PENGOLAHAN LIMBAH
RUMAH SAKIT
Disusun Oleh :
M. Abi Ubaidillah
Reguler C/20340140
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas rahmat-
Nya maka saya dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Produksi Sediaan
Farmasi Di Instalasi Farmasi Rumah Sakit”. Penulisan makalah ini merupakan
salah satu tugas dan persyaratan untuk menyelesaikan tugas PKPA Farmasi
Rumah Sakit di Institut Sains dan Teknologi Nasional, Jakarta. Dalam penulisan
makalah ini saya merasa masih banyak kekurangan-kekurangan baik pada teknis
penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang saya miliki.
Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna
dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu,
penulis mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya
makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Kemudian
apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini penulis mohon maaf yang
sebesar-besarnya.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
Halaman Judul..................................................................................................... i
KATA PENGANTAR......................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang...................................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah................................................................................. 2
1.3. Tujuan................................................................................................... 2
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................... 14
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
farmasi yang dilakukan merupakan produksi lokal untuk keperluan rumah
sakit itu sendiri (Siregar, 2003).
Apoteker disarankan untuk membuat sediaan farmasi dengan potensi
dan kemasan yang dibutuhkan untuk terapi optimal, tetapi tidak tersedia
dipasaran. Dalam hal ini, harus diperhatikan persyaratan stabilitas, kecocokan
rasa, kemasan, dan pemberian etiket dari berbagai produk yang dibuat
(Anonim, 2016).
1.3. TUJUAN
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui kegiatan produksi sediaan farmasi di Instalasi
Farmasi Rumah Sakit.
2. Untuk mengetahui kriteria produk yang dapat diproduksi di Instalasi
Farmasi Rumah Sakit.
3. Untuk mengetahui tujuan dan pertimbangan dalam melakukan
kegiatan produksi di Instalasi Farmasi Rumah Sakit.
4. Untuk mengetahui ruang lingkup produk yang dapat diproduksi di
Instalasi Farmasi Rumah Sakit.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
persyaratan rumah sakit serta memenuhi kepuasan konsumen (Anonim,
2010).
4
mendapatkan persediaan. Persediaan ini meliputi : Bahan baku, Wadah,
Etiket dan bahan lainnya seperti kertas saring, kotak dan etiket khusus.
3. Kepastian produksi
Dalam kapasitas produksi ini farmasis harus mempertimbangkan
dua hal yaitu apakah farmasis mempunyai perlengkapan untuk
pembuatan produk dan apakah mesin atau perlengkapan tersebut sanggup
untuk memproduksi dalam jumlah yang diinginkan. Waktu merupakan
faktor yang berharga dalam proses produksi, maka farmasis harus
menggunakan kapasitas maksimum dari peralatannya, pemilihan
perlengkapan harusnya dibuat sebagai dasar untuk mendapatkan
peralatan yang mempunyai banyak fungsi dan mencegah kerugian akibat
penumpukan peralatan mahal yang nantinya tidak akan digunakan.
4. Peralatan produksi dan sumber-sumbernya
Macam dan ukuran dari perlengkapan produksi yang disyaratkan
dalam farmasi rumah sakit berbeda tiap rumah sakit. Penentuan peralatan
berdasarkan jangkauan program produksi, jumlah yang akan diproduksi,
lainnya waktu yang hendak disyaratkan ke pemakai produk, tersedianya
personil dan tersedianya fasilitas fisik.
5. Tenaga produksi
Tenaga produksi yang terlalu banyak akan mengakibatkan
pemborosan anggaran, akibatnya harga produksi akan menjadi mahal.
Bagian produksi harus diawasi oleh farmasis yang didukung oleh
tambahan personil yang terlatih untuk mengadakan pekerjaan non teknis
seperti memasukkan cairan ke dalam botol, menyaring, memberi etiket,
dan lain-lain.
6. Biaya operasi
Biaya operasi yang dikontrol dengan baik tentu akan menghasilkan
suatu hasil yang menguntungkan pemakaian biaya operasi yang tepat
biasnya digunakan biaya langsung dan tidak langsung. Biaya langsung
ditujukan pada tenaga kerja sedangkan biaya tidak langsung ditujukan
pada biaya personil dalam kedudukannya sebagai pengawas, tempat
sewa, asuransi dan penurunan nilai peralatan, pemeliharaan anggaran
5
rumah tangga dan lain-lain. Biaya tidak langsung seharusnya
dibandingkan dengan biaya langsung untuk memastikan biaya
sebenarnya dari produk.
6
Tim yang terdiri dari dokter, apoteker, perawat, dan ahli gizi
untuk memformulasikan nutrisi yang dibutuhkan
Produksi dilakukan di ruangan khusus/ Clean room di dalam
kabinet laminar/ Laminar Air Flow Cabinet
Sediaan dikemas dalam kantong khusus untuk nutrisi parenteral
b. Pencampuran obat suntik/Sediaan Intravena (IV-admixture)
Penyiapan produk steril (pencampuran sediaan intravena dan
irigasi) adalah suatu bagian penting dari sistem pengendalian
perbekalan farmasi. Prosesnya yaitu pencampuran sediaan steril ke
dalam larutan intravena steril untuk menghasilkan suatu sediaan
steril yang bertujuan untuk penggunaan intravena. Prosesnya
menggunakan teknik aseptik. Contoh (Anonim, 2010):
1) Mencampur sediaan intravena kedalam cairan infus
2) Melarutkan sediaan intravena dalam bentuk serbuk dengan
pelarut yang sesuai
3) Mengemas menjadi sediaan siap pakai
Produk intravena yang digunakan dalam rumah sakit harus
memenuhi pernyaratan umum sebagai berikut (Anonim, 2010):
1) Sesuai persyaratan terapeutik dan farmasetik (misalnya bebas
dari obat yang tidak tercampurkan)
2) Bebas dari kontaminan mikroba dan pirogen
3) Bebas dari partikulat pada tingkat yang dapat diterima dan
kontaminan toksis lainnya.
Keuntungan pelayanan pencampuran obat suntik:
1) Terjaminnya sterilitas produk obat suntik
2) Terkontrolnya kompatibilitas perbekalan farmasi
3) Terjaminnya kondisi penyimpanan yang optimum sebelum dan
sesudah pencampuran
4) Efisiensi
5) Mencegah terjadinya kesalahan perhitungan pencampuran
perbekalan farmasi
6) Terjaminnya mutu produk
7
7) Terjaminnnya keamanan petugas terhadap keterpaparan dan
kontaminasi produk
8
obat dan jika terlalu lama disimpan maka obat menjadi rusak.
Dalam formulir permintaan obat sitostatika tercantum data pasien
meliputi nama, nomor medical record, ruangan, jenis kelamin, berat
badan, tinggi badan, umur, luas permukaan tubuh, diagnosis, nama
dokter, dan paraf dokter, dan data permintaan obat yang meliputi
nama obat, dosis, cara pemberian, volume, jumlah (ampul/vial),
pelarut, volume pelarut, volume akhir, expire date, dan alat
kesehatan yang digunakan.
Rekonstitusi obat sitostatika dilakukan secara aseptik di
ruang steril di dalam laminar air flow. Dalam CPOB, ruang yang
digunakan untuk kegiatan steril disebut ruang kelas II, tidak boleh
mengandung lebih dari 350.000 partikel berukuran 0,5 mikron atau
lebih. Dua ribu partikel berukuran 5 mikron atau lebih, serta tidak
lebih dari 100 mikroba setiap meter kubik udara. Tekanan udara di
ruangan ini makin ke dalam atau makin mendekati laminar air flow
harus makin negatif. Hal ini untuk mencegah keluarnya obat yang
direkonstitusi dan agar tidak mengkontaminasi personil yang
mengerjakannya. Personil yang mengerjakan harus memakai
pakaian steril model khusus, penutup kepala, masker, kacamata,
sarung tangan, dan penutup kaki.
Kegiatan yang dilakukan dalam rekonstitusi sediaan farmasi
berbahaya adalah:
Melakukan perhitungan dosis secara akurat
Melarutkan sediaan obat kanker dengan pelarut yang sesuai
Mencampur sediaan obat kanker sesuai dengan protokol
pengobatan
Mengemas dalam kemasan tertentu
Membuang limbah sesuai prosedur yang berlaku
Hal-hal yang perlu diperhatikan pada proses rekonstitusi sediaan
farmasi berbahaya:
Operator harus mengenakan sarung tangan kemoterapi dan
pakaian yang sesuai selama penerimaan, distribusi,
9
penyimpanan, investarisasi, persiapan untuk administrasi,
dan pembuangan limbah
Ruangan produksi dan penyimpanan harus bertekanan
negatif dan buffer area ISO Class 7 atau lebih. Ruang
penyimpanan terpisah dengan ruang produksi dan area lain.
Produksi dilakukan dalam LAC dengan klasifikasi ISO Class
5 atau Compounding Aseptic Containment Isolator (CACI).
2. Produk Non Steril
Sub instalasi produksi farmasi membuat perencanaan produksi
obat-obat yang dibutuhkan selama satu bulan dan mencatat realisasi
kerjanya, perencanaan produksi dibuat untuk bulan berikutnya
berdasarkan permintaan barang dari sub instalasi apotek pegawai
distribusi farmasi dan persediaan minimum produksi, selanjutnya
dilaksanakan dalam kegiatan harian.
Instalasi produksi farmasi melayani kebutuhan barang dari sub
instalasi distribusi, apotek pegawai dan apotek korpri. Pengiriman barang
dilakukan setiap minggu. Sub instalasi produksi farmasi juga melayani
permintaan untuk pembuatan formula khusus yang berasal dari resep
dokter dan tidak ada dalam rencana produksi.
Laporan-laporan yang dibuat adalah laporan pemasukan dan
pengeluaran bahan baku yang dibuat setiap bulan; laporan pembuatan
dan pengeluaran produk jadi non steril, serta laporan pelayanan
sitostatika. Obat-obat yang diproduksi di instalasi produksi farmasi
adalah obat-obat yang lebih murah jika diproduksi sendiri dan obat yang
tidak terdapat di pasaran atau merupakan formula khusus.
Kegiatan yang dilakukan dalam produksi non steril yaitu (Siregar,
2003):
a. Pembuatan
Sub instalasi produksi farmasi memproduksi obat non steril
berdasarkan master formula. Produksi obat dilakukan dengan
mengisi formulir pembuatan obat. Tahapan pembuatan obat
dilakukan berdasarkan urutan seperti contoh yang terdapat pada
10
formulir pembuatan obat dan pada setiap tahap pembuatan harus
diparaf oleh petugas yang mengerjakannya. Formulir pembuatan
obat dibuat berdasarkan per item obat.
Pengemasan dan pemberian etiket dilakukan setelah produksi
obat atau pengenceran antiseptik selesai dibuat dan diperiksa
kembali. Setelah selesai pengemasan, maka penyedia harus mengisi
lembaran atau formulir pengemasan yang berisi tanggal produksi,
nama obat, nomor produksi, volume dan kemasan, kemudian diparaf.
Selanjutnya formulir pembuatan obat, formulir pengemasan dan
etiket diparaf atau diberi cap oleh penanggung jawab sebagai tanda
bahwa obat sudah diperiksa dan dapat didistribusikan.
b. Pengenceran
Pengenceran dilakukan berdasarkan urutan seperti yang
terdapat pada formulir obat dan pada setiap tahap harus diparaf oleh
petugas yang mengerjakannya. Pengenceran misalnya pembuatan
alkohol 70% dari alkohol 95%.
c. Pengemasan kembali
Pengemasan kembali misalnya Betadine dan Rivanol dari
kemasan besar menjadi kemasan yang lebih kecil. Penyimpanan
hasil produksi dipisahkan antara obat dalam dan obat luar yang
masing-masing disusun secara alfabet. Obat yang lebih dulu
dikeluarkan adalah obat yang lebih dulu diproduksi dengan
mempertimbangkan waktu kadaluarsanya. Setiap pengeluaran obat
dicatat dalam kartu sediaan. Instalasi produksi farmasi melayani
kebutuhan barang dari sub instalasi distribusi, apotek pegawai dan
apotek korpri. Pengiriman barang dilakukan setiap minggu. Sub
instalasi produksi farmasi juga melayani permintaan untuk
pembuatan formula khusus yang berasal dari resep dokter dan tidak
ada dalam rencana produksi.
Laporan-laporan yang dibuat adalah laporan pemasukan dan
pengeluaran bahan baku yang dibuat setiap bulan; laporan
pembuatan dan pengeluaran produk jadi non steril, serta laporan
11
pelayanan sitostatika. Obat-obat yang diproduksi di instalasi
produksi farmasi adalah obat-obat yang lebih murah jika diproduksi
sendiri dan obat yang tidak terdapat di pasaran atau merupakan
formula khusus.
12
BAB III
PENUTUP
3.1. KESIMPULAN
Dari hasil uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Kegiatan produksi yang dilakukan oleh sub instalasi produksi farmasi
ada dua, yaitu produksi non steril dan produksi steril.
2. Proses mencampur atau meracik bahan obat steril dan dilakukan di
dalam ruang steril. Aseptik dispensing adalah teknik aseptik yang
dapat menjamin ketepatan sediaan steril yang dibuat dan bebas
kontaminasi.
3. Kegiatan produksi obat steril yang dilakukan Sub Instalasi Produksi
Farmasi antara lain, Total Parenteral Nutrisi, Pencampuran obat
suntik/Sediaan Intravena, Pengemasan Kembali, dan Rekonstitusi
Sitostatika.
4. Kegiatan yang dilakukan dalam produksi non steril yaitu, pembuatan,
pengenceran, dan pengemasan kembali
13
DAFTAR PUSTAKA
14