akan
terbalik.

Dan oleh sebab itu, karena manusia adalah inisari wilayah ketuhanan
‗Allah‖ dan meliputi apa yang ia kandung akan hakekat Nama-nama dan Sifat-sifat
3
dalam kesatuan totalitas, Dia menetapkan baginya Bentuk Ilahi, meskipun dunia
juga bersesuaian dengan Bentuk, sebab apapun yang lebih dekat dengan kesatuan
adalah lebih berhak menjadi disifatkan kepada Allah dan bentuk manusia adalah
bentuk dari Kesatuan Totalitas, sementara bentuk alam adalah bentuk sebagian-
Nya. Sebab Dia berfirman melalui lidah Nabi yang suci,‖ Sesungguhnya Allah
menciptakan Adam dalam bentuk-Nya yang bersifat Ilahiyah dan sempurna dan
bersesuaian dengan sifat totalitas dari Rububiyah-Nya. Dan karena adalah mungkin
bahwa kata ganti dalam ‗bentuk-Nya‘ mengacu kepada Adam, sebagaimanaa
sebagian orang mengklaimnya, beliau melanjutkannya dengan ucapannya, dan
dalam versi yang lain,” dalam bentuk Ar Rahman.”

Dikatakan bahwa ‗bentuk‘ bermakna penampakan, dan sehingga ia dapat


diterapkan hanya untuk badan. Sehingga apa yang dimaksud dengan ‗bentuk‘
dalam hadits ini adalah ‗sifat‘, yaitu ―Adam diciptakan berdasarkan sifat Allah‖,
atau , hidup, berilmu, berkehendak, kuat, mendengar, melihat dan bicara. Karena
Realitas nampak secara zahir melalui bentuk, istilah telah diaplikasikan secara
kiasan kepada Nama dan Sifat; karena melalui mereka Allah nampak dalam
realitas zahir. Ini sudut pandang ulama zahir/Syariat.

Namun dalam sudut pandang mereka yang telah mencapai Kebenaran,


bentuk adalah sesuatu yang tanpanya realitas gaib dan yang terlepas/bebas
(mujarrad) tidak dapat dilihat atau termanifestasikan. Dan bentuk Allah adalah
Wujud yang ditunjukkan oleh penunjukkan lain bahwa Wujud adalah sumber
segala tindakan yang berhubungan dengan kesempurnaan dan seluruh sifat aktif.

Seorang Sufi berkata,‖ Jika seorang penanya berkata bagaiamana ‗bentuk‘


dapat disifatkan kepada Allah, kami akan menjawabnya berdasarkan ulama Syariat
bahwa itu adalah kiasan, bukan yang sebenarnya, sebab bagi mereka untuk
menerapkan kata ‗bentuk‘ kepada wujud zahir adalah benar dan tepat, dan bagi
wujud yang terpahami adalah kiasan. Namun bagi kami, karena dunia dalam
seluruh bagian spiritual, jasmaniyah, substansial dan aksidental adalah bentuk
terkhususkan tentang bidang Ketuhanan ‘Allah‘, dan Insan Kamil adalah bentuk
ringkasan-Nya, maka pensifatan kepada Allah adalah benar dan tepat, dan kepada
apa yang selain-Nya adalah kiasan, sebab dalam penglihatan kami tak satu pun
selain Dia pemilik wujud.‖

Dan Dia menjadikannya, atau Insan Kamil, sasaran pandangan mata dan
tujuan yang diinginkan dalam penciptaan dan memelihara alam semesta, seperti
nafs an-natiqah (jiwa rasional), yang merupakan tujuan dalam membuat

4
sempurna tubuh dan mengharmonisasikan penyusun alami dan badani individu
manusia.

Tujuan universal dan maksud utama dalam penciptaan alam semesta adalah
pengetahuan dan penglihatan anak Adam. Lampu penunjukkan nur musyahadah
dan cermin keragaman manifestasi Wujud adalah hati sucinya dan menembus
pemahaman; dan fokus dari seluruh jenis ilmu dan penerimaan adalah kesatuan
total ilmunya dan penerimaannya.

Ketika sifat manusia yang diciptakan diubah ke dalam yang tak diciptakan
dan mata batin spiritualnya terminyaki dengan Kesatuan, melalui seluruh fakultas
dan organ lahiriahnya dia memusyahadahkan Keindahan Allah dan melihat Wujud
Mutlak dalam seluruh tempat tajalli dan manifestasi. Buah dari pohon
penciptaannya tiada lain selain ilmu dan penglihatan.

Lelaki adalah mata, dan sisanya adalah kulit: pandangan yang haq adalah
melihat Sahabat
Ketika tidak melihat Sahabat, mata lebih baik buta; siapa dia Sulaiman,
seekor semut lebih baik dari dia

Karena itu, atau sebab tujuan penciptaan dan pemeliharaan alam adalah
Insan Kamil, persis seperti tujuan penyempurnaan tubuh adalah jiwa rasional,
alam hancur dengan lenyapnya Insan Kamil, yaitu pelenyapan dan perpindahan
Insan Kamil darinya, persis seperti tubuh membusuk dan lenyap ketika jiwa
rasional pergi; karena sesungguhnya Allah tidak menzahirkan diri-Nya dalam alam
semesta tanpa perantara Insan Kamil. Sehingga dengan penarikannya,
penambahan yang membawa kehidupan eksistensi dan kesempurnaannya terhenti.
Karena itu alam dipindah dengan perpindahannya, dan seluruh makna dan
kesempurnaan yang bersamanya akan berangkat menuju hari kiamat.

"Sesungguhnya Insan Kamil adalah tonggak Langit dan bumi. Dan


dikarenakan rahasia ini, ketika dia meninggalkan pusat semesta—bahwa Alam
semesta yang merupakan bentuk lahiriah Ilahiyah Ar Rahman dan kesatuannya dan
maqamnya akan khalifah dari wilayah Ketuhanan Allah—dan kembali ke Kursi
Mulia dan Arasy yang Agung, yang meliputi Langit dan Bumi, maka tatanan Alam
semesta akan hancur dan bumi serta Langit akan berubah ke sesuatu bukan diri
mereka.

5
"Karena itu Nabi berkata, 'Saat Hari Kiamat tidak akan datang selama masih
ada di antara kalian di dunia berkata,‘ Allah,Allah‘. Dan beliau menekankan
melalui pengulangan yang beliau maksud,‘ selama ada seseorang di dunia berkata,‘
Allah, Allah‘, karena beliau maksudkan dengan ‗seseorang yang berkata ‗Allah‘,
beliau tidak akan menekankannya dengan pengulangan. Dan tiada keraguan
bahwa tak seorang pun menyebut ‗Allah‘ dengan penyebutan yang benar—dan
secara khusus dengan nama teragung ini dan paling meliputi ini, yang mengandung
di dalamnya seluruh Asmaul Husna—kecuali bagi dia yang mengenal Allah
dengan ma‘rifat sempurna.. Ia seolah-olah beliau berkata,‘ Saat Kiamat tidak akan
datang selama terdapat Insan Kamil di dunia.‘ Adalah dia yang diacu dengan ‗tiang
penyangga‘ atau ‗ dia yang baginyalah dunia dipelihara‘. Sehingga ketika dia
dipindah ke dunia lain, langit akan runtuh, matahari akan gelap, bintang-bintang
berjatuhan, gunung akan bergerak, dan bumi akan berguncang dan Hari Kiamat
pun tiba.

"Lebih lanjut, andai bukan demi keabadiannya—dalam sudut pandang


wujudnya sebagai lokus tajalli—di dalam Surga,yang tempatnya adalah Kursi dan
Arasy yang Agung, situasi dari dua hal ini akan seperti bumi dan langit (mereka
akan hancur). Dan sesungguhnya aku telah mensifatkan keabadiannya dengan
ucapanku,‘ dalam sudut pandang wujudnya sebagai lokus tajalli‘, disebabkan apa
yang Allah kabarkan kepadaku tentang fakta bahwa Surga tidaklah mampu
meliputi Insan Kamil. Akan hakekatnya hanya akan berada di Surga apa yang
sesuai dengan dunia tersebut dan apa yang dunia perlukan dari Allah dalam acuan
apa yang ia kandung dari Insan Kamil tersebut.

"Lebih lanjut, aku katakan, ' Jika neraka kosong dari dia, ia tidak akan tetap
mewujud; dan adalah melaluinya neraka dipenuhi‘. Nabi mengacu akan Insan
Kamil dengan ucapannya dalam sebuah hadits,‘ Kaki Al Jabbar,‘ Sesungguhnya
Neraka tidak berhenti berkata,‘Masih adakah lagi?‘, hingga Al Jabbar meletakkan
kaki-Nya di atas-Nya. Dan ketika Al Jabbar meletakkan kaki-Nya di atasnya,
bagian neraka tersebut akan mengambil bagian lainnya dan ia akan berkata,‘
Cukup! Cukup!‘. Aku dikabarkan oleh Allah bahwa kaki yang diletakkan ke dalam
Neraka adalah apa yang ditinggalkan di dunia ini dari bentuk Insan Kamil dan ia
adalah apa yang tidak menemaninya di keadaan Surga. Dan sisa ini dikiaskan
sebagai ‗kaki‘ disebabkan hubungan yang lembut dan agung: kaki adalah bagian
akhir dari tubuh manusia: dengan cara yang sama bentuk fisiknya sendiri adalah
bagian akhir bentuk mutlak manusia, sebab bentuk dunia keseluruhannya adalah
seperti organ tubuh dari bentuk manusia yang mutlak dan sebenarnya. Keadaan
fisik adalah bentuk akhir dimana realitas manusia nampak; dan melalui bentuk

6
manusia sebenarnya dan mutlak, seluruh bentuk yang aku katakan seperti organ
tubuh akan didukung dan dipelihara."

Dan struktur bangunan ditransfer ke hari Akhir disebabkan dia, yaitu


disebabkan manusia, atau alasan dari wujudnya ditransfer ke sana, Selama Insan
Kamil ada di dunia, dunia adakan dijaga dan perbendaharaan Ilahi akan dijaga.
Namun ketika dia dipindah dari dunia ini ke dunia akhir dan meninggalkan dunia
yang lebih rendah untuk menempati hari Akhir, dan ketika tak seorang
tersisa di antara manusia yang dicirikan dengan Kesempurnaan Ilahiyah dan
mampu menggantikan tempatnya, dan ketika Allah menjadikannya sebagai
perbendaharaan dari perbendaharaan-Nya sendiri, maka seluruh
kesempurnaan dan makna yang ada dalam khazanah dunia akan
dilenyapkan bersamaan dengan Insan Kamil, sebagian jumlah kecil yang di
dunia bergabung dengan apa yang menunggu di Akhirat, dan pekerjaan
dalam menjaga Khazanah dan kekhalifahan akan pergi ke Akhirat.

Karena itu dia, atau Insan Kamil, adalah yang pertama dalam tujuan dan
kehendak, sebab Allah menjadikannya tujuan yang dinginkan dan sebab akhir dari
penciptaan dunia. Dan adalah dalam karakter alami dari penyebab akhir untuk
menjadi lebih utama dalam ilmu dan kehendak, persis seperti sifat dasarnya untuk
menjadi yang terkemudian dalam eksistensi, yang terakhir, yaitu Insan Kamil
lebih terkemudian dari yang selain dirinya, dalam penciptaan dalam rantai
maujudat, sebab yang pertama Dia ciptakan dalam wujud lahiriah adalah Pena
yang Agung, kemudian Lauhil Mahfuzh, dan Arasy yang Agung, kemudian Kursi
Yang Mulia, kemudian unsur-unsur, kemudian 7 langit, kemudian yang
berkembang biak (hewan, tumbuhan dan mineral/muwalladat) dan kemudian
manusia: sebab dia adalah akhir dari makhluk ini dan lokus penggabungan mereka.
Dan manusia adalah bentuk lahir, apa yang terlihat dalam bentuk unsuriah dan
jasmaniyahnya, dan bentuk batiniah, atau apa yang tidak terlihat dalam maqam
atau derajat, sebab hal ini dalam sudut pandang spiritualnya. Atau kita dapatkan
bahwa manusia adalah sisi lahiriah dalam alam dari wujud yang nyata, melalui
kesempurnaannya dan bentuk yang satu dalam menyusun tubuh, jiwa, akal,
inderawi dan hal lain yang kita sebut ‗diciptakan‘; dan dia juga adalah bentuk
batiniah, melalui maqam spiritualnya yaitu kekhalifahannya.

Jadi dalam acuan kepada bentuk jasmaniyah dan elementalnya, atau bentuk
kesatuan totalitasnya,dia adalah Abdullah, diciptakan untuk menyembah Rabb
nya; dan dalam acuan akan makna dan ruhnya, atau maqamnya, dia seorang
rabb, yang rububiyahnya teraktualisasikan dalam hubungan dengan wujud
indvidu dari seluruh alam.
7
Syaikh menjelaskan dalam Insha‘ Ad-dawa‘ir: manusia memiliki 2 salinan:lahiriah
dan batiniah. Salinan lahiriah berhubugan dengan dunia dalam totalitasnya, dan
salinan batiniah berhubungan dengan martabat Ketuhanan dari Uluhiyah. Maka
manusia adalah universal dalam realitas dan tanpa syarat, sebab ia bersifat
menerima bagi seluruh wujud, entah abadi atau sementara. Namun wujud lain
selain dia bukanlah penerima bagi seluruh wujud, sebab wujud khusus alam
tidaklah bersifat penerima bagi Uluhiyah, dan Allah bukanlah penerima bagi
penghambaan. Malahan seluruh alam adalah hamba, dan Allah Subhanahu adalah
tunggal dan abadi, Allah tidak dapat dicirikan dengan apa yang bertentangan
dengan sifat Uluhiyah, sebagaimana alam tidak dapat dicirikan dengan apa yang
bertentangan dengan kesementaraan dan penghambaan. Sehingga manusia adalah
pemilik dua hubungan sempurna: sebuah hubungan melaluinya dia memasuki
derajat ketuhanan dari uluhiyah, dan sebuah hubungan dengannya dia memasuki
derajat kosmos.
Sehingga dia disebut ‗hamba‘ dalam acuan akan wujudnya yang menjadi sasaran
pewahyuan dan jika ia tidak demikian, maka dia seperti alam, Dan dia disebut
‗tuhan‘ dalam acuan kekhalifahannya, bentuknya dan bentuk Sebaik-baik bentuk
(QS95:4)."

Karena alasan tersebut, yaitu karena manusia memiliki aspek Rububiyah


melaluinya dia mensesuaikan dengan Allah, dan sebuah aspek ubudiyah
melaluinya bersesuaian dengan ciptaan, Dia menjadikannya seorang khalifah
dan dalam cara yang sama Dia menjadikannya keturunannya yang sempurna
dalam seluruh alam, dan anaknya yang belum mencapai kesempurnaan
kekhalifahan yang melekat kepada diri mereka, seperti pemerintahan sebuah
kerajaan oleh raja dan memimpin keluarga dengan akalnya. Dan bentuk terendah
dari pemerintahan adalah pemerintahan tubuh oleh seseorang, Namun Khalifah
Terhebat hanya milik Insan Kamil. Dan dengan demikian, karena makna Adam
memiliki dua aspek Rububiyah dan ubudiyah,¸tak satu pun makhluk di dunia
telah mengaku rububiyah bagi dirinya kecuali manusia, disebabkan
kekuatan apa yang dia miliki dan penguasaan, melalui menjadi dicirikan dengan
sifat Rububiyah dan kualitas Aktif dari Wajibul Waujud. Sehingga ketika dia
melihat mereka dalam dirinya sendiri, namun Allah belum membuka mata batin
spiritualnya, dia tidak mengerti bahwa mereka adalah sifat Allah yang terpantulkan
dalam cermin kesiapannya (isti‘dad); dan dia membayangkan bahwa mereka
adalah milik dirinya secara pribadi. Karena itu dia mengakui rububiyah dan
uluhiyah, seperti Firaun. Dan dalam cara yang sama tak seorang pun di dunia
bergabung maqam ubudiyah dalam dirinya sendiri melalui terjatuh ke level
terbawah kecuali manusia, sebab ketika dia melihat sifat-sifat tersebut dan
8
kualitas di tempat lain dan dia membayangkan bahwa mereka adalah milik mereka
secara pribadi, dia mengakui ubudiyahnya kepada mereka, seperti mereka yang
menyembah idola. Karena itu dia menyembah batu dan mineral lain,yang
merupakan wujud terendah dan paling hina, karena sifat ketuhanan dalam
potensi penerimaan mereka seperti hidup, berilmu dan yang bersesuaian, belum
teraktualisasikan.

Sehingga tidak ada yang lebih hebat dan derajat yang lebih tinggi
daripada manusia dalam rububiyahhya,, atau melalui alasan wujudnya dicirikan
oleh dan manifestasi sifat-sifat Rububiyah, sebab tiada derajat lebih tinggi dari ini,
dan dalam cara yang sama tak satu pun lebih rendah dari dia dalam
ubudiyahnya, atau melalui alasan wujudnya yang dicirikan oleh sifat
penghambaan, sebab persis sebagaimana Rububiyah adalah derajat tertinggi, maka
lawannya ubudiyah adalah derajat yang terendah.

Manusia adalah cermin dengan dua sisi. Pada satu sisi adalah sifat rububiyah
dan yang lainnya penghambaan yang terpantulkan. Ketika kamu memandang pada
sifat Rububiyah, dia lebih besar dari seluruh wujud; dan ketika kamu
memperhatikan ubudiyahnya, dia lebih rendah dan lebih tidak penting dari seluruh
makhluk.

Ketika aku temukan sifat-Mu dalam diriku, Allah melarang seseorang mesti
lebih hebat dari aku!
Namun ketikan pandanganku jatuh kepada keadaanku sendiri, dalam dua
dunia tiada seorang pun yang lebih buruk daripada aku!

Jadi jika engkau telah paham penjelasan sebelumnya, aku telah jelaskan
kepadamu apa yang dimaksud dengan „manusia‟. Lihatlah keagungannya,
yang telah ia peroleh melalui Asmaul Husna, atau menjadi tercirikan oleh mereka
(asmaul husna), dan fakta bahwa mereka (asmaul husna) mencarinya untuk
menjadi tempat sempurna tajalli dan tempat manifestasi mereka yang paling
menyeluruh dan meliputi. Melalui pencarian mereka akan dia dan kebutuhan
mereka akan wujudnya, kamu akan paham keagungannya dan kemuliaannya,
sebab keagungan dan kemuliaan yang dicari hanyalah kepanjangan dari keagungan
dan kemuliaan sang pencari,dan dalam cara yang sama melalui penampakannya
kepada mereka, atau melalui nama-nama tersebut, dan eksitensi dia melalui
mereka, meskipun dalam esensinya dia bukanlah maujud, kamu akan paham
kerendahannya, sebab tiada yang lebih rendah dari sesesuatu yang tunduk kepada
hukum ketiadaan dan untuk berdiri dalam kebutuhan kepada yang lain demi wujud
seseorang. Maka pahamilah!
9
Dari sini, atau dari maqam ini, sesuai dengan apa yang telah dipahami
bahwa manusia adalah seorang ‗rabb‘ mengacu sisi batiniahnya dan seorang
hamba mengacu sisi lahiriahnya,dipahami bahwa dia¸atau manusia,adalah
salinan dari dua bentuk, dan mengacu kepada mereka: bentuk Allah yang
diliputi oleh keadaan batiniahnya yang serba menyeluruh dan terkonsentrasi dan
bentuk alam, yang terliputi oleh keadaan sisi lahiriahnya akan perbedaan dan
penyebaran. Dan kedua bentuk ini adalah dua tangan Allah dengannya Dia
menciptakan Adam.

Apakah manusia itu? Sebuah barzakh yang serba meliputi, bentuk makhluk dan
Allah yang diletakkan di dalamnya.
Dia adalh sebuah salinan dalam sinopsis yang isinya adalah Esensi Allah dan
Sifat-Nya yang tak terlukiskan.
Terhubung kepada kelembutan Alam Mulk ,termasuk kebenaran Alam Malakut,
Sisi batiniahnya tenggelam dalam Lautan Ahadiyah, bibir kering lahiriahnya pada
pantai keterpisahan.
Tidak ada satu pun sifat Allah yang tak termanifestasikan dalam esensinya.
Dia mengetahui, mendengar, berbicara, berkehendak, hidup dan kuasa.
Dalam cara yang sama, akan hakekat Alam semesta, segalanya disatukan dalam
dirinya:
Ambilah Langit atau unsur-unsur, atau ambilah mineral, tumbuhan dan binatang;
Bentuk kebaikan dan keburukan dituliskan dalam dirinya, tingkah laku setan dan
hewan buas tercampur dalam dirinya.
Andai dia bukan cermin Wajah Abadi, mengapa malaikat sujud kepadanya?
Dia adalah pantulan keindahan Kehadiran Kesempurnaan; jika Iblis tidak mampu
memahami hal ini, jadi maunya apa?

10
II. INTISARI HIKMAH NAFASIAH DALAM SABDA SYITS AS

Derajat Eksistensi pertama yang dapat dipahami adalah penampakan (ta‘ayyun)


yang meliputi seluruh penampakan dan yang memiliki Kesatuan Keseluruhan
(Ahadiyat Al Jami‘). Derajat yang mengikutinya adalah derajat keprinsipan
(masdariyah) dan Limpahan (Fayadiyah). Adam adalah bentuk derajat pertama,
persisi Syits adalah lokus bagi manifestasi kedua. Karena itu intisari pertama yang
disebutkan adalah tentang Adam, dan diikuti oleh Syits, bersesuaian dengan wujud
lahiriah itu sendiri.

Sejak Adam mencari sebuah pemberian setelah kehilangan Habil untuk


melenyapkan kesedihannya, Allah menganugerahinya Syits murni sebagai
pemberian dan anugerah. Sebagai tambahan, segala sesuatu yang Syits peroleh
datang secara murni sebagai sebuah pemberian. Karena itu Syaikh mesti
membicarakan tentang pemberian dan beberapa jenisnya dalam intisari ini:
Ketahuilah bahwa pemberian dari Allah adalah terdiri dari beberapa jenis, di
antara mereka adalah Dia mesti memberi sebuah pemberian secara khusus
untuk menyatakan rahmat-Nya,tanpa harapan imbalan dari yang mendapatkan
manfaatnya, yaitu dalam istilah pujian, syukur dan apapun yang kamu miliki,
melalui nama-Nya „Al Wahhab‟. Dan itu , atau pemberian tersebut berasal dari
Nama Al Wahhab ada dua jenis: satu adalah pemberian Zat, yang berhubungan
dengan Kesatuan seluruh nama, sebab Zat sebagaimana dalam diri-Nya sendiri
tidaklah memberikan pemberian atau menyatakan diri-Nya melalui tajalli, dan
yang kedua adalah pemberian dari sebuah Nama.

Sekarang jika kamu mesti bertanya, "Pemberian yang terkait dengan nama
Al Wahhab adalah pemberian dari sebuah Nama, sehingga bagaimana bisa mereka
dapat dibagi ke dalam pemberian Zat dan pemberian Nama? Aku akan menjawab,‖
Apa yang dimaksud dengan pemberian dari Zat adalah pemberian yang sumbernya
adalah Zat tanpa mempertimbangkan satu pun dari Sifat Ketuhanan bersamanya—
meskipun pemberian demikian tidaklah diberikan tanpa perantara Nama-nama dan
Sifat, sebab Allah tidaklah mentajallikan diri-Nya dalam konteks Zat-Nya kepada
maujudat kecuali dari balik hijab satu dari Nama-nama. Dan apa yang dimaksud
dengan pemberian dari Nama adalah pemberian yang sumbernya adalah satu dari
Sifat dalam acuan akan wujudnya yang dibedakan dan terbedakan dari Zat.‖

Pemberian dari Zat hanya terjadi melalui tajalli Ilahiyah akan


Kehadiran nama yang serba meliputi yaitu ‗Allah‘, yang merupakan Ahadiyat Al
Jami dari seluruh Nama, bukan melalui manifestasi Zat, karena tiada sifat,
11
penentuan,nama,tajali atau yang lainnya dalam Ahadiyat Zat. Karena itu penetapan
tajali berasal dari derajat eksistensi Uluhiyah, dan atas alasan ini tajalli disifatkan
kepada Esensi Uluhiyah, bukan kepada Zat tanpa batasan.

Dan tajalli dari Zat hanya dapat bersesuaian dengan bentuk dari lokus
tajalli—yaitu hamba—dan bersesuaian dengan kesiapannya (isti‘dad), persis
seperti Allah nampak dalam cermin wujud sesuai dengan kesiapan dan penerimaan
mereka, melalui manifestasi sifat-Nya di dalam diri mereka. Selain ini adalah tidak
mungkin.

Namun bagi pemberian dari Nama, mereka selalu ditemani oleh hijab,
yaitu hijab akan penentuan/penunjukkan yang bersesuaian dengan sebuah Nama,
sesuai dengan nama khusus mana yang terbedakan dari yang lain. Dan si
penerima tidaklah menerima pemberian ini, entah dari Zat atau dari Nama,
kecuali sesuai dengan kesiapan dia sebenarnya, sebab tajalli dalam Hadrat
Kesucian dan Mata Air Kesatuan adalah tunggal dan menyeluruh dalam
deskripsinya, namun mereka menjadi beragam ketika mereka turun sesuai dengan
kesiapan sang penerima, derajat ruhani dan fisik mereka, waktu mereka dan
tempat, dan seluruh yang berkenaan dengan hal tersebut, seperti keadaan,
penyususn jasmani dan sifat tertentu. Sehingga manusia berpikir disebabkan
keragaman efek yang dimiliki tajalli itu sendiri dalam diri mereka yang beragam
dalam realitasnya, namun ini tidaklah demikian. Alalh berkata,‖ Perintah Kami
tidak lain adalah satu, seperti kedipan mata (QS 54:50). Persis sebagaimana Allah
esa dalam setiap hal, demikian juga Limpahan-Nya dan perintah-Nya tidaklah
memiliki keragaman kecuali dalam hubungan dengan si penerima.

Inilah, atau kesiapan yang dimaksud melalui firman-Nya,” Dia


memberikan segala sesuatu penciptaannya” (QS20:50). Sehingga dari itulah
kesiapannya.

Mungkin saja pemberian tersebut, entah dari Zat atau Nama, disebabkan
permintaan¸pada bagian dia yang telah menerimanya melalui keadaan, atau
keadaan yang menyebabkan manusia memintanya secara lisan. Tiada jalan
keluar dari hal ini, atau dari meminta melalui keadaan ruhani.
Atau mungkin saja pemberian disebabkan oleh permintaan secara lisan.
Permintaan lisan terdiri dari dua jenis: pertama adalah permintaan yang
disebabkan sifat alamnya, dalam hal ini alasan permintaan adalah sifat dasar
manusia yang terburu-buru, sebab manusia diciptakaan dalam keadaan terburu-
terburu, dan yang kedua yaitu permintaan yang tidak berdasrkan sifat dasarnya, ia
juga dibagi ke dalam dua jenis. Yang pertama permintaan dalam menaati
12
kepada perintah Ilahi, sesuai dengan firman-Nya,‖ Serulah Aku dan Aku adakan
menjawabmu" (Quran 40:60), dan yang kedua adalah permintaan sesuai dengan
tuntutan kebijaksanaan dan ma‟rifat, sebab dia, atau sang peminta sesuai
dengan tuntutan hikmah dan ma‘rifat, adalah seorang pemberi perintah, yang
mengarahkan subjeknya—entah mereka adalah penghuni dunia, atau mereka dalam
sebuah kerajaan, atau keluarganya, atau tubuhnya, dan seorang penguasa akan
urusan mereka, seorang pelindung kepentingan mereka yang Pemeliharaan Ilahi
telah menakdirkan untuk bergantung kepada permintaan. Sehingga dia meminta
Allah dan berdoa kepada-Nya untuk mengatur urusan tersebut.
Adalah wajib baginya, atau si peminta untuk berjuang semaksimal mugkin
untuk melihat bahwa setiap subjeknya yang memiliki hak menerimanya; apa
yang menunjukkan kewajiban ini adalah seperti ucapan nabi nya,”
Sesungguhnya kamu memiliki kewajiban kepada keluargamu.” Yaitu mereka
yang berhak atas perintahmu dan didikanmu, seperti isteri dan anak-anak dalam
makrokosmos dan seperti indera fisik dan spiritual di dalam mikrokosmos,‖
jiwamu, tubuhmu dan tamumu,”

13
III. INTISARI HIKMAH SUBUHIYAH DALAM SABDA NUH AS

Karena hikmah Subuhiyah terdiri atas pengetahuan yang berhubungan dengan


‗tanzih‘ tentang Allah, Syaikh memulai teks menyangkut tentang Hikmah dengan
sebuah bahasan akan tanzih: Penyucian pada bagian¸atau hamba, yang
menyucikan Allah akan suatu hal yang menyangkut dengan persetujuan atau
pertidaksetujuan dari pikiran umumnya dan akalnya adalah sebuah pembatasan
dan sebuah pencirian oleh dia tentang Dia yang disucikan, dalam istilah apa
yang selain daripada sesuatu itu yang disucikan dari Dia, sebab dia telah
membedakan-Nya dari apa yang tidak menerima untuk disucikan dari hal
tersebut. Sehingga melalui analogi kemutlakan adalah juga tentang apapun yang
mesti dberikan gambaran ini adalah sebuah pembatasan melalui kemutlakan
ini. Karena itu kemudian tak ada apapun selain wujud yang terbatas atau
sebuah Ketuhanan, yang dia telah singkap melalui sebuah pensifatan
kemutlakan kepadanya.

Tepat seperti ilmu dia yang menyucikan Allah dengan pikirannya adalah
tidak sempurna—sebab ia sedang melarang Yang Tak Terlarang dan membatasi
Yang Tak Terbatas—dalam cara yang sama dia yang ‗menyerupakan‘ Allah
dengan ciptaan tanpa menyucikan-Nya adalah salah, sebab penyerupaan juga
sebuah pembatasan dan pelarangan akan Yang Tak Terbatas—yang tidak memiliki
batas yang mendefinisikan dan meliputi-Nya.

Namun dia yang menggabungkan penyucian dan penyerupaan (Tanzih dan


Tasybih), memeliharanya dengan tetap menyangkut Dia dan melukiskan-Nya
melalui keduanya adalah seorang arif yang sebenarnya dan Insan Kamil yang telah
mencapai hakekat. Syeikh berkata:

Jika kamu menyucikan-Nya, kamu membatasi; namun jika kamu


menyerupakan-Nya, kamu mengenakan aturan.
Namun jika kamu lakukan keduanya, kamu telah ditunjukkan jalan yang
haq: kamu adalah pemimpin dalam ilmu ma’rifat, seorang Guru Besar.

Dan karena Syeikh telah menunjukkan kurangnya ilmu tentang Allah sesuai
dengan sifat bagi seseorang yang hanya menyucikan Dia, dan situasi ilmu yang
hanya menyerupakan-Nya hanyalah diketahui melalui analogi, beliau sekarang
menyebutkan secara eksplisit ilmu yang sempurna tentang Allah menggabungkan
Tanzih dan Tasybih, dimana hamba diperintahkan untuk mencapainya oleh Nabi,
14
dan karena itu beliau diberi balasan atas Syariah: Ketahuilah bahwa jalan
kebenaran melaluinya Dia ingin mereka mengenal-Nya adalah dalam hadits:
Aku ingin dikenal, sehingga Aku ciptakan dunia‖, adalah apa yang dibawa lidah
pewahyuan. Sehingga tiada akal akan mampu melampuinya. Malahan setiap
orang mesti percaya hal ini dalam cara dimana Allah maksudkan dan bukan
melalui mena‘wilkannya sesuai dengan idenya sendiri. Penyucian mentalnya
terhadap ‗Allah‘ mestilah sesuai dengan apa yang Allah turunkan pada lidah Nabi-
Nya dan di dalam Kitab yang telah Dia wahyukan: jika tidak, Allah disucikan dari
pensucian pikiran akal manusia, sebab akal manusia yang ditentukan dalam indera
yang terbatas dan tertentu saja dari penyusun jasmani manusia, adalah bersifat
terbatas. Dan bagaimana bisa yang terbatas dan tertentu melihat Realitas Yang
Absolut dan Merdeka dalam dirinya sendiri kecuali jika realitas mutlak tersebut
menjadi terbatasi sesuai dengan penglihatan dan wujudnya?

Namun sebelum tibanya Pewahyuan dan perolehan ilmu dan ma‘rifat


melalui mereka, pengetahuan tentang Dia adalah untuk mensucikan Dia dari
sifat kekurangan. Sehingga kaum arif memiliki dua ilmu: sebuah ilmu yang
diperoleh mealui akal dan pembuktian sebelum datangnya Pewahyuan, dan
sebuah ilmu yang diperoleh melalui sang Pembawa Wahyu, namun yang
kondisinya adalah bahwa dia berpaling kepada Allah dengan ilmu yang
benar, atau pewahyuan yang telah datang dan mereka menjauh dari pembuktian
rasional; dan dia percaya dalam pengetahuan di dalamnya ini Allah maksudkan
tanpa ta‘wil atau memaksakan idenya sendiri atas hal tersebut, sebab sesungguhnya
Pewahyuan hanya dikirim oleh Allah sebab tidaklah mungkin bagi akal manusia
untuk melihatnya melalui dirinya sendiri akan kebenaran sebagaimana adanya
dalam ilmu Allah.

Dan jika Dia menyingkapkan bagi dia pemahaman akan hal ini, yaitu
apa yang dibawa oleh Pewahyuan, dan jika Dia memberinya ilmu tentang
keinginan-Nya adalah melalui syarat yang dibebankan oleh Syariat, dimana akal
tidak dapat memperolehnya melalui proses pemikirannya, penyingkapan dan
kesadaran itu disebabkan pemberian Ilahi yang berhubungan dengan Zat,
yang telah disebutkan dalam bab Syits.

15
IV. INTISARI HIKMAH QUDDUSIYAH DALAM SABDA IDRIS AS.

Shaikh melihat cocok untuk mencurahkan hikmah ini kepada Idris sebab dia adalah
seorang nabi yang menjalankan penyucian terpanjang akan jiwanya melalui amal
spiritual yang sulit dan dalam menyucikan dirinya dari sifat bahimiyah/
kebinatangan, hingga sifat dasar ruhaninya mencapai sempurna mengubah sifat
dasar hewaninya dan dia secara sempurna ‗mencetak‘ tubuhnya dan mengadakan
perjalan ke Langit (mi‘raj), dimana dia berbicara dengan malaikat dan Akal Awal.
Dan dikatakan bahwa selama 16 tahun dia tidak makan dan tidur, hingga hanya
akal sucinya saja yang tersisa.

Dan sejak dikatakan dalam Al Quran menyangkut tentang Idris bahwa,‖


Kami naikkan dia ke tempat yang tinggi (QS 19:57), dan karena
‗peninggian/pengangkatan‘ ada dua jenis, Syeikh menjelaskan kepada hal ini
dengan ucapannya: Peninggian ada dua jenis: satu di antaranya adalah
peninggian tempat (makan), yang disifatkan kepada Allah berdasarkan berbagai
teks, seperti firman-Nya,‖ Ar Rahman bersemayam di atas Arasy” (QS 20:5),
dan seperti awan yang disebutkan dalam ucapan Nabi:‖Dia berada di dalam awan,
di atasnya tiada udara dan di bawahnya tiada udara‖, dalam jawaban beliau kepada
orang Badui yang bertanya,‖ Dimanakah Rabb kita sebelum Dia menciptakan
makhluk‖ (QS43:84); dan yang kedua peninggian posisi (makanah) atau derajat,
yang mesti disifatkan kepada Allah sesuai dengan ayat:‖ Segala sesuatu binasa,
selain wajah-Nya‖ (QS28:88).

Dan manusia adalah dilukiskan oleh dua peninggian, sebab mereka


bergerak antara pengetahuan tentang Allah dan beramal baginya. Sehingga
sebagian mereka meninggi dalam derajat pengetahuan tentang Allah, seperti kaum
Arif; dan yang lain menjadi terbedakan derajatnya dalam derajat-derajat amal,
seperti kaum abid dan spiritual; dan sebagian mereka menggabungkan keduanya,
seperti mereka yang mencapai kesempurnaan. Sehingga amal berhubungan
dengan tempat, yaitu mereka menghasilkan dalam peninggian tempat, seperti
Surga dan berbagai derajatnya, dan ilmu berhubungan dengan posisi, sebab ia
menghasilkan peninggian di dalamnya derajat kedekatan kepada Allah. Ini
dikarenakan posisi berhubungan dengan Ruh, persis tempat berhubungan dengan
tubuh. Sehingga setiap mereka memerlukan apa yang mewakili dan yang serupa
dengan dirinya sendiri.

16
Karena itu peninggian posisi milik dia yang mengenal dan peninggian
tempat milik dia yang beramal, dan siapa yang menggabungkannya akan memiliki
kesempurnaan dua peninggian tersebut.

Adapun bagi peninggian akan superioritas relatif (mufadalah), yaitu


peninggian di dalamnya beberapa yang ditinggikan lebih superior dari yang lain,
itu adalah firman-Nya atau mesti disifatkan kepada Allah sesuai ayat,‖ Kamu
adalah yang paling tinggi, dan Allah bersamamu" (Quran 47:35) dimana Dia
menyatakan bahwa mereka yang Dia kabarkan memiliki peninggian yang lebih
tinggi dan Dia bersama mereka dalam peninggian ini. Maka peninggian yang lebih
tinggi tersebut mesti disifatkan kepada-Nya. Sehingga hal ini, yaitu peninggian
superioritas relatif, mengacu kepada tajalli-Nya dalam tempat manifestasi-Nya,
yang beragam dan berbeda-beda derajatnya. Ia tidak mengacu kepada Kesatuan
Zat-Nya. Sebab dalam satu tajalli Dia lebih tinggi dalam pengangkatan
daripada tajalli lainnya, seperti firman-Nya dalam Al Quran,‟ Tak satu pun
yang menyerupai-Nya" (QS 42: 11) dan seperti "Sesungguhnya Aku bersama
kalian, Aku Mendengar dan Aku melihat" (QS 20: 46) dan seperti firman-
Nya,‟Aku lapar, namun kalian tidak memberiku makan.” Sehingga menjadi
jelas bahwa peninggian-Nya akan superioritas relatif adalah berasal dari sudut
pandang keragaman tajalli dan aspeknya, bukan dalam acuan kepada Ahadiyah
Zat, sebab sesungguhnya pada derajat Kesatuan hanya ada peninggian hakiki dan
nyata, bukan peninggian relatif.

17
V. INSTISARI HIKMAH MUHAIMIYAH (MABUK CINTA) DALAM
SABDA IBRAHIM AS

Karena Ibrahim telah menyadari keadaan fana di dalam Allah, dan karena mungkin
bagi seseorang membayangkan bahwa dia yang telah mencapai fana adalah benar-
benar tiada, dan ‗tiada‘ tidak dapat dilukiskan oleh sifat positif, Syeikh menolak
dugaan ini dengan ucapannya, Tiada jalan keluar dalam maqam fana di dalam
Allah dari menegaskan wujud sebenarnya tentang hamba yang telah
terfanakan di dalam-Nya, karena disini melalui ‗fana‘ tidaklah dimaksudkan bahwa
eksitensi hamba menjadi benar-benar tiada secara mutlak. Malahan, apa yang
dimaksud adalah aspek manusia ini terfanakan dalam aspek Ilahi, karena setiap
hamba memiliki sebuah aspek yang berasal dari Hadrat Ilahi, yang mengacu
kepada firman-Nya,‘ Setiap manusia memiliki arah/kiblat kemana dia
menghadap‘,(QS2:148). Dan fana hanyalah dicapai melalui perhatian minat yang
sempurna menuju Kehadiran Allah, Al Haq, sebab melalui hal ini, aspek amal
sholeh hamba akan dikuatkan hingga ia mencapai pelampauan aspek makhluk
kepada titik penundukan nafsu dan fana di dalamnya. Penampakannya hanya dapat
terlihat melalui menghindari apa yang berlawanan dengannya dan tidak sesuai
dengannya, yaitu melalui takut kepada Allah mengacu kepada apa yang
berlawanan dengannya. Jadi cinta adalah tunggangan dan takut/taqwa kepada
Allah adalah makanannya. Dan proses fana ini memerlukan bahwa hamba menjadi
ditentukan dengan semangat keras amal sholeh dan berakhlak dengan akhlak
Allah, sehingga dia mencapai baqa bersama Allah. Maka determinasi ini tidak akan
meninggalkannya.

Pemfanaan wujud mumkinat dalam Wajibul Wujud adalah melalui


pelenyapan efek kemungkinan, bukan menghancurkan realitasnya, seperti
lenyapnya cahaya dalam cahaya Matahari.

Dalam kehadiran Matahari, lampu menjadi antara ada dan tiada.


Syeikh Juanidi berkata,”Ketika yang fana terhubung dengan Yang Baqa, tak
ada satu jejak pun tertinggal.
Ketika Sifat Yang Baqa bersinar terang, maka selubung kesementaraannya
terbakar habis

Dan pelenyapan efek mumkinat terjadi dalam lubuk sanubari paling dalam
dari kaum Arif, dalam kesadarannya dan penglihatan/pemahamannya, bukan dalam
tubuhnya, ruh dan kemanusiaannya, meskipun bersesuaian dengan peribahasa,
18
‖bumi memiliki bagian dari cangkir para dermawan‖, ini juga berperan dalam
perkataan yang lain.

Wahai saudara, kamu adalah pikiranmu, adapun sisanya kamu hanyalah


tulang dan daging.
Sehingga kau adalah kecerdasanmu, sisanya hanyalah tutup, jangan
rugikan dirimu, jangan sibukkan dirimu dengan yang sia-sia.

Dan kemudian, ketika wujud hamba yang telah fana di dalam Allah
ternyatakan, adalah benar bagi sesuatu untuk disifatkan kepadanya dan bagi
Allah untuk menjadi pendengarannya, pandangannya, lidahnya, tangannya
dan kakinya. Sehingga Dia meliputi seluruh inderawinya dan organya dengan
Huwwiyah-Nya bersesuaian dengan makna yang layak untuk-Nya. Dan hal
ini, atau wujud Allah dalam pendengaran dan penglihatan hamba dan peliputan-
Nya akan seluruh inderawi dan organ tubuhnya, adalah hasil dari cinta yang
berhubungan dengan sunnah ( hubb al nawafil) dan kedekatan yang diperoleh
melaluinya pada perjalanan yang dilakukan oleh sang pecinta, didalamnya suluk
menjadi prioitas atas tarikan Ilahi (jadzbah Ilahi) dan fana mendahului baqa,
karena Allah menyatakan diri-Nya di dalam nama Al Batin dan menjadi organ
penglihatan/pemahaman bagi hamba yang merupakan lokus tajalli.

Adapun bagi cinta yang berhubungan dengan ibadah wajib, iu adalah


bahwa Allah mesti mendengar melaluimu, dalam hal itu sang pelihat adalah
Allah, dan kamu adalah organ penglihatan-Nya, dan melihat melaluimu. Namun
cinta yang berhubungan dengan ibadah sunnah, atau hasilnya, adalah kamu
melihat dan mendengar melalui-Nya, dalam hal itu Allah adalah organ
penglihatanmu.
Sehingga kamu melihat melalui ibadah sunnah sesuai dengan takaran
kesiapan lokus tajalli, yaitu dirimu, karena Allah telah menyatakan diri-Nya di
dalam dirimu melalui sifat mendengar, melihat dll—karena tajalli-Nya, sesuai
dengan apapun sifat kemungkinannya, selalu bersesuaian dengan takaran kesiapan
lokus tajalli, bukan tentang Apa/Siapa Dia dalam diri-Nya sendiri, sebab hal itu
tidak dapat diliputi oleh lokus apapun dan tidak juga dapat direngkuh oleh tempat
manifestasi apapun. Dan Dia melihat melalui ibadah wajib setiap objek
penglihatan, tanpa satu pun dikhususkan atas yang lain, sebab sang pelihat dalam
kasus ini adalah Allah, dan efek peliputan-Nya menembus organ. Jadi
pahamilah!!!

19
VI. INTISARI HIKMAH HAQQIYAH DALAM SABDA ISHAQ AS

Karena wilayah imajinasi terbatas (khayali muqayyad) adalah sebuah gambaran


dan contoh tentang Alam Permisalan Mutlaq (mitsali mutlaq), dan karena setiap
orang mengalami alam ini, maka setiap orang dapat menemukan caranya kepada
Yang Mutlaq melalui mengamati yang relatif. Melalui melihat karakter cabang dia
dapat mencapai akarnya. Karena itu Syeikh tidak mengacu kepada Alam
Permisalan Mutlaq, namun membatasi dirinya untuk menyebutkan bidang
imajinasi. Dia berkata, Ketahuilah bahwa alam imajinasi, yaitu sebuah derajat
yang meliputi seluruh imajinasi yang dapat mengambil bentuk di dalam daya
khayal (al quwwat mutakhayyilah) yang berdekatan dengan derajat manusia dan
dalam khayalan apapun-sebuah derajat yang disebut juga ‗derajat alam permisalan
terbatas‘, persis sebagaimana Alam Imajinasi Mutlaq adalah seperti arus yang
merupakan cabang dari sungai besar, adalah bidang yang meliputi dan
mengandung segalanya yang maujud dalam dunia lahiriah dan setiap yang
tiada, sebab ia memiliki kekuatan yang mewakili keduanya. Dan keseluruhan
itu –yaitu bidang imajinasi dan bentuk-bentuk yang nampak di dalamnya—
adalah benar dan berhubungan dengan hakekat/realitas dan terbagi ke dalam 2
jenis: satu jenis di dalamnya gambaran berhubungan kepada bentuk di dunia
lahir, atau dalam bidang lahiriah kepada bidang imajinasi: dan ini disebut kasyaf,
dan jenis lainnya di dalamnya ia tidak berhubungan dengan apapun. Dalam
yang terkahir inilah terjadi penta‟wilan.

Dan manusia disini, atau dalam ilmu tentang jenis kedua di atas tentang
mimpi dan ru‘yat, terbagi dua jenis:yang mengetahui/yang mengenal, yang
mengenal apa yang Allah maksudkan melalui gambaran yang dilihat, dan yang
belajar , yang tidak mengetahui, namun memiliki kemauan keras dan kapasitas
untuk meningkatkan derajat ilmunya. Yang mengetahui adalah benar dalam
ru‟yatnya, yaitu ia memberikan ru‘yat haknya; dan yang belajar menganggap
ru‟yat itu benar, yaitu dia mengambil gambaran yang terlihat sebagai benar dan
berhubungan dengan realitas dalam dunia lahiriah, hingga Allah
mengajarkannya apa yang Dia maksud melalui gambaran yang Dia
singkapkan kepadanya dan menyingkapkannya dalam mimpinya, seperti
Ibrahim, ketika dia melihat dalam mimpinya bahwa dia sedang mengorbankan
anaknya, namun itu adalah seekor domba yang nampak dalam bentuk anaknya.
Sehingga dia menganggap ru‘yatnya benar dan tidak menta‘wilkannya, sebab
sesuatu yang diamati oleh Nabi-nabi dan Insan Kamil terjadi dalam Alam Misal
Mutlaq. Dan segala sesuatu yang terjadi di dalamnya adalah wajib benar dan dalam
20
hubungan dengan hakekatnya. Sehingga dia berpikir dia sedang mengamati dalam
dunia itu, dan karenanya dia tidak menta‘wilkannya mimpinya. Karena itu dia
menyangka ru‘yatnya adalah benar hingga Allah mengajarkannya bahwa apa yang
dimaksud melalui bentuk anaknya adalah domba.

21
VII. INTISARI HIKMAH „ALIYAH DALAM SABDA ISMAIL AS

Karena Ismail adalah lokus manifestasi nama Allah Al A‘laa, yang merupakan satu
dari nama Esensi, Syeikh memutuskan menjelaskan dalam hikmahnya dua derajat
yang dimiliki nama ini: Kesatuan Zat dan Kesatuan Keragaman Nama. Karena itu
beliau berkata untuk mengenalkan pokok bahasannya, Wujud Alam—tidaklah
dulu dan kemudian-seperti ucapan Nabi,” Adalah Allah dulu, dan tak satu pun
bersama-Nya”, mengharuskan beragam hubungan (nasab) dalam
Penciptanya, atau nama atau sifat-sifat,dll—apapun yang kamu sukai untuk
menyerunya. Sehingga katakan, karena hal ini tidak perlu diragukan lagi,‘ Tiada
jalan keluar, dalam wujud alam dari hal itu, atau dari aktualisasi keragaman
nama-nama dalam Penciptanya. Dan melalui totalitas hubungan ini dan Nama-
nama dan Kesatuan Keragaman mereka alam pun mewujud, bukan dalam sudut
pandang Kesatuan Zat , sebab Yang Ahad sepanjang Dia adalah Ahad adalah
bukan sumber dari keragaman sepanjang hal itu beragam, sebab tidaklah tepat
mengatakan bahwa mesti muncul dari sesuatu—apapun kemungkinannya—apa
yang berlawanan dalam hakekatnya. Dan jelas bahwa Ahadiyah adalah berlawanan
dengan Keragaman dan Yang Ahad dengan yang banyak, Maka tidak mungkin
bahwa satu di antara mereka mesti berasal dari yang lain. Bagaimanapun, Ahad
dan Keragaman memiliki banyak hubungan, dan keragaman memiliki kesatuan
yang tetap. Sehingga ketika satu di antara mereka menjadi terhubung dengan
yang lain, ini hanyaah dalam konteks mata rantai penghubung.

Sehingga alam dengan segala keragamannya dan kesatuan relatif datang


ke dalam wujud dari Al Badi‘ yang Ahad dalam Zat, atau Ahad dengan
Kesatuan yang hakiki, baginya disifatkan Kesatuan Keragaman dari hubungan
mengacu kepada Nama-nama dan Sifat-sifat, sebab realitas alam menuntut
bahwa hal itu, yaitu kesatuan Keragaman Nama-nama, berasal dari-Nya yaitu Al
Badi‘.

Kemudian alam,andai bukan ia bukan wujud mumkinat, tidak akan


menjadi penerima wujud; namun ia bersifat menerima bagi wujud, sehingga ia
mumkinat. Dan wujud mumkinat adalah baginya wujud dan ketiadaan menjadi
setara. Sehingga supaya eksis, ia memerlukan agen untuk memberikan keunggulan
bagi eksistensinya atas ketiadaannya, sebagaimana penerimaan eksistensi pada
bagiannya sendiri. Sehingga alam tidaklah datang ke dalam wujud kecuali
melalui dua hal: dari kekuatan Ilahi, kepadanya disifatkan apa yang telah
kita sebutkan, yaitu Kesatuan Keragaman Nama-nama dan sifat-sifat untuk
memberinya kekuatan kepada wujudnya atas ketiadaannya, dan dari sebuah
22
penerimaan menuju eksistensi atas bagian alam; andai ia tidak bersifat penerima,
maka ia tidak akan menjadi wujud mumkinat, dan Agennya dan Penciptanya tidak
dapat membawanya ke dalam wujud, sebab apa yang tidak mungkin tidaklah
menerima untuk dibawa ke dalam eksistensi. Karena itu, yaitu karena alam
hanya mewujud disebabkan dua hal, ketika Dia berkata Kun! Yang
menunjukkan bahwa Dia memiliki kekuatan atas sesuatu yang diinginkan, Dia
berkata „terjadilah‟, dalam beberapa tempat seperti ayat,‘Perintah-Nya ketika Dia
menginginkan sesuatu adalah berkata Kun! Dan terjadilah.‘ (QS36:82). Sehingga
Dia mensifatkan kedatangan ke dalam wujud alam menurut penerimaannya.

Salah seorang Sufi telah berkata, "Esensi Nama Al Batin adalah sama
dengan Esensi nama Az Zahir. Dan Si Penerima sama dengan Agen..Sehingga pola
yang tidak diciptakan dari setiap maujud adalah Esensi-Nya. Dan tindakan dan
penerimaan adalah dua tangan-Nya.. Sehingga Dia adalah Agen Aktif dengan satu
tangan-Nya, dan Penerima dengan tangan yang lain. Esensi adalah tunggal, dan
keragaman dibentuk kesan dan gambar—Sehingga tepatlah berkata Dia tidak
pernah membawa apapun ke dalam wujud selain diri-Nya sendiri, dan tak ada satu
pun selain Tajalli-Nya."

Meskipun bentuk-bentuk beragam dalam matamu, ketika kamu melihat


dengan dekat, satu Wujud telah datang berulang kali.
Andai kita memiliki kekuatan dan tindakan, mereka bukan disebabkan kita;
mereka ada karena Dia telah datang nampak melalui kita.

23
VIII. INTISARI HIKMAH RUHIYAH (KESENANGAN RUHANI) DALAM
SABDA YAQUB AS

"Agama di sisi Allah adalah Islam" (QS3:19), dan maknanya, atau makna
harfiah dari kata ‗Islam‘, adalah tunduk patuh.Siapapun memiliki sesuatu yang
dicari darinya dan memenuhi permintaan si peminta dalam apa yang dia cari
adalah „Seorang Muslim‟. Sehingga pahamilah, sebab prinsip ini meliputi
seluruh makhluk (yaitu seluruh makhluk adalah tunduk kepada Allah dan dengan
demikian ‗seorang Muslim‘). Entah mereka menyetujui dan mentaati perintah Ilahi
(atau apa yang Allah ‗cari‘ dari mereka). Adapun perluasan makna prinsip ini
kepada makhluk tersebut yang menyetujui dan patuh dengan perintah Ilahi dan
larangan-Nya, alasannya telah jeas dan tidak memerlukan penjelasan. Namun bagi
mereka yang melawan dan tidak mentaati perintah Allah dan larangan-Nya,
alasannya adalah perintah Ilahi dibagi ke dalam dua jenis: perintah keinginan
(iradi) dan perintah penentuan (taklif). Sehingga jika sebagian orang melawan
perintah Allah dan tidak mentaati perintah Taklif (berdasarkan apa yang
melaluinya Allah mensyari‘atan makhluk apa yang mesti dilakukan atau yang tidak
dilakukan), mereka benar-benar mentaati perintah Iradah (atau apa yang Allah
kehendaki dari mereka). Seroang Sufi telah menyatakan sebagai berikut:‖
Sesungguhnya Allah memiliki perintah untuk melaksanakan kewajiban dan
perintah Ketuhanan. Dengan demikian yang tidak dapat dibantah adalah perintah
Ketuhanan (iradah)." Di antara syair Persia yang menyatakan pada poin ini adalah
sebagai berikut:

Wahai Engkau deminya segala sesuatu yang aku sembunyikan ternyatakan!


Aku benar-benar melawan-Mu hanya untuk mengharap ampunan-Mu.
Aku kumpulkan banyak kesalahan yang telah aku lakukan melawan
perintah-Mu: Namun, bukankah aku telah melaksanakan apa yang Engkau
inginkan?
Kamu berkata,”Lakukan itu!” dan mengikat tanganku; Kamu
berkata:”Lepaskan anak panah!” dan memotong ibu jariku.
Meskipun aku sedang tidak mematuhi perintah-Mu, dalam setiap hal aku
mengikuti Kehendak-Mu

Dan agama ada dua jenis: agama yang diperintahkan oleh Allah, yaitu apa
yang dibawa oleh Nabi, dan agama yang dianggap benar oleh Allah dalam cara
yang sama bahwa Dia menagnggap apa yang telah Dia kirim adalah benar, sebab
tujuan dari agama jenis pertama ini adalah persetujuan dengan apa yang Allah
24
inginkan dari Hukum yang ditetapkan oleh-Nya, yaitu kesempurnaan jiwa dalam
ilmu dan amal. Yang berikutnya adalah penemuan (al ibtida‘) di dalamnya
adalah pujian tentang Allah. Sehingga siapa yang mengamatinya
sebagaimana seharusnya ia diamati, dan mencari ridho Allah, telah mencapai
keselamatan.

Dan perintah Ilahi ada dua jenis: perintah melalui perantara (asbab),
atau perantara nabi dan rasul; sedemikian hingga sepanjang ia adalah sebuah
perintah melalui perantara dan tidak memperhatikan perintah Ketuhanan, ia tidak
memiliki apapun selain bentuk bahasanya, yaitu bentuk perintah; dan sebuah
perintah tanpa perantara. Adalah perintah yang terakhir, perintah Ketuhanan,
yang dinyatakan dengan kata ‗Kun!‖ dan yang berhubungan dengan datangnya ke
dalam wujud dari apa yang memiliki ketiadaan lahiriah namun diketahui dalam
Ilmu Allah. Sehingga inilah perintah yang pembangkangannya tidak dapat
dibayangkan terjadi, sebab adalah tidak mungkin bagi sesuatu yang diinginkan
melawan kehendak-Nya, sebagaimana Dia berfirman,‖ Perintah Kami kepada
‗sesuatu‘, ketika Kami menginginkannya, hanyalah berkata ‗Kun! Maka terjadilah
sebagaimana adanya" (QS16: 41), sementara perintah yang melalui perantara
dapat dibantah¸atau ia dapat dibantah oleh dia yang diperintahkan melakukan
sesuatu. Dan itu terjadi ketika perintah tersebut tidak bertepatan dengan perintah
tanpa perantara.

Persis sebagaimana wujud hamba disebabkan Allah menganugerahi wujud


kepadanya, dalam cara yang sama wujud tindakan juga telah diperintahkan oleh
anugerah-Nya. Jadi sepanjang perintah Ilahi tidak terkait dengan tindakan yang
diperintahkan, maka tidak mungkin bagi hamba untuk mentaati perintah Syar‘i.
Malahan, bagaimana bisa sesuatu yang tidak memiliki wujud sendirinya
menganugerahi wujud kepada maujud yang lain dan membawanya dari ketiadaan
yang tersembunyi kepada terbukanya wujud yang luas? Sahabatku,bacalah ayat
ini,‘ Dan Allah menciptakan kalian dan apa yang kalian lakukan‘ (QS37:96), dan
ketahuilah bahwa wujudmu dan tindakanmu berasal dari Dia Yang Tak
Terjangkau. Jika seseorang bertanya manfaat apa dalam perintah Allah untuk
melakukan sesuatu dan tidak menginginkannya terjadi melaluinya? Kami akan
menjawab bahwa Anjuran adalah satu dari keadaan dari derajat (‗ayn tsabitah)/
pola dasar/esensi yang tetap dari seorang hamba, dan hamba memiliki kesiapan
khusus berhadapan dengan Anjuran yang berlawanan dengan mentaati perintah itu.
Sehingga ‗ayn tsabitah dari hamba meminta Allah sesuai dengan kesiapan
khususnya untuk menentukan baginya untuk melakukan sesuatu kemungkinan
akan apa yang penerimaannya belum Allah tempatkan dalam kesiapannya.
Sehingga Allah menganjurkan hal itu sesuai dengan harapan dari kesiapan khusus,
25
namun Dia tidak ingin hamba mengerjakan apa yang telah diperintahkan, sebab
Dia tahu bahwa dalam hakekatnya dia tidak memiliki kesiapan untuk menerima
sesuatu itu. Dengan demikian Dia mengharapkan dia mengerjakan sesuatu yang
berlawan dengan apa yang telah diperintahkan. Dan manfaat dan hikmah dalam hal
ini adalah pembedaan/pengenalan dia yang telah memiliki kesiapan untuk
menerima perintah darinya yang tidak memiliki kesiapan. Dan Allah Maha
Mengetahui yang terbaik.

Dan apa yang diperintahkan tanpa perantara tiada lain sesuatu yang
tiada dalam alam lahiriah namun diketahui dalam Ilmu Allah dan maujud dengan
Dia yang memerintahkan dalam cara yang khusus (menyangkut ilmu Allah),
bukan apa yang ada (di dunia) sebelum pengeluaran perintah, sebab jelas sekali
tdak mungkin membawanya ke dalam wujud sesuatu yang sudah mewujud. Ini
bertolak belakang dengan apa yang diperintahkan melalui perantara, sebab ini tiada
lain apa yang ada dalam dunia lahiriah, sebab tidak mungkin menentukan perintah
dan larangan bagi apa yang tidak mewujud secara lahiriah.

26
IX. INTISARI HIKMAH NUURIYAH (CAHAYA) DALAM SABDA YUSUF
AS

Karena kilauan cahaya menguasai Alam Misal Mutlaq, disebabkan kedekatannya


dengan Alam Ruh dan Alam Nama dan Sifat di atasnya—persis seperti kegelapan
menguasai bentuk-bentuk alam pertumbuhan dan kehancuran, sebab ia berlawanan
dengan Alam Ruh yang merupakan Alam Nur—dan karena aturannya menyangkut
segala sesuatu yang merupakan antara dua hal adalah bahwa jika terhubung dengan
salah satunya adalah lebih kuat daripada hubungannya dengan yang lainnya maka
ia dilukiskan melalui sisi mana yang mendominasi dan disebut melalui namanya,
Syeikh menyebut hikmah ini dengan nama Nur/Cahaya. Sebab dalam hakekatnya
ia adalah hikmah tentang kilauan cahaya, bukan tentang cahaya murni (Nur), yang
tidak berbeda dari Wujud Allah.

Syeikh menyebut kilauan sebagai ‗cahaya‘ ketika dia berkata ,Nur, atau
yang selain Nur yang sebenarnya, yang merupakan Esensi Allah, tersingkap atau
terlihat dalam dirinya sendiri, dan melaluinya penyingkapan, atau penglihatan
kepada yang lain terjadi. Dan cahaya yang paling sempurna dan menembus
adalah cahaya melaluinya tersingkap atau terlihat apa yang Allah maksudkan
melalui bentuk-bentuk yang terlihat dalam imajinasi di dalam mimpi, yaitu
ilmu tentang ta‟bir; sebab bagi bentuk tunggal nampak dalam imajinasi dari
orang yang berbeda dalam banyak dan beragam makna, disebabkan perbedaan
kesiapan orang tersebut, ketidakcocokkan keadaan jasmani, perbedaan mereka
dalam tempat dan waktu, namun satu dari apa yang dimaksudkan dalam kasus
dia yang telah melihat bentuk.Maka siapa yang menyingkapnya, yaitu makna
yang dimaksud, dan membedakannya dari makna yang lain dan menta‘wilkan
bentuk yang telah terlihat, melalui cahaya yang sempurna dan terpahami tersebut
adalah pemilik cahaya yang paling sempurna. Cahayanya adalah cahaya yang
paling sempurna sebab dia melihat melaluinya apa yang berada dalam
ketidakjelasan yang sangat dan pada batas kebingungan. Dan kami hanya berkata
bahwa suatu bentuk nampak dalam banyak makna karena dalam mimpi seseorang
dari suatu kaum diseru, sehingga dia melaksanakan haji dalam Dunia Lahiriah,
dan yang lainnya diseru sehingga ia mencuri; dan bentuk seruan adalah
satu,¸namun interpretasinya berbeda, disebabkan perbedaan dia yang
melihat bentuk. Dan dalam cara yang sama seseorang yang lain melihat dalam
mimpi bahwa ia diseru, sehingga dia menyeru kepada Allah dengan ilmu
yakin: dan yang lain melihat bahwa ia diseru, sehingga ia menyeru kepada
kesalahan. Ini disebabkan seruan berbagi peranan dengan dua undangan ini dalam

27
seruan demikian; namun berbeda pada pengamat yang diseru disebabkan
perbedaan mereka.

Ketahuilah bahwa segala yang nampak dalam alam lahiriah adalah seperti
apa yang nampak dalam tidur. Namun manusia lalai akan penglihatan realitas dan
makna yang diliputi oleh bentuk di dunia, persis seperti Nabi SAW berkata,‖
manusia tertidur, dan ketika mereka mati, mereka terjaga.‖ Dan persis seperti
Kaum Arif melalui ta‘bir apa yang dimaksud oleh bentuk yang tersaksikan di
dalam mimpi, sehingga mereka tahu hakekat sesuatu juga mengetahui apa yang
dimaksud oleh bentuk-bentuk yang nampak dalam dunia zahir. Karena itu dia
melewati mereka (bentuk-bentuk) kepada makna mereka. Sehingga ketika seorang
Arif melihat sebuah bentuk atau mendengar ucapan, atau ketika makna masuk ke
dalam hatinya, dia menarik kesimpulan dari mereka akan hakekat mereka dan tahu
apa yang Allah maksud melalui mereka. Atas alasan ini telah dikatakan,‖
Sesungguhnya segala apa yang terjadi di dunia/alam semesta adalah utusan dari
Allah (rasulullah) kepada hamba untuk menyampaikan pesan. Dia memahami
mereka yang memahami mereka, dan dia berpaling dari mereka yang bodoh akan
mereka (pesan-pesan tersebut)‖ Allah berfirman:‖ Berapa banyak ayat ada di langit
dan di bumi yang mereka lalui, sedang mereka berpaling darinya (QS12:105)‖,
disebabkan kurangnya pemahaman mereka dan durasi waktu lalai mereka.

28
X. INTISARI HIKMAH AHADIYAH DALAM SABDA HUD AS

Karena Hud dikuasai oleh musyahadah akan Kesatuan Keragaman dari


Rububiyah, sebab ia mengamati arahan Rabb tunggal dalam beragam abdi
(marbubat) yang merupakan lokus tajalli-Nya, hikmah Kesatuan (Ahadiyah)
ditetapkan demi ucapannya.

Akhir jalan yang ditempuh oleh pengembara, entah fisik atau ruhani,adalah
kesuruhannya pada sisi Allah, dan Allah adalah akhir mereka. Ini disebabkan
karena Allah meliputi segalanya dalam wujud dan ilmu dan meliputi segalanya
dengan ‗kebersamaan /ma‘iyyah‖ berhubungan dengan Zat-Nya dan murni dari
hulul, ingkarnasi dan pembagian dan seluruh apa yang tidak pantas dengan
Keagungan-Nya, Dia adalah akhir dari setiap jalan dan tujuan setiap orang yang
bertaqwa. Dalam Al Quran Dia menambahkan setelah firman-Nya,‘ Dan Engkau
menunjuki jalan yang lurus, milik-Nya segala apa yang di langit dan di bumi
dengan ayat ‗kepadanya kembali segala urusan? (QS42:52-53) Maka Dia
mengumumkan bahwa akhir segalanya adalah Allah. Dan segalanya berjalan di
atas jalan lurus, entah perjalan ruhani atau fisik sesuai sang penempuh jalan. Dan
Allah adalah akhirnya, sebab,‘kepada Allah segala perjalanan‘.

Sehingga setiap mereka, yaitu setiap jalan, adalah jalan yang lurus,
namun tiada pujian dalam hubungan-Nya yang tak terbatas dimana seluruh
perbedaan dihilangkan, seperti kebersamaan-Nya yang tak terbatas dan penemanan
seluruh wujud, Kelurusan jalan-Nya yang tak terbatas, fakta bahwa seluruh Jalan
tanpa batasan mengarah kepada-Nya dalam sudut pandang peliputan-Nya yang
serba menyeluruh, dan perhatian Zat-Nya dan sifat-Nya yang tak terbatas kepada
seluruh makhluk—sebab sungguh tiada perbedaan perhatian-Nya dalam
menciptakan Arasy dan Pena Tertinggi pada satu tangan dan perhatian-Nya kepada
penciptaan seekor semut pada tangan yang lain dalam sudut pandang Kesatuan
Zat-Nya dan dalam sudut pandang tindakan memperhatikan. Dia berfirman,‖ kamu
tidak akan melihat dalam ciptaan Ar Rahman suatu perbedaan apapun (QS67:3)‖.
Dan ini juga adalah kasus akan ‗kebersamaan‘ dan ‗penemanan‘ oleh Zat, sebab
Dia meliputi ‗segaa sesuatu dalam rahmat dan ilmu" (QS 40: 7). Dan disini
Rahmat-Nya adalah wujud-Nya, sebab adalah eksitensi itu sendiri yang dimiliki
makhluk dengan mengenyampingkan perbedaan dan keragaman. Dan ilmu-Nya
pada alam Kesatuan Zat tidaklah berbeda dengan Zat-Nya, tidak juga dibedakan
darinya, sebab disini tiada keragaman dalam segala hal apapun.

29
Karena itu jika ditetapkan bahwa Dia adalah tujuan seluruhnya, akhir setiap
jalan dan bersama degan segala sesuatu, dan bahwa Dia meliputi secara lahir dan
batin aspek segala sesuatu, manfaat tidaklah menjadi umum, tidak juga
kebahagiaan menjadi sempurna, manfaat hanya nampak sesuai dengan perbedaan
derajat dan maqam, perbedaan arah tujuan, dan ketidakcocokkan di antara
makhluk yang Dia seru dan menarikmu. Karena itu Allah menyeru kita untuk
menyembah-Nya sesuai dengan jalan yang menghubungkan kita kepada
kebahagiaan khusus kita—yang merupakan pencapaian keselamatan dan derajat
yang tinggi—bukan setiap jalan, sebab dengan pasti meskipun setiap jalan akan
membimbing kita kepada-Nya sesuai dengan salah satu Nama—dalam satu aspek,
setiap Nama adalah sama dengan Yang Dinamakan—ini tiada membawa
kebahagiaan; sebab Nama-nama berbeda dalam sifat dasarnya dan pengaruhnya.
Bagaimana ‗Dia Yang Memberi Mudarat‖ dibandingkan dengan ‗Dia Yang
Memberi Manfaat‘, atau ‗Yang Memberi‘ dengan ‗Yang Menahan‘? Dan
bagaimana ‗ Yang Menuntut Balas‖ dibandingkan dengan ‗Yang Maha
Mengampuni‘, atau ‗Maha Lembut Dermawan‘ dengan ‗Maha Menaklukkan‘?

Dan inilah, yaitu jalan yang membawa kita kepada kebahagiaan kita, yang Dia
tentukan bagi kita melalui lidah Nabi.

Sehingga mengacu kepada yang pertama disebutkan, bahwa Dia adalah


akhir dari setiap tujuan dan meliputi segalanya,‘ Rahmat-Nya meliputi
segalanya" (QS7:156); dengan demikian hasil yang didapat dan masalah
puncaknya adalah Kebahagiaan, dimanapun kemungkinan hamba berada,
entah di Surga atau Neraka. Dan karena seseorang mungkin membayangkan bahwa
Kebahagiaan untuk mencapai Surga dan berbagai derajatnya—maka bagaimana
bisa akhir seseorang akan di Surga, ketika sebagian mereka selamanya kekal dalam
Neraka?—Syeikh mengeneralisir pernyataannya dengan berkata, dan itu, yaitu
kebahagiaan, dicapai dengan yang berkesesuaian dengan keadaan jasmani
seorang hamba, entah itu derajat Kebahagiaan atau derajat Api Neraka.

Rahmat Alalh ada dua jenis:pertama adalah Rahmat Mutlaq dari Zat Ilahi,
‗rahmat pemberian umum/tanpa alasan‘ (imtinan), dan ini adalah rahmat yang
‗meliputi segalanya (QS7:156)‘. Dari rahmat ini asal setiap pemberian yang
diberikan tanpa diminta, tanpa memerlukan wujud, dan tanpa disebabkan wujud si
penerima atau hasil dari kebaikan hati secara tetap di dalam dirinya atau sebuah
hasil tindakan ridho Ilahi, sebagai contoh karunia yang diterima di Surga oleh
manusia tertentu sesuai dengan rahasia secara umum yang dikenal sebagai
‗pertolongan/inayah‘ dan mengacu kepada hadits Nabi yang mengatakan bahwa
tetap akan ada tempat kosong di Surga yang akan Allah isi dengan makhluk-Nya
30
yang tidak pernah melakukan kebaikan apapun, untuk melaksanakan keputusan
Dia sebelumnya dan firman-Nya (dalam Hadits),‘ Kepada masing-masing kalian
(Surga dan Nereka) penuh.‘

Rahmat yang lain mengalir dari Rahmat Zat-Nya namun terpisah darinya
melalui kondisi tertentu, termasuk ‗Syariat/ketentuan‘ mengacu kepada firman-
Nya‘Rabb mu telah menetapkan bagi diri-Nya Rahmat (QS6:54) dan ‗Aku akan
menetapkan rahmat bagi mereka yang bertaqwa‘ (QS7:156). Sehingga ia terbatas
dan bersyarat atas tindakan tertentu, keadaan dll.

Syeikh mengacu kepada dua jenis rahmat ini dengan ucapannya, dan di
antara manusia yang mendapatkan rahmat dari murni pemberian dan
bantuan semata tanpa tindakan yang mendahului yang memerlukannya atau amal
yang akan menariknya; sebaliknya melaluinya dia memperoleh kekuatan untuk
melaksanakan seluruh tindakan dan amalnya. Dan di antara mereka dia yang
mencapainya dalam sudut pandang kewajiban, atau dalam sudut pandang ia
menjadi kewajiban kepada Allah, sebab Dia telah mewajibkan diri-Nya untuk
mensyukurinya sebagai balasan bagi amal yang telah Dia tetapkan/syariatkan.
Namun ini juga adalah pemberian kemurahan hati, sebab hamba diwajibkan untuk
mentaati tuannya dan melaksanakan perintahnya. Sehingga ketika dia
mencurahkan dirinya sendiri untuk memberi sesuatu sebagai balasan, itulah rahmat
dan pemberian kemurahan hati kepada hamba. Syeikh mengacu hal ini dengan
ucapannya,‘ Dan dia memperoleh alasan dalam mendapatkannya, yaitu alasan
untuk mendapatkan ‗rahmat dari kewajiban‘, yang merupakan kewajiban itu
sendiri, dari murni bantuan kemurahan hati.

Namun bagi hamba yang bertaqwa, baginya Allah tetapkan rahmat,


sebagaimana Dia berkata,‘Aku akan tetapkan rahmat bagi mereka yang bertaqwa‘,
¸dia memiliki dua keadaaan: yang pertama adalah sebuah keadaan di
dalamnya dia adalah sebuah pelindung bagi Allah dari suatu keburukan , dan
dari ketidaksempurnaan, melalui pensifatan (keburukan itu) kepada diri mereka
sendiri, bukan kepada-Nya. Dan ini diharuskan melalui pemahaman hakekat
sesuatu, sebab keburukan dan kejelekan adalah seluruhnya efek dari ketiadaan
yang berhubungan dengan hamba, maujud mumkinat yang menerima wujud. Dan
yang kedua suatu keadaan dimana Allah adalah pelindung bagi dia dari
pensifatan pujian kepada dirinya sendiri, sebab dia mensifatkan kebajikan, pujian
,keindahan dan kesempurnaan kepada Allah. Sehingga Dia adalah pelindung
baginya dari pensifatan hal tersebut kepadanya yang benar-benar tidak terikat
hakekat individunya, sebab mereka adalah masalah ketuhanan, dan Wujud milik

31
Allah dalam hakekatnya. Dan itu, atau Allah menjadi pelindung baginya, adalah
jelas, sebab ia berkaitan dengan Wujud yang secara jelas kembali kepada-Nya.

32
XI. INTISARI HIKMAH FATIHIYAH (PEMBUKAAN ILAHIYAH)
DALAM SABDA SALIH AS

Karena realitas memerlukan dan ilmu tentang mereka sebagaimana adanya


dalam diri mereka sendiri menuntut hasil tersebut, entah di dalam pikiran atau
dunia lahiriah, hanya dikeluarkan dari keganjilan urutan angka, dan karena
angka tiga adalah angka ganjil pertama, karena keganjilan biasanya diartikan
bahwa angka yang dapat dibagi lagi ke dalam keseluruhan angka namun tidak
dapat dibagi ke dalam 2 bagian yang sama, sementara angka 1 tidak dapat dibagi
lagi ke dalam keseluruhan angka; Allah membawa limpahan wujud kepada
dunia dari tiga hal: Zat-Nya, kehendak-Nya dan ucapan-Nya. Dan Realitas,
huwwiyah-Nya dalam tiga bagian ini,‖ Perkataan Kami kepada sesuatu, ketika
Kami menghendakinya, adalah dengan berkata Kun!, dan terjadilah"
(QS16:40), dengan demikian mengacu kepada Zat dalam tiga tempat (‗Kami‖ dan
‗milik Kami‘), kepada Iradah/kehendak dalam satu tempat (keinginan) dan kepada
Perkataan dalam dua tempat (‗Perkataan‘ dan ‗berkata‘).

Dan jangan biarkan kombinasi premis dalam pemikiran filsafat


menghijabmu dari menyatakan apa yang kami beritahukan tentang keganjilan
menjadi harus bagi sebuah hasil untuk dicapai, meskipun premis adalah terbuat
dari empat bagian, yaitu subjek dan objek dari setiap 2 premis, sebab dalam
realitasnya mereka tiga, karena ada satu yang sama dari empat, yaitu di
tengah-tengah, diulang dalam dua premis. Sehingga pahami hal ini. Karena itu
tetap benar untuk berkata bahwa ia adalah triplisitas yang membawa hasil,
entah dalam pikiran atau dunia lahiriah. Dan dunia adalah hasilnya, tanpa
keraguan.

33
XII. INTISARI HIKMAH HATI DALAM SABDA SYUAIB AS

Ketahuilah bahwa hati, adalah hatinya kaum Arifbillah, sebab hati selain dia
tidaklah disebut hati dalam terminologi Sufi, kecuali hanya dengan cara metafora,
sebagimana dikatakan:

Hati adalah jendela kepada Rabb: mengapa engkau menyebut rumah iblis
sebagai hati?
Apa yang kamu sebut hati secara metafora—pergilah dan lemparkan kepada
anjing!

Dan aku katakan arifbillah, sebab hati yang mengenal nama Tuhan yang lain
tidaklah memiliki keserbameliputan yang akan disebutkan sebentar lagi. Nama
‗Allah‘ adalah Ahadiyat Al Jami‘ dari seluruh Nama Ilahi. Sehingga setiap hati
yang tahu hanyalah tahu seluruh Nama. Namun tiada pengenal Nama yang lain
mengenal nama ‗Allah‘, sebab ilmu tentang Nama-nama ini tidaklah mewajibkan
ilmunya. Menyangkut hati demikian puisi telah berkata,

Inilah mutiara dari Lautan Keakraban, bukan hati, limpahan mata air
Keagungan Ilahi, bukan hati
Cerita telah menjadi panjang dan kata-kata pun habis: ia adalah jumlah
rahasia Allah, bukan hati

Meskipun ia, yaitu hati, datang ke dalam wujud melalui rahmat Allah, ia lebih
luas dari rahmat Allah, sebab Allah telah memberi tahu kita bahwa hati
hamba yang beriman merengkuh-Nya, sebab Dia berkata melalui lidah nabi,‖
Tidak bumi-Ku tidak juga langit-Ku mampu merengkuh-Ku, namun hati hamba-
Ku yang beriman benar-benar merengkuh-Ku.‘ Berlawanan dengan rahmat-Nya
tidak merengkuh-Nya, sebab pengaruhnya hanya terjadi atas wujud
sementara. Dan iniah masalah yang mengagumkan, jika kamu mengerti!

Ketika Allah—sebagaimana dikabarkan dalam beberapa hadits—mengalami


perubahan konstan akan bentuk pada hari Kebangkitan yaitu bentuk-bentuk
keimanan manusia sesuai dengan penerimaan dan kesiapan mereka, meskipun
dalam diri-Nya sendiri Dia tidak berubah dari apakah Dia dalam sudut
pandang diri-nya sendiri, maka hati yang menerima tajalli bagi Dia adalah
seperti tempat air. Air mengambil bentuk sesuai dengan bentuk wadahnya,
meskipun dalam dirinya sendiri ia tidak berubah dari realitas hakekatnya.
34
Sehingga pahamilah isyarat yang telah kami sebutkan, agar engkau paham
keadaan Dia yang diisyaratakan, persis seperti air tiada memiliki bentuk dalam
dirinya melaluinya ia dikenal—malahan, ia mengambil bentuk wadahnya—dalam
cara yang sama Allah, Yang Mutlak, tiada memiliki bentuk khusus dalam Zat-Nya
berdasarkan kepada apa Dia menyatakan diri-Nya sendiri. Sebaliknya, Dia
menyatakan diri-Nya dalam bentuk hamba yang menerima tajalli, sebab tajalli
hanya turun kepada lokus penerimanya sesuai dengan kesiapan dan penerimaan
ontologis mereka. Demikian juga kesiapan mereka di dalam bidang eksistensi
objektif hanyalah hasil dari kesiapan Kegaiban mereka dan bukan buatan dalam
derajat ontologis dari Pengetahuan Zat akan diri-Nya sendiri. Sehingga kapanpun
sebuah lokus pada bidang eksistensi objektif menerima tajalli, ia hanya
mencapainya dalam bentuk wujud tetap dan abadinya (‗ayn tsabitah).

Tajalli Allah mengikuti keimanan seseorang, dan keimanan seseorang


mengikuti kesiapan ontologis pribadi, dan kesiapan ontologis pribadi bersesuaian
dengan kesiapan batin universal, yang merupakan sifat ‗ayn tsabitah dari mereka
yang menerima tajalli. Dan ‗ayn tsabitah adalah limpahan (fayd) Pancaran Yang
Paling Suci, yang merupakan tajalli Zat dalam bentuk dan kesiapan model (‗ayn
tsabitah). Dan disini terdapat perbedaan besar, bagi sebagian model adalah bentuk
dari Nama-nama khusus, dengan perbedaan derajat mereka; sebagian mereka
dalam bentuk Nama-nama universal dengan segala perbedaannya juga; dan
sebagian adalah bentuk dari Nama yang meliputi seluruh yang khusus dan
universal.

Sehingga Allah memiliki 2 tajalli: satu adalah tajalli batin dari Zat, yang
merupakan pancaran ‗ayn tsbaitah bersamaan dengan kesiapan umumnya—dan
tiada keraguan bahwa ruang lingkup dan kapasitas milik kesiapan lokus tajalli
bersesuaian dengan ruang lingkup dan kapasitas ‗ayn tsabitah. Dan yang kedua
adalah tajalli ontologis dan nyata, yang mengikuti kesiapan, arah dan ruang
lingkup lokus tajalli.

Dan karena keimanan beragam-ragam, dan kesiapan juga berbeda, kapanpun


Allah menyatakan diri-Nya, setiap orang yang membatasi Dia kepada bentuk dari
sebuah gambaran khusus akan menyangkal-Nya jika berbeda dari bentuk itu.
Sedangkan siapapun yang membebaskan Dia dari batasan satu bentuk selain dari
yang lain—seperti Insan Kamil dan kaum arif—tidaklah menyangkal-Nya dalam
bentuk apapun dari tajalli. Malahan, dia memuji-Nya sebagaimana semestinya dan
melaksanakan ibadah yang layak bagi maqam-Nya, sebab tajalli Alah tiada
memiliki akhir padanya kaum arif dan pemahaman arifbillah mungkin berhenti.

35
Gunakanlah surban, rok atau jubah! Demi ayahmu, hal itu akan meningkatkan
cintaku!

Tidakkah engkau lihat bahwa Allah “setiap saat berada dalam


kesibukan" (QS55: 29)? Dalam cara yang sama, hati secara konstan
mengalami perubahan bentuk sesuai dengan perubahan bentuk-Nya dalam
keadaan kesadarannya. Dengan demikian Dia berkata,” Sesungguhnya
didalamnya; yaitu Al Quran, terdapat peringatan bagi dia yang memiliki hati
(QS50:37) yang mengaami perubahan bentuk sesuai dengan perbedaan bentuk dan
sifat-sifat. Dia tidak berkata,‟ yang memiliki akal‟, sebab akal menjadi
terbatasi sesuai dengan keimanan khusus, sehingga Realitas Ketuhanan—Yang
Tak Terbatas—menjadi terbataskan dalam hal yang ia lihat, berlawanan dengan
hati, sebab ia memiliki lokus bagi beragam tajali dari Martabat Ilahiyah dan
Rububiyah dan karena ia mengalami perubahan bentuk sesuai dengan bentuk-
bentuk tajalli Ilahi ini, ia mengingat ketiadaan terlupakannya sebelum ia muncul
dalam derajat fisik dan elemental, dan ia menemukan disini apa yang telah hilang,
sebagimana Nabi,‖hikmah adalah untanya kaum beriman yang tersesat.‖ Maka
pahamilah!

36
XIII INTISARI HIKMAH KEKUASAAN DALAM SABDA LUTH AS

Allah berkata,”Allah adalah Dia yang menciptakanmu dalam keadaan lemah


kemudian Dia menetapkan setelah kelemahan kekuatan, dan setelah
kekuatan kelemahan" (QS30:54). Sekarang kelemahan pertama tanpa
perdebatan adalah kelemahan keadaan jasmani dalam pemahaman kaum elit
dan umum (kaum Sufi dan Kalam). Dan kekuatan setelahnya, atau setelah
kelemahan awal, adalah kekuatan jasmani, dalam tambahan pemahaman kaum
Sufi adalah kekuatan keadaan spiritual (hal), yang memberikan manusia
kekuatan untuk menjelankan kehendak bebas dan dominasi (pemberian jejak) di
dunia melalui kemauan keras (himmah).

Dan kelemahan kedua adalah keadaan jasmani, kepadanya ditambahkan


dalam pemahaman kaum Sufi kelemahan yang diperoleh melalui ilmu, atau
ilmu tentang Allah, yang melemahkannya dan mengeluarkannya dari kekuatan
aksidentalnya dan mengembalikannya kepada kelemahan alaminya, hingga ia
bergabung dengan tanah yang merupakan asalnya. Sehingga ia tidak memiliki
kekuatan atas apapun, dan dia menjadi dirinya sendiri dan esensi pribadinya
sendiri,tanpa memperdulikan Sifat Uluhiyah dalam dirinya, dalam pandangannya
seperti bayi yang masih menyusu dengan ibunya, yang memberinya makan dan
merawatnya, kaum Sufi menganggap hubungan yang sama antara Wujud Al Haq
dan Rabb Mutlak.

Dan karena itu, disebabkan kelemahan yang dihasilkan dari imu tentang
Allah dan kurangnya kekuatan untuk menjalankan kehendak bebas atas segala
sesuatu, Luth berkata,‖ Andai aku memiliki kekuatan atasmu‘, yaitu Andai aku
memiliki kekuatan dalam bentuk kemauan kuat dengannya melawan dan
menentangmu,‘ atau dapat berlindung dalam tiang yang kokoh‟ (QS11:80),
maknanya ‗pilar yang kokoh‘ berdasarkan ta‘wil kaum Khusus adalah kaum yang
kuat, yang menaklukkan musuh-musuh. Dan Nabi berkata, menunjukkan apa
yang dimaksud Luth dengan ‗tiang yang kokoh‘ sesuai dengan ta‘wil,‖ Allah
memberikan Rahmat kepada saudaraku Luth. Dia berlindung dalam tiang
yang kokos‟, bermakna „kelemahan yang dihasilkan dari ilmu‟, yaitu melalui
ucapan ini beliau menunjukkan kelemahan yang telah menguasai Luth disebabkan
ilmunya tentang Allah, sebab dia pertama yang menunjukkan simpatinya melalui
doa untuk mendapatkan rahmat, dan mengatakan kelemahan dan
ketidakmampuannya. Kemudian beliau menghubungkan Luth kepada dirinya
sendiri melalui persaudaraan, yang menunjukkan bahwa Luth berbagi dengan Nabi
dalam kelemahan ini, yang nampak jelas ternyatakan dalam ayat berikutnya.
37
Sehingga „pilar yang kuat‟ adalah Allah yang mengaturnya dan
memeliharanya.

38
XIV. HIKMAH TAQDIR DALAM SABDA UZAYR AS

"Milik Allah hujjah yang mengalahkan/menentukan" (QS6:149) terhadap


makhluk-Nya, sebab mereka diketahui oleh Allah; dan yang diketahui,apapun
kemungkinannya, memberikan kepada yang mengetahui ilmu, siapapun dia ,
atau membuatnya melihat hakekat sebenarnya, dalam esensinya sendiri dalam
derajat yang terjadi demi seluruh keabadian dan kesiapan, dan pengihatan itu
adalah ilmu. Dan ilmu tiada memiliki efek kepada apa yang diketahui, dalam
makna bahwa ia penyebab di dalam yang diketahui yang berada diluar esensinya
sendiri; lebih lanjut, ia mengikuti yang diketahui, dan penilaian menyangkut yag
diketahui akan tunduk kepadanya. Sehingga tiada penilaian oleh yang
mengetahui menyangkut yang diketahui kecuali bersesuaian dengannya yaitu
sesuai dengan yang diketaui dan apa yang ia perlukan dalam sudut pandang
kesiapan khusus dan umum. Karena itu Allah tidak menetapkan kekafiran dan
pembangkangan kepada makhluk melalui diri-Nya sendiri. Malahan, Dia
menetapkannya disebabkan keperuan esensi tetap (‗ayn tsabitah) mereka dan
disebabkan pencarian mereka melalui lidah kesiapan dimana Dia menjadikan
mereka kafir dan membangkang, persis seperti esensi individual dari anjing yang
memerlukan bentuk seekor anjing dan ia dianggap kotor secara adat. Dan inilah
rahasia yang mendalam dari taqdir.

Sekarang jika kamu bertanya, "esensi dan kesiapan ,mereka adalah pancaran dari
Allah; karena itu Dia telah menjadikan mereka seperi itu‖; Aku akan
menjawab,‘esensi tidaklah diciptakan, mereka adalah bentuk terpahami milik
Nama-nama Ilahi yang tidaklah terkemudian kepada Allah kecuali pada derajat
realitas mereka sendiri, namun bukan dalam sudut waktu. Sehingga mereka abadi,
ini bermakna bahwa mereka lebih terkemudian dari Dia pada derajat realitas
mereka sendiri.‘

Ketahuilah bahwa setiap rasul adalah seorang nabi, dan setiap nabi
adalah wali; sehingga setiap rasul adalah wali. Sehingga rasul adalah derajat
tertinggi, karena mereka menggabungkan 3 derajat, kemudian nabi, karena mereka
menggabungkan 2 derajat. Namun derajat kewalian mereka lebih tinggi dari
kenabian mereka, dan kenabian mereka lebih tinggi dari kerasulan, sebab kewalian
mereka adalah aspek Ketuhanan mereka, sebab mereka fana di dalam Allah; dan
kenabian mereka adalah aspek kemalaikatan mereka, sebab melaluinya datang
hubungan mereka kepada Alam Malakut, darinya mereka menerima pewahyuan;
dan kerasulan mereka adalah aspek kemanusiaan mereka, yang berhubungan dan
mengadakan kontak dengan dunia manusia.
39
Syeikh menulis, "Ketika kamu mendengar dari seseorang ahlullah, bahwa
kewalian lebih tinggi dari kenabian, dia tidak bermaksud yang lain dari yang kami
telah jelaskan,‖ yaitu kewalian nabi lebih tinggi dari kenabiannya.Atau jika dia
berkata bahwa wali berada di atas nabi dan rasul, maka sesungguhnya dia maksud
dalam orang yang sama‘. Ini karena rasul dalam sudut pandang dia menjadi
seorang wali juga adalah lebih sempurna dari dia menjadi seorang nabi atau rasul,
bukan seorang wali yang lain lebih tinggi dari nabi atau rasul. Jadi kewalian
Muhammad SAW lebih tinggi dari kenabian Muhammad SAW dan kerasulan
Muhammad SAW.

40
XV. INTISARI HIKMAH KENABIAN DALAM SABDA ISA AS

Di antara sifat ruh, yang merupakan nafas Ar Rahman yang memiliki kehidupan
sebagai satu sifat mendasarnya, adalah ia tidak pernah melewati/mengenai
sesuatu di antara penerimanya dan ia tidak pernah menyentuh sesuatu dengan
bentuknya yang berhubungan dengan Alam Misal tanpa sesuatu itu menjadi
hidup. Namun ketika sesuatu itu menjadi hidup, kekuatan pemberian bebas
ruh akan bersesuaian dengan penyusun jasmani dan kesiapannya, bukan
berdasarkan ruh itu sendiri, sebab ia teramat suci dan tiada memiliki ketetapan
yang tetap atau aspek yang khusus. Sehingga jika sesuatu itu memiliki susunan
jasmani yang harmonis siap menerima kehidupan, maka seluruh sifat kehidupan
termasuk sensasi dan gerakan akan nampak di dalamnya sesuai penyusun jasmani
yang khusus. Dan jika tidak, meka sebuah jejak kehidupan akan nampak di
dalamnya, sesuai dengan bentuknya, seperti lenguhan anak sapi yang segera akan
kami jelaskan.

Tidakkah engkau lihat bahwa nafas Allah (nafkh), atau peniupan ruh
Allah, ke dalam tubuh membuat sempurna dan siap menerima peniupan ruh,
meskipun wujud murninya akan karakter tubuh tersebut dan peninggian derajat
ontologisnya dalam dirinya dan fakta bahwa ia terletak pada sebuah derajat
dimana ia melampaui batasan oleh sifat-sifat, bagaimana kehendak bebasnya,
atau pemberian bebas ruh di dalam tubuh yang telah ditiupkan tersebut
,merupakan perluasan kesiapan tubuh itu yang ditiupkan kepadanya dan
penerimaannya, bukan sesuai dengan ruh itu sendiri? Tidakkah engkau lihat
bagaimana Samiri, ketika dia paham efek ruh atas apa yang mereka lewati
dan sentuh, ‘mengambil’ segenggam tanah dari jejak Rasul" (QS 20:96),yaitu dari
jejak Ruhul Amin, atau Jibril As sebuah bentuk amtsal tertampakkan di atas Buraq,
yang juga merupakan sebuah ruh yang nampak dalam bentuk amtsal? Sehingga ruh
mempengaruhi tanah yang telah ia lewati, menjadikan kehidupan melewatinya, dan
Samiri tahu hal ini melalui cahaya batinnya dan kekuatan kesiapannya. Sehingga ia
mengambil segenggam tanah dari jejaknya dan melemparkannya ke dalam bentuk
Anak Sapi yang terbuat dari perlengkapan manusia. Sehingga anak sapi
melenguh setelah datang ke dalam kehidupan (QS7:148), dan itulah hasil dari
kesiapan penyusun jasmaninya, yang mengikuti bentuk anak sapi. Dan andai dia
bentuk binatang yang lain,suara yang sesuai dengan bentuk itu akan disifatkan
kepadanya.

41
XVI .INTISARI HIKMAH RAHMANIYAH DALAM SABDA SULAIMAN
AS

Karena dia, atau Bilqis, secara tulus milik/sesuai kepadanya(Sulaiman), dimana


dia taat dan beriman kepadanya, tanpa memperhatikannya, Bilqis berkata kepada
kaumnya tentang surat Sulaiman ketika Hudhud melemparkannya kepadanya,
dan dia menunjukkan kepada mereka (QS27: 29), dengan tujuan menyatakan
kekuatan perhatiannya dan memainkan kehendak bebas dengannya di antara
mereka supaya mereka mentaatinya, bahwa ini adalah surat yang mulia
(QS27:29).

Ketika Bilqis membuka surat Sulaiman dan memperhatian isinya, bantuan Ilahi
yang telah meliputinya sebelumnya dan hubungan yang terbentuk oleh kecocokan
pembawaannya yang datang ke dalam gerakan. Dia beriman dan taat, dan
menunjukkan isinya kepada kaumnya dan pengikutnya, supaya setiap orang yang
berbagi dengannya dalam keserbasamaan dan kecocokan akan muncul dan
menerima apa yang surat katakan. Sebab dasar dari iman kepada nabi dan rasul
adalah kecocokan dan keserbasamaan ini, bukan dalam melihat mu‘jizat atau
menyaksikan keajaiban.

Dan Asif, wazir Sulaiman, hanya menyatakan kekuatan dan konsentrasi


dari Kemauan Kuat/himmah untuk membawa singgasana, atau singgasana
Bilqis dari negeri Saba dalam kedipan mata, tanpa Sulaiman, meskipun Sulaiman
lebih kuat dan lebih kuasa daripada dia, untuk memberitahu jin bahwa
keutamaan Sulaiman adalah agung, sebab kemampuan ini dan menampakkan
kehendak bebas dimiliki oleh satu dari anak buahnya. Sehingga bayangkan
betapa dahsyatnya jika Sulaiman sendiri yang menampakkan kekuatan itu?

Keunggulan Asif atas jin yang berkata,‘Aku akan membawanya kepadamu,


sebelum kamu bangkit dari tempatmu‘ (QS27:39), dalam menerapkan kekuatan
kehendak bebas melalui jiwanya dengan bantuan pengaruh alam dan sifat alami
dari sesuatu, sebab kembalinya kedipan mata pengamat adalah lebih cepat dari
bangkit dari tempat duduk (mengacu kepada ucapan Asif di dalam Al Quran,‘ Aku
akan membawanya sebelum matamu selesai berkedip" (QS27:40). Sehingga
tindakan Asif lebih sempurna dari jin, sebab dia melakukan kehendak bebasnya
atas esensi individual singgasana dengan melenyapkan wujudnya dan
42
menciptakannya kembali secara instan. Dia melenyapkan eksistensinya dalam
posisi asalnya dan memberikan eksistensiya di depan Sulaiman, sebab ucapan
Insan Kamil adalah seperti ucapan Allah menyangkut sesuatu yang ingin dia
wujudkan. Ketika dia berkata Kun!, pada saat yang bersamaan Buraq, kuda Langit,
yang terkenal khususnya dengannya nabi mi‘raj ke Langit, makhluk tersebut
datang ke dalam eksistensi—bagaimanapun dengan izin Allah—sebab Allah telah
menjadi bagiannya dan fisiknya dan indera ruhaninya. Dan karena hal inilah
(hubungan antara dia dan Allah) Insan Kamil ini menjadi wazir Sulaiman.

Dan karena Bilqis menjawab akan pertanyaan tentang


singgasananya,‘Apakah singgasanamu seperti ini? (QS 27:42), "Ia nampak
sama" (QS27: 42), seseorang dapat mendeteksi ilmunya tentang pembaharuan
secara instan, sebab dia berkata,”Nampaknya‟. Dan dia (Asif) menunjukkan
singgasananya dari kristal, sehingga Bilqis mengira itu seperti air yang
menggenang „dan dia mengangkat pakaiannya dan memperlihatkan betisnya
(QS27:44), sehingga air tidak membasahi pakaiannya. Namun itu bukanlah air
yang menggenang dalam hakekatnya, persis seperti singgasana yang terlihat
dibawa ke dalam wujud di hadapan Sulaiman dan dia bukanlah singgasana yang
sama dia tinggalkan di negeri Saba mengacu bentuknya, sebab ia telah
membuang bentuk pertama dan menganggap bentuk yang lain, sementara
substansi yang dikenai dua bentuk singgasana tersebut adalah tunggal. Sehingga
Asif menunjukkan kepada Bilqis melalui hal tersebut bahwa keadaan
singgasananya adalah sama dengan yang paviliun: adapun bagi singgasana, sebab
ia adalah pelenyapan eksistensi, dan apa yang Pencipta buat adalah serupa dengan
apa yang lenyap; adapun bagi paviliun, karena dalam kejernihan dan kehalusannya
yang sangat, ia menjadi serupa dengan air, sementara pada hakekatnya berbeda.
Jadi Asif menunjukkan Bilqis dengan tindakannya bahwa Bilqis benar daam
ucapannya,‘Ia nampak sama.‘

Dan inilah,atau pembaharuan ciptaan setiap saat, tidaklah khusus bagi


singgasana Bilqis saja, malahan benar dalam seluruh alam, baik bagian langit
atau bumi, sebab seluruh alam mengalami perubahan konstan, dan penetapan
individu segala sesuatu yang berubah adalah selalu diperbaharui. Sehingga setiap
saat penetapan yang lain dari penetapan sebelumnya yang mewujud pada saat
sebelumnya datang ke dalam wujud, meskipun Zat Tunggal dalah Realitas Allah,
yang menjadi ditetapkan sesuai dengan Penetapan Awal yang diwajibkan oleh
ilmu-Nya akan zat-Nya. Dan Itu sama dengan substansi terpahami yang menerima
bentuk-bentuk ini yang disebut ‗alam‘. Seluruh bentuk adalah aksiden yang itu
alami dan yang berubah setiap saat. Namun mereka yang terhijab tidak mengetahui
hal ini, sehingga mereka ragu akan penciptaan yang baru dalam seluruh makhluk.
43
Kerajaan yang tidak akan dimiliki seseorang yang lain
sesudahnya,mengacu kepada doa Sulaiman,‘ Wahai Rabb ku! Ampuni aku dan
anugerahkan kepadaku sebuah kerajaan yang tidak akan dimiliki seorang pun
sesudahku" (QS38:36), adalah manifestasi dalam alam syahadah totalitas
kerajaan yang berhubungan dengan alam melalui cara menerapkan kehendak
bebas di dalamnya, yaitu di dalam dunia, bukan manifestasi hanya sebagian dari
kerajaan ini, sebab setiap jenis kerajaan yang Allah anugerahkan kepada Sulaiman
telah berbagi bagian (melalui satu nabi atau wali lainnya); dan bukan kekuatan dan
kemampuan atas totalitas tanpa memanifestasikannya, sebab Kutub dan Insan
Kamil sebelum dan sesudahnya telah mengetahui maqam ini, namun mereka tidak
menyatakannya.

Penundukan angin (QS38:36) dengannya Sulaiman dibedakan dan


didahulukan atas yang lain dan bagian kerajaan yang tidak Allah anugerahkan
kepada yang lain sesudahnya adalah penundukkan ruh berapi, yang merupakan
ruh jin, sebagaimana Allah katakan, "Dan Dia ciptakan jin dari api yang tak
berasap" (QS55: 15), sebab mereka, atau ruh berapi, adalah ruh-ruh yang
menerapkan kehendak bebas di dalam angin, yang seperti tubuh mereka.

Firman Allah,"Tanpa hisab", ketika Dia berkata kepada Sulaiman,‖ Inilah


pemberian Kami; berikan atau tahanlah tanpa hisab" (QS38: 39), bermakna: Kamu
tidak akan diminta pertanggungjawaban, Wahai Sulaiman,di Akhirat atas
mereka, atau atas apa yang Allah berikan kepadamu seperti kerajaan, kekayaan,
penaklukkan angin, dll. Syeikh berkata dalam Fusus,‘ Kami mengetahui dari zauq
langsung dalam jalan ini permintaan Sulaiman itu (demi kerajaan yang tidak akan
dimiliki yang lain sesudahnya) adalah melalui perintah Allah. Dan ketika
permohonan terjadi melalui persesuaian dengan perintah Allah, sang pemohon
menerima ganjaran penuh bagi permohonannya‘, sebab dia patuh kepada Rabb nya
dan mengikuti perintah-Nya; dan jika Dia ingin Dia memenuhi keinginannya akan
apa yang dia minta dari-Nya; dan jika Dia ingin, Dia menahan, sebab
sesungguhnya hamba melaksanakan apa yang Allah telah wajibkan kepadanya
dalam hal mematuhi perintah-Nya dalam apa yang ia minta kepada Rabb nya.
Sekarang jika dia meminta hal ini atas dirinya sendiri tanpa perintah Rabb nya, dia
akan dimintai hisab atas hal ini.

44
XVII. INTISARI HIKMAH WUJUDIYAH DALAM SABDA DAUD AS

Karena maqam kenabian dan derajat kerasulan adalah sebuah perbedaan yang
diberitakan oleh Allah dan satu dari pemberian Ilahi yang tak terbatas—bukan
sebuah ganjaran yang berasal dari tindakan yang mendahului, bukan juga
pemberian yang muncul dari harapan akan rasa syukur atau ibadah—dan dalam
cara yang sama karena kebanyakan pemberian yang berasal dari maqam ini adalah
limpahan dari karunia yag murni dan kebaikan hati dan tentang rahmat yang
sempurna dan pemberian anugerah, dalam hikmah ini Syeikh menjelaskan
sebagian pemberian yang Daud terima dengan ucapannya: Dia memberikan
Daud sebagai karunia, yaitu sebagai anugerah dan pemberian kemurahan hati,
ilmu tentang Diri-Nya yang tidak diwajibkan oleh amalnya. Sebab jika
amalnya mewajibkannya, itu adalah sebuah ganjaran, sementara telah
disebutkan bahwa kenabian dan kerasulan adalah sebuah perbedaan yang
dinyatakan oleh Allah dan tak berhubungan dengan penerimaan dan usaha, persis
seperti kebanyakan pemberian dan bantuan yang berhubungan dengan maqam ini.
Dan dalam cara yang sama Dia memberinya Sulaiman,sebab Dia berfriman,‟
Dan Kami berikan Sulaiman kepada Daud " (QS38: 30). Dan masih firman-
Nya, "Dan Kami berikan Daud karunia dari Kami (QS34:10). Apakah
pemberian ini mengacu kepada ‗pemberian karunia‘ adalah pemberian ganjaran
atas amalnya,atau apakah itu bermakna pemberian kemurahan hati? Jelas ia
adalah jenis yang kedua, sebab Dia menyebutkan bahwa Dia memberi Daud
karunia, dan Dia tidak mengatakan bahwa Dia memberinya apa yang Dia beri
sebagai sebuah ganjaran karena amalnya; dan Dia tidak meminta ganjaran darinya
atas karunia itu. Kaetika Dia benar-benar meminta rasa syukur atas hal itu melalui
amal, Dia mencarinya dari keluarganya, bukan dari dia, sebab Dia berfirman,‖
Bekerjalah Hai Keluarga Daud supaya kalian bersyukur" (QS34:13), sebab berkah
kepada nenek moyang adalah berkah kepada keturunan. Sehingga dalam kasus
Daud ia adalah sebuah anugerah dari pemberian kemurahan hati dan sebuah
karunia, dan balasan diminta dari keluarganya. Dan Dia berkata, setelah meminta
rasa syukur dari keluarga Daud dalam bentuk amal/kerja,‘ dan sedikit sekali
hamba-Ku yang bersyukur‟ (QS34:13), menerapkan kata bentuk penekanan,
atau ‗yang benar-benar bersyukur‘ (syakuur), agar itu mungkin meliputi syukur
syariat/kewajiban (syukur al-taklif), dimana hamba diperlukan untuk
mengerjakan sesuai dengan syariat Allah, dan syukur sukarela (syukur al-
tabarru), yang tidak disyariatkan, namun yang dilakukan hamba dengan ikhlas,
sebab untuk menekankan syukur seseorang adalah dengan mengerjakan kedua
jenis syukur tersebut. Syukur sukarela mengacu kepada ucapan,‘ Tidakkah aku
menjadi hamba yang bersyukur?—ucapan Nabi, ketika beliau berdiri terjaga
45
sepanjang malam hingga kakinya bengkak dan dikatakan kepada beliau,‖Tahanlah,
sebab Allah telah mengampuni dosamu yang telah lalu dan akan datag,‘ dan beliau
menjawa seperti di atas. Dan syukur yang diwajibkan adalah yang
diperintahkan Allah, seperti firman-Nya,‟Dan bersyukurlah kepada Allah"
(QS11:172) dan firman-Nya,‘ Dan bersyukurlah atas karunia Allah‟. Dan di
antara dua jenis syukur terdapat perbedaan yang setara dengan perbedaan
atara dua jenis manusia yang menyatakan syukur; maka tepat seperti syukur
sukarela lebih sempurna dari dia yang menyatakan syukur sebagai hasil dari
kewajiban, dalam cara yang sama syukur sukarela lebih sempurna daripada syukur
kewajibann. Dan ini sudah paten dan jelas bagi dia yang mengerti sesuatu dari
Allah, dan bukan dengan dasar akalnya sendiri.

Dan Daud ditunjuk secara khusus sebagai khalifah oleh Allah di antara
manusia dan memainkan kehendak bebas di antara mereka, sebab Allah berkata,‘
Daud, lihatlah, Kami telah menunjukmu sebagai khalifah di muka bumi, karena itu
hakimilah manusia dengana adil" (QS 37: 26); dan keimaman, yaitu dia juga
secara khusus ditunjuk kepada keimamannya, sebab imam dalam hubungan
kekhalifahan dalah seperti kewalian dalam hubungan dengan kenabian, karena
setiap khalifah adalah seorang imam namun tidak sebaliknya. Sementara yang
selain dia, atau selain Daud seperti Ibrahim, atau Adam, tidaklah demikian.
Adapun bagi Ibrahim, ini karena firman Allah tentang dia adalah,‘lihatlah, aku
akan menjadikanmu imam bagi manusia‘ (QS2:124). Dia tidak mengatakan
‗khalifah‘, meskipun kita tahu bahwa di sini keimaman adalah kekhalifahan; Dia
tidak mengatakan ‗khalifah‘, meskipun kita tahu bahwa imamiyah adalah
kekhalifahan; namun bukan seolah-olah Dia mengatakannya melalui nama
khususnya, yaitu kekhalifahan itu sendiri. Dan Adapun bagi Adam, meskipun
kekhalifahannya ditetapkan oleh ayat Al Quran, ia tidaklah sama seperti penetapan
yang menyangkut Daud. Sebab Allah berfirman kepada malaikat,‘ Aku akan
jadikan khalifah di muka bumi (QS2:30) Dia tidak mengatakan,‘ Aku akan jadikan
Adam khalifah". Dan apa yang disebutkan setalahnya dalam kabar tersebut
tidaklah menunjukkan bahwa dia lah khalifah yang Allah tetapkan dalam Al
Quran. Dan juga Dia tidak menunjukkan secara eksplisit penunjukkannya di antara
manusia. Dan disini kami hanya berbicara tentang penyebutan eksplisit dalam ayat
Al Al Quran.

Dan dia yang telah diberikan kekhalifahan umum oleh Allah,maka telah
diberikan hukum dan perbuatan bebas dalam seluruh alam; dan Daud adaah
jenis ini, dan karena itu dia diberikan kekuatan kehendak bebas atas berbagai
makhluk, sebagaimana Syeikh tunjukkan dengan ucapannya: gunung
menggemakan pujian kepada Allah bersama Daud—sebab kapanpun dia menyebut
46
dan menggemakan pujian kepada Allah, gunung pun akan menyebut dan
menggemakan hal yang sama bersamanya (QS34:10) – dan demikian juga
burung-burung menggemakan pujian bersamanya mempermaklumkan
persetujuan, atau persetujuan akan dua jenis makhluk dengannya dan ketaatan
mereka kepada Daud. Dan alasan dua jenis makhluk ini dikhususkan sebagai
persetujuan adalah mereka adalah makhluk yang paling menghina manusia, yang
paling tinggi di atasnya,, dan yang paling cenderung menolaknya, disebabkan
kekuasaan dengan kekerasan dan keentengan yang ada bersama mereka. Jelas
sekali mereka berdua menolak untuk taat atau menerima kekuasaan dari kehendak
bebas atas mereka: adapun bagi yang pertama (gunung), disebabkan kehebatan
kekerasan dan beratnya, yang menolak untuk dipengaruhi; dan bagi yang kedua
(burung), disebabkan keringanan tubuhnya dan fakta bahwa ia tidak terikat di
hadapan utusan ketika ia dipengaruhi dan diatur. Telah terbukti bahwa jika dua
makhluk ekstrim ini bersamaan dalam penolakan berlebihan dan penghinaan,
mereka justeru mentaati Daud dan setuju dengannya, persetujuan manusia
dengannya lebih cocok, sebab manusia memiliki posisi antara gunung dan burung
dan mendekati keadaan keseimbangan. Sudah semestinya hubungan Daud dengan
manusia adalah lebih kuat dan lebih ternyatakan (yaitu lebih mudah bagi Daud
untuk menerapkan kehendak bebasnya atas manusia).

47
XVIII. INSTISARI HIKMAH NAFASIYAH DALAM SABDA YUNUS AS

Rahmat-Nya, atau rahmat tentang Yunus, kembali kepada kaumnya, sebab


mereka beriman, dan iman mereka memberi mereka keuntungan dan
menghilangkan azab dari mereka (QS10:98), sebab Allah menghubungkan
mereka dengannya dalam cara dimana bagian dihubungkan ke keseluruhan atau
cabang kepada akar; dan sifat akar adalah benar bagi cabang. Karena itu, ketika
bantuan dan rahmat Allah mencapai Yunus, ia juga mencapai kaumnya, seperti Dia
katakan,‘ dan mengapa tidak ada (penduduk) suatu kota yang beriman, lalu
imannya itu bermanfaat kepadanya selain kaum Yunus" (QS10:98). Dan itulah,
atau pengembalian rahmatnya kepada umatnya,meskipun marahnya demi Dia,
ketika dadanya menjadi susah akibat seruan dia kepada mereka namun mereka
tidak mengindahkan dan terus-menerus dalam kekafiran, sehingga dia
meninggalkan mereka. Dan dia berpikir itu dibolehkan, sebab dia hanya
melakukannya sebagai bentuk amarah demi Allah, semangat dalam agama-Nya
dan kebencian kepada kekafiran dan kaum kafir. Namun semestinya dia bersabar
dan menunggu ijin dari Allah untuk meninggalkan mereka. Sehingga dia terkurung
dalam perut ikan. Dan karena rahmatnya kembali kepada mereka meskipun dia
marah kepada mereka demi Allah, bagaimana jadinya jika keadaannya bersama
mereka adalah keadaan dari rasa puas?

Dia berbaik sangka kepada Allah, sebagaimana Dia kabarkan,‘ dia berpikir
Kami tidak akan mempersempit dia‘ (QS21:87), atau Kami tidak akan
menghukumnya atas dia meninggalkan kaumnya tanpa perintah Allah, sehingga
Dia mengeluarkannya dari kesedihan disebabkan rahmat dari prasangkanya.
Dan demikianlah kami selamatkan kaum beriman (QS21:88) yaitu mereka
yang jujur dalam keadaan ruhaninya, seperti Yunus yang jujur dengan keadaan
ruhaninya, yaitu dia marah demi Allah. Dan dalam kebaikan-Nya , Dia
„tumbuhkan baginya pohon labu manis‟, sebab satu dari manfaat dari jenis
pohon ini adalah lalat tidak akan hinggap di dekatnya—jadi dia mengambil
perlindungan dalam naungannya ketika dia keluar dari perut ikan seperti bayi
burung tanpa bulu; sebab lalatnya telah menghinggapinya, mereka akan
mengganggunya. Kemudian ketika dia menjadi rombongan bersama mereka,
yaitu penumpang kapal, ketika dia meninggalkan kaumnya dalam kemarahan dan
naik ke kapal,dan kapal terhenti; sehingga mereka berkata,‘ Ada seorang pelarian
di antara kita‘, itu menjadi keimanan para pelaut bahwa kapal tidak akan bergerak
jika ia membawa seorang pelarian; dia menjadikan dirinya satu di antara
mereka, yaitu satu dari penumpang kapal, sehingga dia berkata,‘Kumpulkan
rombongan‘, dan rombongan keluar melawannya, sehingga dia melemparkan ke
48
dalam air. Sehingga rahmat meliputi mereka seluruhnya sebagai hasil dari
berkah karena dia menjadikan dirinya sebagai bagian dari mereka ketika
pengumpulan penumpang; karena ikan berenang bersama kapal, mengangkat
kepalanya keuar dari air ketika Yunus berbafas di dalamnya dan memuji Allah.
Dan ikan tidak meninggalkan mereka hingga mereka mencapai pantai. Ia
memuntahkan Yunus keluar dalam keadaan sehat, tak satu pun yang berubah.
Sehingga ketika mereka melihat hal tersebut, Rahmat pun meliputi mereka, dan
mereka menundukkan keinginan mereka kepada Allah.

49
XIX.INSTISARI HIKMAH KEGAIBAN DALAM SABDA AYUB AS

Karena mengeluh kepada Allah tidaklah berlawanan dengan sabar—karena


itu Allah memuji Ayub atas kesabarannya meskipun dia berdoa untuk membuang
penderitaannya—tidak juga Ayub menantang Kemahakuasaan Allah dengan
bersifat sabar dan menahan diri dari mengeluh kepada-Nya,‘ Lihatlah,
kemalangan sedang menimpaku dan Engkau Arhamur Rahimin" (QS21:83); dan
kurangnya perlawanan tidak berasal darinya, Allah memberinya rumah
tangga dengan membawa ke dalam kehidupan anak laki-lakinya dan
perempuannya yang telah meninggal dan Dia memberinya anak-anak serupa
dengan mereka.

Dan dia menghantamkan kakinya pada perintah Rabb, karena Allah


memerintahkan Ayub dengan firman-Nya, "Hentakkan kakimu! Ini air sejuk untuk
mandi dan minum" (QS38: 42). Sehingga dia menghilangkan melalui
hentakkan itu penderitaannya dan penyakitnya, dan memancar keluar mata
air, dibawah kakinya dari hentakkan, yang merupakan rahasia kehidupan, dan
asalnya, sebab sesungguhnya melalui air lah datangnya kehidupan tubuh-tubuh
fisik dan elemental yang hidup. Dengan demikian air adalah akar kehidupan, atau
kehidupan yang mengalir melalui setiap makhluk hidup yang alami, fisik dan
jasmani. Karena dari air ia diciptakan dan dengan air ia disembuhkan dari
penderitaan dan penyakit. Sehingga Dia menjadikannya rahmat dari Dia dan
sebuah pengingat bagi kita dan dia.

Dan Dia memperlakukannya dengan lembut dan kasih sayang dalam


sumpahnya yang telah dia buat, ketika dia bersumpah akan mencambuk istriya
100x jika dia sembuh. Sehingga ketika dia sembuh, Allah memerintahkannya
untuk mengambil seikat rumput dan memukul istrinya dengan itu dan jangan
melampaui batas (QS38:45). Sehingga Allah membatalkan sumpahnya dengan hal
yang paling ringan baginya dan bagi istrinya. Dan Dia mengatakan kepada kita hal
ini untuk mengajarkan kepada kita dan untuk menguasakan kita untuk
membedakan di antara mereka yang memenuhi sumpahnya, sebab kita masih
memiliki kekuatan ini (untuk bertindak secara lemah lembut dalam memenuhi
sumpah). Telah terhubung kepada Nabi bahwa beliau dibawakan orang yang lemah
yang telah melakukan zinah dengan budak wanita. Sehingga beliau
bersabda,‘ambillah dahan pohon kurma yang mengandung 100 tangkai,dan pukul
lah ia sekali dengannya.‘

50
Dan kaffarat ditetapkan dan diumumkan secara resmi dalam kaum
Muhammad untuk menutupi mereka dari hukuman yang diarahkan kepada
mereka karena melanggar sumpah. Dalam kalimat ini terdapat kiasan kepada
fakta bahwa kata ‗kaffarah‘ datang dari asal kata yang sama dengan ‗kufr
(menutupi), sebab ia menutupi seseorang yang membuat sumpah dan
melindunginya dari azab karena melanggarnya. Kaffarat adalah sebuah
tindakan ibadah yang Allah perintahkan, dan memerintahkannya sebelum
fakta/kejadian adalah memerintahkannya untuk melanggar sumpah, sebab
aktualisasi yang pertama bergantung kepada aktualisasi yang kedua. Karena itu
melanggar sumpah adalah diperintahkan oleh Allah, namun ketika dia, atau orang
yang membuat sumpah, setelah melihat seseuatu yang lebih baik dari apa yang
dia sumpahkan untuk lakukan. Kemudian Dia akan mematuhi sumpah, yaitu
Allah akn mematuhi hak mereka sebab mereka memasukkan zikir kepada-Nya,
karena Dia telah tetapkan kaffarat sebagai sarana untuk mencegah yang bersumpah
dari dihukum. Meskipun dia melakukan sebuah tindakan taat, dia sedang
mengingat Allah dalam sumpahnya dengan salah satu anggota tubuhnya.
Sehingga anggota tubuh yang mengingat-Nya, dengan lidahnya, mencari
rahmat sebagai hasil zikir-Nya, ganjaran dan perlindungan-Nya kepada anggota
tubuh tersebut—dari hukuman; sebab ia adalah bagian dimana yang berzikir
melindungi yang lain, persis seperti dunia dilindungi oleh eksistensi Insan Kamil.

Fakta bahwa ia tidak taat atau taat adalah faktor yang lain, tiada jalan dapat
mempengaruhi anggota tubuh yang berzikir dalam hal ganjaran atau
hukuman; sebab manusia dari segi wujudnya yang tersusun dari ruhani yang
berbeda dan realitas fisiknya adalah beragam, meskipun dia tunggal dalam istilah
bersatu seluruhnya. Dan ketaatan dan pembangkangan dari satu bagian tubuhnya
tidaklah mengharuskan ketaatan atau pembangkangan bagian tubuh yang lain.

51
XX.INTISARI HIKMAH JALALIYAH/KEAGUNGAN DALAM SABDA
YAHYA AS

Ketahuilah bahwa tiada makhluk dalam wujud yang keragaman sifat dan af‘al
dihabiskan oleh kesatuan zatnya sedemikian hingga setiap bilangan dan segala yag
berbilang fana di dalamnya selain Allah. Sehingga bagian dari karunia-Nya kepada
Yahya adalah bahwa Dia memberinya pembagian akan kesempurnaan ini, dan
karena itu Dia menempatkannya dalam maqam-Nya sendiri. Dia menyatukan
namanya, sifatnya dan af‘alnya dalam kesatuan zatnya dengan menggabungkan
dalam namanya tanda dari ketiga hal ini. Maka mereka menjadi tersatukan dalam
eksistensi verbal; namanya menandakan zatnya melalui menjadi nama yang layak;
ia menunjukkan af‘alnya sebab itu adalah sebuah bentuk (Yahya) yang terhubung
dengan kata kerja yang menunjukkan menghidupkannya akan zikir Zakaria; dan itu
menunjukkan sifatnya sebab dia hanya menghidupakan (ihya‘) zikir Zakaria
dengan menjadi tercirikan melalui sifatnya dan manifestasi mereka.

Karena kesatuan memerlukan prioritas (awwaliyah) dan tidak menjadi


didahului oleh yang lain, Dia menempatkannya (Yahya) dalam kedudukan-Nya
dalam prioriotas Nama-nama, sebab persis seperti nama ‗Allah‘ memiliki
prioritas sehingga tak satu pun dinamakan dengannya sebelum Dia, Dia
menganugerahkan kepadanya prioritas dalam namanya; sebab Dia tidak pernah
menunjuk nama demikian bagi sebelumnya (QS19:7). Dan setelah itu, yaitu
setelah Dia memberikan prioritas dalam nama itu, dia diikuti dalam namanya
oleh yang lain, agar hal itu dapat dilacak kembali jejak kepadanya dan dia
dapat menjadi sumber penentuan melalui nama ini.

Maksud, yang merupakan satu dari penyebab batin (dari sesuatu atau
kejadian) ayahnya, Zakariya mempengaruhinya ketika hatinya, atau hati
Zakariya, dipenuhi rasa cinta kepada Maryam, sebab sesungguhnya alasan
pertama demi eksistensi Yahya adalah bahwa ayahnya menganggap keadaan
Maryam adalah baik. Sehingga dia mengkonsentrasikan maksudnya sambil
mencari pengampunan Allah melalui doa, dan Rabb nya menjawabnya dan
menganugerahinya Yahya. Sehingga Dia menjadikannya suci melalui
pembayangan mental pikiran ini, yaitu melalui alasan dari pembentukan
Zakariya akan kesan/tampilan Maryam dan menganggap keadaan ruhaninya baik
ketika dia mengarahkan maksudnya kepada eksistensi Yahya.

Dan kaum filsuf telah mengetahui permisalan seperti ini, sebab (mereka
berkata) ketika seseorang melakukan hubungan seksual dengan istrinya, pada
52
saat mengeluarkan sperma ke dalam rahimnya dia mesti tetap memelihara
dalam jiwanya dan istrinya juga menjaga dalam jiwanya sebuah gambar/sosok
akan makhluk yang paling sempurna, sebab anak akan mengambil bagian
akan gambar hal itu, dari keadaan ruhaninya, sifat dan akhlaknya, kepada
derajat yang luas dan bagian yang penuh, jika tidak sempurna, maka anak
hanya mengambil bentuk sesuai dengan kualitas fisik dan perilaku,kemungkinan
fisikal dan imajinal dan bentuk mental yang tetap mempengaruhi orang tuanya.

53
XXI. INTISARI HIKMAH MALIKIYAH/PENGUASAAN DALAM SABDA
ZAKARIYA AS

Kamu telah mengetahui bahwa Maksud adalah satu penyebab batin, dan penyebab
batin lebih kuat dalam dominasi mereka dari pada penyebab zahir biasa dan lebih
berhak menjadi disifatkan kepada Allah. Atas alasan ini penghuni Alam Perintah
lebih kuat daripada Alam Ciptaan (Khalq). Sebagai tambahan, mari kita mengingat
masalah dari,‘ Kami jadikan istrinya baik bagi dia‘ (QS21:90), sebab andai bukan
campur tangan Allah kepada Zakariya dan istrinya melalui kekuatan gaib dari
Rububiyah diluar penyebab umum, istrinya tidak akan baik dan dia tidak akan
dapat mengandung seorang anak. Dengan demikian ketika Allah memberinya
kabar gembira tentang Yahya, dia mendapatkannya aneh dan berkata,Wahai
Rabbku, bagaimana aku mendapat, sedang istriku seorang yang mandul, dan aku
semakin berumur" (QS19: 8). Sehingga Allah menjawabnya dengan firman-Nya,‘
Dia berkata, demikianlah; Rabb mu berkata ,‘demikian itu mudah bagi-Ku, padahal
Aku telah ciptakan kamu sebelum itu, ketika kamu tidak ada " (QS19:9); yaitu,
meskipun sesuatu nampaknya sulit, atau bahkan tidak mungkin, dalam istilah
penyebab zahir, mengacu kepada Pemilik Kekuasan Sempurna, Kekuatan dan
Keagungan hal itu adalah mudah. Maka persis sebagaimana kekuatan itu mengalir
dari Allah ke dalam Zakariya dan istrinya, ia mengalir dari mereka kepada Yahya.
Karena itu Allah berkata kepadanya,‘ Wahai Yahya, ambillah Kitab dengan
kekuatan" (QS19:12).

Ketika Zakariya terhubung dengan rahmat Rububiyah, yaitu


pemeliharaan Allah kepadanya melalui karunia dan bantuan dan pemenuhan demi
wujudnya yang baik, dan juga penetapan segalanya baik demi dia, seperti terlihat
melalui firman-Nya,‘ Dan kami jadikan istrinya baik baginya‘, dia
menyembunyikan seruannya kepada Rabb nya dan dia berdoa kepada-Nya
dari terdengar mereka yang hadir. Sehingga dia menyeru-Nya dalam sir
harinya, supaya maksudnya dapat sangat terkosentrasikan dan paling jauh dari
sebaran dan efeknya menjadi paling hebat. Sehingga ini, yaitu seruan rahasianya,
yang memberikan peningkatan melalui kekuatan efektivitasnya kepada apa
yang tidak bersifat biasa, yaitu Yahya, yang dilahirkan di antara pria yang mulai
uzur dan wanita yang mandul, yang (keadaan ini) tidak biasanya melahirkan anak,
sebab kemandulan mencegah kelahiran. Karena itu Allah berfirman,‘angin yang
membinasakan/mandul (QS51:41), dan Dia membedakan antara itu dengan
„angin yang menyuburkan, karena angin-angin seperti ini yang menghasilkan
kebaikan membawa awan berhujan, sementara angin yang mandul adalah apa
yang berlawanan dengan mereka kapanpun kemandulan ada, ia mencegah
54
produksi. Dan Allah menjadikan Yahya pewaris dari apa yang dia (Zakariya)
miliki, yaitu ilmu, kenabian, amar ma‘ruf nahi munkar.dll, melalui karunia
doanya, ketika dia berdoa,‘ Maka berilah aku dari-Mu serang anak yang
mewarisiku dan mewarisi keluarga Yaqub (QS19:5-6). Sehingga dia atau Yahya,
serupa dengan Maryam dalam pewarisan, sebab ketika Zakariya menjadi penjaga
Maryam, dia menyebabkan Maryam menjadi pewarisnya dalam beberapa sifat
kesempurnaan; atau (beliau serupa dengan Maryam) dalam menjaga kesucian;
sebab Maryam satu dari apa yang ada bersama Zakariya, sebab dia adalah penjaga
Maryam. Jadi ketika Yahya mewarisi apa yang ada dengannya, dia mewarisi
beberapa sifat Maryam, sehingga dia meniru Maryam dalam diri mereka. Dan
dalam cara yang sama Dia menjadikannya pewaris sekelompok dari keluarga
Ibrahim, yaitu nabi, wali dan ahlul ilmu, dalam hal-hal yang disebutkan di atas.

55
XXII. INTISARI HIKMAH LINASIYAH/KEINTIMAN DALAM SABDA
ILYAS AS

Dia, yaitu Ilyas,berkata ketika menanyakan kaumnya yang setia menyembah


berhala yang mereka sebut Ba‘al,‘ Apakah kamu menyeru Ba‘al, dan
menginggalkan Sebaik-baiknya Pencipta? (QS37:125), dan dengan demikian dia
menjadikan penciptaan berbagi sifat oleh Allah dan yang selain Dia. Dan Allah
berkata,‟ Apakah Dia yang menciptakan sama dengan dia yang tidak
menciptakan?" (QS16: 17), menegaskan bahwa ciptaan milik Dia dan
menyangkalnya dari yang lain. Sehingga nampaknya terdapat kontradiksi antara
ayat-ayat tersebut.

Karena itu Syeikh menunjukkan rekonsiliasi dengan ucapannya, sehingga


„ciptaan‟ oleh manusia yang dipahami dari ucapan Ilyas adalah penentuan
(taqdir), dan ciptaan yang lain adalah pemberian wujud (Ijad).

56
XXIII.INTISARI HIKMAH IHSANIYAH DALAM SABDA LUQMAN AS

Karena Lukman tahu bahwa menyekutukan yang lain bersama Allah adalah
kesalahan yang besar kepada apa yang diasosiasikan dengan-Nya, sebab apa
yang diasosiasikan ditegaskan identik dengan Wujud Mutlak Allah sesuai dengan
penegasan yang merupakan saru dari keadaan-Nya atau tajalli; sementara pelaku
syirik percaya bahwa ia adalah wujud yang lain dari-Nya dan berbagi derajat
Ilahiyah—maka dia tidak menempatkan sesuatu pada tempatnya, yang dengan
tepat ‗betapa salahnya‘ penegasan ini—kemudian itu¸atau syirik tersebut,adalah
satu dosa yang dilakukan hamba dalam pikiran Lukman, sebab apa yang
dipersekutukan, apapun itu, adalah satu dai hamba-Nya.

Dan dia, atau Luqman, memiliki instruksi tentang Uluhiyah, seperti


beriman kepada-Nya, tidak menyekutukan apapun dengan Dia, mentaati perintah-
Nya dan menjauhi larangannya, sebuah instruksi dari rasul. Dan Allah
menyaksikan bahwa Dia memberinya hikmah(QS31:12) – sehingga dia
mengekang dirinya dengan hikmah tersebut—dan ketika Dia memberinya
hikmah, Dia memberinya kebaikan yang menyeluruh, atau kebaikan yang
meliputi banyak kekhususan, seperti Dia katakan,‘ Dan barang siapa diberikan
hikmah sungguh dia telah diberikan kebaikan yang banyak" (QS2: 269).

57
XXIV.INTISARI HIMAH IMAMIYAH DALAM SABDA HARUN AS

Harun kepada Musa, ketika Musa menjadikannya wakilnya atas kaumnya dan
ketika pergi menemui Rabb nya pada waktu yang ditentukan, adalah dalam posisi
wakil (nawwab) Muhammad kepada Muhammad setelah penarikannya dari
derajat fisik esksitensi ini dalam jalannya kepada Rabbnya. Maka persis seperti
wakil Muhammad di antara Insan Kamil dan Kutub adalah pewaris dan
khalifahnya dalam umatnya—mereka menerapkan kehendak bebasnya di dalamnya
sebagaimana dia lakukan—sehingga Harun adalah pewaris Musa dan khalifahnya
di antara kaumnya dan juga menerapkan kehendak bebasnya. Sehingga biarkan
wali yang merupakan pewaris dan mewarisi dari nabi sebelum dia sadar dari
siapa dia mewarisinya, sebab pewaris bisa Muahmmadan dan non-Muhammadan;
dan non-Muhammadan mungkin pewaris Musa, Isa, Ibrahim atau nabi lainnya;
dan biarkan pewaris juga menganggap dalam apa yang dia minta untuk
bertindak sebagai wakil dan pewarisnya, entah dalam ilmu, keadan tanpa
maqam. Maka kebaikan dan kekuatan dari pewarisannya dari nabi akan
menolongnya untuk menggantikan tempat kedermawanan di dalamnya, atau
mengantikan posisi nabi itu sebagai kedermawanannya dalam apa yang dia minta
sebagai wakil. Maka dia mengambil ilmu sebagai contoh dari sumber darinya nabi
yang dia warisi mengambilnya juga. Karena sesungguhnya pengetahuan nabi-nabi
adalah pemberian Ilahi dan hasil dari mukasyafah melalui tajalli; mereka tidak
diusahakan atau dicari. Karena itu adalah wajib bahwa warisan yang haq juga hasil
dari pemberian, bukan penyampaian atau rasional, dan Wali pewaris yang
mewarisi ilmunya dari sumber darinya para nabi dan rasul memperoleh ilmu
mereka. Raja kaum Arif Abu Yazid Busthami berkata kepada kaum kalam dan
penyampai hukum, hadits dan berkata,‘ kalian mendapatkan ilmu kalian dari yang
mati, dan kami mendapatkan ilmu dari Yang Maha Hidup yang tidak mati‘. Hal
yang sama berlaku juga tentang hal spiritual dan maqam. Sehingga siapapun yang
tidak mendapatkannya dari Allah sebagaimana manusia terdahulu
mendapatkannya, melainkan hanya mengingat ucapan mereka dan mengatakan
dan menyampaikan mereka, bukanlah pewaris yang benar, namun lebih hanya
sekedar pembicara kiasan.

Jadi siapapun dari wali pewaris mengambil bagian akhlaknya akhlak


dan sifat nabi dainya dia mewarisi, dalam penerapan kehendak bebasnya
adalah seolah-lah dia seperti nabi, sebab Nabi berkata,‟ Ulama dari umatku
adalah seperti nabi bangsa Yahudi‘.

58
XXV.INSTISARI HIKMAH ULUWIYAH/PENINGGIAN DALAM SABDA
MUSA AS

Ketahuilah bahwa ketika Allah ingin menyatakan ayat kesempurnaan-Nya dalam


Musa, dan efek dari kehendak ini mengalir melalui penyebab langit dan bumi—
seperti posisi dan gerakan langit yang menyediakan substansi bumi, campuran
unsur-unsur, dan kesiapan yang dibuat siap menerima kepada manifestasi seluruh
ini—dan ketika waktu kemunculannya semakin dekat, berbagai penyusun jasmani
menjadi tertegaskan/ditentukan berdasarkan dengan hakekat dari apa yang
diwujudkan di dalam ruh Musa sebelum penentuan kesempurnaannya dan
kelayakan kenabian, dan kepada penetapan ini ruh khusus menjadi terhubung. Pada
saat yang sama kaum bijak pada periode tersebut mengatakan kepada Firaun
bahwa akhir dirinya dan akhir kerajaan akan berada di tangan anak laki-laki yang
dilahirkan saat itu. Sehingga Firaun memerintahkan kematian kepada seluruh anak
laki-laki yang dilahirkan bangsa Israel sebagai sebuah pencegahan melawan apa
yang Allah takdirkan dan tetapkan, tidak mengetahui bahwa tiada jalan untuk
melawan takdir-Nya atau menunda perintah-Nya. Sebab itu hal ini menjadi sebab
ruh-ruh ini digabung dalam dunia mereka sendiri, mereka menjadi terhubung
dengan ruh Musa dan mereka tidak menjadi tercerai berai jauh darinya melalui
terlekatnya secara fisik dan menjadi terendam dalam dunia fisik. Karena itu dia
menjadi dikuatkan oleh mereka, karakter mereka digabungkan ke dalam dirinya,
dan dia dibantu oleh inderawi mereka. Keseluruhan ini adalah bantuan khusus
Allah kepada Musa dan sebuah pernyataan, melalui bantuan dengan ruh-ruh
tersebut, seperti bantuan-Nya kepadanya dengan Ruh-ruh Samawi. Maka ketika
ruh Musa terhubung terlekat denga tubuh ini, ruh-ruh tersebut sebagaimana Ruh-
ruh Samawi, disatukan dalam menolongnya dengan kekuatan dan kejayaan, dan
kehidupan mereka dialirkan kepadanya. Kepada hal ini Syeikh menjelaskan
dengan ucapannya,

Kehidupan dari setiap orang yang dibunuh demi kepentingannya


mengalir ke dalam dirinya. Karena itu pelariannya ketika dia takut bahwa
mereka akan membunuhnya hanyalah untuk menyelamatkan kehidupan yang
telah terbunuh. Jadi itu seolah-olah dia lari demi kepentingan yang lain, yaitu
anak-anak yang terbunuh tersebut. Karena itu, disebabkan rahmatnya dan rasa
sayangnya kepada yang lainnya, Allah memberikan dia kerasulan, yang
merupakan derajat khusus dalam kenabiannya, berbicara (kepadanya) tanpa
perantara, dan imamiyah, yang merupakan kekuasaan, atau kekuasaan
59
penerapan pengaturan bebas atas dunia. Maka, karena Dia memberikannya
pemberian kalam kepadanya, Dia berbicara kepadanya dalam bentuk
keperluannya yang sangat dicarinya yaitu api, disebabkan konsentrasi
sempurna dari keinginannya atas hal itu. Sehingga kita pun tahu dari tajalli
Alah dalam bentuk api disebabkan konsentrasi Kemauan kuat Musa atas hal
tersebut bahwa konsentrasi demikian menghasilkan pengaruh. Dan itulah
atau konsentrasi (jam‘iyyah) merupakan sebuah tindakan dan menghasilkan
pengaruh melalui Keinginan, yang merupakan kemauan kuat dan mengalihkan
perhatian seseorang dengan seluruh dari satu inderawinya.

Dan ketika semisal hal ini diketahui oleh dia yang mengetahui di antara yang
beriman dan mereka yang mentaati Allah, sebagaimana dengan yang lain, dia atau
sebagian mereka, menyimpang dari jalan hidayahnya oleh tindakan melalui
konsentrasi dari keinginannya dalam sesuatu yang dimurkai Allah, sementara
yang lain dari dia diberi hidayah melalui hal itu, yaitu oleh perbuatan melalui
konsentrasi keinginannya kepada sesuatu yang diridhoi Allah. Jadi Dia
menempatkannya, atau bertindak melalui keinginan dan konsentrasi, di dalam
Alquran dalam keserupaan yang sama menyangkut hal ini: Dia berkata,‟
melaluinya dengan perumpamaan itu banyak orang yang disesatkan Allah,
dan dengan perumpamaan itu (pula) banyak orang yang diberi-Nya
petunjuk. dan tidak ada yang disesatkan Allah kecuali orang-orang yang fasik
(QS2:26), dan mereka ¸atau orang fasik, adalah mereka yang telah
menyimpang dari jalan Hidayah yang berada di dalamnya. Di sini Syeikh
menyatakan kepada satu dari makna batin ayat ini, sebab ‗Qur‘an‘ bermakna
secara harfiah ‗kumpulan‘ dan ‗konsentrasi‘.

60
XXVI.INTISARI HIKMAH SHOMADIYAH DALAM SABDA KHALID AS

Dia, atau Khalid, menjadikan tandanya menunjukkan kebaikannya dicari


setelah dia pergi (wafat) menuju Rabb nya, sehingga dia membiarkan
tandanya hancur, karena dia tidak menyatakannya ketika dia hidup, dan
membiarkan kaumnya binasa juga karena dia tidak menunjukkannya kepada
mereka, sehingga mereka membiarkannya binasa. Karena itu Nabi berkata
kepada anak perempuan Khalid,‟ Selamat datang wahai putri seorang nabi
yang umatnya membiarkannya binasa!‟ Dan itu hanyalah puteranya yang
membiarkannya binasa sebab mereka tidak mengijinkan manusia yang
beriman membuka kuburannya disebabkan rasa malu yang menjadi
kebiasaan bangsa Arab pada masa jahiliyah.

Cerita Khalid sebagai berkut: dia menetap bersama kaumnya di negeri Aden.
Sebuah api yang besar muncul dari dalam sebuah gua dan menghancurkan
pertanian dan sebagian mereka. Sehingga umatnya meminta perlindungan
dengannya. Khalid mulai memukul api untuk memadamkannya dengan tongkatnya
hingga api itu mundur dan kembali ke dalam gua. Kemudian dia berkata kepada
puteranya,‘ Aku memasuki gua mengejar api dan memadamkannya‘. Dan
memerintahkan mereka untuk memanggilnya setelah tiga hari penuh, sebab jika
mereka memanggilnya sebelum harinya, dia akan keluar dan mati. Namun jika
mereka menunggu tiga hari penuh, dia akan keluar dengan selamat. Maka ketika
dia masuk, mereka menunggu selama dua hari. Kemudian Syetan mengisi mereka
dengan rasa was-was dan mereka tidak menunggunya selama tiga hari penuh
melainkan menyangka dia telah tewas. Maka mereka memanggilnya dan dia pun
keluar gua dengan luka pada kepalanya yang disebabkan oleh seruan mereka.
Maka dia berkata,‘Kalian telah menyebabkan aku binasa, dan kamu telah
membiarkan kata-kata dan perintahku binasa.‘

Kemudian dia mengatakan kepada mereka bahwa dia akan meninggal dan
memerintahkan mereka untuk menguburnya dan melihat ke dalam kuburnya
setelah 40 hari, sebab segerombolan domba akan datang kepada mereka dipimpin
oleh seekor keledai dengan ekor yang buntung. Maka ketika keledai berhenti di
kuburannya, mereka mesti membukanya dan dia akan bangkit dan akan
mengabarkan kepada mereka keadaan Barzakh dengan yakin dan telah mengawasi
mereka, Maka mereka menunggu 40 hari, dan segerombolan domba dipimpin
keledai buntung pun datang. Mereka berhenti di hadapan kubur Khalid, dan orang
beriman di antara kaumnya meminta untuk membuka kuburnya, namun puteranya
menolak untuk membiarkan mereka membuka kuburnya karena takut cacian dan
61
hinaan dan kalau-kalau mereka berkata ‗itu anak dari dia yang kuburnya
dibongkar‘. Sehingga itu merupakan berhala kebodohan bangsa Arab yang
menunjukkan mereka akan adat ini, dan mereka menyebabkan perintah Khalid
binasa dan membiarkannya wafat.

62
XXVII.

INTISARI HIKMAH KESENDIRIAN DALAM SABDA MUHAMMAD


SAW

Hikmah fardaniyah didedikasikan kepada Muhammad SAW sebab beliau adalah


penentuan pertama dengannya Zat Tunggal menentukan Diri-Nya sendiri sebelum
menyatakan diri-Nya dalam Tajalli yang tak terbatas. Dan tajalli ini terderajatkan
melalui genus, spesies, jenis dan individu, sebagian berada di bawah yang lain.
Sehingga beliau meliputi seluruh Tajalli, dan beliau adalah satu dan tunggal dalam
eksistensi, tanpa serupa/tandingan, sebab tiada Tajalli setara dengannya dalam
derajat; dan tak ada satupun di atas beliau selain Zat Mutlaq, yang ‗disucikan‘ dari
segala penentuan, sifat, nama, penetapan, definisi dan gambaran. Milik beliau lah
keunikan mutlak. Sebagai tambahan, keunikan (fardaniyah) diaktualisasikan
melalui ‗ayn tsabitahnya, sebab wujud pertama yang dilimpahi oleh Pancaran
Maha Suci adalah wujudnya. Sehingga beliau memperoleh melalui Zat tunggal,
derajat Uluhiyah dan ‗ayn tsabitahnya adalah ketunggalan paling tinggi.

Mu‟jizatnya yang membuktikan kenabiannya, adalah Qur‟an, yang


adalah dirinya dan hakekatnya mengacu peliputannya kepada seluruh hakekat, atau
pernyataan verbal yang bersifat menunjukkan akan keserbameliputan ini dan apa
yang datang kepada beliau yang berasal dari Allah. Dalam setiap kasus, Qur‘an
adalah mu‘jizat, sebab keserbameliputan dan pengumpulan ini tidaklah dimiliki
oleh realitas apapun, karena seluruh hakekat ini terkandung di dalam Hakekat
Muhammadan sebagai bagian yang terkandung dalam keseluruhan., tidak juga
Kitab wahyu menunjukkan hal demikian, sebab Qur‘an adalah kesatuan paling
menyeluruh dan meliputi dari seluruh kitab Ilahi.

Allah dalam Zat-Nya adalah mandiri/tidak membutuhkan dari alam dan


penghuninya. Namun Nama-nama-Nya yang tak terhingga memerlukan agar setiap
nama memiliki lokus tajalli, dimana pengaruh nama itu muncul dalam lokus tajalli
itu, dan Yang Dinamakan—yaitu Zat—akan menyingkapkan Diri-nya sendiri
dalam lokus tersebut yang menyatakan Kesatuan Uluhiyah. Sebagai contoh,‘Ar-
Rahman‘, Ar Razaq dan Al Qahhar adalah nama Allah, dan manifestasi mereka
mengambil tempat melalui rahmat, Ar Razaq melalui yang diberi rezeki dan Al
Qahhar melalui yang ditaklukkan. Sehingga selama tiada yang memberi rahmat
atau objek yang diberi rahmat, maka hal kerahmatan tidak akan ada, demikian juga
bagi nama Ar Razaq dan Al Qahhar. Seluruh nama dinilai dengan cara demikian,
Karena itu alasan bagi manifestasi seluruh wujud khusus adalah tuntutan dari
63
Nama-nama Allah. Dan seluruh nama-nama dibawah kekuasaan nama ‗Allah‘,
yang meliputi dan mewakili seluruh mereka. Lebih lanjut Nama ini juga
mengharuskan lokus tajalli universal, yang disebabkan keserbameliputannya akan
menghubungkan seluruh Nama dan menjadi wakil Allah dalam menyampaikan
pancaran dan kesempurnaan dari Nama ‗Allah‘ kepada apa yang selainnya. Lokus
tajalli tersebut adalah Ruh Mahammadan,yang mengacu kepada hadits,‘ Hal
pertama yang diciptakan Allah adalah Nurku.‘

Akar dan asal dari seluruh makhluk adalah derajat ontologis dari Hakekat
segala hakekat, yaitu Hakekat Muhammadan atau Nur Ahmad, bentuk dari
Kehadiran Tunggal dan Unik. Derajat ontologis meliputi kesempurnaan seluruh
nama Tuhan dan kosmos, membentuk ukuran dari derajat manuisa, hewan dan
malaikat secara harmoni. Dunia dan penghuninya adalah bentuk dan bagian dari
kekhususannya, dan Adam dan anaknya diarahkan kepada tujuan
kesempurnaannya. Kepada hakekat ini mengacu akan hadits,‘Aku adalah
pemimpin anak-anak Adam dan Adam serta yang datang sesudahnya akan berada
di bawah panjiku.‘

Dan karena satu dari makna batin dari kata ‗Quran‖ adalah konsentrasi dari
kemauan, sebagaimana yang ditunjukkan dalam bab Musa, Syeikh ingin
menunjukkan bahwa konsentrasi ini juga sebuah kejaiban/mu‘jizat, sehingga dia
berkata, Dan konsentrasi atas sesuatu adalah keajaiban, disebabkan
bermacam ragam hakekat yang manusia liputi dan berbagai ragam indera
ruhani dan fisiknya. Dan setiap realitas dan inderawi ini memiliki kebutuhan
khusus dan sebuah sifat yang telah ditentukan yang berbeda dari kebutuhan dan
sifat yang lain. Maka konsentrasi—yang merupakan serapandari keragaman
tersebut oleh kesatuan—menghancurkan kebiasaan umum, dan dengan demikian ia
adalah sebuah keajaiban. Sekarang manusia, yang beragam melalui inderanya yang
berbeda-beda, adalah seperti Al Quran, yang beragam dan berbeda melalui
ayatnya yang beragam dan melalui menjadinya ia sebagai Kalam Allah tanpa
syarat, tanpa menguti ayat yang lain, dan kalam Allah, dalam makna bahwa Dia
telah mengucapkan mereka, namun dikutip oleh Allah dari yang lain. Maka
dalam acuan ia sebagai kalam Allah tanpa syarat, ia adalah mu‟jizat,
meskipun bukan dalam acuan kutipannya akan kalam pembicara yang lain; dan ia
atau keragaman Al Quran melalui beragam ayatnya dan satu sebagai Kalam Allah
adalah konsentrasi/kumpulan yang menuntut itu menjadi mu‘jizat. Demikian
juga konsentrasi dari kemauan manusia dengan beragam hakekatnya.

Allah berkata, „Sahabatmu‘ yaitu Muhammad,‘tidaklah dikuasai/tertutup


(QS81:22), kata yang biasanya diartikan sebagai dikuasai/majnun, memiliki akar
64
kata yang sama dengan jinn, yang berarti menyembunyikan atau menutupi, yaitu
tak satu pun disembunyikan dari dia;‟ dan dia tidaklah kikir (QS81:24),
maka dia tidaklah kikir dengan apapun yang kamu miliki, yaitu segala yang
layak kamu miliki dan yang dituntut oleh kesiapanmu;‘dan tidaklah ia dicurigai‘,
seperti sebagian ahli kalam membaca ayat yang sama ini, yaitu tak seorang pun
mencurigainya menjadi kikir dengan segala sesuatu yang dia miliki dari
Allah yang merupakan milikmu, sebab dia akan menyampaikannya kepada
setiap yang yang memiliki hak dan mencurahkan kepadanya apa yang dia
perlukan dan kepada beliau mereka diberi nama.

Karena takut tidak ternyatakan kecuali ditemani oleh menjadi sesat


(dalal), yang merupakan keheranan; sebab takut adalah hati yang menjadi terlepas
akan ketenangan dari rasa aman disebabkan harapan kejadian yang memungkinkan
tentang sesuatu yang tidak disukai; dan tiada keraguan bahwa mengharap sesuatu
yang tidak nyaman tanpa menjadi yakin atasnya adalah sebuah jenis keheranan dan
ketidakpastian. Maka karena Syeikh ingin meniadakan rasa takut dari beliau, dia
menunjukkan bahwa dia tidaklah tersesat, persis seperti Allah berfirman,
‟Sahabatmu tidaklah menyimpang dan tidak juga salah" (QS53III, 2). Namun
harus diketahui bahwa ‗menjadi tersesat‘ memiliki 3 tingkatan: awal tengah dan
akhir, dan sesat yang ditiadakan dari beliau adalah 2 tingkatan pertama, sebab
tingkatan ketiga adalah maqam spiritual beliau di dalamnya beliau mencari
peningkatan dengan ucapannya,‘ Wahai Rabb ku, tambahkan kebingunganku di
dalam-Mu.‘ Kepada hal inilah Syeikh menjelaskan dengan ucapannya, beliau
tidak takut dalam kebingungannya, yang merupakan tahapan ketiga dan apa
yang diinginkan oleh Insan Kamil dan tidak pernah dilampaui oleh mereka. Dan
beliau tidak takut dalam tahap ini sebab adalah sifat alami beliau mengetahui
bahwa tujuan utama dalam ilmu tentang Allah adalah kebingungan, dan dia yang
mengetahui tujuan utama dalam imu tentang Allah adalah kebingungan yang
telah ditunjuki kebenaran dan dengan demikian adalah pemilik hidayah dan
kefasihan dalam menyatakan kebingungan. Dan kebingungan adalah tujuan,
jadi bagaimana bisa beliau takut dengannya?

Ketahuilah bahwa tahapan pertama dari menjadi tersesat berhubungan


dengan kebingungan pemula, atau kebanyakan manusia, ciri yang kedua nampak
dalam derajat pertengahan di antara mereka yang memiliki mukasyafah sementara
masih terhijab, dan ciri yang ketiga berhubungan dengan yang terbesar dari mereka
yang telah mencapai Al Haq.

Penyebab pertama dan kebingungan umum adalah bahwa manusia


merupakan pencari yang fakir dalam esensinya. Sehingga tak satu saat pun yang
65
terlewati tanpa wujudnya dalam pencarian. Pada haekkatnya pencarian ini
diarahkan kepada Kesmpurnaan yang merupakan tujuan yang benar dari si pencari,
namun tujuan menjadi ditentukan sesuai dengan cita-cita, niat dan hubungan yang
memotivasi dan mendorong. Maka selama tujuannya kepentingan paling utama
atau agama atau keyakinan dimana ia mengikatkan dirinya dengan tujuan tersebut
tidaklah ditentukan oleh manusiam dia tetap bingung dan gelisah. Hal pertama
yang menghilangkan kebingungan ini adalah penentuan dari sebuah pencarian
yang paling utama, kemudian ilmu tentang jalan yang berhubungan dengan hal ini,
kemudian faktor-faktor yang dapat mengantarkan pada pencapaian ini, kemudian
jalan lain yang dapat juga mengantarkan kepada tujuannya, kemudian ilmu tentang
penghalang-panghalang jalan dan cara menghilangkan halangan tersebut. Jadi
ketika hal-hal ini teraktualisaikan, kebingungan pun lenyap.

Kemudian, sekali tujuan telah diputuskan bagi seorang manusia dan dia
diberikan kepentingan utama atas sesuatu yang ia lihat sebagai akhirnya,
keadaannya ada dua jenis: entah sesuatu itu meliputinya dalam cara sedemikian
hingga tak satu pun tersisa untuk dicari lebih jauh, sebagaimana bagi kebanyakan
keadaan ruhani pemeluk agama dan kepercayaan; atau ketenangannya tetap ada,
dan kamu melihat bahwa meskipun dia bersandar atas keadaan tertentu dan hal
yang khusus, dia kadang-kadang bertanya dan mencari-cari sambil menganggap
jika dia mungkin tidak menemukan sesuatu yang lebih sempurna dari apa yang
telah diliputinya. Sehingga jika menemukan apa yang menggoncangkan dan
membangunkannya, dia bergerak menuju arah tahapan yang kedua.

Keadaannya pada tahapan kedua adalah seperti pada tahapan pertama dalam
hal ia tetap tanpa gairah dan acuh untuk mencari yang lebih jauh, atau sesuatu
tetap dalam dirinya yang mencegahnya dari menemukan peristirahatan dan
kedamaian—khususnya ketika dia melihat bahwa manusia derajat pertengahan itu
telah terbagi kedalam beberapa kelompok, masing-masing melihat hal tersebut dan
bahwa yang setuju dengan hal itu telah mencapai tujuan dan yang lain telah
menyimpang (bagi yang tidak setuju dengan mereka). Dan dia melihat sumber dan
tempat kesetiaan pemeluk agama dan tak satu pun dari mereka memiliki kaki
untuk berdiri. Dia melihat ‗kemungkinan/mumkinat‘ mengetuk pintu dan yang
serba berlawanan ternyatakan, sehingga dia menjadi bingung dan tidak tahu
kepercayaan mana yang paling tepat dalam hakekatnya. Dia tetap bingung hingga
pada akhirnya sifat dari suatu maqam yanag dipercayai oleh satu dari pemeluk
agama mendukung diri mereka memperoleh berkuasa atasnya sehingga dia tertarik
dan mencapai ketenangan; anugerah yang lain—atau anugerah bersamaan dengan
ketulusan niatnya, keteguhan kesungguhannya, usahanya yang berat—mengangkat
hijab darinya, sehingga dia menjadi satu dari ahlul kasyaf.
66
Keadaan ruhaninya pada saat awal maqam mukasyafah adalah seperti
keadaan ruhani sebelumnya dalam hal ketika dia mendengar suara dari langit yang
berbicara kepadanya, ketika dia menyaksikan penglihatan yang tinggi dan ketika
dia melihat betapa baiknya Allah memperlakukannya dan segala yang dia peroleh
yang telah dinyatakan kebanyakan peghuni dunia, sebagian atau seluruhnya dari
hal ini entah memikat dia secara sempurna, atau tetap ada dalam dirinya rahasa
dahaga pencarian yang membakar. Sehingga dia memandang kepada firman
Allah,‘ dan tidak mungkin bagi seorang manusia satu pun bahwa Allah berkata-
kata dengan Dia kecuali dengan perantaraan wahyu atau dibelakang tabir atau
dengan mengutus seorang utusan (malaikat) lalu diwahyukan kepadanya dengan
seizin-Nya apa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dia Maha Tinggi lagi Maha
Bijaksana.His (QS42:51)‘, dan ini seperti di antara pernyataan Ilahi dan peringatan
kenabian, dan dia menjadi waspada bahwa di dalam kasus dari segala yang muncul
melalui hijab atau menjadi tertegaskan melalui perantara, sudah semestinya hijab
dan perantara memiliki pengaruh tertentu, sehingga yang muncul tidak menahan
asalnya yang murni. Maka kemungkinan kembali mengetuk, khususnya ketika dia
menjadi tahu rahasia keadaan ruhaninya atau maqam dan sifat yang
mendominasinya, dan setiap hal ini memiliki sebuah pengaruh yang menyatakan
dirinya sendiri kepadanya dan menjadi terhubung dengannya. Sehingga dia tidak
menjadi tenang, dan tiada keinginan tetap dalam dirinya demi Hadrat Ketuhanan
dari aspek khusus atau sudut pandang khusus. Dia melampaui derajat dari Nama-
nama dan Sifat-sifat dan seluruh ciri, tindakan dan tajalli yang terhubung dengan
mereka. Sehingga Allah tidak menjadi ditentukan baginya sesuai dengan aspek
fisik dan ruhani yang khusus mengacu kepada Az Zahir dan Al Batin atau
berdasarkan berbagai bidang ilmu, mode-mode persepsi, keimanan, pengihatan,
tradisi atau gambaran, disebabkan kesadarannya akan Keagungan Allah dan akan
fakta bahwa Dia tidak dibatasi kepada seluruh atau sebagian hal-hal tersebut, dan
karena dia tidak menjadi puas, tidak juga Keinginannya berhenti pada satu dari
tujuan dimana manusia berhenti—meskipun mereka benar dan mereka berhenti
bersama Allah, bagi-Nya dan di dalam-Nya. Meskipun demikian dia melihat
melalui fitrahnya bahwa tanpa keraguan ida memiliki tempat peristirahatan di
dalam Wujud-Nya, dan dia mengarah kepada hal ini dengan sebagian besar
dirinya, atau malahan dengan seluruh dirinya, dan dia menampatkan kehadirannya
dalam perhatiannya kepada Allah dalam adab bahwa Allah mengetahui diri-Nya di
dalam diri-Nya oleh diri-Nya, bukan dalam cara Dia mengetahui diri-Nya di dalam
hal selain diri-Nya, tidak juga dalam cara yang lain mengenal diri-Nya, dan bukan
berdasarkan ilmu yang bersesuaian dengan anugerah atau diusahakan.

Dan keadan ruhani ini adalah keadaan awal dari pemiliki kebingungan akhir,
yang diinginkan pemilik ruhani yag termasyur dan terhebat namun mereka tidak
67
melampuinya; malahan mereka mendaki di dalamnya selamanya secara abadi, di
dunia, di Alam Barzakh dan di Akhirat. Mereka tidak memiliki tujuan yang
terikat/tetap di dalam Az Zahir atau Al Batin, sebab mereka menahan Allah
ditentukan oleh maqam apapun berdasarkan Dia menjadi terbatasi dalam lahiriah
dan batiniah mereka, dan karena itu terbedakan dari pencaraian yang lain.
Meskipun demikian Dia menunjukkan mereka bahwa Dia meliputi mereka dari
seluruh arah lahir dan batin mereka dan bahwa Dia menyingkapkan diri-Nya
kepada mereka di dalam mereka, bukan dalam sesuatu yang lain, arah, nama atau
derajat. Sehingga mereka memasuki padang pasir Tanpa Jejak dalam musyahadah-
Nya, dan kebingungan mereka berasal dari-Nya melalui-Nya dan di dalam-Nya.

68
Kitab Lub Al Lub/Instisari dari Intisari
Syeikh Muhyiddin Ibn ‘Arabi Qs

69
BAB 1

Satu dari hal khusus yang dijelaskan dalam Futuhat Al Makkiyah


adalah: “Jika seorang Arif benar-benar seorang arif, dia tidak dapat
berdiri terikat dalam satu bentuk keyakinan saja.’

Itu bermakna, jika seorang pemilik ilmu sadar akan wujud dalam
ke-dia-an nya sendiri, dalam seluruh maknanya/hakekatnya, maka dia
tidak akan tetap terjebak dalam satu kepercayaan. Dia tidak akan
mengurangi/memotong lingkaran kepercayaan, dia akan seperti materi
awal (hayula) dan akan menerima apapun bentuk yang dihadapkan
kepadanya. Bentuk-bentuk ini menjadi sisi lahiriah, tak ada perubahan
kepada rahasia dalam alam batinnya. Al Arif billah, apapun asalnya
akan tetap seperti itu. Dia menerima seluruh jenis keyakinan, namun
tidak terikat pada keyakinan apapun. Apapun tempatnya adalah
Pengetahuan Ilahi, yang merupakan ilmu hakekat, dia tetap di dalam
tempat itu; mengetahui seluruh rahasia kepercayaan yang dia lihat
secara batiniah dan bukan lahiriah. Dia mengenali sesuatu yang
rahasianya dia tahu, apapun yang ditampakkan, dan dalam hal ini
lingkarannya sangat besar. Tanpa melihat pakaian apa yang mereka
kenakan, di bawah dalam sisi lahiriah dia mencapai kepada asal dari
kepercayaan itu dan menyaksikan mereka dari setiap tempat yang
mungkin.

Kedua alam adalah melalui tajalli Allah


Pandanglah Keindahan Al Haq dari sisi manapun kamu inginkan.

***

Sebuah hadits menjelaskan seperti ini: Ketika ahli Surga mencapai


maqam mereka, Rabb menawarkan sebuah pandangan melalui
membukakan tirai kecil yang menyembunyikan Keagungan dan
Kebesaran-Nya, dan berkata:” Aku lah Rabb mu Yang Maha Besar,” Itu
70
bermakna, Aku lah Allah Yang Maha Besar yang bertahun-tahun kamu
rindukan dilihat. Pewahyuan Allah ini membingungkan mereka dan
mereka menyangkalnya dan mereka berkata,’ Tidak mungkin engkau
Rabb kami,’ dan mereka mengatakannya dengan nada tinggi dan
meracau. Pada waktu itu penyingkapan berubah sampai tiga kali dan
setiap kali penyingkapan mereka lagi-lagi menyangkal. Kemudian Allah
bertanya kepada mereka,’ Apakah ada ciri di antara kalian tentang Rabb
kalian? Dan mereka menjawab,’ Ya,ada.’ Maka Dia menampakkan
kepada setiap orang sesuai dengan derajat dan kemampuan
pemahaman setiap prasangka dan kepercayaan. Setelah pewahyuan ini
mereka menerimanya dan berkata, “Engkau lah Rabb kami.Maha Besar
Maha Agung.” Berdasarkan hadits: “ kamu akan memandang Rabb mu
seperti kalian memandang bulan purnama dan akan sangat gembira.”
Meskipun keadaannya demikian, kaum arif benar-benar menegaskan
Allah ketika penyingkapan pertama sebab mereka melayakkan seluruh
keimanan, dan memperoleh kecerdasan dalam seluruh tajalli.

Mereka yang melihat sang kekasih sekarang


Adalah yang melihatnya esok hari
Apa yang akan mereka ketahui tentang kekasih disana, jika
Mereka adalah yang buta di sini?

Bahkan, dalam Al Quran telah dikatakan kepada kita,” Mereka


yang buta di dunia ini, juga akan buta di akhirat,” yang bermakna: dia
yang tidak membuka mata akan makna di sini akan berada pada
keadaan yang sama saat dipindah ke dunia lain. Akibatnya, dia tidak
akan melihat Tajalli Allah (ketika disingkapkan pertama kali
kepadanya).Apa yang kita mohonkan dari Allah adalah hal ini supaya
dia menjaga seluruh hamba-Nya dari sebuah keimanan yang hanyalah
merupakan tiruan dan kepura-puraan.

Di sini beberapa pertanyaan muncul: bagaimana seseorang yang


memiliki pemahaman tentang keadaan ruhani kaum Arif mengerti akan
71
realitasnya sendiri? Hal ini dapat dijawab dengan cara berikut: Adalah
perlu agar dia menemukan seorang Arif yang mengenal dirinya sendiri
dan setelah dia menemukannya, dari lubuk hatinya, dan seluruh
jiwanya dia menjadikan sifat seorang Arif tersebut menjadi sifatnya.
Seorang yang Arif yang ingin menemukan ma’rifatnya yang asli, mesti
melakukan dalam cara demikian dan mengikuti ayat Al Quran kepada
makna ini,” Hai orang-orang yang beriman, carilah wasilah kepada-
Nya.” Penjelasan hal ini mungkin sebagai berikut: Ada sebagian hamba-
Ku yang telah menemukan Aku. Jika kamu ingin menemukan Aku
ikutilah jejak-jejak mereka. Mereka akan menjadi wasilah/sarana
buatmu dan mereka pada akhirnya akan menunjukkan jalan kepada-Ku.
Jika keadaannya demikian maka melalui melayani mereka, seseorang
akan mengenal dirinya sendiri. Dia akan mengerti kapanpun dia tiba
dan kemana dia akan pergi dan dia akan memiliki sebuah firasat akan
maqam dari keadaan sekarang.

Sebuah hadits menjelaskan tujuan perwujudan alam ini maka:”


Aku adalah khazanah tersembunyi dan Aku cinta ingin dikenal, dan Aku
ciptakan makhluk agar Aku dapat dikenal.” Perintah ini adalah seperti
demikian namun untuk mengenal Allah bukanlah perkara yang
gampang hingga seseorang mengenal dirinya sendiri.

Hadits berikut menjelaskan ‘Dia yang mengenal dirinya kenal


Rabbnya.” Lawannya juga demikian ( dia yang tidak kenal dirinya tidak
kenal Rabb nya) dan inilah yang dipahami mereka yang memiliki
keadaan ruhani. Banyak kaum khusus maupun kaum awam memaknai
hadits ini sebanyak akal mereka berikan. Allah berkehendak, sebuah
makna dinyatakan kepada derajat kaum khusus. Bagaimanapun, pada
maqam ini 7 bentuk yang berbeda tertampakkan, yang akan dijelaskan
berikut di bawah ini.

72
BAB 2

BENTUK PERTAMA

Jika seseorang dalam tubuhnya mengerti ruh parsial dalam


bentuknya, yang dapat disebut jiwa yang berbicara (nafs an natiqah),
jika keadaan orang tersebut memang demikian, dia berada dalam
bentuk pertama. Maqam ini disebut maqam pengembangan.
Berdasarkan pandangan ahli Tauhid bahwa jiwa, hati, ruh,akal,
sir/rahasia, seluruhnya bermakna sama. Perbedaan nama ini diberikan
kepada sesuatu yang sama yang mengambil bentuk yang berbeda pada
saat yang berbeda.

Sesuatu yang dikenal sebagai jiwa yang berbicara tidaklah


memiliki hidup atau tubuh selain pengaruh dan tindakan diluar dan di
dalam tubuh. Meskipun demikian ia tidak memiliki tempat atau tanda
akan eksistensinya. Meskipun ia tidak memiliki lokasi yang khusus,
kapanpun kamu meletakkan jarimu, sesuatu ada di sana dan ia nampak
maujud dalam seluruh totalitasnya. Lebih jauh pembagian, sekat atau
hal–hal seperti ini tidaklah mungkin baginya. Ia seperti apa yang
digenggam dalam tangan manusia, yang melihat lewat matanya, yang
bicara dengan lidahnya, berjalan dengan kakinya, mendengar dengan
telinganya, dan secara bersamaan hadir dan mengatur seluruh
perasaannya.

Ia hadir secara esensial dan menyeluruh dalam setiap bagian


tubuh, dan membatasi seluruh tubuh, ia melampau tinggi dan bebas
dari setiap bagian tubuh. Jika sebuah jari atau kaki dipotong, ia tidak
akan menderita pengurangan, tidak juga ia kehilangan bagian dirinya
sendiri. Dalam setiap hal, ia seperti titik pusatnya sebagaimana
sebelumnya selalu begitu, dan tetap permanen dan ada, Jika tubuh
dihilangkan, ia tidak mengalami kehilangan eksisitensi tidak juga
73
pembubaran. Untuk dapat memahami hal ini terdapat makna yang
tidak cocok kepada batasan atau perhitungan apapun.

BENTUK KEDUA

Biarkan seseorang yang berada dalam bentuk kedua ini melihat


kepada cakrawala. Yaitu biarkan dia melihat cakrawala dimana Jiwa
Universal berada. Inilah yang dinamakan Akal, Ruh Agung, Khalifah. Ia
tidak memiliki bentuk badani dan ia tidak berada diluar alam semesta
ini dan langitnya, namun dia meliputi seluruh maujud dan di sanalah ia
hadir dan memainkan kontrolnya. Dalam hubungan dengannya, puncak
tertinggi dan dasar terendah adalah sama. Ia hadir adalam setiap yang
memiliki derajat dengan pemahamannya sendiri. Ia tidak dapat
terpaket atau terbagi. Jika langit jatuh dan bumi bergoncang, tak ada
yang terjadi padanya.

Sebagai contoh, perbedaan apa yang ia beri kepada matahari dan


bagaimana yang ia alami meskipun ia memasuki menara,istana dan
rumah yang didirikan di atas bumi. Bagaimanapun, setiap cerobong
asap, kamar atau dinding menerima cahaya darinya berdasarkan
jendelanya. Persis seolah-seolah bangunan tersebut akan jatuh dan
istana akan hancur, tak seorang pun akan membayangkan apapun akan
terjadi kepada matahari, yang bermakna tak ada apapun yang akan
terjadi kepadanya.. Tak peduli berapa banyak manusia atau makhluk
yang Allah ciptakan, Dia dapat memiliki taqdir di dalamnya dan
mengatur semuanya. Tak peduli berapa banyak yang mati di antara
makhluknya yang hidup Ruh Agung tersebut tetap hadir selamanya dan
dalam keadaan sebagaimana ia biasanya. Maka seseorang yang
memiliki ruh tersebut, ketika di melihat ufuk cakrawala, andai dia tahu
derajat ini, maka ia akan paham apakah bentuk yang kedua itu.

74
BENTUK KETIGA

Dalam maqam ini manusia menerima perkembangan lebih jauh dan


melihat apa yang disebut ruh parsialnya menjadi tiada dan fana dalam
Ruh Universal dan dia menjadi baqa dalam Ruh Universal…Biarkan dia
mengamati bahwa ruh adalah Ruh Universal, dan akal adalah Akal
Universal, dan mengamati hal ini dengan Haqqul Yaqin dan kemudian
melemparkan dari dirinya segala apa yang disebut dengan ‘bagian’.
Biarkan dia memahami bahwa segala sesuatu adalah terikat kepada
Keseluruhan. Inilah bentuk ketiga.

BENTUK KEEMPAT

Kemudian… biarkan dia melanjutkan pendakian dalam maqam ini.


Biarkan dia menemukan ruhnya fana dalam Ruh Universal. Dan
sekarang biarkan dia melihat bahwa Ruh Universal fana dalam kedirian
Allah. Dan dia terbebaskan dari bagian dan keseluruhan. Ketika ini
terjadi kepadanya dia melihat seluruh urusan fana dalam af’al Allah,
Nama-nama dan Sifat-sifat Allah dan dengan demikian seluruh kedirian
fana dalam kedirian Allah, dan dia melihat mereka sebagai tiada. Ketika
dia kokoh dalam hal ini, maka dia telah mencapai apa yang dikenal
sebagai kedekatan melalui ilmu (Ilmu Yaqin) dan melalui Kebenaran
(haqqul yaqin) dan dia mencapai maqam peyaksian sempurna.

Di bawah jubah maujud tak ada apapun di sana selain Dia: dia menjadi
tahu makna hal ini melalui batiniah, dan juga memperoleh sebuah
pemahaman akan makna ayat Al Quran:” Milik siapakah kerajaan hari
ini? Milik Allah Al Wahid Al Qahhar,” dia mengetahuinya dengan yakin
hal itu secara batiniah, tiada apapun selian Allah.

75
Sampai sekarang kami telah sebutkan 4 bentuk. Ini dapat disebut
sebagai berikut:

1. Anfus – Batiniah
2. Ufuk – cakrawala, eksistensi di luar diri
3. Kesatuan Anfus dan Ufuk
4. Fananya anfus, ufuk dan Kesatuan Anfus dan Ufuk dalam Kedirian
Allah.

BENTUK KELIMA

Ini adalah maqam dimana setiap maqam yang telah disebutkan


sebelumnya mesti terlihat dan diamati sebagai yang tunggal. Seseorang
yang telah mencapai maqam ini dianggap sebagai Anak Waktu (ibnul
waqtu).

BENTUK KEENAM

Seseorang yang mencapai maqam ini adalah cermin bagi segalanya.


Penempuh jalan dalam baqa, ia menjumpai di jalannya tak seorang pun
selain dirinya sendiri dan berpikir bahwa segalanya terikat dengan
dirinya. Dia berkata,” Dalam jubahku tak ada yang lain selain Allah.
Mungkinkah ada seseorang yang lain dalam dua dunia selain aku?”
Demikianah dia menjadi cermin bagi segala sesuatu dan segala sesuatu
tercerminkan di dalam dirinya. Bahkan mungkin ia juga adalah sinar
dari cermin dan apa yang terpantulkan. Dia sebelumnya adalah Ibnul
Waqtu yang biasa berkata,” Tak ada yang maujud selain Allah.” Ketika
dia mencapai maqam ini (yang keenam) dia berkata,” Hanya ada Aku,”
dan dia sering disebut sebagai Bapak Waktu (Abul Waqtu).
76
BENTUK KETUJUH

Seseorang yang datang ke dalam maqam ini maka sekarang akan


sempurna dalam musyahadah. Secara sempurna dan mudah dia telah
mencapai ketiadaan, dan mulai sekarang dalam baqa dia mencapai
baqa. Setelah ini seseorang tidak akan membicarakan dia sebagai
pemilik hal ruhani dan maqam. Dia tidak memiliki pengamatan,tidak
juga penyaksian tidak juga ma’rifat, dan penjelasan atau interpretasi
dari hal-hal tersebut tidaklah mungkin sebab tempat ini adalah maqam
ketiadaan sempurna. Bahkan kata ‘maqam’ digunakan disini digunakan
hanya untuk menjelaskan sebab seseorang disini tidak mengetahui
maqam atau tanda-tanda. Hanya mereka dengan zauq memahami
dengan zauq. Semoga Allah menjadikan hal ini mudah bagi kita.

***

Ketika Sang Arif mencapai maqam ini dia berada dalam Alam Kesatuan
dan Totalitas. Jika mesti baginya untuk berpisah dari sini, dia dihiasi
Wujud Ilahi. Dia mengetahui realitasnya dan akibatnya memahami
Allah, dan kemudian dia tidak terikat lagi dengan hukum apapun,
aturan, kepercayaan yang kita pahami secara lahiriah. Inilah yang ingin
dijelaskan, dan makna yang diinginkan adalah ini.

Tanpa wujud aku tidak temukan jalan kepada Al Haq;


Di sana aku hidup dengan Al Haq; aku temukan baqa’.
Diriku, aku fanakan diriku; diriku aku jumpai diriku lagi.
Kamu akan menjadi keseluruhan ketika kamu lenyapkan dirimu

77
***

Pada akhirnya sang Arif memahami bahwa entah di dalam anfus atau di
ufuk cakrawala, apapun yang termanifestasikan di sana adalah Kedirian;
wujud itu adalah Wujud Tunggal, Satu Jiwa, Satu Tubuh, ia tidak
terpisah dan tidak juga terindividukan; segala yang ada dalam
ketetapannya tiada lain selain Tajalli-Nya dan Alat; yaitu dari setiap
partikel atau akar kepada massa terbesar, Al Haq tertajallikan dengan
seluruh Sifat dan nama-Nya dan manifestasi ini bersesuaian dengan
pemahaman dan keimanan setiap orang. Dalam setiap tempat dan
dalam setiap maqam Dia menunjukkan wajah yang berbeda. Dia
mampu menunjukkan wujud-Nya entah di dalam atau tanpa tempat
dan maqam; yaitu yang berada dalam citra segala sesuatu, yang
dimengerti oleh akal, makna dalam setiap hati, sesuatu yang didengar
setiap telinga, mata yang melihat dalam setiap mata, adalah Dia…Jika
Dia tersingkap dalam wajah ini dia juga melihat dari wajah yang lain.
Makna dari hal ini lagi-lagi mengacu kepada kalimat awal dalam kitab
ini, Yang menuntut dan yang dituntut, sang pecinta dan yang dicinta,
yang beriman dan keimanan adalah sama bagi kaum Arif. Seluruh ini
bermakna bahwa bagi kaum Arif tak diijinkan untuk terikat kepada
aspek keimanan tertentu.

***

Beberapa orang buta berkumpul pada suatu tempat. Mereka mulai


membahas suatu masalah:” Kami penasaran andai kami dapat melihat
gajah.” Penjaga gajah membawa mereka ke kandang gajah. Masing-
masing dari mereka menemukan bagian dari gajah dan berpegang
dengannya—sebagian kepada telinga, sebagian kepada kaki, sebagian
kepada perut dan sebagian kepada belalai. Setelah mengetahui gajah
dalam cara ini, mereka mulai berargumen di antara mereka. Seseorang
yang berpegang kepada kaki berkata bahwa gajah itu seperti tiang.
78
Seseorang yang berpegang kepada telinga berkata bahwa gajah itu
seperti kain, dan yang mengetahui melalui perutnya berkata gajah
seperti gentong. Ringkasnya, apapun bagian tubuh tempat tumpuan
mereka yang mereka ketahui, seperti itulah keimanan mereka.
Seseorang yang memiliki iman melalui peniruan adalah dalam derajat
ini, dia cenderung kepada sesuatu yang terbatas dan menetap di sana.
Dalam keadaan dimensi seperti itu mereka tetap terpenjara.

Siapa yang tetap terpenjara dalam dimensi terbatas


Akan benar-benar menyedihkan ketika terbaring di dalam kubur

***

Apapun yang terjadi kaum arif tidak akan terperangkap dalam


keimanan terbatas sebab dia berlaku bijak kepada dirinya sendiri. Inilah
yang telah kami jelaskan di atas.

79
BAB 3

Sang Arif agar ia mengetahui lebih baik akan dirinya sendiri dan
mengetahui inti hatinya adalah perlu mendengarkan dengan seksama
dan dengan rendah hati kepada 5 hal lagi yang ia perlukan. Ini
merupakan keperluan mutlak bagi sang arif ketahui dalam mencapai
tujuannya. Karena alasan ini, kami memberikan paparan dibawah ini
yang disebut 5 hadirat (Kehadiran).

LIMA KEHADIRAN/HADRAT

Adalah penting mengetahui bahwa tiada akhir kepada kedirian


Allah atau kepada sifat-sifat-Nya, sebagai akibatnya Alam Semesta tidak
memiliki akhir atau jumlah, sebab Alam Semesta adalah tempat bagi
manifestasi Nama-nama dan Sifat-sifat. Karena apa yang mewujud tidak
terbatas, tempat perwujudan juga tidaklah terbatas. Akibatnya, ayat Al
Quran,” setiap saat Dia berada dalam konfigurasi yang
berbeda/kesibukan,’ bermakna setara dengan tiada akhir/batasan bagi
penyingkapan Allah.

Qudrah Allah selalu konstan dan tetap dalam keadaan


Kesempurnaan. Disebabkan Kesempurnaan ini Dia tidak
menyingkapkan diri-Nya dua kali/ berulang kepada seseorang yang
sama dalam cara yang sama. Dia secara konstan berada dalam tajalli
yang baru, dan sebagaimana itu tidak terjadi hingga sekarang, maka
tajalli yang sama tidak mungkin terjadi kepada dua orang yang berbeda.

Dalam sebuah hadits dikatakan: “Allah memiliki 18 ribu alam dan


bumi ini adalah satu di antaranya.” Meskipun tidak ada batas bagi
tajalli Allah dan tiada akhir bagi lokus tajalli Allah. Bagaimanapun,
80
seluruh alam ini dilingkupi oleh 5 kehadiran yang kami sebutkan.
Qudrat-Nya adalah yang paling hebat; Keagungann-Nya paling luas dan
tidak ada Uluhiyah selain Dia.

Kehadiran Pertama—Gaybul Mutlaq—Kegaiban Mutlak

Kehadiran ini juga disebut Alam Lahut. Ia disebut juga alam dengan
tiada manifestasi (la ta’ayyun) yang tidak berada dalam ukuran apapun
atau bentuk atau peliputan. Ia disebut juga Kebutaan Mutlak. Disebut
juga Wujud Belaka, Wujud Mutlak,Kedirian Murni (zat),Ummul Kitab,
Pernyataan Mutlak, Titik Terdalam Lautan, Yang tidak diketahui dari
yang tidak diketahui.

Di Quran dikatakan,’ kunci kegaiban seluruhnya berada di sisi-Nya,


hanya Dia yang mengetahui mereka.’ Nama yang disebut di atas hanya
berasal dari satu derajat. Akibatnya Allah dalam maqam ini berada
dalam Kesempurnaan Rahman dan Maha Kaya dari seluruh pensifatan
yang mereka buat tentang Dia. Tiada Pensifatan atau nama yang
mungkin dalam maqam ini. Apapun kata yang digunakan untuk
menjelaskan maqam ini tidak akan cukup dan layak sebab pada Hadrat
ini Kedirian Allah berada dalam Tanzih yang Sempurna dari segalanya,
sebab Dia belum turun ke dalam lingkaran Nama-nama dan Sifat-sifat.
Seluruh Nama dan Sifat terkubur dalam fana dalam Kedirian Allah. Ada
beberapa kutipan Al Quran yang berhubungan dengan hal ini:

1. “Tanpa keraguan Allah Maha Kaya dari seluruh Alam.”


2. “Tidakkah pernah lewat suatu waktu kepada manusia ketika manusia
bukanlah sesuatu yang disebut,diingat atau didengar?”
3. Hadits: “Pada saat itu Allah Ta’ala berada dalam suatu keadaan
ketika tak satu pun ada bersama-Nya.”
81
4. “Aku adalah khazanah tersembunyi…” (hadits qudsi)

Kutipan ini menunjukkan maqam yang telah kami sebutkan. Apapun


kemungkinan kasusnya, bagi sang Arif yang mengenal Kedirian, tak
satu pun baru atau berbeda yang telah terjadi. Apapun Dia sebelumnya,
sekarang Dia tetap demikian. Ketika Hadrat Ali mendengar hadits ini:”
Pada saat itu Allah dalam situasi demikian bahwa tak satu pun
bersama-Nya,” dia menambahkan,’ Bahkan sekarang Dia tetap
demikian.” Dengan demikian dia menjelaskan hadits dan pada saat
yang sama membuka wajah lain dari hadits dan mengomentarinya.

Kehadiran Kedua – Alam Jabarut (Alam Ke-Mahakuasa-an)

Ini juga dikenal sebagai Kehadiran Penyingkapan Awal (Ta’ayyun


Awwal), Tajalli Awal, Permata Pertama, Hakekat Muhammad, Ruh
Agung, Ruh Universal, Gaib Tersifatkan dan Al Furqan. Dalam Ummul
Kitab segala sesuatu tampak terkumpulkan bersama dan dalam Kitab
Yang Nyata seseorang mulai memasuki bab-bab. Ummul Kitab adalah
Zat. Maqam ini disebut juga Alam Asma, Entitas Tetap (‘ayn Tsabitah),
Alam Intisari, Barzakh Al Akbar. Keseluruhan ini adalah nama-nama dari
Derajat pertama namun mereka digunakan masing-masing dengan
sebuah referensi khusus dan bukan dianggap rahasia bagi yang tahu.

Kehadiran Ketiga – Alam Malakut (Alam Malaikat)


Ini kadang-kadang digambarkan sebagai derajat para Malaikat, Alam
Mitsal, Alam Imajinasi (Khayal), Keawalan, Penyingkapan Kedua, Tajalli
Kedua, Batas Terjauh (Sidratul Muntaha), Alam Perintah, Barzakh kecil
dan Alam Bab-bab.

82
Kehadiran Keempat – Syuhud Mutlak ( Penyaksian, Penglihatan,
Pengamatan Mutlak)

Ini disebut Alam Syahadah, Alam Kepemilikan (Mulk), Alam Nasut, Alam
Ciptaan, Alam Makna, Alam Spesies-spesies, Alam Angkasa,Bintang dan
Kelahiran. Apa yang dimaksud dengan ini adalah logam,tumbuhan dan
hewan. Mereka juga menganggap Arasy Azhim sebagai bagian dari
maqam ini. Maqam ini melingkupi totalitas dari alam bentuk-bentuk.

Ini adalah istilah-istilah yang berhubungan dengan Alam


Musyahadah. Seluruh yang disebutkan selain alam ( yaitu tiga
sebelumnya) disebut Alam Gaib, dimana seluruh yang disebutkan disini
adalah Alam Perintah (Alam ‘Amr), maka kedua nama ini digunakan.
Istilah Gaib dan Penyaksian dan/atau masalah-masalah dunia dan
masalah-masalah dunia yang lain, mungkin juga digunakan.

Apa yang akan dijelaskan berikut ini, yaitu 4 alam, adalah seperti
lautan. Ia adalah Alam Mulk, Alam Ruh (Malakut), Alam Jabarut dan
Alam Ketuhanan (Lahut). Seluruh lautan ini adalah abadi dan tidak
memiliki awal dan akhir. Lautan pertama adalah Kedirian/(Zat) yang
sering disebut Lahut. Sesuai dengan pernyataan,” Aku adalah khazanah
tersembunyi….” Kedirian Allah mengalir memanifestasikan Alam
Jabarut, dan ini disebut juga Ruh Agung. Ketika Jabarut mengalir, ia
memanifestasikan alam Malakut. Dengan mengalirnya alam Malakut
terbentuklah adalam Mulk. Apa yang dimaksud disini dengan
“mengalir” adalah fitrah atau kecenderungan alami sebagai akibat sifat
Kedirian. Apa yang disebutkan di atas sampai saat ini terjadi dalam
ruang waktu yang diperlukan oleh satu kedipan mata, yang bermakna
waktu yang sangat pendek, bahkan waktu yang tercepat. Kutipan dari
Al Quran menunjukkan hal ini:” Perintah Kami adalah tunggal bagaikan
kedipan mata bahkan lebih cepat lagi.” Inilah utusan perintah dan
83
perintah ini disebut Kun. Kepada segala sesuatu (al-kawn) Dia
berkata,Kun! dan langsung terjadi.

***

Tak ada satu pun dari masalah/urusan yang terjadi berasal dari yang
tiada. Inilah esensi seluruhnya. Apa yang dimaksud manusia dengan
berkata bahwa segala sesuatu berasal dari tiada hanyalah untuk
menyatakan Kedirian, ketika ia tersembunyi dalam diri-Nya sendiri,
ingin untuk menyata, sebab ‘apa yang ada/sesuatu’ tidaklah dapat
menjadi yang tiada, dan apa ‘yang tiada/bukan sesuatu’ tidaklah dapat
menjadi yang ada/maujud. Disebabkan pendapat ini dalam Lautan
Kedirian, alam semesta menjadi ternyatakan.

Mari kita renungkan Lautan—dengan yang satu mengalir


membentuk yang kedua, kemudian dari yang kedua membentuk yang
ketiga dan dari yang ketiga membentuk yang keempat. Maka 4 lautan
terjadi; persis seperti uap air menjadi air dan air menjadi es, segalanya
terjadi dalam cara ini. Seluruh yang telah dijelaskan adalah cahaya.
Setiap bagian-Nya adalah bentuk yang baru. Pada derajat kaum Arif,
apapun itu sebelumnya, sekarang tetaplah seperti itu. Seluruh alam
semesta yang telah dijelaskan adalah lautan cahaya yang secara
konstan bergerak dan sebagai akibatnya selalu muncul penyingkapan
yang lebih baru.” Setiap saat Dia dalam konfigurasi yang
baru/kesibukan.” Berdasarkan hal ini Gelombang Ilahi berasal dari
Kedirian dan kembali kepada Kedirian.” Segalanya berasal dari-Nya dan
lagi akan kembali kepada-Nya.” “Segala urusan kembali kepada-Nya.’
“Allah adalah cahaya langit dan bumi.” Makna dari kutipan Al Quran
tersebut cukup untuk menjelaskan yang dimaksud.

Seluruh alam adalah Kedirian: Lautan Hikmah,


Dalam kesatuan dengan Allah. Tak ada Uluhiyah selain dari Allah
84
Wujud Mutlak adalah suatu jenis laut, yang secara konstan
menciptakan.
Rahasia ‘Ana Al Haq’ Dia kembali tersembunyi dan terbuka,pada saat
yang bersamaan.

***

Maka gelombang laut adalah apa yang disebut ‘yang lain’. Laut adalah
tanpa awal, tanpa akhir, dan gelombang dianggap sebagai sesuatu yang
terjadi sesudahnya/aksiden.
Wujud Awal dan Akhir adalah milik Allah dan ‘yang lain’ yang muncul
dianggap sebagai yang ada dalam Wujud Mutlak. Seluruh sesuatu yang
eksis menjadi ternyatakan dari Kedirian Mutlak, Jika penyingkapan yang
merupakan kehidupan wujud diputus sesaat saja, maka segalanya akan
terkubur dalam ketiadaan.

Kehadiran Kelima – Insan Kamil

Disini Insan Kamil akan dijelaskan. Kehadiran yang telah dijelaskan dan
totalitas alam semesta terliputi dan terlingkupi di dalam totalitas dalam
Insan kamil ini. Insan Kamil adalah pemilik derajat Penyatuan; dia
berada pada maqam Ismul A’zham. Persis seperti Ismul A’zham
mengumpulkan dan mengandung seluruh nama, dengan cara yang
sama Insan Kamil mengumpulkan dan mengandung alam mulk-malakut,
jabarut dan lahut. Entah itu dalam lahiriah atau batiniah tiada maqam
yang tidak dilingkupi oleh Insan Kamil. Dia menerapkan hukumnya
dalam segala sesuatu yang menjalar secara zat dan apapun sesuatu itu
dapat nampak dalam sesuatu itu sebagaimana dia adanya. Dalam
faktanya hadrat Ali telah berkata demikian:

85
“kamu mengira dirimu adalah bagian kecil
Padahal di dalam dirimu terdapat alam semesta, dirimu yang terbesar.”

Yaitu bermakna, kamu mengira dirimu sebagai sesuatu yang kecil,


dimana di dalammu tersembunyi alam semesta yang terbesar. Jika
kamu mendatangi seorang guru dan menjadikanmu kenal dirimu, maka
kamu akan melihat segaa sesuatu di dalam dirimu dan kamu akan
mengetahuinya dengan yakin.

Kamu dapat membayangkan kebesaran insan Kamil dengan cara


ini: jika 18 ribu alam ditempatkan dalam mortar dan ditumbuk menjadi
pasta, maka komposisi ini akan menjadi Insan Kamil. Insan ini akan
melihat 18 ribu alam melalui 18 ribu mata. Dia melihat setiap alam
dengan mata yang sesuai dengannya. Dia melihat rasa dengan mata
rasa, masalah akal dengan mata akal, makna dengan mata hati.
Bandingkan alam yang lain dengan ini. Mereka yang bodoh berpikir
mereka akan paham tentang makna dengan mata inderawi jelas larut
dalam harapan kosong. Dan ini dikenal oleh mereka yang tahu.

Teruskan, temukan mata. Sembuhkan dengannya


Dan sekarang, lihatlah dari-Nya kepada-Nya.

Untuk dapat melihat pada alam Gaib maka mesti ada mata Ilahi.

Alasan mengapa beberapa orang melukiskan alam sebagai 18 ribu


adalah:

1. Akal Universal
2. Jiwa Universal
(Ini sering diacu kepada Kalam Dan Lauh).
3.Al Arasy
86
4. Al Kursi

Kemudian diikuti 7 Langit, 4 Elemen Alam dan 3 Kelahiran (mawâlîd):


totalnya 18, dan secara detail ada 18 ribu. Banyak Orang Besar
meneruskan dengan cara demikian. Bagaimanapun, dalam hakekatnya
Alam Semesta tidak dapat dihitung.

87
BAB 4

Mari kami berikan informasi yang berguna. Apa yang terdapat pada
permukaan alam sebagai ciptaan hanya dianggap sepersepuluh dari apa
yang ada di air. Jika apa yang ada di air dan di bumi dikumpulkan
bersama-sama maka mereka akan dianggap sebagai sepersepuluh dari
apa yang ada di langit. Jika semuanya ini dikumpulkan maka akan
menjadi sepersepuluh dari Malaikat di Langit Pertama. Keseluruhan ini
akan menjadi sepersepuluh dari jumlah Malaikat Langit Kedua dan
semuanya ini berlanjut hingga Langit Ketujuh; dan mereka yang berada
dalam 7 lapis dan 7 lapis bumi jika dijumlahkan menjadi sepersepuluh
Malaikat yang menghuni Kursi. Inilah ayat Al Qur’an yang berkata,’
Kursi-Nya meliputi langit dan bumi.’ Pada Kursi makhluk di 7 lapisan
bumi dan 7 lapisan langit dan di air membentuk sepersepuluh Malaikat
yang memohonkan ampunan di satu sudut dari Arasy. Dan seluruhnya
dihitung sampai level ini akan membentuk sepersepuluh jumlah
Malaikat Muhaimin As. Malaikat Muhaimin sejak mereka diciptakan
hingga saat ini tidak pernah mengangkat pandangan mereka dari
memandang manisnya Keindahan (Jamal) dan berada dalam keadaan
mabuk dalam memandang Keindahan itu. Mereka tidak mengetahui diri
mereka atau yang lain—hingga sekarang mereka bahkan tidak tahu
bahwa alam semesta diciptakan juga tentang Adam atau Iblis.

***

Kemudian Allah memiliki Malaikat yang hebat dengan rambut yang tak
terhitung di kepalanya. Berdasarkan perbandingan ini seluruh Malaikat
dan segala yang lain persis seperti sebutir mutiara di rambut seseorang.
Andai Allah memerintahkan Malaikat ini dia akan menelan seluruh
eksistensi sebagai satu butiran dan tidak akan sadar bahwa sesuatu
telah melewati tenggorokannya. Nama Malaikat ini adaah Ruh.

88
Maka jika seluruh urusan yang telah disebutkan, malaikat dan
langit, diletakkan dalam hati Insan Kamil, dia tidak akan merasakan
dalam hatinya meskipun sebesar zarah. Ketika Abu Yazid Busthami
mencapai maqam ini dia berkata sebagai berikut,” Jika Arasy dan
seluruh apa yang ada di sana digandakan sejuta kali dan diletakkan di
sudut hati seorang Arif,dia bahkan tidak akan merasakannya.” Hati yang
tidak meliputi langit dan bumi dan Arasy serta Kursi telah menjadi
tempat tajalli Keagungan dan keindahan (‘Azhim dan Jamal) dan
totalitas Kedirian-Nya dan seluruh sifat-sifat Allah. Ini juga disebutkan
dalam hadits Qudsi,” Langit dan bumi-Ku tidak dapat meliputi-Ku,
namun hati orang beriman meliputi-Ku.” Mu’min pertama mengacu
kepada Insan Kamil dan yang kedua mengacu kepada hakekat Kedirian.
Dengan kata lain, Insan Kamil adalah cermin Al Haq.

Kemuliaan hati Insan Kamil tidak akan layak bagi segala perhitungan,
batasan, prasangka (wahm) atau perbandingan. Ia bergantung pada
zauq. Semoga Allah menjadikan zauq itu mungkin bagi kita….Hu.

***

Abu Yazid, dalam maqam ini berpuisi:

“Aku minum cinta gelas demi gelas


Tidaklah habis anggur cinta, tidak juga habis dahagaku”

Cinta yang dijelaskan dalam maqam ini adalah Yang Dicinta (Mahbub).
Dengan puisi ini, Abu Yazid memberikan kabar akan derajat hati ini dan
menjelaskan keluasan hati; yang diketahui oleh yang mengetahui. Jika
perlu menginterpretasikanya, dapat dikatakan sebagai berikut: Cermin
hatiku sebagai tempat manifestasi tajalli dan pancaran keabadian dan

89
azali Sang kekasih/Mahbub. Pancaran Ilahi mengikuti satu dari yang
lainnya, turun dan terus berlanjut turun, dan hatiku menerimanya.
Cintaku atau penerimaan hatiku tidak akan habis dan tampaknya tidak
akan berakhir.

Tujuan dari penjelasan ini untuk mengurai derajat dari Insan Kamil, dan
sebagai akibatnya adalah Kebesaran Allah.

“Ketika seseorang tidak mengenal dirinya


Bagaimana mungkin dia meliputi keabadian
Dan mencapai pemilik tanpa awal…”

***

Andai jika seluruh pohon adalah pena dan lautan adaah tinta, dan jika
seluruh manusia dan yang kita tidak lihat dengan mata lahiriah seperti
Malaikat, Jin dsb, mereka tidak dapat selesai menjelaskan derajat Insan
Kamil. Jika waktu dibagikan kepada mereka dari awal hingga akhir
dunia, mereka masih tidak dapat menggoreskan permukaan dari
sebuah lembaran yang halus yang menutupi wajah akan masalah ini.
Sebagai indikasi akan hal ini, kami kutipkan ayat Al Quran,” Katakan
kepada mereka: jika lautan menjadi tinta dan pohon menjadi pena,
mereka akan habis di hadapan kata-kata Rabb ku. Jika ditambah
sejumlah yang sama lagi, itu juga akan habis.”

Satu nama dari Insan Kamil adalah (Alif, Lam, Mim). Inilah kitab yang
tiada keraguan. Sebuah hadits berkata,’ Manusia dan Al Quran adalah
saudara kembar.” Apa yang dimaksud dengan Manusia di sini adalah
Insan Kamil, dan yang dimaksud dengan saudara kembar adalah identik
dengan kembar yang dilahirkan dari rahim yang sama.

90
Dalam apapun yang dijelaskan sampai sekarang, segala sesuatu adalah
cermin bagi yang lainnya. Cermin Alam Lahut adalah Jabarut, cermin
bagi Jabarut adalah Malakut, dan cermin bagi Malakut adalah Mulk dan
cermin bagi keseluruhan ini adalah Insan Kamil. Insan Kamil adalah
wakil Allah, sebuah cermin yang memantulkan-Nya. Ia adalah cermin
yang menampakkan Wujud Allah dan kesatuan. Tiada derajat yang
bukan esensi Insan Kamil.

***
Penjelasan telah menjadi panjang dari ruang lingkup seseorang. Mari
kembali kepada masalah asal/ Tujuan utama adalah ini,” Andai sang Arif
mengenal dirinya secara menyeluruh, dia tidak akan terjebak dalam
sebuah kepercayaan tertentu.” Jika seseorang tiba pada keadaan ini,
dia dianggap telah menjadi Insan Kamil. Apa yang kami sebutkan hingga
sekarang mewakili seperseribu dari sifat Insan Kamil. Setelah seseorang
mencapai derajat ini, dia secara mutlak adalah tempat tajalli Allah
sehingga dari sisi manapun Dia menyingkapkan diri-Nya, itu diterima.
Manusia yang mencapai derajat ini disebut Insan Kamil. Semoga Allah
memberikan kita akan derajat ini.. Amin…Hu.

***
Wahai saudaraku, pikirlah dengan bijak. Allah telah memberikan kita
bakat yang besar. Kita kehilangan hal ini; apakah itu pantas kita
lakukan? Kita membawa diri kita ke derajat yang disebut oleh Al
Quran:” Mereka seperti gembala hewan, bahkan lebih rendah lagi.” Ini
merupakan kemalangan buat kita. Tidak mudah untuk menjadi Insan
Kamil. Ia hanyalah mungkin untuk mendapat Insan Kamil dan
berpegang pada jalannya dan melayaninya. Allah telah memberikan
bakat ini kepada setiap manusia namun manusia menjatuhkannya ke
derajat terendah, dan menghancurkan bakatnya. Serahkan dirimu
kepada Mursyid Kamil, dan jadilah manusia. Faktor paling penting
adalah terikat dengan keyakinan kepada kesempurnaan Insan Kamil.
Jangan sekali-kali pernah menyangka Insan Kamil adalah manusia tanpa
91
keimanan atau jalan. Jalannya dan keimanannya adalah eksistensi
Kehendak Ilahi dan dalam eksistensi Perintah Ilahi. Keimanan mereka
bukanlah sebuah jalan tiruan atau kepercayaan. Sebagian Ahlullah,
ketika ditanya,” Dari jalan apakah kalian?” mereka menjawab:” Aku dari
jalan Allah.”

Bebaslah dari aturan dari segala jalan yang berbeda


Jadilah pemimpin dari kelompok orang yang bertaqwa

***

Mereka menanyakan kepada orang-orang besar sebagai berikut:”


Berdasarkan apa yang dikatakan, orang Arif tidak tetap terikat pada
satu kepercayaan, meskipun dia nampak kepada manusia seolah-olah
dia bersesuaian dengan mereka sebab ada sebuah kutipan hadits yang
berkata:” Berbicaralah kepada manusia sesuai dengan pemahaman
mereka.” Sekarang jika ia ingin menunjukkan kepada manusia apa yang
ada di hatinya dia akan segera dibunuh. Jika situasinya demikian,
bukankah Kaum Arif adalah seorang munafiq?

Jawabannya sebagai berikut,” Tidak. Sebab kemunafiqan adalah dia


yang memiliki iman yang rahasia namun menunjukan amal perbuatan
diluar sesuai dengan iman yang ada dan dia sendiri tahu bahwa apa
yang dilakukannya adalah tidak pantas. Apa yang ditunjukkan kaum Arif
secara lahiriah sebagai keimanannya adalah sama dengan Al Haq, dan
meskipun keimanan batiniahnya mungkin terlihat berlawanan dengan
keimanan yang ia tunjukkan secara lahiriah, tidaklah demikian.
Kerangka pandangan kaum Arif adalah luas. Di dalam dirinya bahkan
dua hal yang berlawanan menjadi satu. Jika dua keimanan yang
berlawanan terlihat berlawanan dengan manusia lahiriah, baginya
tidak demikian. Allah mengetahui yang terbaik.

92
BAB 5

Sekarang ada sesuatu yang mesti seseorang ketahui. Dan itu adalah
bahwa seorang Arif mesti tahu tempat asalnya dan tempat kembalinya;
dari mana dia datang dan kemana dia akan pergi. Dan ilmu ini terikat
kepada 3 perjalanan. Karena itu, kami akan jelaskan perjalanan ini.
Secara alami dipahami bahwa perjalanan ini berhubungan dengan
perkembangan ruhani seseorang. Tiada awal dan akhir bagi perjalanan
ini tiada juga dia memiliki jumlah, namun 3 perjalanan ini yang telah
kami pilih telah mewakili kesemuanya. Kecuali jika seseorang telah
menempuh tiga perjalanan ini dan dia tidak dapat menemukan dalam
dirinya pentingnya rasa pengetahuan kepada al Kholiq, ia tidak dapat
menjadi matang, dan tidak dapat juga membimbing yang lain.

Perjalanan Pertama

Ketahuilah bahwa seseorang memiliki tempat yang nyata dalam


Kedirian/Huwwiyah. Ketika Kedirian ingin realitas itu nampak dalam
dunia yang imanen, pertama-tama Dia mendeskripsikan bentuk dari hal
ini sebagai pemikiran dalam ilmu-Nya, yang merupakan Akal Universal.
Inilah tempat Cermin Iahi, dan ini adalah alam semesta Ilmu Allah.
Bentuk itu tetap dalam keadaannya selama Allah melihatnya
layak/cocok. Kemudian dia turun kepada Jiwa Universal, kemudian
Arasy, Kursi; level demi level dia melintasi 7 langit dan datang ke dalam
Unsur Api kemudian Udara, kemudian air,dan jatuh kemudian kepada
bumi; setelah itu ke Mineral-mineral, tumbuhan,Malaikat, kemudian
mengunjungi manusia dan Jin.

Hingga dia mencapai derajat manusia dia melewati banyak


godaan pada setiap evel penurunannya; dia bertemu dengan beberapa
kesulitan. Kadang-kadang dia naik; kadang-kadang dia turun/rendah;
93
dan setengah lingkaran diselesaikan hingga ia menetap dengan
manusia, dan titik ini disebut sebagai yang terendah dari yang terendah
(Asfala safilin).

Bagi manusia tanpa memahami darimana dia datang dan kemana


dia akan kembali, inilah awalnya. Kami telah jelaskan hal ini bahkan
sebelumnya. Dalam sebuah ayat Al Quran dikatakan:” Kami ciptakan
manusia dalam bentuk sebaik-baiknya dan kemudian Kami turunkan dia
ketempat serendah-rendahnya.” Seluruh level ini yang telah kami
sebutkan sebelumnya hingga dia mencapai derajat kemanusiaan
menyusun perjalanan pertama ini. Jika manusia tanpa pemahaman
darimana dia datang dan kemana dia pergi bergabung dengan
perjalanan pertama ini, dia memenuhi dirinya sendiri hanya dengan
gerakan dan kepemilikan, dan jika dia menemukan hanya titik awalnya,
ia masih jauh dari menemukan Alam Keseluruhan (Alam Jami’). Dia
dianggap sebagai terpisah dan sebagai indikasinya telah dikatakan:”
Setiap orang yang terpisah sebelum menemukan Alam Jami’ adalah
pelaku syirik.” Ayat dari Al Quran mesti dibaca disini:” Mereka seperti
gerombolan binatang atau bahkan mereka lebih rendah lagi (bingung,
ragu).” Mereka kembali pada Hari Kiamat termasuk ke dalam kelompok
itu.

Perjalanan Kedua

Perjalanan ini disebut juga perjalanan Pengamatan dan Pengajaran.


Dalam perjalanan kedua ini seseorang mesti bergantung kepada
sumber dari ilmu sebab ia mesti terbang menuju Akal Universal. Ini
disebut juga Hakekat Muhammad. Dengan bantuan dan kemauan keras
dari seorang yang besar maka adalah mesti ia mencapai titik ini:
kedatangan ini spesial.
94
Sedemikian hingga ia telah mencapai kedudukannya sendiri yang
dia telah peroleh dalam perjalanan ini akan penurunan banyak warna
(pengotor) dari setiap level yang ia jumpai, yang merupakan warna-
warna pengalih perhatian/pengacau. Dia telah memperoleh dalam
setiap level sifat yang tak berguna dan menghalangi. Disebabkan hal
inilah dia telah kehilangan/tersesat dalam keragaman yang dikenal
sebagai ‘lebih rendah dari segerombolan hewan’. Sekarang ketika dia
telah berpegang pada Mursyid Kamil dia akan menghilangkan sifat-sifat
tak berguna ini yang ia peroleh pada perjalanan turun dan dia akan
kembali kepada sebuah keadaan yang merupakan keadaan awalnya
(primordial); dan dia menjadi sesuatu yang dulu. Kecuali jika disucikan
di jalan ini, maka tidaklah mudah baginya mencapai Akal Universal.

Bayangkan seorang manusia yang telah memulai jalan, kecuali jika


dia memiliki ma’rifat akan Akal Universal, dia tidak akan pernah berada
pada level yang sama dari Ahlul Haq. Untuk berkembang dengan baik
ketika kamu masih dalam perjalanan, adalah wajib bagimu mencapai
Akal Universal. Inilah derajat Kewalian.

Mereka yang mencapai Hidayah adalah suci


Mereka yang belum mencapai Hidayah adalah najis

Seorang manusia menjadi Manusia di perjalanan ketika dia mencapai


Akal Universal. Inilah yang disebut Hakekat Muhammad. Inilah makna
hadits,” Yang mula-mula diciptakan Allah adalah Akal ku.” Manusia
pada perjalanan dalam maqam ini adalah tak berwarna dan
menemukan Kesatuan.

Yang tak berwarna memenjarakan bahkan yang berwarna


Musa membuat perang dengan Musa.

95
Seseorang yang tidak memasuki warna akan menemukan jalan yang
manis
Musa dan Firaun menjadi teman

***

Akal manusia menemukan Akal universal, jiwanya menemukan Jiwa


Universal, ruhnya menemukan Ruh Qudus. Maqam ini disebut
Penyatuan setelah Pemisahan. Inilah maqam mereka yang tertarik
kepada Allah. Kebingungan, gangguan perhatian yang tanpa belas kasih
dan akal berada pada derajat ini. Banyak yang tersesat tanpa bisa
dibatalkan pada derajat ini. Inilah sebabnya mereka berkata, untuk
mencari Penyatuan tanpa pemisahan adalah kegilaan, dan jika kegilaan
ini terjadi, manusia pada jalan Al Haq tetap pada derajat ini; dia tidak
dapat pernah pergi lebih jauh dan tidak dapat mencapai kesempurnaan
atau penyelesaian, dan tidak dapat menemukan Al Haq sebagaimana
dalam diri-Nya sendiri. Bagaimanapun, keadaan ini adalah sebuah
keadaan yang sangat menyenangkan, dan inilah maqam perjalanan
dengan Al Haq di dalam Al Haq.

Salik telah melemparkan atom eksistensi dirinya. Dia sekarang


tanpa kepala: dan sekarang tidak sadar akan dirinya, atau alam semesta
dan orang lain. Mulai sekarang dan seterusnya dia tidak dapat
berlindung pada satu bagian agama dan tidak dapat menundukkan
dirinya kepada peraturan dogma apapun. Namun dia mesti jangan
berkeliaran di level ini—ini secara esensi mutlak untuk melangkah lebih
jauh. Dengan pertolongan Allah dalam maqam ini, ia menemukan level
fana bersama Allah, adalah wajib baginya untuk mencapai alam
kehidupan dengan-Nya.

96
Perjalanan Ketiga

Perjalanan ini berawal dari-Nya, namun pada saat yang sama ia adalah
maqam baqa’ dengan-Nya. Yang berarti ia adalah perjalanandari Al Haq
kepada ciptaan (Al Khalq), yang juga berarti setelah menemukan Alam
Kesatuan, dia melewati ke keadaan keterpisahan, Manusia pada
perjalanan ini adalah untuk menolong yang lain agar tahu, untuk
menjelaskan jalan bagi yang lain dengan penurunan ruhani, dan dia
meletakkannya pada jubah kemanusiaan dan turun dari keadaan
ruhaninya kepada manusia dan berbaur dengan mereka . Itulah makna
hadits yang mengatakan,” Aku juga manusia biasa seperti kalian
semuanya.” Adalah wajib pada keadaan ini untuk makan, minum, tidur,
dan menikah, namun tidak jatuh pada berlebih-lebihan, dan tidak juga
kepada pertapaan. Keseimbangan dan istiqomah yang sempurna adalah
sangat penting/esensial.

Tidak berlebihan, tidak pula kekurangana di dalam dirinya


Itulah jalan yang tepat di tengah-tengah hal ini

***

Orang yang mencapai level ini adalah seseorang yang iffah (menjaga
kehormatan diri) dan istiqomah. Dia secara lahiriah setuju dengan
hukum-hukum keagamaan dan dia menerima mereka, namun dia tidak
pernah terlibat dengan ritual ekstra selain dari yang bersifat
esensial/hakekat. Baik di Alam Keragaman dan di Alam Kesatuan, dia
secara konstan berada dalam keadaan sholat. Alam lahiriahnya tertutup
bagi manusia. Alam batiniahnya terhubung dan tidak pernah terpisah
dengan Allah. Untuk memahami orang ini adalah sangat sulit sebab
manusia berpikir dan menilai seseorang melalui sikap keimanan lahiriah
dan amal zahirnya, dan mereka mengira ia adalah manusia beriman
yang sedang berkembang. Bagaimanapun, perkembangan Insan Kamil
97
tidak dapat dilihat dengan mata inderawi. Untuk dapat melihatnya,
kamu mesti punya mata yang telah mencapainya.

Singkatnya, hanya mereka yang telah mencapai kesempurnaan


dapat mengenali Insan Kamil. Siklus/lingkaran ini adalah lingkaran
Perbedaan/Keragaman yang muncul setelah Lingkaran Kesatuan.
Khalifah Ali Ra berkata:” Untuk memiliki kesendirian tanpa mencapai
penyatuan adalah Syirik; jika pada akhir penyatuan tidak terdapat
perbedaan, itu adalah zindiq; namun untuk mendapatkan penyatuan
dan perbedaan/keragaman sebagai yang tunggal juga dianggap sebagai
tauhid.” Tiga maqam ini adalah makna akan sesuatu yang sedang kami
jelaskan, dan tiada keperluan untuk pergi lebih dalam. Bagi Insan Kamil,
penurunan kepada Maqam Keragaman dianggap kemajuan. Ketika dia
mencapai maqam ini, maka dia mengenal dirinya sendiri. Dan karena
pada tempat ini dia terikat tanpa terlarut kepada Esensi awal, dia tidak
memungkinkan terikat dengan satu bentuk keyakinan. Allah
mengetahui yang terbaik.

Meskipun demikian faktanya, orang ini tidak pernah


keberatan/bertanya kepada seseorang disebabkan keimanan yang dia
pelihara; dia tidak mencampuri urusan demikian dan dia tidak
menyangkal kepercayaan mereka, sebab dia telah mengatur seluruh
kepercayaan dalam wujudnya. Yang berarti, Ahli ma’rifat telah
memahami sudut pandang yang serba meliputi dan menyeluruh. Atas
alasan ini, hakekat yang menyeluruh memiliki wajah dalam setiap
bagian kepercayaan sebab apa yang mereka sebut sebagai sudut
pandang mutlak adalah ma’rifat tersebut. Tiada yang mutlak yang tidak
memiliki sisi relatif. Disebabkan hal ini, apapun yang disembah Yang
Mutlaq nampak dalam wajah itu. Entah sang pemilik keimanan
mengetahui hal ini atau tidak, demikianlah adanya.

Seorang Syeikh berkata: “Allah telah menjadikan segala sesuatu sama


dengan diri-Nya. Hikmah dalam hal ini adalah Dia tidak ingin apapun
98
disembah selain diri-Nya dan sehingga tidak ada yang lain yang dicinta,
kecemburuan Ilahi mewajibkan hal ini.”

Kecemburuan Allah tidak mengijinkan orang asing;


Dia, tanpa keraguan, menjadi sama dengan segala sesuatu.
Allah ingin menciptakan seluruh makhluk,
Namun tidak mengijinkan selain diri-Nya berada di antara.
Mereka yang menyembah di dunia ini, menyembah-Nya
Sedemikian hingga apapun yang terlihat di dunia ini adalah Dia;
Dan inilah yang dapat direngkuh makhluk
Manusia hanya dapat merengkuhnya dengan akhlakul karimah
Dan sempitnya hati dibuat dari hal itu.

Keterangan-keterangan yang disebut di atas adalah makna yang


terpahami dari ayat Al Quran:” Rabb mu menetapkan bahwa kamu
tidak menyembah apapun selain Dia.” Ini berarti: Wahai Nabi,
penghargaan dan ketetapan Rabb mu adalah bahwa di dalam cinta,
pujian dan pengagungan, kamu mesti tahu tak ada yang lain selain Dia,
melihat tiada yang lain selain Dia, dan menjadi hamba kepada tiada
yang lain selain Dia. Dalam setiap hal, sungguh tidak mungkin untuk
menyembah selain Dia. Bahkan penyembahan berhala menghasilkan
penyembahan Allah, sebab eksistensi berhala juga eksistensi Allah.
Untuk dapat memahami hal ini adalah penting untuk memahami dan
mengetahui bahwa seluruh eksistensi/wujud adalah Wujud Allah. Kata-
kata kami adalah cermin kepada apa yang telah disebutkan
sebelumnya.

Maka kaum Arif, ketika telah memahami makna ini, dia tidak
masuk dan tidak juga menyangkal kepercayaan orang lain, sebab dia
paham tiada yang maujud selain Dia dan sebab dia melihat seluruhnya
terhubung secara bersamaan dalam rantai Perintah, dan mengerti
bahwa dia sendiri tiada lain selain perintah dan kehendak. Lagi, sang

99
Arif melihat setiap orang sesuai dengan manifestasi sebuah Nama, dan
dengan demikian kepercayaan mereka dan tingkah laku mereka adalah
sebagaimana mereka seharusnya.

Jika sesuatu terpeleset menjadi bagian dari tempatnya seharusnya


Alam semesta akan dibinsakan dari kepala hingga kaki

***

Makna ayat Al Quran menjadi jelas bagi kaum Arif:” Kemanapun engkau
menghadap, di sanalah wajah Allah.” Ini berarti, kemanapun engkau
hadapkan wajahmu, disana engkau temukan jalan yang
mengarahkanmu kepada Allah. Ini adalah benar berdasarkan hukum
bahwa:” Dia pada setiap saat berada pada konfigurasi yang berbeda,”
ada keadaan ruhani dan derajat; namun Dia menunjukan dalam setiap
kedipan mata hasrat, pada setiap hasrat aroma, dan pada setiap aroma
keindahan, dan pada setiap keindahan cinta, dan dalam setiap cinta
kedipan mata,dan pada setiap kedipan hasrat, dan pada setiap hasrat
aroma, dan pada setiap aroma jenis pembaharuan kembali..
Disebabkan semua hal ini, manusia yang mabuk cinta dan berada dalam
ratapan, jatuh ke dalam keadaan yang berbeda-beda. Kadang-kadang
mereka menjadi tempat manifestasi Sifat Jalal dan penyempitan
(Qabd), atau mereka adalah tempat manifestasi dari perluasan dan
kesenangan; mereka mengambil kesenangan, mereka berenang dalam
kesenangan dan menemukan kegembiaraan (safa). Kadang-kadang
mereka jatuh ke dalam sikap bimbang dan kadang-kadang memohon.
Sifat-sifat ini membawa sikap yang berbeda dalam pandangan Cinta
namun si pecinta tidak menyangkal hal ini. Jika seperti ini, maka
bagaimana kaum arif membiarkan dirinya tunduk kepada satu bentuk
atau yang lainnya?

Sang Kekasih dengannya sang pecinta jatuh cinta, apapun sifat


yang Dia hiaskan kepada diri-Nya, tidak pernah bingung dan tidak
100
pernah terikat kepada suatu wajah apapun. Meskipun dia sendiri
melihat keindahan dari setiap wajah, dia memaafkan mereka yang
menjadi terikat dengan satu dari Wajah-Nya. Lingkaran-Nya luas.
Mereka yang menjadi terikat dengan suatu aspek atau yang lain, dia
berkata bahwa itu adalah satu dari urusan-Nya dan menerimanya
sebagai sesuatu yang diperlukan oleh satu dari Nama Ilahi. Dalam
faktanya, Allah sendiri berkata:” Tiada satu pun yang hidup di bumi
dimana Allah tidak memegang ubun-ubunnya, dan sesungguhnya Rabb
ku berada di jalan yang lurus.” Ayat ini dari Al Quran yang diucapkan
melalui lidah Nabi Hud.

101
BAB 6

Setiap orang adalah tempat bagi manifestasi satu Nama dan dia berada
dibawah takdir Nama itu. Jalal, Jamal, Hadi,Mudzill, seluruhnya ini, yang
manapun adalah jalan-Nya yang lurus. Dalam masalah keimanan juga
demikian. Jika kepercayaan seseorang berbeda dari kepercayaan yang
lain, dia masih pada jalan yang lurus disebabkan nama baginya secara
hakekat adalah tempat manifestasi, dan sifatnya akan arah yang lurus
adalah hal tersebut. Sebagai contoh akurasi busur panah ditentukan
oleh lengkungannya. Berada dalam kesalahan adalah benar bagi Nama
Allah Al Mudzill, meskipun nama-Nya Al Hadi mengetahui itu adalah
kesalahan, ia masih dianggap sebagai jalan yang lurus. Maka Kaum Arif,
karena dia tahu makna keseluruhan hal ini, tidaklah menganggu agama
orang yang lain.

Di sini mungkin terdapat pertanyaan: Jawaban kepada pertanyaan


ini tidak dapat dijawab kecuai oleh orang yang mengetahui rahasia
qadar. Adalah mudah bagi mereka yang tahu. Pertanyaannya adalah:
Seluruh ketaatan dan seluruh sikap lainnya kepada kehidupan adalah
hasil dari Nama Ilahi; sebagai akibatnya makhluk tidak memiliki pilihan
apakah mesti memenuhi atau tidak. Jelas kemudian bahwa setiap orang
diwajibkan melakukan apa yag dia lakukan, dan itulah paksaan dan
tekanan.

Jawabannya sebagai berikut: dalam menganalisa pertanyaan di


atas seseorang mendapatkan dua situasi: pertama adalah mahiyat
(kesesuatuan/intisari): mahiyat tidaklah ditentukan. Yang kedua adalah
ilmu yang tunduk kepada yang diketahui (objek ilmu). Ketika dan jika
situasi ini dipahami, meskipun dangat sedikit, rahasia takdir akan
terpahami. Tentu saja itu menjadi bukti bahwa dua hal yang disebutkan
mesti dipahami sesuai dengan asal mereka. Jika pemahaman ini dicapai,

102
dengan pertolongan Allah itu juga memungkinkan untuk menembus
rahasia takdir sebab dua hal ini seperti kunci.

Hal yang disebut di atas sebagai mahiyat bermakna citra sesuatu


yang hadir dalam lautan Ilmu Allah, yang belum keluar darinya. Cara
lain dalam menjelaskan mahiyat adalah melalui nama entitas tetap
(‘ayn tsabitah), dan ini adalah sama dengan Kedirian Ilmu Allah.
Keadaan ini juga sama bagi Insan Kamil. Dalam sudut pandang lain, Ilmu
sama dengan Kedirian. Pancaran mahiyat ini datang kepada mereka
dari Allah hanya berdasarkan bakat mereka dan kemampuan yang telah
ada dalam esensi mereka. Kepercayaan dan keadaan lainnya tidaklah
berada diluar ini. Kedurhakaan, penutupan kebenaran, kepatuhan,
dll—seluruhnya ini adalah apa yang dituntut oleh mahiyat kepada Allah
berdasarkan potensialitasnya; sesuai dengan bakat bawaannya, apa
yang dituntut dari Allah adalah apa yang diberikan kepadanya.

Sebagai contoh, bakat dari gandum adalah menjadi gandum, dan


bakat dari jelai adalah menjadi jelai, dan bakat dari milet adalah
menjadi milet. Bandingkan seluruhnya dengan cara ini. Jika jelai
memiliki lidah dan berkata kepada seseorang yang menaburkanya ke
bumi dan berkata:” Mengapa kau wahai manusia tidak menjadikan aku
menjadi gandum?” petani akan menajwab,” Sebab inilah bakatmu, dan
inilah kemampuanmu.” Untuk mengharap gandum, setelah engkau
terlihat sebagai jelai, adalah sebuah kebodohan.

Sesuai dengan apa yang dijelaskan, setiap mahiyat seseorang dan


entitas tetapnya, dari keabadian, apapun keadaan dan kekhususannya,
dalam penyingkapan apapun dari Nama apapun yang menguasainya,
hanya dapat menunjukkan hal tersebut di dunia ini. Segala yang jelas di
sini dalam bentuk apapun ia menerima keabadian. Ilmu Allah tidak
mempunyai pengaruh atas hal ini. Berdasarkan aturan: “Mereka akan
memenuhi urusan mereka sebagaimana mereka seharusnya dilakukan,
kaum Arif berada dalam ilmu tentang rahasia ini. Dalam realitasnya,
103
dalam keadaan apapun sesuatu yang diketahui itu, Ilmu Allah dianggap
bersamanya dan termanifestasikan sesuai dengan keperluan Nama atau
Sifat. Dan apa yang dimaksud dengan Ilmu terikat dengan apa yang
diketahui adalah untuk menyatakan hal ini.

Sekarang makna tentang Qada (keputusan sebagai akibat


permintaan) adalah ini: dalam keadaan atau bentuk apapun ‘seluruh
sesuatu’ berada dalam Ilmu Allah, qada adalah total hukum diberikan
kepada keadaan mereka. Qadar (sudah ditentukan Allah) adalah
datangnya ke dalam alam inderawi dan penyaksian akan qada sesuai
dengan urutan, sedikit demi sedikit, berdasarkan derajat bakat setiap
wujud. Dan manifestasi ini juga bersesuaian dengan derajat bakat dia di
dalamnya itu akan terwujud.

***

Pertanyaan: Seluruh yang kami sebutkan hingga kini bermakna seperti


ini: kita paham bahwa apapun yang terjadi adalah sesuai dengan bakat
seseorang. Seluruh yang terjadi seperti kekafiran, keimanan, kebaikan
dsb, terjadi dalam diri seseorang karena dia menuntutnya dari Allah,
dan itu nampak dalam diri orang tersebut sesuai dengan
kemampuannya, bakat dan kemungkinan. Bahkan apa yang kita
katakan menjadi apa yang Allah lakukan. Namun jika ini karena Allah
lah yang memberi bakat, bukankah ini juga bermakna bahwa kita
dibawah sebuah paksaan?

Jawabannya: Di antara mereka yang membahas dan menulis serta


memikirkan tentang iman dan ilmu dsb, bakat tidaklah dibuat atau
diciptakan, sebab jika mahiyat sesuatu tidak dibuat atau diciptakan,
maka sebagai akibatnya adalah wajib bakatnya juga tidak dibuat atau
diciptakan. Mahiyat mengacu kepada citra Ilmu Allah, dan pada titik ini
tiada penjadian atau penciptaan. Apa yang telah seseorang tetapkan

104
mewajibkannya melakukan, dia wajib melakukan hal itu. Rahasia Taqdir
Ilahi mewajibkannya.

Ketahuilah situasinya tertegaskan seperti ini, bahwa segala


sesuatu terikat dengan bakatnya, seorang manusia akan melakukan apa
yang mesti ia lakukan berkenaan dengan hal ini. Dia tidak mampu
melawan keadaan dirinya. Dia menjumpai sesuatu terjadi dalam dirinya
sendiri, satu demi satu, masing-masing dalam waktu perwujudannya
sendiri. Jika seseorang kemudian mengira bahwa bakatnya dalam hal ini
singkat/berkekurangan, maka dia menderita. Sekali lagi, dalam asalnya
hal ini bukanlah sebuah pemaksaan.

***

Paksaan ada dua jenis: satu dapat diterima dan yang lain untuk
disangkal. Jenis yang dapat diterima adalah sebagai berikut: Seorang
yang beriman, setelah mendaptkan perintah Allah dan menjauhi segala
yang dilarang, tanpa mensifatkan kekuatan apapun kepada dirinya
sendiri, dia mesti mengetahui bahwa seluruh urusan berasal dari Allah.
Inilah kebaikan. Sementara paksaan kedua adalah seorang hamba
mengerjakan segala kesalahan yang mungkin. Dia tidak tahu apa yang
dilarang atau mengetahui perintah. Dan pada puncaknya dia
mengkaitkan segala kesalahan yang dia lakukan kepada Allah; ini adalah
perbuatan di luar kebijaksanaan. Dan paksaan ini sungguh sangat jelek.
Pada maqam ini banyak pertanyaan dan jawaban dan diketahui oleh
mereka yang tahu. Mereka menanyakan seseorang yang telah
mencapai maqam ini:” Bagaimana engkau melepaskan dari mensifatkan
paksaan kepada Allah?” dan dia menjawab:” Sebab aku tidak
menyekutukan apapun di seluruh alam kepada Allah, sehingga seluruh
kepemilikan adalah milik-Nya, maka siapakah yang Dia paksa?Setiap
orang menggunakan apa yang dimilikinya sesuka hatinya.” Dalam
masalah ini apa yang telah dikatakan sudah cukup memadai.”
105
***
Anas bin Malik, sesuai dengan apa yang beliau kabarkan, telah melayani
Nabi selama 10 tahun. Ketika Anas menjelaskan hal ini dia berkata:”
Aku melayani Nabi selama 10 tahun siang dan malam tanpa
berhenti.Atas apa yang telah aku lakukan, tidak pernah sekali pun aku
mendengar beliau berkata mengapa kamu melakukan hal itu atau
tidak.” Keadaan ruhani ini muncul karena ilmu Nabi tentang rahasia
qadar. Allah menyimpan rahasia tertentu dari Rasul dan Nabi-Nya
selama kenabian mereka. Satu dari rahasia ini adalah rahasia takdir. Jika
sang penyeru kebenaran seperti rasul dan nabi melihat dalam diri
beberapa orang mereka memiliki kecenderungan untuk menolak dan
dalam sebagian orang dia melihat seruannya tidak akan membawa
manfaat, dia tetap tidak mampu dan bingung dan dia tidak dapat
melaksanakan kenabian sebagaimana seharusnya. Karena itu dia
terhalang jika dia mengetahui rahasia ini. Rahasia takdir dibuat
diketahui oleh para nabi setela seruan mereka dilaksanakan dan setelah
terlihat siapa yang menutupi Kebenaran, siapa yang beriman, siapa
yang munafiq dan siapa yang disucikan.”

***

Ahli ma’rifat selalu berubah keadaan ruhaninya secara konstan. Kami


dapat jelaskan hal ini sebagai berikut:” Jika seorang Arif yang benar
tetap sama persis dalam keadaan ruhani yang sama, secara konstan
menggabungkan di dalam dirinya seluruh kepercayaan dan ilmu,
ditakutkan dia akan memperoleh suatu keadaan ruhani yang bersifat
relatif dengan Rabb. Bagaimanapun, seseorang yang berjalan, berubah
warnanya sepanjang waktu dan secara keseluruhan mengetahui hal ini
tidak akan pernah dapat tetap dalam situasi yang diberikan, sebab jika
demikian dia akan mengira bahwa dirinya sebagai Rabb Yang Mutlak.
106
Bagaimanapun imajinasi bukanlah Kebenaran. Apa yang telah dia
pikirkan adalah hasil khayalannya sendiri, dan tidak akan bersama Rabb
dari segala Rabb. Kaum Arif ketika dia mencapai pemahaman yang
jernih atas segalanya dan lewat menuju kemutlakan dan non relativitas,
akan menjadikan Al Haq sebagai kepercayaannya dan menyembah-Nya,
dan kemudian kembali lagi kepada yang relatif: Ada bahaya besar disini,
sebab jika dia terikat dan tetap dalam keadaan Kemutlakan, dia tidak
akan pernah dibebaskan dari kemungkinan rasa takut. Keadaan ruhani
ini berlangsung hingga datang keyakinan (pengetahuan sesuatu melalui
sesuatu itu sendiri); dan itu adalah Allah bersama dengan seluruh
Kedirian-Nya dan sifat-sifat-Nya, dan itulah yakin.

***

Ilmu yang bermanfaat: mesti diketahui bahwa ahlul yaqin telah


membagi keadaan ruhani mereka menjadi tiga bagian: satu
menemukan keyaqinan mealui ilmu, yang lain melalui melihat, dan
yang ketiga dengan mencapai Kebenaran/Al Haq dari hal itu. Sebagai
contoh, yang pertama seperti yang mengetahui tentang kepahlawanan,
yang kedua melihat seseorang bertindak pahlawan, yang ketiga adalah
yang menjadi pahlawan itu sendiri; dia yang melakukan tindakan
pahlawan itu akan mengetahui rasanya. Ma’rifat adalah seperti ini dan
terus berlanjut. Mereka yang paham akan paham.

107
BAB 7

Perlu disini untuk menjelaskan kemutlakan dan relativitas dari


Kebenaran Menyeluruh (Haqiqat Jami’ah).

Bagi dia yang ingin dibebaskan dari rasa takut dan selamat
darinya, keimanan seperti apa yang diperlukan, kami akan
menjelaskannya. Namun sebagai awalnya pendahuluan.

Adalah wajib mengetahui bahwa Kebenaran menyeluruh yang


disebutkan di atas adalah satu dari banyak Nama yang mengacu akan
yang diberi nama. Sebagian Arif menafsirkannya sebagai ‘cinta’,
sebagian orang besar menyebutnya sebagai ‘kekuatan dan ucapan
qadim’. Namun apa yang diinginkan dari ini sesungguhnya hanyalah
Kedirian Tunggal atau Satu Realitas.

Keindahan-Mu adalah tunggal namun ketaatan beragam


Telah ditetapkan segala sesuatu menunjukkan Keindahan itu.

***

Realitas ini dalam bahasa Arab disebut Wujud, dalam bahasa Turki
varlik, dalam bahasa Persia hati, namun dalam Hakekatnya, Eksistensi
ini melampui seluruh nama-nama ini. Apa yang benar adalah bahwa
mereka menggunakan istilah wujud, cinta/rindu, nur, nafs, atau
rahman, namun yang dimaksud dengan semua ini adalah nama Wujud
Tunggal yaitu Al Haq.

Mereka yang mena’wilkan wujud sebagai yang mutlak telah


membatasinya. Mereka telah mengambil makna wujud dari
penggabungan yang kemutlakan dengan relatifitas. Namun mereka
menganggap jenis lain dari kemutlakan dari penggabungan itu dan
transendensi/tanzih. Selanjutnya mereka melampaukannya bahkan dari
108
tanzih itu sendiri. Bahkan mereka berkata ketika kamu
mengkondisikannya, adalah mutlak wajib bagimu untuk
mentanzihkannya pada saat yang sama.

Karena hal ini bergantung kepada masalah rasa/zauq. Karena itu


apa yang mesti seseorang pahami adalah Wujud Tunggal ini memiliki
Kebesaran sedemikian hingga Ia melingkupi segala sesuatu. Ia juga
mengumpulkan seluruh derajat dalam Wujud-Nya, kemudian
mengumpulkan seluruh derajat ini dalam Kedirian-Nya, dan kemudian
biarkan semuanya serupa/Tasybih dengan seluruh derajat ini dan
serentak juga bersifat tanzih dari seluruhnya. Dalam cara ini Ia bersifat
mutlak dan relatif, Taybih dan Tanzih dari segalanya. Melalui
kemutlakan-Nya, Ia Maha Kaya tidak memerlukan dan mencintai segala
sesuatu, sehingga tiada doa atau hasrat menggapai-Nya. Disini ayat Al
Quran telah mengatakan makna akan hal ini:

1. “Allah Maha Kaya atas sekalian alam.”


2. “Segala puji bagi Rabb mu, Rabb pemilik “Izzah dari apa yang mereka
sifatkan kepada-Nya.”
Dan sebuah hadits yang menjelaskan makna yang sama: “Allah ada dan
tak satu pun bersama-Nya.”

***

Dalam maqam ini tiada nama atau gambaran atau kata-kata pujian atau
sifat yang eksis. Dia dianggap bebas dan melampaui/tanzih dari
semuanya, Yang melakukan perjalanan melalui seluruh level dan
menyingkapkan diri-Nya sendiri adalah Dia. Karena Dia sama dengan
setiap derajat, dan dalam pensifatan lah yang membuat-Nya
mengumpulkan segalanya, Dia lah Yang diseru oleh seluruh Nama-
nama, yang dilukiskan dalam setiap citra, yang disebut dengan berbagai
nama berbeda dan sifat serta pensifatan. Dia turun kepada seluruh
109
derajat, dan penurunan ini juga sebagai tanda kedekatan-Nya.
Penurunan-Nya dijelaskan dalam hadits:” Aku sakit dan kamu tidak
mengunjung-Ku. Aku lapar dan kamu tidak memberi-Ku makan.” Al
Haq, dalam Sifat-Nya, dalam penurunan-Nya dan dalam derajat-Nya
menerima segala yang berlawanan sebab dari sudut pandang-Nya tiada
hal yang berlawanan demikian…Hanya mereka yang khusus dari yang
khusus memahami hal ini. Bagi kaum Arif ini adalah petunjuk dan bagi
mereka ini sudah cukup. Ayat Quran berikut menunjukkan situasi
dengan sangat baik:” Dia lah Yang Awal dan Yang Akhir, Yang Zahir dan
Yang Batin dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu melalui wujudnya
sendiri.”

Kami telah menjelaskan sebanyak mungkin apa yang mutlak dan


apa yang relatif. Telah diketahui bahwa jika kamu
membatasi/mensyarati Dia dengan Kemutlakan, maka kemutlakan ini
menjadi seolah-olah ia bersifat relatif, padahal wajib untuk tidak
mengikat-Nya kepada kondisi apapun. Sebab Allah meliputi seluruh
derajat. Ayat berikut ini menyatakan hal ini:” Kemanapun engkau
menghadap di sana lah wajah Allah.” Berdasarkan perintah ini dalam
setiap derajat terdapat wajah tajalli. Sebagai akibatnya kamu tidak
dapat menyangkal satu hal dan menerima hal yang lain. Jika kamu
melakukannya, kamu menutupi Al Haq, dan inilah
penyangkalan/kekafiran yang sesungguhnya..

Sebagai contoh, seorang penyembah berhala, sebab dia telah


menjadikan ketaatannya khusus kepada sebuah berhala, dan sebab dia
telah mengikatkan keadaan ruhaninya dengan itu, dan menyangkal
kepercayaan yang lain. Sebagai akibatnya dia dianggap sebagai
seseorang yang menutupi/kafir akan Al Haq. Kemudian jika seorang
Muslim menyangkal satu dari wujud di dalamnya Allah
memanifestasikan diri-Nya sendiri, agama tidak menganggapnya
sebagai seorang Muslim.

110
Menutupi kesalahan telah menutupi Kebenaran Mutlak
Menutupi Al Haq telah menutupi dirinya dengan Kebenaran

***

Wahai anakku, makna hal ini tersembunyi dalam ayat Al Quran:” Rabb
mu telah menetapkan bahwa kamu hanya menyembah-Nya.”

Alam semesta terbesar, lautan terdalam adalah Engkau


Mengapa menyibukkan untuk mengetahui tempat karena Wujud
adalah Engkau

Seseorang yang telah mencapai intisari hati dari keadaan ruhani akan
Kemutlakan disebut kaum Arif, wali dan Ahlullah. Atas hal inilah ayat Al
Quran berikut diturunkan:” Ketahuilah bahwa wali Allah tidaklah takut
dan bersedih hati.” Kaum Arif, wali yang hamba, memasuki kelompok
ini dan menemukan keselamatan dari takut dan bahaya. Semoga Allah
memberikan kita keadaan ini.

***

“Inilah derajat akhir bagi mereka yang telah mencapai perasaan/zauq


ma’rifat kepada Allah, yang juga merupakan Rabb dari apa yang mereka
ciptakan,” Ini berarti seseorang mesti menyembah Realitas Mutlak/Al
Haq. Manusia yang menyembah maujud tertentu atau relatif hanyalah
menyembah berhala yang mereka ciptakan dalam imajinasi mereka
sendiri. Apa yang mereka sembah adalah berbeda. Apa yang lebih
bermanfaat, yaitu berhala-berhala itu, atau Allah Al Wahidil Qahhar?
Secara mendasar Allah Al Wahidul Qahhar lebih baik. Dalam
kepemilikan-Nya tak ada apapun selain diri-Nya sendiri. Tak ada
111
siapapun yang menjawab pertanyaan-Nya. Dia bertanya kepada mereka
dan Dia juga yang menjawab kepada mereka.

Maka sesungguhnya dalam hal ini terdapat petunjuk dan isyarat


yaitu bahwa jika Allah Al Wahidul Qahhar menyingkapkan diri-Nya
kepada satu dari hamba-Nya dengan sifat Al Jabbar, maka hamba itu
akan melihat segalanya fana. Maka,”segalanya fana kecuali wajah-Nya.”
Segala yang di bumi akan fana dan hanya tersisa wajah Rabb mu Dzul
Jalali wal Ikram.” Maka berdasarkan ini adalah wajib mati sebelum
kematian. Kematian ini mesti datang dari ketetapan hati dan dia yang
mengalami keadaan kematian ini akan melihat segala sesuatu fana
secara sempurna kecuali Allah dan tidak akan ada dengan sendirinya.
Ketiadaan ini adalah ketiadaan total. Inilah maqam fana fillah. Di sana,
tak ada yang tersisa selain Keindahan Allah.

Hamba tersebut tetap dalam maqam ini dalam waktu lama: dia
menderita tarikan hebat. Di situ tiada waktu atau tempat.. Dia tidak
menjadi Alam Semesta atau Malaikat, di sana saat itu hanya Allah yang
ada: pada saat itu Allah dalam wujud-Nya menyeru sebagai berikut:”
Milik siapakah kerajaan hari ini?” Dalam wajah ini tiada suara berasal
dari siapapun. Kemudian Allah dalam Kebesaran-Nya menyeru dari
Kedirian-Nya kepada Kedirian-Nya:” Milik Allah,Al Wahidul Qahhar.”

Pemilik Ilmu dalam masalah ini lenyap dan terkubur dalam


ketiadaan. Ketika keadaannya demikian, Allah menganugerahinya
sebuah eksistensi dari Eksistensi-Nya dan mewarnainya dengan Warna
Ilahi. Seluruh kualitas di dalam dirinya dan di luar dirinya berubah. Hari
itu bumi menjadi bumi yang lain, demikian juga langit…dan mereka
seluruhnya menjadi nyata bagi wujud Allah Al Wahidul Qahhar. Dan
makna sebenarnya ayat tersebut telah menjadi jelas.

Kemudian Alah memberinya pandangan Ilahi, pendengaran,


lidah.. dan mulai menjalankannya dalam pertanyaan dan jawaban;
112
inilah jalan hamba melewati ketiadaan, dan mencapai maujud dengan
wujud Allah. Pemahaman dan ilmunya yang sebenarnya mulai setelah
ini. Namun pada saat penyingkapan pertama tersebut, tiada ilmu
pengetahuan dan juga kesadaran; di sana terdapat Alam Ketiadaan
Sempurna; makna pernyataan di atas lebih baik dipahami dengan
keadaan ruhani/zauq. Tidak cocok menjelaskannya dengan kata-kata
lebih jelas dari ini: tiada ijin. Mereka yang membaca tanpa lidah, dan
mendengar tanpa telinga. Ini tidak disebut ilmu yaqin sebab ini juga
melingkupi ‘aynul yaqin dan haqqul yaqin. Hamba yag mencapai
maqam ini dibebaskan dari seluruh rasa takut dan harapan. Yang
memberikan ilham adalah Dia; yang membawa kepada kematangan
dan Hidayah adalah Dia..serulah Dia dengan apapun sifat yang kamu
inginkan…

***

Ahul Kasyaf memahami seluruh kepercayaan dan maqam. Mereka


memiliki bukti yang benar akan maqam Ilahi dan keadaan makhluk;
mereka bukan kekurangan ilmu tentang apapun; ilmu mereka meliputi
segala sesuatu. Entah tentang Allah atau ciptaan, Ahlul Kasyaf tidak
berkata sia-sia. Ketika mereka sedang membicarakan suatu masalah
mereka memiliki ilmu yang lengkap akan masalah itu kemudian baru
bicara.. Mereka yang telah berbicara tahu dari derajat dan maqam apa
dia mendapatkan kata-kata tersebut. Setelah itu dia tidak menyalahkan
siapapun atas apa kesalahan perkataan mereka; dia memaafkan
mereka dan tidak menganggap mereka tidak berguna. Sebab Allah tidak
pernah menciptakan apapun sia-sia.

Bagi kaum Arif untuk sampai ke derajat ini bergantung banyak hal. Yang
pertama adalah pengetahuan yang dia miliki tentang seluruh Nama
Allah. Dia tahu bahwa seluruh derajat dan maqam diperlukan oleh
Nama-nama ini dan bahwa segala sesuatu adalah tempat tajalli Nama-
nama ini. Dia tahu bahwa tempat tajalli dari suatu Nama Ilahi
113
bersesuaian dengan bakat dan kemampuan untuk menerima tempat
tajalli itu. Allah telah mengaruniakan sang Arif ini cara untuk
menerjemahkan makna yang lebih dalam yang tersembunyi dalam
Nama-nama ini. Dia membaca, paham dan dia menjelaskan . Akibatnya
dia dapat menggabungkan segala sesuatu dalam wujud dirinya.
Kerangkanya sangat luas dan itu meliputi segala sesuatu. Nabi
Muhammad SAW berkata,”Apa yang pertama diberikan kepadaku
adalah perkataan serba meliputi (jami’ul kalim)” Dan itu adalah
keadaan dalam mendapatkan banyak makna dari beberapa ucapan. Jika
manusia telah mencapai ini dia adalah pewaris Nabi dan telah
mencapai Kebenaran Nabi, dan semoga engkau paham apa yang
dikatakan disini sesuai dengan bagaimana menggapai ridho Allah.

***

Seorang Arif dan manusia yang berkata “Dia/Hu”, dia menjadi ‘Dia/Hu”
dan jika dia mengucapkan ini dalam keadaan Kesempurnaan,
pembicara itu sendiri tidaklah berada di antaranya (barzakh), melainkan
pembicara itu sendiri seluruhnya menjadi ‘Dia/Hu”. Inilah satu dari
rahasia menemukan keadaan ma’rifat. Tidak setiap orang mengetahui
hal ini, dan belum ada sebelumnya yang menunjukkan hal ini
disebabkan mereka enggan atau takut, sebab terdapat kemungkinan
jatuh ke dalam bahaya. Ini karena dalam maqam tersebut sifat
imanensi/pengambilan bentuk (takwin) termanifestasikan dalam diri
hamba.. Sebab pada saat hamba berkata ‘Dia/Hu”, maka yang berkata
melewati lidah hamba sesungguhnya adalah Kekuatan dan Daya Ilahi (la
hawla wa laa quwwata illa billah)”. Mari berhenti sejenak pada istilah
ini. Sebab disini terdapat pertanyaan tentang imanensi (takwin).
Kualitas takwin Allah sendiri disingkapkan di dalam hamba.. Makna
yang dalam adalah itu. Bagaimanapun, wajib untuk membuka lebih dari
apa yang dimaksud dan untuk membawa masalah ini lebih ke dalam
realitas dalam maqam ini. Kapanpun Insan Kamil berkata ‘Dia/Hu”,
diharapkan seluruh wujudnya lenyap dan terkubur dalam ketiadaan,
114
dan inilah kematian. Namun ini adalah kematian yang berkenaan
dengan hadits,” Mati lah sebelum mati.” Insan Kami, ketika dia
melakukan hal ini, mati dengan kematian sebagai konsekuensinya dan
bersandar kepada Iradah dan dia telah melemparkan dirinya kedalam
Lautan Huwa, tanpa kaki atau kepala atau memiliki bekasan lahiriah
atau batiniah dalam dirinya. Di sana dia tenggelam, fana dan tiada lagi
nama dan tanda dirinya tetap ada, dan dia menjadi Dia/Hu. Sebab
setetes air jatuh ke lautan dan menjadi lautan. Istilah ‘Hu”, dan lautan
yang disebut disini adalah Alam Kesatuan,Cinta,Wajibul Wujud dan
Lautan Nur.

Nabi selalu mengajarkan kalimat berikut dalam doa beliau, yang beliau
berikan kepada kita untuk mengarahkan kita kepada kematangan
spiritual.” Ya Allah, jadikan aku ke dalam cahaya/nur.” Tanpa keraguan
beliau memang Nur, namun doa ini untuk mengajarkan kepada kita,
sebab seseorang yang menyerahkan dirinya kepada Dia/Huwa adalah
Nur.

Serahkan wujud kepada Allah; biarkan hanya Wujud Allah saja yang
ada
Tarik dirimu dari barzakh, biarkan apa yang tertinggal menjadi sahabat

***

Apakah mengejutkan bahwa seseorang yang menyerahkan dirinya


kepada Dia menjadi Dia? Jika tubuh seseorang yang mati jatuh ke dalam
lautan garam, tubuh itu akan menjadi garam dan garam tetap murni.
Mengacu kepada hal ini, mereka yang sebagai konsekuensi mati karena
bersandar kepada Iradah Allah, jatuh ke dalam Wujud-Nya, menjadi Nur
dan menjadi bersih. Dan kejadian ini tidaklah dilihat sebagai sesuatu
yang jauh sekali: disini ketika kita berkata,” Dia”, itu adalah ‘Hu”.
Makna dari Hu adalah ‘orang itu”…Namun apa yang dimaksud adalah
Huwwiyah/Kedirian Allah. Yang berarti seseorang yang Arif
115
menganggap seluruhnya sebagai berikut: Seluruh Wujud adalah Allah
dan wujudku juga milik Allah. Maka ia melemparkan seluruh wujud
dan hakekat dirinya sendiri ke dalam Lautan Huwwiyah Allah dan
hanya Huwwiyah/Kedirian saja yang ada; inilah yang disebut Wajibul
Wujud...

Adalah penting bagi dia yang terus dalam Nama Hu tahu apa yang
dimaksud adalah Yang Dinamakan, Yaitu, ketika dia berkata ‘Hu”,
biarkan dia memfanakan dirinya dan seluruh wujud ke dalam Wujud
Kedirian Dia/Hu, yang berarti dalam Yang Dinamakan, tanpa
meninggalkan nama, citra, waktu, tempat atau tanda apapun
tersisa…Adalah perlu bagi dia yang berkata ‘hu’ menjadi lebur ke dalam
Wujud Universal/Wajibul Wujud dan menjadi ‘hu’ itu sendiri.

Awal, Akhir,apapun yang ada adalah Hu;


Batin, Zahir,apapun yang ada adalah Hu.

Apa yang kami inginkan untuk jelaskan adalah bahwa ketika makna ini
tiba pada diri seseorang , tidak peduli apakah hamba itu berkata ‘Dia’
atau ‘kita’ atau ‘mereka’ atau mesikupun dia ingin berkata ‘kamu’; apa
yang dimaksud oleh keseluruhan ini adalah Kediriannya Dia

“Makna yang telah dijelaskan di sini bahkan belum diisyaratkan oleh


banyak kaum Arif, sebab ia wajib bahwa hal ini mesti demikian adanya.”
Ada bahaya disini, dan yang terbesar adalah kemungkinan hamba
menyatakan Allah bersifat imanen. Ketika dia berkata ‘Huwa” maka
imanensi makhluk mengikuti. Beberapa ucapan tak perlu akan ada di
antaranya. Kebenaran dari masalah ini adalah bahwa jika dia yang
berkata ‘Hu” belum mencapai petunjuk sempurna dan belum menjadi
matang, dia mungkin jatuh ke dalam kesalahan di sini.”

Itu berarti jika dia belum, dari tangan petunjuk—pembawa gelas—


minum gelas cinta, dan belum menemukan fana di dalam Kedirian
116
Allah, ketika dia berkata ‘Hu”, dia sedang berbicara berdasarkan
dugaannya sendiri, imajinasi dan pemahaman serta relaitivitas. Dia
membawa Wujud Allah ke dalam imajinasi dan memberinya bentuk.
Sebagai akibatnya, dia meletakkan Allah di bawah sebuah
syarat/kondisi sesuai dugaannya dan imajinasinya dan membatasi-Nya;
dengan demikian dia akan membuat-Nya imanen dan menciptakan-
Nya. Dan dengan demikian dia telah menyembah sebuah pencipta yang
dia sendiri yang menciptakannya.

Memang benar berdasarkan makna hadits:” Aku menurut prasangka


hamba-Ku,” bahwa Dia memiliki wajah meski dalam apa yang
diciptakan hamba, namun dengan hamba mengimanensikan Dia, Dia
telah masuk ke dalam prasangka hamba dan ternyatakan disana,
Bagaimanapun, dalam apapun kemungkinannya, selalu ada sisi
kebenaran, Sebab tidak ada yang relatif satu pun yang tidak ada wajah
Yang Mutlak; demikian juga sebaliknya… Mungkin seseorang yang
mengimanensikan dirinya dan menciptakan adalah juga diri-Nya.
Namun hukum sesuai dengan keimanan seseorang. Sebagai akibatnya
Tuhan ini adalah relatif dan bukan Tuhan yang Mutlak. Inilah
kebijaksanaan yang berkata,” Terdapat bahaya dalam derajat ini.”

Kematangan spiritual yang benar adalah ketika seorang hamba


berkata ‘Dia/Hu’, dia melepaskan dirinya secara sempurna akan
wujudnya dan mencapai ketiadaan sempurna dan fana...

Dan biarkan dia tidak mengikatkan dirinya kepada apapun melalui


keimanan khusus atau prasangka atau syarat…Biarkan dia tidak
berpaling dari banyak arah kepada arah tertentu..Maka setelah
keseluruhan hal ini dia akan menyembah dan menjadikan ketaatan
kepada Rabb yang lebih besar dari seluruh Uluhiyah, Allah Yang
Mutlak..

117
Jika tidak, dia akan menjadi penyembah berhala yang merupakan
sebuah ilusi dari prasangkanya sendiri.” Tidakkah kalian perhatikan
mereka yang menjadikan hawa nafsu mereka sendiri sebagai Tuhan.”
Dan dia berada di bawah peringatan Al Quran dan jatuh ke dalam
bahaya.

118
BAB 8

TENTANG IMANENSI (TAKWIN)

Manusia Sempurna adalah mereka yang selalu memperhatikan nafas


mereka, menjadi seperti penjaga Khazanah hati mereka. Biarkan
mereka berdiri sebagai penjaga dan tidak membiarkan orang asing
masuk, Khazanah Hati adalah gudang ilmu Allah. Jangan biarkan pikiran
tentang selain Allah masuk ke hatinya.

Berkenaan hal ini: “Jalan menuju Allah sebanyak nafas makhuk.”,


dalam setiap nafas terdapat jalan yang berakhir di dalam Allah. Apa
yang pantas bagi sang Arif dan wajib baginya untuk lakukan adalah dia
mesti mengambil nafas dari Allah dan mengembalikannya kepada-Nya.
Dibenarkan untuk mengartikan Nafas ini sebagai diri. Berdasarkan hal
ini jika nafas atau diri akan meninggalkan manusia ia akan kembali
kepada asalnya. Ia tidak memiliki warna, apapun pikiran atau pekerjaan
hamba, nafas itu—atau diri itu—terwarnai dengan warna itu, dan
meluas berada dalam pakaian itu.

Dalam setiap hal, wajib menjaga hati dari segala sesuatu yang
tidak pantas bagi ridho Allah; wajib untuk membersihkannya dari
pikiran buruk; hati hamba adalah khazanah atau perbendaharaan Allah;
Manusia adalah kebiasaannya. Setiap pantulan yang lain dari Allah
adalah seorang pencuri dan penjahat. Wajib untuk menutup jalan ke
hati untuk melawan mereka. Dalam hakekatnya hati dijelaskan dalam
hadits-hadits berikut:” Hati orang beriman adalah tempat tajalli Allah;
hati orang beriman adalah Arasy Allah, hati orang beriman adalah
cermin Allah.” Sebagai akibatnya setiap orang yang membiarkan harta
ini dicuri oleh penjahat berada dalam situasi yang sulit, sebab dia akan
dianggap sebagai pengkhianat dan Allah membenci pengkhianat

119
sebagaimana yang dinyatakan dalam ayat Al Quran:” Sungguh Allah
membenci pengkhianat.”

Ketika Nur Allah menyala di dalam hati


Jejak pencuri akan terpotong darinya

***

Pikiran yang masuk ke dalam otak manusia yang telah tiba pada maqam
qurbah (kedekatan) kepada Allah adalah seperti kata-kata dan tindakan
yang mengalir di tempat terbuka di antara manusia yang belum
mencapai kedekatan ini. Mereka juga bertanggung jawab kepada
pikiran yang masuk ke dalam hati mereka. Sebuah hadits berkata
bahwa seseorang yang membawa pikiran yang paling halus ke dalam
pikirannya akan ditanyai tantang pikiran ini dengan kehalusan yang
sama (setara) dengan pikiran itu sendiri dan banyak amal kebaikan dari
pelaku kebaikan dianggap sebagai sebuah kesalahan bagi mereka yang
telah mencapai kedekatan.

Dalam hakekatnya, Allah tidak setuju bahwa ada yang lain selain
diri-Nya memasuki hati seorang hamba. Sebab hati hamba adalah
tempat Tajalli Allah. Sebuah hadits tentang hal ini menjelaskan sebagai
berikut: “Hati adalah Ka’bah Allah. Siapapun membiarkan pikiran bukan
tentang Allah masuk ke sana maka sesungguhnya telah mengisi hatinya
dengan berhala.”

Meskipun Allah adalah pencipta segala pikiran, seluruhnya adalah


sama, pada saat yang bersamaan hamba akan ditanyai/bertanggung
jawab disebabkan kelalaiannya.

Penjelasan lebih jauh akan masalah ini tersembunyi dalam makna


ayat Al Quran berikut:” Setiap saat Dia selalu dalam
kesibukan/konfigurasi yang berbeda.” Berdasarkan ayat ini Allah secara
120
konstan menunjukkan penyingkapan/tajalli yang selalu baru. Dari setiap
tajalli terdapat perintah Allah yang turunkan kepada hamba. Ia datang
mengunjungi hati hamba. Perintah Allah yaitu pewahyuan/tajalli yang
mengunjungi hati itu lah yang disebut tamu rahasia. Ia datang dari Allah
dan bermukim di hati hamba. Jika pada saat itu hati hamba penuh
dengan Allah, maka pengunjung itu bertemu Allah di dalam hati
tersebut, dan bersatu dengan hakekat/realitas yang hadir di dalam hati.
Mari kami kutipkan sebuah hadits yang akan menjelaskan lebih baik:”
Bukan bumi-Ku atau langit-Ku meliputi-Ku, namun hati hamba
berimanlah yang meliputi-Ku.” Ini adalah hadits Qudsi dan dalam
menjelaskan makna hadits ini seorang pecinta berkata:

Hati adalah mutiara yang memandang Allah


Hati adalah lokus tajalli Nama-nama dan Yang Dinamakan
Hati adalah burung elang, atau seekor burung Marvel
Hati adalah Wujud dari Kedirian Allah.

***

Dari penyatuan pengunjung itu yang merupakan Perintah Ilahi dengan


Realitas di dalam hati, maka Keindahan Suci pun nampak..Hikmah
dalam ucapan kembali kepada Allah dan tiba di sana. Kedatangan dan
kepergian ini bukanlah dari sisi ruh. Ini adalah penurunan yang
melampaui/transenden dari segalanya. Dan kembalinya pun dengan
cara yang persis sama, dengan sebuah pengembalian yang transenden
juga. Tiada akal penduduk di langit maupun dari Malaikat mencapai
kedatangan dan pengembalian ini. Jika mereka melihat sesuatu mereka
hanya melihat cahaya yang transenden dari segalanya, dan mereka
tidak akan mengetahui lebih jauh.

Ketika penyingkapan itu tiba yang merupakan tamu rahasia, jika


hati seorang hamba saat itu dipenuhi dengan ingatan dan zikir dan
hamba hanya memikirkan Allah, dia akan menerimanya dengan
121
hormat. Ketika tajalli itu datang, dan ia tidak menemukan pikiran
tentang Dia, namun mendapati sedang memikirkan Malaikat, dari
penyatuan tersebut mereka akan menghasilkan sebuah citra khusus
Malaikat. Ini kemudian terbang melalui jalan yang digunakan ruh,
hingga ia tiba di Sidratul Muntaha dan menetap di sana.

Jika tamu datang dan pada kedatangan mereka bertemu dengan


hal-hal buruk/syetani, maka saat itu akan membentuk sebuah keadaan
yang mewakili musibah yang cepat. Ia seperti burung berwarna
hitam,yang terbang melalui jalan syetan dan terus berlanjut hingga
mencapai di bawah Bulan, dan tak mampu melampaui lebih jauh. Ia
tetap di sana hingga Hari Kiamat tiba.

Jika tamu tiba dan segera langsung menemukan keindahan di


dalam hati saat itu menghasilkan bentuk dan citra yang baik, ia terbang
membawa kebaikan hingga mencapai Surga, dan menemukan anugerah
sesuai dengan sifat dari bentuk yang telah ia ambil dan menunggu
hingga sang pemilik kebaikan itu tiba di sana.

Ada banyak hal yang tidak perlu kita masuki untuk membahasnya.
Setiap tajalli yang turun kepada hati, dengan apapun percabangannya,
ia mengambil bentuk baik atau buruk dan kembali ke tempat
selayaknya. Karena itu agar manusia menerima penyingkapan ini
dengan baik dan beradab maka wajib baginya terus menerus
memelihara pikiran baik secara konstan..

***

Manusia pada hakekatnya adalah Khazanah Ilahi. Kedirian Allah


berada dalam keadaan konstan dan perintah Al Haq turun kepada
hamba. Sebagaimana penurunan itu tanpa warna dan bentuk maka
dirinya juga tanpa warna dan bentuk. Meskipun Allah menciptakan
tajalli dalam setiap jenis warna, dan menciptakan mereka berkenaan
122
dengan watak manusia, kepercayaannya, batiniahnya dan pikirannya.
Tujuan untuk melakukan hal ini adalah untuk menjelaskan kualitas
imanensi Kebenaran.

Seseorang yang matang ruhaninya dalam setiap keadaan mesti


selalu siaga. Dia mesti berusaha mengembalikan tajalli Ilahi persis
seperti ia datang kepadanya tanpa bentuk atau berat, tanpa warna dan
bentuk. Tujuan utamanya adalah untuk menghormati dan memenuhi
haknya, dan dapat mengembalikannya persis sama sebagaimana ia
datang.

Entah hal itu berada dalam dirinya atau luar dirinya, seluruh
urusan, pikiran,tindakan, kepercayaan, khayalan dan bahkan seluruh
nafas yang diambil, tak ada seberat zarrah pun dari hal ini sia-sia. Setiap
tindakan, entah baik atau buruk memiliki kemampuan dan bakat sesuai
dengan dirinya sendiri, dan mereka masing-masing mengambil bentuk
sesuai dengan keadaan diri mereka. Dalam alam yang lain mereka
nampak dalam bentuk yang mereka terima disini. Pemilik urusan dan
tindakan tersebut, ketika dia mendapatkan mereka, sesuai dengan citra
yang dia berikan kepada mereka, dia bisa menemukan rahmat dan
berenang ke dalam kesenangan, atau dia bisa terluka dan menderita.
Itulah rahasia yang dibukakan di sini. Makna ayat Al Quran menjelaskan
hal ini:”barang siapa mengerjakan kebaikan sebesar zarrah akan
melihatnya; dan barang siapa mengerjakan keburukan seberat zarrah
dia akan melihatnya.”

***

“ Allah menciptakan wujud-Nya sendiri, namun akal tidak mampu


memahami hal ini. Sebab pikiran-pikiran tersebut hanya memikirkan hal
yang bersifat materi. Akal yang terikat dengan hal bersifat materi
adalah kurang sempurna dalam pemahaman sesuatu yang besar. Untuk
dapat memahami hal ini aadalah wajib memiliki akal yang melampaui

123
hal-hal materi tersebut dan melangkah lebih jauh.” Dalam
pengaruhnya, dengan mengatakan bahwa Allah menciptakan wujud-
Nya dari sudut pandang lahiriah nampak tidak tepat. Namun dalam
sudut pandang maknawiyah seluruhnya adalah sama dan benar dan ini
adalah keadaan yang mengurangi segala sesuatu ke keadaan
ketidakmampuan, dan apa yang wajib buat kita adalah makna.

***

Masalah lain yang penting dimana akal tidak mampu memahami hal ini:
setiap orang yang berbicara tentang Allah dia telah menggambarkan-
Nya. Meskipun dia menyembahnya tetap saja ia menyembah sesuatu
yang ia bayangkan. Itulah juga Allah sendiri dan tak ada yang ain. Allah
telah menunjukkan wajah dalam cermin hati hamba-Nya sesuai dengan
pemahamannya. Kita sekarang akan memasuki masalah sebenarnya.
Dalam kasus imajinasi dan pikiran ini jelas bukan hamba yang
menciptakan Allah; ia adalah Allah yang menciptakan wujud-Nya
sendiri. Pencipta segalanya adalah Allah; tiada pencipta selain Dia. Apa
yang muncul dalam keimanan hamba juga merupakan wilayah dari apa
yang Allah ciptakan, yang dalam hakekatnya juga diciptakan oleh Allah.
Salah datu makna dalam “Allah menciptakan wujud-Nya sendiri”
adalah ini.

***

Ada hal yang khusus yang akan diketahui dan akan kami jelaskan:
makhluk, pembawaan, peciptaan, penjadian dan pembentukan,
semuanya mengacu kepada makna yang sama. Meskipun masing-
masing memiliki makna agak berbeda, mereka akan menuju kepada
makna yang sama. Apa yang dimaksud dari keseluruhan ini adalah
manifestasi dan tajalli Allah.

124
Makna lain yang mesti diberikan kepada semua ini adalah sebagai
berikut: Allah menciptakan Wujud-Nya sendiri. Sesuai dengan perkiraan
akal hamba, dan berdasarkan pikirannya, Dia memanifestasikan wujud-
Nya. Ini contohnya. Seseorang mengambil sebuah cermin di hadapan
mereka dan menciptakan wujud mereka di dalamnya, melihatnya dan
mengetahuinya. Ada kesenangan tersendiri bagi seseorang untuk
melihat dan mengenal dirinya sendiri di dalam cermin.

Karena alasan ini Allah menciptakan alam semesta dan Adam,


menjadikan mereka sebagai cermin-Nya. Namun inilah hal yang
penting: dalam cermin alam semesta Dia melihat citra-Nya dan dalam
cermin Adam Dia memandang diri-Nya dengan tepat sebagaimana
melihat diri-Nya sendiri. Disini apa yang dimaksud Adam adalah
manusia. Apa yang dimaksud dengan perkataan Dia menciptakan alam
semesta dan Adan dan menjadikan mereka cermin bagi Wujud-Nya
adalah: Dia memanifestasikan diri-Nya sendiri sebagai cermin…Dia
tampilkan Keindahan-Nya dalam cermin itu kepada Huwwiyah-Nya.
Dengan melakukan hal ini Dia menjadi Yang Melihat. Dari wajah yang
lain, Dia menjadi Kekasih dan Dia masuk ke dalam hasrat. Dia tampilkan
lagi keindahan-Nya kepada diri-Nya sendiri dan menyingkapkan diri-
Nya: disini yang melihat, yang dilihat dan penglihatan dan cermin
adalah sama.

***

Insan Kamil adalah cermin yang murni,bersih, sebuah cermin mutlak


dimana Allah yang merupakan Wajibul Wujud, melihat keindahan-Nya
tanpa syarat di dalamnya.

Cermin dari Insan Kamil bersesuaian dengan tajalli Allah. Tajalli yang
terjadi di cermin yang lain bersesuaian dengan imajinasi hamba,
kemampuannya untuk menerima dan bakatnya. Allah berkata benar
dan Dia menunjukkan jalan.
125
***

Dalam Fusus Al Hikam kami jelaskan:

“Allah di dalam kepercayaan seseorang adalah Uluhiyah yang tebentuk


sesuai dengan prasangka hamba, Inilah pensifatan yang telah hamba
sangkakan dari dalam dirinya sendiri dan yang dia sembah berkenaan
dengan keyakinannya ini, dan meletakkan Allah dalam kerangka
berpikirnya yang sempit. Karena itu dia mencela kepercayaan orang lain
yang tidak sesuai dengan kepercayaannya sendiri. Alasan ini adalah
bukan karena itu tidak sesuai dengan kehendak Allah, melainkan tidak
sesuai dengan prasangkanya. Andai ia toleran dia tidak akan bertindak
demikian…Hamba bertindak demikian karena dia menjadikan bagi
dirinya sendiri seorang Tuhan yang khusus baginya dan mencela
kepercayaan orang lain yang tidak setuju dengannya, sebab dia bodoh.
Andai dia paham perkataan Junaid Bagdadi:” Warna air sesuai dengan
warna wadahnya,” dia tidak akan membantah dengan orang lain. Dia
akan menjadi Arif yang menerima kepercayaan orang lain. Dia akan
melihat dan mengenali tajalli Allah dalam setiap citra.

Seseorang yang membayangkan seorang Tuhan khusus hanyalah


berdasarkan prasangka belaka.; dia bukan pemilik ilmu dan ma’rifat,
bukan seorang alim billah dan arif billah. Disebabkan hal inilah Allah
berkata:” Aku berdasarkan prasangka hamba-Ku.” Maknanya adalah:
dalam cara apapun hamba-Ku memikirkan-Ku, Aku akan
menyesuaikannya.

Hal ini, entah ia bersifat Mutlak atau Relatif.

Tuhan bagi seseorang yang memelihara keyakinan berbeda


adalah terbatasi, terdefinisikan dan berbilang. Uluhiyah yang mengisi
hati seorang hamba adalah jenis ini; yang berarti sebuah wajah tajalli
Allah; dan tiada lain selain Uluhiyah. Bagaimanapun Uluhiyah yang
126
Mutlak memiliki Keagungan (Jalal) dan tiada apapun yang lain dapat
ditemukan selain Keagungan tersebut dan Dia tidaklah juga meliputi
hati. Bagaimana ada istilah Dia meliputi, sejak Dia adalah sama dengan
segalanya? Tidak ada Huwwiyah yang lain dan Dia bahkan sama dengan
hati. Bahkan tidak dijinkan mengatakan apakah Dia meliputi wujud-Nya
atau tidak. Berpikirlah dengan cara ini dan pahamilah!!”

***

Adalah perlu untuk membawakan contoh agar apa yang kami jelaskan
di atas dapat dengan mudah dipahami. Jika sang kekasih melihat
kepada 100 ribu cermin yang diletakkan disekelilingnya, berapa banyak
dari 100 ribu cermin itu sang kekasih dapat terlihat; namun dalam
faktanya sang kekasih hanya satu. Keseluruhannya sama, dalam cermin-
cermin itu, sesuai dengan bakat seseorang (cermin), dia akan terlihat
dalam sebagian sebagai yang ceria, dalam sebagian sebagai yang
bersedih, dalam sebagian sebagai yang lurus dalam sebagian sebagai
yang bengkok. Sebagai akibatnya jika manusia melihat wajah sang
kekasihnya dalam satu cermin dan menyangkal cermin yang lain, dia
bukanlah seorang yang kenal. Dia yang kenal memahami setiap cermin
yang ada. Dalam cermin apapun dia melihatnya, dia menegaskan dan
bahkan mungkin dia melihatnya tanpa cermin.

Berapa ratus ribu mata yang melihat bukti yang jelas ini
Sekali lagi. Dia sendiri yang menjadi keinginan Keindahan-Nya sendiri.

Tidak perlu lagi menjelaskan lebih jauh dari hal ini. Sang Arif semakin
lama dia memikirkan dan mengambil kesenangan dalam zauq/rasa,
dapat menemukan banyak contoh itu.

Mari kami berikan contoh yang lain. Jika seorang manusia tetap
dalam tempat yang gelap tanpa melihat cahaya matahari, dan suatu
hari jika sisi tempat tersebut dibuka dengan gelas dengan banyak warna
127
dan bentuk, dan ketika siang tiba, setiap gelas akan dikenai dengan
cahaya yang sama. Berdasarkan dimana cahaya mengenai gelas yang
berbeda, dia akan mengenai dinding ruangan dengan warna yang
berbeda, dan manusia itu akan berpendapat bahwa cahaya matahari
adalah hijau, merah dsb, dan dia akan tersesat dalam bidang kasar ilusi.
Namun kaum Arif tahu realitas/hakekat masalah sebenarnya dan
memutuskan dengan tepat. Dia tahu bahwa warna air adaah warna
wadahnya dan dia tahu apa yang menerangi segala sesuatu adalah
cahaya Allah. Al Quran: “ Allah adalah cahaya langit dan bumi.” Ini
menjelaskan situasi sebenarnya. Berdasarkan kaum Arif, apa yang
terlihat di cermin pada dua alam tersebut adalah satu wajah. Meskipun
seperti ini, setiap kaum Arif telah mencapai satu kesempurnaan.
Sebagian dari mereka berkata,:” Pada akhir segalanya tiada yang aku
lihat dimana di dalamnya aku tidak lihat Huwwiyah Allah.”

Kelompok lain berkata:” Tiada apapun dimana di dalamnya aku


tidak melihat Huwwiyah Allah.”
Kelompok lain berkata: “Aku melihat-Nya sebelum yang lain.”
Masih kelompok lain berkata: “Hanya Allah.”
Kelompok khusus berkata: “Hanya Allah melihat Allah.”

Dalam masalah melihat ini, 5 bentuk telah terjadi. Sang Arif,


setelah mengumpulkan seluruh 5 hal ini dalam dirinya, menemukan 5
hal lain terjadi, penjelasan hal ini tidak cocok disini, dan untuk
menyingkap hal ini bahkan dilarang. Mereka yang ingin mengetahuinya,
biarkan mereka bergantung kepada lipatan jubah Insan Kamil dan
bertanya kepadanya, sebab:” Mereka yang tidak merasakan tidak dapat
mengetahui”, inilah syarat yang wajib. Sisanya tidak dapat dijelaskan
melalui tulisan.

Maka demikianlah dan kedamaian bagi semuanya. Allah lah Penolong


sebenarnya,dengan pertolongan Allah ini terselesaikan.

128
Masyahid Al Asrar

Syeikh Muhyiddin Ibnu Arabi Qs

129
Bab1

Penyaksian Nur Wujud ketika terbitnya bintang Penglihatan Langsung


( Al ‘Iyan)

Dengan Nama Allah Maha Pengasih Maha Penyayang.

Al Haq membuatku menyaksikan nur wujud sebagai bintang


penglihatan langsung yang sedang terbit, dan Dia bertanya kepadaku,’
Siapakah engkau?’

Aku menjawab,’ ketiadaan yang zahir’.

Kemudian Dia berkata kepadaku,’ Dan bagaimana bisa ketiadaan


berubah menjadi wujud?Jika kamu bukan sebuah entitas, wujudmu
tidak akan mungkin dan menjadi nyata..’

Aku menjawab,’ itulah sebabnya aku berkata ketiadaan yang


zahir, sebab ketiadaan yang batin atau tersembunyi tidak memiliki
wujud yang nyata.’

Kemudian Dia berkata kepadaku,’ Jika (seseorang mengira bahwa)


eksistensi awal adalah identik dengan eksistensi yang kedua, maka
tidak ada ketiadaan yang mendahului, tidak juga ada wujud yang tidak
pasti (bergantung dengan yang lain). Bagaimanapun, telah ditetapkan
bahwa engkau adalah tidak pasti.

‘Wujud yang awal tidaklah sama dengan wujud yang kedua.’

‘Wujud awal adalah seperti wujud universal, dan wujud yang


kedua seperti wujud terperinci.’
130
‘Ketiadaan adalah nyata dan tak ada yang lain; dan wujud pun adalah
nyata dan tak ada yang lain.’

Aku setuju sambil berkata,’ demikianlah begitu.’

Kemudian Dia berkata kepadaku,’ Apakah kamu Muslim melalui tradisi


saja ataukah engkau memiliki standar sendiri atas hukum?’

Aku menjawab,’ Aku bukanlah pengikut buta dan tidak juga aku
mengikuti pendapat rasionalku sendiri.’

Dia berkata kepadaku,’ Maka kamu bukanlah sesuatu.’

Aku berkata,’ Aku adalah sesuatu tanpa keserupaan dan Engkau adalah
sesuatu dengan keserupaan.’

Dia berkata,’ Apa yang kau katakan adalah benar.’

Kemudian juga Dia berkata,’ Kamu bukanlah sesuatu, bukan pula kamu
pernah menjadi sesuatu, tidak juga kamu berdasarkan sesuatu.’

‘Demikianlah begitu’, aku menjawab,’ sebab jika aku adalah


sesuatu, persepsi akan dapat memahamiku;’ jika aku berdasarkan
sesuatu, maka tiga hubungan akan dikenakan kepadaku, dan jika aku
adalah sesuatu, maka aku akan memiliki lawan, namun aku tidak
memiliki lawan.’

Kemudian aku berkata kepada-Nya,’ Aku eksis dalam bagian-bagian,


meskipun aku tidak eksis, sehingga aku dinamakan tanpa nama,
disifatkan tanpa sifat dan digambarkan tanpa gambaran, dan inilah
menyusun kesempurnaanku. Bagaimanapun, Engkau dinamakan

131
dengan nama, disifatkan dengan sifat dan digambarkan dengan sebuah
gambaran, dan ini menyusun kesempurnaan-Mu.’

Kemudian Dia berkata kepadaku,’ Hanya ketiadaan yang mengetahui


wujud.’

‘Hanya apa yang ada yang mengetahui yang ada sebagaimana adanya
dalam realitas.’ Wujud adalah dari-Ku, bukan darimu, namun ia ada di
dalammu, bukan di dalam-Ku.’

Kemudian Dia berkata kepadaku,’ Siapapun yang menemukanmu


menemukan-Ku, dan siapapun yang kehilanganmu kehilangan-Ku.’

“Siapapun yang menemukanmu kehilangkan-Ku dan siapapun


yang kehilanganmu menemukan-Ku.’

‘Menemukan dan kehilangan adalah milikmu bukan miik-Ku.’

Kemudian Dia berkata kepadaku,’ Setiap jenis yang terbatas dan wujud
relatif adalah milikmu dan seluruh yang mutlaq dan wujud yang tak
terbatas adalah milik-Ku.’

“Wujud relatif adalah milik-Ku bukan milikmu.”

‘Wujud yang tersebar, yang merupakan milik-Ku, adalah melaluimu,


dan wujud yang terintegrasi, yang merupakan milikmu, adalah melalui
Aku.’

‘Dan sebaliknya.’

Kemudian Dia berkata kepadaku,’ wujud primordial bukanlah sebenar-


benarnya wujud, namun di bawahnya lah wujud yang haq.’

132
‘Wujud adalah melalui-Ku, ia datang dari-Ku, dan ia adalah milik-Ku.’

‘Wujud datang dari-Ku, namun ia tidaklah melalui-Ku, tidak juga ia


milik-Ku.’

‘Wujud tidaklah melalui-Ku, tidak juga ia datang dari-Ku.’

Kemudian Dia berkata,’ Jika kamu menemukan-Ku kamu tidak akan


melihat-Ku namun kamu akan melihat-Ku jika kamu kehilangan Aku.’

‘Menemukan adalah kehilangan Aku dan kehilangan adalah


menemukan Aku. Andai kamu dapat menemukan pengambilan, maka
kamu akan mengetahui wujud yang haq.’

133
Bab 2

Penyaksian Nur Pengambilan (Akhadz) ketika terbitnya bintang

Penegasan (Iqrar)

Dengan Nama Allah Maha Pengasih Maha Penyayang.

Al Haq membuatku menyaksikan Nur Pengambilan Ilahiah sebagai


bintang Iqrar yang terbit.

Kemudian Dia berkata kepadaku,’ Pengambilan adalah sama


dengan membiarkan pergi namun tidak semua yang dibiarkan pergi
adalah pengambilan.’

‘Kamu dapat menemukan-Ku namun kamu tidak dapat menahan-


Ku; Aku dapat menahanmu namun Aku tidak dapat menemukanmu.’

‘Aku tidak menahanmu dan tidak juga Aku menemukanmu.’

‘Aku menemukanmu, namun Aku tidak menahanmu.’

Kemudian Dia berkata kepadaku,’ Pengambilan hanya terjadi dari


belakang, sebab andai ia terjadi dari depan maka tak seorang pun akan
menyimpang.’

‘Aku telah zahirkan diri-Ku dalam pengambilan (seorang hamba)


dan Aku telah menyembunyikan diri-Ku dalam membiarkannya pergi.’

134
‘Pengambilan memenuhi 3 aspek dan segala sesuatu yang
melampaui 3 bilangan ini bukan lagi pengambilan.’

‘( Dalam hakekatnya), Aku mengambil diri-Ku sendiri.’

Kemudian Dia berkata kepadaku,” lihatlah ‘benda yang tak


bergerak/mati’ dan dengarkan ‘pujian mereka kepada Allah, sebab itu
adalah jawaban mereka akan,’Ya, kami taat’.”

“ Jika Aku menghijabmu dengan pengambilan *dengan menjagamu


dalam hal pembedaan tanpa kembali kepada kebaqaan, kamu akan
mengalami penderitaan abadi dalam kebahagiaan yang yang tak
berakhir.”

“ Aku hanya mengambil dia yang kepadanyalah Aku berkata


[Kun!Berilah dia wujud] dan Aku hanya berkata Kun! Kepada apa yang
dimiliki oleh-Ku. Tak satu pun dimiliki kecuali ia ditaklukkan, dan tak
satupun ditaklukkan kecuali ia terpenjara/dipingit, dan tak satu pun
dipingit kecuali ia baharu (muhdats), dan tak satu pun baharu kecuali
ketiadaan potensial.”

“ Aku mengambil apa yang tersebar dan menyatukannya. Aku


mengambilnya dari kesatuan dan Aku menyatukannya kembali.
Kemudian Aku menyebarnya dan menyatukannya (sekali lagi), dan
kemudian tidak ada pembagian ataupun penyatuan.”

“Kemudian Dia membuatku menyaksikan apa yang berada di atas


pengambilan, dan aku melihat Tangan. Kemudian Laut Hijau mengalir
keluar antara Tangan dan aku. Aku menjadi tercelup di dalamnya dan

135
aku melihat Lauh. Aku memanjat kepadanya dan (seperti itu) aku
diselamatkan, sebab andai bukan karena Lauh, aku akan binasa.

Kemudian Tangan pun muncul, dan memandang Tangan sedang


melayani sebagai pantai dari Lautan tersebut, di atasnya perahu-perahu
berlayar hingga mereka mencapai tepian pantai. Ketika mereka
mencapainya, Tangan mendorong mereka menuju tempat kosong.
Pemilik perahu mendarat sambil membawa mutiara, perhiasan dan
koral; namun segera mereka melangkah kepada daratan kering,
keseluruhan ini berubah menjadi batu biasa.

Aku berkata kepada-Nya,’ Bagaimana seseorang dapat menjaga mutiara


tetap mutiara, perhiasan tetap perhiasan dan batu koral tetap sebagai
batu koral?’

Dia berkata,” Ketika kamu keluar dari lautan, ambil sebagian air laut,
sebab selama air tetap ada, maka mutiara, perhiasan dan batu koral
akan tetap dalam keadaannya; namun jika air tersebut mengering,
mereka akan berubah menjadi batu biasa. Dalam Surah Al Anbiya Aku
telah menjelaskannya.”

Kemudian aku mengambil sebagian dari air dan membawanya, dan


ketika aku tiba pada sebuah tanah kosong aku melihat kebun yang lebat
di tengah-tangah dari tempat yang gersang. Dikatakan kepadaku,”
Masuklah!”.

Aku masuk dan aku melihat bunga-bunganya yang bersemi dan


bercahaya, burung-burungnya dan buah-buahnya. Ketika aku
jangkaukan tanganku untuk memakan buah-buahan tersebut, air pun
mengering dan perhiasan berharga berubah bentuk menjadi batu biasa.
136
Kemudian aku mendengar suara yang menegurku dan
berkata,’Lemparkan buah-buahan yang ada di tanganmu!’

Aku melemparnya, dan segera air pun mengalir kembali dan perhiasan
pun kembali kepada bentuk semula.

Kemudian Dia berkata kepadaku,’ pergilah ke batas kebun ini.’

Sehingga aku pun pergi kesana dan menemukan sebuah padang


pasir. ”Seberangi!” Dia berkata. Sehingga aku menyeberanginya dan
ditengah perjalanan aku melihat kalajengking, ular, ular berbisa dan
singa. Kapanpun mereka melukaiku, aku mengoleskan tempat yang luka
dengan air dan disembuhkan.

Kemudian, pada ujung padang pasir tersebut, Dia membukakan


beberapa kebun di hadapanku. Aku memasukinya dan air pun
mengering. Aku pun melangkah keluar dan air pun mengalir kembali.

Setelah itu aku memasuki kegelapan dan dikatakan kepadaku,”


Tanggalkan pakaianmu!” dan lemparkan air, batuan-batuan, sebab
kamu telah menemukan apa yang kamu cari.” Aku buang apapun yang
ada bersamaku, tanpa melihat ke arah mana, dan aku pun tetap
sebagaimana aku adanya.

Dia berkata,” sekarang kamu adalah kamu.”

Kemudian Dia berkata kepadaku,’ Tidakkah engkau melihat betapa


sempurnanya kegelapan ini, betapa intensnya kecemerlangannya dan
betapa jelasnya cahayanya! Kegelapan ini adalah tempat darinya
cahaya terbit, sebuah sumber darinya pancuran rahasia mengalir keluar
dan zat asal dari unsur-unsur. Dari kegelapan ini Aku membawamu

137
kepada wujud, kepadanya Aku mengembalikanmu dan Aku tidak harus
melenyapkanmu darinya.”

Kemudian Dia memperlihatkan kepadaku sebuah pembukaan seperti


lubang jarum. Aku pergi menujunya dan aku melihat sinar yang indah
dan cahaya yang gemerlap.

Dia berkata kepadaku,” Pernahkan kamu melihat betapa


intensnya kegelapan dari cahaya ini? Rentangkan tanganmu dan kamu
tidak akan melihatnya.” Aku rentangkan dan sungguh, benar-benar aku
tidak melihatnya.

Dia berkata kepadaku,” Ini adalah cahaya-Ku, di dalamnya tak


seorang pun selain Aku yang dapat melihat dirinya sendiri.”

Kemudian Dia berkata,” Kembalilah kepada kegelapanmu, sebab kamu


berada jauh dari golonganmu.”

“ Tak ada seorang pun selain kamu dalam kegelapan ini dan aku telah
membawa ke dalam wujud darinya tak seorang pun selain kamu,
darinya lah Aku mengambilmu.”

“Aku telah ciptakan dari nur segala sesuatu yang ada melainkan
untukmu, yang telah diciptakan dari kegelapan.”

“Mereka tidak menghargai Allah sebagaimana mestinya.” Andai Dia


berada di dalam Nur, maka mereka akan telah menghargai-Nya dengan
layak. Kamu benar-benar seorang hamba-Ku.”

“Jika kamu ingin melihat-Ku, angkatlah hijab dari wajah-Ku.”

138
BAB 3

Penyaksian Nur Al Sutur ketika terbitnya bintang Dukungan Yang Kuat

Dengan Nama Allah Maha Pengasih Maha Penyayang.

Al Haq membuatku menyaksikan nur Al Sutur ketika bintang dukungan


yang kuat (Ta’yid) muncul, dan Dia berkata kepadaku,” Tahukah engkau
berapa banyak hijab yang Aku hijab atas dirimu?

“Tidak,”jawabku.

Dia berkata,” 70 hijab. Meskipun kamu mengangkat mereka,


kamu tidak akan melihat-Ku, dan jika engkau tidak menyibaknya kamu
tidak akan melihat-Ku.”

“Jika kamu mengangkat mereka kamu akan melihat-Ku dan jika


kamu tidak mengangkat mereka kamu akan melihat-Ku.”

“Hati-hati lah membakar dirimu sendiri!”

“Kamu adalah pandangan-Ku, maka berimanlah. Kamu adalah wajah-


Ku, maka hijablah dirimu.”

Kemudian Dia berkata kepadaku,” Bawalah pergi hijab-hijab dari-Ku.


Singkaplah Aku, sebab Aku telah memberikanmu ijin, jaga Aku dalam
khazanah yang tersembunyi, agar tak ada selain Aku yang melihat Aku,
dan undanglah manusia untuk melihat-Ku. Kamu akan menjumpai
dibalik setiap tirai apa yang dijumpai Sang Kekasih. Maka renungkan
dan bacalah ayat: Maha Suci Dia yang memperjalankan hamba-Nya
pada suatu malam dari masjidil Haram kepada masjidil Aqsa (Terjauh)
139
yang telah Kami berkahi sekelilingnya, untuk Kami tunjukkan ayat-ayat
Kami, sesungguhnya Dia Maha Mendengar Maha Melihat., pahamilah
dengan baik keinginan-Ku dan katakan kepada hamba-hamba yang
kamu temui, agar kamu membangunkan kerinduan mereka kepada-Ku
dan mengisi mereka dengan hasrat untuk-Ku, dan kamu pun akan
menjadi rahmat bagi mereka.”

Kemudian Dia berkata kepadaku,” Angkatlah hijab satu demi satu.”

Aku mengangkat yang pertama dan aku melihat ketiadaan [dan


aku terus mengangkat satu demi satu secara berurutan hijab-hijab
berikut+: wujud, maujud, perjanjian awal (‘uhud), pengembalian (ruju’),
lautan (buhur), kegelapan (zhulumat), tunduk (khudu’), instruksi
(ta’lim), turunan(ishtiqaq), perkenanan (Ibaha), pencegahan (mani’),
pelampauan batas (ta’addi), marah (gadhab), pemenjaraan (sajn),
huruf-huruf, generasi keturunan (tawallud), kematian parsial (al maut al
juz’i), kematian total (al maut al kulli), penghadapan (tawajjuh),
penyampaian (tabligh), perlindungan (I’tisham), dua kaki (qadaman),
pengkhususan umum (ikhtishash), penyelimutan (tazmil), pembelahan
(shaqq), pembersihan, penyusunan kembali (talfiq), berlawanan
(tahrim), penyucian, perantara (campur tangan), mendaki (imtita’),
perjalanan (suluk), susu (laban), mengetuk pintu (qar’i), pencampuran
(imtijaz), ruh-ruh, keindahan (jamal), pengangkatan (’ulan), otoritas
(siyada), munajat, pengosongan, mencapai akhir (intaha), pembiaran
(tarki), cinta (mahabbah), penghilangan perantara (raf al-wasait),
rahasia (sir), dada (sudur), kebenaran (shiddiqiyah), kekuatan
mengalahkan (qahhar), keberanian (shahamah), meninggalkan
pengambilan (insiram), pewarisan (mirats), pencabutan (istilam), fana,
baqa, cemburu, kemamuan spiritual (himmah), penyingkapan (kasyaf),
musyahadah, keagungan, keindahan, terhapusnya zat individu, tidak
140
dapat dipersepsi, tidak terdengar, tidak terpahami,tak terbicarakan,
isyarat, keseluruhan (kulli).

Hamba berkata,” Ketika aku selesai mengangkat hijab, Dia


bertanya,”Apa yang telah engkau lihat?”

“sesuatu yang mengagumkan,” aku menjawab.

Kemudian Dia berkata kepadaku,” Apa yang Aku sembunyikan darimu


lebih mengagumkan.”

‘Demi kemuliaan-Ku! Tidaklah Aku pernah menyembunyikan apapun


darimu dan tidak juga Aku menunjukkan apapun kepadamu.”

Kemudian Dia membakar hijab yang tersisa di belakangku, dan aku pun
melihat Arays.

Dia berkata,”Angkatlah!”.

Maka aku mengangkatnya dan Dia berkata kepadaku,” Lemparkanlah


dia ke dalam lautan!”.

Aku melemparnya dan ia pun lenyap. Kemudian laut melemparnya lagi


dan Dia berkata kepadaku,” Keluarkan dari Lautan Batu Keserupaan.”

Aku mengeluarkannya dan Dia berkata kepadaku,” Angkatlah


Timbangan (Mizan)!” Aku mengangkatnya dan Dia berkata
kepadaku,”Letakkan Arasy dan seluruh yang diliputinya dalam satu
anak timbangan dan letakkan Batu Keserupaan pada sisi yang lain.”
Batu tersebut lebih berat. Maka Dia berkata kepadaku,” Meskipun
kamu meletakkan sejuta kali berat dari Arasy dan apa yang
dikandungnya sampai pada batasan yang paling mungkin, maka Batu ini
akan tetap lebih berat.”

141
Aku bertanya,”Apakah nama Batu ini?”

‘Angkatlah kepalamu dan lihatlah, Dia berkata,” Kamu akan


menemukannya tertulis pada setiap sesuatu.”

Aku pun mengangkat kepalaku dan aku melihat sungguh huruf Alif
berada dalam segala sesuatu. Kemudian Dia menutupiku dengan 50
hijab dan Dia membuka dari wajahku 400 hijab yang sanggat lembut
hingga aku tidak pernah merasakannya.

Dia berkata kepadaku,” Tambahkanlah segala apa yang telah engkau


lihat dalam segala sesuatu kepada hijab. Hasil dari kombinasi ini adalah
nama dari Batu itu.

“Keseluruhan ini telah tertulis sejak keabadian tanpa awal, dan


keseluruhan ini sekarang di hadapanmu.” Maka Bacalah:

Dengan nama Allah, Maha Pengasih Maha Penyayang

Surat dari Wujud Awal kepada Wujud Kedua.

Ketiadaan mendahuluimu,kamu telah menjadi maujud. Kemudian


Aku membuat perjanjian denganmu dalam Hadrat Kesatuan
(Wahdaniyyah), dengan penegasanmu bahwa ‘Aku adalah Allah dan
tiada ketuhanan selain Aku dan kamu memberikan-Ku saksi atas hal
itu. Kemudian Aku mengembalikanmu.

Setelah itu Aku membawamu keluar dan Aku melemparmu ke dalam


Lautan. Berikutnya Aku campakkan engkau bagian-bagianmu ke
dalam kegelapan, kemudian Aku utus kamu kepada mereka (sebagai
seorang Rasul) dan mereka menerimamu dengan patuh dan mereka

142
pun tunduk. Aku memberimu teman dan sakinah dari bagian dirimu
sendiri, yang pertemanannya adalah sah. Kemudian Aku melarangmu
akan Kehadiran-Ku, namun Aku mengijinkanmu untuk memasukinya
(melawan kehendak-Ku). Aku menjadi murka denganmu dan Aku
memenjarakanmu, meskipun kamu diberkahi.

Seteah ini, Aku menjadikan huruf-huruf dan Aku menjaga mereka


bagimu. Aku memberikanmu Kalam dan Aku mendudukanmu di atas
singgasanamu dan kamu menulis di atas Lauhil Mahfuzh apa yang Aku
inginkan darimu. Aku tentukan bagianmu, kemudian memberikan
kamu kehidupan yang melimpah ruah. Berikutnya Aku ambil sebagian
darimu, Aku sebarkan mereka di sudut-sudut penjara dunia, berbicara
dalam ragam bahasa. Aku gandakan mereka dengan pemberian
kesempurnaan dan mendudukkan mereka di atas kursi mereka.

Kemudian Aku pilih satu di antara mereka, demi mereka dimana Aku
juga mengutusmu, dan Aku kuatkan dia dengan Kalam-Ku. Aku
sucikan dia dari segala kesalahan, Aku ampuni dia untuk kembali
kepada makhluk, Aku tinggikan tempatnya dan Aku janjikan dia hak
syafaat demi kepentingan seluruhnya.

Kemudian Aku lemparkan dia ke dalam Laut dan dia mendaki satu
dari gunung-gunungnya. Dia diperjalankan pada suatu malam secara
seketika dan Aku membawanya di atas Buraq. Kemudian Aku beri dia
kehidupan total dan melindunginya dari sifat alaminya, dan Aku
bercakap-cakap dengannya dari titik tengahnya (Mahall Al I’tidal)
perkataan,”Pada meninggalkan batasan (Aku mencintaimu) dan pada
keberangkatan para Ruh (Aku akan memberimu kabar gembira).
Bawalah dan jadikan nyata hati para siddiqin dan taklukkanlah!
Ambillah rahasia kehidupan dan percayakan kepada siapapun yang

143
engkau kehendaki. Tariklah pedang pembalasan dendam: dengannya
tegakkan tanda-tandamu dan dengannya kalahkan lah siapa yang
menentangmu.

Kemudian datanglah kepada-Ku; biarkan anak lelakimu pergi, agar ia


dapat mengambil tempatmu dan katakan kepadanya agar fana
melalui kebaqaannya, jangan menjadi cemburu akan menyampaikan
wahyu dan bermusyahadahlah dalam Sifat-sifat-Ku, namun bukan
dalam Zat, sebab Aku tidak diliputi mereka. Meskipun ia dapat
mendengar, mengerti, tahu, menyampaikan, berkomunikasi,
menjelaskan dengan rinci dan menyimpulkan secara umum, dia tidak
akan memahami-Ku secara menyeluruh. Bagaimanapun, dalam intuisi
(shu’ur) makhuk menunjukkan diri mereka sendiri secara jelas kepada
ahli ru’yat.

144
Bab 4

Musyahadah Nur Intuisi (As Shu’ur) ketika bintang Tanzih terbit

Dengan Nama Allah Maha Pengasih Maha Penyayang.

Al Haq membuatku menyaksikan nur intuisi sebagai bintang Tanzih


yang terbit, dan Dia berkata kepadaku,”Aku sembunyikan diri-Ku sendiri
dalam bukti (bayan) dan intuisi dari mereka yang terhijab.

Kemudian Dia berkata kepadaku,”Puisi-puisi itu terbatas dan ia


adalah tempat simbol dan enigma. Jika mereka tahu bahwa simbol dan
enigma sesuatu berada di dalam intensitas kejelasan, tentu mereka
akan mengikutinya. Ayat bercahaya dari Al Quran telah diwahyukan
sebagai petunjuk akan makna yang (andai sebaliknya) tentu tidak akan
pernah dipahami.”

“Lihatlah Aku di matahari dan pandanglah Aku di bulan, namun


hindarilah Aku di bintang-bintang.”

“Jangan seperti burung Isa”

“Lihatlah Aku di dalam khalifah dan di antara penjaga-penjaga malam


dan kamu akan menemukan Aku.”

Kemudian Dia berkata kepadaku,” Ketika kamu melihat domba, kuda


dan keledai tercelup ke dalam air sampai leher mereka, maka
kendarailah begal, bersandarlah pada dinding dan cobalah untuk
mencapai tempat penyimpanan. Jika sebuah penghalang mesti muncul
145
untuk memotong kamu dari tempat penyimpanan, tutupilah matamu
dengan tanganmu dan biarkan rambutmu jatuh di dahimu dan
masukilah arus tanpa rasa takut, sebab air tidak akan menggapai
cekungan pelanamu dan kamu akan selamat. Siapapun yang
mengendarai kuda atau keledai akan hancur di dalam sungai, namun
tidak bagi dia yang mengendarai begal.

Kemudian Dia berkata kepadaku,” Jika kamu tetap dalam intuisi, kamu
akan berada dalam derajat pertengahan. Siapapun berada di bawahmu
akan memandang kepadamu dan siapapun yang di atas mu akan
berpaling kepadamu, sehingga tak ada seorang pun di atas mu. Dalam
intuisi kamu akan menemukan yang instan.

“Jika kamu berada dalam derajat pertengahan maka berjalannlah


di musim semi.”

Kemudian Dia berkata kepadaku,” Nur adalah sebuah hijab dan


kegelapan adalah sebuah hijab. Di antara garis keduanya kamu akan
menyadari apa yang paling bermanfaat. Sehingga ikutilah garis ini
dengan teliti, dan jika kamu tiba di titik asalnya, buatlah ia lenyap
dalam sholat magrib. Kemudian tidurlah setelah sholat witir di malam
hari. Ketika fajar menyingsing, kewajiban akan diangkat, dan beban
syariat akan gugur, dan kamu akan menjadi kamu, melampaui sifat
demikian.”

“ Jika Perintah Allah turun, jangan menyerah, sebab jika kamu


menyerah kamu akan binasa.”

“Jika kamu menunggangi begal, jangan melihat di sisi mana kamu


berada, sebab kamu akan mati. Jika kamu menunggangi, tetaplah
diam!”

146
BAB 5

MUSYAHADAH NUR DIAM (As Samt) SEBAGAI BINTANG


PENYANGKALAN YANG TERBIT.

Al Haq membuatku menyaksikan Nur Diam sebagi bintang peyangkalan


yang terbit, dan Dia membuatku tidak bisa berkata-kata.
[Bagaimanapun], benar-benar tidak terdapat satu pun tempat di alam
semesta dimana kata-kataku tidak dituliskan, tidak juga ada penulisan
yang tidak berasal dari materiku dan pendikteanku.

Kemudian Dia berkata kepadaku,” Diam adalah hakekat esensimu.”

“Diam tiada lain daripada kamu, meskipun ia bukan milikmu.”

“Jika kamu menjadikan ‘diam’ sebagai objek sembahanmu, kamu


akan mengikuti mereka yang menyembah anak sapi dan kamu akan
menjadi di antara penyembah matahari dan bulan. Namun jika ‘diam’
adalah bukan objek sembahanmu, kamu kamu adalah milik-Ku dan
bukan milik hamba.”

Kemudian Dia berkata kepadaku,” Aku menciptakan engkau dengan


kalam yang merupakan hakekat esensial akan diammu, sedemikian
hingga meskipun engkau bicara, engkau tetap diam.”

“Melaluimu Aku bicara, melaluimu Aku memberi, melaluimu Aku


mengambil, melaluimu Aku meluaskan, melaluimu Aku mempersempit,
melaluimu Aku melihat, melaluimu Aku memberi wujud dan melaluimu
Aku dikenal.”

147
“Untukmu Aku bicara, untukmu Aku memberi, untukmu Aku
mengambil, untukmu Aku memperluas, untukmu Aku mempersempit,
untukmu Aku dapat dilihat, untukmu Aku diberikan wujud dan untukmu
Aku dijadikan dikenal.”

Kemudian Dia berkata kepadaku,” Kamu adalah tempat pandangan-Ku


dan kamu adalah sifat-Ku. Maka janganlah bicara kecuali ketika Aku
melihatmu. Aku melihatmu secara dawam, sehingga berbincanglah
kepada manusia secara dawam namun janganlah bicara.”

“Diam-Ku adalah sisi zahir dari wujudmu dan eksistensimu.”

“Jika Aku tetap diam, kamu tidak akan ada, jika kamu telah bicara,
maka Aku tidak akan dikenal. Maka bicaralah, agar Aku dikenal.”

Kemudian Dia berkata kepadaku,’ Alif adalah diam ketika huruf-huruf


bicara. Alif menyuarakan huruf, namun huruf tidak menyuarakan alif.
Huruf-huruf diatur oleh Alif dan Alif menemani mereka selalu, tanpa
mereka menyadarinya.”

“Huruf-huruf adalah Musa dan Alif adalah tongkat.”

Kemudian Dia bicara kepadaku,” Eksistensimu adalah dalam diam dan


ketiadaanmu adalah dalam ucapan.”

“Siapapun yang diam adalah tidak diam;melainkan siapa yang


tidak diam adalah diam.”

“Kapanpun kamu bicara atau diam kamu adalah sedang bicara, dan
meskipun kamu telah bicara selamanya melalui seluruh keabadian,
kamu akan tetap diam.”

148
“Jika kamu tetap diam, segala sesuatu akan diberi petunjuk
olehmu dan jika kamu bicara, segala sesuatu akan menyimpang
melaluimu. Mendakilah meninggi dan kamu akan menemukan.”

149
BAB 6

Musyahadah Nur Peninggian sebagai bintang Kasyaf yang terbit.

Al Haq membuatkau menyaksikan nur peninggian (Matla) sebagai


bintang Kasyaf yang sedang terbit, dan Dia berkata kepadaku,” Kamu
telah mendaki dari batasan dan meskipun demikian kamu belum
terpisah darinya, sebab andai bukan karena sisi zahir, sisi batin tidak
akan dikenal; andai bukan karena batasan, Menara Pengawas
Peninggian tidak akan disaksikan. Munculnya cahaya disaksikan oleh
kegelapan, dan munculnya bulan purnama disaksikan oleh matahari.

“Dari Menara Pengawas, siapa yang turun dia turun, dan siapa
yang naik dia naik. Hati-hati terhadap-Ku dalam Menara Pengawas! Jika
Aku melihat sisi zahir dari dindingmu melebihi batas, Aku akan
membuatmu turun dari Menara Pengawas kepada sisi zahir,
bagaimanapun jika kamu tetap berada dalam batasan, maka Menara
Pengawas akan menginginkanmu tetap dalam posisimu.”

Kemudian Dia berkata kepadaku,”

“Kesucian muncul dalam Kedekatan dan keagungan dunia memberikan


kesaksian kepadanya.”

“Instan muncul dalam waktu jeda dan laut Keindahan Rahmaniyah


memberikan kesaksian kepadanya.”

150
“Sikap yang layak diperlukan oleh ilmu muncul dan sifat yang tepat dari
tindakan memberikan kesaksian kepadanya, menyerukan peringatan
dari Menara Pengawas.”

“Menara Pengawas Peninggian muncul dan batasan memberikan


kesaksian kepadanya.”

“ Kematian muncul dan kekuatan qadha memberikan kesaksian.”

“Kelembutan muncul dalam kediaman kerendah-hatian dan


penampakan percakapan memberikan kesaksian kepadanya.”

“Nama muncul dan hijab memberikan kesaksian kepadanya.”

“Pelepasan muncul dan penglihatan memberikan kesaksian


kepadanya.”

“Mata penglihatan batin muncul dan penyingkapan memberikan


kesaksian kepadanya.”

“Doa muncul dan jarak memberikan kesaksian kepadanya.”

“Ampunan muncul dan tanzih memberikan kesaksian kepadanya.”

“Apa yang tidak disingkap muncul dan kewalian memberikan kesaksian


kepadanya.”

“Apa yang ada di atas Arasy muncul dan petunjuk akan Al Haq
memberikan kesaksian kepadanya.”

“Laut Pengembalian muncul dan hilangnya cahaya memberikan


kesaksian kepadanya.”

“Ketidakwajaran muncul dan manifestasi Keakuan memberikan


kesaksian kepadanya.”

151
“Keagungan muncul dan Identitas Tersembunyi memberikan kesaksian
kepadanya.”

“Penyimpangan muncul dan keapaan/mahiyat memberikan kesaksian


kepadanya.”

“Hijab muncul dan dan ke-mengapa-an memberikan kesaksian


kepadanya.”

“Pemberian pakaian muncul dan jumlah memberikan kesaksian


kepadanya.”

“Kehendak bebas muncul dan sumpah azali memberikan kesaksian


kepadanya.”

“Kesatuan muncul dan ketiadaan memberikan kesaksian kepadanya.”

“Apa yang dihadapannya muncul dan tempat tinggal spiritual


memberikan kesaksian kepadanya.”

“Ketenangan muncul dan penetapan memberikan kesaksian


kepadanya.”

“Hati muncul dan pengamatan memberikan kesaksian kepadanya.”

“Pengetahuan tentang janji muncul dan bentuk-bentuk kebaikan


memberikan kesaksian kepadanya.”

“Malam yang bicara muncul dan keajaiban memberikan kesaksian


kepadanya.”

“Ubudiyah muncul dan menetap dalam maqam ini memberikan


kesaksian kepadanya.”

152
“ Huruf-huruf muncul dan pernyataan memberikan kesaksian kepada
mereka.”

“Kekuatan muncul dan menjadi dekat memberikan kesaksian


kepadanya.”

“Menggigil muncul dan menyembah memberikan kesaksian


kepadanya.”

“Penglihatan akan kebenaran muncul dan sujud tunduk memberikan


kesaksian kepadanya.”

Ketika aku melihat pemunculan dan pernyataan bukti saling


mendahului satu dengan lainnya tanpa gangguan, aku bertanya,”
Akankah berakhir keseluruhan ini?”

Dia menjawab, ”Tidak, selama keabadian ada.”

Kemudian Dia berkata kepadaku,” Apa yang telah kamu lihat dan
semua yang disembunyikan darimu dan apa yang akan terjadi tanpa
terduga, kesemuanya itu demi kamu, karena kamu, dan di dalammu.
Namun, andai Aku telah singkapkan sedikitnya rahasia tentang misteri
esensi akan Kesatuan Keragaman yang Aku sembunyikan di dalam
dirimu, maka kamu tidak akan pernah mampu untuk menyaksikan
kadarnya dan kamu akan binasa oleh api. Maka akan menjadi apa kamu
kemudian andai Aku akan menyingkapkan kepadamu sesuatu tentang
diri-Ku sendiri atau akan sifat zat-Ku.”

“Seluruh keabadian tetap dan kamu tidak akan melihat


sesuatupun selain diri kamu sendiri dalam setiap maqam. Lebih cepat
dari kedipan mata kamu akan mendaki melalui maqam-maqam yang

153
belum pernah kamu lihat dan kepadanya kamu tidak akan pernah
kembali, namun mereka tetap di dalammu tanpa melampaui
kapasitasmu.”

‘”Jika kamu dapat mengevaluasi nilaimu kamu akan membatasi dirimu


sendiri dan dalam hakekatnya, kamu tidak memiliki batasan; sehingga
bagaimana bisa nilaimu dievaluasi? Sebab kamu tidak mampu dalam
menghargai nilaimu sendiri—yang tepat—maka ikutilah bentuk
kebaikan dan jangan mencari untuk mengetahui nilai-Ku, sebab kamu
tidak akan pernah sukses dalam mengevaluasinya, meskipun kamu
adalah yang paling mulia dalam pengetahuan-Ku yang abadi.”

Kemudian Dia berkata kepadaku,” Ketahuilah setiap hari 70 ribu misteri


dari Keagungan-Ku melalui hati kaum arif dan tidak pernah kembali.
Jika satu saja misteri itu disingkap kepada seseorang yang belum
mencapai maqam ini, itu akan membinasakannya.”

“Andai bukan untukmu, maqam-maqam spiritual tidak akan pernah


termanifestasikan, tidak juga tatanan tempat tinggal spiritual
ditegakkan, misteri-misteri tidak akan eksis, nur tidak akan bersinar,
tidak juga zahir atau batin, tidak juga awal atau akhir. Kamu adalah
nama-nama-Ku dan ayat akan zat-Ku, sebab esensi adalah esensi-Ku
dan sifatmu adalah sifat-Ku.”

Kemudian Dia berkata kepadaku,” Maka muncullah dalam wujud-Ku


demi kepentingan-Ku untuk bicara kepada mereka dengan lidah-Ku
tanpa mereka menyadarinya. Mereka akan melihatmu bergerak
meskipun engkau diam. Mereka akan melihatmu sebagai sang pengenal
meskipun kamulah yang diketahui. Mereka akan melihatmu sebagai
yang sangat kuat, meskipun sebenarnya kekuatan sedang ditindakkan
atas dirimu. Siapapun yang melihatmu maka telah melihat Aku, Siapa
154
yang memuliakanmu, maka dia memuliakan-Ku. Siapa yang
menghinamu, maka telah menghina dirinya sendiri. Siapa yang
merendahkanmu, telah merendahkan dirinya sendiri. Kamu
menghukum siapa yang kamu kehendaki, dan kamu memberi balasan
kepada siapa yang kamu kehendaki, tanpa kehendak dirimu sendiri.”

“Kamu adalah cermin-Ku, rumah-Ku, tempat tinggal-Ku, harta-Ku


yang tersembunyi dan kursi Ilmu-Ku. Andai bukan karena mu, Aku tidak
akan dikenal atau disembah, Aku tidak akan disyukuri atau disangkal.”

“Jika Aku ingin menghukum seseorang, dia akan menyangkalmu,


Jika Aku ingin memberinya karunia, Dia akan menunjukkan syukur
kepadamu. Pujian untukmu, semoga engkau ditinggikan! Kamu lah yang
dipuji, yang dimuliakan, yang dibesarkan. Tujuan belajar dan
pengetahuan adalah terikat kasih sayang kepadamu.”

“Aku telah bawakan ke dalam wujud dalam dirimu akan sifat dan
nama dengannya Aku ingin engkau mengenal-Ku.”

“Batas ilmumu bergantung kepada kapasitas yang Aku telah


berikan kepadamu; dengan demikian kamu hanya mengenal dirimu
sendiri.”

Kemudian Dia berkata kepadaku,”Aku sendiri yang memiliki sifat Jamal


dan Kamal: tak seorang pun selain Aku mengetahui mereka. Jika
seseorang memiliki pengetahuan akan ilmu-Ku, iradah-Ku dan totalitas
sifat-sifat-Ku—yang tidak dapat dihitung maupun didefinisikan—Aku
tidak akan menjadi Allah atau Kholiq.”

155
“Setiap pernyataan akan tanzih dengannya engkau mengakui
ketidakterbandingan-Ku mengacu kepadamu, sebab hanya seseorang
kepadanya lah yang mungkin dikaitkan akan kekurangan dapat
dihilangkan dari mereka dan disucikan dari mereka. Bagaimanapun, Aku
secara sempurna bersifat tanzih dalam diri-Ku sendiri, demi diri-Ku dan
melalui diri-Ku, tidak dapat dijangkau dan tidak dapat dimengerti.”

“Pandangan tidak sempurna, akal pun bingung, hati buta, sang


pengenal tersesat di padang pasir kebingungan, dan pemahaman
tercebur ke dalam kelumpuhan, tidak dapat merengkuh rahasia
pewahyuan Keagungan-Ku. Bagaimana bisa mereka meliputinya? Ilmu
adalah debu yang berterbangan. Sifatmu bukan apa-apa. Hakekatmu
hanyalah sebuah metafora dalam sudut wujud-Ku.”

Kemudian Dia berkata kepadaku,” Kembalilah, sebab kamu tidak akan


dapat melampaui derajatmu. Seluruh kalian adalah bodoh tentang Aku,
bisu, buta, tidak mampu, berkekurangan, tak mampu berkata-kata,
bingung. Kamu benar-benar tidak memiliki apapun, betapapun
remehnya sesuatu itu.”

“Jika Aku berikan kekuatan untuk menguasaimu kepada yang paling


tidak penting dari binatang yang merayap dari ciptaan-Ku dan yang
terlemah dari pasukan-Ku, maka ia akan melenyapkan, menghancurkan
dan benar-benar melumpuhkanmu. Sehingga bagaimana kamu
mengaku dan mempertahankan bahwa engkau adalah Aku dan Aku
adalah kamu. Kamu telah mengaku yang tidak mungkin dan kamu hidup
dalam kesalahan fatal. Kamu telah terpeleset ke dalam golongan-
golongan dan menjadi tercerai berai, ‘setiap kelompok akan gembira
akan apa yang telah mereka miliki,’ namun Al Haq melampaui itu
semua.

156
‘Wahai hamba-Ku dan tempat pandangan-Ku dalam ciptaan-Ku!
Bicaralah tentang Aku secara jujur, sebab Aku adalah Maha Benar.”

Kemudian Dia berkata kepadaku,”Demi Kemuliaan dan Keagungan-Ku


dan demi apa yang Aku sembunyikan tentang ilmu-Ku yang gemilang,
Aku akan menghukum, sebagaimana Aku belum pernah menghukum
seseorang pun di dunia, siapapun yang menyangkal utusan-Ku dan
menyangkal bantuan khusus bagi mereka di antara hamba-hamba; dan
yang menyangkal sifat-sifat-Ku dengan mengaku bahwa Aku tidak
memiliki sifat, dan memaksakan syarat atas-Ku dan membatasi-Ku; dan
menyangkal kalam-Ku dan menginterpretasikannya tanpa ilmu apapun
akan itu, dan menyangkal fakta bahwa dia akan berjumpa dengan Aku,
dengan berkata bahwa Aku tidak pernah menciptakannya dan bahwa
Aku tidak mampu membangkitkannya seperti pada awalnya Aku
menciptakan dia; menyangkal Yaumil Hasyr dan kebangkitan, dan tidak
beriman akan realitas Al Kautsar, atau akan Mizan-Ku dan Titian
Sirothol Mustaqiem-Ku, atau bahwa dia harus bertemu dengan-Ku, atau
tentang Neraka-Ku dan Surga-Ku, mempertahankan pernyataan bahwa
semua itu hanyalah bayangan kiasan dan pernyataan simbolik yang
maknanya melampaui penampakan.”

“Demi Qudrah dan Keagungan-Ku! Mereka akan dikembalikan, dan


kemudian mereka akan mengetahui siapa yang telah mengikuti jalan
yang lurus dan siapa yang diberi hidayah. Kami akan membalas kepada
mereka yang menyangkal tempat tinggal penghinaan dan penyiksaan
seperti yang Aku kabarkan dalam kitab-Ku.”

“ Mereka menyangkal-Ku dan mengikuti nafsu mereka. Mereka


membiarkan diri mereka digoda oleh kesombongan, dan setan mereka
bermain-main dengan diri mereka.’ Kamu dan apa yang kamu seru

157
selain Allah akan menjadi bahan bakar Neraka kepadanya kamu akan
mendatanginya.”

‘Tetaplah dalam batasan-Ku dan tafakkurlah pada kitab-Ku, sebab ia


adalah cahaya yang bersinar, yang mengandnung rahasia tersembunyi
akan Kebenaran-Ku. Jalan-Ku membentang di atas neraka-Ku, maka
begitu sengsara lah yang menyangkal-Ku!”

Kemudian Dia berkata kepada-Ku,” Wahai hamba-Ku! Apakah Aku telah


menghijab hatimu dari-Ku dan dari ilmu-Ku dan dari bertindak secara
bebas dalam kerajaan-Ku dan alam Malakut-Ku, [menghijabmu] dalam
duniamu melalui tetapnya tubuhmu dan keperluanmu akan makanan
dan kemampuanmu untuk bertindak bebas dengan manusia sejenismu?
Tidakkah engkau tahu bahwa kaum arif seperti mereka sekarang adalah
seperti esok hari, dengan tubuh mereka di kebun-kebun Surga dan hati
mereka dalam kehadiran Ar Rahman? Setiap kaum bahagia dengan apa
yang mereka miliki dan masing-masing mengetahui minumannya.
Mereka akan dikembalikan dan kemudian mereka akan tahu. Ia seperti
seolah-olah belum pernah mendengar ‘di hari ketika betis-betis
disingkapkan dan mereka akan diseru untuk bersujud…”.

158
BAB 7

MUSYAHADAH NUR BETIS SEBAGAI BINTANG DOA YANG MUNCUL.

DENGAN NAMA ALLAH MAHA PENGASIH MAHA PENYAYANG.

Al Haq membuatku menyaksikan Nur Betis (Saq) sebagai bintang Doa


yang muncul, dan Dia berkata kepadaku,”Bergantunglah kepadanya,
sebab ia adalah Perintah yang tidak dapat ditarik kembali yang
dikeluarkan dari Kehadiran Keagungan di dalam daerah kekuasaannya
ia nampak. Berhati-hatilah ketika ia muncul!”

“Jika kamu berpegang dengannya (dengan kekuatan), Aku akan


bicara kepadamu, dan Sang Kekasih akan menjumpaimu dalam majelis-
Ku.”

“Kemudian Dia berkata kepadaku,” Jangan bertumpu kepada Betis


kecuali ketika langit tergulung dan bergoncang dari sisi ke sisi, gunung-
gunung mulai bergerak dan dua kaki berangkat, dan segala yang mati
hancur dan hanya yang hidup tetap ada.”

“Jika Betis Nampak kepadamu, hati-hatilah menyangkal.”

“Kami mengalihkan mereka dari melihat Betis, ketika mereka melintasi


batas, dengan tetap membuat mereka dipenuhi dengan sangkaan akan
kebahagiaan yang akan datang (makar).”

“Di atas Betis berdiri bukti dan penghormatan disebabkan olehnya,


meskipun ia adalah bawahan.”

159
“Ketika Betis Nampak, kemuliaan matahari diperhebat dan bulan pun
hancur dan bintang-bintang jatuh dan bertebaran dan segala sesuatu
kembali kepada-Nya.”

Kemudian Dia berkata kepadaku,” Di antara hamba-hamba-Ku adalah


mereka yang memenuhi diri mereka dengan Pena Ilahi,
mengenyampingkan Betis; mereka yang memenuhi diri mereka dengan
hati, mengenyampingkan Pena; mereka yang memenuhi diri mereka
dengan rahasia hati akan mengenyampingkan hati; dan mereka yang
memenuhi diri mereka dengan misteri yang paling tersembunyi, akan
mengenyampingkan sir, dan ada mereka yang merupakan hamba-Ku
yang mengembara. Jadilah kelompok mana yang kamu inginkan.”

Kemudian Dia berkata kepadaku,” Betis adalah bagian dari Menara


Pengawas (Tempat Yang Tinggi) dan kamu berada di atas Menara
Pengawas. Sehingga mengapa kamu menyibukkan dirimu dengan Betis?
Betis bergantung kepadamu, dan berjalan menujumu; dan kepadanya
mendaki manusia Batu.

160
BAB 8

PENYAKSIAN NUR BATU (SAKHRA) SEBAGAI BINTANG LAUT YANG


SEDANG MUNCUL.

DENGAN NAMA ALLAH MAHA PENGASIH MAH PENYAYANG.

Al Haq membuatku menyaksikan Batu dan Dia berkata kepadaku,”


Wahai Batu yang mulia! Di dalammu seseorang yang diberi makan sari
hati ayahnya memohon ampun, bersamaan dengan dia yang
menyangkal Laut Hijau. Katakan pada-Ku, apa yang dia makan ketika dia
sedang bersamamu?

*Batu menjawab+,”Dia memakan setengahnya.”

Dia berkata,” Bagaimana sisa setengahnya.”

“Ia lenyap ke dalam lautan,”jawab Batu.

Dia berkata,”Mati atau hidup?”

‘Hidup,’jawab Batu.

Dia bertanya,”Bagaimana separuhnya yang dimakan tadi?”

Batu menjawab,”Mati.”

Dia bertanya,’Apakah itu halal atau haram.”

‘Halal,’jawab Batu.

“Maka katakan ia hidup,’Dia berkata.

161
Dia berkata,”Berapa lama mereka duduk bersamamu?”

Jawab Batu,’Sepanjang hari.”

“Bagaimana dengan malamnya?” Dia bertanya.

Batu itu berkata kepada-Nya,” Mereka meninggalkanku di malam hari


dan Lautan Hijau diperluas untukku, menutupi dengan materi bulan,
namun ketika ia menangkap cahaya matahari, ia ditarik jauh dariku dan
aku pun disingkapkan ke matahari.”

Dia bertanya,” Apa yang dilakukan bintang saat Lautan Hijau sedang
bicara dengan Bulan?”

“Mereka tertunduk ketakutan,”jawab Batu.

Dia pun berkata,”Benarlah mereka berbuat demikian. Wahai Bulan!


Terbitlah dari Laut Barat dan ketika kamu melewati Kubah Arin
tenggelamlah di dalamnya, namun jangan tenggelam di Timur sebab
kamu akan terusir.”

“Wahai Bulan! Hormatilah Timur melalui terbitmu, terjadilah demikian


hanya sekali dalam setahun.”

“Wahai Bulan! Aku melarangmu terbit sementara penerbitan dan


penenggelaman tetap ada.”

“ Wahai Bulan! Tenggelamlah dalam Lautan Hijau dan hanya tunjukkan


dirimu kepada ikan-ikannya dan dan jangan pernah keluar!”

“Wahai Bulan! Katakan kepada Lautan Hijau, demi Perintah-Ku, untuk


menerimamu dalam dadanya, dan jangan bergelombang besar, jangan
juga menyembul sehingga dengungnya terdengar. Aku melindungimu
162
dengan cemburu. Kabarkanlah, demi kepentingan-Ku, bahwa jika ia
menyentak atau menunjukkan diri atau meemparmu ke tepian pantai
atau menyembunyikanmu dari ikan-ikannya, Aku akan memberikan
penguasan binatang buas atasnya sehingga ia meminumnya dan
kemudian melemparnya dari belakang kepada ketiadaan. Kemudian
Aku akan mengeluarkanmu darinya dan menyeburkanmu ke dalam
Lautan Putih untuk memberinya serangan yang lebih besar.”

Kemudian Dia berkata,” Wahai Bulan! Katakan kepada Batu untuk


membiarkan 12 mata air mengalir keluar dan ketika mereka memancar,
sempurnakan dirimu tercelup di dalamnya dua kali dalam masing-
masing mata air. Kemudian celuplah sepertiga bagianmu dalam
bilangan tiga, sebab tiga adalah tempat kuantitas.”

“Wahai Bulan! Jangan engkau melihat kepada Batu sebab kamu akan
melupakan apa yang Aku katakan kepadamu untuk menyampaikan
kepada Lautan Hijau.”

“Wahai Bulan! Jangan tenggelam dalam Kubah Arin hingga kamu


menjadi setngah bulan purnama, jika kamu bulan purnama atau bulan
yang baru kamu tidak akan terbit lagi, namun terbitlah sebagai
setengah bulan purnama tanpa meninggalkan Kubah Arin, dan kamu
akan tahu rahasia sungai-sungai, jika Allah Maha Tinggi
menginginkannya.”

163
BAB 9

MUSYHADAH NUR SUNGAI SEBAGAI BINTANG DERAJAT YANG


SEDANG TERBIT.

DENGAN NAMA ALLAH MAHA PENGASIH MAHA PENYAYANG.

Al Haq membuatku menyaksikan nur sungai dan Dia berkata


kepadaku,” Renungkan lokasi mereka.” Maka aku melihat bahwa
sungai-sungai diarahkan kepada 4 lautan: sungai pertama mengalir ke
dalam Lautan Ruh; yang kedua mengalir ke dalam lautan Kalam, yang
ketiga mengalir ke dalam lautan Seruling dan Kemabukkan, yang
keempat mengalir ke dalam lautan Cinta. Arus-arus kecil bercabang dari
sungai-sungai ini dan mengairi taburan benih tanaman panen.

Kemudian aku lemparkan pandanganku ke laut dan aku lihat bahwa


mereka benar-benar mengarah ke satu samudera menyatukan seluruh
laut yang mengalir ke dalamnya. Aku juga melihat 4 sungai memancar
dari samudera, kemudian kembali kepadanya setelah bergabung
dengan 4 laut ini.

Kemudian Dia berkata kepadaku,’ Samudera ini adalah samudera-Ku


dan laut-laut itu adalah laut-Ku, namun pantai mengklaim bahwa
mereka adalah milik pantai. Yang melihat samudera sebelum laut dan
sungai adalah seorang Shiddiquun. Siapa yang menyaksikan mereka
seluruhnya adalah seorang saksi. Siapapun yang menyaksikan sungai,
kemudian samudera dan kemudian laut adalah seorang pengikut bukti-
bukti, dan siapapun yang menyaksikan laut, kemudian sungai,

164
kemudian samudera maka telah menyimpang namun dia akan
diselematkan.”

“Aku telah menjadikan kapal bagi siapapun di bawah perhatian-Ku,


sehingga dia dapat menjadikan jalannya di dalamnya di atas sungai
hingga dia mencapai tujuan akhir. Ketika mereka mengalir ke laut, dia
berlayar di kapal itu hingga akhirnya dia mencapai samudera, ketika dia
tiba di sana dia akan tahu hakekat dan rahasia pun akan disingkap.
Kepada samudera ini datang mereka yang dibawa mendekat. Yang
berada di atas mereka akan berlayar ribuan tahun, hingga mereka
mendarat di pantainya. Mereka akan mendarat dalam sebuah daratan
kosong tanpa akhir atau batas, dan mereka akan mengembara di
dalamnya selama keabadian ada, dan jika daratan itu hancur maka
mereka akan dipadamkan.”

Kemudian Dia berkata kepadaku,” Lihatlah!” Dan aku melihat 3


kediaman. Dia membukakan kediaman pertama bagiku dan di
dalamnya aku lihat beberapa gudang penyimpanan harta yang terbuka.
Aku juga melihat anak panah yang telah menghantam mereka berulang
kali, dan aku melihat gembel yang menjelajahi sekitarnya untuk
mendobrak rumah itu.”

Kemudian aku tinggalkan kediaman dan Dia membuatku masuk ke


kediaman kedua, dimana aku lihat beberapa gudang harta yang
terkunci dengan anak kunci tergantung dari lubang kunci. Dia berkata
kepadaku,” Ambil kunci dan bukalah, berkelanalah dan lihatlah!
Sehingga aku pun membukanya dan aku lihat mereka dipenuhi dengan
mutiara, perhiasan dan pakaian indah, dimana penduduk dunia akan
saling bunuh untuk mendapatkannya, andai mereka dilihatkan.

165
Kemudian Dia berkata,” Ambillah apa yang kamu perlukan dan
tinggalkan sebagaimana kamu menemukan mereka.”

Aku berkata,”aku tidak memerlukannya sehingga aku menguncinya


kembali.”

Kemudian Dia berkata,”Angkatlah kepalamu,” dan aku lihat di atas


pintu mereka terbuka dan jendela-jendela yang tidak dapat dijangkau
kecuali orang yang tinggi, yang tingginya sekitar seratus ‘kubit’ atau
lebih. Aku lihat mereka yang berada di bawah ukuran ini bergantung
dari pengetuk pintu tersebut, mengetuk bersama mereka. Ketika
pengetukan pintu terus berlanjut dan suara gaduh meningkat, sebuah
kepalan tangan dengan sebuah lampu keluar dari jendela, menyinari
mereka sehingga mereka dapat melihat satu dengan lainnya sehingga
menjadi akrab. Binatang buas yang telah melukai mereka terbang, ular-
ular kembali ke lubangnya, dan mereka pun menjadi aman dari seluruh
rasa sakit itu yang telah mereka khawatirkan dalam kegelapan. Aku
juga melihat anak panah menghantam ke dalam sisi gudang harta
tersebut, meskipun lebih sedikit dari yang pertama.

Kemudian Dia membawaku kepada kediaman ketiga dan membuatku


masuk ke dalamnya. Aku melihat gudang harta yang terkunci tanpa ada
anak kunci.”

Aku bertanya,”Dimanakah kuncinya?”

Dia menjawab,”Aku lempar ke dalam samudera.”

Kemudian Dia menciptakan untukku sebuah kapal dan aku berlayar di


samudera selama 6000 tahun.

166
Ketika aku sampai pada millennium ketujuh, Dia berkata kepadaku,”
Lepaskan pakaianmu sebab kamu berada di tengah samudera, dan
berceburlah dan carilah kunci itu, sebab di sini adalah tempat
beristirahatnya dan tempat penyimpanan mereka. Keseluruhan ini ada
dalam Kitab Yang Nyata.”

Aku lepaskan jubahku dan aku siap untuk melepasnya, namun Dia
berkata kepadaku,” Andai bukan karena jubahmu, kamu tidak akan
dapat menyelam.”

Maka aku kencangkan jubahku, dan aku lemparkan diriku ke


dalam samudera, aku menyelam hingga ke dasar samudera dan aku
mengumpulkan kunci-kunci. Ketika aku muncul ke permukaan, api
keluar dari kunci dan membakar kapal. Aku berjalan kembali hingga aku
mencapai gudang harta. Anak kunci pun terbang dariku terburu-buru
untuk membuka kunci. Aku pun membuka pintu dan masuk ke dalam
gudang harta tersebut dimana aku melihat awal tanpa akhir. Aku
berharap menemui sesuatu di dalamnya namun aku tidak melihat
apapun selain kekosongan.”

Dia bertanya,”Apa yang kamu lihat.”

Aku pun menjawab,’aku tidak melihat apapun.’

Dia berkata,”Sekarang engkau telah melihat. Setiap pemilik rahasia


telah berkata dari sini dan ini adalah pondok mereka.Tinggalkan!”

Aku keluar dan aku lihat bahwa segala sesuatu telah tertulis pada sisi
pintu. Kamudian aku perhatikan bahwa hanya beberapa anak panah
telah menusuk dinding dari gudang harta tersebut.

167
Kemudian Dia berkata kepadaku,”Segala yang kamu lihat adalah
diciptakan dan segala yang diciptakan adalah tidak sempurna.
Mendakilah hingga kamu tidak melihat ciptaan.”

Aku pun mendaki. Aku lemparkan diriku ke dalam lautan keheranan


dan Dia membiarkanku berenang di dalamnya.

168
BAB 10

MUSYAHADAH NUR KEHERANAN (HAYRA) SEBAGAI BINTANG


KETIADAAN YANG TERBIT.

DENGAN NAMA ALLAH MAHA PENGASIH MAHA PENYAYANG.

Al Haq membuatku menyaksikan nur kebingungan dan Dia berkata


kepadaku,”Kembalilah!” Namun aku tidak menjumpai kemana untuk
pergi. Dia berkata kepadaku,”Mendekatlah!” Namun aku tidak
menjumpai dimana, Dia berkata kepadaku,”Berhenti!” Namun aku tidak
menjumpai dimana. Dia berkata,” Jangan mengambil.” Dan aku pun
bingung.

Kemudian Dia berkata kepadaku,”Kamu adalah kamu dan Aku adalah


Aku.”

“Kamu bukanlah Aku dan Aku bukanlah kamu.”

“Aku bukanlah kamu dan kamu adalah Aku.”

“ Kamu bukanlah kamu, dan kamu bukan selain kamu.”

“Ke Aku-an adalah satu dan Kediaan (Huwiyah) adalah banyak.”

“Kamu dalam Huwiyah dan Aku dalam Ke-Aku-an.”

169
Kemudian Dia berkata kepadaku,” Penyaksian kebingungan adalah
sebuah kebingungan.”

“Keheranan ditemani oleh kecemburuan.”

“Dia yang tidak tetap dalam kebingungan tidaklah mengenal-Ku.”

“Dia yang mengenal Aku tidaklah tahu apa kebingungan itu.”

Kemudian Dia berkata kepadaku,” Mereka yang ‘berhenti’ akan tersesat


dalam kebingungan; dan pewaris menjadi terhakekatkan di dalamnya;
pengikut bekerja menujunya; hamba mencurahkan dirinya kepadanya;
yang membenarkan berbicara darinya, ia adalah tempat darinya utusan
dikirim dan tempat naiknya aspirasi kenabian.”

“Siapa berada dalam kebingungan telah mencapai kebahagiaan; siapa


dalam kebingungan telah menyatukan; siapa yang menyatukan adalah
eksis; siapa yang eksis adalah mati dan siapa yang mati adalah tetap
dan siapa yang tetap ia disembah dan siapa yang disembah mendapat
ganjaran; Dia yang memberi ganjaran adalah Yang Maha Tinggi, dan
sebaik-sebaik ganjaran adalah Ke-Aku-an dan di dalamnya lah
kebingungan.”

Kemudian Dia berkata kepadaku,” Kebingungan adalah bukan


kebingungan. Ia hanyalah kecemburuan-Ku kepadamu. Cemburulah
untuk-Ku dan jagalah Aku dan hijab Aku dan jangan singkap kepada
selain-Ku di dalam wujud!”

“Jadikan mereka tetap dalam kebingungan dan jangan tunjukkan Aku


kepada siapapun. Bawa mereka kepada-Ku dan biarkan mereka
mengenal Aku namun jangan biarkan mereka mengetahui tempat-Ku
tanpa memberi tahu mereka akan Aku. Jika mereka berpegang teguh

170
kepada tempat-Ku mereka akan menemukan-Ku. Jika mereka
menemukan-Ku, mereka tidak akan melihat apapun. Jika mereka
melihat sesuatu maka mereka tidak akan melihat tempat-Ku. Jika
mereka tidak melihat tempat-Ku, maka mungkin mereka akan melihat-
Ku.”

Kemudian Dia berkata kepadaku,” Ini adalah jubah-Ku. Bawalah kepada


mereka. Siapa yang memakainya adalah bagian dari-Ku dan Aku adalah
bagian dari-Nya. Siapa yang tidak memakainya bukan dari-Ku dan Aku
bukan darinya.”

‘Lemparkan jubah itu ke dalam api. Jika ia terbakar, maka itu


adalah jubah-Ku dan jika ia tetap utuh maka ia bukan jubah-Ku.’

“Jika ia terbakar, ia bukan jubah-Ku, namun jika ia tetap utuh


maka ia adalah jubah-Ku. Siapapun yang memakai jubah-Ku adalah
bukan dari-Ku, dan siapa yang meninggalkannya adalah bagian dari-Ku.”

‘Ketiadaan memberikan kesaksian akan kebingungan:” Aku Allah, tiada


tuhan melainkan Aku.”

171
BAB 11

MUSYAHADAH NUR ULUHIYAH SEBAGAI BINTANG LAM ALIF TERBIT.

DENGAN NAMA ALLAH MAHA PENGASIH MAHA PENYAYANG.

Al Haq membuatku menyaksikan Nur Uluhiyah sebagai bintang Lam Alif


terbit. Penjelasan tidak akan cukup untuknya dan bahasa simbolik akan
cacat. Deskripsi, kualifikasi,nama dan lukisan akan sirna bersamaan
dengan ‘Dia berkata’; ’Aku berkata’; dan ‘kamu’, dan ‘mendekatlah’,
’pergilah’; ‘berdiri’, ‘duduk’, dan yang lainnya.

Setiap sesuatu menjadi jelas kepadaku, meskipun aku tidak melihat


apapun. Aku melihat sesuatu, meskipun aku tidak melihat.

Ungkapan berhenti

Penyebab hilang

Hijab lenyap

Tak satupun tetap selain penetapan

Fana terfanakan dari fana melalui ‘Aku’.

172
BAB 12

MUSYAHADAH NUR AHADIYAH SEBAGAI BINTANG UBUDIYAH YANG


TERBIT

DENGAN NAMA ALLAH MAHA PENGASIH MAHA PENYAYANG.

Al Haq membuatku menyaksikan Nur Ahadiyah sebagai bintang


ubudiyah yang terbit, dan Dia berkata kepadaku,” Ahadiyah terhubung
dengan ubudiyah dengan hubungan Lam-Alif.”

“Aku adalah akar dan engkau adalah cabang.”

“Akar adalah kamu dan cabang adalah ‘Aku’.”

Kemudian Dia berkata kepadaku,”Kamu adalah satu dan Aku adalah


ahad. Sehingga siapapun meninggalkan Ahadiyah akan melihatmu dan
siapapun tetap dengannya akan melihat dirinya sendiri. Inilah
kehadiran urut-urutan yang terus menerus., yang andai tidak demikian,
ia akan terbagi.”

‘Tidurlah hanya setelah sholat witir di malam hari.’

‘Tidak ada dua sholat witir di malam hari, sebab hanya ada satu di
antara kita yang hidup.’

‘Lakukan sholat magrib dan dan jangan lakukan sholat malam (sendirian
atas kepentingannya) sebab adalah penting bagimu melakukan sholat
witir sehingga jumlah bilangan sujudnya adalah ganjil.’

173
“Aku telah menghijabmu dengan Ahadiyah, namun andai bukan
karena Ahadiyah kamu tidak akan mengenal-Ku dan kamu tidak akan
pernah mengenal-Ku.”

“Jangan nyatakan kesatuan akan Tuhan, atau kamu akan menjadi


seorang Nasrani, jika kamu percaya, kamu seorang pengikut palsu, jika
kamu menyerah ke Islam, kamu akan menjadi seorang munafiq; dan
jika kamu sifatkan sekutu kepada Allah, kamu seorang Zoroastrian.”

Kemudian Dia berkata kepadaku,” kegembiraan adalah dalam


pemberian makan, pemberian makan di dalam buah-buahan, buah-
buahan dalam dahan yang membuatnya bercabang, cabang berasal dari
batang pohon, dan batang pohon adalah satu. Andai bukan karena
bumi, batang pohon tidak akan berdiri kokoh, andai bukan karena
batang pohon, maka tidak akan ada cabang, jika tidak ada cabang maka
tidak akan ada buah, andai bukan karena buah, makanan tidak akan
ada, dan tanpa makanan, kegembiraan pun tidak akan eksis. Sehingga
seluruhnya bergantung kepada bumi, dan bumi membutuhkan air, air
membutuhkan awan, awan membutuhkan angin, angin tunduk kepada
Perintah, dan Perintah dikeluarkan dari Hadrat Rububiyah. Mendakilah
dari sini, nikmatilah dirimu, namun jangan bicara.”

Kemudia Dia berkata kepadaku, ‘Peliharalah perantara!’

‘Aku telah menulis Tho-Ha pada bintang Ursa Kecil.’

‘Kutub Kanan (Selatan) adalah Kutub Kiri (Utara), dan Aku telah
tetapkan pada awal Surah Al Hadid yang diturunkan.’

“Jika ada dua poros (Qutban) maka planet-planet tidak akan berputar,
dan jika tidak ada dua Poros, tatanan akan runtuh dan planet-planet
tidak akan beredar pada lintasannya.”
174
Kemudian Dia berkata kepadaku,” Jangan engkau lihat eksistensi Kutub,
namun lihatlah apa yang disembunyikan dalam penyangkalan dan
kemudian katakan apa yang engkau lihat, bahwa mereka ada dua, atau
mereka adalah satu.”

“Dalam hubungan Lam dan Alif ada rahasia yang tak terungkap yang
telah Aku simpan dalam perkataan-Ku,’ Allah adalah Dia yang
menegakkan langit tanpa tiang.”

175
BAB 13

MUSYAHADAH NUR DUKUNGAN (‘AMD) SEBAGAI BINTANG


KESENDIRIAN (FARDANIYAH) TERBIT.

DENGAN NAMA ALLAH MAHA PENGASIH MAHA PENYAYANG.

Al Haq membuatku menyaksikan nur dukungan sebagai bintang


kesendirian yang terbit, dan Dia berkata kepadaku,” Aku telah
menyembunyikannya (Insan Kamil) dari pandangan dalam fana dan Aku
telah menyingkapkannya di dalam baqa. Aku telah
menyembunyikannya dalam apa yang zahir dan menyingkapnya dalam
apa yang batin dan tersembunyi.

Kemudian Dia berkata kepadaku,” Aku telah menyingkapkanmu dalam


fana dan menutupi pandangan dengan hijab agar mereka tidak
melihatnya.”

Aku telah tegakkan Kubah, mengikatkan dukungan di tengah-tengah,


dan mengokohkan penyangga. Aku ijinkan setiap orang dalam pintu
masuk wujud.

Sebagian terhijab oleh kubah itu sendiri, melalui kesempurnaannya dan


keindahannya. Yang lain terhijab oleh penyangga dan mereka
bersandar kepadanya. Sebagian terhijab oleh penyebab Kubah dan
menetap bersama mereka. Sebagian terhijab oleh perlengkapan dan
isinya. Namun tak satu pun di antara mereka melihat penyangga Kubah
sehingga sekelompok yang masuk berkata,”Sebuah kubah tanpa tiang
adalah tidak dapat dibayangkan.” Sehingga mereka mencari hingga

176
tiang penyangga ditemukan. Kemudian mereka ingin melihat dalam
cara apa yang lain terhijab dari tiang, dan mereka menemukan hijab
atas mata mereka. Sehingga mereka memegang tiang, dan ketika
mereka menemukan genggaman pada tiang tersebut, mereka
mencabutnya dari tanah dan membawanya pergi, sehingga kubah pun
runtuh dan menimpa mereka yang tertinggal.

Kemudian Dia berkata kepadaku,”Andai saja engkau melihat mereka


bergelinding di dalamnya, saling bertabrakan dan menyakiti satu sama
lainnya, tidak diberi petunjuk, seperti dalam jala nelayan! Ketika Aku
melihat mereka akan hampir hancur, aku turunkan api atas mereka dan
membakar mereka, dan Aku membakar kubah dan ikatannya, peralatan
dan tiangnya. Kemudian Aku bangkitkan kembali dan berkata kepada
mereka, ”Lihatlah kepada apa kalian bersandar!!” Mereka memandang
dan menjumpainya berhamburan seperti debu.”

Kemudian Dia berkata kepadaku, ”Bersamalah pemilik Dukungan. Jika


kamu tidak bersama mereka kamu akan binasa dan jika kamu adalah
sahabat mereka, kamu akan binasa.”

“Siapapun yang melihat Dukungan telah terhijab. Berhati-hatilah


dengan argumen, sebab ia membawa kekalahan total!”

177
BAB 14

MUSYAHADAH NUR ARGUMEN (HIJAJ) SEBAGAI BINTANG KEADILAN


YANG TERBIT.

DENGAN NAMA ALLAH MAHA PENGASIH MAHA PENYAYANG.

Al Haq membuatku menyaksikan Nur Argumen sebagai bintang


keadilan yang terbit. Aku melihat bumi diratakan dan membuang apa
yang ada di dalamnya dan menjadi kosong.”

Dia berkata kepadaku,” Wahai hamba-Ku, lihatlah apa yang Aku lakukan
kepada manusia yang senang membantah dan berdebat, perbuatan sia-
sia dan inovasi. Aku lah Maha Menaklukkan.”

Aku melihat sebuah bangunan dilemparkan disana, dimana pendukung


utamanya dari api dan sisi-sisinya dan talinya dari aspal.

Dia berkata kepadaku,”Bangunan ini untukmu. Apakah Aku


sebuah objek perdebatan? Atau dapatkah Aku dibicarakan oleh yang
lain selain Aku sendiri? Apakah mereka mampu memahami Aku?
Betapa menggelikannya khayalan mereka! Biarkan mereka
mendapatkan apa yang pantas atas perbuatan mereka!”

Kemudian Dia berkata kepadaku,” Wahai hamba-Ku, ketika pemeluk


dari berbagai golongan memasuki bangunan ini, putuskan yang mana
milikmu, pergilah bersama mereka, dan jika mereka selamat, maka
kamu pun selamat dan jika mereka binasa, kamu pun binasa. Berikan

178
pendengaran dan penyaksian! Inilah Timbangan Keadilan yang telah
ditentukan dan Jalur Kebenaran yang telah dikeluarkan, Neraka
Ketidakharmonisan yang telah dinyalakan dan Surga Persetujuan yang
telah didekatkan.”

Kemudian muncullah suara,” Dimanakah kaum rasionalis dengan


keinginan mereka?”

Kaum Filsafat dibawa maju dengan pengikut mereka dan dibuat masuk
ke dalam bangunan. Mereka ditanya,” Kepada apa kalian menggunakan
akal kalian? Mereka menjawab,” kepada apa yang menyenangkan-
Mu?”

Dia berkata,” Bagaimana kalian tahu apa yang menyenangkan-Ku?


Hanya melalui akal atau dengan mengikuti dan menyesuaikan dengan
para Nabi?”

Mereka menjawab,” Hanya melalui akal semata.”

Dia berkata,” Kalian telah tidak mengerti dan kalian tidak sukses; kalian
hanya menyampaikan pendapat sendiri saja, wahai Neraka, sampaikan
hukuman atas mereka!”

Aku mendengar mereka menangis dengan sedih dari lapisan Neraka.


Aku bertanya,” Siapa yang menghukum mereka?”

Dia menjawab,” Akal mereka sendiri, sebab itulah yang mereka


sembah. Tak seorang pun yang menanyai mereka selain diri mereka
sendiri, dan tak seorang pun menghukum mereka selain diri mereka
sendiri.”

179
Kemudian datang suara,”Dimanakah kaum naturalis?

Mereka dibawa maju dan aku melihat empat Malaikat yang kasar
dan kuat dengan tongkat yang lengkung di tangan mereka.

Mereka bertanya,”Wahai Malaikat Allah, apa yang kalian inginkan


dari kami?”

Malaikat menjawab,” Untuk menghancurkan dan menyiksa


kalian?”

“Tapi mengapa?” tanya mereka.

Malaikat menjawab,’ Dulu ketika kalian di dunia, kamu mengklaim


bahwa kami adalah tuhan-tuhan kalian dan kalian menyembah kami
selain Allah dan kalian menganggap kami memiliki tindakan. Allah telah
memberikan kami kekuatan atas kalian sehingga kami dapat menyiksa
kalian dalam Api Neraka.” Kemudian mereka dijerumuskan ke
dalamnya.

Kemudian datang suara,” Dimanakah kaum materialis (Ad Dahriyya)?”

Mereka pun dibawa dan diberitahu,” Kalian adalah mereka yang


berkata hanya Waktu dapat menghancurkan kita. Tidakkah lubuk hati
kalian mengatakan kepada kalian bahwa kalian akan tiba di tempat
ini?”

Mereka menjawab,”Tidak wahai Rabb kami.”

Dia berkata,” Tidakkah para utusan membawakanmu bukti yang tidak


dapat dibantah? Kamu menyangkalnya dan berkata,” Allah tidak
mewahyukan apapun.” Enyahlah kalian, sebab kalian tidak

180
mendapatkan ampunan! Mereka pun dijerumuskan ke dalam Api
Neraka.

Kemudian datang seruan,” Dimanakah kaum Mu’tazilah, yang telah


menyimpang dari jalan yang lurus?”

Mereka dibawa maju bersamaan, dan dikatakan kepada mereka,” Kamu


telah mengklaim Rububiyah dengan berkata,’ kami bertindak semau
kami.’ Kemudian mereka dijerumuskan ke dalam Api Neraka.

Kemudian datang seruan,”Dimanakah kaum Spritual?”

Mereka dibawa maju dan aku melihat seluruhnya berwajah jelek


dan gembira dengan niat jahat atas kemalangan yang menimpa orang
lain, kecuali satu kelompok yang telah dipisahkan dari mereka dibawa
perlindungan para nabi dan shiddiquun, dibawah tempat tinggal
keamanan.

Dia berkata kepadaku,”bergabunglah dengan mereka jika kamu


ingin keselamatan dan mengikuti jalan mereka. Namun jangan
bergabung dengan mereka (ma’ahum) ketika huruf mim terakhir masih
ada. Ketika huruf mim itu hilang (ma’ahu), bergabunglah dengan
mereka ketika ‘kebersamaan’ tetap, dan ketika ‘kebersamaan’ lenyap,
berlakulah sesukamu dan itu tidak akan dihisab untuk melawanmu.”

Aku melihat 7 kelompok spiritual ditanyai dan menjadi terhijab,


karena hasrat mereka telah mempermainkan mereka dan Setan telah
menggoda mereka. Seluruh kelompok yang lain memohon
perlindungan kepada Allah dari mereka dan dari penghukuman mereka,
dan ketujuh kelompok itu jatuh di antara lapisan neraka.

181
Dan kepada mereka dikatakan,” Inilah apa yang kamu ingkari.
Dimanakah sifat Ilahi mu yang akan memberimu syafaat demi
kepentingan sifat manusiamu? Katakan,’ Kebenaran telah datang dan
kebatilan akan lenyap.’

Aku masuk ke dalam Surga dengan delapan kelompok. Aku lenyapkan


huruf mim sebagaimana Dia katakan kepadaku, dan kebersamaan tetap
dengan 70 ribu hijab. Kebersamaan tidak pernah berhenti melintasi
hijab dan menyibak mereka hingga ia lenyap dalam hijab terakhir, agar
tiada hijab atau kebersamaan tetap ada.

Kemudian kedelapan kelompok menyeru,”Wahai Rabb kami,


berikanlah apa yang Engkau janjikan kepada kami.

Seorang hamba yang memerlukan rahmat Rabb nya berkata:

Sehingga Dia menyingkapkan diri-Nya kepada masing-masing kelompok


dalam bentuk pengetahuan mereka sendiri, dan ru’yat pun beragam,
sebagian lebih sempurna dari lainnya.

Dia berkata kepadaku,” Masukilah tempat tinggal ini dan apinya


akan dikembalikan ke keadaan cahaya. Masukilah apinya dan ia
berubah menjadi Surga. Jangan masuki sebuah tempat kecuali melalui
Aku dan jangan mencari apapun selain Aku.”

Argumen pun muncul melawan pemilik argumen, dan ditanyakan,”


Siapakah yang diselamatkan?”

Aku berkata,’ Siapa saja yang tidak memiliki argumen.”

Dia berkata,’ Milik Allah lah hujjah yang mengalahkan, dan jika Dia
ingin, Dia akan menunjuki kalian semua.’ Sehingga dia yang mengikuti
hujjah Allah akan diselamatkan.’

182
Kemudian Dia berkata kepadaku,’ Kembalilah dan kabarkan yang
lain: Agungkan Aku! Dan bersihkan pakaianmu dan tinggalkan apa yang
tidak suci!”

Dan dalam maqam ini, hati-hatilah dan lampauilah!”

Kemudian Dia berkata kepadaku,’ Jangan lakukan apapun yang telah


Aku beritahu kamu untuk lakukan. Jika kamu tidak melakukannya,
kamu akan binasa dan jika kamu melakukannya, kamu akan binasa.
Sehingga tetaplah pada pelindungmu dan jangan pernah tinggalkan dari
Perintah!”

183
Kitab Kahfi war Raqim fii Syarah Bismillahi Rahmani Rahim

Syeikh Abdul Karim Al Jily Qs.

184
BAB 1

Dengan nama Allah yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang

Telah diberitakan melalui Hadits tentang nabi SAW bahwa beliau


berkata,” Seluruhnya yang terkandung dalam kitab wahyu adalah
terkandung di dalam Qur’an dan seluruh yang di dalam Qur’an
terkandung di dalam Fatihah, dan seluruh yang terkandung di dalam
fatihah terkandung dalam (rumusan) Bismillahi Rahmani Rahiim”.

Juga diberitahukan bahwa ‘seluruh yang terkandung di dalam Bismillahi


Rahmani Rahiim terkandung di di dalam huruf Ba’ dan seluruh yang
terkandung di dalam huruf Ba’ terkandung di dalam titik di bawah huruf
Ba’, Sebagian diantara kaum Arifun telah berkata bahwa’ Bismillah yang
diucapkam orang Arif sama dengan kata Kun yang diucapkan oleh Allah.

Pembaca mesti tahu bahwa pembahasan formula Bismillahi Rahmani


Rahiim menghadirkan banyak sudut pandang, seperti ilmu nahwu,
morfologi/syaraf, bahasa dan perdebatan di dalamnya akan subjek dari
huruf , bentuknya, sifatnya, susunannya dan kekhususan atas ayat yang
lainnya dalam Fatihah, kombinasi mereka di dalamnya dan keganjilan
huruf-huruf yang ditemukan dalam Ba’; sebagaimana perdebatan
tentang manfaat dan rahasia mereka. Kita tidak tertarik di dalam hal
itu, namun bahasan kita pada subjek ini akan berasal dari sudut
pandang pengertian dan makna mereka yang sebenarnya dalam
seluruh apa yang pantas kepada Al Haq SWT. Elemen dari debat ini

185
adalah saling berhubungan sebab tujuan dari prinsip-prinsip inilah
pengenalan kepada Allah SWT. Karena itu setiap saat ketika curahan-
Nya akan diperbaharui dalam nafas yang keluar, Ruh Al Amin akan
turun kepada hati Lauh.

Kamu mesti tahu bahwa titik dibawah huruf Ba adalah awal dari setiap
Surah dari Kitab Allah SWT. Sebab huruf terbuat dari titik tak terelakkan
untuk setiap surah dimulai dengan sebuah huruf dan setiap huruf
dimulai dengan sebuah titik. Maka sesuai kaidah hal ini titik adalah awal
dari setiap surah dari Kitab Allah SWT. Dengan titik sebagaimana kita
tunjukkan, maka hubungan antara titik dan Ba adalah lengkap dan
sempurna bagi penjelasan sebagai berikut: Ba adalah awal dari seluruh
bentuk sebab Basmalah diperlukan oleh setiap Surah meskipun pada
surah At Taubah. Bahkan Ba adalah awal surah tersebut (Taubah)
(Baraatum Minallah). Maka seluruh Al Quran termaktub dalam setiap
Surah Kitab Allah SWT—karena alasan yang sudah dijelaskan
sebelumnya bahwa seluruh Al Quran termaktub dalam Fatihah, yang
termaktub dalam Basmalah, yang termaktub dalam huruf Ba, dan
termaktub dalam titik. Dalam cara yang sama, Allah SWT adaah hadir
secara total dalam setiap orang: Dia tidak dapat digantikan dan tidak
terbagikan. Karena itu titik menunjukkan zat Allah SWT, gaib dibalik
tudung perbendaharaan-Nya, di dalamnya Dia Nampak kepada
makhluk-Nya.

Tidakkah engkau sadari bahwa kamu dapat melihat titik namun kamu
tidak dapat membacanya sama sekali disebabkan keheningannya dan
kebebasannya dari pembatasan akan bunyi bahasa? Ia adalah nafas
dari seluruh huruf yang merupakan sumber dari seluruh ucapan yang
mungkin. Bayangkan pembagian (huruf Ba ke dalam bagian-bagiannya)
kemudian bagian lengkungan (dari huruf tersebut) mengingatkanmu
tentang titik, dengan mengambil pertimbangan akan hubungan huruf
Ba dengan huruf lainnya dalam suatu kata. Mari ambil contoh huruf Ta
(dengan dua titik) dan Tsa (dengan tiga titik). Kamu tidak lain hanya
186
membaca titik, sebab Ba, Ta, Tsa memiliki bentuk sama, dan hanya
dapat dibaca berdasarkan titiknya. Jika mereka dapat dibaca secara
bebas (tanpa titik), maka bentuknya mesti berbeda satu sama lainnya.
Sebaliknya karena titiklah mereka dapat dibedakan dan tak ada yang
lain yag dibaca selain titik. Dalam cara yang sama tak satu pun dapat
dibedakan dalam ciptaan melainkan Allah. Dan sebagaimana Aku dapat
membedakan Allah dari ciptaan, Aku juga dapat membedakan ciptaan
dari Allah.

Titik dalam beberapa huruf bagaimanapun lebih terbedakan dari yang


lainnya. Dalam kenyataannya ia nampak dalam beberapa huruf sebagai
penambahan: ia muncul untuk menyempurnakan huruf, sebagaimana
dalam kasus huruf yang bertitik, bahkan ia menyempurnakan mereka.
Dalam beberapa huruf ia nampak sebagai esensi mereka, sebagaimana
kasus dalam huruf Alif dan huruf-huruf tak bertitik. Karena huruf Alif
terbuat dari titik, maka atas alasan ini ia lebih unggul dari huruf Ba,
karena telah dikabarkan bahwa titik termanifestasikan dalam esensinya
(Alif), sementara dalam huruf Ba titik muncul sebagai penyempurnaan
yang dinyatakan sebagai gabungan dua elemen. Karena titik seperti
panji huruf, yang menggabungkan huruf. Kesatuan ini bagaimanapun
menyingkapkan perbedaaan mereka, kamu dapat melihat pemisahan
ini antara huruf dan titik. Sementara huruf Alif memiliki penyusunannya
sendiri. Karena itu Alif adalah terlihat dengan sendirinya dalam setiap
huruf. Sebagai contoh kamu dapat katakan Ba adalah Alif yang
dilengkungkan, dan Jim adalah Alif yang dibengkokkan pada kedua
ujungnya, Dal adalah Alif yang dibengkokkan tegahnya. Dalam
komposisi setiap huruf Alif memiliki peranan yang sama dengan titik,
sepanjang setiap huruf terbuat dari titik. Bagi setiap huruf titik adalah
seperti ataom sederhana dan huruf seperti tubuh yang terbuat dari
atom-atom. Dan peranan Alif dengan bentuknya adalah sama dengan
yang dimiliki titik, maka mereka membentuk huruf-huruf.

187
Sebagaimana kami sebutkan sebelumnya, Ba adalah huruf Alif yang
dibengkokkan. Demikian juga, dunia dalam keseluruhannya diciptakan
dari Hakekat Muhammadan. Dapat disimpulkan dari sini, berdasarkan
hadits yang dikabarkan oleh Jabir, bahwa Allah SWT, menciptakan Nur
Muhammad dari wujud-Nya dan menciptakan dunia dalam
keseluruhannya dari Nur Muhammad SAW. Dengan demikian
Muhammad adalah di antara makhluk yang diciptakan dalam nama-
Nya, kenyataan zahir dari manifestasi Ilahi.

Tidakkah engkau lihat bahwa beliau SAW, diperjalankan pada suatu


malam dengan tubuhnya naik ke Arasy, tempat bersemayamnya Ar
Rahman? Karena Alif dan huruf tak bertitik yang tersisa adalah tepat
demikian, titik muncul di dalamnya dalam esensinya. Adapun
penampakan zahir titik dalam Alif, mereka ternyatakan dalam
jumlahnya: karena titik tidak memiliki dimensi kecuali demi satu
derajat, dengan demikian jika dua titik dihubungkan bersama, mereka
akan membentuk Alif, dan Alif menuntut satu dimensi yang dinamakan
panjang. Sebab ada tiga dimensi: panjang,lebar dan tinggi atau
ketebalan. Huruf yang lain terbuat dari lebih dari satu dimensi. Seperti
dalam kasus huruf Jim, sebab sungguh padanya terdapat panjang dan
pada akarnya tebal. Atau dalam kasus Kaf sebab ia benar-benar ada
dimensi panjang di kepalanya dan di tengahnya antara kepala dan akar
yang pertama ada dimensi lebar dan di batas pemisah dua akar
terdapat dimensi tebal. Sehingga ia memiliki tiga dimensi. Setiap huruf
mesti memiliki dua atau tiga dimensi. Kecuali huruf Alif. Alif karena itu
lebih dekat ke titik sebab titik tidak memiliki dimensi. Hubungan Alif
kepada huruf lain yang tak bertitik adalah seperti hubungan
Muhammad SAW kepada nabi yang lain dan pemilik kesempurnaan.
Untuk alasan ini Alif telah menerima keunggulan atas huruf lainnya.

Pikirkan dan renungkan! Di antara huruf-huruf sebagian memiliki titik di


atas sementara yang lain memiliki di bawahnya. Ini adalah kondisi
dengannya kamu tidak melihat apapun tanpa telah melihat Allah
188
sebelumnya. Dari sebagian huruf yang lain memiliki titik di bawahnya,
Ini adalah kodisi dengannya kamu tidak melihat apapun tanpa melihat
Allah sesudahnya.

Dari sebagian huruf masih ada yang memiliki titik di tengahnya; seperti
dalam kasus titik putih di jantung huruf Mim, Waw, dan yang serupa. Ini
adalah tempat dimana kamu tidak melihat apapun selain Allah di
dalamnya. Inilah alasan mengapa ia dianggap sebagai lubang: sebab ia
adalah sebuah punggung di dalamnya perutnya terdapat sesuatu selain
dirinya sendiri. Karena itu, lingkaran pada kepala huruf Mim adalah
tempat dimana kamu tdak melihat apapun, sementara titik putihnya
adalah dimana kamu hanya melihat Allah. Alif malahan adalah tempat “
mereka yang berjanji setia kepadamu sesungguhnya mereka berjanji
setia kepada Allah.”

Dikatakan tentang makna ‘innama’ memiliki nilai yang sama dengan


‘maa-illa” (melainkan), dan interpretasinya adalah mereka yang berjanji
setia kepadamu, sesungguhnya tidaklah berjanji setia melainkan hanya
kepada Allah.

Telah diketahui dengan baik bahwa Muhammad SAW menerima bai’at


(janji setia), dan Allah menyaksikan kepada diri-Nya sendiri bahwa
mereka yang berbai’at sesungguhnya hanyalah berbai’at kepada Allah.
Seolah-olah dengan berkata ‘kamu bukanlah Muhammad ketika kamu
menerima bai’at mereka, namun sesungguhnya kamu adalah Allah
yang tersembunyi, sebab sesungguhnya mereka sedang berbai’at
kepada Allah. Dan inilah makna wakil/khalifah.

Tidakkah engkau lihat betapa tepatnya Rasulullah SAW atau utusan


sang raja untuk berkata kepada siapapun yang menggantikan
tempatnya,” Sesungguhnya kamu telah menggantikan tempat sang
raja.” Demikian juga raja akan mengatakan kepada mereka kepadanya
dia telah kirim utusannya,” Jangan mengira bahwa ia adalah begini dan
189
begitu; bahkan sesungguhnya dia adalah aku”, dengan demikian
menekankan ketundukan mereka kepada dirinya sendiri.

*******

190
BAB 2

Titik dari Ba adalah menyendiri dalam dunia transedentalnya. Ia tidak


memiliki pembagian dalam dirinya sendiri meskipun ia nampak dua
dalam huruf Ta dengan dua titik, dan tiga dalam huruf yang memiliki
tiga titik seperti Tsa dan Syin. Menunjukkan sebagai pencegahan dan
peringatan kepada mereka yang mengklaim bahwa Allah memiliki
sekutu seperti yang kedua dari dua orang, yang ketiga dari tig orang,
meskipun ia mungkin nampak banyk, dalam esensinya titik adalah satu.

(Tidakkah engkau lihat) Dia adalah Ahad SWT. Hanya melalui imajinasi
pelaku syirik Dia memiliki sekutu. Bahwa persekutuan dimana pelaku
syirik percaya dalam imajinasinya benar-benar makhluk Allah. Adalah
benar Allah berada dalam setiap ciptaan dalam sudut pandang
ketotalan-Nya. Sehingga pelaku syirik adalah diciptakan, dan sekutu
yang ia percayai dalam persekutuan pun diciptakan. Dan persekutuan
yang dipercayai ada juga diciptakan dan kepercayaan itu sendiri juga
diciptakan. Sebab Allah SWT hadir dalam ketotalan-Nya dalam seluruh
makhluk. Wujud-Nya tidak dapat dibagi atau digandakan atau
disifatkan. Dia adalah Esa dan tak ada yang kedua.

Sebagai akibatnya, jika kamu ingin menyekutukan seorang sekutu


bersama Allah dan jika kamu inigin memisahkan-Nya, maka sekutu itu
Allah SWT, dan pelaku syirik adalah Alah dan persekutuan adalah Allah.
Dia Maha Kekal, kecuali dalam individualitasmu.

(Tidakkah engkau lihat) titik dikarenakan ia adalah sebuah titik dan


bukan bagian dari massa tidak dapat dibagi dan tidak dapat
digandakan? Demikian juga tak satupun di antara hamba Allah dapat
mengambil satu saja bagian-Nya. Dalam hal ini Dia Maha Tingi. Dan
kamu temukan bahwa titik, dalam sudut pandang kesatuannya, adalah
milik esensinya kepada jumlah dari yang tak terbagi.
191
(Ketahuilah) bahwa titik dalam hakekatnya tidak dapat ditangkap oleh
mata, sebab segala sesuatu yang kamu keluarkan dalam dunia fisik
dapat terbagi. Malahan titik yang kita lihat adalah sebuah pernyataan
akan hakekatnya dan batasan hakekatnya: sebuah atom yang tidak
terbagi, Adapun bagi yang terlihat (dan milik bidang) imajinasi, dan
dengan tulisanmu kamu telah menzahirkannya ke dunia nyata, kamu
menambahkan ke esensinya sebuah sifat yang tidak secara esensial
intrinsik kepadanya, yaitu yang berarti ‘ keadaan yang dapat dibagi’.
Sebab dalam wilayah wujud hampir tidak ada satu pun atom dari
seluruhnya yang berada dibawah penglihatan indera yang tidak dapat
dibagi —pada kenyataannya memang tidak ada sama sekali. Sehingga
ketika atom ini nampak dibawah huruf Ba,ia pun terdistribusikan,
meskipun ia tidak dapat dibagi.

Inilah tempat kemiripan Allah, seperti dalam contoh akan pernyataan


dua tangan Allah, dan dua kaki dan wajah Allah. Dalam sebuah hadits
yang menyebutnya sayap. “ Aku melihat Rabb ku dalam bentuk seorang
pemuda tanpa jambang dengan menggunakan sandal emas”.

Ini mengacu kepada kesempurnaan-Nya adalah tentang Tasybih yang


terkandung di dalam Tanzih. Bahkan, melalui definisi Allah adalah Al
Haq bebas dari kesalahan yang tidak memiliki sekutu.Yang Maha
Mendengar dan melihat segala sesuatu. Dia mengijinkan untuk
membebankan kemiripan atas-Nya, dan hanya itu semata. Karenan
Tasybih-Nya terkandung dalam Tanzih-Nya dan sebaliknya, dalam sudut
pandang pendapat yang diberikan dari penyusunan kata-kata Kitab
Suci dan Sunnah, maka alam gaib akan nampak kepadamu dalam alam
nyata, dan alam nyata akan menyembunyikan dirinya sendiri darimu
dalam alam gaib. Dalam cara yang sama karena titik adalah benar-
benar dalam seluruh huruf, seluruh huruf tunduk dibawah
kekuasaannya.. Yang aku maksud dengan dikuasai adalah bahwa

192
kehadiran mereka tidak dapat dilihat sebelum mereka keluar darinya
dalam komposisimu.

*******

193
BAB 3

Titik berkata kepada huruf Ba,” Wahai huruf, sungguh aku adalah
asalmu sebab dariku lah engkau tersusun. Namun kemudian kamulah
yang dalam susunanmu adalah asalku. Sebab tiap bagian kamu adalah
titik. Sehingga kamu adalah keseluruhan dan aku adalah bagian, dan
keseluruhan adalah asal semantara bagian adalah turunan. Bagaimana
pun, aku lah sesungguhnya asal, karena menyusunmu dalam esensi
dan sifatku. Jangan lihat proyeksi gambar diluar mu dan berkata,” Yang
menonjol keluar ini bukanlah bagianku.” Sungguh aku hanya melihatmu
sebagai yang memiliki identitasku. Dan andai bukan karena
kehadiranku di dalam dirimu maka tidak akan ada hubungan demikian
aku denganmu. Sampai kapan kamu berpaling dariku dalam sisi lahirmu
dan menempatkanku di belakang pundakmu? Jadikan sisi batinmu sisi
lahirmu, dan sisi lahirmu sisi batinmu. Tidakkah engkau sadari
keesaanku bersamamu? Andai bukan demi kamu aku tidak akan
menjadi titik huruf Ba, dan jika bukan karena aku kamu tidak akan
menjadi Ba yang bertitik.

“Berapa banyak aku harus memberimu contoh agar kamu memahami


keesaanku dan kamu mengetahui bahwa pemunculanmu dalam dunia
nyata dan penyembunyianku dalam dunia transsendental adalah dua
prinsip dari esensi kita yang tunggal? Tak ada sekutu di dalamku
bagimu, dan tak ada sekutu bagimu di dalamku. Apakah engkau jika
bukan dirimu sendiri? Sebab namamu memiliki asal dalam namaku,
tidakkah engkau lihat akan bagian-bagian berbeda yang menyusunmu
secara keseluruhan, bagian pertama adalah titik, yang kedua disebut
titik dan yang ketiga disebut titik? Begitupun seluruh bagianmu adalah
titik demi titik. Karena itu aku adalah kamu. Apakah yang ada di dalam
dirimu selain identitasku sendiri? Inilah individualitasmu dengannya
kamu adalah kamu. Jika kamu berkata kepada dirimu sendiri aku,itu
194
menggambarkan wujudku, meskipun aku jika aku katakan dia, aku akan
menggambarkan gambaranku sendiri. Maka dengan demikian kamu
akan tahu bahwa aku dan dia adalah dua cara ekspresi dari esensi yang
sama.

Dan huruf Ba menjawab,” Wahai Tuanku, telah ditetapkan bahwa


kamu adalah asalku. Kamu tahu bahwa turunan dan asal adalah dua hal
yang berbeda. Tubuh milikku ini adalah ditekan dan campuran. Aku
tidak eksis diluar tubuh ini. Sebagai gantinya kamu adalah atom kecil
yang ditemukan dalam segala sesuatu, sementara aku adalah tubuh
yang besar terkurung dalam ruang tunggal. Maka datang darimanakah
untukku status Tuan, dan darimana ide ini bahwa aku adalah kamu?
Bagaimana bisa derajatmu menjadi derajatku?”

Dan Titik menjawab dengan berkata, “Hal yang sulit dimengerti akan
pembentukan fisikmu dan keabstrakkan sifat ruhku menyusun (secara
berturut-turut) satu dari bentukku dan satu dari sifatku. Sebab seluruh
huruf yang berbeda dan kata-kata dalam totalitasnya adalah hanya
perwakilan tentang aku.

“Dengan demikian dimanakah kejamakan datang? Sebab kita tidak


menetapkan (sebagai contoh) bahwa angka sepuluh adalah nama untuk
menunjukkan jumlah dari dua angka lima, Dimana kemudian perbedaan
antara lima dan sepuluh datang? Jika bukan dari nama, tentu dari
konsep desimal.”

“Jika kamu, dalam seluruh peryataanmu, adalah satu dari gambaranku


dan satu dari pantulanku, dari manakah datangnya dualitas antara aku
dan kamu? Dan mengapa debat ini antara aku dan kamu? Aku asal dari
seluruhnya yang ditujukan di dalammu dan yang ditujukan di dalamku.
Ini dalam totalitasnya adalah esensiku, yang ditegaskan oleh kehendak.

195
“Jika kamu ingin memahamiku, bayangkan dirimu sendiri dan seluruh
huruf, dan kata-kata kecil atau besar, dan kemudian katakan ‘Titik’.
Itulah (dalam totalitasnya) esensi diriku, dan diriku adalah esensi
keseluruhan itu. Namun dirimu adalah totalitas dari esensi tersebut.
Totalitas esensiku dan esensimu. Bagaimanapun tidak ada kamu dan
mereka. Aku lah keseluruhan itu,meskipun begitu tidak ada aku dan
tidak ada kamu dan tidak ada mereka dan tidak ada satu dan tidakada
dua dan tidak ada tiga. Tak ada apapun yang lain selain Titik yang
tunggal. Di dalamnya tiada pemahaman dan tiada pengertian untuk
orang sepertimu. (Hanya) jika kamu mengubah pakaianmu ke dalam
pakaianku kamu akan mengetahui apa yang aku ketahui, dan
menyaksikan apa yang aku saksikan, dan mendengar apa yang aku
dengar dan melihat apa yang aku lihat.”

Dan Ba menjawab dan berkata, “Apa yang kau katakan sungguh


bercahaya! Ia memberikan kepadaku untuk memenuhinya pada saat
fajar dari hari yang baru ini. Kamu telah mengatakan bahwa kejauhan
dan kedekatan, kuantitas dan kualitas, (mereka seluruhnya) berasal dari
satu perintah akan wujudmu. Dengan seluruh apa yang aku hadiri akan
bahasan akan susunan ini, dan seluruh hal lain yang diperlukan, aku pun
merasa damai,dan aku pergi dengan wajahku berpling kepada wilayah
manifestasiku dan pemenuhan pengadaaan kebutuhan hubungan
harmonis denganmu.”

“Kapanpun aku menjelajahi wilayah akan arti dirikuku aku temukan


engkau sebagai diriku sebenarnya. Dan jika aku mencari dalam diriku
apa yang berhubungan denganmu mengacu akan keterlepasan dan
keterhubungan bersama huruf-huruf, dan mengacu manifestasi
kesempurnaanmu dalam setiap huruf, aku pun tidak dapat menemukan
apapun, gelas kemauan kerasku pun pecah dan aku kembali kecewa.”

Dan titik pun berkata, “Ya, kamu akan kembali kecewa sebab kamu
dicari oleh dirimu sendiri, dan berdasarkan anggapanmu, dirimu adalah
196
bukan diriku. Karena itu, kamu tidak menemukan di dalamnya apa yang
menjadi milikku. Jika kamu mencarinya demi aku yang adalah kamu
dalam diriku—yaitu dirimu, maka kamu akan memasuki rumah dari
pintunya, dan pada saat itu kamu tidak akan mencari apa yang
terhubung dengan titik, kecuali dalam titik itu sendiri. Namun kamu
tidak mencari titik kecuali dalam tempat yang salah. Maka temukan
makna akan hal ini jika kamu bersama kami!

PUISI

Tenda-tenda ini telah Nampak (didirikan) pada tali.


Turunlah disini jika kamu termasuk teman mereka.
Berhentilah di antara keistimewaannya.
Padanya, zaman telah berhenti pada masa gemilangnya.
Di belakngnya tiada lain dia yang menetap dengan tidak rela.
Dengan pohon willow dan semak-semak di sisinya.
Lepaskan tungganganmu dalam tempat hunian,
Karena sesungguhnya ia adalah rumah yang diberkati bagi
siapa yang tinggal di dalamnya.
Betapa sempurnanya rumah-rumah yang kita muliakan
Melalui penghuninya dan penghuni dimuliakan oleh
tanah (padanya rumah berdiri).
Kamu tidak dapat membedakan antara kamar-kamarnya.
Gelap. Terkunci dari balik pintunya.
Mereka yang tinggal dalam lingkungan ini adalah ahlinya;
Mereka yang meninggalkan mereka adalah bukan keturunan mereka.

(Ba) adalah jiwa (nafs), dan ia adalah huruf yang gelap. Sebagai
tambahan, keseluruhan Basmalah tidak ada huruf yang gelap selain Ba.
Dengan huruf yang gelap aku maksud adalah Ä pTÍLDX > : 8 4 ,($åÅ. Yang
cerah adalah yang disingkat pada awal surah seperti Äl \ 0@ É Pú !H <
hd ãÅ
197
Allah menjadikan huruf Ba awal Al Quran dalam setiap surah sebab
hijab pertama antara kamu dan Wujud-Nya SWT adalah kegelapan.
Namun ketika kamu berhenti eksis dan tak satu pun tersisa selain Dia,
nama-Nya dan sifat-Nya yang berasal di dalam-Nya, itu akan menjadi
sebuah hijab atas-Nya, namun itu adalah pencerahan.

Kecuali untuk huruf Ba yang mewakili eksitensimu dan gelap. Untuk


sebab ini Ba adalah sebuah jubah di atas titik karena ia di atasnya,
seperti jubah di atas pakaian. Ba adalah kegelapan kepada cahaya titik,
terhijab (sebagaimana adanya) melalui kehadiran yang berupa dunia
nyata yang berasal dari dunia indah dari titik. Dalam faktanya,
pertimbangan rasional dari penampakan titik di belakang Ba
menunujukkan fakta bahwa wilayah dari apa yang sebenarnya nyata
tersembunyi dibelakang apa yang terlihat. Karena Titik melekat pada
Ba, Ba digunakan dalam perkataan demi penggabungan. Dan karena
bentuk Titik ditarik untuk membentuk Ba, Ba dalam bahasa Arab
digunakan untuk menunjuk tentang alat.

Ketika Api Yang diberkati menerangi huruf Ba pada pohon jiwanya, ia


menembus kegelapan dari kanopi malamnya, jauh dari dunianya
sendiri, sedemikian hingga untuk mendapatkan api demi penyusunnya,
atau untuk menemukan di dalam dirinya sendiri arah (dalam
perjalanannya) dari dirinya sendiri ke dirinya sendiri. Ia dipahat dari
bagian atas pohon Alif yang adalah nama Allah.

Tanggalkan sepatumu, yaitu sifatmu dan wujudmu, karena sungguh


kamu berada di Lambah yang Diberkahi, dan kamu adalah penyebab
ragu dan pencemaran. Tiada tempat bagimu di Lembah Suci dari titik
hingga kamu tanggalkan wujudmu dan sifatmu akan keraguan dan
pencemaran. Berbarinnglah di bawah cahaya Alif, seperti bayangan
yang membentang, sebab bayangan dari sesuatu adalah sesuatu itu
sendiri. Sehingga panjang huruf Ba dalam setiap tulisan adalah sama
198
dengan garis Alif yang merupakan sebuah proyeksi. Ia melihat dirinya
sendiri sebagai sebuah bayangan dari penegakan ini, perhatikanlah
bahwa eksistensinya bergantung kepada hal ini. Sebab sebuah
bayangan tidak akan ada, kecuali sebagai citra antara tubuh bermassa
dan derajat (tanah).

Keberadaannya sendiri terhenti sebagai khayalan. Sebab bayangan


secara sendirinya tidaklah benar-benar ada. Ia lebih merupakan
pemisahan dari figur antara massa yang tersembunyi dan tanah. Maka,
eksistensi bayangan pada dirinya sendiri adalah tidak mungkin.
Bagaimanapun ia adalah sebuah eksistensi yang mungkin (mumkinat).

Setelah mentahkikkan dengan ketentuan akan fananya Ba, Alif


membawanya kepada dirinya sendiri dan menetapkannya ditempatnya.
Kemudian Alif menderajatkan dirinya ke dalamnya. Karena alasan ini
dalam formula “ Demi nama Allah Ar Rahman Ar Rahim” ia tumbuh
memanjang dan menjadi bukti akan asimilasi/pembauran Alif. Secara
konseptual, Ba adalah wakil dari Alif. Secara formal, ia adalah versi
panjang huruf Alif. Maka, ia memperoleh bentuk dan maknawi Alif.

Ini menjadikan sebuah bahasan akan posisi Alif. Dalam ungkapan


bahasa Arab tidak dikenal huruf Ba yang lain yang berdiri menggantikan
huruf Alif kecuali bagi Ba dalam Bismillah. Lihatlah sekarang pada Ba ini,
bagaimana ketajamanku telah meningkatkan keadaan dari Keindahan
akan Keindahan.

Dia bernyanyi untukku dari hatiku


Dan aku bernyanyi seperi yang ia lakukan.
Kami ada dimana mereka ada
Dan mereka ada dimana kami ada.

199
Alif sendiri berasal dari Ulfah, sebenarnya Ulfah lah yang berasal dari
Alif. Kamu telah melihat suara kontroversi dan ketidaksetujuan tentang
apakah kata benda verbal berasal dari kata kerja atau sebaliknya.

Karena sebab ini Alif terhubung dengan Ba, sebab Ba memiliki adab
menjaga tempatnya di bawah Alif.

Sehingga ia tidak berkurang kepada apapun, dan tak ada satupun


adalah bayangan yang berada di bawah bentuk badan. Maka Alif, keluar
dari sifat dasar kemurahannya, memberikannya dengan tempatnya
sendiri, sebab keadaan Alif adalah untuk mengambil bentuk dari setiap
huruf. Dalam faktanya Ba adalah Alif yang diregangkan, Jim adalah Alif
dengan kedua ujungnya dibengkokkan, Dal dan Ra adalah Alif yang
dibengkokkan tengahnya, Sin bahkan terbuat dari empat Alif, tiap
giginya adalah Alif dan tangkainya adalah Alif yang diregangkan dan
dibengkokkan. Ini dapat diaplikasikan sebagai analogi bagi huruf
lainnya.

Ini selama bentuk diperhatikan. Adapaun bagi maknawi, adalah perlu


untuk menemukan Alif dalam setiap huruf sebagaimana dia diucapkan
ketika kamu mengejanya. Tidakkah engkau melihat dalam huruf Ba
ketika engkau mengejanya kamu harus menyebutkan Alif? DSan dengan
Jim, jika kamu mengejanya kamu berkata Jiim,Yaa,Miim. Namund alam
Ya dengan dua titik dibawahnya, Alif hadir. Maka, Alif adalah berada
dalam semua huruf baik secara formal maupun konseptual. Sebab ia
turun ke dalam titik, dari dunia gaib kepada dunia nyata.

Yang itu adalah yang ini dan yang ini adalah yang itu
Itulah dia! Itu adalah sebuah bagian dari apa yang sebuah bagian.
Ituah Jibril yang mulia
Dia menampakkan dan bersembunyi.

200
Nabi berkata:” Tak ada duri yang menusuk betismu tanpa aku
merasakan sakitnya”. Ini sebuah konfirmasi akan kesatuannya dengan
seluruh alam, individunya dan bagiannya, sedemikian hingga beliau
merasakan dalam dirinya kondisi masing-masing individu, dan
sebaliknya setiap individu menjumpai beliau di dalam alam.

Pertanyaan: apa alasan mengapa Alif dihapus di dalam Basmalah dan


tidak dihapus dalam Iqra’...bismirabbika? Jawabannya: sebab Idafah
(penggabungan) nama dalam yang pertama mengacu kepada Allah Ar
Rahman yang tidak dapat dibatasi kepada satu sifat tunggal. Sementara
pada yang berikutnya Idafah nama mengacu kepada Rabb, dan adalah
perlu bahwa Rabb harus memiliki hamba yang mengabdi kepadanya.
Maka tidak masuk akal bahwa Ba mesti disatukan kepada Rabb dalam
konteks ini, sebab jika ubudiyah lenyap, rububiyah seketika itu juga
lenyap. Namun kapanpun Uluhiyah diperhatikan, andai ubudiyah
lenyap, Uluhiyah tidak akan lenyap, sebab ia adalah sebuah nama
derajat yang meliputi seluruh derajat. Fananya hamba serupa dengan
ketiadaannya, namun difahami bahwa Rabb tidak pernah lenyap, yang
tersisa adalah derajat di antara derajat-derajat Ilahiyah. Sehingga tidak
lenyap dalam cara apapun. Dan ketika pemasukan alif dalam konteks ini
mengambil tempat dan disatukan dengan Ba, ia jatuh dalam
pengucapan dan penulisan. Maka, formula Bismillahi Rahmani Rahiim
adalah realitas yang suci, sementara ayat Iqra’..bismirabbika adalah
hukum yang murni. Tidakkah engkau lihat bahwa iya menyeru Baca!
(Iqra’) yang merupakan sebuah perintah, dan sebuah perintah secara
eksklusif dicurahkan kepada hukum? Formula Dalam Bismillahi
Rahmani Rahim bahkan tidak terikat kepda sebuah perintah atau yang
lainnya. Biarlah pembaca merenungkan!

BAB 4

201
Alif

Adapun bagi istilah penyatuan (Ulfa) berasal dari Alif, Alif menghubungkan huruf-
huruf bersama-sama. Bahkan ia menghubungkan beberapa huruf dalam
esensinya, seperti Alif ditemukan di antara Ba dan yang lainnya dalam cara yang
sama seperti Alif yang diregangkan. Dan ia menggabungkan beberapa sesuai
dengan pernyataan fonetik mereka, seperti ketika engkau mengucap Ha dan Kha,
Alif muncul pada akhir huruf tersebut, sehingga menjadi esensi mereka dalam
penulisan dan di dalam bentuknya. Dan tiada perbedaan yang ada selain
pengucapan mereka. Ia menggabungkan seluruh huruf berdasarkan bentuknya
dan esensinya bagi sebuah alasan yang dibahas di atas bahwa seluruh huruf
terhubung dan bahwa huruf Alif adalah hadir dalam ejaan setiap huruf. Dalam
cara yang sama Al Haq SWT berkata,” Jika kamu memaksa segala apa yang ada di
bumi, kamu tidak akan mampu menyatukan hati mereka, namun Allah mampu.”

Bahkan tidak akan pernah mungkin bagimu,wahai Muhammad, dan


barangkali pesan ini disampaikan kepada siapapun yang mendengar
dengan maksud menggabungkan semua hati yang ada di bumi
bersama-sama, dengan menggelar mereka. Meskipun begitu Al Haq
melalui kesempurnaan-Nya dan kalam-Nya telah menyatukan mereka
dalam tubuh mereka, dalam esensi mereka, dalam sifat mereka. Dia
telah menyatukan sejumlah mereka melalui esensi-Nya. Dia telah
menyatukan sejumlah mereka melalui sifat-Nya. Dia telah menyatukan
mereka melalui af’al-Nya dan bentuk-bentuk-Nya. Bahkan Dia telah
menyatukan mereka seluruhnya melalui esensi-Nya dan seluruh sifat-
Nya.

PUISI

Meskipun wujud ini Nampak beragam


Demi kehidupanMu! Tak ada apapun di dalamnya selain Engkau
BAB 5

202
Huruf-huruf terlekat pada Alif, namun Alif tidak terlekat kepada segala
apapun yang berhubungan dengan huruf-huruf. Dalam cara yang sama
setiap makhluk faqir kepada Allah SWT sementara Dia Maha Kaya atas
sekalian alam. Seseorang berkata,”Kebaikan apa yang mendahului
wujud Alif hingga Alif sangat dekat dari titik dengan kedekatan yang
agung? Dan keburukan apa yang dilakukan oleh huruf yang lain
sehingga harus didahului/dilewati? Jawaban adalah: ketiadaan
sebelumnya yaitu martabat Alif dari dari wilayah hukum titik dalam
zatnya adalah kebaikan yang mendahului titik Alif.

“Seseorang apa yang di dalam kantung pelananya ditemukan (barang


curian), akan menjadi tebusannya.” Ya, sementara ketiadaan kedekatan
kepada wilayah sifat titik pada huruf-huruf yang lain tersisa adalah
keburukan yang mendahului mereka,” Demikianlah Kami atur untuk
(mencapai maksud) Yusuf. Tiadalah patut Yusuf menghukum
saudaranya menurut hukum Raja”.

CATATAN

Catatan dalam penggabungan Alif dengan Ba sesungguhnya hanyalah


berdasarkan kehadiran Alif. Jika apa yang di dalam Ba bukan
disebabkan oleh Alif secara fonetik, dalam ejaannya Alif tidak akan
digabungkan sebab Alif mesti ditempatkan pada ujung terjauhnya.
Inilah sifat dasarnya, dan tidaklah mungkin menggabungkannya pada
ujung yang lain. Karena itu, jika benar-benar penyatuan adalah tentang
penghentian akan ‘ke-sesuatu yang lain-an’, hanya Alif lah yang dapat
disatukan dengan Alif. Bagaimanapun dalam cara yang sama setiap
huruf terhubung dengan Alif dari ujung akhir dimana Alif bertempat.
Tidakkah engkau lihat bahwa ketika menulisnya, setiap huruf tidak akan
terkait dengan Alif kecuali jika huruf mendahului dan Alif
mengikutinya? Tiada cara lain sebab tubuh dari huruf itu benar-benar
203
memiliki kedahuluan dalam ucapan. Bagaimanapun, bukan tubuh Alif
yang kemudian mengikuti.

Badan Alif ternyatakan entah dalam dirinya sendiri atau dalam sesuatu
yang lain, seperti Jim, Sin dan Nun, sesuai darimana jaraknya, atau
kedekatannya kepada bentuk Alif, dan sesuai dengan sifat dan posisi
huruf-huruf. Pada hal ini bergantung potongannya. Alif ditemukan
dalam seluruh huruf dan terikat kepada huruf tertentu dengan
penampakan khusus, dan ia tidak terikat kepada huruf yang lain seperti
Dal, Dzal, Ra, Za dan Waw—tidak selain kepada 5 huruf ini.

Lihatlah bagaimana Alif maujud dalam bentuk yang tertulis dari setiap
huruf. Hal yang sama dengan benda mati dan hewan ternak: ketika
mereka seluruhnya kembali kepada Rabb mereka pada Hari
Kebangkitan, maka fana akhir akan terjadi. Dia sendiri yang tetap dalam
zat-Nya. Tak ada di antara mereka yang serupa dengan-Nya, terlepas
dari manusia. Ketika juga mereka kembali kepada Rabb mereka SWT—
Dia sendiri yang tetap dalam zat-Nya.

Adalah perlu bagi manusia untuk memandang derajat di atas diri


mereka, dalam (pencarian) mereka sebab kurangnya kebodohan,
mencapai berkah dan kesempurnaan kemuliaan—dengan
mengenyampingkan apa yang merupakan milik Allah SWT. Tidak bagi
benda mati: Allah SWT akan benar-benar menghancurkan mereka dan
memfanakan jasad mereka dan wujud mereka sebab Dia tidak
menjamin mereka wujud total di dunia selain Dia menyata dalam diri
mereka. Tidak juga Dia menganugerahkan mereka kepemilikan akan
wujud mereka sendiri. Persis sebagaimana seseorang melihat Alif dalam
5 huruf di atas yang menyatakan dirinya sendiri secara terpisah dalam
bentuknya sendiri ketika dihubungakn dengan satu dari huruf-huruf
tersebut. Inilah tumpuan bagi ketiadaan pengakuan kepada wujud
mereka bagi benda mati: tiada wujud sempurna meskipun bagi huruf
kecuali ketika mereka terhubung dengan Alif. Bahkan dalam ejaan,
204
telah diberikan bahwa Alif adalah esensi hidup mereka. Sebab
kehidupan Alif meliputi seluruh jasad huruf-huruf, dan andai bukan
karena Alif huruf-huruf tidak akan memiliki makna. Sehingga mereka
terhubung kepadanya hanya dalam ejaan bukan dalam komposisi, dan
mereka sama sekali tiada pengakuan akan wujud.

Adapun bagi huruf yang lain mereka ada di dalam wujud persis seperti
manusia di dalam wujud, segala puji bagi Allah. Wujud yang sama itu
adalah tanda khusus mereka. Dalam kenyataannya ini membuktikan
benar bahwa manusia maujud dan kepada mereka terhubung sebuah
zat, bagaimanapun mereka berbeda dari wujud dan zat sesuatu yang
lain. Tidak seperti hewan (sebagai contoh), bahwa jika mereka memiliki
ruh mereka tetap tidak akan memiliki akal dan daya ingat yang akan
menjaga mereka dalam imajinasi mereka apapun yang mereka pikirkan.
Batasan kepada pemahaman binatang diberikan oleh fakta bahwa ia
bergantung kepada nafsu alami dan di atas segalanya ia memerlukan
nafsu hewani untuk mengingat dan sebagainya. Jika ia benar-benar
memiliki ingatan, binatang akan menjaga keseluruhannya secara akal
sedemikian hingga dapat menganalisa beberapa elemen rasional di atas
yang lainnya dan kemudian memutuskan setelah itu hal yang paling
penting dan yang terbaik bagi mereka. Sehingga kemudian binatang
akan benar-benar layak bagi derajat wujud yang sama sebagaimana
yang hanya diperuntukkan bagi manusia atau malaikat, dan bukan
demikian kasusnya. Atas alasan ini Al Haq tidak menzahirkan diri-Nya
kepada makhluk apapun dalam zat-Nya—aku maksud zat Al Haq SWT,
kecuali kepada manusia, pada pertimbangan akan integrasi akal dan
nafsu syahwat mereka.

Adapun bagi malaikat, sebab diberkahi akal,Al Haq menyatakan diri-Nya


di dalam mereka dalam esensi mereka sendiri, bukan dalam esensi Al
Haq,dengan catatan akan kurangnya derajat kesempurnaan yang
terletak antara Tasybih dan Tanzih. Tidak seperti binatang yang benar-
benar tidak memiliki bagian dalam hal ini sebab mereka tidak memiliki
205
wujud yang lengkap dari manusia. Inilah alasan bagi manusia untuk
mengklaim terhadap wujud, hijab teragung yang tidak dapat
dihilangkan kecuali setelah Kematian Besar—penghentian hubungan
antara ilmu anda dan wujud anda—setelah pembenaran dengan
hakekat tauhid. Setelah itu adalah penting bagi hamba untuk
merenungkan penyingkapan/tajalli apa dari Allah dalam hubungan
kepada manusia dan lihatlah bagaimana haykal dan bentuk lahir
mereka adalah baqa. Dan inilah penglihatan pertama yang engkau lihat
dengannya.

Pahamilah semoga Allh memberimu rejeki pemahaman yang sempurna


akan hal ini, karena sesungguhnya Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu.

*******

BAB 6

206
Alif telah dibebaskan dari batasan titik dan dibersihkan dari ikatan
bawahan yang dapat mengikutinya dalam cara yang sama sebagai
penggabungan beberapa huruf dengan yang selain setelah mereka,
Sehingga ia tidak memiliki hubungan dengan esensinya sendiri dengan
sesuatu yang lain. Disebabkan hal ini, dalam penulisan, Alif tidak terkait
kepada huruf apapun, ia secara efektif dan jasadiah seperti titik dalam
seluruh huruf. Telah ditegaskan pada awal dari setiap kata benda yang
diketahui di antara nama-nama Allah SWT yang menyatakan diri-Nya
sebagai Al Haq, ternyatakan dalam Al Haq,dan bahkan tiada yang lain
selain Al Haq. Dan titik adalah ukurannya melaluinya ia mengukur
dirinya sendiri. Alif termasuk dalam setiap sesuatu di dalamnya titik
juga termasuk, seolah-olah titik tiada selain selain dasarnya, diatur oleh
titik. Malahan Alif benar-benar identik dengan titik, sehingga yang satu
membagikan dualisme. Kemudian tiada wujud yang disebut Alif kecuali
dari sudut pandang titik. Bahkan Alif adalah sebuah titik campuran dan
adalah huruf yang menjadi nyata melalui titik sesuai dengan
penampakannya; sebab ia tidak memiliki penampakan lain kecuali bagi
apa yang kami sebutkan sebelumnya tentang peregangan dari seluruh
huruf dan fakta bahwa setiap kata dan huruf dibuat darinya. Apa yang
keluar dalam Alif kemudian adalah penggandaan tubuh dan kesatuan
ruh.

Ini karena Alif terbuat dari banyak titik. Sebenarnya titik—secara


keseluruhan—tidak dapat dibagi atau digandakan. Ia dijumpai dalam
setiap bagian tanpa keragaman dalam dirinya sendiri. Demikian juga Al
Haq Subhanahu—dijumpai (maujud) dalam pendengaran seseorang
yang mendekati-Nya dengan amalan sunah, dan dalam penglihatannya,
tangannya dan lidahnya. Bagaimanapun, Dia Subhanahu—dengan
menjadi pendengaran hamba tersebut tidaklah
tergandakan/terjamakkan dalam penglihatannya. Maka, Dia eksis
dalam ketotalan-Nya dalam segala sesuatu yang menjadikan seluruh
alam namun Dia tidaklah tergandakan oleh kejamakan sesuatu.
Demikian juga Alif, hadir dalam setiap huruf,tidaklah tergandakan
207
mealui kejamakan mereka sebab dalam dalam totalitas mereka Alif
adalah satu. Tentang hal ini seseorang berkata bahwa Alif bukanlah
sebuah huruf, dengan mengklaim bahwa” Insan Kamil” bukanlah satu
dari makhluk. Semoga engkau mengerti hal ini!

*******

BAB 7

208
Angka dari Alif adalah satu, namun satu bukanlah angka seperti yang
lainnya. Sebab istilah angka mengacu kepada barisan berurutan dari
angka satu pada dua martabat dan sesudahnya dan fungsinya untuk
memberikan makna kepada penamaan sesuatu yang dihitung: pada
derajat variasi dalam makna dan kuantitas. Namun angka satu dalam
dirinya sendiri tidaklah mewujudkan berbagai variasi sebab ia tidak
memiliki persamaan. Ia tidak masuk kategori angka-angka dari sudut
pandang ini. Bagaimanapun ia termasuk ke dalam kategori ini sejauh
seseorang menyadari kurangnya variasi dalam dirinya sendiri. Namun ia
adalah angka yang tidak seperti angka lainnya. Demikian juga pikiran
rasional akan berkata bahwa Allah adalah seseorang yang tidak seperti
sesuatu yang lain.

Penonjolan Alif melalui dimensi tunggalnya menegaskan bagian dari


titik ke angka satu. Dan dimensi ini hanyalah panjang. Sebab titik tidak
memiliki panjang, lebar, tinggi atau kedalaman, Sementara Alif hanya
memiliki panjang dalam garis lurus.

Adapun bagi Ba ia menyatakan dirinya sendiri sebagi gantinya dalam


angka dua, memiliki dua dimensi, panjang dan lebar—kepalanya
menjadi lebar dan badannya adalah panjangnya.

Huruf Jim adalah bukti yang terbentuk dalam angka tiga sebab ia
datang melalui panjang. Lebar dan kedalaman—atau jika kamu ingin
kamu dapat katakan kedalaman dan tinggi, sebab keduanya benar-
benar sama, dan berubah melalui perubahan sudut pandang: jika kamu
mulai dari dasar kamu akan menyebutnya tinggi, sementara jika turun
dari atas ke bawah kamu akan menyebutnya dalam.
Pendapat ini bukanlah tentang angka-angka, malahan ia adalah rahasia
yang mulia. Aku lah yang pertama menyingkapkannya. Aku telah
nyatakan bahwa ia disingkapkan kepada kami dan kami pun dapat
mengatakan bahwa kami sedang membicarakan sekarang tentang sisa
seluruh jumlah huruf-huruf dan rahasianya. Setiap huruf berdasarkan
209
letaknya, kepada angka apa yang telah ditetapkan di dalamnya,
rahasianya dan rahasia setiap angka dalam dirinya sendiri, dan semua
ini dinyatakan dalam bahasa hakekat, Insya Allah Ta’ala.

Ba adalah Arasy dan titik adalah jiwa yang berbicara yang disebut
setelah penghadapan “hati’ yang meliputi Allah. Titik adalah kegaiban
kediaan (Huwwiyah), yang disebut kazanah tersembunyi yang tetap
sebagai kazanah dalam ketersembunyiannya selamanya. Ba
menentukan standar angka-angka sebab titik adalah angka awal dan
tiada angka tanpa ada Ba di dalamnya. Dalam cara yang sama.Dalam
cara yang sama nama-nama Ilahi terkait dengan rahmat Allah—
menetapkan standar bagi nama diri Allah yang lain yang disebut 7 nama
atau (tujuh yang utama). Dalam faktanya, hal yang sama diterapkan
kepada setiap nama Ilahi. Sebagaimana Al Haq Ta’ala berkata:”
Katakan: serulah Allah atau serulah Ar Rahman, yang mana saja engkau
seru sama saja bagi-Nya kepemilikan nama-nama yang indah”. Dan dari
nama-nama tersebut yang tidak disebutkan di sisi kami sebagaimana
Beliau SAW katakan,”kegaiban-Mu”.

BAB 8

210
Makna ganda dari Ba adalah dalam manifestasi Al Haq kepada diri-Nya
sendiri, dalam jenjang zat- Nya yang merupakan pandangan yang
kedua. Karena Al HAq SWT memberikan dua sudut pandang akan diri-
Nya sendiri: sudut pandang Ahadiyah Zat dimana Allah tidak
memandang kepada apa yang dinamakan makhluk,karena dalam sudut
pandang ini tiada ciptaan; sudut pandang zat, dimana Allah melihat
kepada derajat yang disebut ciptaan, sebuah derajat yang merupakan
sebuah jenjang dari zat-Nya, dan jenjang ini disebut sifat.

Ba dalam sudut pandang kedua sebagaimana yang ia tunjukkan dalam


dirinya sendiri adalah tanda juru damai Ilahi yang kita tetapkan dari zat
Alla Ta’ala dengan sifat Ar Rahman. Maka, Dia dikenal melalui sifat yang
menetapkan standar bagi nama Al Haq yang mulia dan dunia adalah
Arasy, bayangan dari Ar Rahman yang menetapkan standar bagi nama
lain dari Hadrat Haqiqah. Karena itu dikatakan tentang Adam bahwa ia
diciptakan dalam bentuk Ar Rahman. Dalam faktanya, telah ditegaskan
dalam istilah Sufi bahwa manusia disebut dunia kecil/mikrokosmos dan
dunia sebagai insan kabir.

Ketahuilah bahwa asal dalam Bismillahi Rahmani Rahim adalah Bi ism


Allah Ar Rahmani Rahim. Sebab adalah penting bagi af’al untuk
mengikuti Ba kepadanya ia terhubung. Sebagai contoh ‘Aku mulai’ atau
‘aku minta tolong’ atau ‘semoga aku diberkati’, secara eksplisit, verbal
atau implisit menunjukkan hubungan dengan perbuatan yang terjadi
setelah Basmalah. Umpamanya perbuatan minum setelah Basmalah
menunjukkan bahwa apa yang mengikuti adalah sebuah pernyataan
implisit ‘Aku minum’ atau ‘aku minta pertolongan dalam minum’ dalam
nama Allah. Sang pembicara mesti berkata,” Dalam nama Allah aku
melakukan ini”, itu akan bermakna,’ dengan Allah aku melakukan ini’.
Sebab nama bersamaan dengan yang dinamakan. Allah Ta’ala
berkata,”Maha Suci nama Rabb mu”. Dan apa makna
perkataanmu,”Dengan Allah aku melakukan ini” jika bukan bahwa Dia
lah agen sebenarnya akan perbuatan itu darimu dan di dalammu? Ia
211
seperti kamu berkata,”Aku melakukan ini dalam nama apapun Uluhiyah
secara lahiriah yang aku minta perlindungan dalam wujudku—yang
bukan Zat—wujud yang diberi nama Allah; dan dalam nama apapun
yang Uluhiyah secara batin aku minta perlindungan dalam wujudku—
yang bukan wujudku—yang tidak disebut Allah.” Tujuan dari hal ini
untuk menyangkal tindakan—jika objeknya untuk melakukan—
diasalkan darimu, dan menyandarkannya kepada Haqeqatmu. Namun
jika objek perbuatan adalah penamaan (tujuan melakukannya dalam
nama Allah) adalah untuk menyatakan pelenyapan dari wujudmu yang
kita sebut makhluk melalui kekuatan agung dari apa yang kita sebut
“ciptaan/khalq” milik wujudmu yang sebenarnya.

Dan jika objek tindakan adalah tentang subyektif (alami), keutamaan


akan kesatuan wujudmu berada di dalam kejamakan akan
pernyataannya akan individualitas. Semoga engkau faham hal ini.
Dalam faktanya adalah harus bagimu untuk menyadari hal ini dengan
sangat ketika kamu berkata,” Dengan Nama Allah Ar Rahman Ar Rahim”
sedemikian hingga untuk membedakanmu dari derajat binatang: sebab
menyatakan apa yag tidak kamu mengerti berarti berada pada derajat
binatang. Kami berlindung dari Allah dari hal demikian.

BAB 9

212
Bab tentang pemanjangan huruf Ba

Pemanjangan huruf Ba setelah pendropan huruf Alif dan penegakkan


tempatnya dengan sembari memberi peringatan bahwa ia (dan hanya
satu-satunya dia) pengganti pilihan kepada Alif bagi semua huruf persis
seperti sebelumnya Ar Rahman telah disifatkan dengan sifat yang tiada
lain sebagai pengganti pilihan dari nama Allah—dalam konteks asmaul
husna yang digunakan untuk memberi nama bagi-Nya. Ciptaan oleh
Allahu Ahad karena tidak dapat terpahami kecuali dalam konteks akan
sifat Ar Rahman. Lebih lanjut perintah yang diciptakan tidaklah memiliki
dalam diriya sendiri cakupan apapun; sekali lagi, tak satu pun selain
Hadrat Ahadiyah yang merupakan wajah Ilahi yang melampaui segala
hal. Allahu Ta’ala berkata,” Segalanya binasa kecuali wajah-Nya.
Baginya hukum dan kepada-Nya lah segalanya dikembalikan.” Tiada
kekuasaan kecuali dalam Hadrat Ahadiyah ini dalam seluruh manifestasi
wujud dan rahmat, dan Dia adalah wajah segala sesuatu. Dia dengan
jelas berkata,” Kemana pun engkau menghadap, di sana lah wajah
Allah”. Dengan matamu—yaitu sejauh sesuatu dapat dilihat melalui
indera yang tercerap atau dengan pikiranmu, sejauh sesuatu yang
terpahami diperhatikan. Di sanalah wajah Allah, dan atas makna inilah
yang kami telah bicarakan.

Tak ada di Naqa seperti Su’ad


Bahkan, dia lah mata air dan dia lah yang minum dari mereka.
Dia lah Baqi, dia lah tanah yang gembur.
Dia lah Mahsab dari Khayf, dia lah negeri
Dia lah tanaman dan seluruh jasad.
Dia lah jiwa, hewan, dan benda mati
Dia lah substansi dan aksiden secara bersamaan.
Dia lah keturunan, ayah dan anak.
Katakan kepada siapa saja yang telah pergi ke Mekah dengan
sengaja dariku: Aku adalah jalan dan hatiku adalah bukit itu
213
Wahai Salma! Andai bukan karenamu kesakitanku tidak akan
mewujud, sehingga bersifat lembutlah
Dan tiada mangsa selain Singa.
Aku mohon ampunan Allah untuk menyucikan martabatku (yang
rendah)
Yang merupakan apa yang menyatu antara makhluk dan Allah

******

BAB 10

214
KOMENTAR

Dalam Basmalah Ba dan Siin saling terlekat satu sama lain disebabkan
rahasia mulia: bahwa tempat Sin di antara huruf-huruf berada pada
posisi ke-6, yang mencakup 6 martabat Wahidiyah. Ini adalah tempat-
tempat dimana Ba nampak, diciptakan dan mengacu secara terhubung
kepada Arasy. Dan dalam setiap bagian Ba nampak, ia adalah wajah
Alah dalam kesempurnaannya. Demikian juga Wahid maujud dalam
setiap martabat dari martabat 6 Siin ini dengan kesempurnaannya.
Kamu mesti tahu bahwa Siin adalah sebuah pernyataan akan rahasia
Allah dan dia adalah Insan (manusia).

Beberapa ahli Tafsir Al Quran berkata menyangkut tentang ‘Ya-Siin”


bahwa Ya adalah huruf seruan dan Siin mewakili manusia. Pembahasan
ini menyangkut tentang bidang pernyataan simbolik, seolah-olah Allah
Ta’ala berkata,” Wahai manusia!” ketika berbicara dengan Muhammad
SAW. Yaitu,” Wahai manusia, (“ayn) esensi Zat-Ku!” Demi Quran yang
penuh hikmah!” Kata ‘Demi Quran yang penuh hikmah” adalah sebuah
perlekatan kepada esensi Zat-Ku yang diasalkan kepada manusia yang
merupakan rahasia wujud dan rahasia ‘Quran yng penuh hikmah”.
Kamu mesti tahu bahwa ‘Quran yang penuh hikmah” adalah sebuah
sifat Allah Ta’ala.

Makna Qur’aniyah adalah pemahaman menyeluruh tentang sifat


Uluhiyah apa yang hanya selayaknya bagi Allah. Pemahaman ini seperti
pembacaan. Bagaimanapun tiada kesempatan bagimu untuk
memahami secara menyeluruh akan zat Al Haq disebabkan Tanzih
Uluhiyah, bebas dari kejamakan nama-nama dan semisalnya. Sehingga
setiap kali engkau membaca sesuatu dari ‘Qur’an yang penuh himah”—
yang merupakan sifat Allah dalam dirimu sendiri—maka sifat Allah akan
menyata kepadamu ‘sesuai dengan kemampuan level pembacaan ini’.

215
Atas alasan ini Al Hakiim (yang penuh himah) dikaitkan kepadanya,
sebab pembacaan pada level ini milik sebuah perintah hikmah
Uluhiyah. Tiada cara ia mencapai titik akhir atau sampai ke puncak atau
bahkan kesasar. Maka perintah, Allah dan hikmah menyusun esensi
(‘ayn) zat yaitu dirimu. Satu-satunya yang nampak kepada
penyaksianmu yang termanifestasikan adalah apa yang kegaibanmu
bacakan dari (dalam) dirimu. Adapun bagi apa yang kegaibanmu belum
bacakan dari (dalam) dirimu, itu dimaksudkan demi kegaiban dirimu,
bukan dimaksudkan bagi syahadahmu. Dalam faktanya, dalam esensi
fungsi syahadahmu adalah fungsi kegaiban dirimu.

Kamu benar-benar telah dibingungkan oleh nama Allah. Aku mengacu


disini kepada nama yang diberikan bagi Zat. Sebab ia tidak meliputi
secara sempurna. Ia tidak merefleksikan makna akan zat, meskipun
dalam kesempurnaan yang berada di belakang nama. Allah mengetahui
yang terbaik apa yang semestinya dengan-Nya.Namun meskipun
demikian, nama ini adalah satu yang benar-benar mewakili zat Allah.

Jika apa yang telah kami katakan nampak berlawanan dengan apa yang
kami katakan sebelumnya, ini dikarenakan keadaan terbagi dari kondisi
individu kami, yang mencegah kami dari merengkuh hakekat
sebagaimana adanya dalam dirinya sendiri: Zat yang tak terbagi. Karena
itu, nama Allah cocok bagi Zat. Dan jika ia tidak cocok, (dan memang
demikian) adalah sepanjang Zat bukanlah sebuah objek.

Keadaan sulit ini menyebabkan kebingungan yang memalukan kepada


kaum berakal namun merupakan Kebingungan yang Indah kepada
ahlullah. Bahkan jika Allah—yang aku maksud adalah nama—benar-
benar kebingungan dalam dirinya sendiri, bagaimana lebih
membingungkannya dalam hal ini bagimu wahai hamba yang rendah
hati!

Aku telah bingung: darimana datangnya kebingunganku?


216
Pemahamanku benar-benar terbingungkan dalam imajinasiku.
Aku tidak tahu apakah kebingungan ini disebabkan kebodohan
pemahamanku atau justru mengetahuinya.
Dalam hakekatnya jika aku berkata disebabkan kebodohanku aku
akan menjadi seorang pembohong.
Namun jika aku bilang disebabkan pengetahuannya, maka aku
menjadi bagian ahlinya.

Dengan makna yang sama adalah kata-kataku dari puisi yang sangat
panjang dimana tiada tempat disini:

Apakah kesadaranku meliputi kesempurnaan Zat-Mu secara


keseimpulan dan detil,
Wahai, Engkau yang mengumpulkan segala sifat?
Atau penampakan-Mu terlalu agung bagi esensi tersembunyi (Kunhi)
untuk direngkuh?
Apa yang aku rengkuh tidak dapat direngkuh dalam zatnya.
Aduhai,Kamu mesti direngkuh!Aduhai manusia mesti bodoh tentang-
Mu diluar dari kebingungan mereka!

Makna dari “Ya-Siin. Demi Quran yang penuh hikmah” adalah Zat Ilahi
yang tak dapat dimengerti dan sumber (“ayn) Al Quran sebagaimana
dia dibaca demi kepentingan Allah, yang dibentangkan oleh hikmah dari
Kesatuan Zat.” Sesungguhnya engkau satu dari Rasulullah”: dari hadrat
ketinggian, suci dan esa, kepada tempat penyaksian tasybih manusia .”
Di atas jalan yang lurus” kepada perbuatan dari Al Ahad Yang kekal
Yang Berdiri atas diri-Nya sendiri dan dengan seluruh alam. ‘Diturunkan
dari Al Aziiz Ar Rahiim”: pewahyuan dari dari Yang Maha Mulia yang
tidak dapat diakses kecuali dalam bingkai Muhammadan.

217
“Yang Maha Penyayang/Ar Rahiim”: sebab ketika Dia menunjukkan
rahmat kepada alam yang Dia kehendaki yang Dia mesti bersifat keras,
Al Aziiz, dan turun menuju golongan mereka (manusia). “Sesungguhnya
telah datang kepadamu seorang rasul dari diri kalian sendiri” untuk
mengarahkan mereka kepada diri-Nya sendiri, sebagai perhatian-Nya
bagi mereka dan sebagai kemurahan hati-Nya dari perbendaharaan
kemurahan hati-Nya bagi mereka.

“Dia sangat perhatian akan keadaanmu”: sebab ia adalah pembawa


bagimu, agen dalam dirimu dan bersamamu, dan kamu tidak memiliki
wujud, selain wujud mutlak dalam zatnya. “Dengan kaum mu’minin”
yaitu yang telah percaya bahwa beliau adalah esensi mereka.“ Murah
hati dan Penyayang”. “Dan jika mereka berpaling”: tidak menerima akal
mereka akan ru’yat Kesatuanmu dalam keragaman mereka.

“Katakan: Allah cukup bagiku”: sebab Uluhiyah adalah totalitas segala


sesuatu: kemanapun kamu menghadap, di sana wajah Allah. Ini
menyaksikan mereka yang terbang dari sisi kanan ke sisi kirinya, sebab
kedua tangan Rabb adalah kanan dan penuh berkah. Nabi SAW benar-
benar menginginkan rahmat bagi seluruh alam, bagi yang percaya
kepadanya dan yang tidak mempercayainya, yang mengetahuinya dan
mengingkarinya.

Kami telah bawakan sebelumnya dengan antusias bahasan kami


tentang Al Quran dan kami telah bicarakan rahasia-rahasia samawi. Jadi
mari kita kembali kepada apa yang kami perhatikan sebelumnya
dengan mengacu kepada penjelasan formula ‘Bismillahi Rahmani
Rahiim’.

BAB 11

218
Kamu mesti tahu karena Alif menunjukkan kegaiban Ahadiyah dan Siin
adalah rahasianya yang terlihat, Miim adalah pernyataan akan apa yang
maujud, yang merupakan hakekat universal kepada kegaiban dan
syahadah.

Tidakkah engkau lihat lubang dalam kepala Miim, bagaimana ia tempat


tinggal titik yang putih? Yang berhubungan dengan khazanah
tersembunyi. Sehingga mari kita katakan bahwa bulatan lubang dalam
kepala miim adalah Al Haq yang dalam diri-Nya sendiri menzahirkan
khazanah tersembunyi ini. Tidakkah engkau lihat firman-Nya ”Aku
adalah khazanah tersembunyi dan Aku ingin dikenal. Aku ciptakan
makhluk dan Aku kenalkan diri-Ku kepada mereka sehingga mereka
mengenal-Ku”? Inilah dimana nama Ilahi Dzul Jalali wal Ikram datang,
dalam firman Allah,” Maha Suci nama Rabb mu Dzul Jalali wal Ikram.”
Sebab jika (kata Nama) adalah kata sifat dari Rabb mu, ia akan menjadi
genitif (majruur) dan Dzul Jalal akan menjadi nominative (marfu’),
sesuai dengan Nama, bukan Rabb mu. Semoga engkau paham.

Kamu mesti tahu bahwa Miim adalah ruh Muhammad sebab tempat
dimana khazanah tersembunyi adalah alam, dan Jabir menyebutkan
dalam hadits bahwa makhluk pertama yang Allah ciptakan adalah
Ruh/nur Muhammad SAW. Dia ciptakan seluruh alam dari nur tersebut
dalam peritah dalam hadits. Titik putih di dalam lubang kepala Miim
adalah esensi Muhammad—khazanah tersembunyi, hakekat universal
dari zat yang Agung dan Quran yang penuh Hikmah dalam cara yang
kami jelaskan. Mengacu kepada makna dari Nabi aku telah susun puisi:

(“Wajah Ciptaan”)

219
Rasulullah, Wahai tempat tajalli Uluhiyah
Wahai yang zatnya adalah zat yang murni
Engkau zahirkan dirimu sendiri dalam setiap cara kebaikan.
Melalui intuisi engkau tutupi dirimu sendiri dari mata.
Melalui sifat,” tujuh yang berulang dan Quran zat yang mulia.
Engkau khususkan pemberian dengannya; kamu berhak untuk itu;
Hakekatmu serupa dengan kesucian Allah.
Kamu menghuni rumah Hindun meskipun mereka ditinggikan
Dan dimuliakan dan mereka memaki pakaian penyingkapan
Sifat Ilahi satu-satunya kebahagiaan yang menyembuhkan
Dan melalui mereka kamu telah melihat di sisi Rububiyah
Sebab kamu ada dalam prinsip sebelum seluruhnya
Dan eksistensimu adalah hakekat yang terpahami dari wujud

Ada alasan mengapa aku bacakan puisi di atas. Yakni pada suatu malam
di tahun 799H kami berkumpul di Masjid Syaikh kami, tuan kami dan
guru dunia,pemilik otoritas terbesar, ‘belerang merah’ Syarifuddin
Isma’il bin Ibrahim Al-Jibratil, untuk mendengarkan seorang yang buta.
Ini berada pada pemakaman mesjid, pada kehadiran Syeikh saudara
kami seorang ahli fiqih Ahmad Al-Habbani. Dia membaca firman Allah
Ta’ala:” Kami telah berikan kepadamu 7 ayat yang berulang dan Quran
yang agung.”

Kemudian Al Haq Ta’ala menyeruku untuk menyaksikan pemberian


melalui Nabi Muhammad SAW akan 7 sifat yang berharga yaitu hayat,
ilmu, iradat, qudrat, pendegaran, penglihatan dan kalam. Di atas
pemberian sifat ini aku melihat Nabi yang suci adalah esensi (“ayn) zat
yang tersembunyi dalam kegaiban Huwwiyah. Inilah apa yang aku acu
akan ayat “Qur’an yang agung”, sebab tiada akhir kepada
pembacaannya, dan setiap saat pewaris, kaum siddiquun Ahlul Quran
membaca hakekat dari zat Allah Ta’ala—mereka membaca Muhammad

220
SAW. Kepada hal inilah mengacu hadits,” Ahlul Quran adalah Ahlullah,
adalah kekhususannya.” Renungkanlah!

Dia adalah huwwiyah dari kesatuan dan dari seluruh nabi dan rasul dan
pewarisnya yang membaca sifat Muhammad di dalam Allah. Inilah
makna beliau menjadi syafaat antara alam dan Allah, dan kepadanya
lah mengacu akan hadits,” Aku dari Allah dan kaum Mukmin berasal
dariku.” Semoga engkau paham!!!

******

BAB 12

221
Ketahuilah bahwa bilangan huruf miim adalah 40. Makna hubungan
eratnya adalah bahwa nilai ini mengacu kepada derajat wujud setelah
tiada yang maujud kcuali apa yang sebelum mereka. [Derajat pertama]
adalah wujud saja (Zat). *Derajat kedua+ adalah Kabut (‘Ama) sebuah
ibarat atas Kunhi Zat yang disebut ma’rifat. *Derajat ketiga+ Ahadiyah
sebuah ibarat Rahmat Zatiyah yang disebut khazanah
tersembunyi.[Derajat keempat] Wahidiyah ia adalah penurunan
pertama zat kepada asma dan sifat.[Derajat kelima] Uluhiyah sebuah
martabat yang meliputi seluruh wujud dari yang tertinggi hingga yang
terendah.[Derajat keenam] adalah Rahmaniyah yaitu martabat yang
digambarkan/terhubung martabat tertinggi dari wujud.[ Derajat
Ketujuh] Rububiyah, martabat yang memerlukan wujud
marbub:disinilah dari datangnya makhluk.

[Derajat kedelapan) Arasy yaitu Al Jism Al Kulli. [Derajat kesembilan]


Pena Tertinggi yaitu Akal Awal. [Derajat kesepuluh] Lauhil Mahfuzh
yaitu Nasfu Al Kulli.[Derajat kesebelas] Kursi, yaitu Akal Kulli yang
menunjukkan hati. [Derajat kedua belas] Hayuli yaitu materi awal.
[Derajat ketiga belas] adalah Atom.[Derajat keempat belas]
Anasir/Elemen.[Derajat kelimabelas] Falak Atlas. [Derajat keenambelas]
Bintang-bintang/Al Buruj. [Martabat ketujuhbelas] planet Saturnus.
[Derajat kedelapanbelas] planet Jupiter.[Derajat kesembilanbelas]
planet Mars.[Derajat keduapuluh] planet Matahari.[ Derajat
keduapuluh satu] planet Venus.[Derajat ke-22] planet
Merkurius.[Derajat ke-23] Bulan.[Derajat ke-24] Ether yang merupakan
planet Api. [Derajat ke-25] Udara.[Derajat ke-26] Air.[Derajat ke-27]
Tanah.[Derajat ke-28] sesuatu yang berketurunan
(Muwalladat).[Derajat ke-29] Substansi dasar (Jauhar). [Derajat ke-30]
Aksiden yang pasti (’Arad).

[Derajat ke-31] Mineral.[Derajat ke-32] Tumbuhan.[Derajat ke-33]


Benda mati/tak bergerak.[Derajat ke-34] Binatang.[Derajat ke-35]
222
Manusia.[Derajat ke-36] Alam bentuk-bentuk kepadanya dunia
terikat.[Derajat ke-37] Alam Makna tempat terikatnya ide-ide
(Barzakh).[Derajat ke-38] Alam hakekat kepadanya terikat Hari
Pembalasan.[Derajat ke-39] Surga dan Neraka. [Derajat ke-40] Pasir
Putih yang didekati oleh penduduk Surga. Ia mewakili tajalli Allah Ta’ala
dan ibu dari seluruh tempat tinggal. Sesudahnya tiada apapun selain
Zat.

Maka angka ini adalah asal dari seluruh apapun dan dengannya adonan
tanah Adam disempurnakan, yang merupakan awal alam insan datang
ke dalam wujud. Dalam nur derajat keempat wujud ia memancar
keluar sehingga alam semesta dalam kesempurnaannya memiliki
dalam dirinya sendiri hanya memiliki 4 kualitas: tetap atau
tersebar/terjamakkan dan lembut atau tebal, dan tak ada yang lain lagi.
Dan bersama-sama mereka adalah esensi Mim Muhammadan
tentangnya kita katakan bahwa ia adalah kesatuan wujud yang qadim
dan sementara. Banyak yang dapat dibicarakan tentang angka ini
tentang percabangannya secara fisik, etnik, komposisi, klasifikasi dan
semisalnya. Ini akan cukup memadai bagi seseorang yang memiliki
basirah dalam hatinya. Nama dari sebuah objek dalah gambarannya
yang terwakili dan yang membuat objek itu dapat dimengerti. Melalui
namanya, objek dibedakan dari objek yang lain, persis seperti sesuatu
yang memiliki corak warna yang dibedakan dari apa yang tidak memiliki
warna.

*******

BAB 13

223
Asal dari nama Allah adalah Al-Ilah. Namun Alif yang di tengah
dihilangkan dan Lam digabungkan dengan yang mengikutinya. Maka
katanya berubah menjadi Allah. Bagaimanapun pada asalnya ia
memiliki 7 huruf: 6 yang dapat dihitung dan yang ketuju Waw yang
dianggap ,engikuti Ha seperti yang dapat dilihat: pãrd ãd ã
Mereka adalah esensi dari 7 sifat yang mewakili makna Uluhiyah.

Sehingga Alif yang pertama adalah esensi dari nama Hayyun. Tidakkah
engkau lihat serapan kehidupan Allah dalam segala maujud? Dan kami
benar-benar telah menjelaskannya kepadamu serapan Alif ke dalam
seluruh huruf.

Huruf kedua adalah Lam Pertama: ia mewakili iradah, yang merupakan


awal tawajjuh Al Haq bagi perwujudan alam, sebagaimana terlihat
dalam hadits,” Aku adalah khazanah tersembunyi dan Aku cinta untuk
dikenal.” Dan kata ‘cinta’ adalah kata lain bagi ‘iradat’.

Huruf ketiga yaitu Alif yang kedua. Ia mewakili qudrah dalam setiap
maujudat; bahkan dalam seluruh maujudat dibawah kekuatan qudrah.

Huruf keempat adalah Lam kedua, mewakili ilmu, keindahan (Jamal)


Allah Ta’ala terkait dengan zat-Nya dan kepada ciptaan-Nya. Pada
hakekatnya tiang huruf Lam adalah tempat duduk ilmu-Nya akan zat-
Nya, sementara akar Lam adalah ilmu-Nya akan ciptaan-Nya. Maka
huruf yang sama adalah esensi akan Ilmu Universal.

Huruf kelima adalah Alif yang ketiga, mewakili pendengaran dari Dia
yang Mendengar:” tak ada satu pun yang tidak memuji-Nya.”

Huruf keenam adalah Ha’, mewakili penglihatan Allah. Lingkaran huruf


Ha’ mengingatkan seseorang pemilik pupil melaluinya Allah
memandang seluruh alam. Dan alam adalah warna putih yang dijumpai
224
di dalam mata dari lingkaran Ha’. Semua ini menunjukkan tanda bahwa
alam semesta tidak memiliki wujud yang berada diluar penglihatan
Allah kepadanya. Malahan jika Dia mengangkat pandangan-Nya dari
alam seluruhnya akan berakhir. Tepat seperti jika lingkaran Ha’ tidak
melingkari titik putih, ini tidak akan mewujud sama sekali. Namun
meskipun demikian wujud titik tetap ada, dalam hubungannya dengan
Ha’, dalam ketiadaannya. Sebab warna putih yang hadir mewujud
sebelum lingkaran Ha dan sesudahnya. Persis seperti alam dalam
hubungan dengan Allah adalah berada dalam kondisi sebelum Allah
menciptakannya Segala puji bagi-Nya! Semoga engkau memahami ini,
renungkan rahasia yang mengagumkan ini dan bandingkan apa yang
aku sebutkan dari luar dirimu dengan apa yang ada dalam dirimu. Dan
tujuan di sini tiada lain kebahagiaanmu dan menemukan esensimu.

Huruf ketujuh adakah Waw—yang nilainya adalah bagian dari derajat


keenam dari wujud—mewakili Makna yang menunjukkan kalam Allah
Ta’ala. Tidakkah engkau lihat tentang angka enam ini, bagaimana
bagian-bagian dimana angka tertingginya adalah kesempurnaan Arasy
Ar Rahman—yang dalam hubungannya kepada seluruh bagian—datang
dengan kehadiran Kun!? Dan sebagaimana firman Allah Ta’ala tiada
memiliki batas, dalam cara yang sama makhluk yang datang di bawah
lingkupan Arasy, adalah mumkinat. Dan tiada batasan bagi mumkinat.
Perhatikan tiadanya batasan dalam Wajibul Wujud, bagaimana di dalam
wujud mumkinat yang harus—sebagaimana ia dalam kegaibannya—
Dia telah menzahirkan diri-Nya sendiri dalam esensi-Nya. Karena itu 7
huruf ini menyatakan makna sebenarnya tentang Allah dan bentuk
nama-Nya dan Zat. Tiada yang ada kecuali Dia.

Manusia berbeda pendapat pada nama ini. Sebagian berkata itu


berasal dari kata kerja Alaha—ya’lahu-ilhan, yang bermakna untuk
menyembah, karena itu memperlakukan kata benda kerja sebagai kata
benda menunjukkan objek sembahan. Maka dengan berkata ilah
225
namun dengan menambahkan kepadanya penunjuk Alif dan Lam untuk
mengatakan Allah. Yang lain berkata ia berasal dari alih, dipahami
sebagai cinta bernafsu, dengan demikian menjadikan Tuhan sebagai
sumber cinta. Masih yang lain berkata ia adalah kata benda tidak
sempurna bukan turunan, yang berasal bukan dalam akar kata alh
namun sebagaimana biasanya ia menunjukkan Wajibul Wujud
darimana alam berasal, namun itu tiada lain selain 5 huruf ini[[r ãdd ã].
Dan ini juga pendapat kami, dan bukti akan hal itu adalah Allah
menyebut diri-Nya sendiri dengan nama ini sebelum menciptakan alam
semesta. Sebab nama Allah tidak membutuhkan alam semesta, tidak
seperti nama Ar Rahman yang menunjukkan tajalli, pada seseraong
yang mendapatkan rahmat atau bagian dari tindakan rahmat. Dari
berasal berasal bahwa Allah SWT tidaklah bertajalli dalam segala yang
ada atau tersembunyi dalam ilmu tentang apa yang hanya terlihat bagi-
Nya. Semoga engkau paham akan hal ini. Hal yang sama diaplikasikan
kepada nama Rabb, Kholiq dan lainnya yang bersifat Rahmaniyah dari
nama-nama Allah seperti Al Mu’thi, Al Wahhab,Al Muntaqiem An
Nafi.Yang aku maksud dengan hubungan nama-nama adalah kata-kata
yang memerlukan agen penyebab (Mu’atstshir) yang akibatnya (a’tsar)
ditunjukkan oleh mereka. Seperti Al Aliim yang membutuhkan objek
yang diketahui (ma’luum); dan Dia As Sami’,Al Bashir, Al Qadir,Al Muriid
Al Mutakallim. Demikian juga kata Kun! memerlukan Al Mukawwinan.
Sehingga ini dan yang lainnya adalah hubungan Rahmaniyah nama-
nama.

Adapun seperti yang disebutkan sebelumnya, Ar Rahman adalah Allah


dengan dasar apa yang berhak bagi Arasy dan yang dikandungnya.
Tidak seperti nama Allah Ta’ala yang merupakan tanda bagi Zat, dan
Huwiyah segala huwwiyah, eksistensi (‘Ayniyyah) dari ‘ayniyyah dan
Ananiyyah (individu utama) dari segala ananiyyah.Pandangan-Nya tak
terbatas, Dia tidak dibatasi oleh pandangan. Dia mengumpulkan segaa
sesuatunya dan yang berlawanan. Itulah sebabnya sebagian berkata
bahwa Dia adalah sumber (‘ayn) segala wujud dan yang tiada (adam).
226
Adapun yang berkata sumber segala wujud karena memang sudah
jelas. Yang berkata sumber segala yang tiada di dalamnya terdapat
rahasia yang dalam. Sebagian ahlullah yang sempurna lah yang mampu
merengkuhnya, sesuai dengan maqam spiritual mereka. Atau seseorang
yang mendobrak pintu yang telah terbuka sebelum mencapai keadaan
spiritual (hal) ini. Adalah penting untuk berkata pada subjek bahasan ini
bahwa ini adalah sebuah aspek/wajah dari wujud yang tepat disini
disebut ‘ketiadaan/adam’ disebabkan kesempurnaannya—bagi-Nya lah
pujian dan ketinggian sebab Dia berhak atas Ketinggian dan Kebesaran.

Ketahuilah bahwa kata Allah kata benda yang jika engkau paham itu
akan memberikanmu sebuah nama yang meliputi seluruh derajat
Uluhiyah. Kamu dapat melihat bahwa wajah ini adalah lebih daripada
yang engkau pahami dan tentang perbedaan zat dari milikmu. Malahan
apa yang diinginkan disini adalah zatmu. Karena itu tiada pencipta
selain Allah. Karena itu tiada apapun selian kamu? Bahkan, tiada
apapun selain Allah.

Ketahuilah bahwa ketika kami berkata ‘Al Haq, Khalqi (Ciptaan), Rabb
dan Hamba’ semuanya adalah jenjang kepemilikan satu zat. Makna dari
keseluruhan ini tidaklah cukup, dan jika kamu berhenti di sana (pada
derajat makna ini) dengan esensi hakekat ini, ini adalah fakta kamu
menyia-nyiakan waktu. Kecuali jika engkau termasuk dia yang mencium
harumnya ketika dia masih berada di dalam kelenjar binatang. Karena
itu dari keseluruhan hal ini adalah seolah-olah kamu telah memakan
daging dengan tangan orang lain dan telah menilai dirimu sesuai
dengan kondisimu dan apa yang layak bagi keadaan spiritualmu.
Apapun yang kamu temukan dalam hal ini adalah Esensi (‘Ayn)
kebenaran dan apapun yang diberikan oleh Allah kepadamu sebagai
sebuah bentuk kontak adalah esensi dari penyimpangan dari kebenaran
dan adalah sebuah bid’ah.

227
Apa yang sedang kami katakan hanya dihargai oleh Arab Persia yang
bahasanya berbeda dengan bangsa Arab dan yang tempat asalnya
berbeda dari mereka. [Atau oleh seorang] yang memberikan uang yang
tidak berkurang. [Atau oleh seorang] yang mengarahkan
kemampuannya seolah-olah melempar lembing menuju sebuah
target—mewakilkan tujuannya—dengan tujuan khusus dan dengan
tangan kanan yang kuat dan lurus, sedemikian hingga dia tidak akan
meleset, tidak juga mematahkan lembingnya, dan tujuan
pandangannya tidak menyimpang. Uluhiyah Allah melampaui
keterpudaran dan kesatuan-Nya tidak dapat dibagi.

*******

BAB 14

228
Ketahuilah bahwa nama Allah (Jalalahu) terdiri 6 huruf dan mereka
adalah [r|hXd ã]. Sebab Alif tersusun atas tiga bagian, dan mereka
adalah [Xd ã]. Huruf pertama Lam tersusun dari tiga bagian [h ãd ] Alif
yang kedua sama dengan yang pertama—yang pertama dan Lam
kedua. Huruf Ha’ tersusun atas 2 bagian. Maka seluruh kata tersusun
akan 14 huruf. Dari huruf yang bercahaya ini yang sam telah
dihilangkan sehiungga tersisa [r|hXd ã]. Alif memiliki 3 alam: alam gaib
yang tidak dapat dilihat atau dimengerti sama sekali; alam barzakh yang
dapat dan tidak dapat disaksikan dan dilihat, dan alam nyata. Inilah tiga
alam dan sejauh apa yang nyata dan ada terhubungkan, tiada apapun
selain 3 alam ini.

Tidakkah engkau lihat pada awal kata Allah ada Alif, yang dimulai
dengan Hamzah (diucapkan) dari dalam dada yang tidak pernah dapat
dilihat? Dan di tengah Alif terdapat Lam (diucapkan) dari langit-langit
dan mulut, tersembunyi namun dapat dilihat dan dipahami. Dan pada
akhirnya terdapat Fa, yang benar-benar total terlihat. Sehingga terbukti
bahwa Alif bermula dari yang paling gaib hingga terlihat. Lam milik alam
gaib dan turun ke dunia paling gaib sebab ia memiliki Alif, namun
menjadi nyata pada akhirnya dalam alam syahadah disebabkan
konsonan Fa yang seperti Miim pada awal dan tersembunyi di akhirnya.
Miim memiliki awal yang nyata, tengah yang gaib dan akhir yang nyata.
Huruf Ya berawal dari alam nyata dan berakhir dalam alam yang paling
gaib. Ia tidak memiliki jalan keluar dari tempatya dan tiada memiliki
cakrawala di belakangnya. Maka pandanglah Allah Al Jami’ ketika Dia
keluar dari yang paling tersembunyi kepada yang tersembuni dan
kemudian menyata ke alam syahadah seperti Alif lakukan; dan ketika
Dia keluar dari dari yang tersembunyi yang dapat dilihat ke alam
syahadah seperti Lam lakukan; dan ketika Dia gaib dari alam syahadah
ke alam gaib namun terlihat dan kembali ke tempat-Nya dalam alam
syahadah seperti Miim lakukan; dan ketika Dia turun dari alam gaib
kepada alam yang paling gaib seperti Ya lakukan meskipun masih dalam
229
alam gaib seperti Ha’. Keseluruhan ini adalah esensi zat Allah dan
hakekat Uluhiyah sesuai dengan kecermatan Jenjang Uluhiyah.

Pahamilah dan lihatlah betapa ajaibnya kerumitan dari struktur Nama


ini dan betapa ajaibnya bentuknya. Dan jika kita ingan katakan yang
lebih tentang hal ini kita tidak akan punya cukup tempat. Dan karya
yang terbatas ini bukanlah tempat untuk itu.

Ketahuilah bahwa alam yang kita acu sebagai gaib dari yang gaib ia
adalah kesempurnaan detil akan zat Uluhiyah dan untuk memahaminya
secara menyeluruh tidaklah mungkin sama sekali. Dan alam yang kita
acu sebagai gaib adalah alam Lahut gaib dengannya Ar Rahman layak
diseru dengan Asmaul Husna. Dan Alam musyahadah adalah alam
Mulk—dan dengan Mulk yang aku maksud termasuk di dalamnya Arasy
dari ruh, jasad dan makna.

Kamu mesti tahu dan paham bagaimana rahasia seluruh ini adalah
tentang nama-nama Allah dan bagaimana Dia menyatakan diri-Nya
sendiri sesuai dengan nama-Nya. Kamu mesti tahu bahwa Zat Mutlak
diliputi atas Allah namun Allah lebih besar dari zat diluar diri-Nya.
Sebab banyak wajah zat bukanlah Allah dan tidak memiliki Uluhiyah.
Namun setiap wajah Allah adalah Zat yang Sempurna. Ini
memberikanmu supaya paham agar tidak memisah antara Allah dan
Zat. Jangan pernah bayangkan bahwa aku membilang mereka, atau
memisah mereka mencegah mereka, membandingkan mereka, atau
membuat mereka berjisim. Aku tidak bersalah adalah kesan yang salah
ini; ia melainkan pemahaman dirimulah yang tidak menjangkau apa
yang aku katakan.Dan aku berlindung kepada Allah jika kamu
memahami namun kamu tidak memiliki penerimaan dan ilmu Uluhiyah.
Kami berlindung kepada Allah dari hal demikian dan kami memhon
pertolongan-Nya untuk membimbing kami dijalan-Nya Dia berjalan.

*******
230
BAB 15

231
Arasy adalah makrokosmos dan di sanalah Ar Rahman bersemayam.
Sementara manusia adalah mikrokosmos di sanalah Allah bertempat.
Sebab Dia menciptakan Adam dalam bentuk-Nya. Dan lihatlah kepada
dunia manusia kecil yang indah ini, bagimana ia lebih besar dan lebih
mulia dari makrokosmos. Dan renungkan bagaimana yang besar adalah
kecil dan yang kecil adalah besar, meskipun masing-masing memiliki
tempat dan statusnya sendiri. Jika kamu tahu makna dari rahasia ini
ucapan-Nya,” hati hamba-Ku yang beriman meliputi-Ku.” Juga
perkataan nabi,” Ada waktu bagiku bersama Allah ketika tiada malaikat
muqarrabin maunpun nabi yang diutus bersamaku”, maka jelas tak ada
siapapun pada saat ini meliputi beliau kecuali Allah. Berapa banyak
nabi, malaikat muqarrabin dan kaum arif yang meliputi Arasy—yang
merupakan makrokosmos—namun tidak menyadarinya atau peduli
tentang nya? Karena keagungan dari kelembutan insaniyah,
kemuliaannya dan superioritasnya atas makrokosmos telah menyata. Ia
nampak bahwa makrokosmos seperti setetes air di lautan, namun
lautan—meskipun luas—di temukan dalam setetes air dan terbuat dari
tetesan air tersebut. Sebuah titik pada setiap bagian di keliling lingkaran
memiliki bagian khususnya akan keseluruhan lingkaran dan ia
berkontribusi kepada pembentukan lingkaran. Demikian juga, ia tidak
dapat dihitung dan karenanya tidak dapat dibagi.

Sehingga titik adalah nama ‘Allah’ dan lautan adalah ‘Ar Rahman’. Allah
Ta’ala berkata,’ Katakan! Serulah Allah atau serulah Ar Rahman: dengan
nama mana saja engkau menyeru bagi-Nya lah asmaul Husna.

Kami telah jelaskan kepadamu bahwa titik dengan setiap bagian dari
keliling lingkaran memiliki hubungan dan kontribusi. Dan tiada
keraguan bahwa hubungan dan kontribusi ini juga kepada lingkaran
secara keseluruhan. Sehingga setiap titik ketika kita mengacu
kepadanya akan hubungan dan kontribusi,maka ia bermanfaat.
Sebagaimana dengan Asmaul Husna jika dengannya engkau menyeru
atau menggambarkan nama Allah, maka mereka memang mengacu
232
kepada-Nya. Adapun bagi nama Ar Rahman ia mengacu kepada satu
dari wajah Allah Ta’ala dimana Dia Nampak dalam sebuah cara yang
layak dengan Martabat Wahdaniyah.Adapun bagi keliling lingkaran ia
memiliki esensi (‘Ayn) titik sebab titik Nampak dalam setiap bagiannya.
Karena itu keliling lingkaran terbuat tiada lain dari titik.

Kamu mesti tahu bahwa Nama Ar Rahman adalah kata benda verbal
dan kapanpun kualitas ini hadir dalam sebuah kata sifat ini disebabkan
kelaziman/meratanya karakter ini dalam objek yang dilukiskan.Ini
mengacu kepada kekuatan sifatnya yang mencolok dalam objek yang
dilukiskan, Karena itulah nama-Nya Ar Rahman adalah sebuah kata
benda yang hadir di dunia dan akhirat. Ini berbeda dengan nama-Nya
Ar Rahiim sebagai rahmat di akhirat lebih menonjol daripada di dunia
ini. Sebagaimana dalam hadits,” Allah menciptakan Rahmat dan
menjadikannya ke dalam 100 bagian. Dia menahan-Nya 99 bagian – di
akhirat tidak akan dizahirkan hingga Hari Kebangkitan—dan mengirim
yang 1 bagian kepada seluruh makhluknya—di dunia ini yang mealui
rahmat ini saling bercakap-cakap dan bertukar rahmat.” Rahasia nama-
Nya Ar Rahiim adalah akhir dari dunia ini dimana Allah Ta’ala dan
pengembalian ciptaan kepada Al Haq; sebab sesungguhnya selruuhnya
berakhir di dalam Allah. Tidakkah segalanya menuju Allah? Bagi
siapakah kerajaan hari ini? Bagi Allah Al Wahid Al Qahhar.

PUISI

Mari kita kembali sebagimana adanya kita


Sebab kamu tidak mengkhianati janji kami dan tidak juga kami
mengkhianati janjimu
Dan tinggalkan fitnah dan tukang fitnah, dan seekor burung, yaitu
Seekor burung gagak dalam rumah kita untuk menyebabkan pemisahan
di antara kita.
Kami bungkuskan permadani kesalahan,keterlekatan dan pengasingan

233
Dan kami lempar jauh kejahatan dan perbedaan:semoga kejahatan
binasa,
Semoga kesatuan kembali ke lingkungan kita seperti
Kita sebelumnya, buah-buahan penyatuan kembali terpupuk
Mempelai lelaki menyanyi untuk kita dan berkata:
Semoga Allah tidak kembali ke rumah yang meninggalkan kita.
Kekasih kita akan dibebaskan sebab apa yang terjadi tiada lain adalah
mimpi
Seperti kata-kata tak berarti
Tiada peninggalan dipanjangkan;dan tiada satu pun pencelaan
Dan seorang yang merindu belum lah terjaga di malam hari
sebagaimana dia rindukan
Dan apa yang kamu ucapkan belumlah terjadi, dan apa yang telah
terjadi belum lah terjadi,
Dan kamu tidaklah meninggalkan kami. Dan kami tidaklah
meninggalkanmu.

234
235
236

Anda mungkin juga menyukai