KEPANITERAAN KLINIK
STATUS PRA-ANESTESI
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
SMF ILMU ANESTESI
RSAU DR. ESNAWAN ANTARIKSA
NIM : 112018146
I. Identitas Pasien
Nama : Tn. A
Umur : 48 Tahun
Jenis kelamin : Laki- Laki
Pekerjaan : Dokter gigi
Alamat : Jalan Rukun Tetangga no.29
Tanggal masuk RS : 9 Juni 2021
II. Anamnesis
Dilakukan autoanamnesis dengan pada tanggal 10 Juni 2021 pukul 08.20 di kamar
penerimaan operasi RSAU dr. Esnawan Antariksa.
Keluhan Utama
Benjolan di anus yang menetap sejak ± 1 minggu SMRS
Keluhan Tambahan
Tidak ada.
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke RSAU poli bedah dengan keluhan benjolan di anus yang menetap
sejak ± 1 minggu SMRS. Benjolan yang selalu keluar saat pasien buang air besar di
rasakan pasien sejak 3 tahun lalu , namun biasanya benjolan tersebut dapat masuk
kembali secara spontan setelai pasien selesai buang air besar , kemudian 1 tahun
terakhir setiap kali kali benjolan keluar saat buang air besar tidak bisa langsung
1
masuk kembali dengan spontan , tapi harus di bantu dengan cara di dorong dengan
menggunakan ibu jari pasien. Benjolan awalnya keluar saat pasien buang air besar
saja, namun sejak ± 1 minggu SMRS benjolan tersebut menetap di anus dan tidak
dapat masuk kembali walaupun dengan bantuan ibu jari pasien.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien tidak memiliki riwayat operasi ataupun penyakit kronik.
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada anggota keluarga pasien yang menderita keluhan yang sama seperti pasien.
Riwayat Kebiasaan
Pasien mengatakan sering makan – makanan pedas dan jarang mengkonsumsi sayur –
sayuran, banyak minum air putih namun jarang berolahraga karena aktivitas pasien
kebanyakan hanya duduk di dalam ruangan.
Riwayat Alergi
Tidak ada
Kepala Normocephali
2
Telinga Simetris, liang telinga lapang, sekret (-/-)
Pulmo Vokal fremitus simetris, suara nafas vesikuler pada kedua lapang
paru, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Abdomen Membuncit, simetris, teraba supel, bising usus (+) normal, nyeri
tekan (-)
3
Limfosit 33 % 25-40
Monosit 7.2 % 2-8
%
KIMIA KLINIK
SGOT 35 u/l 10-50
SGPT 53 u/l 10-50
Ureum 18 mg/dl 10-50
Kreatinin 0.9 mg/dl 0.6-1.2
Glukosa Sewaktu 97 mg/dl <120
Elektrolit
Na 137 mmEq/L 136-149
K 4.2 mmEq/L 3,-5,2
Cl 105 mmEq/L 95-105
URINALISA
Kuning
Warna Kuning
Keton Negatif negatif
4
Sedimen
Leukosit 4-5 /LPB 0-8/LPB
Ephitel 4-5 /LPB
0-15
IMUNOSEROLOGI
Hbs Ag Non-Reaktif Non-Reaktif
Anti HIV Non-Reaktif Non-Reaktif
Anti HCV Non-Reaktif Non-Reaktif
HASIL PEMERIKSAAN
SWAB Antigen SARS-
Negatif
COV-2
5
IX. Preoperasi
1. Identitas, informed consent, anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium
anjuran
2. Pasien menggunakan baju operasi, masker dan haircap
3. Pasien puasa 6-8 jam
4. Menanyakan apakah ada alergi obata atau makanan
5. Menyanyakan adakah riwayat asma
6. Menanyakan apakah pasien memakai gigi palsu, kacamata, lensa kontak, alat bantu
dengar
7. Peralatan monitor: Tekanan Darah, Nadi, Pulse Oximetri, EKG
8. Pastikan Infus IV Line bekerja.
9. Siapkan peralatan anestesi spinal (handscoon steril, spuit 3cc, spuit 5cc, spinocaine
no.27G, regivell, fentanyl).
10. Posisi pasien duduk sedikit membungkuk dengan kepala menunduk dan pastikan
lampu menyala untuk menerangi bagian yang akan disuntik
11. Lakukan tindakan sepsis-antisepsis menggunakan betadine dan alcohol pada bagian
yang ingin ditusuk.
12. Tusuk jarum Spinocan No. 27G pada daerah L3-L4 sedalam ± 2 cm kearah sefal
sampai ke ruang subarachnoid.
13. Pastikan cairan LCS keluar jernih dan biarkan mengalir hingga diujung dari pangkal
jarum.
14. Lakukan aspirasi lalu masukkan Fentanyl 50mcg, Bupivacain HCl 20 mg perlahan.
15. Setelah selesai tidurkan kembali posisi pasien agar obat bekerja sesuai pada
tempatnya.
16. Tanyakan kembali kepada pasien apakah bagian ekstremitas sudah hilang rasa, terasa
berat, kesemutan, ataupun lemas.
17. Apabila sudah menandakan obat ane stesi bekerja, operasi dapat dimulai.
X. Intra Operasi
Lama pembiusan : 40 menit
Lama operasi : 30 menit
Monitoring
o Pernafasan: Spontan
o Pemantauan tanda vital di monitor
6
o Medikasi secara intravena:
Ondancentron 4 mg (IV)
Ketorolac 30 mg (IV)
o Cairan masuk :
Ringer Laktat 100 cc
o Cairan keluar : perdarahan 40 cc
Aldrete Score
Kesadaran :2
Respirasi :2
Sirkulasi :2
Warna kulit :2
Aktivitas :2
Total : 10
VAS :0–1
Bromage score : Pasien mampu memfleksikan lutut dengan gerakan bebas di kaki (2)
Obat-obatan pasca-operasi: ondansetron i.v. 4 mg, ketorolac i.v. 30 mg.
7
XII. Penatalaksanaan
Monitor tanda-tanda vital dan perdarahan
Dapat pindah ruangan bila aldrette score >8 dan VAS <3 dan Bromage score ≤ 2
Instruksi post operasi di ruang rawat inap
Awasi keadaan umum, kesadaran dan tanda vital post operasi
Diet biasa jika hemodinamik stabil
Lanjutkan manajemen nyeri hingga 24 jam pertama
8
Tinjauan pustaka
Pendahuluan
9
Tetapi setelah diketahui efek fisiologis dari anstetik lokal di dalam ruang
subarakhnoid, kini bahaya tersebut dapat dicegah. Sesudah penyuntikan intratekal
yang terpengaruh lebih dahulu yaitu saraf simpatis dan saraf parasimpatis, diikuti
dengan saraf untuk rasa dingin, panas, raba, dan tekan dalam. Yang mengalami
blokade terakhir yaitu serabut motoris, rasa getar dan propioseptif. Blokade
simpatis ditandai dengan adanya kenaikan suhu tungkai bawah. Setelah anestesia
selesai, pemulihan terjadi dengan urutan yang sebaliknya, yaitu fungsi motoris
yang pertama kali pulih kembali.2 Sifat anestetik lokal yang ideal sebaiknya tidak
mengiritasi dan tidak merusak jaringan saraf secara permanen. Kebanyakan
anestetik lokal memenuhi syarat ini. Batas keamanan harus lebar, sebab anestetik
lokal akan diserap dari tempat suntikan. Mula kerja harus sesingkat mungkin,
sedangkan masa kerja harus cukup lama sehingga cukup waktu untuk melakukan
tindakan operasi, tetapi tidak demikian lama sampai memperpanjang waktu
pemulihan. Zat anestetik lokal juga harus dapat larut dalam air, stabil dalam
larutan, dapat disterilkan tanpa mengalami perubahan.2,3
Anatomi
10
Kolumna vertebralis terdiri dari :
7 vertebra servikalis
12 Vertebrae thorakalis
5 Vertebrae lumbal
5 Vertebrae sacral
4 Vertebrae coccygeus
Garis lurus yang menghubungkan kedua krista iliaca tertinggi akan
memotong prosesus spinosus vertebra L4 atau antara L4-L5. Medulla spinalis
diperdarahi oleh arteri spinalis anterior dan arteri spinalis posterior. Untuk
mencapai cairan serebrospinal, maka jarum suntik akan menembus: kulit
subkutis lig.supraspinosusm lig.supraspinosum lig.flavum ruang
epudiral duramater ruang subarakhnoid.
Medulla spinalis dibungkus oleh tiga jaringan ikat yaitu durameter,
arakhnoid, dan piameter yang membentuk tiga ruangan yaitu:
Ruang subarakhnoid adalah ruang yang terletak antara arakhnoid dan
piameter. Ruang subarakhnoid terdiri dari trabekel, saraf spinalis, dan cairan
serebrospinal.
Ruang subdural merupakan suatu ruangan yang batasnya tidak jelas, yaitu
ruangan potensial yang terletak antara dura dan membrane arachnoid.
Ruang epidural didefinisikan sebagai ruangan potensial yang dibatasi oleh
durameter dan ligamentum flavum.
Medulla spinalis secara normal hanya sampai level vertebra L1 atau L2
pada orang dewasa. Pada anak-anak medulla spinalis berakhir pada L3. Di bawah
level ini elemen saraf berupa akar-akar saraf yang keluar dari conus medularis
yang sering disebut dengan cauda equine, terendam dalam cairan serebrospinal.
Spinal anestesi biasanya diinjeksikan pada level yang lebih rendah dari L2 untuk
menghindari trauma pada medulla spinalis. Dibawah L2 serabut saraf lebih
mobile, melayang-layang sehingga terhindar dari trauma jarum spinal. Sacus dura,
ruang subarakhnoid dan subdural biasanya mencapai S2 pada dewasa dan sering
sampai S3 pada anak-anak.1
11
Patofisiologi
Lokal anestetik yang dimasukkan ke dalam ruang subarakhnoid akan
memblok impuls sensorik, autonom dan motorik pada serabut saraf anterior dan
posterior yang melewati cairan serebrospinal. Serabut akar saraf merupakan
tempat aksi kerja utama pada anestesi spinal dan epidural, selain itu bisa bekerja
pada serabut akar saraf spinal dan akar ganglion dorsal. Dalam anestesi spinal
konsentrasi obat lokal anestetik di cairan serebrospinal memiliki efek yang
minimal pada medula spinalis.1,2,3
Ada empat faktor yang mempengaruhi absorbsi anestetik lokal pada ruang
subarakhnoid, yaitu (1) konsentrasi anestetik lokal, konsentrasi terbesar ada pada
daerah penyuntikkan. (2) daerah permukaan saraf yang terpajan akan
memudahkan absorpsi dari anestetik lokal. Oleh karena itu semakin jauh
penyebaran anestetik lokal dari tempat penyuntikkan, maka akan semakin
menurun konsentrasi anestetik lokal dan absorpsi ke sel saraf juga menurun, (3)
lapisan lipid pada serabut saraf, (4) aliran darah ke sel saraf. Absorbsi dan
distribusi anestetik lokal setelah penyuntikkan spinal ditentukan oleh banyak
faktor antara lain dosis, volume dan barisitas dari anestetik lokal serta posisi
pasien. Selanjutnya obat memiliki akses bebas ke jaringan medula spinalis dan
bekerja langsung pada target lokal di membran sel saraf serta sebagian kecil dosis
dapat memberikan efek yang cepat. Anestetik lokal di cairan serebrospinal ini
tidak berikatan dengan protein terlebih dahulu.
Daerah utama dari aksi blokade neuraksial adalah akar saraf. Anestesi
lokal disuntikkan ke CSF (anestesi spinal) atau ruang epidural (anestesi epidural
dan kaudal) dan menggenangi akar saraf dalam ruang subarachnoid atau ruang
epidural. Injeksi langsung anestesi lokal ke CSF untuk anestesi spinal
memungkinkan dosis yang relatif kecil dan volume anestesi lokal untuk mencapai
blokade sensorik dan motorik. Sebaliknya, anestesi lokal pada epidural anestesi
pada akar saraf memerlukan volume dan dosis yang jauh lebih tinggi. Selain itu,
tempat suntikan untuk anestesi epidural harus dekat dengan akar saraf yang harus
diblok. Blokade transmisi saraf (konduksi) dalam pada serabut saraf posterior
12
akan menghambat somatik dan viseral, sedangkan blokade serabut akar saraf
anterior mencegah eferen motorik dan outflow otonom1,3.
Blokade somatic
Blokade otonom
13
dan L1, yang menginervasi otot polos arteri dan vena. Blokade dari nervus ini
menyebabkan vasodilatasi dari pembuluh vena, penurunan pengisian darah dan
menurunkan venous return ke jantung. Untuk beberapa kasus vasodilatasi ateria
dapat menyebabkan penurunan resistensi sistemik pembuluh darah. Efek dari
vasodilatasi atrial dapat diminimalisir dengan cara mengkompensasi
vasokonstriksi diatas blok. Blok simpatis yang tinggi tidak hanya
mengkompensasi vasokonstriksi tapi juga memblok serabut akselarator jantung
yang berasal dari T1-T4. Hipotensi bisa disebabkan oleh bradikardi dan
penurunan kontraktili jantung. Hal ini dapat diperbaiki dengan cara meningkatkan
4,5
venous return dengan head down position.
14
Pada prosedur pembedahan yang menyebabkan trauma menyebabkan
neuroendokrin trauma melalui respon inflamasi lokal dan aktivasi serat saraf
aferen somatik dan viceral. Respon ini termasuk peningkatan hormon
adrenokortikotropik, kortisol, epinefrin, norepinefrin, dan level vasopresin melalui
sistem aktivasi renin-angiotensin-aldosteron. Neuroaksial blokade dapat
menurunkan sebagian atau secara total respon stres ini1.
Efek Samping2
Sistem kardiovaskular
Sistem pernafasan
Henti nafas akibat paralisis saraf frenikus di C3-5, paralisis interkostal
atau
depresi langsung pusat pengaturan nafas.
Blokade saraf torakal akan menurunkan aktivitas otot interkostal. Ini
hanya
berpengaruh kecil pada volume tidal, tapi hal ini akan menimbulkan
penurunan kapasitas vital akibat penurunan kontribusi otot abdomen dalam
ekspirasi paksa. Pasien ini akan mengalami dispnea dan kesulitan untuk
inspirasi maksimal serta batuk. Blokade torakal juga memicu penurunan
15
cardiac output dan tekanan arteri pulmonal serta peningkatan ventilasi atau
ketidakseimbangan perfusi yang akan menyebabkan penurunan tekanan
oksigen arteri. Pasien dengan blokade torakal saat bangun harus diberikan
oksigen yang tinggi untuk membantu pernafasan1.
Sistem pencernaan
Sistem saraf pusat rentan terhadap toksisitas obat anestetik lokal dengan
tanda-tanda awal rasa kebas, parestesi lidah, pusing. Keluhan sensorik
berupa tinitus dan pandangan kabur. Tanda eksitasi seperti kurang istirahat,
agitasi, gelisah, paranoid. Tanda adanya depresi sistem saraf pusat misal
bicara tidak jelas/pelo, mudah mengantuk, kejang, depresi pernafasan, tidak
sadar, koma.
Imunologi
16
Ginjal dan hepar
Aliran darah ginjal dipengaruhi oleh tekanan arterial. Bila tidak terjadi
vasokonstriksi di ginjal maka aliran darah ginjal tidak akan menurun sampai
tekanan arteri rata-rata menurun dibawah 50 mmHg. Dengan begitu, bila
tidak terjadi hipotensi berat maka aliran darah ginjal serta urin output masih
dalam batas normal selama anestesi spinal. Sedangkan aliran darah hepar
akan menurun mengikuti derajat dari hipotensi
1. . Bupivakain
Bupivakain dapat melewati sawar darah uri tetapi hanya dalam jumlah
kecil. Bila diberikan dalam dosis ulangan, takifilaksis yang terjadi lebih ringan
bila dibandingkan dengan lidokain. Salah satu sifat yang paling disukai dari
bupivakain selain dari kerjanya yang panjang adalah sifat blokade motorisnya
yang lemah. Toksisitasnya lebih kurang sama dengan tetrakain. Bupivakain juga
mempunyai lama kerja yang lebih panjang dari lignokain karena mempunyai
kemampuan yang lebih besar untuk mengikat protein. Untuk menghilangkan nyeri
17
pada persalinan, dosis sebesar 30 mg akan memberikan rasa bebas nyeri selama 2
jam disertai blokade motoris yang ringan. Analgesik pasca bedah dapat
berlangsung selama 4 jam atau lebih, sedangkan pemberian dengan tehnik anestesi
kaudal akan memberikan efek analgesik selama 8 jam atau lebih. Pada dosis 0,25
– 0,375 % merupakan obat terpilih untuk obstetrik dan analgesik paska bedah.
Konsentrasi yang lebih tinggi (0,5 – 0,75 %) digunakan untuk pembedahan.
Konsentrasi infiltrasi 0,25 - 0.5 %, blok saraf tepi 0,25 – 0,5 %, epidural 0,5 –
0,75 %, spinal 0,5 %. Dosis maksimal pada pemberian tunggal adalah 175 mg.
Dosis rata-ratanya 3 – 4 mg / kgBB.
2. FENTANYL
Aksi sinergis dari fentanyl dan anestesi lokal di blok neuraxial pusat
(CNB) meningkatkan kualitas analgesia intraoperatif dan juga memperpanjang
analgesia pascaoperasi. Durasi biasa pada efek analgesik adalah 30 sampai 60
menit setelah dosis tunggal intravena sampai 100 mcg (0,1 mg). Dosis injeksi
Fentanyl 12,5 μg menghasilkan efek puncak, dengan dosis yang lebih rendah tidak
18
memiliki efek apapun dan dosis tinggimeningkatkan kejadian efek samping.5
19
epidural, karena risiko hematoma epidural).Error! Reference source not found.,Error! Reference
source not found.
Komplikasi
Komplikasi dini, yaitu: Hipotensi; Blok spinal tinggi /total; Mual dan
muntah; Penurunan panas tubuh.Error! Reference source not found. Komplikasi lanjut,
yaitu: Post dural Puncture Headache (PDPH); Nyeri punggung (Backache); Cauda
Equine Syndrome; Meningitis; Retensi urine; Spinal hematom; Kehilangan
penglihatan pasca operasi. 6
Hipotensi
Paling sering terjadi dengan derajat bervariasi dan bersifat individual.
Mungkin akan lebih bertahan pada pasien dengan hipovolemia. Biasanya terjadi
pada menit ke 20 setelah injeksi obat local anestesi. Derajat hipotensi
berhubungan dengan kecepatan masuknya obat local anestesi ke dalam ruang sub
arakhnoid dan meluasnya blok simpatis.Error! Reference source not found.
Hipovolemia
Dapat menyebabkan depresi serius sistem kardiovaskuler selama spinal
anestesi karena pada hipovolemia tekanan darah dipelihara dengan peningkatan
simpatis yang menyebabkan vasokonstriksi perifer. Merupakan kontraindikasi
relative anestesi spinal, tetapi jika normovolemi dapat dicapai dengan penggantian
volume cairan maka spinal anestesi bias dikerjakan pada pasien hamil. Sensitif
terhadap blockade simpatis dan hipotensi karena obstruksi mekanis venous return
sehingga pasien hamil harus ditempatkan pada posisi miring lateral segere setelah
20
spinal anestesi untuk mencegah kompresi vena cava. Pada pasien tua
dengan hipovolemi dan iskemi jantung lebih sering terjadi hipotensi dibanding
pasienmuda.Error! Reference source not found.
Terapi
Autotransfusi dengan posisi head down dapat menambah kecepatan
pemberian preload
Bradikardi yang berat dapat diberikan antikolinergik
Jika hipotensi tetap terjadi setelah pemberian cairan, maka vasopresor
langsung atau tidak langsung dapat diberikan seperti efedrin dengan dosis 5-
10 mg bolus iv
Efedrin merupakan vasopresor tidak langsung, meningkatkan kontraksi otot
jantung (efek sentral) dan vasokonstriktor (efek perifer)
21
ml/kgBB diperlukan untuk mencegah hipotensi; Jika hipotensi tetap terjadi atau
jika pemberian cairan yang agresif harus dihindari maka pemberian vasopresor
merupakan pilihan seperti adrenalin dan sulfas atropine.Error! Reference source not found.
Mual Muntah
Terjadi karena Hipotensi; Adanya aktifitas parasimpatis yang
menyebabkan peningkatan peristalyik usus; Tarikan nervus dan pleksus
khususnya N vagus; Adanya empedu dalam lambungoleh karena relaksasi pylorus
dan spincter ductus biliaris; Faktor psikologis; Hipoksia.Error! Reference source not found.
Penanganan, untuk menangani hipotensi : loading cairan 10-20 ml/kgBB
kristaloid atau pemberian bolus efedrin 5-10 mg iv, oksigenasi yang adekuat
untuk mengatasi hipoksia dan dapat juga diberikan anti emetic.Error! Reference source
not found.
22
bawah dan saat berbaring LCS mengalir kembali ke rongga tengkorak dan akan
melindungi otak sehingga nyeri berkurang.
PDPH ditandai dengan: Nyeri kepala yang hebat; Pandangan kabur dan diplopia;
Mual dan muntah; Penurunan tekanan darah; Onset terjadinya adalah 12-48 jam
setelah prosedur spinal anestesi.
Pencegahan dan penanganan, Hidrasi dengan cairan yang kuat; Gunakan
jarum sekecil mungkin (dianjurkan < 24) dan menggunakan jarum non cutting
pencil point; Hindari penusukan jarum yang berulang-ulang; Tusukan jarum
dengan bevel sejajar serabut longitudinal durameter; Mobilisasi seawal mungkin;
Jika nyeri kepala tidak berat dan tidak mengganggu aktivitas maka hanya
diperlukan terapi konservatif yaitu bedrest dengan posisi supine, pemberian cairan
intravena maupun oral, oksigenasi adekuat; Pemberian sedasi atau analgesi yang
meliputi pemberian kafein 300 mg peroral atau kafein benzoate 500 mg iv atau
im, asetaminofen atau NSAID; Hidrasi dan pemberian kafein membantu
menstimulasi pembentukan LCS; Jika nyeri kepala menghebat dilakukan prosedur
khusus Epidural Blood Patch: a. Baringkan pasien seperti prosedur epidural, b.
Ambil darah vena antecubiti 10-15 ml, c. Dilakukan pungsi epidural kemudian
masukan darah secara pelan-pelan, d. Pasien diposisikan supine selama 1 jam
kemudian boleh melakukan gerakan dan mobilisasi, e. Selama prosedur pasien
tidak boleh batuk dan mengejan.7,8
Nyeri punggung
Tusukan jarum yang mengenai kulit, otot dan ligamentum dapat
menyebabkan nyeri punggung. Nyeri ini tidak berbeda dengan nyeri yang
menyertai anestesi umum, biasnya bersifat ringan sehingga analgetik post operatif
biasanya bias menutup nyeri ini. Relaksasi otot yang berlebih pada posisi litotomi
dapat menyebabkan ketegangan ligamentum lumbal selama spinal anestesi. Rasa
sakit punggung setelah spinal anestesi sering terjadi tiba-tiba dan sembuh dengan
sendirinya setelah 48 jam atau dengan terapi konservatif. Adakalanya spasme otot
paraspinosus menjadi penyebab.Error! Reference source not found.
23
Dapat diberikan penanganan dengan istirahat, psikologis, kompres panas
pada daerah nyeri dan analgetik antiinflamasi yang diberikan dengan
benzodiazepine akan sangat berguna.
Cauda Equina Sindrom
Terjadi ketika cauda equine terluka atau tertekan. Tanda-tanda meliputi.
Penyebab adalah traum adan toksisitas. Ketika terjadi injeksi yang traumatic
intraneural, diasumsikan bahwa obat yang diinjeksikan telah memasuki LCS,
bahan-bahan ini bias menjadi kontaminan sepeti deterjen atau antiseptic atau
bahan pengawet yang berlebihan.2,Error! Reference source not found.
Penggunaan obat anestesi local yang tidak neurotoksik terhadap cauda equine
merupakan salah satu pencegahan terhadap sindroma tersebut selain menghindari
trauma pada cauda equine waktu melakukan penusukan jarum spinal. 7,8
Retensi urin
Blockade sentral menyebabkan atonia vesika urinaria sehinggga volume
urine di vesika urinaria jadi banyak. Blockade simpatis eferen (T5-L1)
menyebabkan kenaikan tonus sfingter yang menghasilkan retensi urin. Spinal
anestesi menurunkan 5 -10% filtrasi glomerulus, perubahan ini sangat tampak
pada pasien hipovolemia. Retensi post spinal anestesi mungkin secara moderat
diperpanjang karena S2 dan S3 berisi serabut-serabut ototnomik kecil dan
paralisisnya lebih lama daripada serabut-serabut yang lebih besar,2,Error! Reference
Meningitis
Munculnya bakteri pada ruang subarakhnoid tidak mungkin terjadi jika
penanganan klinis dilakukan dengan baik. Meningitis aseptic mungkin
berhubungan dengan injeksi iritan kimiawi dan telah dideskripsikan tetapi jarang
terjadi dengan peralatan sekali pakai dan jumlah larutan anestesi murni local yang
memadai.2,5
Spinal hematom
24
Meski angka kejadiannnya kecil, spinal hematom merupakan bahaya besar
bagi klinis karena sering tidak mengetahui sampai terjadi kelainan neurologist
yang membahayakan. Terjadi akibat trauma jarum spinal pada pembuluh darah di
medulla spinali. Dapat secara spontan atau ada hubungannnya dengan kelainan
neoplastic. Hematom yang berkembang di kanalis spinalis dapat menyebabkan
penekanan medulla spinalis yang menyebabkan iskemik neurologist dan
paraplegi. Tanda dan gejala tergantung pada level yang terkena, umumnya
meliputi: mati rasa, kelemahan otot, kelainan BAB, kelainan sfingter kandung
kemih, sakit pinggang yang berat.2,3
Faktor resiko: abnormalitas medulla spinalis, kerusakan hemostasis,
kateter spinal yang tidak tepat posisinya, kelainan vesikuler, penusukan berulang-
ulang. Apabila ada kecurigaan maka pemeriksaan MRI, myelografi harus segera
dilakukan dan dikonsultasikan ke ahli saraf. Banyak perbaikan neurologist pada
pasien spinal hematomyang segera mendapatkan dekompresi pembedahan
(laminektomi) dalam waktu 8-12 jam.2,3
25
4. Beri anastesi lokal pada tempat tusukan, misalnya dengan lidokain 1-2% 2-
3ml.
5. Cara tusukan median atau paramedian. Untuk jarum spinal besar 22G, 23G,
25G dapat langsung digunakan. Sedangkan untuk yang kecil 27G atau 29G
dianjurkan menggunakan penuntun jarum yaitu jarum suntik biasa 10cc.
Tusukkan introduser sedalam kira-kira 2cm agak sedikit kearah sefal,
kemudian masukkan jarum spinal berikut mandrinnya ke lubang jarum
tersebut. Jika menggunakan jarum tajam (Quincke-Babcock) irisan jarum
(bevel) harus sejajar dengan serat duramater, yaitu pada posisi tidur miring
bevel mengarah keatas atau kebawah, untuk menghindari kebocoran likuor
yang dapat berakibat timbulnya nyeri kepala pasca spinal. Setelah resensi
menghilang, mandrin jarum spinal dicabut dan keluar likuor, pasang semprit
berisi obat dan obat dapat dimasukkan pelan-pelan (0,5ml/detik) diselingi
aspirasi sedikit, hanya untuk meyakinkan posisi jarum tetap baik. Kalau anda
yakin ujung jarum spinal pada posisi yang benar dan likuor tidak keluar, putar
arah jarum 90º biasanya likuor keluar. Untuk analgesia spinal kontinyu dapat
dimasukan kateter.
6. Posisi duduk sering dikerjakan untuk bedah perineal misalnya bedah
hemoroid (wasir) dengan anestetik hiperbarik. Jarak kulit-ligamentum flavum
dewasa ± 6cm.
26
KESIMPULAN
27
DAFTAR PUSTAKA
1. Morgan GE, Mikhail MS, Murray MJ. Spinal, Epidural, and Caudal Blocks.
Clinical Anesthesiology. 5th ed. USA; Lange Medical Books / Mc Graw Hill
Medical Publishing Division; 2013; 937-974.
2. Latief SA, Suryadi KA, Dachlan MR. Analgesia Regional. Petunjuk Praktis
Anestesiologi Edisi Kedua. Jakarta: Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2007; 5: 105-120.
5. http://ejournal.ukrida.ac.id/ojs/index.php/Meditek/article/view/896 (Cited 12
June 2021)
6. http://journal.fk.unpad.ac.id/index.php/jap/article/download/1171/pdf (Cited
12 June 2021)
28
7. Sulistio K. Analgesia Regional. Kumpulan Kuliah Anestesiologi. Jakarta;
Bursa Kedokteran Senat Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia; 2007; 15: 107-118.
29