PENDAHULUAN
Obat anti inflamasi non steroid, atau biasa disingkat OAINS, adalah obat-obat
yang memiliki efek analgesik, antipiretik dan, bila diberikan dalam dosis yang lebih
besar, akan memberikan efek anti inflamasi. Sebagai analgesik, kekhususan dari obat
OAINS adalah obat ini bukan golongan narkotik. Beberapa efek terapi dan efek
sampingnya disebabkan oleh penghambatan terhadap biosintesis prostaglandin dimana
obat-obat golongan ini menghambat enzim siklooksigenase yang mengubah asam
arakidonat menjadi prostaglandin.
1.3 Tujuan
1. Untuk Mengetahui formulasi dari bagian aktif (ibuprofen) dengan bahan tambahan
yang sesuai
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Deskripsi
Ibuprofen adalah turunan asam propionat yang dipatenkan pada tahun 1961.
Ibuprofen dikembangkan oleh Grup Boots di tahun 1960an. Ditemukan oleh Stewart
Adams (bersama dengan John Nicholson, Andrew RM Dunlop, Jeffrey Bruce Wilson &
arthritis di Inggris pada tahun 1969 dan Amerika Serikat pada tahun 1974.
Dalam Ibuprofen terkandung tidak kurang dari 97% dan tidak lebih dari 103,0%
C13H18O2 dihitung terhadap zat anhidrat. Nama kimia ibuprofen adalah asam 2-(4-
potensi efek biologis yang berbeda dan metabolisme untuk masing-masing enantiomer.
Memang ditemukan bahwa S-ibuprofen dan dexibuprofen adalah bentuk aktif baik secara
in vitro dan in vivo. Ada potensi untuk meningkatkan selektivitas dan potensi formulasi
terjadi dengan naproxen).
Gambar 1. Rumus kimia Ibuprofen
Ibuprofen berbentuk serbuk hablur, putih hingga hampir putih, berbau khas lemah.
Ibuprofen praktis tidak larut dalam air, sangat mudah larut dalam etanol, dalam metanol,
dalam aseton dan dalam kloroform, sukar larut dalam etil asetat. Ibuprofen hanya sangat
sedikit larut dalam air. Kurang dari 1 mg ibuprofen larut dalam 1 ml air namun, jauh lebih
mudah larut dalam alkohol atau campuran air
OAINS tidak pasti dan senyawa yang berbeda ini menyebabkan perbedaan
COX-1.
2.2.2 Farmakodinamik
sampai sedang, dan efektif terhadap nyeri yang berkaitan dengan inflamasi
atau kerusakan jaringan. Efek analgesiknya jauh lebih lemah daripada efek
Demam yang menyertai infeksi dianggap timbul akibat dua mekanisme kerja,
panas, nyeri, merah, bengkak, dan disertai gangguan fungsi. Ibuprofen dapat
2.2.3 Farmakokinetik
dalam plasma dicapai setelah 1-2 jam. Waktu paruh dalam plasma sekitar 2
jam. Sembilan puluh persen ibuprofen terikat pada protein plasma. Onset
sekitar 30 menit. Durasi ibuprofen berkisar antara 6-8 jam. Absorpsi jika
aktif yang dengan cepat dan lengkap dikeluarkan oleh ginjal. Ekskresinya
berlangsung cepat dan lengkap. Kira-kira 90% dari dosis yang diabsorpsi akan
diekskresi melalui urin sebagai metabolit atau konyugata (1% sebagai obat
dibandingkan diplasma.
2.2.4 Indikasi
gejala akibat trauma otot dan tulang atau sendi (trauma muskuloskeletal).
Meringankan nyeri ringan sampai sedang antara lain nyeri pada dismenore
primer (nyeri haid), nyeri pada penyakit gigi atau pencabutan gigi, nyeri
paten pada bayi prematur dengan berat antara 500 dan 1.500 gram, yang tidak
lebih dari 32 minggu usia kehamilan saat restriksi cairan, diuretik, dukungan
2.2.5 Kontraindikasi
peptikum (tukak lambung dan duodenum) yang berat dan aktif. Penderita
sindroma polip hidung, asma, rhinitis angioedema dan penderita dimana bila
gejala asma,rinitis atau urtikaria. kehamilan tiga bulan terakhir dan menyusui.
dan usus kecil, dan juga dapat menyebabkan vasokonstriksi pada mukosa
kembung, kesukaran mencerna, dan rasa penuh pada perut juga dapat
retensi air, dan perburukan CHF. Pada sistem saraf pusat antara lain dizzines,
mengantuk, vertigo, sakit kepala ringan, dan aseptik meningitis. Pada mata,
nekrosis papillar renal. Pada kulit antara lain rash, pruritus, dan eritema. Efek
dosis tinggi dalam jangka waktu lama. Studi pada tahun 2010 menunjukkan
gangguan pendengaran.
ensefalopati. Namun hal ini, dapat dikurangi dengan cara pemberian bersama
dengan indometasin.
perdarahan, diare, dan hipertensi.
ion tubular. Prostaglandin juga mengatur aliran darah ginjal sebagai fungsional
ginjal. Namun, efek samping yang terkait dengan ginjal jarang terjadi pada
dosis ibuprofen yang ditentukan. Waktu paruh yang pendek pada ibuprofen
terkait dengan menurunnya resiko efek ginjal daripada OAINS lain dengan
pada sukarelawan sehat atau pada anak dengan penyakit demam. Pengobatan
Bentuk sediaan generik yang tersedia yaitu berupa sediaan tablet 200
mg, 400 mg, 600 mg; tablet salut selaput 200 mg, 400 mg; kaptabs salut
Bentuk sediaan paten yang tersedia yaitu berupa sediaan tablet 200 mg,
400 mg, 600 mg; tablet salut selaput 200 mg, 400 mg, 600 mg; kaptabs salut
selaput 200 mg, 400 mg; suspensi 100 mg/5 mL, 200 mg/5 mL; tablet kunyah
Posologi : Ibuprofen dosis rendah (200 mg, 400 mg dan 600 mg)
jam, yang lebih lama dari yang disarankan dari waktu paruh. Dosis yang
untuk orang dewasa adalah 800 miligram per dosis atau 3200 mg per hari (4
dosis maksimum).
Dosis Ibuprofen 5-10 mg/kgBB dengan interval pemberian 4-6 jam, mereduksi
Kaplet adalah salah satu bentuk sediaan yang dikonsumsi secara oral yang artinya
obat yang cara pemberiannya melalui mulut. Untuk cara pemberian obat ini relatif aman,
praktis dan ekonomis. Kelemahan dari pemberian obat secara oral adalah efek yang tibul
biasanya lambat, tidak efektif jika pengguna sering muntah-muntah, diare, tidak sabar,
tidak kooperatif, kurang disukai jika rasanya pahit (rasa jadi tidak enak) (Diah, 2008).
Bahan pengisi ditambahkan jika jumlah zat aktif sedikit atau sulit
dikempa (Muhlis, 2009). Pengisi diperlukan bila dosis obat tidak cukup
untuk membuat bulk dan untuk memperbaiki daya kohesi sehingga dapat
dikempa langsung untuk memacu aliran. Bahan pengisi harus memenuhi
kriteria yaitu harus stabil secara fisik dan kimia, secara fisiologis harus
inert atau netral, tidak boleh saling berkontraindikasi, tidak menghambat
pelepasan disolusi obat, tidak boleh menggangu bioavabilitas obat.
Salah satu metode yang dapat digunakan untuk mengukur kadar air
adalah metode gravimetri dengan cara membandingkan bobot granul setelah
dipanaskan dengan bobot granul sebelum dipanaskan. Pada saat pemanasan
berlangsung, air yang masih tertinggal dalam granul akan menguap.
c. Kerapatan
d. Sudut diam
Metode sudut diam membutuhkan corong tegak dan kerucut yang berdiri
bebas memakai corong yang dijaga oleh statif agar ujungnya berada pada
suatu ketinggian yang dikehendaki. Bila sudut diam lebih kecil atau sama
dengan 30o biasanya menunjukkan bahwa granul dapat mengalir bebas atau
daya alirnya baik. Dan bila sudutnya lebih besar atau sama dengan 40 o biasanya
daya mengalirnya kurang baik (Lachman, 1994).
a. Keseragaman Bobot
b. Kekerasan Tablet
c. Kerapuhan Tablet
Suatu obat harus berada dalam bentuk larutan agar mudah untuk diabsorbsi
oleh tubuh. Untuk tablet, langkah penting pertama sebelum melarut adalah pecahnya
tablet menjadi partikel-partikel atau granul, langkah ini disebut disintegrasi atau
waktu hancur. Alat untuk mengukur waktu hancur disebut Disintegration Tester.
Perlengkapan untuk menguji daya hancur memakai 6 tabung gelas panjang 3 inci yang
terbuka di bagian atas, sedangkan di bagian bawah keranjang ada saringan ukuran 10
mesh (Lachman, 1994).
Ibuprofen 400 mg
Avicel 20 %
Amylum Solani 10 %
Talk 2%
Laktosa add 600 mg
Per Kaplet :
Ibuprofen : 400 mg
Avicel : 0,2 x 600 = 120 mg
Pati : 0,1 x 600 = 60 mg
Talk : 0,02 x 600 = 12 mg
Laktosa : 600 – (400 + 120 + 60 + 12) = 8 mg
Per Batch :
Ibuprofen : 400 x 10 = 4000 mg
Avicel : 120 x 10 = 1200 mg
Pati : 60 x 10 = 600 mg
Talk : 12 x 10 = 120 mg
Laktosa : 8 x 10 = 80 mg
Cara kerja :
1. Disiapkan alat dan bahan.
2. Ditimbang ibuprofen 400 mg, avicel 120 mg, pati 600 mg, talk 120 mg, dan
laktosa 80 mg pada neraca analitik.
3. Dimasukkan ibuprofen 400 mg ke dalam lumpang.
4. Dimasukkan avicel 120 mg sedikit demi sedikit ke dalam lumpang lalu
dihomogenkan.
5. Dimasukkan laktosa 8 mg sedikit demi sedikit ke dalam lumpang lalu
dihomogenkan.
6. Dimasukkan pati 60 mg sedikit demi sedikit ke dalam lumpang lalu
dihomogenkan.
7. Dimasukkan talk 12 mg sedikit demi sedikit ke dalam lumpang lalu
dihomogenkan.
8. Dimasukkan semua bahan campuran ke dalam alat pencetak kaplet.
9. Dimasukkan kaplet ke dalam wadah.
akibat trauma otot dan tulang atau sendi (trauma muskuloskeletal). Meringankan nyeri
ringan sampai sedang antara lain nyeri pada dismenore primer (nyeri haid), nyeri pada
penyakit gigi atau pencabutan gigi, nyeri setelah operasi dan sakit kepala.
Kemasan yang digunakan dalam mengemas tablet ibuprofen yang telah dibuat
adalah kemasan dalam yang biasanya terbuat dari bahan PET, sedangkan kemasan
luar nya terbuat dari bahan karton/kertas. Logo obat yang digunakan adalah warna
hijau, menandakan bahwa obat yang dibuat adalah termasuk golongan obat bebas.
Nama obat adalah Umiprofen, berasal dari bahan aktifnya, yaitu Ibuprofen. Tanggal
kadaluarsa adalah 2 tahun sejak obat tersebut dibuat, yaitu tahun 2016. Keterangan
mengenai indikasi, kontraindikasi, dll dapat dilihat pada brosur. Nomor batch : M
041304001 , dan nomor Registrasi : GBL 13 411 001 10 A1. Penjelasan mengenai
penomoran batch dan reg. ada dibawah ini :
Penomoran Reg :
G : Nama Dagang
B : Golongan obat bebas
L : Obat jadi produksi dalam negeri/local
13 : Obat jadi yang telah di setujui pendaftarannya pada priode 2013-2015
411 : menunjukkan Nomor urut pabrik
001 : menunjukkan nomor urut obat jadi yang disetujui untuk masing-masing
pabrik
10 : Sediaan Tablet
A : Menunjukkan kekuatan obat yang pertama di setujui
1 : Menunjukkan kemasan yang pertama
Penomoran batch :
Produksi Ruahan
Kekuatan 600 mg
tablet. Jika ditimbang satu-persatu tidak boleh lebih dari 2 tablet yang
menyimpang dari bobot rata-rata lebih besar dari 5% untuk bobot tablet yang
lebih besar dari 300 mg, dan tidak satu tabletpun yang bobot rata-ratanya
menyimpang 10% dari tablet yang lebih besar dari 300 mg (Anief, 1997).
Dalam alat logam kecil diletakkan sebuah tablet, dan tekanannya diatur
sehingga tablet stabil ditempatnya dan jarum penunjuk berada pada skala 0.
Kemudian ulirnya diputar, tablet akan terjepit semakin kuat dengan naiknya
tekanan tablet secara lambat. Dan akhirnya tablet tersebut pecah. Besarnya
kecepatan 25 rpm sebanyak 100 kali. Kerapuhan tablet tidak boleh melebihi 1%
(Lachman, 1994).
berisi 1 liter air pada suhu 37o C ± 2o C. Keranjang akan bergerak turun-naik
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang diperoleh dari makalah ini antara lain; Ibuprofen
adalah obat golongan obat anti inflamasi non steroid yang merupakan derivat asam
propionate yang berefek analgetik, antipiretik, dengan daya antiinflamasi yang tidak
terlalu kuat. Ibuprofen diabsorbsi cepat melalui lambung dan kadar maksimum dalam
plasma dicapai setelah 1-2 jam, waktu paruh dalam plasma sekitar 2 jam.
Metabolisme Ibuprofen terjadi di hepar, dan ekskresi cepat dan lengkap di ginjal.
epistaksis, sakit kepala, pusing.
DAFTAR PUSTAKA
1. Katzung G Bertram. 2001. Farmakologi Dasar dan Klinik. Salemba Medika: Jakarta.
2. Badan POM RI. Penggunaan bersamaan Ibuprofen dan Aspirin. InfoPOM 2006;7(6):11.
4. Indriani R. Informatorium Obat Nasional Indonesia. Badan POM RI: Jakarta, 2008.
7. Anief, M. 2000. Ilmu Meracik Obat Teori dan Praktik. Yogyakarta: Gajah Mada
University Press.
8. Ansel, H.C. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi Edisi IV. Jakarta: UI Press
9. Chaerunnisa, Y.A., Surahman, E., Imron, S.S. 2009. Farmasetika Dasar. Bandung:
Widya Padjadjaran.
10. Depkes RI. 1979. Farmakope Indonesia. Edisi III. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
11. Lachman, L. Liberman H.A., Kanig, J.L., 1994. Teori dan Praktek Farmasi Industri.
Edisi III. (Terjemahan) Siti Suyatmi. Jakarta UI Press.
13. Muhlis, Muhammad. 2009. Diklat Kuliah Farmasetika. Yogyakarta: Faruad. Hal. 26.
14. Parrot, E.L. 1971. Pharmaceutical Technology Fundamental Pharmaceutics. Edisi III.
Minneapolis: Burgess Publishing Company.
16. Sweetman, Sean C. 2009. Martindale the Complete Drug Reference. London:
Pharmaceutical Press.
17. Siregar, Charles, 1992. Validasi di Industri Farmasi. Bandung: Instuti Teknologi
Bandung.
18. Syamsuni, H,A. 2006. Farmasetika Dasar dan Hitungan Farmasi. Jakarta: EGC.
Syamsuni. 2006. Ilmu Resep. Jakarta: EGC.
19. Voight, R. 1995. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi (Terjemahan). Noerono, S.Edisi V.
Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
20. Wade, A. Waller PJ. 1994. Handbook of pharmaceutical Excipient. Second edition.
London: The Pharmaceutical Press.