Anda di halaman 1dari 11

KONSELOR SEBAYA:

PEMBERDAYAAN TEMAN SEBAYA DALAM SEKOLAH GUNA


MENANGGULANGI PENGARUH NEGATIF LINGKUNGAN

Sarmin

Kepala SDN Sumberdiren 01 Kec. Garum Kab. Blitar


Email: sarmingarum@gmail.com

Abstrak: Hubungan sebaya memiliki peranan yang


Tersedia Online di
kuat dalam kehidupan remaja. Hubungan sebaya
http://www.jurnal.unublitar.ac.id/ menimbulkan suatu hubungan saling percaya antar
index.php/briliant teman sebaya. Hubungan ini dapat menimbulkan
suatu perilaku dimana remaja lebih percaya
Sejarah Artikel terhadap teman sebaya daripada dengan orang tua
Diterima pada 20 Januari 2017 Sehingga pembentukan dan pelatihan konselor
Disetuji pada 22 Januari 2017 sebaya dapat menjadi suatu pilihan yang tepat
Dipublikasikan pada 1 Februari dalam upaya membentengi anak atau remaja dari
2017 Hal. 102 - 112 pengaruh negative lingkungan. Hal ini juga yang
diterapkan oleh dinas pendidikan kota Surabaya
Kata Kunci: yang mana berhasil menekan dan menanggulangi
konselor sebaya, teman sebaya, perilaku menyimpang siswanya. Dalam
pemberdayaan ini hendaknya guru tetap
sekolah, pengaruh negatif,
lingkungan memberikan pembinaan, pelatihan dan
pendampingan.

Hubungan sebaya memiliki peranan yang kuat dalam kehidupan remaja.


Fokus dari hubungan sebaya adalah bagaimana seseorang dapat diterima dalam
suatu pertemanan dengan teman yang memiliki kesamaan dalam usia, latar
belakang ataupun nasib. Hubungan dapat terjadi dengan eratnya. Bahkan
hubungan ini dapat memberikan kenyamanan serta kepercayaan antar sebaya.
Kelompok teman sebaya sebagai lingkungan social bagi remaja (siswa)
mempunyai peranan yang cukup penting bagi perkembangan kepribadiannya.
Peranan itu semakin penting, terutama pada saat terjadinya perubahan dalam
struktur masyarakat pada beberapa dekade terakhir ini yaitu (1) perubahan
struktur keluarga, dari keluarga besar ke keluarga kecil, (2) kesenjangan antara
generasi tua dan generasi muda, (3) ekspansi jaringan komunikasi di antara
kawula muda, dan (4) panjangnya masa atau penundaan memasuki masyarakat
orang dewasa (Yusuf, 2016:59).
Hubungan sebaya menimbulkan suatu hubungan saling percaya antar
teman sebaya. Hubungan ini dapat menimbulkan suatu perilaku dimana remaja
lebih percaya terhadap teman sebaya daripada dengan orang tua. Walaupun
sejatinya seorang remaja tetap membutuhkan orangtua sebagai pembimbing
terutama ketiga menghadapi suatu masalah yang akut. Orang tua tetap sebagai
tempat kembali bagi anak atau remaja.
Untuk itu, peran teman sebaya merupakan suatu agen yang strategis dan
vital dalam membimbing dan mengarahkan kehidupan remaja. Terlebih

102 BRILLIANT: Jurnal Riset dan Konseptual


Volume 2 Nomor 1, Februari 2017
kepribadian remaja yang memiliki kecenderungan merasa dewasa, ingin menang
sendiri dan mencari jati diri. Masa remaja merupakan masa pencarian jati diri
yang mendorongnya mempunyai rasa keingintahuan yang tinggi, ingin
tampil menonjol, dan diakui eksistensinya. Namun disisi lain remaja mengalami
ketidakstabilan emosi sehingga mudah dipengaruhi teman dan mengutamakan
solidaritas kelompok (Pratiwi, 2011:347).
Sehingga pembentukan dan pelatihan konselor sebaya dapat menjadi
suatu pilihan yang tepat dalam upaya membentengi anak atau remaja dari
pengaruh negative lingkungan. Serta dampak negative pergaulan yang semakin
bebas seiring pesatnya perkembangan teknologi.

PEMBAHASAN
Teman Sebaya
Teman sebaya merupakan teman sepermaian yang ada disekitar individu
yang memiliki usia relatif sama. Selain ditinjau dari kesamaan usia, sebaya juga
bisa ditinjau dari kesamaan kedewasaan. Teman sebaya adalah orang dengan
tingkat umur dan kedewasaan yang kira – kira sama (Santrock, 2007:205).
Kelompok teman sebaya adalah sekelompok teman yang mempunyai ikatan
emosional yang kuat dan siswa dapat berinteraksi, bergaul, bertukar pikiran, dan
pengalaman dalam memberikan perubahan dan pengembangan dalam kehidupan
sosial dan pribadinya (Usman, 2013:58).
Teman sebaya tidak terbatas pada gender tertentu. Bahkan seringkali
ditemukan grup sebaya yang anggotanya lintas gender. Dalam satu grup yang
cukup besar terdiri dari anak laki-laki dan perempuan dengan rentang usia dan
kedewasaan yang relatif sama. Hubungan demikian sudah dilakukan sejak
seseorang lahir dan akan terus berlanjut. Melalui hubungan – hubungan dengan
teman sebaya orang akan melakukan berbagai hal yang menjadi keyakinan
bersama. Lebih lanjut dikatakan Hidayati (2016:32) Peran teman sebaya sangat
berpengaruh pada perilaku untuk menunjukkan identitas dirinya, agar dapat
diterima dan diakui oleh kelompok.
Sebaya memiliki kecenderungan untuk membuat grup-grup sebaya
berdasarkan kesamaan – kesamaan tertentu. Hal ini dilakukan sebagai upaya anak
dalam kelompok tersebut untuk mempelajari lingkungan disekitarnya,
mendapatkan informasi tertentu serta mengukur kemampuannya. Seperti
dikatakan Santrock (2007:205) bahwa salah satu fungsi terpenting dalam sebaya
adalah memberikan sumber informasi dan perbandingan tentang dunia luar
keluarga. Teman sebaya merupakan tempat bagi remaja untuk memperoleh
motivasi dan melepaskan ketergantungan dari orangtua dan orang dewasa lain
(Ardi, 2012:2).
Anak –anak menerima umpan balik tentang kemampuan mereka dari
grup sebaya mereka. Dari umpan balik tersebut kemudian anak akan
mengevaluasi apa – apa saja yang telah mereka miliki. Yang mana hubungan
timbal balik tersebut akan sulit mereka temukan dalam lingkungan keluarga.
Dikarenakan perbedaan usia antar individu dalam satu saudara yang biasanya
lebih tua atau lebih muda.

103 BRILLIANT: Jurnal Riset dan Konseptual


Volume 2 Nomor 1, Februari 2017
Timbal balik yang terjadi akan memunculkan suatu interaksi sosial antar
sebaya. Interaksi sosial yang baik akan mengembangkan sosioemosional yang
normal, terutama ketika telah mencapai usia remaja. Seperti dikatakan Strantrock
(2007:205) bahwa hubungan sebaya yang baik diperlukan untuk perkembangan
sosioemosional yang normal. Anak anak yang menarik diri, yang ditolak oleh
sebaya atau menjadi korban dan merasa kesepian, memiliki risiko untuk
mengalami depresi. Ketika sudah mencapai depresi maka akan muncul perilaku
agresif yang mengarah kepada hal negatif.
Hubungan sosioemosional yang normal akan membawa anak pada
keterampilan dan timbal balik yang positif. Melalui hubungan sosioemosional
yang memunculkan suatu interaksi sebaya anak belajar bagaimana cara
berinteraksi yang simetrtis dan timbal balik. Hal ini menurut Santrock (2007:205)
dikarenakan orang tua memiliki pengetahuan atau otoritas yang lebih besar
daripada anak, interaksi orang tua-anak seringkali mengajar anak bagimana
menyesuaikan diri dengan peraturan dan regulasi. Sebaliknya hubungan sebaya
lebih cnderung terjadi secara setara.
Dengan sebaya, individu belajar merumuskan dan mengungkapkan
pendapat, menghargai sudut pandang sebaya, merundingkan solusi atas
perselisihan secara kooperatif, dan mengubah perilaku yang diterima oleh sebaya.
Selain itu mereka juga akan menjadi pengamat yang tajam terhdap minat dan
prespektif sebaya dalam mengintgrasikan diri secara utuh dalam aktivitas seabaya.
Sullivian (dalam Santrock, 2007:205) menambahkan bahwa melalui sebaya
remaja belajar menjadi pasangan-pasangan yang terampil dan sensitif dalam
hubungan dekat dengan membentuk persahabatan yang erat dengan sebaya
terpilih.
Selain itu, Piaget dan Kohlberg (dalam Santrock, 2007:205) juga
mengemukakan fungsi lain dari grup sebaya. Menurut Piaget dan Kohlberg,
hubungan teman sebaya yang diwarnai memberi dan menerima, anak-anak akan
mengembangkan pemahaman sosial dan logika moral mereka. Anak-anak
menggali prinsip keadilan dan kebaikan dengan menghadapi perselisihan dengan
sebaya.
Hubungan sebaya akan mengarah pada negatif atau positif (Santrock,
2007:206). Adakalanya kelompok sebaya yang beranggotakan individu-individu
baik akan menularkan perilaku positif pada sebayanya. Adakalanya kelompok
sebaya yang berangotakan individu yang kurang baik akan menularkan perilaku
negatif pada sebayanya. Sehubungan dengan hal tersebut dikatakan bahwa
pengaruh yang diberikan grup sebaya bergantung pada latar dan konteks
spesifiknya. Hal ini didukung oleh Brwon (dalam Sntrock, 2007:206) yang
mengatakan bahwa sebuah grup sebaya remaja merujuk kepada orang-orang
lingkungan tetangga, orang-orang rujukan, tim olahraga, kelompok sahabat, dan
teman.
Dengan demikian dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa fungsi grup
sebaya dapat digolong menjadi tiga, yaitu (1) Sebagai sumber informasi mengenai
dunia di luar keluarga. (2) Sumber kognitif, untuk pemecahan masalah dan
perolehan pengetahuan. (3) Sumber emosional, untuk mengungkapkan ekspresi

104 BRILLIANT: Jurnal Riset dan Konseptual


Volume 2 Nomor 1, Februari 2017
dan identitas diri. Yang ketiga fungsi tersebut akan memberikan dampak yang
lauar biasa bagi perkembangan anak.

Perkembangan Hubungan Sebaya


Pada usia balita, anak-anak lebih banyak menghabiskan waktunya untuk
bermain dengan sebayanya yang berjenis kelamin sama dibandingkan dengan
lawan jenis. Preferensi tersebut akan terus meningkat kualitasnya pada awal masa
kanak-kanak. Walaupun interaksi agresif dan permainan yang kasar meningkat,
proporsi pertukaran yang agresif, dibandingkan dengan pertukaran yang ramah,
menurun (Santrock, 2007:206). Lebih lanjut, dikatakan Rubin (dalam Santrock,
2007:206) banyak anak – anak prasekolah menghabiskan waktu yang cukup lama
dalam interaksi sebaya hanya dengan mengobrol dengan teman bermain tentang
menegosiasikan peran dan aturan dalam permainan, berdebat, dan setuju.
Ketika memasuki masa sekolah dasar, timbal balik menjadi sangat
penting dalam hubungan sebaya. Anak-anak bermain, berkelompok, dan membina
persahabatan. Hingga kira-kira usia 12 tahun, prefernsi mereka akan kelompok
berjenis kelamin sama meningkat. Jumlah waktu yang dihabiskan anak – anak
dalam interaksi sebaya meningkat dari kira-kira 10 % pada usia 2 tahun, 20 %
pada usia 4 tahun, dan lebih dari 40 % pada usia 7 dan 11 tahun. Hari sekolah
biasanya mencakup 299 interaksi dengan sebaya (Desmita, 2015: 184-185).
Selain hal tersebut, perubahan yang mencolok pada akhir masa kanak –
kanak adalah peningkatan jumlah anggota dalam grup sebaya serta interaksi
mereka yang lebih sedikit diawasi orang dewasa (Rubid, dkk, dalam Santrrock,
2007: 206).
Interaksi yang banyak pada masa sekolah dasar mengambil bentuk yang
bervariasi-kooperatif dan kompetitif, bising dan hening, bergembira dan
memalukan. Dalam masa ini pengaruh jenis kelamin (gender) semakin
berpengaruh. Gender tidak hanya mempengaruhi komposisi kelompok anak, tetapi
juga ukuran dan inetraksi di dalamnya (Macoby, dalam Santrock, 2007:207).
Anak perempuan cenderung untuk membentuk kelompok yang kecil dan lebih
menyenangi pada aktivitas – aktivitas yang tidak berbahaya dan banyak terlibat
pada percakapan-percakapan kolaboratif. Sedangkan anak laki – laki cenderung
untuk membentuk kelompok besar dan lebih menyenangi kegiatan – kegiatan
ekstrem, kompetisi, pertunjukan ego, dan mencari dominasi.
Orang tua sebagai bagian dari keluarga memiliki peranan penting dalam
penentuan kepribadian anak. Otomatis dalam hal ini juga mempengaruhi perilaku
anak mereka. Bahkan perilaku hubungan sebaya anak juga dikaitkan dengan
perilaku orang tua dalam mendidik dan mengatur anaknya. Orang tua mungkin
mempengaruhi hungungan sebaya anak melalui banyak cara, baik langsung
maupaun tidak langsung. Karena suatu hal, mereka mungkin saja melatih anak
mereka cara berhubungan dengan sebaya (Ladd & Petit, dalam Santrock,
2007:207). Lebih lanjut hasil inverstigasi Rubin & Sloman (dalam Santrock,
2007:207) orang tua menunjukkan bahwa mereka merekomendasikan strategi
tertentu kepada anak mereka terkait dengan hubungan sebaya.
Orang tua juga mempengaruhi hubungan sebaya anak mereka melalui
cara mereka mengatur kehidupan anak mereka dan kesempatan mereka untuk

105 BRILLIANT: Jurnal Riset dan Konseptual


Volume 2 Nomor 1, Februari 2017
berinteraksi dengan teman sebaya. Hasil penelitian oleh Ladd & Hart (dalam
Santrock, 2007: 207) menunjukkan bahwa orang tua yang sering memulai kontak
sebaya untuk anak mereka yang berusia prasekolah memiliki anak-anak yang
lebih diterimaoleh sebaya mereka dan memiliki tingkat perilaku prososial yang
lebih tinggi. Lebih lanjut pilihan lingkungan yang diberikan oleh orang tua akan
menentukan pilihan lingkungan sebaya yang dipilih anak.
Hubungan orang tua dan anak memiliki fungsi emosional untuk
menjelajahi dan menikmati hubungan sebaya. Hubungan orang tua – anak tersebut
juga memperlihatkan perilaku anak terhadap sebaya. Beberapa anak yang ahli
penggertak dengan beberapa anak yang menjadi korban memiliki sejarah
hubungan orang tua –anak yang berbeda. Orang tua anak ahli penggertak sering
menolak mereka, bersifat otoritarian, dan bersifat permisif terhadap perilaku
agresif anak mereka, dan keluarga anak pengertak diatndai oleh percekcokkan.
Sebaliknya orangtua korban adalah pengkhawatir dan terlalu protektif, melakukan
pengawasan khusus untuk menghindarkan anak mereka dari agresi (gertakan)
(Santrock, 2007:208). Dalam perkembangannya, anak yang mampu beradaptasi
dengan dengan baik adalah anak yang tidak terlibat dalam upaya penggertakan
dan sebagai korban gertak. Orang tua anak tersebut tidak menghukum perilaku
agresif dan keterlibatan responsif mereka dengan putra mereka menghasilkan
perkembangan sifat asertif.
Walaupun demikian, anak tetap belajar tentang cara- cara lain selain yang
diajarkan orang tua dalam berhubungan dengan sebaya. Dunia anak dan orang tua
adalah dua dunia yang berbeda. Namun keduanya saling terkoordinasi secara
emosional dan struktur. Ketika anak bermain maka inilah hubungan anak dengan
sebayanya, ketika stres anak akan kembali kepada orang tua, inilah hubungan
orang tua dan anak. Dalam hubungan orangtua- anak, anak belajar untuk
bagaimana berhubungan dengn figur pemegang otoritas. Dalam hubungan sebaya
anak lebih berinteraksi pada posisi yang jauh lebih setara dan belajar cara
berhubungan yang dipengaruhi oleh timbal balik.

Status Sebaya
Status sebaya diukur dengan pengukuran sosiometrik. Penerapannya
yaitu dengan meminta anak mengujur seberapa jauh mereka menyukai atau tidak
menyukai masing- masing teman sekelas mereka. Dari pengukuran tersebut
didiapt lima status sebaya sebagai berikut, (1) Anak-anak populer, (2) anak-anak
rata-rata, (3) anak-anak yang diabaikan, (4) anak-anak yang ditolak, (5) anak-anak
kotroversial.
Anak – anak populer memiliki sejumlah kemampuan sosial yang
membantu mereka disukai (Santrock, 2007:211). Anak-anak yang ditolak oleh
sebaya mereka cenderung kurang terlibat dalam partisipasi di kelas, lebih
cenderung mengutarakan keinginan untuk menghindari sekolah, dan cenderung
lebih sering merasa kesepian dibanding anak-anak yang diterima oleh sebaya
mereka (Buhs&Ladd, dalam Santrock, 2007:211).
John Coie (dalam Santrock, 2007:211), memberikan tiga alasan mengapa
anak yang agresif memiliki masalah dalam hubungan sosial. Adapaun alasan
tersebut adalah sebagai berikut, (1) Anak anak agresif yang ditolak tersebut lebih

106 BRILLIANT: Jurnal Riset dan Konseptual


Volume 2 Nomor 1, Februari 2017
implisif dan memiliki masalah dalam mempertahankan perhatian. Hasilnya,
mereka lebih cenderung mengacau dalam kegiatan di kelas dan dalam permainan
kelompok. (2) Anak-anak agresif yang ditolak tersebut lebih reaktif secara
emosional. Kemaraan mereka lebih mudah tersulut dan mereka mungkin lebih
sulit menenangkan diri ketika marah. Karena hal ini, mereka lebih cenderung
marah pada sebaya dan menyerang secara verbal dan fisik. (3) Anak anakyang
ditolak memiliki kemampauan sosial yang lebih sedikit dalam berteman dan
mempertahankan hubungan yang positif dengan sebaya.

Konselor Sebaya
Kemudian didasari pentingnya dan vitalnya peran teman sebaya dalam
perkembangan anak maka muncullah suatu gagasan tentang konselor sebaya.
Konselor sebaya adalah pendidik sebaya (tutor sebaya) yang secara fungsional
punya komitmen dan motivasi yang tinggi untuk memberikan konseling bagi
kelompok remaja/mahasiswa sebayanya, telah mengikuti pelatihan/orientasi
konseling (BKKBN, 2012:13).
Gagasan tersebut dianggap penting mengingat fungsi-fungsi dari tema
sebaya. Juga untuk membantu anak untuk memecahkan masalahnya serta
menghindari pengaruh negatif yang ditumbulkan oleh pertemanan dengan teman
sebaya. Keeratan, keterbukaan dan perasaan senasib yang muncul diantara sesama
remaja dapat menjadi peluang bagi upaya fasilitasi perkembangan remaja. Pada
sisi lain, beberapa karakteristik psikologis remaja (antara lain emosional, labil)
juga merupakan tantangan bagi efektifitas layanan terhadap mereka (Suwarjo,
2008:1). Konseling sebaya memungkinkan siswa memiliki keterampilan guna
mengimplementasikan pengalaman kemandirian dan kemampuan mengontrol diri
secara bermakna bagi remaja. Secara khusus, konseling teman sebaya tidak
memfokuskan pada evaluasi isi, namun lebih memfokuskan pada proses berfikir,
poses perasaan, dan proses pengambilan keputusan (Wahid, 2013:7).
Dibutuhkan sebuah strategi pengelolaan bimbingan konseling yang baru
untuk membantu siswa dalam memecahkan permasalahan pribadinya. Salah satu
strategi yang dapat digunakan adalah dengan membentuk kelompok konselor
sebaya (Shohib, 2016:35). Hal ini dapat dipahami karena periode remaja
merupakan periode yang sangat dekat dengan peer group, membutuhkan
pengakuan dari kelompok atau teman sebaya dan membutuhkan identitas baru
yang bisa meningkatkan harga dirinya (Hurlock, 2002). Hal ini juga yang
mungkin mendasari suatu perilaku dimana anak (remaja) lebih memilih untuk
menyampaikan curahan hatinya kepada teman sebaya dari pada kepada orang tua.
Diman teman sebaya memiliki persamaan dan bahasa khas sebaya yang lebih
diterima anak.
Dalam layanan bimbingan dan konseling terhadap berbagai fungsi antara
lain (a) Pemahaman, yaitu fungsi untuk membantu peserta didik memahami diri
dan lingkungannya, (b) Pencegahan, yaitu fungsi untuk membantu peserta didik
mampu mencegah atau menghindarkan diri dari berbagai permasalahan yang
dapat menghambat perkembangan dirinya, (c) Pengentasan, yaitu fungsi untuk
membantu peserta didik mengatasi masalah yang dialaminya, (d) Pemeliharaan
dan pengembangan, yaitu fungsi untuk membantu peserta didik memelihara dan

107 BRILLIANT: Jurnal Riset dan Konseptual


Volume 2 Nomor 1, Februari 2017
menumbuh-kembangkan berbagai potensi dan kondisi positif yang dimilikinya
(Shohib, 2016:35). Selain dalam hal pendidikan dalam kelas, biasanya konselor
sebaya juga melayani konseling tentang kasus kehidupan-khas remaja seperti
persahabatan, perilaku, dan percintaan. Namun, konselor sebaya pada hakikatnya
adalah anak pada usia yang masih setara dengan klien yang masih kurang dari segi
pengalaman. Oleh karena itu, tetap diperlukan pendampingan oleh orang dewasa.
Gagasan tentang konselor sebaya telah diterapkan di berbagai instansi
seperti sekolah, perguruan tinggi, dan Pusat Informasi dan Konseling
Remaja/Mahasiswa (PIK R/M) yang berada dibawah naungan Badan
Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN). Efektivitas dari
gagasan tersebut telah dapat diakui. Dibuktikan oleh hasil penelitian Maryatun
(2011:739) tentang proses penerapan konselor sebaya melalui PIK R/M. Hasil
penelitian tersebut menyatakan bahwa dari 20 kelompok PIK R/M 16 kelompok
telah memberdayakan konselor sebaya dengan baik dampaknya terjadi
perkembangan dan perubahan perilaku siswa yang positif dari sebelumnya
memiliki kecenderungan berperilaku negatif.
Sampai saat ini pemberdayaan konselor sebaya terus digalakkan serta
dikembangkan. Konsep ini ternyata efektif dan efisien dalam memcahkan
permasalahan sebaya. Bahkan dewasa ini jaringan kelompok PIK R/M di
Indonesia semakin luas dan terus berkembang. Selain itu, mulai banyak
pemerintah daerah yang secara khusus memberikan perhatian pada pemberdayaan
konselor sebaya untuk mengembangkan kualitas pendidikan dan pembelajaran
serta karakter siswa.

Konselor Sebaya: Best Practice


Surabaya (Antara Jatim) - Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Surabaya
menerapkan Program Konselor Sebaya guna melindungi anak–anak dari pengaruh
negatif akibat pergaulan salah di lingkungannya. Kepala Dinas Pendidikan Kota
Surabaya, M. Ikhsan, di Surabaya, Minggu, mengatakan untuk mengantisipasi
tindakan negatif yang dilakukan anak-anak, tidak hanya cukup hanya
mengandalkan pengawasan para guru di lingkungan sekolah. "Namun dengan
adanya program Konselor Sebaya tentunya akan membantu pengawasan di
kalangan para siswa. Program ini dijalankan para pelajar yang mempunyai
kepedulian terhadap masalah yang dihadapi teman-temannya," katanya.
Menurut dia, biasanya jika ada masalah, siswa takut menyampaikan ke
orang tua atau guru, melainkan lebih banyak curhatnya ke media sosial atau
teman. Ikhsan menerangkan, dalam pelaksanaan program itu, tiap kelas dipilih 2
orang siswa yang menjadi konselor atau teman curhat. Biasanya, mereka yang
dipilih adalah pengurus kelas atau teman-teman yang menonjol di kelas. "Mereka
yang menjadi konselor diajari modul-modul yang yang berkaitan dengan cara
berkomunikasi dengan siswa lainnya," katanya. Ia mengatakan, curhat para siswa
yang disampaikan ke konselor sebaya akan didiskusikan ke guru Bimbingan dan
Konseling (BK) agar masalah yang dihadapi bisa segera diatasi.
Program Konselor Sebaya yang digagas Dinas Pendidikan Surabaya telah
berjalan selama 3 tahun. Dan saat ini, menurut Ikhsan, program tersebut

108 BRILLIANT: Jurnal Riset dan Konseptual


Volume 2 Nomor 1, Februari 2017
berkembang menjadi ekstra kulikuler siswa. "Sudah hampir setahun ini, Program
Konselor Sebaya menjadi ekskul siswa di sekolah," katanya. Ikhsan mengakui
untuk mengantisipasi tindakan negatif yang dilakukan anak-anak, tidak cukup
hanya mengandalkan pengawasan di lingkungan sekolah karena selepas sekolah
juga membutuhkan pantauan yang ekstra dari orang tua maupun masyarakat.
Ia mengatakan untuk menciptakan kenyamanan di lingkungan, Wali Kota
Surabaya telah menginisiasi program "Kampunge Arek Suroboyo". Program
tersebut meliputi, Program Kampung Kesehatan, kampung Pendidikan dan
Kampung Aman."Warga diminta komitmen untuk menciptakan rasa aman
lingkungan sekitarnya," katanya. Ikhsan mencontohkan, dalam penerapan
Kampung Pendidikan, pada jam belajar malam hari, anak-anak diharapkan tidak
ke luar rumah. Pada malam hari anak-anak diharapkan belajar dengan
didampingi orang tua. "Efeknya orang tua bisa bersama anak, sekaligus bisa
menjaga anaknya," katanya.
Melalui Program Kampunge Arek Suroboyo, para orang tua bisa
memantau anak-anak di lingkungan masyarakat. Apabila ada anak-anak yang
bermain di saat jam pelajaran beralangsung, mereka bisa langsung menegurnya.
"Jadi bukan lagi linmas atau Satpol PP yang bertindak," jelasnya. Program
Kampunge Arek Suroboyo ini menurutnya sudah berjalan satu tahun ini. Melalui
program ini, diharapkan para orang tua lebih peduli terhadap lingkungan
sekitarnya.

Analisis Teoritis
Dari praktik tersebut diketahui bahwa pemerintah kota Surabaya dan
memberdayakan Konselor sebaya dalam sekolah guna menanggulangi perilaku
menyimpang remaja. Pada berita tersebut bagaimana keberhasilan kota Surabaya
yang telah menerapkan program konselor sebaya dalam pendidikan. Kota
Surabaya melalui dinas pendidikan menerapkan program konselor sebaya secara
khusus dalam proses belajar mengajar di kelas maupun lingkungan sekolah. Hal
ini menunjukkan bahwa dinas pendidikan memiliki perhatian khusus dan sangat
antisipatif dalam menghadapi dampak-dampak negatif yang bisa timbulkan dari
pergaulan yang salah. Apalagi Surabaya sebagai kota besar tentu menjadi kota
dengan segala permasalahan yang kompleks termasuk perilaku menyimpang anak
atau remaja.
Maka pemerintah Surabaya telah menerapkan program konselor
sebaya. Seperti diketahui konselor sebaya adalah pendidik sebaya (tutor sebaya)
yang secara fungsional punya komitmen dan motivasi yang tinggi untuk
memberikan konseling bagi kelompok remaja/mahasiswa sebayanya, telah
mengikuti pelatihan/orientasi konseling (BKKBN, 2012:13). Konselor sebaya
adalah teman sebaya yang telah dilatih secara khusus untuk dapat memberikan
konseling kepada sebayanya. Mereka selain memiliki kompetensi juga didasari
sifat peduli terhadap sebayanya yang sedang memiliki permasalahan dan ingin
ikut untuk membantu memcahkan permasalahannya.
Seperti dikatakan oleh M. Ikhsan selaku Kepala dinas pendidikan
pendidikan kota Surabaya bahwa dengan adanya program Konselor Sebaya

109 BRILLIANT: Jurnal Riset dan Konseptual


Volume 2 Nomor 1, Februari 2017
tentunya akan membantu pengawasan di kalangan para siswa. Program ini
dijalankan para pelajar yang mempunyai kepedulian terhadap masalah yang
dihadapi teman-temannya. Hal tersebut membuktikan bagaimana konselor sebaya
menjadi alternatif pilihan yang relevan dalam menanggulangi kenakalan remaja.
Hal ini sejalan dengan Shohib (2016:35) yang menyatakan dibutuhkan sebuah
strategi pengelolaan bimbingan konseling yang baru untuk membantu siswa dalam
memecahkan permasalahan pribadinya. Salah satu strategi yang dapat digunakan
adalah dengan membentuk kelompok konselor sebaya.
Secara teoritis, pembentukan dan penerapan konselor sebaya ini
merupakan salah satu pemanfaatan dari fungsi teman sebaya. Seperti dikatakan
sebelumnya fungsi teman sebaya dapat dibedakan menjadi tiga yaitu (1) Sebagai
sumber informasi mengenai dunia di luar keluarga. (2) Sumber kognitif, untuk
pemecahan masalah dan perolehan pengetahuan. (3) Sumber emosional, untuk
mengungkapkan ekspresi dan identitas diri. Salah satu fungsi terpenting dalam
sebaya adalah memberikan sumber informasi dan perbandingan tentang dunia luar
keluarga. Anak –anak menerima umpan balik tentang kemampuan mereka dari
grup sebaya mereka (Santrock, 2007:205). Melalui sebaya remaja belajar menjadi
pasangan-pasangan yang terampil dan sensitif dalam hubungan dekat dengan
membentuk persahabatan yang erat dengan sebaya terpilih (Sullivian dalam
Santrock, 2007:205).
Sedangkan pembentukan dan penerapan konselor sebaya termasuk
kedalam tiganya. Hal tersebut bedasarkan jenis-jenis layanan yang dapat diberikan
oleh konselor sebaya. Dalam layanan bimbingan dan konseling terhadap berbagai
fungsi antara lain (a) Pemahaman, yaitu fungsi untuk membantu peserta didik
memahami diri dan lingkungannya, (b) Pencegahan, yaitu fungsi untuk membantu
peserta didik mampu mencegah atau menghindarkan diri dari berbagai
permasalahan yang dapat menghambat perkembangan dirinya, (c) Pengentasan,
yaitu fungsi untuk membantu peserta didik mengatasi masalah yang dialaminya,
(d) Pemeliharaan dan pengembangan, yaitu fungsi untuk membantu peserta didik
memelihara dan menumbuh-kembangkan berbagai potensi dan kondisi positif
yang dimilikinya (Shohib, 2016:35). Bahkan, pelayanan tersebut tidak terbatas
pada hal tersebut tetapi juga pada hal-hal yang terkait dengan persahabatan,
kenakalan, serta hubungan percintaan teman sebaya.
Instansi tersebut nampaknya sangat memahami bagaimana dinamika
anak dan remaja di wilayahnya. Mereka memeahami kondisi lingkungan yang
dapat memberi dampak buruk pada perkembangan anak dan remaja. Mereka juga
memahami bagaiman sifat remaja yang lebih memilih curhat kepada teman sebaya
dari pada orang tua. Serta bagaimana dampak positif yang bisa ditimbulkan
melalui penerapan teman sebaya Hal ini dapat dipahami karena periode remaja
merupakan periode yang sangat dekat dengan peer group, membutuhkan
pengakuan dari kelompok atau teman sebaya dan membutuhkan identitas baru
yang bisa meningkatkan harga dirinya (Hurlock, 2002).
Selama tiga tahun kota Surabaya telah membuktikan keefektifan program
konselor remaja. Dan saat ini, menurut Ikhsan (Kepala Dinas Pendidikan),
program tersebut berkembang menjadi ekstra kulikuler siswa. Hal tersebut

110 BRILLIANT: Jurnal Riset dan Konseptual


Volume 2 Nomor 1, Februari 2017
menunjukkan bahwa program yang diterapkan pada awalnya sebagai suatu
instruksi saat ini telah berkembang menjadi program wajib yang kemudian masuk
kedalam ekstrakurikuler. Sehingga setiap kelas dalam sekolah wajib memiliki dua
perwakilan untuk dilatih menjadi konselor sebaya melalui pembinaan dalam
ekstrakurikuler. Nampaknya perkembangan tersebut mendukung hasil penelitian
yang dilakukan oleh Maryatun (2011:739) tentang proses penerapan konselor
sebaya melalui PIK R/M, yang menyatakan bahwa dari 20 kelompok PIK R/M 16
kelompok telah memberdayakan konselor sebaya dengan baik dampaknya terjadi
perkembangan dan perubahan perilaku siswa yang positif dari sebelumnya
memiliki kecenderungan berperilaku negatif.
Praktik tentang kota Surabaya yang menerapkan program konselor
sebaya menjadi bagian informasi rujukan tentang efektivitas penerapan konselor
sebaya. Sehingga konselor sebaya memiliki peranan yang vital dalam membantu
sekolah maupun masyarakat untuk membentuk dan membina remaja menjadi
individu-individu berkarakter lebih baik terhindar dari bahaya – bahaya yang saat
ini identik dengan perilaku remaja dengan teman sebayanya serta mendorong anak
atau remaja untuk berprestasi.

KESIMPULAN
Teman sebaya memberikan fungsi yang dominan dalam perkembangan
perilaku dan kepribadian remaja. Melalui fungsi-fungsi grup sebaya remaja
mengembangkan dirinya. Terutama dalam upaya untuk menjalin hubungan
pertemanan bahkan percintaan yang mulai tumbuh pada masa remaja. Dari sinilah
pemberdayaan teman sebaya sebagai konseling sebaya perlu digalakkan. Konselor
remaja melalui beberapa penerapan dan penelitian menunjukkan efektivitasnya.
Terutama dalam kaitannya untuk membimbing dan mengarahkan sebanyanya
untuk membentengi diri dari pengaruh negatif lingkungan.

SARAN
Dalam pemberdayaan teman sebaya untuk menjadi konselor sebya hendaknya
pihak guru tetap mendampingi proses pemberdayaan tersebut. Hal ini dikarenakan
teman sebaya juga merupakan anak-anak sesusia yang juga belum sepenuhnya
memiliki pemikiran dan pengalaman yang cukup dalam memecahkan masalah
yang komplek. Sehingga guru hendaknya secara berkala memberikan pelatihan,
pembinaan dan pendampingan guna meningkatkan kompetensi anak yang
dijadikan sebagai konselor sebaya.

DAFTAR RUJUKAN
Ardi, Zadrian., Ibrahim, Yulidar., & Said, Azrul. 2012. Capaian Tugas
Perkembangan Sosial Siswa dengan Kelompok Teman Sebaya dan
Implikasinya terhadap Program Pelayanan Bimbingan dan Konseling.
KONSELOR: Jurnal Ilmiah Konseling, (Online), 1 (1): 1-5,
(http://ejournal.unp.ac.id/index.php/konselor/article/view/522/583),
diakses tanggal 21 November 2016.

111 BRILLIANT: Jurnal Riset dan Konseptual


Volume 2 Nomor 1, Februari 2017
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN). 2012.
Pedoman Pengelolaan Pusat Informasi dan Konseling Remaja dan
Mahasiswa (PIK R/M). Jakarta: Direktorat Bina Ketahanan Remaja
BKKBN.
Desmita. 2015. Psikologi Perkembangan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Hakim, Abdul. 2016. Dinas Pendidikan Surabaya Terapkan Program Konselor
Sebaya. (Online), (http://www.antarajatim.com/berita/ 177664/dinas-
pendidikan-surabaya-terapkan-program-konselorsebaya?utm_source=
fly&utm_medium=related&utm_campaign=news), diakses 28 Oktober
2016.
Hidayati, Novi Wahyu. 2016. Hubungan Harga Diri dan Konformitas Teman
Sebaya dengan Kenalan Remaja. Jurnal Penelitian Pendidikan Indonesia
(JPPI), 1 (2): 31-36.
Hurlock, E.B. 2002. Psikologi Perkembangan. terj. Istiwidiyanti dan Soedjarwo.
Jakarta: Erlangga.
Maryatun, Wahyuni. 2011. Metode Clinic-Based dan Community Empowerment
pada Pemberdayaan Pendidik dan Konselor Sebaya dalam Program
Kesehatan Reproduksi Remaja di Kabupaten Sukoharjo. Gaster: Jurnal
Ilmu Kesehatan, (Online), 8 (2): 731-740, (http://www.jurnal.stikes-
aisyiyah.ac.id/index.php/gaster/article/view/24), diakses tanggal 28
Oktober 2016.
Pratiwi, NL., & Basuki, Hari. 2011. Hubungan Karakteristik Remaja Terkait
Risiko Penularan HIV-AIDS dan Perilaku Seks Tidak Aman di
Indonesia. Buletin Penelitian Sistem Kesehatan, (Online), 14 (4): 346-
357,(http://ejournal.litbang.depkes.go.id/index.php/hsr/article/view/1372)
diakses tanggal 21 November 2016.
Santrock, John W. 2007. Perkembangan Anak. terj. Mila Rachmawati & Anna
Kuswanti. Jakarta: Erlangga.
Shohib, Muhammad, dkk. 2016. Pendampingan Kelompok Konselor Sebaya di
Kota Batu. Jurnal Dedikasi, (Online), 13 (1): 34-38, (http://ejournal.
umm.ac.id/index.php/dedikasi/article/view/3135), diakses tanggal 28
Oktober 2016.
Suwarjo. 2008. Konseling Teman Sebaya (Peer Counseling) untuk
Mengembangkan Resiliensi Remaja. Makalah disajikan dalam Seminar
Pengembangan Ilmu Pendidikan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas
Negeri Yogyakarta, Yogyakarya, 29 Februari 2008.
Usman, Irvan. 2013. Kepribadian, Komunikasi, Kelompok Teman Sebaya, Iklim
Sekolah dan Perilaku Bullying. Humanitas, 10 (1): 49-60.
Wahid, LA. 2013. Konseling Sebaya Bagi Remaja (Tinjauan Teoritis dalam
Mengatasi Problematika Remaja Persepektif Bimbingan dan Konseling).
Al Tazkiah, (Online), 2 (1): 1-16, (http://ejurnal.iainmataram.ac.id
/index.php/tazkiyah/article/download/744/988) diakses tanggal 21
November 2016.
Yusuf, Syamsu. 2016. Psikologi Perkembangan Anak & Remaja. Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya.

112 BRILLIANT: Jurnal Riset dan Konseptual


Volume 2 Nomor 1, Februari 2017

Anda mungkin juga menyukai