961-Article Text-2377-1-10-20190701
961-Article Text-2377-1-10-20190701
Maulana Ira
Mahasiswa Magister Program Studi Hukum Ekonomi Syariah,
Program Pascasarjana Institut Agama Islam Negeri Langsa
Kampus Zawiyah Cot Kala Jl. Meurandeh Kota Langsa, Provinsi Aceh, 24411, Indonesia
Email: moelmaulana1@gmail.com
Abstract
This article discuss about thematic study of hadith (mawḍū'ī) methodologically.Mawḍū'ī method is
collect hadith related to the topic or purpose.Thematic approach can be understood through content
and purpose ofa hadith by studying relatedto it and see each correlation in order to obtain a full
understanding on it. There are some steps in studying hadith thematic. study starts from the
determination of themes or issues which will be discussed, collecting hadith related to the theme,
categorization hadith, i'tibār whole sanad hadith, sanad research related to their personality and
intellectual capacity of the narrators, study on matan related to proof whether 'illat (disability) and
syāż (irregularities), an assessment of the themes that contain a similar meaning, comparison
commentary tradition, completing discussions with the hadith or verse support, preparation of
research results, and to be closed with a conclusion
Abstrak
Artikel ini membahas tentang kajian hadis tematik (mawḍū‘ī) secara metodologis. Metode
mawḍū‘ī adalah mengumpulkan hadis-hadis yang terkait dengan satu topik atau satu tujuan.
Pendekatan tematik dalam pemahaman hadis adalah memahami maksud yang terkandung di
dalam hadis dengan cara mempelajari hadis-hadis lain yang terkait dalam topik pembahasan
yang sama dan memperhatikan korelasi masing-masingnya sehingga diperoleh pemahaman
yang utuh. Langkah-langkah kajian hadis tematik dimulai dari penentuan tema atau masalah
yang akan dibahas, pengumpulan hadis-hadis yang terkait dalam satu tema, kategorisasi
hadis, i‘tibār seluruh sanad hadis, penelitian sanad berupa kepribadian dan kapasitas
intelektual perawi, penelitian matan berupa pembuktian ada tidaknya ‘illah (kecacatan) dan
syāż (kejanggalan), kajian atas tema-tema yang mengandung arti serupa, perbandingan
syarah hadis, melengkapi pembahasan dengan hadis atau ayat pendukung, penyusunan hasil
penelitian, dan diakhiri dengan penarikan kesimpulan.
Al-Bukhārī: Jurnal Ilmu Hadis 189 Vol. 1, No. 2, Juli-Desember 2018 M/1440 H
STUDI HADIS TEMATIK Maulana Ira
Al-Bukhārī: Jurnal Ilmu Hadis 190 Vol. 1, No. 2, Juli-Desember 2018 M/1440 H
STUDI HADIS TEMATIK Maulana Ira
huruf و ض عberarti meletakkan sesuatu terkait dalam tema pembicaraan yang sama
atau merendah-kannya, sehingga kata dan memperhatikan korelasi masing-
mawḍū‘ī merupakan lawan kata dari al- masingnya sehingga didapatkan
raf‘u (mengangkat).2 Mustafa Muslim pemahaman yang utuh.3 Sedangkan
berkata bahwa yang dimaksud mawḍū‘ī Arifuddin Ahmad mengatakan bahwa
adalah meletakkan sesuatu pada suatu metode mawḍū‘ī adalah pensyarahan atau
tempat. Maka, yang dimaksud dengan pengkajian hadis berdasarkan tema yang
metode mawḍū‘ī adalah mengumpulkan dipermasalahkan, baik menyangkut aspek
ayat-ayat yang bertebaran dalam Alquran ontologisnya maupun aspek epistemologis
atau hadis-hadis yang bertebaran dalam dan aksiologisnya saja atau salah satu sub
kitab-kitab hadis yang terkait dengan topik dari salah satu aspeknya. 4 Metode mawḍū‘ī
tertentu atau tujuan tertentu kemudian sebagai salah salah satu metode tidak hanya
disusun sesuai dengan sebab-sebab berlaku dalam pemahaman Alquran
munculnya dan pemahamannya dengan melainkan juga dalam pemahaman hadis.
penjelasan, pengkajian dan penafsiran Istilah metode tematik dalam pengkajian
dalam masalah tertentu tersebut. hadis Nabi merupakan terjemah dari al-
Menurut al-Farmawī sebagaimana manhaj al-mawḍū‘ī fī syarḥ al-ḥadiṡ. Selain
dikutip oleh Maizuddin dalam bukunya metode tematik, dikenal sebelumnya dalam
Metodologi Pemahaman Hadis, disebutkan metode taḥlīlī dan metode muqāran.
bahwa metode mawḍū‘ī adalah Metode taḥlīlī mengandung
mengumpulkan hadis-hadis yang terkait pengertian pensyarahan atau pengkajian
dengan satu topik atau satu tujuan hadis secara rinci dari berbagai aspek
kemudian disusun sesuai dengan asbāb al- tinjauan berdasarkan struktur matan sebuah
wurūd dan pemahamannya yang disertai hadis atau urutan matan hadis dari suatu
dengan penjelasan, peng-ungkapan dan kitab hadis secara runtut.5 Pengkajian
penafsiran tentang masalah tertentu. Dalam seperti ini, antara lain dilakukan oleh Ibnu
kaitannya dengan pemahaman hadis, Ḥajar al-‘Asqalānī di dalam kitabnya Fatḥ
pendekatan tematik (mawḍū‘ī) adalah
memahami makna dan menangkap maksud 3
Maizuddin, Metodologi Pemahaman Hadis
(Padang: Hayfa Press, 2008), 13.
yang terkandung di dalam hadis dengan 4
Arifuddin Ahmad, Metode Tematik dalam
cara mempelajari hadis-hadis lain yang Pengkajian Hadis (Makassar: Rapat Senat Luar
Biasa UIN Alauddin Makassar), 4.
5
Abd. Muim Salim, “Metodologi Tafsir:
sebuah Rekonstruksi Epistemologi; Memantapka
2
Abū al-Ḥusain Aḥmad ibn Fahris ibn Keberadaan Ilmu Tafsir sebagai Disiplin Ilmu”
Zakariya, Mu‘jam Maqāyis al-Lugah, juz 2 (Beirūt: dalam Orasi Pengukuhan Guru Besar (Makassar:
Dār al-Fikr, tth.), 218. Berkah Utami, 28 April 1999), 30.
Al-Bukhārī: Jurnal Ilmu Hadis 191 Vol. 1, No. 2, Juli-Desember 2018 M/1440 H
STUDI HADIS TEMATIK Maulana Ira
al-Bārī ‘alā Syarḥ Ṣaḥīḥ al-Bukhārī. yang dimaksud oleh subjek tersebut
Sedangkan metode muqāran mengandung menjadi jelas dan tidak bertentangan.
pengertian pensyarahan dan pengkajian Sejauh ini metode tematik dalam
hadis dengan membandingkan matan hadis bidang tafsir telah mendapat respons yang
yang beragam atau dengan menghubungkan cukup ramai di kalangan ahli tafsir untuk
dengan ayat-ayat Alquran dan atau memahami isi kandungan Alquran,
membandingkan pendapat para ulama namun tidak terjadi di bidang hadis.
tentang kandungan satu hadis. Pengkajian Pesatnya perkembangan di bidang tafsir
seperti ini, antara lain dilakukan oleh al- memacu mufassirūn untuk melakukan
Ṣan‘ānī di dalam kitabnya, Subul al-Salām: eksplorasi metodologi, di antaranya metode
Syarḥ Bulūg al-Marām min Jamī‘ Adillah tematik, seperti yang dilakukan ‘Abbās
al-Aḥkām. Hanya saja dalam metode Maḥmūd al-‘Aqqād, Fazlur Rahman,
mawḍū‘ī ini dalam proses pemahaman Toshihiko Izutzu, Quraish Shihab,
kasus atau tema tertentu melibatkan semua Harifudin Cawidu dan sebagainya. Di
hadis yang setema atau berhubungan kajian bidang Ulumu l Hadis, ulama hadis
dengan hadis. Kemudian penyelesaian berusaha merumuskan epistemologi ‘ilm
ikhtilāf hadis sesuai dengan namanya, ma‘ānī al-ḥadīṡ yang boleh diartikan
hanya pada kasus-kasus yang memperlihat- dengan ilmu tentang pemahaman hadis,
kannya perbedaan makna hadis. namun ilmu ini belum banyak
Sementara metode hadis mawḍū‘ī dikembangkan secara signifikan, sehingga
lebih luas lagi, mencakup semua kasus yang belum bisa ditemukan rumusan metodologi
tidak terlihat adanya ikhtilāf di dalamnya yang mapan dalam aplikasinya. Akibatnya,
ini dilakukan untuk menemukan makna pemahaman hadis Nabi cenderung masih
substansial dari setiap kasus hadis yang bersifat general tanpa melihat struktur
dibahas dan dianalisis. Jadi metode hadis. Artinya semua hadis dipahami sama,
mawḍū‘ī hadis yaitu suatu metode apakah itu riwāyah bi al-lafẓ atau riwāyah
menghimpun hadis-hadis sahih yang topik bi al-ma‘nā, begitu juga apakah hadis itu
pembahasannya sama. Dengan demikian, muṭlaq atau muqayyad.
hal-hal yang syubhat dapat dijelaskan Hal ini disebabkan barangkali
dengan hal-hal yang muḥkam. Hal-hal kompleksnya wilayah kajian ‘ulūm al-
yang muṭlaq dapat di batasi dengan hal ḥadīṡ–sanad dan matan kalaupun ada yang
yang muqayyad (terikat) dan hal-hal yang berusaha melakukan pemahaman secara
bermakna umum dapat ditafsirkan oleh hal- tematik, belum mencapai level yang
hal yang bermakna khusus, sehingga makna memuaskan, karena yang muncul adalah
Al-Bukhārī: Jurnal Ilmu Hadis 192 Vol. 1, No. 2, Juli-Desember 2018 M/1440 H
STUDI HADIS TEMATIK Maulana Ira
Al-Bukhārī: Jurnal Ilmu Hadis 193 Vol. 1, No. 2, Juli-Desember 2018 M/1440 H
STUDI HADIS TEMATIK Maulana Ira
makna melalui ke-giatan takhrīj al- yang memadai sudah barang tentu
ḥadīṡ. diperlukan keseriusan, sehingga tidak
c. Melakukan kategorisasi berdasarkan semudah yang dikesankan, karena
kandungan hadis dengan melibatkan sejumlah elemen pendukung
memperhatikan kemungkinan yang memperkokoh kajian ini. Sehingga
perbedaan peristiwa wurūd-nya hadis diharapkan dapat ditangkap makna yang
(tanawwu‘) dan perbedaan holistik dari sebuah tema tertentu. Memang
periwayatan hadis. disadari, kajian ini menjadi sulit, jika
d. Melakukan kegiatan i‘tibār dengan seluruh langkah dan prosedur berikut ini
melengkapi seluruh sanad. dipenuhi secara konsisten dan lengkap.
e. Melakukan penelitian sanad yang Paling tidak, tawaran model ini sedikit
meliputi penelitian kualitas pribadi banyak mampu mengantarkan kita ke arah
perawi, kapasitas intelektualnya dan pemahaman yang lebih makro dan luas.
metode periwayatan yang digunakan. Sehingga kandungan dalam hadis Nabi
f. Melakukan penelitian matan yang saw. didapatkan pemahaman yang lebih
meliputi kemungkinan adanya ‘illat bermakna. Adapun prosedur kerja yang
(cacat) dan syāż (kejanggalan). dapat dilakukan sebagai berikut.
g. Mempelajari tema-tema yang Pertama yang harus ditempuh
mengandung arti serupa adalah menentukan tema tertentu sesuai
h. Membandingkan berbagai syarah keinginan, misalnya tema tentang iman,
hadis kepemimpinan, ilmu, etika pakaian, etika
i. Melengkapi pembahasan dengan pergaulan, etika bisnis, dosa besar, tanda-
hadis-hadis atau ayat-ayat pendukung tanda kiamat dan sebagainya. Kemudian
j. Menyusun hasil penelitian menurut menghimpun seluruh hadis-hadis yang
kerangka besar konsep sahih dan atau setidak-tidaknya hasan
k. Menarik suatu kesimpulan dengan (senada/sejalan, tidak sejalan, tampak
menggunakan dasar argumentasi kontradiktif (ta‘āruḍ/ tanāquḍ), melalui
11
ilmiah. prosedur takhrīj al-ḥadīṡ, dengan
Secara sepintas pemaknaan hadis melakukan i‘tibārāt, mutābi‘āt dan
dengan model tematik terkesan nampak syawāhid.12 Setelah berhasil menghimpun
sederhana, tetapi jika yang diinginkan hasil hadis-hadis setema, maka harus dilakukan
taḥqīq al-ḥadīṡ (prosedur verifikasi dan
11
Muhammad Yusuf, Metode & Aplikasi
12
Pemaknaan Hadis (Yogyakarta: Sukses Offset, M. Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian
2008), 27-29. Hadis Nabi (Jakarta: Bulan Bintang, 1986), 111.
Al-Bukhārī: Jurnal Ilmu Hadis 194 Vol. 1, No. 2, Juli-Desember 2018 M/1440 H
STUDI HADIS TEMATIK Maulana Ira
Al-Bukhārī: Jurnal Ilmu Hadis 195 Vol. 1, No. 2, Juli-Desember 2018 M/1440 H
STUDI HADIS TEMATIK Maulana Ira
17
saat hadis berdialektika dengan ruang sosial
Untuk memperoleh pemahaman yang utuh
untuk menguak informasi tentang konfigurasi yang untuk dijadikan cermin pandang konteks
menyelimuti munculnya hadis. Lihat Zuhri,
Telaah, 89. Langkah ini dalam rangka melihat kekinian bagi pencarian ide dan gagasan
konteks historis maupun antropologis pada saat
dari munculnya sebuah peristiwa pada saat
hadis itu muncul (Asbāb al- Wurūd al-Ḥadīṡ).
18
Paradigma ini menyangkut wilayah falsafi,
metode, strategi dan substansi, sehingga
19
dipertimbangkan wilayah mana yang paling Jalaluddin Rakhmat “Pemahaman Hadis:
mendekati dan paling memungkinkan; atau paling Perspektif Historis” dalam Jurnal Al-Hikmah,
tidak dapat membantu sebagai perspektif keilmuan. Bandung, 17, Vol. VII, Tahun 1996, 24.
Al-Bukhārī: Jurnal Ilmu Hadis 196 Vol. 1, No. 2, Juli-Desember 2018 M/1440 H
STUDI HADIS TEMATIK Maulana Ira
pernah bersabda tentang larangan ﻗﺎل رﺳﻮل اﷲ،ﻋﻦ اﺑﻦ ﻋﻤﺮ اﺑﻦ اﳋﻄﺎب ﻗﺎل
menimbun harta dagangan dengan
اﳉﺎﻟﺐ ﻣﺮزوق واﶈﺘﻚ ﻣﻠﻌﻮن اﻟﻨﱮ
merumuskan kode etik dan hukum dagang
“Dari Ibnu ‘Umar Ibnu al-Khaṭṭāb
yang adil dan humanis. Setidaknya ada tiga berkata, telah bersabda Rasulullah
buah hadis yang dapat dipaparkan, yaitu: Saw.: Orang yang telah men-
distribusikan akan mendapatkan rizki
1. Hadis pertama, diriwayatkan oleh (keuntungan), dan penimbun
Ahmad bersifat informatif: mendapatkan laknat (kerugian).”
(H.R. Ibnu Mājah dan Al-Dārimī)
َﻣ ْﻦ اﺣﺘﻜﺮ ﻃﻌﺎﻣﺎ: َﻋ ْﻦ اِﺑْ ُﻦ ُﻋ َﻤ ْﺮ َﻋ ْﻦ اﻟﻨَِ ْﱯ Dari hadis di atas bila dikaji
ﺑﺎرﺑﻌﲔ ﻟﻴﻠﺔ ﻓﻘﺪ ﺑﺮئ ﻣﻦ اﷲ ﺗﻌﺎﱃ و ﺑﺮئ اﷲ menurut metode tematik, maka aplikasinya
sebagai berikut:
(ﺗﻌﺎ ﱃ ﻣﻨﻪ )رواﻩ اﲪﺪ
Langkah ke-1: Menentukan tema.
“Dari Ibnu ‘Umar, dari Nabi Saw, Secara jelas temanya adalah penimbunan
bahwa Beliau bersabda: Barangsiapa
menimbun bahan pangan selama 40 (al-Iḥtikār), dengan penyebutan kata kunci,
malam, maka dia telah mengacuhkan yaitu: “( ”اﺣﺘﻜﺮpenimbunan) disebutkan dua
Allah Ta’ala dan Allah benar-benar
Al-Bukhārī: Jurnal Ilmu Hadis 197 Vol. 1, No. 2, Juli-Desember 2018 M/1440 H
STUDI HADIS TEMATIK Maulana Ira
Al-Bukhārī: Jurnal Ilmu Hadis 198 Vol. 1, No. 2, Juli-Desember 2018 M/1440 H
STUDI HADIS TEMATIK Maulana Ira
Al-Bukhārī: Jurnal Ilmu Hadis 199 Vol. 1, No. 2, Juli-Desember 2018 M/1440 H
STUDI HADIS TEMATIK Maulana Ira
Al-Bukhārī: Jurnal Ilmu Hadis 200 Vol. 1, No. 2, Juli-Desember 2018 M/1440 H
STUDI HADIS TEMATIK Maulana Ira
Al-Bukhārī: Jurnal Ilmu Hadis 201 Vol. 1, No. 2, Juli-Desember 2018 M/1440 H
STUDI HADIS TEMATIK Maulana Ira
“Pada hari dipanaskan emas perak barang itu yang ditimbun berupa kebutuhan
itu dalam neraka Jahannam, lalu
dasar/pokok mayoritas orang, maka dapat
dibakar dengannya dahi mereka,
lambung dan punggung mereka (lalu dikategorikan sabotase ekonomi yang
dikatakan) kepada mereka: "Inilah
mengarah pada tindakan subversif. Di
harta bendamu yang kamu simpan
untuk dirimu sendiri, Maka Negara kita Indonesia memegang prinsip
rasakanlah sekarang (akibat dari)
bahwa kepentingan hajat orang banyak
apa yang kamu simpan itu." (Q.S. Al-
Taubah: 35) lebih dahulukan daripada kepentingan
Langkah ke-10: Pemaknaan secara minoritas orang. Meskipun realitasnya tidak
kontekstual. Dalam Islam, mungkin juga demikian, sehingga sering diterpa badai
dalam agama-agama yang lain memiliki ekonomi yang bertubi-tubi.
prinsip ajaran bahwa manusia hidup itu Di kalangan ahli fiqh dalam
harus saling tolong-menolong, memberi mensikapi hal ini beragam pandangan,
kemudahan-kemudahan (profesional) dan seperti Abu Yusuf melihat keumuman teks
tidak saling membuat kesempitan dan hadis menyatakan bahwa setiap tindakan
kesengsaraan orang lain. Humanisme ini iḥtikār dilarang tidak terbatas bahan
mengandung doktrin yang paling mendasar pangan, apalagi bahan pangan tersebut
bahwa kepemilikan itu bersifat nisbi, sangat dibutuhkan masyarakat umum.
meskipun tak dibatasi kuantitasnya selama Karena penimbunan akan menimbulkan
kewajiban terhadap kepemilikan itu bahaya yang merata (ḍarar), maka
dipenuhi dan di dalamnya mengandung hak hukumnya haram yang dapat dianalogikan
orang lain. Maka setiap perilaku ekonomi (qiyās) sebagai perbuatan dhalim, karena
harus memperhatikan etik-moral, artinya yang untung hanya pihak yang kuat
tindakan ekonomi tidak sebebas-bebasnya (kapitalis), sedangkan pihak konsumen
melakukan apa saja menurut keinginan dan menjadi berat dan kesulitan. Iḥtikār,
interes subyeknya, tanpa memperhatikan termasuk usaha spekulatif mengandung arti
kepentingan masyarakat luas. membeli suatu komoditi dengan maksud
Mengenai tempo 40 hari yang akan menjualnya dengan harga yang lebih
disebutkan dalam hadis itu, merupakan tinggi, hal ini mengakibatkan kenaikan
jangka waktu yang rasional dan relevan harga. karena berkurangnya barang dengan
untuk mengukur gejolak pasar. Logikanya, cara buatan. Kenaikan harga buatan ini
barang apa saja yang ditimbun dan oleh Islam tidak dibenarkan, bahkan
berakibat pada gejolak ekonomi (pasar)
meskipun penimbunannya hanya pendek
(kurang dari 40 hari) tetap dilarang. Jika
Al-Bukhārī: Jurnal Ilmu Hadis 202 Vol. 1, No. 2, Juli-Desember 2018 M/1440 H
STUDI HADIS TEMATIK Maulana Ira
Al-Bukhārī: Jurnal Ilmu Hadis 203 Vol. 1, No. 2, Juli-Desember 2018 M/1440 H
STUDI HADIS TEMATIK Maulana Ira
main (role of game) bisa selalu didukung. kesimpulan. Dari uraian di atas, bisa ditarik
Hisbah, adalah sebuah sistem yang kesimbulan relevan, bahwa semua tindakan
berwenang untuk melakukan pengecekan ekonomi yang didasarkan atas kepentingan
langsung (direct control), kendali mutu, sektoral-eksklusif (individu maupun
standarisasi, kerapian dan kesopanan kelompok tertentu), sebagai tindakan
terhadap masyarakat, termasuk memiliki penyalahgunaan kebebasan pasar, karena
kewenangan untuk melarang praktik kartel hak-hak publik (public rights) akan
dan monopoli. 24 terganggu, terutama dalam pemenuhan
Menurut kebijakan ekonomi kebutuhan dan pada glilirannya akan
(khususnya Negara Islam), meminimisasi menimbulkan instabilitas di beberapa sektor
kesenjangan distributif Islam diserap dari kehidupan yang menjurus kepada perilaku
spirit Alquran dan Sunnah yang berkaitan dhalim. Sesungguhynya rizki dari Allah
dengan perilaku konsumtif seperti adanya dilarang untuk dimonopoli dengan cara dan
larangan bermewah-mewah, berlebih- dalih apapun, termasuk di dalamnya adalah
lebihan, larangan peredaran dan pemusatan ihtikar, sejak abad pertengahan umat Islam
(konsentrasi) harta hanya di kalangan menentangnya, yang dikategorikan
sejumlah kecil orang tertentu, karena Islam tindakan dosa, karena menimbulkan
mengedepankan aspek kemasyarakatan dampak pada harga yang tidak adil dan
(social-minded). Maka basis utama tidak jujur, yang hal itu tidak dikehendaki
distribusi dalam Islam adalah prinsip yurisprudensi Islam sejak awal, sebab
kesamaan harga diri (sawāsiyyah), dalam sistem ekonomi termasuk ekonomi
pemerataan (equity) dan persaudaraan Islam menghendaki harga yang ekuivalen
25
(ukhuwwah), sehingga kesejahteraan (setara) atau ṡaman al-miṡl.
individu dan masyarakat luas (individual Untuk mensikapi hal itu, maka
and social welfare) dapat terjamin, pemerintah (Ulil Amri) melalui institusi
sebagai pemenuhan rasa keadilan, termasuk ḥisbah sebagai pengontrol dan pengawas
keadilan dalam bidang produksi, konsumsi berkewajiban dan bertanggung jawab
dan distribusi. mengendalikan sistem produksi dan
Langkah ke-11 (akhir): pengambilan distribusi barang, terutama bahan pangan
pokok (basic need) dan kebutuhan primer
24
Monzer Kahf, Ekonomi Islam (Telaah lainnya, dengan tidak memberi ruang dan
Analitik terhadap Fungsi Sistem Ekonomi Islam),
terj, Machnun Husein (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, kesempatan bagi pelakunya menerapkan
1995), 68-69.
25
Amin Akhtar dalam Ainur R. Sophiaan, sistem bebas (laissez faire), tapi harus
Etika Ekonomi Politik (Surabaya: Risalah Gusti,
1997), 87, 101. mengedepankan sistem terkendali yang
Al-Bukhārī: Jurnal Ilmu Hadis 204 Vol. 1, No. 2, Juli-Desember 2018 M/1440 H
STUDI HADIS TEMATIK Maulana Ira
berbasis etika dan moral yang melekat dan penafsiran tentang masalah tertentu. Dalam
demi kesejahteraan rakyat. Hadis di atas kaitannya dengan pemahaman hadis
bila dilihat dari perspektif filsafat ilmu, pendekatakan tematik (mauḍū‘ī ) adalah
secara ontologis, kebenaran ajaran yang memahami makna dan menangkap maksud
dikandung tidak cukup untuk diyakini pada yang terkandung di dalam hadis dengan
level iman saja, sedangkan pada dataran cara mempelajari hadis-hadis lain yang
epistemologis institusi ekonomi (ḥisbah) terkait dalam tema pembicaraan yang sama
berperan dalam mengatur dan dan memperhatikan korelasi masing-
mengendalikan mekanisme pasar yang masingnya sehingga didapatkan
menyangkut produksi dan distribusi, pemahaman yang utuh.
sehingga tindakan pengawasan, regulasi Langkah-langkah studi hadis
dan pencegahan (aksiologis) terhadap tematik dapat disimpulkan sebagai berikut:
perilaku pasar bisa dikendalikan, termasuk Menentukan tema dibahas, menghimpun
praktik iḥtikār. Bila dilihat dari kandungan atau mengumpulkan hadis-hadis yang
hadis, muatan substansinya berskala makro- terkait, melakukan kategorisasi berdasarkan
universal yang tidak dibatasi oleh dimensi kandungan hadis, melakukan kegiatan
ruang geografi dan waktu, karenanya i‘tibar, melakukan penelitian sanad, dan
mengandung tuntutan aktual syar‘iyyah melakukan penelitian matan.
yang harus ditaati oleh seluruh pelaku Penelitian matan hadis meliputi
ekonomi, khususnya para praktisi/pelaku kemungkinan adanya ‘illat (cacat)
ekonomi Islam. dan syaż (kejanggalan), mempelajari tema-
tema yang mengandung arti serupa,
Kesimpulan membandingkan berbagai syarah hadis,
Studi hadis mauḍū‘ī adalah melengkapi pembahasan dengan hadis-
mengumpulkan hadis-hadis yang terkait hadis atau ayat-ayat pendukung, menyusun
dengan satu topik atau satu tujuan hasil penelitian menurut kerangka besar
kemudian disusun sesuai dengan asbāb al- konsep, dan menarik suatu kesimpulan
wurūd dan pemahamannya yang disertai dengan menggunakan dasar argumentasi
dengan penjelasan, pengungkapan dan ilmiah.
Al-Bukhārī: Jurnal Ilmu Hadis 205 Vol. 1, No. 2, Juli-Desember 2018 M/1440 H
STUDI HADIS TEMATIK Maulana Ira
Daftar Pustaka
Aḥmad, Abū al-Ḥusain. Mu‘jam Maqāyis al-Lugah. Beirūt: Dār al-Fikr, t.th.
Ahmad, Arifuddin. Metode Tematik dalam Pengkajian Hadis. Makassar: Rapat Senat Luar
Biasa UIN Alauddin Makassar.
Akhtar, Amin. Etika Ekonomi Politik. Surabaya: Risalah Gusti, 1997.
Chapra, M. Umer. Islam dan Tantangan Ekonomi. Terj. Ikhwan Abidin Basri. Jakarta: Gema
Insani Press, 2000.
Islahi, A.A. Konsepsi Ekonomi Ibnu Taimiyah. Terj. H. Anshari Thayib Surabaya: Bina Ilmu,
1997.
Ismail, M. Syuhudi. Metodologi Penelitian Hadis Nabi. Jakarta: Bulan Bintang, 1986.
Kahf, Monzer. Ekonomi Islam: Telaah Analitik terhadap Fungsi Sistem Ekonomi Islam. Terj,
Machnun Husein, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1995.
Maizuddin. Metodologi Pemahaman Hadis. Padang: Hayfa Press, 2008.
Manan, M. Abdul. Teori dan Praktek Ekonomi Islam. Terj. M. Nastangin, Yogyakarta: Dana
Bhakti Prima Yasam 1997.
al-Munawwar, Said Agil Husein. “Kemungkinan Pendekatan Historis dan Antropologis”
dalam Yunahar Ilyas, Pengembangan Pemikiran terhadap Hadis. Yogyakarta: LPPI
UMY, 1996.
Munawwir, Ahmad Warson. Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia. Surabaya: Pustaka
Progressif, 1997.
Rakhmat, Jalaluddin. “Pemahaman Hadis: Perspektif Historis” dalam Jurnal Al-
Hikmah,Bandung, 17, Vol. VII, Tahun 1996.
Salim, Abd. Muim. “Metodologi Tafsir: sebuah Rekonstruksi Epistemologi; Memantapkan
Keberadaan Ilmu Tafsir sebagai Disiplin Ilmu” dalam Orasi pengukuhan Guru Besar,
Makassar: Berkah Utami, 28 April 1999.
Surya. Jurnal Esensia, Fak. Ushuluddin. Vol. 3 No. 1 Januari 2002.
Yusuf, Muhammad. Metode & Aplikasi Pemaknaan Hadis. Yogyakarta: Sukses Offset, 2008.
Zuhri, Muh. Telaah Matan Hadis sebuah Tawaran Metodologis. Yogyakarta: Lesfi, 2003.
Al-Bukhārī: Jurnal Ilmu Hadis 206 Vol. 1, No. 2, Juli-Desember 2018 M/1440 H