APENDIKTOMI
I. Konsep Penyakit
A. Anatomi Apendiks
Apendiks merupakan organ yang berbentuk tabung. Dimana
panjang dari organ ini kira-kira 10 cm (kisaran 3-15cm) dan organ ini
berpangkal di sekum. Dibagian proksimal dari lumennya sempit,
sedangkan dibagian distal melebar. Namun pada bayi, apendiks
berbentuk kerucut, lebar pada bagian pangkal dan mengecil pada arah
ujungnya. Pada 65% kasus, apendiks terletak di intraperitoneal dan
pada kasus selebihnya apendiks terletak di retroperitoneal, yaitu
dibelakang sekum, di belakang kolon asendens, atau di tepi lateral
kolon asendens (Sjamsuhidajat & Jong, 2005). Persarafan parasimpatis
dari apendiks berasal dari cabang nervus vagus yang mengikuti arteri
mesenterika superior dan arteri apendikularis, sedangkan persarafan
simpatis berasal dari nervus torakalis X. maka dari itu, apabila pasien
yang menderita apendisitis, nyeri yang dirasakan pasien bermula di
sekitar umbilikus. Untuk peredaran darah apendiks berasal dari arteri
apendikularis yang merupakan arteri tanpa kolateral (Sjamsuhidajat &
Jong, 2005).
B. Fisiologi
Apendiks dapat menghasilkan lendir sekitar 1-2 ml per hari. Lendir
tersebut normalnya di hantarkan ke dalam lumen dan selanjutnya akan
mengalir ke dalam sekum. IgA (Imunoglobulin A)yang sangat efektif
dalam perlindungan terhadap infeksi ditemukan juga di apendiks.
Namun, seandainya pengangkatan apendiks dilakukan, sistem imun
tubuh tidak terpengaruh, hal ini dikarenakan jumlah jaringan limfe di
organ ini kecil sekali jika dibandingkan dengan jumlahnya di saluran
cerna
C. Definisi Apendiksitis
Appendicitis adalah suatu peradangan pada appendix, yang
merupakan saluran tersembunyi yang memanjang dari bagian depan
sekum (De Jong, 2014)
Apendisitis adalah infeksi pada appendiks karena tersumbatnya
lumen oleh fekalith (batu feces), hiperplasi jaringan limfoid, dan cacing
usus. Obstruksi lumen merupakan penyebab utama Apendisitis. Erosi
membran mukosa appendiks dapat terjadi karena parasit seperti
Entamoeba histolytica, Trichuris trichiura, danEnterobius vermikularis
(Ovedolf, 2006).
Apendisitis merupakan inflamasi di apendiks yang dapt terjadi
tanpa penyebab yang jelas, setelah obstruksi apendiks oleh feses atau
akibat terpuntirnya apendiks atau pembuluh darahya (Corwin, 2009).
D. Etiologi
Apendisitis belum ada penyebab yang pasti atau spesifik tetapi
ada faktor prediposisi yaitu:
a. Faktor yang tersering adalah obstruksi lumen. Pada umumnya
obstruksi ini terjadi karena:
1) Hiperplasia dari folikel limfoid, ini merupakan penyebab
terbanyak.
2) Adanya faekolit dalam lumen appendiks
3) Adanya benda asing seperti biji-bijian
4) Striktura lumen karena fibrosa akibat peradangan sebelumnya.
5) Infeksi kuman dari colon yang paling sering adalah E. Coli dan
Streptococcus
b. Laki-laki lebih banyak dari wanita. Yang terbanyak pada umur 15-30
tahun (remaja dewasa). Ini disebabkan oleh karena peningkatan
jaringan limpoid pada masa tersebut.
c. Tergantung pada bentuk apendiks:
1) Appendik yang terlalu panjang
2) Massa appendiks yang pendek
3) Penonjolan jaringan limpoid dalam lumen appendiks
4) Kelainan katup di pangkal appendiks
E. Klasifikasi
Appendicitis dibagi menjadi 2 yaitu appendicitis akut dan appendicitis
kronik.
1. Appendicitis akut dibagi atas :
a. Appendicitis acute focalis atau segmentalis
Biasanya hanya bagian distal yang meradang, tetapi seluruh
rongga appendix 1/3 distal berisi nanah. Untuk diagnosis
yang penting ialah ditemukannya nanah dalam lumen bagian
itu.
b. Appendicitis acute purulenta (supporativa) diffusa
Disertai pembentukan nanah yang berlebihan. Jika
radangnya lebih mengeras, dapat terjadi nekrosis dan
pembusukan disebut appendicitis gangrenosa. Pada
appendicitis gangrenosa dapat terjadi perforasi akibat
nekrosis ke dalam rongga perut dengan akibat peritonitis (De
Jong, 2014).
2. Appendicitis chronic dibagi atas:
a. Appendicitis chronic focalis
Secara mikroskopik tampak fibrosis setempat yang
melingkar, sehingga dapat menyebabkan stenosis.
b. Appendicitis chronic obliterativa
Terjadi fibrosis yang luas sepanjang appendix pada
jaringan submukosa dan subserosa hingga terjadi
obliterasi (hilangnya lumen), terutama di bagian distal
dengan menghilangnya selaput lendir pada bagian itu
F. Tanda dan Gejala
1. Nyeri tekan pada abdomen kuadran kanan bawah pada titik Mc.
Burney.
2. Anoreksia, mual dan muntah
3. Tegang pada perut.
4. Demam
5. Tanda rovsing : nyeri yang timbul dengan melakukan palpasi
kuadran kiri bawah (De Jong, 2014).
G. Patofisiologi
Sebenarnya sampai saat ini appendix belum diketahui fungsinya
secara pasti. Secara normal appendix dapat berisi makanan dan
mengosongkan diri secara teratur, dengan menyalurkan isinya ke dalam
sekum. Akan tetapi karena berbagai sebab seperti terkumpulnya fekalit,
cacing/parasit, makanan biji-bijian, bakteri yang tertahan di appendix
dapat menyebabkan appendix tersebut terinfeksi dan mengalami
penyumbatan lumen appendix. Apendix ini mengeluarkan cairan yang
berupa secret mukus akibat obstruksi atau penyumbatan lumen
tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding apendix mempunyai
keterbatasan sehingga mengakibatkan mudah infeksi dan dari
penyumbatan ini lama kelamaan akan menyebabkan terjadinya
peradangan pada apendix dengan tanda dan gejala nyeri pada titik
MC. Burney, mual, muntah, dan suhunya meningkat.
Pada proses peradangan ini, biasanya pasien dilakukan
apendictomi. Pada proses peradangan ini menyebabkan apendix
melakukan pembentukan mukus yang berlebihan, menyebabkan
peningkatan tekanan intraluminal menyebabkan oklusi end artery
apendikularis. Ini mengakibatkan terjadinya hipoksia atau kekurangan
oksigen dalam jaringan. Akibat hipoksia timbul iskemia akibat
trombosis vena intramural, mengakibatkan terjadinya nekrosis, lama
kelamaan menimbulkan gangren. Pada gangren ini akan terjadi mukosa
edema dan dapat terlepas sehingga berbentuk tukak. Dinding appendix
ini akan menipis, rapuh dan pecah akan terjadi apendisitis perforasi.
Seringkali perforasi ini terjadi dalam waktu 24-36 jam. Bila proses ini
berjalan lambat maka organ di sekitar illeum terminalis, sekum dan
omentum akan membentuk dinding mengitari apendix sehingga
berbentuk abses yang terlokalisasi (Manjoer, 2010).
Obstruksi lumen apendiks
PATHWAY
↑ hiperperistaltik ↑ sekresi cairan & lendir dari mukosa secara terus menerus Perubahan kondisi tubuh
↑rangsang viseral (n.vagus)
Sekresi mukosa menumpuk dalam apendiks Kurang paparan informasi
Mual, Muntah Intake nutrisi kurang
↑tekanan dalam lumen MK : Defisit pengetahuan
MK : Ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan
Bakteri lebih mudah Penatalaksanaan dini tidak
berkembangbiak adekuat
Aliran limfe terganggu
2. Apendiktomi Laparoskopi
Pengangkatan usus buntu ini dilakukan untuk usus buntu akut.
Apendiktomi laparoskopi merupakan alternatif yang baik untuk
pasien dengan usus buntu akut, khususnya wanita muda pada usia
subur, karena prosedur laparoskopi memiliki keunggulan diagnosa
untuk diagnosa yang belum pasti. Keunggulan lainnya termasuk
hasil kosmetik lebih baik, nyeri berkurang dan pemulihan lebih cepat
(Wijayanti, 2016).
Pada apendiktomi laparoskopi, 3 bukaan kecil dilakukan untuk
memasukkan kamera miniature dan peralatan bedah dibuat
melintang bagian bawah perut untuk mengangkat usus buntu. Ini
dibandingkan dengan 4 hingga 6 cm sayatan yang dibutuhkan untuk
apendiktomi terbuka.
inflamasi peradangan
Defisit informasi
Fokus pada
Ansietas
nyeri Hipertermi
Nafsu makan
Istirahat/ tidur menurun
berkurang
Insisi pada abdomen Kondisi tidak gangguan integritas Mual Kesadaran belum
Nyeri
kanan bawah sadar kulit & jaringan kembali penuh
Risiko
Pola Nafas Tidak ketidakseimbangan
perdarahan cairan
Efektif
Resiko syok
Risiko
hipovolemik
ketidakseimbangan
cairan
F. Komplikasi Tindakan Apendiktomi
1. Durante operasi: perdarahan intra peritoneal, dinding perut, robekan
sekum atau usus lain.
2. Paska bedah dini: perdarahan, infeksi, hamatom, paralitik ileus,
peritonitis, fistel usus, abses intraperitoneal. (Riyadi, 2015)
G. Penatalaksanaan Tindakan Apendiktomi
1. Persiapan Pasien
a. Sebelum operasi
1) Identitas pasien
2) 8 jam sebelum operasi pasien menjalani puasa hal ini
bertujuan untuk meminimalkan terjadinya regurgitasi karena
selama anestesia refleks laring mengalami penurunan.
3) Ada tidaknya gigi palsu, pemakaian lensa kontak, atau cat
kuku
4) Pencukuran daerah operasi
5) Pemasangan kateter untuk kontrol produksi urin
6) Rehidrasi
7) Antibiotik dengan spektrum luas, dosis tinggi dan diberikan
secara intravena.
8) Pemberian jenis anastesi baik lokal maupun spinal.
9) Obat-obatan penurun panas, phenergan sebagai anti
menggigil, largaktil untuk membuka pembuluh-pembuluh
darah perifer diberikan setelah rehidrasi tercapai.
10) Bila demam, harus diturunkan sebelum diberi anestesi.
11) Informed consent (Wijayanti, 2016)
b. Operasi
1) Apendiktomi dengan cara pendiks dibuang, jika apendiks
mengalami perforasi bebas,maka abdomen dicuci dengan
garam fisiologis dan antibiotika
2) Abses apendiks diobati dengan antibiotika IV, massanya
mungkin mengecil, atau abses mungkin memerlukan
drainase dalam jangka waktu beberapa hari. Apendiktomi
dilakukan bila abses dilakukan operasi elektif sesudah 6
minggu sampai 3 bulan.
3) Dilakukan desinfeksi didaerah yang akan dilakukan incisi
4) Desinfeksi yang pertama menggunakan kassa alcohol 70%
dengan cara mengoleskan dari titik dalam ke luar atau
secara seculer dan dilakukan berulang- ulang
5) Kemudian desinfeksi menggunakan betadin 10% dengan
cara seperti pada huruf b
6) Dilakukan drapping pada daerah pubis sampai menutupi
daerah ekstermitas bawah
7) Drapping kedua dari abdomen atas sampai menutup bagian
ekstermitas atas
8) Drapping ketiga pada daerah abdomen bagian samping
kanan, dan bagian sudut dipasang duk klem
9) Drapping keempat pada daerah abdomen bagian samping
kiri dan bagian sudutnya dipasang duk klem
10) Drapping terakhir yaitu menggunakan duk lubang besar yang
menutupi seluruh tubuh pasien kecuali bagian yang akan
dioperasi
11) Sebelum melakukan operasi operator memimpin berdoa
12) Operasi dimulai dengan incisi melalui titik Mc. Burney searah
garis layer 4-5 cm
13) Mengatasi pendarahan dengan cara diklem menggunakan
pean dan dicauter
14) Incisi diperdalam lapis demi lapis sampai fasia
15) Setelah sampai fasia incisi diperdalam sampai otot dan
peritonium
16) Sampai peritonium lalu dibuka dengan menggunakan
gunting jaringan, dan ambil steel depper cari appendik
17) Bila operasi apendikdi retro cecal, terlebih dahulu
dibebaskan menggunakan klem dan digunting selanjutnya
dijahit ikat dengan silk 2/0
18) Setelah apendik terbebas dilakukan tindakan apendiktomi
19) Dilakukan kontrol pendarahan dengan steel depper. Steel
depper yang dipakai dalam abdomen yang berhubungan
dengan usus dipakai kassa yang dibasahi NaCl
20) Sebelumnya keempat sisi peritonium dipegang dengan
koher, dilanjutkan control pendarahan setelah dinyatakan
pendarahan tidak ada peritonium dijahit dengan chromic O,
dilanjutkan otot dan fasia
21) Sebelum menjahit sub kutis dilakukan desinfeksi dengan
kassa betadin
22) Menjahit sub kutis menggunakan plain no 0
23) Jahitan kulit terakhir menggunakan benang dermalon/sik no
3/0
24) Luka incisi dan sekitarnya dibersihkan dengan kassa NaCl
dengan luka diberi betadin lalu dikeringkan dengan kassa
25) Luka incisi diberi sufratulle, ditutup dengan kassa kering lalu
diplester dengan menggunakan hipavix, operasi selesai,
pasien dirapikan kembali
26) Selama operasi catat jumlah urine, oksigenasi dan jumlah
perdarahan.
c. Komplikasi Intraoperasi
Komplikasi selama operasi bisa muncul sewaktu-waktu
selama tindakan pembedahan. Komplikasi yang paling sering
muncul berdasar (Majid,2011) adalah:
1) Hipotensi
Hipotensi yang terjadi selama pendarahan biasanya
dilakukan dengan pemberian obat- obatan tertentu (hipotensi
di induksi). Hipotensi diinginkan untuk menurunkan tekanan
darah pasien dengan tujuan menurunkan jumlah pendarahan
pada bagian yang dioperasi. Kewaspadaan perawat untuk
memantau kondisi fisiologis pasien, terudama fungsi
kardiovaskuler agar hipotensi yang tidak diinginkan tidak
muncul atau jka hipotensi yang bersifat malhipotensi bisa
segera ditangani.
2) Hipotermi
Hipotermi adalah kondisi tubuh dibawah 36,6 C (normal:
36,6-37,5 C). Hipotermi yang tidak diinginkan mungkin saja
terjadi akibat suhu rendah diruang operasi (25-26 C, infus
denga cairan yang dingin, inhalasi gass- gas dingin, kavitas
atau luka terbuka pada tubuh, aktivitas otot menurun, usia
lanjut, atau obat- obatan yang digunakan. Untuk menghindari
hipotermi tidak dinginkan adalah dengan mengatur suhu
ruangan operasi 25-26 C, cairan intervena dan irigrasi
dibuat pada suhu 37 C, gaun dan selimut operasi pasien
yang basah harus segera diganti, penggunaan topi operasi
untuk mencegah hipotermi. Pencegahan ini dilakukan dari
periode intar operasi hingga pasca operasi.
3) Hipertermi malignan
Hipertermi malignan merupakan ganguan otot yang
disebabkan agen anastestik. Ketika diinduksi agen anastetik
kalsium didalam sarkoplasma akan dilepas ke membran luar
yang menyebabkan terjadinya kontraksi. Secara normal,
tubuh akan melakukan mekanisme pemompaan untuk
mengembalikan kalsium didalam kantong sarkoplasma.
Sehingga otot-otot akan kembali relaksasi. Namun pada
pasien hipertermi malignan, mekanisme ini tidak terjadi
sehingga otot terus berkontraksi dan tubuh mengalami
hipermetabolisme. Akibatnya akan terjadi kerusakan pada
sistem saraf pusat . Untuk menghindari maka diberikan
oksigen 100%, natrium dantrolen, natrium bikarbonat, dan
agen relaksan otot dan lakukan monitoring tanda- tanda vital,
EKG, elektrolit, analisa gas darah.
d. Paska operasi
1) Observasi TTV
2) Angkat sonde lambung bila pasien telah sadar sehingga
aspirasi cairan lambung dapat dicegah
3) Baringkan pasien dalam posisi semi fowler
4) Pasien dikatakan baik bila dalam 12 jam tidak terjadi
gangguan, selama pasien dipuasakan
5) Bila tindakan operasilebih besar, misalnya pada perforasi,
puasa dilanjutkan sampai fungsi usus kembali normal.
6) Berikan minum mulai 15 ml/jam selama 4-5 jam lalu naikan
menjadi 30 ml/jam.Keesokan harinya berikan makanan
saring dan hari berikutnya diberikan makanan lunak.
7) Satu hari pasca operasi pasien dianjurkan untuk duduk tegak
di tempat tidur selama 2×30 menit
8) Pada hari kedua pasien dapat berdiri dan duduk di luar
kamar
9) Hari ke-7 jahitan dapat diangkat dan pasien diperbolehkan
pulang.
10) Evaluasi data fokus:
a) Dilakukan pembedahan incisi 4-5 cm diabdomen
sebelah kanan bawah
b) Dipasang selang drainase diabdomen sebelah kanan
bawah
(Devi, 2016)
2) Monitoring Fisiologi
Monitoring fisiologi yang dilakukan oleh perawat meliputi:
a) Memantau keseimbangan cairan: penghitungan balance
cairan dilakukan untuk memenuhi kebutuhan cairan
pasien
b) Memantau kardiopulmonal: pemantauan kardiopulmonal
harus dilakukan continue meliputi fungsi pernafasan,
nadi, tekanan darah, saturasi oksigen, dan pendarahan
3) Monitoring dan dukungan psikologis
a) Memberikan dukungan emosional pada paien
b) Berdiri di dekabt pasien dan memberikan sentuhan
selama prosedur induksi
c) Mengkaji status emosional pasien
d) Mengkomunikasikan status emosional pasien kepada tim
medis (jika ada perubahan)
4) Pengaturan dan koordinasi nursing care
Tindakan yang dilkukan pasien dalam mengatur dan
koordinasi asuhan keperawatan adalah:
a) Mengelola keamnan fisik
b) Mempertahankan prinsip dan teknik asepsis
b. Persiapan Dalam Kamar Operasi
1) Validasi: perawat melakukan konfirmasi kebenaran identitas
pasien sebagai dasar untuk mencocokan prosedur jenis
pembedahan yang akan dilakukan
2) Kelengkapan administrasi: Status rekam medik, data- data
penunjang (hasil laboraturium, radiologi, CT Scan, dan
informed consent)
3) Kelengkapan alat dan sarana
4) Transfusi darah (cek kesamaan golongan darah dan rhesus
pasien dengan donor)
5) Persiapan tenaga medis:
a) Operator, perawat, instrument, dan asisten operator
melakukan cuci tangan dengan air mengalir, hibiscrub
dan disikat selama 3-5 menit
b) Menggunakan gown steril yang sudah disiapkan oleh
circulating nurse
c) Memakai gloving (sarung tangan) dibantu perawat
instrument
d) Circulating nurse membuka bungkus instrument dengan
tidak menyentuh bagian yang steril dan diterima oleh
scrub nurse
e) Memasang slop meja mayo, serta diperlak dan dialasi
dengan duk steril
f) Memasang mes dan kanul suction
g) Menyiapkan betadine 10% dan alcohol 70% didalam kom
dibantu circulating nurse
h) Setelah itu mendesinfeksi dan drapping (memasang duk
steril)
i) Mendekatkan meja instrument/mayo
j) Menyambung dan memfiksasi selang suction, elektrik
couter
k) Instrument operasi dan scrub nurse telah siap
(Riyadi, 2010)
c. Persiapan Alat Habis Pakai
1) AMHP dan AMBHP
a) Alkohol 70%
b) Bisturi +handle
c) Hipavix
d) Silk no 3/0
e) Betadine 10 %
f) Sarung tangan
g) Kassa depres
h) Dermalon no 3/0
i) Botol kecil
j) NaCl
k) Sufratulle
l) SILK no 2/0
m) Chromic no 0
n) Formalin
2) AMPH Anestesi
a) Transfusi set
b) Abocath no 18
c) EKG elektroda
d) N2O
e) Spinal Needle
f) Sevorane
g) O2
h) Cairan RL
i) Cairan infus
j) Lidodex
k) Tri way
l) Spuit 3 cc, 5 cc, 10 cc
m) ET no 7
n) N2O
o) Lidocain
p) Obat pre medikasi, indikasi, dan lain- lain sesuai
kebutuhan
d. Persiapan Instrumen Bedah
1) Alat
a) Duk klem 5 buah
b) Pinset cirurgis 2 buah
c) Pinset anatomis 2 buah
d) Gunting jaringan 1 buah
e) Gunting benang 1 buah
f) Pean 10 buah
g) Kocher 4 buah
h) Steel deep 2 buah
i) Ovarium klem 1 buah
j) Needledoft 2 buah
k) Lagen beck 2 buah
l) Needle holder 3 buah
m) Klem ellis 1 buah
n) Bengkok 1 buah
o) Scapel mess no 4 1 buah
2) Linen Operasi
a) Baju operasi 3 buah
b) Duk steril 5 buah
c) Duk besar lubang 1 buah
d) Slup meja 1 buah
e) Perlak 1 buah
3) Ruang Operasi
a) Lampu penerangan ruangan yang cukup, dilengkapi
dengan lampu cadangan yang dapat segera menyala
apabila aliran listrik terhenti
b) Suhu 20- 28 C, kelembapan >50 %
c) Titik keluar listrik (electric outlet) yang dibumikan
(grounded)
d) Tempat cuci tangan dan kelengkapannya
e) Jam dinding
f) Meja operasi
g) Suction
h) Elektro cauter dan negative plat
i) Mesin anestesi
j) Tempat sampah infeksius
k) Tempat sampah medis tajam
l) Tempat instrument kotor (habis pakai)
m) Bak berisi desinfektan (salfon) untuk merendam
instrument setelah operasi, ember tertutup untuk tempat
linen kotor.
K. Diagnosa Keperawatan
1. Pre-operasi
No SDKI SLKI SIKI
1 Nyeri akut Tingkat nyeri Manajemen nyeri
Setelah dilakukan tindakan Tindakan
berhubungan dengan
keperawatan dalam 1x24 jam Observasi
agen cedera biologis diharapkan Nyeri dapat teratasi 1.Identifikasi lokasi,
dengan kriteria hasil: karakteristik, durasi, frekuensi,
(apendisitis akut)
kualitas dan intensitas nyeri
1) Keluhan nyeri dari skala 2.Identifikasi respon non verbal
1 ke skala 5 3.Identifikasi faktor yang
2) Meringis dari skala 1 ke memperberatdan
skala 5 memperingan nyeri
3) Sikap protektif dari skala 4.Monitor keberhasilan terapi
1 ke skala 5 yang sudah dilakukan
4) Gelisah dari skala 1 ke 5.Monitor efek samping
skala 5 penggunaan analgetik
5) Kesulitan tidur dari skala Terapeutik
1 ke skala 5 1.Berikan tehnik non
6) Ketegangan otot dari farmakologis dalam
skala 1 ke skala 5 melakukan penanganan nyri
7) Mual muntah dari skala 2.Kontrol lingkungan yang
memperberat nyeri
1 ke skala 5
Edukasi
1.Jelaskan penyebab, priode
dan pemicu nyeri
2.Ajarkan strategi meredakan
nyeri
3.Mengajarkan dan
menganjurkan untuk
memonitor nyeri secara
mandiri
4.Mengajarkan tehnik non
farmakologis yang tepat
5.Menganjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
Kolaborasi
Kolaborasi dalam pemberian
analgetik jika perlu
2 Defisi Nutrisi
Status Nutrisi (L. 03030) Manajemen Nutrisi (I.03119)
keperawatan dalam 1x24 jam Tindakan
berhubungan dengan
diharapkan Nyeri dapat teratasi Observasi
anoreksia, mual dan dengan kriteria hasil: 1. Identifikasi status nutrisi
1. Porsi makanan yang 2. Identifikasi alergi dan
muntah.
dihabiskan meningkat toleransi makanan
2. Frekuensi makan membaik 3. Monitor asupan makanan
3. Nafsu makan membaik Terapeutik
1. Fasilitasi menentukan
pedoman diet
2. Berikan makanan tinggi
serat untuk mencegah
konstipasi
3. Berikan suplemen makanan,
jika perlu
Edukasi
1. Anjurkan posisi duduk, jika
mampu
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian medikasi
sebelum makan (mis. Pereda
nyeri, antiemetic), jika perlu
3 Ansietas berhubunganTingkat Ansietas (L.09093)
Setelah dilakukan tindakan Reduksi Ansietas (I.09134)
dengan tindakan
keperawatan diharapkan ansietas Tindakan
pembedahan teratasi dengan kriteria hasil : Observasi
1. Verbalisasi khawatir akibat 1. Identifikasi saat tingkat ansietas
kondisi yang dihadapi menurun berubah
2. Perilaku gelisah pasien menurun 2. Monitor tanda-tanda ansietas
3. Frekuensi nadi menurun Terapeutik
1. Ciptakan suasana terapeutik
untuk menumbuhkan
kepercayaan)
2. Temani pasien untuk mengurangi
kecemasan, Jika memungkinkan
3. Pahami situasi yang membuat
ansietas
4. Dengarkan dengan penuh
perhatian
5. Gunakan pendekatan yang
tenang dan myakinkan
Edukasi
1. Anjurkan keluarga untuk
menemani pasien, Jika perlu
2. Anjurkan mengungkapkan
perasaan dan presepsi
3. Latih teknik relaksasi
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian obat
antiansietas, jika perlu
2. Intra-operasi
No Diagnosa SLKI SIKI
1 Resiko syok b.d Tingkat Syok (L.03032) Pencegahan syok (I.02068)
Observasi
Perdarahan Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor status oksigenasi
keperawatan dalam 1x24 jam 2. Monitor status cairan
diharapkan Nyeri dapat teratasi Terapeutik
dengan kriteria hasil: 1. Pasang jalur IV, jika perlu
1. Kekuatan nadi meningkat 2. Pasang kateter urin untuk
2. Tingkat kesadaran meningkat menilai produksi urin,jika
3. Akral dingin menurun perlu
Edukasi
1. Jelaskan penyebab/faktor
risiko syok
2. Jelaskan tanda dan gejala
awal syok
3. Anjurkan melapor jika
menemukan tanda dan
gejala syok
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian IV.
Jika perlu
2. Kolaborasi pemberian
transfuse, jika perlu
3. Post-operasi
No Diagnosa SLKI SIKI
1 Nyeri berhubungan Tingkat Syok (L.03032) Manajemen nyeri
Tindakan
dengan terputusnya Setelah dilakukan tindakan Observasi
keperawatan dalam 1x24 jam 1. Identifikasi lokasi, karakteristik,
kontinuitas jaringan / diharapkan Nyeri dapat teratasi durasi, frekuensi, kualitas dan
insisi pembedahan. dengan kriteria hasil: intensitas nyeri
4. Kekuatan nadi meningkat 2. Identifikasi respon non verbal
5. Tingkat kesadaran 3. Identifikasi faktor yang
meningkat memperberatdan memperingan
6. Akral dingin menurun nyeri
4. Monitor keberhasilan terapi
yang sudah dilakukan
5. Monitor efek samping
penggunaan analgetik
Terapeutik
1. Berikan tehnik non farmakologis
dalam melakukan penanganan
nyri
2. Kontrol lingkungan yang
memperberat nyeri
Edukasi
1. Jelaskan penyebab, priode dan
pemicu nyeri
2. Ajarkan strategi meredakan
nyeri
3. Mengajarkan dan menganjurkan
untuk memonitor nyeri secara
mandiri
4. Mengajarkan tehnik non
farmakologis yang tepat
5. Menganjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
Kolaborasi
Kolaborasi dalam pemberian
analgetik jika perlu
2 Gangguan integritas Intergritas kulit dan jaringan Perawatan Luka (I.14564)
(L.14125) Observasi
kulit berhubungan Setelah dilakukan tindakan - Monitor karakteristik luka
dengan insisi selama 1x8jam diharapkan Terapeutik
gangguan dapat teratasi dengan - Lepaskan balutan dan plester
pembedahan kriteria hasil : secara perlahan
1. Kerusakan jaringan menurun - Bersihkan dengan cairan
dari skala 1 ke skala 5 NaCl atau pembersih
2. Kerusakan lapisan kulit nontoksis, sesuai kebutuhan
menurun dari skala 1 ke - Pasang balutan sesuai jenis
skala 5 luka
3. Pembentukan jaringan parut - Pertahankan teknik steril saat
membaik dari skala 2 ke melakukan perawatan luka
skala 5 - Pertahankan teknik aseptik
Edukasi
- Jelaskan tanda dan gejala
infeksi
- Ajarkan mengkonsumsi
makanan tinggi kalori dan
protein
Kolaborasi
- Kolaborasi prosedur
debridement, jika perlu
- Kolaborasi pemberian
antibiotic, jika perlu
3 Gangguan mobilitas Setalah dilakukan tindakan Dukungan ambulasi
keperawatan dalam 1 x 24 jam Tindakan
fisik berhubungan diharapkan gangguan mobilitas Observasi
dengan nyeri paska fisik dapat teratasi dengan kriteria 1. Identifikasi adanya nyeri atau
hasil: keluhan fisik lainnya
operasi Mobilitas fisik 2. Identifikasi toleransi fisik
1. Pergerakan ekstremitas dari melakukan ambulasi
skala 1 ke skala 5 3. Monitor tanda tanda vital
2. Kekuatan otot dari skala 1 ke 4. Monitor keadaan umum saat
skala 5 melakukan ambulasi
3. Rentang gerak ROM dari Terapeutik
skala 1 ke skala 5 1. Fasilitasi aktivitas ambulasi
4. Kelemahan fisik dari skala 1 dengan alat bantu
ke skala 5 2. Fasilitasi melakukan mobilitasi
5. Gerakan tidak terkordinasi fisik jika perlu
dari skala 1 ke skala 5 3. libatkan keluarga untuk
membantu pasien dalam
meningkatkan ambulasi
Edukasi
1. jelaskan tujuan dan prosedur
ambulasi
2. anjurkn melakukan ambulasi
dini
3. anjurkan ambulasi sedrhana
yang bisa dilakukan
4 Resiko infeksi dengan Tingkat Infeksi (L.14137) Pencegahan infeksi (I.14539)
Setelah dilakukan tindakan Tindakan
faktor resiko post de keperawatan selama 1 x 24 Jam Observasi
entry diharapkan risiko infeksi klien 1. Monitor tanda-tanda infeksi
tidak terjadi dengan kriteria hasil : Terapeutik
1. Demam dari skala 3 (sedang) 1. Batasi jumlah pengunjung
ke skala 5 (menurun) 2. Berikan perawatan luka
2. Nyeri dari skala 3 (sedang) ke 3. Cuci tangan sebelum dan
skala 5 (menurun) sesudah kontak dengan pasien
3. Cairan berbau busuk dari 4. Pertahankan tehnik aseptik
skala 3 (sedang) ke skala 5 pada pasien berisiko tinggi
(menurun) Edukasi
1. Jelaskan tanda dan gejala
infeksi
2. Ajarkan cara cuci tangan ke
pasien da keluarga yang
berkunjung
3. Ajarkan etika batuk
4. Ajarkan cara memeriksa kondis
luka
5. Anjurkan meningkatkan asupan
nutrisi
Kolaborasi
Kolaborasi pemeberian imunisasi
jika perlu
DAFTAR PUSTAKA
Devi, Shintarini Aisah. (2016). Asuhan Keperawatan Pada Tn. A
Dengan Post Operasi Apemdiktomi. Akademi Keperawatan
Notokusumo Yogyakarta: Naskah Dipublikasikan
Majid, Syamsul. (2011). Asuhan Keperawatan Pada Ny. I Dengan
Operasi Apendiktomi Di RSUD dr. Soebandi Jember.
Universitas Muhammadiyah Jember: Naskah Dipublikasikan
NANDA. (2016). Diagnosa Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi
2012-2014. Buku Kedokteran EGC: Jakarta
Riyadi, Ahmad. (2015). Laporan Pendahuluan Pasien Dengan
Pembedahan Apendiktomi. Akademi Keperawatan
Notokusumo Yogyakarta: Naskah Dipublikasikan
Tulandi. (2011). Laporan Perioperatif Tindakan Apendiktomi.
Universitas Muhammadiyah Malang: Naskah Dipublikasikan
Wijayanti, Wenni Wira. (2016). Asuhan Keperawatan Pada Tn. A
Dengan Intra Operasi Apemdiktomi. Akademi Keperawatan
Notokusumo Yogyakarta: Naskah Dipublikasikan