Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

HUKUM ADMINISTRASI NEGARA

DISUSUN OLEH : KELOMPOK IV

SARA CLARA HAGATA BR SINAGA

MUHAMMAD RIZKY FADILLAH

BAGAS MAULANA ALFATTAH

FAKULATAS HUKUM

UNIVERSITAS HARAPAN MEDAN

2019/2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-
Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah dengan judul “Publik
Domein ” ini. Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah
Hukum Administrasi Negara dan untuk menambah ilmu pengetahuan
serta wawasan.
Makalah ini berisi tentang Publik Domein. Pengertian dan ruang
lingkup Publik Domein , kedudukan Publik Domain dalam Hukum
Administrasi Negara, kedudukan Negara atas Publik Domein,
pertanggungjawaban Negara atas Publik Domain serta status perubahan
Publik Domain
Ucapan terimakasih kami sampaikan kepada Bapak Masrul selaku dosen
pengampu pada mata kuliah Hukum Administrasi Negara yang telah
memberikan bimbingan dan arahannya, serta dukungan dari teman
teman sehingga makalah sederhana ini dapat selesai dengan baik dan
tepat waktu .
Kami meyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna
dan tidak luput dari kekurangan dan kesilapan karena keterbatasan
kemampuan. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan masukan
yang membangun untuk memperbaiki makalah ini agar lebih baik lagi
dikemudian hari.
Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat yang positif serta
dapat menambah wawasan dan pengetahuan tentang perkembangan tata
hukum di Indonesia. Terimakasih.

Medan, 4 November 2020


DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL……………………………………………………………

KATA PENGANTAR………………………………………………………….

DAFTAR ISI……………………………………………………………………

BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………

A. Latar Belakang ………………………………………….....................

B. Rumusan Masalah…………………………………………………….

C. Tujuan………………………………………………………………….

BAB II PEMBAHASAN ……………………………………………………….

A. Pengertian dan Ruang Lingkup Publik Domein………………………

B. Kedudukan Publik Domain dalam Hukum Administrasi Negara…….

C. Kedudukan Negara Atas Publik Domein……………………………..

D. Pertanggungjawaban Negara atas Publik Domain……………………

E. Status Perubahan Publik Domain……………………………………..

BAB III PENUTUP…………………………………………………………….

Kesimpulan dan Saran ……………………………………………………

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Seperti subyek hukum lainnya baik orang-orang maupun badan hukum privat,
Pemerintah sebagai badan hukum publik memerlukan hak milik dan hak-hak
lainnya untuk mencapai tujuannya. Publik Domain ialah salah satu bentuk dari
Instrument Pemerintah dalam mencapai tujuan tersebut yaitu terwujudnya
kesejahteraan rakyat yang salah satunya melalui pelayanan publik dengan
menyediakan perangkat fasilitas yang diperuntukkan terhadap publik. Dalam
melaksanakan tugasnya mewujudkan kesejahteraan umum, negara memerlukan
fasilitas, misalnya gedung-gedung pemerintah, jalan umum, mobil dinas, sungai-
sungai dan lain sebagainya. Benda-benda yang dimiliki pemerintahan tersebut
disebut publik domain atau staats domain (kepunyaan public atau kepunyaan
Negara). Jadi, publik domain dalam bentuk fasilitas sangatlah dibutuhkan oleh
masyarakat sebagai Instrumen untuk kelancaran dalam segala aktivitas dan roda
kehidupan untuk menciptakan kenyamanan dalam masyarakat, karna itu
pemerintah selaku pemilik publik domain merupakan hasil konsensus rakyat,
dengan itu maka kewajiban pemerintah untuk memberikan fasilitas yang baik demi
tercapainya kenyamanan dan kesejahteraan rakyatnya.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas dapat diambil sebuah rumusan masalah
sebagai berikut:

1. Kedudukan publik domein dalam HAN

2. Kedudukan Negara Atas Publik Domein

3. Pertanggungjawaban Negara atas Publik Domain

4. Status Perubahan Publik Domain


C. Tujuan

Adapun tujuan dari pembuatan makalah “Publik Domein ” ini ialah untuk
memenuhi tugas pada Hukum Administrasi Negara serta untuk :

1.Mengetahui dan memahami tentang pengertian dan ruang lingkup Publik


Domein.

2.Mengetahui dan memahami tentang. , kedudukan Publik Domain dalam Hukum


Administrasi Negara.

3.Mengetahui dan memahami tentang kedudukan Negara atas Publik Domein.

4.Mengetahui dan memahami tentang pertanggungjawaban Negara atas Publik


Domain .

5.Mengetahui dan memahami tentang status perubahan Publik Domain


BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Publik Domain
Kedudukan negara mengayomi warganya dalam rangka mencapai tujuan
yang telah ditetapkan. Dalam rangka itu ia memerlukan fasilitas-fasilitas
agar memudahkan pelaksanaan tugas dan fungsi itu sehingga target dan
tujuan bisa tercapai.
Fasilitas-fasilitas yang dimaksud adalah barang-barang atau benda-
benda yang diadakan dan keberadaannya tentu dipunyai oleh negara.
Benda itulah kemudian dikatakan sebagai Publik Domein.
Jadi, Publik Domain ialah suatu benda pendukung yang dimiliki oleh
Negara akan tetapi tidak dapat diperjual belikan karena sifatnya diluar
perniagaan seperti jalan, sungai, gedung, dll. Kemudian pemerintah
sendiri lebih kepada memilikinya sebagai pengawas.

B. Kedudukan Publik Domain dalam Hukum Administrasi Negara


Pada abad XIX, di kalangan ilmuwan banyak sekali berbeda pendapat
terkait dengan benda-benda yang berstatus publik domain yang memiliki
kedudukan yang berbeda-beda. Perbedaan tersebut menurut Utrecth
disebabkan karna perselisihan seputar apakah benda itu dinikmati fungsi
publik atau bukan, dan yang membedakan itu adalah sarjana dari
Perancis bernama Proudhon.
Menurut Proudhon seorang ahli hukum dari Perancis yang menguraikan
teori kedudukan hukum hak kepunyaan public dan hukum hak
kepunyaan privat, ia menjelaskan bahwa kepunyaan publik negara
adalah benda yang disediakan oleh pemerintah yang dipergunakan untuk
pelayanan publik dan penyelenggaraan fungsi pemerintahan negara.
Kekayaan atau hak kepunyaan publik diatur kepunyaannya dalam
perdata. Dalam konsep penguasaan negara ialah hak kepunyaan publik
negara dikuasai (beheren) oleh negara dan dilakukan pengawasan
(toezichtouden) oleh instrumen negara.
Benda kepunyaan publik negara tidak dapat menjadi obyek perjanjian
perdata, karna sifat hukum (rechstkarakter) kepunyaan publik negara
ditunjukan pada benda atau kekayaan yang digunakan untuk
penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan publik. Hak kepunyaan
perdata biasa tunduk pada peraturan perdata tidak dapat diklasifikasikan
sebagai kepunyaan atau dikuasai negara (staatseigenaar). Jadi, jika
benda-benda publik itu dinikmati secara pribadi oleh pejabat karena
dimaksudkan penunjang aktivitasnya maka dapat dikatakan sebagai
Kepunyaan Privat. Namun demikian, karena pejabat menggunakan
benda itu tidak didasarkan pada hukum privat maka statusnya bukan hak
milik akan tetapi hak menguasai dan mengawasi. Namun jika benda-
benda itu diperuntukan bagi rakyat maka dapat dikatakan sebagai
Kepunyaan Publik.
Namun pendapat Proudhon tersebut disangkal oleh para ilmuwan lain
seperti Prof. Vegting dan Marcel Waline, menurut mereka bahwa
pendapat Proudhon itu telah menyimpang dari pendapat umum yang ada
dan mengandung kelemahan teoritis, karena publik domain berlaku
hukum istimewa (privilege) dimana posisi negara tetap sebagai pemilik
(eigenaar), hanya saja kedudukannya sangat terbatas tidak seperti dalam
lapangan keperdataan. Menurut Barckhausen, status publik domain tidak
dimaksudkan menentang hukum perdata melainkan hanya menuntut
pengkhususan pengaturan sehingga dapat atau tidaknya diasingkan
benda-benda publik itu.
Tetapi, ahli hukum Thorbecke sependapat dengan Proudhon, bahwa
benda-benda yang bukan perniagaan tidak dapat menjadi pokok
sehingga benda-benda tersebut tidak dapat menjadi hak eigendom
(milik). Benda-benda yang tidak dapat dijadikan hak eigendom tentu
saja bukanlah milik seorang eigenaar (pemilik), kemudian ia
mendefinisikan bahwa benda-benda yang termasuk kepunyaan publik
ialah benda diluar peniagaan dengan mendasarkan pada pasal 1332 KUH
perdata yang bunyinya : “Hanya barang yang dapat diperdagangkan
saja yang menjadi pokok persetujuan” dan pasal 1953 KUH perdata
yang bunyinya: “Seseorang tidak dapat menggunakan lewat waktu
untuk memperoleh hak milik atas barang-barang yang tidak beredar
dalam perdagangan”. Jadi, benda diluar peniagaan tidak dapat menjadi
pokok bezit, maka dengan sendirinya negara tidak dapat menjadi
eigenaar atas benda-benda kepunyaan publik. Berbeda dengan
Thorbecke, menurut Mr. Von Reeken benda-benda yang
diselenggarakan untuk kepentingan umum bukanlah benda di luar
perniagaan, sebab benda-benda di luar perniagaan adalah benda-benda
yang dikeluarkan dari pergaulan hukum biasa (maka domaine public
bukanlah benda di luar perniagaan dalam keseluruhannya). Negara
adalah eigenaar (pemilik) menurut hukum privat biasa dari publik
domain sehingga hukum privat berlaku juga bagi benda-benda tersebut
sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan publiknya, maka
benda dari perniagaan yang ditujukkan untuk kepentingan umum dapat
disebut dengan domain publik.
Pendapat modern dan yurisprudesi beranggapan bahwa negara adalah
eigenaar atas domain public. Dalam ranah ilmu hukum dan
yurisprudensi di Belanda berpandangan bahwa negara adalah eigenaar
perdata biasa sebagai pemilik dari domain public, sehingga termasuk
juga pada benda-benda yang diselenggarakan untuk kepentingan umum.
Pada pasal 519, 520, 521, dan 523 KUH perdata menunjukkan benda-
benda yang dapat menjadi milik negara. Jadi pada pasal tersebut
menunjukkan alasan yuridis yang menguatkan pandangan bahwa negara
adalah eigenaar atas domain publik. Namun, di Indonesia negara tidak
dapat dikatakan sebagai eigenaar, pada pasal 33 UUD 1945 dan dengan
berlakunya UU No. 5 Tahun 1960 tentang UUPA pada buku II BW
maka ketentuan mengenai bumi, air, dan kekayaan alam yang
terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara, dan sepanjang terkait
dengan hipotik dicabut.UUPA juga mencabut Agrarische Wet 1870
(yang mengatur bahwa tanah-tanah yang tak dapat dibuktikan sebagai
eigendom (domain verkelaring) menjadi milik negara, jadi Indonesia
tidak dapat dikatakan sebagai eigenaar atas domain publik melainkan
sebagai Instrument terhadap fasilitas yang diperuntukkan terhadap
masyarakat.
C. Kedudukan Negara Atas Publik Domein
Pendapat modern dan yurisprudesi beranggapan bahwa Negara adalah
eigenaar atas domain public. Ilmu hukum dan yurisprudensi belanda
berpandangan bahwa Negara adalah eigenaar perdata biasa domain
public, bahwa termasuk juga untuk benda-benda yang diselenggarakan
untuk kepentingan umum. Pasal 519,520,521,dan 523 KUH perdata
menunjukkan benda-benda yang dapat menjadi milik nagara. Pasal
tersebut menunjukkan alasan yuridis yang menguatkan pandangan
bahwa Negara adalah eigenaar atas domain public. Bagaimana dengan
Indonesia?
Menurut hukum positif Indonesia, pemerintah atau negara tidak bisa
disebut pemilik (eigenaar) atas benda-benda obyek Agraria. Pada waktu
berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) Nomor 5 Tahun
1960 (Lembaran Negara tahun 1960 No.104), yang dimaksud dengan
“Milik Negara”, ialah “Kepunyaan Negara” (ditempatkan dibawah
hukum yang tercantum dalam KUHPerdata-Buku II). Dengan adanya
ketentuan yang ditegaskan dalam awal diktum UUPA itu, maka di
Indonesia tidak dikenal adanya pemilikan oleh negara terhadap publik
domein agraris, tetapi hukum di Indonesia hanya mengenai “Hak
Menguasai”. Jadi, dalam UUPA, negara Indonesia dalam bidang
keagrariaan tidak mengenal Domein Verklaring (tanah tak bertuan
menjadi milik negara), yang dikenal hanyalah hak menguasai oleh
negara. Dasar tentang hak menguasai oleh negara ini secara mendasar
ditentukan dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 yang berbunyi: “ Bumi
dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh
negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.”
Selanjutnya Pasal 2 UUPA menyatakan bahwa: “ Bumi, air dan ruang
angkasa termasuk kekayaan yang terkandung didalamnya pada tingkatan
tinggi dikuasai oleh negara, sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat.
Sedangkan Pasal 2 ayat (2) UUPA menyatakan bahwa yang dimaksud
hak menguasai oleh negara adalah kewenangan untuk :
1. Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, persediaan, dan
pemeliharaan bumi, air serta ruang angkasa.
2. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara
manusia dengan bumi, air, serta ruang angkasa.
3. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara
manusia dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air, serta
ruang angkasa.
Wewenang yang bersumber pada hak yang menguasai negara tersebut
digunakan untuk mencapai sebesar-besarnya kemakmuran rakyat dalam
arti kebangsaan, kesejahteraan, dan kemerdekaan dalam masyarakat dan
negara hukum Indonesia yang merdeka, berdaulat, adil dan, makmur.
Hak menguasai dari negara tersebut, pelaksanaannya dapat dikuasakan
kepada daerah masyarakat hukum adat, sekedar diperlukan dan tidak
bertentangan dengan kepentingan nasional, menurut ketentuan-ketentuan
peraturan pemerintah dan UUD 1945.

Di Indonesia, tata Inventarisasi ternyata tidak mengikuti penggolongan


barang yang dibagi berdasrkan barang pribadi dan barang pribadi milik
Pemerintah atau Negara (Privat Domein), tetapi berdasarkan pada
Instruksi Presiden No.3 Tahun 1971 tentang Inventarisasi barang-barang
milik negara atau kekayaan negara mensyaratkan penyusunan daftar
Inventarisasi atas semua barang-barang milik negara atau kekayaan
negara yang terdapat dalam lingkungan tiap instansi, baik yang ada di
dalam maupun yang ada di luar negeri, yang berasal atau di beli dengan
dana yang bersumber dari Anggaran Belanja Negara ataupun dengan
dana diluar Anggaran Belanja Negara. Surat Keputusan Menteri
Keuangan, No.Kep-225/MK/V/4/1971 tentang Pedoman Pelaksanaan
tentang Inventarisasi Barang-Barang Milik Negara/kekayaan negara
bertanggal 13 April 1971, memformulasikan bahwa : barang-barang
milik negara/kekayaan negara dapat meliputi : Semua barang-barang
milik negara/kekayaan negara yang berasal/di beli dengan dana yang
bersumber dari Anggaran Belanja Negara yang berada dibawah
pengurusan departemen, lembaga negara, lembaga pemerintah non
departemen serta unit-unit dalam lingkungan yang terdapat baik di
dalam negeri maupun di luar negeri, tidak termasuk kekayaan negara
yang telah di pisahkan antara lain kekayaan perum dan persero dan
barang-barang kepunyaan daerah otonom.

Dalam Surat Keputusan Menteri Keuangan, No: Kep-225/MK/V/4/1971,


tanggal 13 April 1971, yang dimaksud dengan barang-barang milik
negara/kekayaan negara yaitu :
1. Barang-barang Tidak Bergerak antara lain:
a) Tanah-tanah kehutanan, pertanian, perkebunan, lapangan olah raga
dan tanah-tanah yang belum dipergunakan.
b) Gedung-gedung yang dipergunakan untuk kantor, pabrik-pabrik,
sekolah, rumah sakit, laboratorium, dan lain-lain.
c) Gedung-gedung tempat tinggal tetap atau sementara.
d) Monumen-monumen.
2. Barang-barang Bergerak antara lain:
a) Alat-alat besar, seperti: buldozer, traktor, mesin pengebor tanah,
dan lain-lain.
b) Peralatan-peralatan yang di dalam pabrik, bengkel, studio,
laboratorium, stasiun pembangkit tenaga listrik dan sebagainya.
c) Peralatan Kantor seperti: mesin tik, mesin stensil, computer dan
lain-lain.
d) Semua Inventaris perpustakaan dan lain-lain Inventaris barang-
barang bercorak kebudayaan.
e) Alat-alat pengangkutan, Seperti : kapal terbang, kapal laut, bus,
truk, mobil dan lain sebagainya.
f) Inventaris perlengkapan rumah sakit, asrama, rumah yatim piatu,
rumah penjara, dan sebagainya.
3. Hewan-hewan, seperti : Sapi, kerbau, kuda, dan sebagainya.
4. Barang-barang persediaan, yakni barang-barang yang disimpan dalam
gudang atau ditempat penyimpanan lainnya.
Seperti halnya Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerahpun memiliki
barang dan kekayaan (asset), hal itu terdapat dalam ketentuan pasal 1
dari Surat Keputusan Menteri Keuangan No. Kep-225/MK/V/4/1971
tanggal 13 April 1971.
D. Pertanggungjawaban Negara atas Publik Domain
1. Arti Pertanggung jawaban
Pertanggung jawaban berasal dari kata tanggung jawab, yang berarti
keadaan wajib menanggung segala sesuatu. Dalam kamus hukum ada
tiga istilah menunjuk pada pertanggungjawaban, yakni liability,
responsibility dan acuntability. Liability merupakan istilah hukum yang
luas yang di dalamnya mengandung makna bahwa menunjuk pada
makna komprehensif, meliputi hampir setiap karakter risiko atau
tanggung jawab, yang pasti, yang bergantung, atau yang mungkin.
Liability didefinisikan untuk menunjuk semua karakter hak dan
kewajiban. Sementara itu responsibility berarti hal yang dapat
dipertanggungjawabkan atas suatu kewajiban, dan termasuk putusan,
keterampilan, kemampuan, dan kecakapan. Responsibility juga berarti
kewajiban bertanggung jawab atas undang-undang yang dilaksanakan,
dan memperbaiki atau sebaliknya memberi gantu rugi atas kerusakan
apa pun yang telah ditimbulkannya.
Dalam pengertian dan penggunaan praktis, istilah liability menunjuk
pada pertanggungjawaban hukum, yaitu tanggung gugat akibat
kesalahan yang dilakukan oleh subjek hukum, sedangkan responsibility
menunjuk pada pertanggungjawaban politik. Dalam ensiklopedi
administrasi, responsibility adalah keharusan seseorang untuk
melaksanakan secara selayaknya apa yang telah diwajibkan kepadanya.
Sedangkan acuntability ialah sesuai dengan Pasal 7 Undang-Undang
Nomor 28 Tahun 1999 menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan
“Asas Akuntabilitas” adalah asas yang menentukan bahwa setiap
kegiatan dan hasil akhir dari kegiatan Penyelenggara Negara harus dapat
dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai
pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Oleh sebab itu seseorang yang
mendapatkan amanat harus mempertanggungjawabkannya kepada
orang-orang yang memberinya kepercayaan.
2. Arti Public Domein
Public domain atau staat domain ialah suatu benda pendukung yang
dimiliki oleh Negara akan tetapi tidak dapat diperjual belikan karena
sifatnya diluar perniagaan dan pemerintah sendiri lebih kepada
memilikinya sebagai pengawas. Ada beberapa pendapat yang
menyatakan Negara memiliki atau menguasai public domain dan ada
pula yang menyatakan Negara hanya sebagai pengawas dari public
domain tersebut.
a. Proudhon, pemerintah bukanlah pemilik (eigenaar), melainkan hanya
sebagai pihak yang menguasai (beheren) dan melakukan pengawasan
terhadap benda-benda kepunyaan publik.
b. Prof. Vegting mengatakan bahwa public domein ialah benda di luar
perniagaan, namun berdasarkan penelitian historik tidak ada alasan
untuk menyatakan bahwa publik domein tersebut bukan menjadi
eigendom negara. Pemberian pengertian benda diluar perniagaan
hanyalah untuk menyatakan batal terhadap setiap perjanjian jual beli atas
benda tersebut.
c. Mr. Von Reeken, Domain publik bukanlah benda diluar perniagaan,
karena benda diluar perniagaan adalah benda yang dikeluarkan dari
pergaulan hukum biasa. Negara adalah eigenaar menurut hukum privat
biasa dari public domein sehingga hukum privat tetap berlaku kepada
benda-benda tersebut sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan
publiknya. Bilamana benda-benda tersebut digunakan untuk kepentingan
umum maka sebagian dari benda-benda itu menjadi benda “diluar
perniagaan” sehingga seluruhnya dikeluarkan dari lapangan hukum
privat biasa.
Jadi, kesimpulannya ialah bahwa Negara adalah eigenaar dan domein
public ialah eigendom dari negara, seperti halnya yang telah diikuti oleh
hukum dan yurisprudensi Negara Belanda. Memang pada umumnya
ilmu hukum dan yurisprudensi Negara Belanda menganggap bahwa
negara adalah eigenaar perdata biasa terhadap public domein itu, bahkan
terhadap benda-benda yang ditujukan untuk kepentingan umum. Ini
artinya bahwa pendapat Von Reeken diterima bahwa negara adalah
eigenaar, akan tetapi pendapatnya yang mengatakan jika benda-benda
yang ditujukan untuk kepentingan umum dikeluarakan dari benda-benda
perniagaan tidak diterima. Sebab menurut ilmu hukum dan yurisprudensi
itu benda-benda yang ditujukan untuk kepentingan umum masih menjadi
milik negara, sehingga negara masih tetap menjadi eigenaar. Dengan
demikian, maka pendapat modern mengatakan bahwa negara merupakan
eigenaar dari domein public. Hal tersebut sesuai dengan ketentuan-
ketentuan pasal 519, 520, 521 dan 523 KUHP yang menunjuk benda-
benda mana yang menjadi eigendom dari negara.
Tokoh Proudhon dari Prancis membagi public domain atau staats
domain menjadi dua, yaitu :
a. Kepunyaan privat (private domain)
Dalam hal ini Kepunyaan privat meliputi benda-benda yang dipakai oleh
aparat pemerintah secara langsung, dimana kemanfaatan benda-benda
tersebut jarang diperuntukkan untuk umum. Contohnya rumah dinas,
gedung BUMN, kendaraan dinas, alat-alat elektronik dinas seperti
komputer dan lain-lain.
b. Kepunyaan publik (public domain)
Kepunyaan public meliputi benda-benda yang disediakan pemerintah
untuk masyarakat secara umum, dimana kemanfaatan benda-benda
tersebut lebih diperuntukkan untuk masyarakat secara umum. Contohnya
jalan-jalan umum, sungai-sungai, termasuk juga kantor pemerintah dan
lain sebagainya. Pembagian tersebut merupakan pengolongan perbedaan
domain yang dipakai sepenuhnya oleh pemerintah dan mana yang
diperuntukan untuk kepentingan umum. Disini sangat terlihat perbedaan
hak–hak istimewa yang diperoleh pemerintah berbanding terbalik oleh
apa yang dapat dinikmati oleh umum sehingga terkesan perbedaan itu
menonjol di hak-hak pemerintah dan masyarakat pada umumnya.

E. Status Perubahan Publik Domain


Kewenangan tata usaha negara untuk mencabut hak milik seorang warga
atau menuntut pemakaian atas milik nya (seluruhnya atau sebagiannya
atau untuk waktu tertentu) hanya dapat didasarkan pada suatu ketentuan
perundang-undangan yang tegas. Berkenaan dengan pencabutan hak
milik (ointegening), di Belanda, pada pasal 14 ayat 1 dan 2 dari
Nederlandse Grondwet 1983 ditetapkan:
1. pencabutan hak hanya dapat dilakukan untuk kepentingan umum dan
dengan ganti-rugi yang dijamin sebelumnya, satu dan lain berdasarkan
undang-undang yang berlaku.
2. Ganti rugi tidak perlu dijamin terlebih dahulu, jika dalam keadaan
darurat diperlukan pencabutan hak.
Dalam hal terjadi pencabutan hak atas tanah, ganti rugi diharuskan
penuh, pada pasal 40 Onteigeningswet menetapkan: “pemberian ganti
rugi merupakan penggantian yang penuh bagi semua kerugian yang
secara langsung dan tak terhindarkan diderita oleh yang dicabut haknya,
karena kehilangan barangnya”. Onteigeningswet didasarkan pada
pendapat bahwa tata usaha negara yang secara bertentangan dengan
kehendak pemilik telah mencabut milik orang itu harus bersedia
memberikan ganti rugi kepada pemilik sedemikian rupa, sehingga
ditinjau dari sudut finansial, pemilik tidak menderita kerugian.
Di Indonesia, tanah merupakan salah satu fasilitas dari negara untuk
kepentingan umum, tanah yang merupakan hak privat seseorang dapat
berganti status menjadi hak milik publik yang diwakili oleh negara.
Perubahan status tersebut didasarkan kepada kebutuhan publik dalam
bidang tata ruang kota atau dalam kepentingan-kepentingan negara
untuk publik, misalnya: dengan membangun taman kota, lahan hijau,
atau untuk pelestarian pohon, yang harus di dasarkan pada ketentuan per
Undang-Undang yang berlaku yakni UU No. 2 tahun 2012 tentang
Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum,
dengan mencakup asas-asas sebagai berikut: kemanusiaan, keadilan,
kemanfaatan, kepastian, keterbukaan, kesepakatan, keikutsertaan,
kesejahteraan, keberlanjutan, dan keselarasan. Perubahan status hak
privat menjadi hak milik publik harus didasarkan dengan tujuan yang
jelas sesuai pasal 3 UU No. 2 tahun 2012 yakni pengadaan tanah untuk
kepentingan umum bertujuan menyediakan tanah bagi pelaksanaan
pembangunan guna meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran
bangsa, negara, dan masyarakat dengan tetap menjamin kepentingan
hukum Pihak yang Berhak dengan cara memberikan ganti rugi yang
layak dan adil yang dijamin dalam pasal 9 UU No. 12 tahun 2012.[7]
Jadi, perubahan status hak milik private menjadi hak milik publik
(publik domain) dapat dilakukan dengan mendasarkan pada syarat-syarat
dalam ketentuan per Undang-Undangan yang berlaku.
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Public domain atau staat domain merupakan suatu benda pendukung
yang dimiliki oleh Negara akan tetapi tidak dapat diperjual belikan
karena sifatnya diluar perniagaan dan pemerintah sendiri lebih kepada
memilikinya sebagai pengawas. Publik Domain (kepunyaan publik) bisa
diartikan sebagai fasilitas sebagai penunjang kesejahteraan rakyat dari
negara karna publik domain sebagai instrument dari pemerintah untuk
memberikan kemudahan, kenyamanan, dan kemakmuran rakyat.
Dalam mencapai terwujudnya kemudahan, kenyamanan, dan
kemakmuran rakyat, perlu adanya perubahan status privat domain
menjadi publik domain oleh negara untuk kepentingan umum seperti
jalan, taman kota, lahan hijau, dll, dengan mengacu pada ketentuan
Undang-undang yang berlaku maka perubahan status tersebut diperlukan
untuk mencapai tujuan bersama sebagai bentuk peran pemerintah dalam
mensejahterakan rakyatnya.
DAFTAR PUSTAKA

M.Hadjon, Philipus dkk. Pengantar Hukum Administrasi Indonesia,


(Yogyakarta: Gadjah Mada University Press),1997.
Marbun, ST., Moh. Mahfud MD, Pokok-Pokok Hukum Administrasi
Negara, (Yogyakarta: Liberti), 1987.
Widodo, Joko, Good Governance (Telaah dan Dimensi Akuntabilitas
dan Kontrol Birokrasi Pada Era Desentralisasi dan Otonomi Daerah),
Insan Cendekia, Surabaya, 2001.
http://www.urcendekia.co.id/Kumpulan_Artikel:
Artikel_Akuntansi:Akuntabilitas_dalam_Sektor_Pemerintahan
www.djohansjahmarzoeki-rationalthinking.com
UU No. 2 Tahun 2012

Anda mungkin juga menyukai