Anda di halaman 1dari 38

CASE SULIT

OD Ulkus Kornea Ec
Bakterial

Disusun Oleh
Nurul Siti Khodijah
11.2018.146

Dosen Pembimbing
dr. Rossada Adiarti, Sp.M

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT MATA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
Rumah Sakit Mata Dr. Yap Yogyakarta
Periode 27 Januari – 29 Februari 2020

1
KEPANITERAAN KLINIK
STATUS ILMU KESEHATAN MATA
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny.S
Umur : 58 tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : Petani
Alamat : Desa Bago Rt/Rw 02/02 Grobogan
Tanggal Pemeriksaan : 15 Januari 2020

II. ANAMNESIS
Autoanamnesis tanggal : 15 Januari 2020
Keluhan Utama : Mata kanan terasa merah dan nyeri 2 minggu SMRS
Keluhan Tambahan : Pandangan kabur , bercak putih di mata kanan, terasa ganjal dan
berair

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien diantar oleh keluarganya ke poliklinik RS MATA “Dr Yap” dengan keluhan mata
kanan merah dan terasa nyeri. Keluhan dirasakan sejak 2 minggu SMRS pasien mengatakan
awalnya mata kanan terkena sisir saat pasien menyisir rambut, lalu pasien mengucek-ngucek
matanya setelah itu pasien merasakan matanya merah dan berair serta nyeri. 1 hari pasca terkena
sisir pasien berobat ke puskesmas dan diberi obat tetes dan pasien lupa nama obatnya namun
tidak ada perubahan. 3 hari pasca pengobatan obat tetes mata pasien semakin merah, terdapat
bercak putih, nyeri, gatal, pengelihatan silau, dan terasa semakin kabur. 3 hari SMRS keluhan
semakin memberat pasien merasakan sulit membuka mata dan terasa pegal, tidak ada riwayat
alergi, DM , Hipertensi, maupun operasi mata.

Riwayat Penyakit Dahulu


 Trauma mata (-), penggunaan kacamata (-), operasi mata (-)
Riwayat Penyakit Keluarga
 Tidak ada
III. PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
Keadaan Umum : Kesadaran compos mentis
Tanda Vital : TD 140/82 mmHg, HR 75 x/menit, RR 18 x/menit,
T 36,5oC.
Kepala : dalam batas normal
Mulut : dalam batas normal
THT : dalam batas normal
Thoraks, Jantung : dalam batas normal
Paru : dalam batas normal
Abdomen : dalam batas normal
Eksktremitas : dalam batas normal

Status Oftalmologis

Keterangan OD OS

1. VISUS

Aksis Visus 1/∞ 6/7

Koreksi Sulit dinilai Tidak dilakukan

Addisi Tidak Dilakukan Tidak Dilakukan

Kacamata Lama Tidak ada Tidak ada


2. KEDUDUKAN BOLA MATA

Eksofthalmus Tidak ada Tidak ada

Enopthalmus Tidak ada Tidak ada

Deviasi Tidak ada Tidak ada

Gerakan Bola Mata Sulit dinilai Baik ke segala arah

3. SUPERSILIA

Warna Hitam Hitam

Simetris Simetris Simetris

4. PALPEBRA SUPERIOR DAN INFERIOR

Edema Tidak ada Tidak ada

Nyeri Tekan Tidak ada Tidak ada

Ektropion Tidak ada Tidak ada

Entropion Tidak ada Tidak ada

Blepharospasme Tidak ada Tidak ada

Trichiasis Tidak ada Tidak ada

Sikatriks Tidak ada Tidak ada

Punctum Lakrimal Normal Normal

Fissura Palpebra Normal Normal

Tes Anel Tidak dilakukan Tidak dilakukan


5. KONJUNGTIVA SUPERIOR DAN INFERIOR

Hiperemis Ada Tidak ada

Folikel Tidak ada Tidak ada

Papil Tidak ada Tidak ada

Sikatriks Tidak ada Tidak ada

Hordeolum Tidak ada Tidak ada

Kalazion Tidak ada Tidak ada

6. KONJUNGTIVA BULBI

Sekret Ada Tidak ada

Injeksi Konjungtiva Sulit dinilai Tidak ada

Injeksi Siliar Sulit dinilai Tidak ada

Perdarahan Ada Tidak ada


Subkonjungtiva

Pterigium Tidak ada Tidak ada

Pinguecula Tidak ada Tidak ada

Nevus Pigmentosus Tidak ada Tidak ada

Kista Dermoid Tidak ada Tidak ada


7. SKLERA

Warna Merah Putih

Ikterik Tidak ada Tidak ada

Nyeri Tekan Tidak ada Tidak ada

8. KORNEA

Kejernihan Keruh Jernih

Permukaan Tidak rata Licin

Ukuran Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Senibilitas Baik Baik

Infiltat Sulit dinilai Tidak ada

Keratik Presipitat Tidak ada Tidak ada

Sikatiks Tidak ada Tidak ada

Ulkus Ada Tidak ada

Perforasi Sulit dinilai Tidak ada

Arcus Senilis Sulit dinilai Ada

Edema Sulit dinilai Tidak ada

Tes Placido Tidak Dilakukan Tidak Dilakukan


9. BILIK MATA DEPAN

Kedalaman Sulit dinilai Dalam

Kejernihan Keruh Jernih

Hifema Tidak ada Tidak ada

Hipopion Ada Tidak ada

Efek Tyndal Sulit Dinilai Tidak ada

10. IRIS

Warna Sulit dinilai Hitam kecoklatan

Kripte Sulit dinilai Normal

Sinekia Sulit dinilai Tidak ada

Koloboma Sulit dinilai Tidak ada

11. PUPIL

Letak Sulit dinilai Di tengah

Bentuk Sulit dinilai Bulat

Ukuran Sulit dinilai ± 3 mm

Refleks Cahaya Langsung Sulit dinilai Positif

Refleks Cahaya Tidak Sulit dinilai Positif


Langsung
12. LENSA

Kejernihan Sulit dinilai Jernih

Letak Sulit dinilai Di tengah

Shadow Test Sulit dinilai Negatif

13. BADAN KACA

Kejernihan Sulit dinilai Jernih

14. FUNDUS OKULI

Batas Sulit dinilai Tegas

Warna Sulit dinilai Jingga

Ekskavasio Sulit dinilai Sulit dinilai

Rasio Arteri:Vena Sulit dinilai Sulit dinilai

C/D Rasio Sulit dinilai Sulit dinilai

Makula Lutea Sulit dinilai Sulit dinilai

Eksudat Sulit dinilai Sulit dinilai

Perdarahan Sulit dinilai Sulit dinilai

Sikatriks Sulit dinilai Sulit dinilai

Ablasio Sulit dinilai Sulit dinilai


15. PALPASI

Nyeri Tekan Tidak ada Tidak ada

Massa Tumor Tidak ada Tidak ada

Tensi Okuli N N

Tonometri Schiots Tidak dilakukan Tidak dilakukan

16. KAMPUS VISI

Tes Konfrontasi Sulit dinilai Sama dengan pemeriksa

V.RESUME

Pasien perempuan usia 58 tahun dengan keluhan mata kanan merah dan terasa nyeri sejak 2
minggu SMRS. Pasien mengatakan awalnya mata pasien terkena sisir, lalu pasien mengucek-
ngucek matanya sehingga mata pasien merah, berair, serta nyeri, pasien sudah ke puskesmas dan
di beri obat tetes namun tidak ada perubahan. Beberapa hari kemudian mata semakin merah,
terdapat bercak putih, nyeri, gatal, silau jika melihat cahaya dan pengelihatan terasa semakin
kabur. 3 hari SMRS keluhan semakin memberat pasien menagatakan sulit membuka mata dan
teras pegal. Pasien tidak memilik riwayat alergi, DM, HT, operasi mata maupun trauma mata.

Berdasarkan hasil pemeriksaan mata, didapatkan sebagai berikut:


OD KETERANGAN OS
1/∞ Visus 6/7
Ada Konjungtiva Hiperemis Tidak ada
Ada Sekret Tidak ada
Ada Injeksi Konjungtiva Tidak ada
Ada Injeksi Siliar Tidak ada
Keruh Kornea Jernih
Tidak rata Permukaan Licin
Ada Ulkus Tidak ada
Ada Infiltrat Tidak ada

Sulit dinilai (keruh) Kedalaman bilik mata depan Dalam

Ada Hipopion Tidak ada


Sulit dinilai Iris Dalam batas normal

Sulit dinilai Pupil Dalam batas normal


Sulit dinilai Kejernihan Lensa Jernih
Sulit dinilai Letak Ditengah
Sulit dinilai Shadow Test Negatif
Sulit dinilai Funduskopi Tegas, Jingga
Tidak ada Nyeri Tekan Palpasi Tidak ada
Sulit dinilai Tes Konfrontasi Sama dengan
pemeriksa
IV. PEMERIKSAAN ANJURAN
 Uji sensitivitas antibiotik
 Pemeriksaan biomikroskopi goresan kornea dengan pewarnaan KOH, gram atau Giemsa.

VI. DIAGNOSIS KERJA


 OS Ulkus Kornea ec Bakterial

VII. DIAGNOSIS BANDING


 Ulkus Kornea ec Fungal

VIII. PENATALAKSANAAN
Medika Mentosa

 Analsik 3x1tab

 Inj Ceftriaxone 2x1g

 Inj Gentamisin 3x80mg

 Giflox gtt/30menit

 Thidim gtt/30menit

 Gentamisin salep

Non- medikamentosa

 Pembersihan secret dengan baik


 Tutup mata dengan kassa steril atau penutup mata dan hindari terpapar air
 Jangan menggosok gosok mata sembarangan
IX. PROGNOSIS
OD OS

Ad Vitam Bonam Bonam

Ad Functionam Dubia ad Malam bonam

Ad Sanationam Dubia ad Malam bonam

FOLLOW UP

16 Februari 2020
S : Mata kanan terasa ganjel
O : tampak sakit ringan, kesadaran compos mentis, TTV dalam batas normal Mata :
konjungtiva hiperemis (+), flap konjungtiva (+)
A : OD post Konjungtival flap
P : Giflox gtt/30menit, Thidim gtt/30menit, Gentamicyn gtt/30menit,Inj Ceftriaxon
2x1g, Gentamisin 3x80mg, Ciprofloxacin 2x750mg, tutup kassa

17 Februari 2020
S: Mata kanan terasa ganjal
O: tampak sakit ringan, kesadaran compos mentis, TTV dalam batas normal
A: OD Post Flap Konjungtiva

P: Giflox gtt/30menit, Thidim gtt/30menit, Gentamicyn gtt/30menit,Inj Ceftriaxon


2x1g, Gentamisin 3x80mg, Doksisiklin, tutup kassa, kontrol poli. hari jumat
HASIL LAB (11/2/2020) HASIL LAB (14/2/2020)
GDS : 93 mg/dl GDS : 107 mg/dl
WBC : 9.2/mm3 Kolesterol total : 195 mg/dl
RBC : 5.38/mm3 SGOT : 17 U/l
HB : 15.1 g/dl SGPT : 17 U/l
Hct : 45.4 % Ureum : 18.5 mg/dl
Plt :410.000 mm3 Kreatinin : 0.74 mg/dl
MCV : 84.4 µm3 Natrium : 143.41 mmol/L
MCHC : 33.3 g/dl Kalium :3.57 mmol/L
RDW : 13.7% Klorida : 99.74 mmol/L
Lym : 29.1% PT : 14.4 detik
Mxd : 8.1% APTT : 41.9 detik
Neu : 62.9% HbsAg : Non Reaktif

Laporan Operasi injeksi Subkonjungiva (12/2/2020)


a. Pasien ditetes dengan pantocain 2% ED
b. Disinfeksi daerah yang akan diinjeksi
c. Pasang duk steril / drape
d. Usap dengan betadine
e. Pasang pembuka mata palpebral
f. Injeksi subconjungtiva (thidim, gentamisin 2 cc)
g. Daerah bekas tusukan ditekan dengan cotton bud
h. Tetes betadin
i. Tetes LFX
j. Bebat

Laporan Operasi injeksi Subkonjungiva (13/2/2020)


k. Pasien ditetes dengan pantocain 2% ED
l. Disinfeksi daerah yang akan diinjeksi
m. Pasang duk steril / drape
n. Usap dengan betadine
o. Pasang pembuka mata palpebral
p. Injeksi subconjungtiva (thidim, gentamisin 2 cc)
q. Daerah bekas tusukan ditekan dengan cotton bud
r. Tetes betadin
s. Salep Fenicol
t. Bebat

Laporan Operasi injeksi Subkonjungiva (14/2/2020)


a. Pasien ditetes dengan pantocain 2% ED
b. Disinfeksi daerah yang akan diinjeksi
c. Pasang duk steril / drape
d. Usap dengan betadine
e. Pasang pembuka mata palpebral
f. Injeksi subconjungtiva lidocain 1cc (gentamisin, thidim 1 cc)
g. Daerah bekas tusukan ditekan dengan cotton bud
h. Tetes betadin
i. Salep Fenicol
j. Bebat

Laporan Operasi Flap Konjungtiva (15/2/2020)

- Pasien berbaring dalam lindungan anestesi GA


- Desinfeksi area operasi
- Pasang eye drape
- Injeksi Subkonjungtiva pehacain
- Periotomi Konjungtiva 360º
- Jahit konjungtiva menutupi kornea
- Salep antibiotik
- Tutup kassa
- Operasi Selesai
TINJAUAN PUSTAKA
PENDAHULUAN
Kornea adalah selaput bening mata yang merupakan bagian selaput mata yang tembus
cahaya dan menutup bola mata sebelah depan. Kornea merupakan jendela untuk melihat dunia
dan cahaya yang masuk ke mata pertama kali akan melewati struktur ini. Berbagai keluhan
bisa terjadi pada kornea termasuk terbentuknya ulkus/tukak kornea. Ulkus tersebut bisa
terdapat pada sentral kornea dan berpengaruh sekali pada visus atau bisa terdapat di tepi
kornea dan tidak terlalu berpengaruh pada visus. Ulkus dapat terjadi dari berbagai macam
kondisi seperti benda asing seperti sepotong rumput, pasir atau lumpur yang masuk
kedalam mata, kekurangan produksi air mata dan kegagalan palpebra menutup sempurna
pada saat tidur. Penyakit ini pada umumnya dapat menyebabkan penurunan penglihatan
sehingga mengganggu kualitas kehidupan. Pada beberapa kasus ulkus kornea dapat
menimbulkan gejala sisa, misalnya tebentuknya jaringan parut yang mengganggu fungsi
1
penglihatan.

Ulkus kornea adalah keadaan patologik kornea yang ditandai oleh adanya infiltrat supuratif
disertai defek kornea bergaung, diskontinuitas jaringan kornea dapat terjadi dari epitel sampai
stroma. Ulkus kornea yang luas memerlukan penanganan yang tepat dan cepat untuk mencegah
perluasan ulkus dan timbulnya komplikasi berupa descematokel, perforasi, endoftalmitis, bahkan
kebutaan. Ulkus kornea yang sembuh akan menimbulkan kekeruhan kornea dan merupakan
penyebab kebutaan nomor dua di Indonesia.2
Di Indonesia kekeruhan kornea masih merupakan masalah kesehatan mata sebab kelainan
ini menempati urutan kedua dalam penyebab utama kebutaan. Kekeruhan kornea ini terutama
disebabkan oleh infeksi mikroorganisme berupa bakteri, jamur, dan virus dan bila terlambat
didiagnosis atau diterapi secara tidak tepat akan mengakibatkan kerusakan stroma dan
meninggalkan jaringan parut yang luas.2
Insiden ulkus kornea tahun 1993 adalah 5,3 juta per 100.000 penduduk di Indonesia,
sedangkan predisposisi terjadinya ulkus kornea antara lain terjadi karena trauma, pemakaian lensa
kontak, dan kadang-kadang tidak diketahui penyebabnya.3
II. ANATOMI DAN FISIOLOGI KORNEA
Kornea adalah jaringan transparan, yang ukurannya sebanding dengan kristal sebuah jam
tangan kecil. Kornea ini disisipkan ke sklera di limbus, lengkung melingkar pada persambungan
ini disebut sulkus skelaris. Kornea dewasa rata-rata mempunyai tebal 0,54 mm di tengah, sekitar
0,65 di tepi, dan diameternya sekitar 11,5 mm dari anterior ke posterior, kornea mempunyai lima
lapisan yang berbeda-beda: lapisan epitel (yang bersambung dengan epitel konjungtiva bulbaris),
lapisan Bowman, stroma, membran Descement, dan lapisan endotel. Batas antara sclera dan
kornea disebut limbus kornea. Kornea merupakan lensa cembung dengan kekuatan refraksi
sebesar
+ 43 dioptri. Kalau kornea udem karena suatu sebab, maka kornea juga bertindak sebagai prisma
yang dapat menguraikan sinar sehingga penderita akan melihat halo.1

Gambar 1. Anatomi Kornea


Kornea terdiri dari 5 lapisan dari luar kedalam:
1. Lapisan epitel
 Tebalnya 50 µm , terdiri atas 5 lapis sel epitel tidak bertanduk yang saling tumpang
tindih; satu lapis sel basal, sel polygonal dan sel gepeng.
 Pada sel basal sering terlihat mitosis sel, dan sel muda ini terdorong kedepan
menjadi lapis sel sayap dan semakin maju kedepan menjadi sel gepeng, sel basal
berikatan erat dengan sel basal disampingnya dan sel polygonal didepannya melalui
desmosom dan macula okluden; ikatan ini menghambat pengaliran air, elektrolit
dan glukosa yang merupakan barrier.
 Sel basal menghasilkan membrane basal yang melekat erat kepadanya. Bila terjadi
gangguan akan menghasilkan erosi rekuren.
 Epitel berasal dari ectoderm permukaan.
2. Membran Bowman
 Terletak dibawah membrana basal epitel kornea yang merupakan kolagen yang
tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari bagian depan stroma.
 Lapis ini tidak mempunyai daya regenerasi.
3. Jaringan Stroma
 Terdiri atas lamel yang merupakan sususnan kolagen yang sejajar satu dengan yang
lainnya, Pada permukaan terlihat anyaman yang teratur sedang dibagian perifer serat
kolagen ini bercabang; terbentuknya kembali serat kolagen memakan waktu lama
yang kadang-kadang sampai 15 bulan.Keratosit merupakan sel stroma kornea yang
merupakan fibroblast terletak diantara serat kolagen stroma. Diduga keratosit
membentuk bahan dasar dan serat kolagen dalam perkembangan embrio atau
sesudah trauma.
4. Membran Descement
 Merupakan membrana aselular dan merupakan batas belakang stroma kornea
dihasilkan sel endotel dan merupakan membrane basalnya.
 Bersifat sangat elastis dan berkembang terus seumur hidup, mempunyai tebal 40 µm.
5. Endotel
 Berasal dari mesotelium, berlapis satu, bentuk heksagonal, besar 20-40 m. Endotel
melekat pada membran descement melalui hemidosom dan zonula okluden.4

Gambar 2. Corneal Cross Section

Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensorik terutama berasal dari saraf siliar longus,
saraf nasosiliar, saraf ke V, saraf siliar longus berjalan supra koroid, masuk ke dalam stroma
kornea, menembus membran Bowman melepaskan selubung Schwannya. Bulbus Krause untuk
sensasi dingin ditemukan diantara. Daya regenerasi saraf sesudah dipotong di daerah limbus
terjadi dalam waktu 3 bulan.4
Sumber nutrisi kornea adalah pembuluh-pembuluh darah limbus, humour aquous, dan air
mata. Kornea superfisial juga mendapat oksigen sebagian besar dari atmosfir. Transparansi
kornea dipertahankan oleh strukturnya seragam, avaskularitasnya dan deturgensinya.1

III. DEFINISI
Ulkus kornea adalah hilangnya sebagian permukaan kornea akibat kematian jaringan
kornea, yang ditandai dengan adanya infiltrat supuratif disertai defek kornea bergaung, dan
diskontinuitas jaringan kornea yang dapat terjadi dari epitel sampai stroma.2,4
IV. EPIDEMIOLOGI
Spektrum Mikroba pathogen yang menjadi penyebab ulkus bervariasi pada
setiap populasi, namun beberapa penelitian di Asia melaporkan mikroba pathogen
yang menyebabkan keratitis bacterial adalah streptoccocus Pneumoniae. Pada
penelitian di india selatan,setengahnya disebabkan oleh jamur, yaitu Fusarium soo.
Penelitian yang dilakukan oleh Gonzales dan kawan-kawan melporkan insiden ulkus
kornea di Madurai India Selatan adalah 113 tiap 100.000 atau 10 kali lebih banyak
disbanding di Amerika Serikat. Diperkirakan 840.000 orang tiap tahunnya di India di
diagnosa ulkus kornea . Laporan dari laussane, Switzerland selama tahun1997 hingga
1998 menyebutkan factor risiko keratitis yaitu pemakaian lensa kontak, blefaritis,
trauma, xeropthalmia, keratopati, dan kelainan palpebral. Bakteri yang didapat berupa
Sthapylococcus epidermidis, Sthapylococcus aureus, Streptococcus pneumonia,
streptococcus sp, Pseudomonas, Moraxella, Serratia, Corynebacterium, dan
Haemophilus influenza.3

V. PATOFISIOLOGI
Kornea adalah jaringan yang avaskuler, hal ini menyebabkan pertahanan
pada waktu peradangan tak dapat segera datang seperti pada jaringan lain yang
mengandung banyak vaskularisasi. Dengan adanya defek atau trauma pada kornea,
maka badan kornea, wandering cells, dan sel-sel lain yang terdapat pada stroma
kornea segera bekerja sebagai makrofag, kemudian disusul dengan dilatasi pembuluh
darah yang terdapat di limbus dan tampak sebagai injeksi di perikornea. Proses
selanjutnya adalah terjadi infiltrasi dari sel-sel mononuklear, sel plasma, leukosit
polimorfonuklear, yang mengakibatkan timbulnya infiltrat yang tampak sebagai
bercak berwarna kelabu, keruh dengan batas tak jelas dan permukaan tidak licin.
Kemudian dapat terjadi kerusakan epitel, infiltrasi, peradangan dan terjadilah ulkus
kornea. Ulkus kornea dapat menyebar ke permukaan atau masuk ke dalam stroma.
Kalau terjadi peradangan yang hebat, tetapi belum ada perforasi ulkus, maka toksin
dari peradangan kornea dapat sampai ke iris dan badan siliar dengan melalui
membrana Descemet, endotel kornea dan akhirnya ke camera oculi anterior
(COA). Dengan demikian iris dan badan siliar meradang dan timbullah kekeruhan di
cairan COA disusul dengan terbentuknya hipopion (pus di dalam COA). Hipopion ini
steril, tidak mengandung kuman. Karena kornea pada ulkus menipis, tekanan intra
okuler dapat menonjol ke luar dan disebut keratektasi. Bila peradangan terus
mendalam, tetapi tidak mengenai membrana Descemet dapat timbul tonjolan pada
membrana tersebut yang disebut Descemetocele atau mata lalat. Bila peradangan
hanya di permukaan saja, dengan pengobatan yang baik dapat sembuh dengan tidak
meninggalakan sikatrik. Pada peradangan yang dalam penyembuhan berakhir dengan
terbentuknya sikatrik, yang dapat berbentuk nebula yaitu bercak seperti awan yang
hanya dapat dilihat di kamar gelap dengan cahaya buatan, makula yaitu bercak putih
yang tampak jelas di kamar terang, dan leukoma yaitu bercak putih seperti porselen
yang tampak dari jarak jauh. Bila ulkus lebih dalam lagi bisa mengakibatkan
terjadinya perforasi. Adanya perforasi membahayakan mata oleh karena timbul
hubungan langsung dari bagian dalam mata dengan dunia luar sehingga kuman dapat
masuk ke dalam mata dan menyebabkan timbulnya endoftalmitis, panoftalmitis dan
berakhir dengan ptisis bulbi. Dengan terjadinya perforasi cairan COA dapat mengalir
ke luar dan iris mengikuti gerakan ini ke depan sehingga iris melekat pada luka
kornea yang perforasi dan disebut sinekia anterior atau iris dapat menonjol ke luar
4
melalui lubang perforasi tersebut dan disebut iris prolaps yang menyumbat fistel
VI. ETIOLOGI 1,4,5,6
a. Infeksi
Infeksi Bakteri : P. aeraginosa, Streptococcus pneumonia dan spesies Moraxella
merupakan penyebab paling sering. Hampir semua ulkus berbentuk sentral. Gejala klinis
yang khas tidak dijumpai, hanya sekret yang keluar bersifat mukopurulen yang bersifat
khas menunjukkan infeksi P aeruginosa.
 Infeksi Jamur : disebabkan oleh Candida, Fusarium, Aspergilus, Cephalosporium,
dan spesies mikosis fungoides.
 Infeksi virus
Ulkus kornea oleh virus herpes simplex cukup sering dijumpai. Bentuk khas
dendrit dapat diikuti oleh vesikel-vesikel kecil dilapisan epitel yang bila pecah
akan menimbulkan ulkus. Ulkus dapat juga terjadi pada bentuk disiform bila
mengalami nekrosis di bagian sentral. Infeksi virus lainnya varicella-zoster,
variola, vacinia (jarang).
 Acanthamoeba
Acanthamoeba adalah protozoa hidup bebas yang terdapat didalam air yang
tercemar yang mengandung bakteri dan materi organik. Infeksi kornea oleh
acanthamoeba adalah komplikasi yang semakin dikenal pada pengguna lensa
kontak lunak, khususnya bila memakai larutan garam buatan sendiri. Infeksi juga
biasanya ditemukan pada bukan pemakai lensa kontak yang terpapar air atau tanah
yang tercemar.

b. Noninfeksi
 Bahan kimia, bersifat asam atau basa tergantung PH.
Bahan asam yang dapat merusak mata terutama bahan anorganik, organik dan
organik anhidrat. Bila bahan asam mengenai mata maka akan terjadi pengendapan
protein permukaan sehingga bila konsentrasinya tidak tinggi maka tidak bersifat
destruktif. Biasanya kerusakan hanya bersifat superfisial saja. Pada bahan alkali
antara lain amonia, cairan pembersih yang mengandung kalium/natrium hidroksida
dan kalium karbonat akan terjadi penghancuran kolagen kornea.
 Radiasi atau suhu
Dapat terjadi pada saat bekerja las, dan menatap sinar matahari yang akan merusak
epitel kornea.
 Sindrom Sjorgen
Pada sindrom Sjorgen salah satunya ditandai keratokonjungtivitis sicca yang
merupakan suatu keadan mata kering yang dapat disebabkan defisiensi unsur film
air mata (akeus, musin atau lipid), kelainan permukan palpebra atau kelainan epitel
yang menyebabkan timbulnya bintik-bintik kering pada kornea. Pada keadaan
lebih lanjut dapat timbul ulkus pada kornea dan defek pada epitel kornea terpulas
dengan flurosein.
 Defisiensi vitamin A
Ulkus kornea akibat defisiensi vitamin A terjadi karena kekurangan vitamin Adari
makanan atau gangguan absorbsi di saluran cerna dan ganggun pemanfaatan oleh
tubuh.
 Obat-obatan
Obat-obatan yang menurunkan mekanisme imun, misalnya; kortikosteroid, IDU
(Iodo 2 dioxyuridine), anestesi lokal dan golongan imunosupresif.
 Kelainan dari membran basal, misalnya karena trauma.
 Pajanan (exposure)
 Neurotropik
c. Sistem Imun (Reaksi Hipersensitivitas)
 Granulomatosa wagener
 Rheumathoid arthritis

VII. KLASIFIKASI 1,6


Berdasarkan lokasi , dikenal ada 2 bentuk ulkus kornea , yaitu:
1. Ulkus kornea sentral
a. Ulkus kornea bakterialis
b. Ulkus kornea fungi
c. Ulkus kornea virus
d. Ulkus kornea acanthamoeba
2. Ulkus kornea perifer
a. Ulkus marginal
b. Ulkus mooren (ulkus serpinginosa kronik/ulkus roden)
c. Ulkus cincin (ring ulcer)

Ulkus Kornea Sentral

a. Ulkus Kornea Bakterialis


Ulkus Streptokokus : Khas sebagai ulcus yang menjalar dari tepi ke arah tengah kornea.
Ulkus bewarna kuning keabu-abuan berbentuk cakram dengan tepi ulkus yang menggaung.
Ulkus cepat menjalar ke dalam dan menyebabkan perforasi kornea, karena eksotoksin yang
dihasilkan oleh streptokok pneumonia.
Ulkus Stafilokokus : Pada awalnya berupa ulkus yang bewarna putih kekuningan disertai
infiltrat berbatas tegas tepat dibawah defek epitel. Apabila tidak diobati secara adekuat, akan
terjadi abses kornea yang disertai edema stroma dan infiltrasi sel leukosit. Walaupun terdapat
hipopion ulkus seringkali indolen yaitu reaksi radangnya minimal.
Ulkus Pseudomonas : Lesi pada ulkus ini dimulai dari daerah sentral kornea. ulkus
sentral ini dapat menyebar ke samping dan ke dalam kornea. Penyerbukan ke dalam dapat
mengakibatkan perforasi kornea dalam waktu 48 jam. gambaran berupa ulkus yang berwarna abu-
abu dengan kotoran yang dikeluarkan berwarna kehijauan. Kadang-kadang bentuk ulkus ini
seperti cincin. Dalam bilik mata depan dapat terlihat hipopion yang banyak.
Gambar 3.a Ulkus Kornea Bakterialis Gambar 3.b Ulkus Kornea Pseudomonas

Ulkus Pneumokokus : Terlihat sebagai bentuk ulkus kornea sentral yang dalam. Tepi
ulkus akan terlihat menyebar ke arah satu jurusan sehingga memberikan gambaran karakteristik
yang disebut Ulkus Serpen. Ulkus terlihat dengan infiltrasi sel yang penuh dan berwarna
kekuning- kuningan. Penyebaran ulkus sangat cepat dan sering terlihat ulkus yang menggaung
dan di daerah ini terdapat banyak kuman. Ulkus ini selalu di temukan hipopion yang tidak
selamanya sebanding dengan beratnya ulkus yang terlihat.diagnosa lebih pasti bila ditemukan
dakriosistitis.

b.. Ulkus Kornea Fungi


Mata dapat tidak memberikan gejala selama beberapa hari sampai beberapa minggu
sesudah trauma yang dapat menimbulkan infeksi jamur ini.
Pada permukaan lesi terlihat bercak putih dengan warna keabu-abuan yang agak kering. Tepi
lesi berbatas tegas irregular dan terlihat penyebaran seperti bulu pada bagian epitel yang baik.
Terlihat suatu daerah tempat asal penyebaran di bagian sentral sehingga terdapat satelit-satelit
disekitarnya..Tukak kadang-kadang dalam, seperti tukak yang disebabkan bakteri. Pada infeksi
kandida bentuk tukak lonjong dengan permukaan naik. Dapat terjadi neovaskularisasi akibat
rangsangan radang. Terdapat injeksi siliar disertai hipopion.

Gambar 4. Ulkus Kornea Fungi


c. Ulkus Kornea Virus
Ulkus Kornea Herpes Zooster : Biasanya diawali rasa sakit pada kulit dengan perasaan
lesu. Gejala ini timbul satu 1-3 hari sebelum timbulnya gejala kulit. Pada mata ditemukan vesikel
kulit dan edem palpebra, konjungtiva hiperemis, kornea keruh akibat terdapatnya infiltrat
subepitel dan stroma. Infiltrat dapat berbentuk dendrit yang bentuknya berbeda dengan
dendrit herpes simplex. Dendrit herpes zoster berwarna abu-abu kotor dengan fluoresin yang
lemah. Kornea hipestesi tetapi dengan rasa sakit keadaan yang berat pada kornea biasanya
disertai dengan infeksi sekunder.
Ulkus Kornea Herpes simplex : Infeksi primer yang diberikan oleh virus herpes simplex
dapat terjadi tanpa gejala klinik. Biasanya gejala dini dimulai dengan tanda injeksi siliar yang
kuat disertai terdapatnya suatu dataran sel di permukaan epitel kornea disusul dengan bentuk
dendrit atau bintang infiltrasi. Terdapat hipertesi pada kornea secara lokal kemudian
menyeluruh. Terdapat pembesaran kelenjar preaurikel. Bentuk dendrit herpes simplex kecil,
ulceratif, jelas diwarnai dengan fluoresin dengan benjolan diujungnya

Gambar 5.a Ulkus Kornea Dendritik Gambar 5.b Ulkus Kornea Herpetik
d. Ulkus Kornea Acanthamoeba
Awal dirasakan sakit yang tidak sebanding dengan temuan kliniknya, kemerahan dan
fotofobia. Tanda klinik khas adalah ulkus kornea indolen, cincin stroma, dan infiltrat perineural.

Gambar 6. Ulkus Kornea Acanthamoeba


Ulkus Kornea Perifer

a. Ulkus Marginal
Bentuk ulkus marginal dapat simpel atau cincin. Bentuk simpel berbentuk ulkus
superfisial yang berwarna abu-abu dan terdapat pada infeksi stafilococcus, toksit atau alergi
dan gangguan sistemik pada influenza disentri basilar gonokok arteritis nodosa, dan lain-lain.
Yang berbentuk cincin atau multiple dan biasanya lateral. Ditemukan pada penderita leukemia
akut, sistemik lupus eritromatosis dan lain-lain.

Gambar 7. Ulkus Marginal

b. Ulkus Mooren
Merupakan ulkus yang berjalan progresif dari perifer kornea kearah sentral. ulkus mooren
terutama terdapat pada usia lanjut. Penyebabnya sampai sekarang belum diketahui. Banyak teori
yang diajukan dan salah satu adalah teori hipersensitivitas tuberculosis, virus, alergi dan
autoimun. Biasanya menyerang satu mata. Perasaan sakit sekali. Sering menyerang seluruh
permukaan kornea dan kadang meninggalkan satu pulau yang sehat pada bagian yang sentral.

Gambar 8. Mooren's Ulcer


c. Ring Ulcer
Terlihat injeksi perikorneal sekitar limbus. Di kornea terdapat ulkus yang berbentuk
melingkar dipinggir kornea, di dalam limbus, bisa dangkal atau dalam, kadang-kadang timbul
perforasi.Ulkus marginal yang banyak kadang-kadang dapat menjadi satu menyerupai ring ulcer.
Tetapi pada ring ulcer yang sebetulnya tak ada hubungan dengan konjungtivitis kataral.
Perjalanan penyakitnya menahun.

VIII. MANIFESTASI KLINIS 4


Gejala klinis pada ulkus kornea secara umum dapat berupa :
Gejala Subjektif
 Eritema pada kelopak mata dan konjungtiva
 Sekret mukopurulen
 Merasa ada benda asing di mata
 Pandangan kabur
 Mata berair
 Bintik putih pada kornea, sesuai lokasi ulkus
 Silau
 Nyeri

Gejala Objektif
 Injeksi siliar
 Hilangnya sebagian jaringan kornea, dan adanya infiltrat
 Hipopion

IX. DIAGNOSIS 1,3,5


Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
klinis dengan menggunakan slit lamp dan pemeriksaan laboratorium. Anamnesis pasien penting
pada penyakit kornea, sering dapat diungkapkan adanya riwayat trauma, benda asing, abrasi,
adanya riwayat penyakit kornea yang bermanfaat, misalnya keratitis akibat infeksi virus herpes
simplek yang sering kambuh. Hendaknya pula ditanyakan riwayat pemakaian obat topikal oleh
pasien seperti kortikosteroid yang merupakan predisposisi bagi penyakit bakteri, fungi, virus
terutama keratitis herpes simplek. Juga mungkin terjadi imunosupresi akibat penyakit sistemik
seperti diabetes, AIDS, keganasan, selain oleh terapi imunosupresi khusus.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan gejala obyektif berupa adanya injeksi siliar, kornea
edema, terdapat infiltrat, hilangnya jaringan kornea. Pada kasus berat dapat terjadi iritis yang
disertai dengan hipopion.
Disamping itu perlu juga dilakukan pemeriksaan diagnostik seperti :
 Ketajaman penglihatan
 Tes refraksi
 Tes air mata
 Pemeriksaan slit-lamp
 Keratometri (pengukuran kornea)
 Respon reflek pupil
 Pewarnaan kornea dengan zat fluoresensi.

Gambar 12. Kornea ulcer dengan fluoresensi

 Goresan ulkus untuk analisa atau kultur (pulasan gram, giemsa atau KOH)
Pada jamur dilakukan pemeriksaan kerokan kornea dengan spatula kimura dari dasar
dan tepi ulkus dengan biomikroskop dilakukan pewarnaan KOH, gram atau Giemsa.
Lebih baik lagi dengan biopsi jaringan kornea dan diwarnai dengan periodic acid
Schiff. Selanjutnya dilakukan kultur dengan agar sabouraud atau agar ekstrak maltosa.
Gambar 9. Pewarnaan gram ulkus kornea fungi

Gambar 10 a.Pewarnaan gram ulkus kornea Gambar 10 b.Pewarnaan gram ulkus kornea
herpes simplex herpes zoster

Gambar 11. a Pewarnaan gram ulkus kornea bakteri Gambar 11. b Pewarnaan gram ulkus kornea
akantamoeba

X. PENATALAKSANAAN 4,6,7
Ulkus kornea adalah keadan darurat yang harus segera ditangani oleh spesialis mata agar
tidak terjadi cedera yang lebih parah pada kornea. Pengobatan pada ulkus kornea tergantung
penyebabnya, diberikan obat tetes mata yang mengandung antibiotik, anti virus, anti jamur,
sikloplegik dan mengurangi reaksi peradangan dengann steroid. Pasien dirawat bila mengancam
perforasi, pasien tidak dapat memberi obat sendiri, tidak terdapat reaksi obat dan perlunya obat
sistemik.
a. Penatalaksanaan ulkus kornea di rumah
1. Jika memakai lensa kontak, secepatnya untuk melepaskannya
2. Jangan memegang atau menggosok-gosok mata yang meradang
3. Mencegah penyebaran infeksi dengan mencuci tangan sesering mungkin dan
mengeringkannya dengan handuk atau kain yang bersih
4. Berikan analgetik jika nyeri
b. Penatalaksanaan medis
Pengobatan lokal
Benda asing dan bahan yang merangsang harus segera dihilangkan. Lesi kornea
sekecil apapun harus diperhatikan dan diobati sebaik-baiknya. Konjungtuvitis,
dakriosistitis harus diobati dengan baik. Infeksi lokal pada hidung, telinga, tenggorok,
gigi atau tempat lain harus segera dihilangkan.
Infeksi pada mata harus diberikan :
 Sulfas atropine sebagai salep atau larutan,
Kebanyakan dipakai sulfas atropine karena bekerja lama 1-2 minggu.
Efek kerja sulfas atropine :
- Sedatif, menghilangkan rasa sakit.
- Dekongestif, menurunkan tanda-tanda radang.
- Menyebabkan paralysis M. siliaris dan M. konstriktor pupil.
Dengan lumpuhnya M. siliaris mata tidak mempunyai daya akomodsi sehingga
mata dalan keadaan istirahat. Dengan lumpuhnya M. konstriktor pupil, terjadi
midriasis sehinggga sinekia posterior yang telah ada dapat dilepas dan mencegah
pembentukan sinekia posterior yang baru
 Skopolamin sebagai midriatika.
 Analgetik.
Untuk menghilangkan rasa sakit, dapat diberikan tetes pantokain, atau tetrakain
tetapi jangan sering-sering.
 Antibiotik
Anti biotik yang sesuai dengan kuman penyebabnya atau yang berspektrum luas
diberikan sebagai salap, tetes atau injeksi subkonjungtiva. Pada pengobatan ulkus
sebaiknya tidak diberikan salap mata karena dapat memperlambat penyembuhan dan
juga dapat menimbulkan erosi kornea kembali.
 Anti jamur
Terapi medika mentosa di Indonesia terhambat oleh terbatasnya preparat
komersial yang tersedia berdasarkan jenis keratomitosis yang dihadapi bisa dibagi :
1. Jenis jamur yang belum diidentifikasi penyebabnya : topikal amphotericin B 1, 2,
5 mg/ml, Thiomerosal 10 mg/ml, Natamycin > 10 mg/ml, golongan Imidazole
2. Jamur berfilamen : topikal amphotericin B, thiomerosal, Natamicin, Imidazol
3. Ragi (yeast) : amphotericin B, Natamicin, Imidazol
4. Actinomyces yang bukan jamur sejati : golongan sulfa, berbagai jenis anti biotik
 Anti Viral
Untuk herpes zoster pengobatan bersifat simtomatik diberikan streroid lokal untuk
mengurangi gejala, sikloplegik, anti biotik spektrum luas untuk infeksi sekunder analgetik
bila terdapat indikasi. Untuk herpes simplex diberikan pengobatan IDU, ARA-A, PAA,
interferon inducer. Perban tidak seharusnya dilakukan pada lesi infeksi supuratif karena
dapat menghalangi pengaliran sekret infeksi tersebut dan memberikan media yang baik
terhadap perkembangbiakan kuman penyebabnya. Perban memang diperlukan pada ulkus
yang bersih tanpa sekret guna mengurangi rangsangan.

Untuk menghindari penjalaran ulkus dapat dilakukan :


1. Kauterisasi
a) Dengan zat kimia : Iodine, larutan murni asam karbolik, larutan murni trikloralasetat
b) Dengan panas (heat cauterisasion) : memakai elektrokauter atau termophore. Dengan
instrumen ini dengan ujung alatnya yang mengandung panas disentuhkan pada pinggir
ulkus sampai berwarna keputih-putihan.
2. Pengerokan epitel yang sakit
Parasentesa dilakukan kalau pengobatan dengan obat-obat tidak menunjukkan perbaikan
dengan maksud mengganti cairan coa yang lama dengan yang baru yang banyak mengandung
antibodi dengan harapan luka cepat sembuh. Penutupan ulkus dengan flap konjungtiva, dengan
melepaskan konjungtiva dari sekitar limbus yang kemudian ditarik menutupi ulkus dengan tujuan
memberi perlindungan dan nutrisi pada ulkus untuk mempercepat penyembuhan. Kalau sudah
sembuh flap konjungtiva ini dapat dilepaskan kembali.
Bila seseorang dengan ulkus kornea mengalami perforasi spontan berikan sulfas atropine,
antibiotik dan balut yang kuat. Segera berbaring dan jangan melakukan gerakan-gerakan. Bila
perforasinya disertai prolaps iris dan terjadinya baru saja, maka dapat dilakukan :
 Iridektomi dari iris yang prolaps
 Iris reposisi
 Kornea dijahit dan ditutup dengan flap konjungtiva
 Beri sulfas atripin, antibiotic dan balut yang kuat

Bila terjadi perforasi dengan prolaps iris yang telah berlangsung lama, kita obati seperti
ulkus biasa tetapi prolas irisnya dibiarkan saja, sampai akhirnya sembuh menjadi leukoma
adherens. Antibiotik diberikan juga secara sistemik.

Gambar 7.Ulkus kornea perforasi, jaringan iris keluar dan menonjol, infiltrat pada kornea ditepi perforasi.

3. Keratoplasti
Keratoplasti adalah jalan terakhir jika urutan penatalaksanaan diatas tidak berhasil.
Indikasi keratoplasti terjadi jaringan parut yang mengganggu penglihatan, kekeruhan kornea yang
menyebabkan kemunduran tajam penglihatan, serta memenuhi beberapa kriteria yaitu :
1. Kemunduran visus yang cukup menggangu aktivitas penderita
2. Kelainan kornea yang mengganggu mental penderita.
3. Kelainan kornea yang tidak disertai ambliopia.

Gambar 14. Keratoplasti

XI. PENCEGAHAN 7
Pencegahan terhadap ulkus dapat dilakukan dengan segera berkonsultasi kepada ahli mata
setiap ada keluhan pada mata. Sering kali luka yang tampak kecil pada kornea dapat mengawali
timbulnya ulkus dan mempunyai efek yang sangat buruk bagi mata.
- Lindungi mata dari segala benda yang mungkin bisa masuk kedalam mata
- Jika mata sering kering, atau pada keadaan kelopak mata tidak bisa menutup sempurna,
gunakan tetes mata agar mata selalu dalam keadaan basah
- Jika memakai lensa kontak harus sangat diperhatikan cara memakai dan merawat lensa
tersebut.
XII. KOMPLIKASI 7
Komplikasi yang paling sering timbul berupa:
 Kebutaan parsial atau komplit dalam waktu sangat singkat
 Kornea perforasi dapat berlanjut menjadi endoptalmitis dan panopthalmitis
 Prolaps iris
 Sikatrik kornea
 Katarak
 Glaukoma sekunder
XIII. PROGNOSIS 3,8
Prognosis ulkus kornea tergantung pada tingkat keparahan dan cepat lambatnya mendapat
pertolongan, jenis mikroorganisme penyebabnya, dan ada tidaknya komplikasi yang timbul.
Ulkus kornea yang luas memerlukan waktu penyembuhan yang lama, karena jaringan kornea
bersifat avaskular. Semakin tinggi tingkat keparahan dan lambatnya mendapat pertolongan serta
timbulnya komplikasi, maka prognosisnya menjadi lebih buruk. Penyembuhan yang lama
mungkin juga dipengaruhi ketaatan penggunaan obat. Dalam hal ini, apabila tidak ada ketaatan
penggunaan obat terjadi pada penggunaan antibiotika maka dapat menimbulkan resistensi.
Ulkus kornea harus membaik setiap harinya dan harus disembuhkan dengan pemberian terapi
yang tepat. Ulkus kornea dapat sembuh dengan dua metode; migrasi sekeliling sel epitel yang
dilanjutkan dengan mitosis sel dan pembentukan pembuluh darah dari konjungtiva. Ulkus
superfisial yang kecil dapat sembuh dengan cepat melalui metode yang pertama, tetapi pada
ulkus yang besar, perlu adanya suplai darah agar leukosit dan fibroblas dapat membentuk
jaringan granulasi dan kemudian sikatrik.
BAB III

ANALISA KASUS

Berdasarkan anamnesis didapatkan bahwa pasien datang dengan keluhan mata kanan merah
dan nyeri dirasakan setelah terkena sesuatu saat sedang bekerja, selain itu terdapat keluhan
mata merah, berair, pengelihatan kabur, muncul bercak putih, gatal. Dari anamnesis diatas
sesuai dengan gejala pada ulkus kornea, yaitu gejala subjektif: eritema pada kelopak mata dan
konjungtiva, sekret mukopurulen, merasa ada benda asing di mata, pandangan kabur, mata berair,
bintik putih pada kornea, sesuai lokasi ulkus, silau, nyeri dan gejala Objektif yaitu: hilangnya
sebagian jaringan kornea, dan adanya infiltrat, hipopion. Hal ini sesuai dengan teori yaitu
pada ulkus kornea biasanya terjadi sesudah terdapat trauma yang merusak epitel kornea.
Pada kasus ini, pasien mengaku jika mata kanan pasien terasa perih dan merah setelah terkena
sisir saat menyisir rambut, lalu pasien mengucek-ucek matanya. Epitel kornea merupakan
sawar yang mudah bagi mikroorganisme masuk ke dalam kornea. Begitu terdapat cedera pada
kornea, stroma yang avaskular, dan membran bowman mudah terkena infeksi oleh berbagai
organisme seperti bakteri, amuba, dan jamur. Menurunnya pengelihatan disebabkan karena
kornea merupakan jaras pengelihatan, nyeri yang dialami pasien terjadi karena kornea
memiliki banyak serabut nyerii, baik lesi dangkal ataupun dalam pada kornea menimbulkan
rasa sakit dan fotofobia. Selain itu fotofobia juga dapat terjadi akibat kontraksi iris yang
meradang.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan visus menurun, pada konjungtiva didapatkan sekret, pada
kornea didapatkan keruh, ulkus,perdarahan subkonjungtiva pada coa keruh dan didapatkan
hipopion. Hal ini sesuai dengan teori pada ulkus kornea dimana pada ulkus didapatkan injeksi
konjungtiva, injeksi siliar, sekret, visus menurun, infiltrat tergantung pada jenis penyebabnya.
Pada penegakan diagnosa dapat dilakukan tes fluoresensi, uji placido, uji sidel, goresan kornea
sesuai dengan teori.Namun gambaran klinis tidak dapat digunakan dalam mencari etiologi
mikroorganisme penyebab terjadinya ulkus, diperlukan pemeriksaan lebih lanjut sebelum
diberikan pengobatan empirik dengan antibiotika. Pada kasus ini pasien memiliki lesi yang
menunjukan ke arah infeksi bakteri dimana terdapat ulkus berwarna abu-abu. Untuk itu,
diperlukan pemeriksaan lebih lanjut untuk mengetahui organisme yang mungkin ada.

Untuk penatalaksanaan pada ulkus kornea dapat diberikan antibiotik, antijamur, antiviral,
analgesik, sulfas atropin. Pada kasus ini diberikan antibiotik, analgesik dan karena diduga
ulkus kornea ec bakterial. Namun pemberian obat-obatan ini tidak menyelesaikan masalah.
Sehingga diputuskan untuk dilakukan terapi pembedahan yaitu Conjungtival Flap.

Prognosis ulkus kornea dipengaruhi oleh mekanisme terjadinya ulkus, tingkat keparahan, cepat
lambatnya diberi pertolongan dan ada tidaknya komplikasi yang timbul. Ulkus yang sudah luas
memerlukan waktu penyembuhan yang tidak sebentar, hal ini terjadi karena jaringan kornea
avaskular sehingga memerlukan waktu yang lama dalam beregenerasi. Semakin tinggi tingkat
keparahan dan lambatnya mendapat pertolongan dapat menimbulkan komplikasi dan prognosis
lebih buruk.
DAFTAR PUSTAKA

1. Ulcus Cornea Universitas Udayana di Unduh dari


https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_penelitian_1_dir/pdf oleh Gede Wirata. tanggal 17
Februari 2020
2. Hartono. Buku saku ringkasan anatomi & fisiologi mata. Bagian Ilmu Penyakit Mata
Fakultas Kedokteran Gadjah Mada. November 2012.

3. Suhardjo,Agni AN . Buku Ilmu Kesehatan Mata Edisi 3. Yogyakarta : Departemen Ilmu


Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Gajah Mada.2017
4. James, Bruce dkk. Lecture Notes Oftalmologi. 9th edition. Erlangga. Jakarta. 2011.
5. Perhimpunan Dokter Spesialis Mata Indonesia. Ilmu Penyakit Mata Untuk Dokter Umum
dan Mahasiswa Kedokteran. 2nd edition. Sagung Seto. Jakarta. 2010.
6. Anonimous. Ulkus Kornea. Dikutip dari www.medicastore.com 2012.
7. Corneal Ulceration and Ulcerative Keratitis in Emergency Medicine. Emedicine. Diunduh
dari http://www.emedicine.com/emerg/topic115.htm oleh Mills TJ, tanggal 18 Februari
2020
8. Central Sterile Cornea Ulceration. Emedicine. Diunduh dari : www.emedicine.com oleh
Farouqui SZ, tanggal 18 februari 2020

Anda mungkin juga menyukai