Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH FARMASI RUMAH SAKIT

PENGOLAHAN LIMBAH
RUMAH SAKIT

Dosen : Dra. apt. Farida Indyastuti, M. M

Disusun Oleh :
M. Abi Ubaidillah

Reguler C/20340140

PROGRAM STUDI APOTEKER FAKULTAS FARMASI


INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI NASIONAL
JAKARTA
2020

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas rahmat-
Nya maka saya dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Produksi Sediaan
Farmasi Di Instalasi Farmasi Rumah Sakit”. Penulisan makalah ini merupakan
salah satu tugas dan persyaratan untuk menyelesaikan tugas PKPA Farmasi
Rumah Sakit di Institut Sains dan Teknologi Nasional, Jakarta. Dalam penulisan
makalah ini saya merasa masih banyak kekurangan-kekurangan baik pada teknis
penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang saya miliki.

Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna
dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu,
penulis mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya
makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Kemudian
apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini penulis mohon maaf yang
sebesar-besarnya.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak khususnya


kepada Ibu Dosen Dra.apt. Farida Indyastuti, M.M sebagai Pembimbing PKPA
Farmasi Rumah Sakit yang telah membimbing dalam penulisan makalah ini.
Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih.

Brebes, Februari 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Halaman Judul..................................................................................................... i

KATA PENGANTAR......................................................................................... ii

DAFTAR ISI........................................................................................................ iii

BAB I PENDAHULUAN.................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang...................................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah................................................................................. 2
1.3. Tujuan................................................................................................... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA......................................................................... 3


2.1. Produksi di Rumah Sakit...................................................................... 3
2.2. Kriteria Produk...................................................................................... 4
2.3. Tujuan dan Pertimbangan..................................................................... 4
2.4. Ruang Lingkup Produk IFRS................................................................ 6

BAB III PENUTUP............................................................................................. 13


3.1. Kesimpulan........................................................................................... 13

DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................... 14

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG


Instalasi Farmasi adalah unit pelaksana fungsional yang
menyelenggarakan seluruh kegiatan pelayanan kefarmasian di Rumah Sakit.
Pelayanan Kefarmasian merupakan suatu pelayanan langsung dan
bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi
dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu
kehidupan pasien. Pelayanan kefarmasian di rumah sakit mencakup
pengelolaan sediaan farmasi dan bahan medis habis pakai dan pelayanan
kefarmasian klinis (Anonim, 2016).
Apoteker bertanggung jawab terhadap pengelolaan Sediaan Farmasi,
Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai di Rumah Sakit yang
menjamin seluruh rangkaian kegiatan perbekalan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai sesuai dengan ketentuan yang
berlaku serta memastikan kualitas, manfaat, dan keamanannya.
Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai merupakan suatu siklus kegiatan, dimulai dari pemilihan,
perencanaan kebutuhan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan,
pendistribusian, pemusnahan dan penarikan, pengendalian, dan
administrasi yang diperlukan bagi kegiatan Pelayanan Kefarmasian (Anonim,
2016).
Dalam kegiatan pengadaan sediaan farmasi dapat dilakukakn melalui
beberapa cara, salah satunya yaitu dengan melakukan produksi. Produksi
perbekalan farmasi di rumah sakit merupakan kegiatan membuat, merubah
bentuk, dan pengemasan kembali sediaan farmasi steril atau nonsteril untuk
memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan di rumah sakit (Anonim, 2010).
Kegiatan produksi dilakukan oleh Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS), bila
produk obat/sediaan farmasi tersebut tidak diperdagangkan secara komersial
atau jika diproduksi sendiri akan lebih menguntungkan. Produksi sediaan

1
farmasi yang dilakukan merupakan produksi lokal untuk keperluan rumah
sakit itu sendiri (Siregar, 2003).
Apoteker disarankan untuk membuat sediaan farmasi dengan potensi
dan kemasan yang dibutuhkan untuk terapi optimal, tetapi tidak tersedia
dipasaran. Dalam hal ini, harus diperhatikan persyaratan stabilitas, kecocokan
rasa, kemasan, dan pemberian etiket dari berbagai produk yang dibuat
(Anonim, 2016).

1.2. RUMUSAN MASALAH


Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dibuat rumusan masalah
sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud kegiatan produksi sediaan farmasi di Instalasi
Farmasi Rumah Sakit?
2. Bagaimana kriteria produk yang dapat diproduksi di Instalasi Farmasi
Rumah Sakit?
3. Apa saja tujuan dan pertimbangan dalam melakukan kegiatan produksi
di Instalasi Farmasi Rumah Sakit?
4. Apa saja ruang lingkup produk yang dapat diproduksi di Instalasi
Farmasi Rumah Sakit?

1.3. TUJUAN
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui kegiatan produksi sediaan farmasi di Instalasi
Farmasi Rumah Sakit.
2. Untuk mengetahui kriteria produk yang dapat diproduksi di Instalasi
Farmasi Rumah Sakit.
3. Untuk mengetahui tujuan dan pertimbangan dalam melakukan
kegiatan produksi di Instalasi Farmasi Rumah Sakit.
4. Untuk mengetahui ruang lingkup produk yang dapat diproduksi di
Instalasi Farmasi Rumah Sakit.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. PRODUKSI DI RUMAH SAKIT


Produksi perbekalan farmasi di rumah sakit merupakan kegiatan
membuat, merubah bentuk, dan pengemasan kembali sediaan farmasi steril
atau nonsteril untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan di rumah sakit
(Anonim, 2010). Produksi sendiri dilakukan oleh Instalasi Farmasi Rumah
Sakit (IFRS), bila produk obat/sediaan farmasi tersebut tidak diperdagangkan
secara komersial atau jika diproduksi sendiri akan lebih menguntungkan.
Produksi sediaan farmasi yang dilakukan merupakan produksi lokal untuk
keperluan rumah sakit itu sendiri. Dalam proses produksi tersebut dilakukan
berbagai tahap mencakup desain dan pengembangan produk, pengadaan,
perencanan dan pengembangan proses, produksi, pengujian akhir,
pengemasan, penyimpanan, sampai dengan penghantaran produk tersebut
pada penderita/profesional kesehatan (Siregar, 2003).
Sediaan farmasi yang diproduksi oleh IFRS harus akurat dalam
identitas, kekuatan, kemurnian, dan mutu. Oleh karena itu, harus ada
pengendalian proses dan produk untuk semua sediaan farmasi yang
diproduksi atau produksi sediaan ruah dan pengemasan yang memenuhi
syarat. Formula induk dan batch harus terdokumentasi dengan baik (termasuk
hasil pengujian produk). Semua tenaga teknis harus harus di bawah
pengewasan dan terlatih. Kegiatan pengemasan dan penandaan harus
mempunyai kendali yang cukup untuk mencegah kekeliruan dalam
pencampuran produk/kemasan/etiket. Nomor lot untuk untuk
mengidentifikasi setiap produk jadi dengan sejarah produksi dan
pengendalian, harus diberikan pada tiap batch (Anonim, 2010).
Cara pembuatan Obat yang Baik (CPOB) dan standar internasional
ISO 9001 adalah standar sistem mutu yang harus diterapkan, agar mutu
produk yang dihasilkan selalu konsisten memenuhi persyaratan resmi dan

3
persyaratan rumah sakit serta memenuhi kepuasan konsumen (Anonim,
2010).

2.2. KRITERIA PRODUK


Sediaan yang dibuat di Rumah Sakit harus memenuhi persyaratan
mutu dan terbatas hanya untuk memenuhi kebutuhan pelayanan di Rumah
Sakit tersebut. Instalasi Farmasi dapat memproduksi sediaan tertentu apabila
(Anonim, 2016):
1. Sediaan Farmasi tidak ada di pasaran;
2. Sediaan Farmasi lebih murah jika diproduksi sendiri
3. Sediaan Farmasi dengan formula khusus
4. Sediaan Farmasi dengan kemasan yang lebih kecil/repacking
5. Sediaan Farmasi untuk penelitian
6. Sediaan Farmasi yang tidak stabil dalam penyimpanan/harus dibuat
baru (recenter paratus).

2.3. TUJUAN DAN PERTIMBANGAN


Tujuan perencanan produksi obat adalah merencanakan produksi obat
yang sesuai dan kebutuhan rumah sakit. Dalam proses produksi untuk
menghasilkan anggaran yang tepat selama produksi maka farmasis akan
menentukan inventaris dan pemakaian anggaran yang diperlukan untuk
produk akhir dengan mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut (Siregar,
2003):
1. Persediaan dan tingkat pemakaian produk jadi
Mengenai tingkat pemakaian setiap jenis barang yang akan
diproduksi. Hal ini dilakukan dengan meninjau kembali catatan dari satu
atau dua tahun sebelumnya dan membandingkan catatan ini dengan pola
resep yang ditulis oleh dokter.
2. Persyaratan bahan
Seorang farmasis di rumah sakit harus menentukan produk yang
akan dibuat dengan memperhitungkan jumlah dan banyaknya produksi
yang akan dibuat serta menyusun cara terbaik dan termudah dalam

4
mendapatkan persediaan. Persediaan ini meliputi : Bahan baku, Wadah,
Etiket dan bahan lainnya seperti kertas saring, kotak dan etiket khusus.
3. Kepastian produksi
Dalam kapasitas produksi ini farmasis harus mempertimbangkan
dua hal yaitu apakah farmasis mempunyai perlengkapan untuk
pembuatan produk dan apakah mesin atau perlengkapan tersebut sanggup
untuk memproduksi dalam jumlah yang diinginkan. Waktu merupakan
faktor yang berharga dalam proses produksi, maka farmasis harus
menggunakan kapasitas maksimum dari peralatannya, pemilihan
perlengkapan harusnya dibuat sebagai dasar untuk mendapatkan
peralatan yang mempunyai banyak fungsi dan mencegah kerugian akibat
penumpukan peralatan mahal yang nantinya tidak akan digunakan.
4. Peralatan produksi dan sumber-sumbernya
Macam dan ukuran dari perlengkapan produksi yang disyaratkan
dalam farmasi rumah sakit berbeda tiap rumah sakit. Penentuan peralatan
berdasarkan jangkauan program produksi, jumlah yang akan diproduksi,
lainnya waktu yang hendak disyaratkan ke pemakai produk, tersedianya
personil dan tersedianya fasilitas fisik.
5. Tenaga produksi
Tenaga produksi yang terlalu banyak akan mengakibatkan
pemborosan anggaran, akibatnya harga produksi akan menjadi mahal.
Bagian produksi harus diawasi oleh farmasis yang didukung oleh
tambahan personil yang terlatih untuk mengadakan pekerjaan non teknis
seperti memasukkan cairan ke dalam botol, menyaring, memberi etiket,
dan lain-lain.
6. Biaya operasi
Biaya operasi yang dikontrol dengan baik tentu akan menghasilkan
suatu hasil yang menguntungkan pemakaian biaya operasi yang tepat
biasnya digunakan biaya langsung dan tidak langsung. Biaya langsung
ditujukan pada tenaga kerja sedangkan biaya tidak langsung ditujukan
pada biaya personil dalam kedudukannya sebagai pengawas, tempat
sewa, asuransi dan penurunan nilai peralatan, pemeliharaan anggaran

5
rumah tangga dan lain-lain. Biaya tidak langsung seharusnya
dibandingkan dengan biaya langsung untuk memastikan biaya
sebenarnya dari produk.

2.4. RUANG LINGKUP PRODUK IFRS


Kegiatan produksi yang dilakukan oleh sub instalasi produksi farmasi
ada dua, yaitu (Anonim, 2010):
1. Produk Steril
Produksi steril adalah proses mencampur atau meracik bahan obat
steril dan dilakukan di dalam ruang steril. Aseptik dispensing adalah
teknik aseptik yang dapat menjamin ketepatan sediaan steril yang dibuat
dan bebas kontaminasi. Tujuan dari produksi steril adalah
- mendapatkan dosis yang tepat dan aman;
- menyediakan nutrisi bagi penderita yang tidak dapat menerima
makanan, baik secara oral, maupun enteral;
- menyediakan obat kanker secara efektif, efisien, dan bermutu; dan
- menurunkan biaya pengobatan.

Kegiatan produksi obat steril yang dilakukan Sub Instalasi Produksi


Farmasi adalah sebagai berikut:
a. Total Parenteral Nutrisi (Nutrisi Parenteral Pelengkap)
Total parenteral nutrisi adalah nutrisi dasar yang diperlukan
bagi penderita secara intravena yang kebutuhan nutrisinya tidak
dapat terpenuhi secara enteral (Anonim, 2010). Kegiatan yang
dilakukan dalam pembuatan total parenteral nutrition adalah
membuat atau mencampur bahan nutrisi yang berisi asam amino,
karbohidrat dan lipid yang steril dengan kadar yang sesuai kebutuhan
masing-masing pasien, sehingga dihasilkan sediaan yang steril.
Ruang untuk TPN bertekanan positif dari pada di luar karena obat ini
tidak berbahaya hanya saja dalam pembuatannya harus steril
(Siregar, 2003).
Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam produksi sediaan nutrisi
parenteral adalah:

6
 Tim yang terdiri dari dokter, apoteker, perawat, dan ahli gizi
untuk memformulasikan nutrisi yang dibutuhkan
 Produksi dilakukan di ruangan khusus/ Clean room di dalam
kabinet laminar/ Laminar Air Flow Cabinet
 Sediaan dikemas dalam kantong khusus untuk nutrisi parenteral
b. Pencampuran obat suntik/Sediaan Intravena (IV-admixture)
Penyiapan produk steril (pencampuran sediaan intravena dan
irigasi) adalah suatu bagian penting dari sistem pengendalian
perbekalan farmasi. Prosesnya yaitu pencampuran sediaan steril ke
dalam larutan intravena steril untuk menghasilkan suatu sediaan
steril yang bertujuan untuk penggunaan intravena. Prosesnya
menggunakan teknik aseptik. Contoh (Anonim, 2010):
1) Mencampur sediaan intravena kedalam cairan infus
2) Melarutkan sediaan intravena dalam bentuk serbuk dengan
pelarut yang sesuai
3) Mengemas menjadi sediaan siap pakai
Produk intravena yang digunakan dalam rumah sakit harus
memenuhi pernyaratan umum sebagai berikut (Anonim, 2010):
1) Sesuai persyaratan terapeutik dan farmasetik (misalnya bebas
dari obat yang tidak tercampurkan)
2) Bebas dari kontaminan mikroba dan pirogen
3) Bebas dari partikulat pada tingkat yang dapat diterima dan
kontaminan toksis lainnya.
Keuntungan pelayanan pencampuran obat suntik:
1) Terjaminnya sterilitas produk obat suntik
2) Terkontrolnya kompatibilitas perbekalan farmasi
3) Terjaminnya kondisi penyimpanan yang optimum sebelum dan
sesudah pencampuran
4) Efisiensi
5) Mencegah terjadinya kesalahan perhitungan pencampuran
perbekalan farmasi
6) Terjaminnya mutu produk

7
7) Terjaminnnya keamanan petugas terhadap keterpaparan dan
kontaminasi produk

Proses pencampuran obat suntik harus memenuhi syarat sebagai


berikut:
1) Ruangan produksi merupakan ruangan ISO Class 7
2) Proses produksi dilakukan di meja kerja kabinet laminar
(laminar airflow workbench / LAFW) dengan klasifikasi ISO
Class 5
3) Ruangan produksi memiliki tekanan positif dilengkapi dengan
HEPA filter
4) Akses terbatas
c. Pengemasan Kembali
Contoh: pembuatan handruff
d. Rekonstitusi Sitostatika
Obat sitostatika adalah obat yang digunakan dalam pengobatan
kanker (antineoplastik). Peracikan obat kanker atau sitostatika adalah
kegiatan rekonstitusi (pencampuran) obat–obat sitostatik dan
menyiapkan agar siap digunakan dengan mempertimbangkan dasar–
dasar keamanan bagi pekerja dan lingkungan serta prinsip dasar
pencampuran obat steril. Sub instalasi produksi farmasi melayani
permintaan penyiapan obat sitostatika dengan sumber obat yang
berasal dari:
1) Farmasi atau apotek Korpri untuk pasien umum
2) Apotek askes untuk pasien askes
3) YKI (Yayasan Kanker Indonesia) untuk pasien tidak mampu
Obat tersebut diberikan pada bagian produksi obat steril
maksimal sehari sebelum dilakukan kemoterapi.

Sebelum obat dibuat harus dilakukan pengecekan apakah


pasien jadi dikempoterapi pada waktu yang telah ditentukan atau
tidak. Jika tidak maka obat tidak boleh disiapkan, karena obat harus
diberikan segera setelah direkonstitusi mengingat ketidakstabilan

8
obat dan jika terlalu lama disimpan maka obat menjadi rusak.
Dalam formulir permintaan obat sitostatika tercantum data pasien
meliputi nama, nomor medical record, ruangan, jenis kelamin, berat
badan, tinggi badan, umur, luas permukaan tubuh, diagnosis, nama
dokter, dan paraf dokter, dan data permintaan obat yang meliputi
nama obat, dosis, cara pemberian, volume, jumlah (ampul/vial),
pelarut, volume pelarut, volume akhir, expire date, dan alat
kesehatan yang digunakan.
Rekonstitusi obat sitostatika dilakukan secara aseptik di
ruang steril di dalam laminar air flow. Dalam CPOB, ruang yang
digunakan untuk kegiatan steril disebut ruang kelas II, tidak boleh
mengandung lebih dari 350.000 partikel berukuran 0,5 mikron atau
lebih. Dua ribu partikel berukuran 5 mikron atau lebih, serta tidak
lebih dari 100 mikroba setiap meter kubik udara. Tekanan udara di
ruangan ini makin ke dalam atau makin mendekati laminar air flow
harus makin negatif. Hal ini untuk mencegah keluarnya obat yang
direkonstitusi dan agar tidak mengkontaminasi personil yang
mengerjakannya. Personil yang mengerjakan harus memakai
pakaian steril model khusus, penutup kepala, masker, kacamata,
sarung tangan, dan penutup kaki.
Kegiatan yang dilakukan dalam rekonstitusi sediaan farmasi
berbahaya adalah:
 Melakukan perhitungan dosis secara akurat
 Melarutkan sediaan obat kanker dengan pelarut yang sesuai
 Mencampur sediaan obat kanker sesuai dengan protokol
pengobatan
 Mengemas dalam kemasan tertentu
 Membuang limbah sesuai prosedur yang berlaku
Hal-hal yang perlu diperhatikan pada proses rekonstitusi sediaan
farmasi berbahaya:
 Operator harus mengenakan sarung tangan kemoterapi dan
pakaian yang sesuai selama penerimaan, distribusi,

9
penyimpanan, investarisasi, persiapan untuk administrasi,
dan pembuangan limbah
 Ruangan produksi dan penyimpanan harus bertekanan
negatif dan buffer area ISO Class 7 atau lebih. Ruang
penyimpanan terpisah dengan ruang produksi dan area lain.
 Produksi dilakukan dalam LAC dengan klasifikasi ISO Class
5 atau Compounding Aseptic Containment Isolator (CACI).
2. Produk Non Steril
Sub instalasi produksi farmasi membuat perencanaan produksi
obat-obat yang dibutuhkan selama satu bulan dan mencatat realisasi
kerjanya, perencanaan produksi dibuat untuk bulan berikutnya
berdasarkan permintaan barang dari sub instalasi apotek pegawai
distribusi farmasi dan persediaan minimum produksi, selanjutnya
dilaksanakan dalam kegiatan harian.
Instalasi produksi farmasi melayani kebutuhan barang dari sub
instalasi distribusi, apotek pegawai dan apotek korpri. Pengiriman barang
dilakukan setiap minggu. Sub instalasi produksi farmasi juga melayani
permintaan untuk pembuatan formula khusus yang berasal dari resep
dokter dan tidak ada dalam rencana produksi.
Laporan-laporan yang dibuat adalah laporan pemasukan dan
pengeluaran bahan baku yang dibuat setiap bulan; laporan pembuatan
dan pengeluaran produk jadi non steril, serta laporan pelayanan
sitostatika. Obat-obat yang diproduksi di instalasi produksi farmasi
adalah obat-obat yang lebih murah jika diproduksi sendiri dan obat yang
tidak terdapat di pasaran atau merupakan formula khusus.
Kegiatan yang dilakukan dalam produksi non steril yaitu (Siregar,
2003):
a. Pembuatan
Sub instalasi produksi farmasi memproduksi obat non steril
berdasarkan master formula. Produksi obat dilakukan dengan
mengisi formulir pembuatan obat. Tahapan pembuatan obat
dilakukan berdasarkan urutan seperti contoh yang terdapat pada

10
formulir pembuatan obat dan pada setiap tahap pembuatan harus
diparaf oleh petugas yang mengerjakannya. Formulir pembuatan
obat dibuat berdasarkan per item obat.
Pengemasan dan pemberian etiket dilakukan setelah produksi
obat atau pengenceran antiseptik selesai dibuat dan diperiksa
kembali. Setelah selesai pengemasan, maka penyedia harus mengisi
lembaran atau formulir pengemasan yang berisi tanggal produksi,
nama obat, nomor produksi, volume dan kemasan, kemudian diparaf.
Selanjutnya formulir pembuatan obat, formulir pengemasan dan
etiket diparaf atau diberi cap oleh penanggung jawab sebagai tanda
bahwa obat sudah diperiksa dan dapat didistribusikan.
b. Pengenceran
Pengenceran dilakukan berdasarkan urutan seperti yang
terdapat pada formulir obat dan pada setiap tahap harus diparaf oleh
petugas yang mengerjakannya. Pengenceran misalnya pembuatan
alkohol 70% dari alkohol 95%.
c. Pengemasan kembali
Pengemasan kembali misalnya Betadine dan Rivanol dari
kemasan besar menjadi kemasan yang lebih kecil. Penyimpanan
hasil produksi dipisahkan antara obat dalam dan obat luar yang
masing-masing disusun secara alfabet. Obat yang lebih dulu
dikeluarkan adalah obat yang lebih dulu diproduksi dengan
mempertimbangkan waktu kadaluarsanya. Setiap pengeluaran obat
dicatat dalam kartu sediaan. Instalasi produksi farmasi melayani
kebutuhan barang dari sub instalasi distribusi, apotek pegawai dan
apotek korpri. Pengiriman barang dilakukan setiap minggu. Sub
instalasi produksi farmasi juga melayani permintaan untuk
pembuatan formula khusus yang berasal dari resep dokter dan tidak
ada dalam rencana produksi.
Laporan-laporan yang dibuat adalah laporan pemasukan dan
pengeluaran bahan baku yang dibuat setiap bulan; laporan
pembuatan dan pengeluaran produk jadi non steril, serta laporan

11
pelayanan sitostatika. Obat-obat yang diproduksi di instalasi
produksi farmasi adalah obat-obat yang lebih murah jika diproduksi
sendiri dan obat yang tidak terdapat di pasaran atau merupakan
formula khusus.

12
BAB III
PENUTUP

3.1. KESIMPULAN
Dari hasil uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Kegiatan produksi yang dilakukan oleh sub instalasi produksi farmasi
ada dua, yaitu produksi non steril dan produksi steril.
2. Proses mencampur atau meracik bahan obat steril dan dilakukan di
dalam ruang steril. Aseptik dispensing adalah teknik aseptik yang
dapat menjamin ketepatan sediaan steril yang dibuat dan bebas
kontaminasi.
3. Kegiatan produksi obat steril yang dilakukan Sub Instalasi Produksi
Farmasi antara lain, Total Parenteral Nutrisi, Pencampuran obat
suntik/Sediaan Intravena, Pengemasan Kembali, dan Rekonstitusi
Sitostatika.
4. Kegiatan yang dilakukan dalam produksi non steril yaitu, pembuatan,
pengenceran, dan pengemasan kembali

13
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. (2010). Pedoman Pengelolaan Sediaan Farmasi Di Rumah Sakit.


Jakarta: Direktorat Jenderal Binakefarmasian Dan Alat Kesehatan
Kementerian Kesehatan RI Bekerjasama Dengan Japan Internasional
Cooperation Agency.
Anonim. (2016). Standar Pelayanan Kefarmasian Di Rumah Sakit. Jakarta:
Departemen Kesehatan Republik Indonesia
Siregar, Charles J. P. (2003). Farmasi Rumah Sakit: Teori Penerapan. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.

14

Anda mungkin juga menyukai