Anda di halaman 1dari 36

EVALUASI KESESUAIAN PENYIMPANAN SEDIAAN OBAT DI

APOTEK BENDO FARMA PAKISAJI MALANG BERDASARKAN


PERATURAN MENTRI KESEHATAN NOMOR 73 TAHUN 2016

Disusun oleh:

Damai Pertiwiningrum (32022200054)

Fenny Dwi Puspita Rinim (32022200062)

Ottik Fransisca Febryana (32022200053)

Yeni Rahmawati (32022200055)

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KUDUS

2023
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Apotek merupakan salah satu tempat yang menyelenggarakan
pelayanan kesehatan masyarakat, apotek adalah sarana pelayanan
kefarmasian tempat dilakukan praktik kefarmasian oleh apoteker
(Permenkes No 9 Tahun 2017 Tentang Apotek). Mutu pelayanan yang di
berikan oleh pelayanan apotek sangat berpengaruh terhadap citra apotek
dan kepuasan pasien yang berkunjung ke apotek tersebut. Salah satu faktor
yang mempengaruhi pelayanan apotek adalah pengolahan dan
penyimpanan sediaan obat yang dilakukan di apotek (Nurul, 2017).
Pengelolaan Obat yang efisien sangat menentukan keberhasilan
manajemen secara keseluruhan, untuk menghindari perhitungan kebutuhan
obat yang tidak akurat dan tidak rasional sehingga perlu dilakukan
pengelolaan obat yang sesuai. Pengelolaan obat bertujuan terjaminnya
ketersediaan obat yang bermutu baik, secara tepat jenis, tepat jumlah, dan
tepat waktu serta digunakan secara rasional (Palung et al., 2016).
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No 73 Tahun 2016
menyatakan bahwa pelayanan kefarmasian telah berubah dari drug
oriented menjadi patient oriented yang memiliki tujuan guna memajukan
kualitas hidup pasien. Pelayanan yang berkualitas dapat menekan risiko
timbulnya kesalahan dalam pengobatan dan memenuhi keperluan serta
tuntutan masyarakat sehingga masyarakat dapat memberikan kesan yang
baik pada apotek terutama dalam hal kesigapan dalam pelayanan,
ketersediaan obat yang dibutuhkan dan memelihara mutu obat (Ranti et
al., 2021) Faktor yang dapat mendukung pemeliharaan mutu obat yaitu
penyimpanan obat secara tepat dan sesuai dengan standar yang telah
ditetapkan (Asyikin, 2018).
Menurut Kemenkes RI tahun 2019 penyimpanan merupakan
kegiatan dalam menyimpan serta melindungi sediaan farmasi yang
diperoleh dengan cara menempatkan di tempat yang terlindungi terhindar
dari pengambilan tidak seharusnya dan mampu mempertahankan mutu
sediaan farmasi. Tujuan dari penyimpanan diantaranya yaitu menjaga
mutu sediaan farmasi, terhindar dari pemakaian yang tidak semestinya dan
mudah untuk mencari serta mengawasinya. Penyimpanan yang tidak tepat
dan tidak efisien dapat membuat obat cepat rusak dan tidak terdeteksinya
obat yang kadaluarsa sehingga akan berdampak negatif pada apotek juga
terhadap pasien. Oleh karena itu, pada pemilihan sistem penyimpanan
harus ditetapkan serta diselaraskan dengan keadaan yang ada sehingga
pelayanan obat dapat dilakukan secara tepat guna dan hasil guna
(Somantri, 2013).
Berdasarkan bentuk sediaan obat, obat digolongkan menjadi
beberapa bentuk antara lain, bentuk padat , bentuk setengah padat, bentuk
cair atau larutan, dan bentuk gas (Syamsuni, 2016). Mengingat banyaknya
sediaan obat berdasarkan bentuknya mka wajib menyimpan obat secara
baik dan benar agar kualitas tetap terjamin smpai ketangan konsumen
berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 2016 tentang standar
pelayanan kefarmasian d apotek.
Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat disimpulkan apotek
merupakan sarana kesehatan yang memeberikan pelayanan kesehatan dan
berperan penting untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Oleh
karena itu, penyedia jasa layanan kesehatan seperti apotek dituntut untuk
memberikan pelayanan yang berkualitas.
Apotek bendo farma yang terletrak pada jalur poros provinsi di
kecamatan Pakisaji Malang letaknya sangat strategis sehingga jumlah
pengunjung setiap harinya tergolong banyak dan ramai pengunjung
sehingga stok obat yang tersedia juga lengkap dan penyimpanannya
semakin meningkat.
Penyimpanan obat di apotek untuk hasil observasi awal Apotek
bendo Farma menggambarkan penyimpanan obat di apotek bendo farma
tersebut terdapat dalam pengaturan obat yang sudah sesuai dengan
penerapan metode (FIFO) first in first out dan juga penerapan (FEFO)
first expired first out serta juga menerapkan penyusunan obat berdasarkan
alfabetis. Dengan demikian Apotek Bendo Farma sudah tergolong dengan
peratuan pemerintah nimor 73 tahun 2016 tentang standar pelayanan
kefarmasian dia apotek
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka dapat
ditarik rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana sistem penyimpanan obat di Apotek Bendo Farma?
2. Bagaimanakah gambaran pengaturan penyimpanan sediaan obat
berdasarkan bentuk sediaan obat di Apotek Bendo Farma?

1.3 Batasan Masalah


Agar penelitian yang dilakukan tidak meluas dari permasalahan
maka permasalahan tersebut dibatasi dengan batasan masalah sebagai
berikut:
1. Bahwa penelitian ini dilakukan berdasarkan bentuk sediaan obat yang
ada di Apotek Bendo Farma Kecamatan Pakisaji Kabupaten Malang.
2. Tempat penelitian dilakukan di Apotek Bendo Farma Pakisaji Malang.
3. Penelitian ini membehas tentang Gambaran penyimpanan sediaan obat
yang ada di Apotek Bendo Farma Pakisaji Malang.

1.4 Tujuan Penelitian


Berdasarkan rumusan masalah yang ada maka penelitian ini
bertujuan untuk:
1. Untuk mengetahui penyimpanan obat berdasarkan peraturan
pemerintah nomor 73 tahun 2016 tentang standar pelayanan
kefarnmasian di apotek.
2. Mengetahui tentang bagaimana gambaran pengaturan penyimpanan
sediaan obat di apotek Bendo Farma.

1.5 Manfaat Penelitian


Adapun manfaat yang dapat diambil pada penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Bagi Apotek dapat dijadikan sebagai informasi agar dapat digunakan
sebagai bahan pertimbangan dalam pengelolaan apotek.
2. Bagi ilmu pengetahuan dapat menambah referensi atau bacaan tentang
tata cara penyimpanan dan pengawasan mutu sediaan obat di Apotek
Bendo Farma.
3. Bagi para peneliti lain dapat dijadikan sebagai bahan acuan penelitian
terkait dengan pengelolaan penyimpanan obat.
4. Bagi masyarakat luar dapat dijadikan sebagai wawasan pembaca baru.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Apotek
2.1.1 Definisi Apotek
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, “Apotek” adalah toko
tempat meramu dan menjual obat berdasarkan resep dokter serta
memperdagangkan barang medis. Apotek adalah suatu tempat tertentu,
tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian penyaluran perbekalan farmasi
kepada masyarakat (Keputusan Mentri Kesehatan Republik Indionesia
Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 Tentang Standar Pelayanan
Kefarmasian Di Apotek 2009).
Definisi Apotek menurut Peraturan Pemerintah No 51 TAhun
2009, Apotek merupakan suatu tempat terminal distribusi obat perbekalan
farmasi yang dikelola Apoteker sesuai standar dan etika kefarmasian
(Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009 tentang
pekerjaan kefarmasian 2009).
Apotek merupakan fasilitas pelayanan kefarmasian tempat
Apoteker melaksanakan praktik kefarmasian (Permenkes, 2016). Dimana
yang dimaksud dengan pelayanan kefarmasian yaitu suatu pelayanan yang
langsung serta bertanggung jawab pada pasien yang berhubungan dengan
sediaan farmasi dengan tujuan memperoleh hasil yang nyata untuk
meningkatkan kualitas kesehatan kehidupan pasien.

2.1.2 Apotek Bendo Farma


Lay out Apotek Bendo Farma terdiri dari :
a. Ruang penerimaan Resep
Ruang penerimaan resep terdiri dari 1 set meja dan kursi dan I set
komputer. Letak ruang penerimaan resep ini ada di bagian paling
depan,sehingga mudah terlihat oleh pasien.
b. Ruang pelayanan Resep dan peracikan
Ruang pelayanan Resep dan peracikan secara terbatas meliputi rak
obat sesuai kebutuhan dan meja peracikan. Di ruang peracikan ada
peralatan peracikan seperti timbangan obat, air mineral untuk pengencer
syrup kering, sendok obat, sendok pengaduk, blender obat, mortar dan
obat, lemari pendingin, thermometer stamper, bahan pengemas ruangan,
blanko salinan resep, etikel dan label obat. Ruangan ini sudah di atur
dengan penerangan yang cukup dan sirkulasi udara yang baik.
c. Ruang penyerahan Obat
Ruang penyerahan Obat di gabungkan dengan ruang penerimaan
resep. Tetapi di pintu keluar apotek ada ruang penyerahan obat untuk
pembelian obat bebas, alat kesehatan, obat bebas terbatas.
d. Ruang konseling
Ruang konseling saat ini masih di gabung jadi satu dengan ruang
penerimaan resep dan penyerahan Obat.
e. Ruang penyimpanan
Ruang penyimpanan sediaan farmasi, alat kesehatan dan Bahan
Medis Habis Pakai. Ruang penyimpanan memperhatikan kondisi sanitasi,
temperature, kelembapan dan ventilasi untuk menjamin mutu produk dan
keamanan petugas. Ruang penyimpanan dilengkapi dengan
rak/etalase/lemari obat, lemari pendingin, lemari penyimpanan obat
narkotika dan psikotropika, thermometer mangan.
f. RuangArsip
Ruang arsip untuk menyimpan dokumen-dokumen Apotek yang berkaitan
dengan laporan pemakaian sediaan farmasi, alat kesehatan dan BMHP
dalam jangka waktu tertentu.

Struktur Organisasi Apotek Bendo Farma


Gambar 3. I Struktur Organisusi

1. Tugas dan tanggung jawab masing-masing bagian di Apotek


Bendo Farma adalah sebagai berikut :

Jabatan Tugas dan


Tanggung Jawab
APA  Mengelola dan
( Apoteker memantau seluruh
Pengelola Apotek ) kegiatan operasional di
apotek,meliputi
pelayanan kefarmasian
maupun non
kefarmasian.
 Memastikan kegiatan
operasional Apotek
berjalan dengan lancar
dan sesuai prosedur
yang berlaku.

 Memastikan pelayanan
profesi sesuai dengan
kebutuhan pelanggan.
 Memastikan penataan
produk dan
ketersediaan barang di
apotek.
 Membuat laporan
pemakaian Obat
Narkotika dan
psikotropika serta
mengawasi pemakaian
Obat Narkotika dan
psikotropika.
 Mengelola kegaiatan
pemberdayaan dan
peningkatan potensi
karyawan untuk
memastikan
tercapainya
produktifitas.

TTK  Menyiapkan racikan,


( Tenaga Teknis meracik,mengemas
Kefarmasian ) dan memberi etiket
sesuai permintaan
yang tertulis di resep.
 Memberikan harga
Obat dari setiap resep
yang masuk.
 Memeriksa kebenaran
dan kelengkapan Obat
sesuai resep yang di
terima meliputi nama
obat, bentuk sediaan,
jumlah
obat, kekuatan sediaan,
nama pasien dan cara
penggunaan obat.
 Mengontrol,mengatur
dan menyimpan
sediaan farmasi, alat
kesehatan dan bahan
medis habis pakai
sesuai dengan bentuk
dan jenis barang.
 Memeriksa kesuaian
barang yang dayang
dari distributor
dengan faktur dan
surat pesanan yang
telah di buat.
 Melayani penjualan
Obat bebas,bebas
terbatas,herbal dan alat
kesehatan serta bahan
medis habis pakai,
disertai pemberian
informasi yang jelas
sesuai kebutuhan
pasien.

 Memastikan
ketersediaan/stok
barang barang di
Apotek untuk
kebutuhan penjualan
bebas dan resep.
Administrasi  Melakukan
pengarsipan dan
pencatata laporan
resep masuk.
 Melakukan laporan
keuangan Apotek baik
melalui resep atau
pembelian Obat bebas.
2.1.3 Tugas Dan Fungsi Apotek

Menurut PP No 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian


Tugas dan fungsi apotek diantaranya yaitu :

1. Tempat mengabdi seorang apoteker yang sudah


mengucapkan sumpah jabatan.
2. Sarana pembuatan dan pengendalian mutu sediaan
farmasi, perlindungan, penyediaan, menyimpan serta
mendistribusikan ataupun pengedaran obat, pengelolaan
obat, pelayanan obat atas resep dokter, penyajian
informasi obat, beserta peningkatan obat, bahan obat
serta obat tradisional.
3. Sarana tempat melaksanakan kegiatan kefarmasian.
4. Sarana untuk menghasilkan produk obat, bahan obat,
obat tradisional dan kosmetik

2.1.4 Persyaratan Apotek


Persyaratan apotek menurut PP no 51 tahun 2009 tentang
pekerjaan kefarmasian adalah sebagai berikut:
1. Apoteker dapat mendirikan apotek dengan modal
sendiri dan/atau modal dari pemilik modal baik
perorangan maupun perusahaan
2. Dalam hal apoteker yang mendirikan apotek
bekerjasama dengan pemilik modal maka pekerjaan
kefarmasian harus tetap dilakukan sepenuhnya oleh
apoteker yang bersangkutan (Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009 tentang
pekerjaan kefarmasian 2009).
Pendirian Apotek harus memenuhi persyaratan meliputi:

a. Lokasi
Pemerintah daerah kabupaten/kota dapat mengatur persebaran
apotek diwilayahnya dengan memperhatikan akses masyarakat dalam
mendapatkan pelayanan kefarmasian
b. Bangunan
Bangunan apotek harus memiliki fungsi keamanan,
kenyamanan, dan kemudahan dalam pemberian
pelayanan kepada pasien serta perlindungan dan
keselamatan bagi semua orang termasuk penyandang
cacat, anak-anak, dan orang lanjut usia.Selain itu
bangunan juga harus bersifat permanen dapat
merupakan bagian dan/atau terpisah dari pusat
perbelanjaan, apartment, rumah toko, rumah kantor,
rumah susun, dan bangunan yang sejenis.
c. Sarana, Prasarana, dan Peralatan
Prasarana apotek paling sedikit terdiri atas:
1. Instalasi air bersih.
2. Instalasi listrik.
3. System tata udara.
4. System proteksi kebakaran.

Peralatan apotek yaitu sebagai berikut:


1. Peralatan apotek meliputi semua peralatan yang
dibutuhkan dalam pelaksanaan pelayanan
kefarmasian, antara lain meliputi rak obat, alat
peracikan, bahan pengemas obat, lemari
pendingin, meja, kursi, computer, system
pencatatan mutasi obat, formular catatan
pengobatan pasien dan peralatan lain sesuai
kebutuhan.
2. Formulir catatan pengobatan pasien yang
dimaksud adalah catatan mengenai Riwayat
penggunaan sediaan farmasi dan/atau alat
Kesehatan atas permintaan tenaga medis dan
catatan pelayanan apoteker yang diberikan
kepada pasien (PMK no 73 tahun 2016, Standar
pelayanan kefarmasian di apotek)
d. Ketenagaan
1. Apoteker pemegang SIA dalam
menyelenggarakan apotek dapat dibantu oleh
apoteker lain, tenaga teknis kefarmasian
dan/atau tenaga administrasi
2. Apoteker dan tenaga teknis kefarmasian wajib
memiliki surat izin praktik sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan (PMK
no 73 tahun 2016)

2.1.5 Standar Pelayanan Kefarmasian

Standar pelayanan kefarmasian digunakan sebagai parameter untuk


tenaga kefarmasian saat memberikan pelayanan kefarmasian. Dimana
pelayanan kefarmasian yaitu pelayanan langsung serta bertanggung jawab
terhadap pasien yang bersangkutan atas sediaan farmasi dengan tujuan
guna memperoleh kualitas hidup pasien. Standar pelayanan kefarmasian di
apotek yaitu aktivitas yang bersifat manajerial yaitu pengelolaan sediaan
farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai dan kegiatan
pelayanan farmasi klinik (Permenkes 2016).
Pengaturan standar pelayanan kefarmasian bertujuan sebagai
berikut (Permenkes 2016):
1. Memajukan kualitas pelayanan kefarmasian.
2. Melindungi tenaga kefarmasian dengan kepastian
hukum.
3. Menjaga pasien serta masyarakat dari pemakaian obat
yang tidak rasional untuk keselamatan pasien (Patient
Safety).

2.1.6 Pengelolaan Perbekalan Farmasi

Pengelolaan merupakan suatu kegiatan yang saling bersangkutan


satu dengan lain. Kegiatan pengelolaan dimulai dari perencanaan,
pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pemusnahan, pengendalian,
pencatatan dan pelaporan. Menurut peraturan menteri no 73 tahun 2016
tentang standar pelayanan kefarmasian di apotek bahwa pengelolaan
sediaan farmasi alat kesehatan dan bahan medis habis pakai diantaranya:
1. Perencanaan.
Perencanaan penyediaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan
kesehatan konsumsi harus memperhatikan pola penyakit, pola konsumsi,
budaya serta kesanggupan masyarakat.

2. Pengadaan
Guna menjaga mutu pelayanan kefarmasian, penyediaan sediaan
farmasi perlu menggunakan jalur legal atau sah menurut ketentuan hukum
yang berlaku.

3. Penerimaan
Penerimaan adalah aktivitas guna memastikan kesamaan jenis
spesifikasi, kuantitas, kualitas, jangka pengiriman serta nilai jual yang
tercantum di surat pesanan dengan keadaan fisik yang diperoleh.

4. Penyimpanan
Penyimpanan obat merupakan aktivitas dalam menyimpan serta
melindungi obat yang diterima dengan upaya menempatkan di tempat
yang terlindungi terhindar dari pencurian dan mampu mempertahankan
mutu obat.

Tujuan dari penyimpanan diantaranya yaitu menjaga mutu


obat, terhindar dari penggunaan yang tidak semestinya dan mudah
untuk mencari serta mengawasi obat. Hal yang harus diperhatikan
diantaranya yaitu:

1. Obat ataupun bahan obat harus diletakkan di tempat


aslinya dari pabrik. Dalam pengkhususan kasus atau
keadaan mendesak yang mana isinya dialihkan ke tempat
lain, harus melindungi dari kontaminasi dan informasi
yang jelas harus dicatat di tempat baru. Tempat setidaknya
berisi identitas obat, nomor batch serta tanggal kadaluarsa.
2. Semua Obat / Bahan Obat harus diletakkan dalam keadaan
yang seharusnya agar terlindungi dan kestabilannya
terjamin.
3. Ruang penyimpanan obat tidak digunakan untuk
menyimpan produk lain yang memicu kontaminasi.
4. Sistem penyimpanan dilaksanakan dengan
memprioritaskan bentuk sediaan, golongan terapi obat dan
disusun menurut abjad.
5. Sistem pengeluaran obat menggunakan FEFO (First
Expired First Out) dan FIFO (First In First Out).

Aspek khusus yang harus diperhatikan yaitu (kemenkes RI,


2019) Obat High Alert Obat yang harus diwaspadai dapat
mengakibatkan timbulnya kekeliruan bahkan kesalahan
berbahaya serta berakibat fatal yang memberikan efek yang
merugikan. Obat yang harus diwaspadai diantaranya terdiri
dari:
1. Obat yang apabila terjadi kesalahan dapat berisiko
tinggi yang bisa menyebabkan berakhirnya kehidupan
atau cacat diantaranya insulin, antidiabetik oral dan
obat kemoterapeutik. Dalam penyimpanannya
disimpan secara terpisah, mudah dalam pengambilan
dan diberikan penanda jelas.
2. Obat LASA (Look Alike Sound Alike) atau NORUM
(Nama Obat Rupa Ucapan Mirip) disimpan dengan
diberi selang dengan obat yang berbeda dan diberi
label khusus.
3. Elektrolit konsentrat diantaranya natrium klorida
konsentrasi tinggi ≥0,9% serta magnesium sulfat
injeksi. Dalam penyimpanannya disimpan secara
terpisah, mudah dalam pengambilan dan diberikan
tanda jelas.
4. Narkotika dan psikotropika dan prekursor farmasi
Persyaratan penyimpanan diantaranya yaitu:
a. Disimpan ditempat khusus yang aman, terjaga
khasiat dan mutu obat serta tidak digunakan
bersamaan dengan barang lain.
b. Disimpan di lemari khusus dengan dua kunci
berbeda yang dipegang oleh apoteker dan
pegawai lain yang diberi kuasa serta dibawah
pengawasan apoteker.
c. Prekursor disimpan di tempat yang aman.

Adapun berikut persyaratan penyimpanan


narkotika, psikotropika dan prekursor diantaranya
(Permenkes, 2015):

a. Diletakkan di lemari khusus yang di


produksi dari material yang kuat.
b. Sulit dialihkan seta memiliki dua buah
kunci yang tidak sama dikuasai oleh
apoteker penanggung jawab ataupun oleh
apoteker yang dipilih atau yang diberi
kuasa.
c. Disimpan di ruang khusus pada sudut
Gudang.
d. Diletakkan pada tempat yang terlindungi
seta tidak terpandang oleh yang lain

2.1.7 Pemusnahan
Pemusnahan Obat adalah suatu tindakan perusakan dan pelenyapan
terhadap obat, kemasan, dan/atau label yang tidak memenuhi standar
dan/atau persyaratan keamanan, khasiat, mutu, dan label sehingga tidak
dapat digunakan lagi. Pemusnahan dilaksanakan oleh Industri Farmasi,
PBF, Instalasi Farmasi Pemerintah, Apotek, Instalasi Farmasi Rumah
Sakit, Instalasi Farmasi Klinik, Lembaga Ilmu Pengetahuan, Dokter atau
Toko Obat dengan kriteria sebagai berikut:
1. Obat expired ataupun rusak dimusnahkan sesuai
jenis serta bentuk sediaan yang dilaksanakan oleh
apoteker tenaga farmasi sebagai saksi mata yang
legal dan dibuatkan berita acara sebagai bukti.
2. Pemusnahan obat expired/hancur yang terkandung
narkotika ataupun psikotropika dimusnahkan oleh
apoteker serta dinas kesehatan kabupaten / kota
sebagai saksi.
3. Resep dimusnahkan oleh apoteker dan petugas lain
sebagai saksi. Resep yang dimusnahkan merupakan
resep yang sudah disimpan ≥5 tahun, pemusnahan
dapat dilaksanakan dengan bermacam cara salah
satunya adalah di bakar lalu dibuatkan berita acara
yang selanjutnya melaporkan kepada dinkes
kab/kota.
4. Pemusnahan serta penarikan sediaan farmasi dan
bahan medis habis pakai yang tidak terpakai harus
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.
5. Sediaan farmasi yang tidak mencukupi
standar/ketentuan hukum yang berlaku
dilaksanakan penarikan oleh kepemilikan
persetujuan edar atas instruksi pencabutan dari
BPOM (mandatory recall) ataupun atas inisiatif
sukarela dari pemilik persetujuan edar (voluntary
recall) sambil tetap menyampaikan pernyataan
kepada Kepala BPOM.
6. Penarikan Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis
Pakai dilaksanakan pada produk yang persetujuan
edarnya diputuskan oleh Menteri.
7. Pengendalian Pengendalian dilaksanakan guna
menjaga jenis serta jumlah ketersediaan sesuai
keperluan pelayanan, menggunakan sistem
pemesanan maupun pengadaan, pengaturan
penyimpanan serta pengeluaran. Dengan maksud
untuk mencegah produk lebih, kurang, kosong,
rusak, expired date, hilang dan retur pesanan.
Pengendalian persediaan dilaksanakan dengan
memakai kartu stok baik secara manual maupun
elektronik. Kartu stok setidaknya harus berisi
identitas obat, tanggal kadaluarsa, total pendapatan,
total pengeluaran serta persediaan yang tersisa.
8. Pencatatan dan pelaporan Pencatatan dilaksanakan
dalam tiap proses pengelolaan sediaan farmasi, alat
kesehatan serta bahan medis habis pakai termasuk
pengadaan yaitu surat pesanan dan faktur,
penyimpanan yaitu kartu stok, penyerahan yaitu
nota penjualan ataupun kwitansi serta catatan lain
sesuai keperluan. Pelaporan diantaranya yaitu:
a. Pelaporan internal yaitu pelaporan yang
dikenakan guna keperluan pengelolaan
apotek, termasuk laporan keuangan, barang
serta yang lainnya.
b. Pelaporan eksternal adalah laporan yang
dilakukan guna terpenuhinya kewajiban
sesuai ketentuan hukum yang berlaku
termasuk pelaporan tentang narkotika,
psikotropika, beserta laporan lainnya.
2.2 Obat

2.2.1 Definisi Obat


Obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi
yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki system fisiologi
atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan,
penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehaan dan kontrasepsi untuk
manusia. Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa
bahan tukbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenic)
atau campuran dari bahan tersebut yang secara turun temurun telah
digunakan untuk pengobatan dan dapat diterapkan sesuai dengan norma
yang berlaku di masyarakat (Supardi et al., 2012).

2.2.2 Penggolongan Obat

Obat dibagi menjadi 4 golongan yaitu :

1. Obat Bebas

Gambar 2.1. Obat Bebas


(Sumber : Rahayuda, 2016)

Obat bebas adalah Obat yang dijual bebas di pasaran


dan dapat dibeli tanpa resep dokter. Tanda khusus pada
kemasan dan etiket Obat bebas adalah lingkaran hijau
dengan garis tepi berwarna hitam.
Contoh : Parasetamol, betadine, (Rahayuda, 2016).

2. Obat Bebas Terbatas

Gambar 2.2. Obat Bebas Terbatas


(Sumber : Rahayuda, 2016)

Obat bebas terbatas adalah obat yang


sebenarnya termasuk obat keras tetapi masih dapat dijual
atau dibeli bebas tanpa resep dokter dan disertai dengan
tanda peringatan. Tanda khusus pada kemasan dan etiket
obat bebas terbatas adalah lingkaran biru dengan garis tepi
berwarna hitam, Contoh: CTM (Rahayuda, 2016).

3. Obat Keras dan Psikotropika

Gambar 2.3. Obat Keras


(Sumber : Rahayuda, 2016)

Obat keras adalah Obat yang hanya dapat dibeli di


apotek dengan resep dokter. Tanda khusus pada kemasan
dan etiket adalah huruf K dalam lingkaran merah dengan
garis tepi berwarna hitam. Contoh : Asam Mefenamat,
Loratadine.
Obat psikotropika adalah Obat keras baik alamiah
maupun sintetis bukan narkotik, yang berkhasiat
psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf
pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas
mental dan perilaku. Contoh : Diazepam, Phenobarbital.
(Rahayuda,2016).

4. Obat Narkotika

Gambar 2.4. Obat Narkotika


( Sumber : Pedoman Penggunaan Obat, 2006)

Obat narkotika adalah Obat yang berasal dari


tanaman atau bukan tanaman baik sintetis maupun semi
sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau
perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai
menghilangkan rasa nyeri dan menimbulkan
ketergantungan. Contoh : Morfin, Petidin Sebelum
menggunakan Obat, termasuk Obat bebas dan bebas
terbatas harus diketahui sifat dan cara pemakaiannya agar
penggunaannya tepat dan aman. Informasi tersebut dapat
diperbolehkan dari etiket atau brosur pada kemasan Obat
bebas dan bebas terbatas (Pedoman penggunaan Obat
bebas dan Obat Bebas Terbatas, 2006)
2.2.3 Obat Paten
Obat merk dagang adalah Obat jadi dengan nama dagang yang
terdaftar atas nama si pembuat atau yang di kuasakan atau dijjual
dalam bungkus asli yang dikeluarkan dari pabrik yang
memproduksi.
Berdasarkan UU No. 14 Tahun 2001, masa berlaku paten di
Indonesia adalah 20 tahun. Selama 20 tahun perusahaan farmasi
tersebut memiliki hak eksklusif untuk memproduksi dan
memasarkan obat yang serupa kecuali jika memiliki perjanjian
khusus dengan perusahaan pemilik paten.
Dalam kurun waktu tersebut, tidak ada perusahaan lain yang
memproduksi Obat dari bahan generik yang sama, karena obat
tersebut relative baru dan masih dalam masa paten, sehingga belum
ada dalam bentuk generiknya, yang beredar adalah merk dagang
dari pemegang paten.
Setelah habis masa patennya, obat yang dulunya paten dengan
merk dagang kemudian masuk ke dalam kelompok obat generik
bermerek atau obat bermerk.
Obat generik bermerk adalah obat yang dibuat sesuai dengan
komposisi obat paten setelah masa patennya berakhir. (Yusuf,
2016).

2.2.4 Obat Generik

Obat generik (Unbranded Drug) adalah Obat dengan nama


generik, nama resmi yang telah ditetapkan dalam Farmakope
Indonesia dan INN (Internationl Non-property Names) dari WHO
(Word Health Organization) untuk zat berkhasiat yang
dikandungnya.
Nama generic ini ditempakan sebagai judul dari monografi
sediaan Obat yang mengandung nama generic tersebut sebagai zat
tunggal. Obat generic berlogo yaitu Obat yang deprogram oleh
pemerintah dengan nama generic yang dibuat secara CPOB.

2.2.5 Jenis Obat Berdasarkan Bentuk Sediaan

 Sediaan serbuk
Serbuk merupakan campuran kering bahan Obat atau zat kimia
yang dihaluskan untuk pemakaian oral/dalam atau untuk
pemakaian luar. (Syamsuni, 2006)
 Tablet
Menurut Farmakope Indonesia edisi IV, Tablet adalah sediaan
padat yang mengandung bahan Obat dengan atau tanpa bahan
pengisi. Berdasarkan metode pembuatan, dapat digolongkan
sebagai tablet cetak dan tablet kempa. Tablet cetak dibuat dengan
cara menekan massa serbuk lembab dengan tekanan rendah ke
dalam cetakan. Tablet kempa dibuat dengan memberikan tekanan
tinggi pada serbuk atau granul menggunakan cetakan baja (tahan
karat) (Farmakope Indonesia Edisi IV 1995).
 Pil (Pilulae)
Pillulae berasal dari kata "pila" menurut FI Ill pilulae adalah suatu
sediaan yang berupa massa bulat mengandung satu atau lebih
bahan Obat yang digunakan untuk Obat dalam dan bobotnya 50-
300 mg per pil (ada juga yang menyebutkan bobot pil adalah 1-5
g).(Syamsuni, 2006).
 Kapsul
Sediaan Kapsul adalah sediaan padat yang terdiri dari Obat dalam
cangkang keras atau lunak yang dapat larut. Cangkang kapsul
umumnya terbuat dari gelatin; tetapi dapat juga terbuat dari pati
atau bahan lain yang sesuai (Gatri dan Ega Priani, 2016).
 Suppositoria
 Supositoria adalah sediaan padat yang biasa digunakan melalui
dubur, umumnya berbentuk torpedo, dapat melarut, melunak, atau
meleleh pada suhu tubuh (Anonim, 1995). Bentuk dan ukurannya
harus sedemikian rupa sehingga dengan mudah dapat dimasukkan
ke dalam lubang atau celah yang diingankan tanpa menimbulkan
kejanggalan dalam penggelembungan begitu masuk dan harus
bertahan untuk suatu waktu dan suhu tertentu (Rahmawati, 2008).
 Salep/unguenta
Salep adalah sediaan setengah padat yang mudah dioleskan dan
digunakan sebagai Obat luar. Bahan obatnya harus larut atau
terdispersi homogen dalam dasar salep yang cocok (Farmakope
Indonesia Ill); salep adalah sediaan setengah padat ditujukan untuk
pemakaian topikal pada kulit atau selaput lendir (Farmakope
Indonesia IV).
 Cream (krim).
Krim adalah bentuk sediaan setengah padat, mengandung satu
atau lebih bahan Obat terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar
yang sesuai. Istilah ini secara tradisional telah digunakan untuk
sediaan setengah padat yang mempunyai konsistensi relatif cair
diformulasikan sebagai emulsi air dalam minyak (AIM) atau
minyak dalam air (M/A)( Farmakope Indonesia IV).
 Pasta/ salep
Salep yang mengandung lebih dari 50% zat padat/serbuk,suatu
salep tebal, karena merupakan penutup atau pelindung bagian kulit
yang diolesi.
 Gelones/spumae/jelly .
Gel merupakan sediaan setengah padat yang tersusun atas dispersi
partikel anorganik kecil atau molekul organik besar, terpenetrasi
oleh suatu cairan. Jika masa gel terdiri dari jaringan partikel kecil
yang terpisah, digolongkan sebagai sistem dua fase (gel aluminium
hidroksida). Dalam sistem dua fase, jika ukuran partikel dari
terdispersi relatif besar disebut magma (misalnya magma
bentonit). Baik gel maupun magma dapat berupa tiksotropik,
membentuk semi padat jika dibiarkan dan menjadi cair pada
pengocokan.
 Salep Mata (oculenta)
Salep mata adalah salep steril untuk pengobatan mata dengan
menggunakan dasar salep yang cocok.
 Potiones
Obat minum bahasa latin disebut Potiones, merupakan bentuk
sediaan larutan yang dimaksudkan untuk pemakaian dalam (per
oral), potio juga dapat berbentuk suspensi atau emulsi. Misalnya
Potio alba contra Tussim (Obat batuk putih/OBP) dan Potio nigra
contra Tussim (Obat batuk hitam/OBI-I).
 Sirup
Sirup adalah larutan oral yang mengandung sukrosa atau gula lain
yang berkadar tinggi (sirup simpleks adalah sirup yang hampir
jenuh dengan sukrosa). Kadar sukrosa dalam sirup adalah 64 -
dinyatakan lain.

c. Eliksir

66%, kecuali

Menurut Farmakope Indonesia Ill: Elixir adalah sediaan berupa

larutan yang mempunyai rasa dan bau sedap, mengandung selain Obat,

juga zat tambahan seperti gula dan atau zat pemanis lainnya, zat warna, zat

wangi dan zat pengawet; digunakan sebagai Obat dalam. Sebagai pelarut

utama digunakan etanol yang dimaksudkan untuk mempertinggi kelarutan

Obat. Dapat ditambahkan Gliserol, sorbitol dan propilenglikol; sebagai


pengganti gula dapat digunakan sirop gula.

2.2.6 Penyimpanan Obat

Penyimpanan Obat merupakan salah satu bagian dari

management/pengelolaan Obat yang menjadi topic utama dari penulisan ini.

Oleh karena itu dalam subbab ini penulis menguraikan informasi menegenai

penyimpanan Obat secara khusus agar seluk beluk penyimpanan Obat dapat

lebih di pahami.

2.2.7 Definisi Penyimpanan Obat

Penyimpanan Obat itu sendiri adalah suatu kegiatan pengamanan dengan

cara menempatkan Obat obatan yang diterima pada tempat yang di nilai

aman, dimana kegiatan penyimpanan ini mencakup tiga faktor yaitu

pengturan tata ruang dan stok Obat, pengamatan mutu Obat, serta pencatatan

stok Obat, fungsi dari penyimpanan Obat di apotek adalah menjamin mutu
19

serta memudahkan pencarian dan

Obat, meniamin ketersediaan Obat,

pengawasan (Anggraini, 2013).

2.2.2 Tujuan Penyimpanan Obat


Penyimpnan harus dilakukan sedemikian rupa sehingga tujuan dari

penyimpanan tercapai. Tujuan dari penyimpanan adalah mempertahankan

mutu Obat dari kerusakan akibat penyimpanan yang tidak baik,

mempermudah pencarian digudang / kamar Obat, mencegah kehilangan,

mempermudah stok opname dan pengawasan, mencegah bahaya

penyimpanan yang salah.

Secara lebih terperinci, tujuan penyimpanan meliputi :

a. Aman, yaitu setiap barang / Obat yang disimpan tetap aman dari

kehilangan dan kerusakan.kehilanagan yang dimakzud adalah di curio

orang lain, dicuri karyawan sendiri, dimakan hama (tikus), dan hilang

sendiri (susut,tumpah,menguap). Dan kerusakan yang dimakzud adalah

barang itu sediri rusak dan barang itu rusak lingkungan (polusi).

b. Awet, yaitu barang tidak berubah warnanya, baunya, gunannya, sifatnya,

ukurannya, fungsinya dan lain lain.

c. Cepat,

yaitu cepat dalam penanganan barang berupa

menaruh/menyimpan, mengambil dan lain lain.

d. Tepat, dimana bila ada permintaan barang,barang yang diserahkan


memenuhi lima tepat, yaitu tepat barang, kondisi, jumlah, waktu dan

harganya.
e. FIFO ( First In First out)

Penyimpanan barang haruslah dilakukan sedemikian rupa, sehinggga

dimungkinkan mendahulukan mengeluarkan barang yang masuk atau

diterima lebih dahulu.

f. Menghindari penggunaan yang tidak bertanggung jawab.

g. Mudah, yaitu mudah menangani barang dan mudah menempatkan barang

di tempatnya, mudah menemukan dan mengambilnya kembali, mudah

mengetahui jumlah persediaan (minimum maksimum), mudah dalam

pengawasan barang .

h. Murah, yaitu biaya yang dikeluarkan sedikit untuk menanganinya, yaitu

murah dalam menghitung persediaan,pengamanan dan pengawasannya

(Muharomah, 2008).

2.2.8 Prosedur Penyimpanan Obat

Prosedur penyimpannan Obat antara lain mencakup sarana

penyimpaanan, pengaturan pesediaan berdasarkan bentuk/jenis Obat yang

disimpan, serta system penyimpanan.


2.2.3.1 Sarana Penyimpanan di Apotek

Obat harus selalu disimpan di ruangan penyimpanan yang layak.

Bila Obat rusak, mutu Obat menurun dan memberi pengaruh buruk bagi

penderita.

Beberapa ketentuan mengenai sarana penyimpanan Obat antar lain:

a. Gudang/tempat Penyimpanan:

a. Gudang penyimpanan terpisah dari apotek atau ruang pelayanan.


b.

c.

d.

e.

f.

g.

h.

i.

j.

k.

l.

m.
n.

o.

Gudang cukup besar untuk menyimpan semua persediaan Obat dan

cukup untuk pergerakan petugas, minimal luasnya 3m x 4m.

Pintu gudang mempunyai kunnci pengaman 2 9 dua) buah yang

terpisah/ berbeda.

Struktur gudang dalam keadaan baik,tidak ada retakan, lubang atau

tanda kerusakan oleh air.

Atap gudang dalam keadaan baik tidak bocor.

Gudanng rapi, rak dan lantai tidak berdebu dan dinding bersih.

Gudang bebas hama dan tidak ada tanda infestasi hama.

Udara bergerak bebas di gudang;kipas angin dan kawat nyamuk

dalam keadaan baik.

Tersedia cukup ventilasi, sirkulasi udara,dan penerangan.

Tersedia alat pengukkur dan pengatur suhu ruangan.

Jendela dicat putih atau mempunyai gorden serta aman dan

mempunyai trails.

Terdapat rak/lemari penyimpanan.


Terdapat lemari pendingin untuk Obat tertentu dan dalam keadaan

baik.

Terdapat dalam lemari khusus yang mempunyai kunci untuk

menyimpan narkotika dan psikotopika.

Terdapat alat bantu lain untuk pengepakan dan perpindahan barang.

b. Dokumen Pencatatan

a) Defecta (pencatatan barang kosong) dan Surat Pesanan


b)

c)

d)

2.2.3.2

a.

b.

c.

d.

e.

f.

g.

h.
Kartu stok

Buku penerimaan dan pengeluaran barang

Catatan Obat rusak atau kadaluarsa.

Pengaturan Persediaan

Obat obatan dipisahkan dari bahan beracun.

Obat luar dipisahkan dari Obat dalam.

Narkotika dan psikotropika dipisahkan dari Obat obatan Iain dan

disimpan dilemari khusus yang mempunyai kunci.

Tablet,kapsul dan oralit disimpan dalam kemasan kedap udara dan

diletakan di rak bagian atas.

Cairan,salep dan injeksi disimpan di rak bagian tengah.

Obat yang membutuhkan suhu dingin disimpan dalam kulkas.

Obat rusak atau kadaluarsa dipisahkan dari Obat lain yang masih baik

dan disimpan diluar gudang.

Obat cairan dipisahkan dari Obat padatan.

Barang/obat dikelompokan menurut kelompok berat dan besarnya:

Untuk barang yang berat ditempatkan pada ketinggian yang

memungkinkan pengangkatannya dilakukan dengan mudah, untuk barang


yang besar harus ditempatkan sedemikian rupa,sehingga apabila barang

tersebut dikeluarkan tidak mengganggu barang yang Iain dan untuk barang

yang kecil sebainya dimasukkan dalam kontak yang ukurannya agak besar

dan ditempatkan sedemikian rupa, sehingga mudah dilihat/ditemukan

apanila diperlukan.
2.2.3.3 Sistem Penyimpannn

a. Obat disusun berdasarkan abjad (alfabetis) atau nomor.

b. Obat disusun berdasarkan frekuensi penggunaan:

Obat disusun dengan metode FIFO(First In First Out), yang berarti

Obat yang datang lebih awal harus dikeluarkan lebih dahulu dan metode

FEFO ( First Expired First Out) Yang berarti Obat yang lebih awal

kadaluarsa harus dikeluarkan terlebih dahulu.

c. Obat disusun berdasarkan volume

Barang yang jumlahnya banyak ditempatkan sedemikian rupa agar

tidak terpisah, sehingga mudah pengawasan dan penanganannya dan

barang yang jumlahnya sedikit harus diberikan perhatian/ tanda khusus

agar mudah ditemukan kembali (Muharomah 2008).

2.2.4 Penyimpanan Obat Narkotik dan Psikotropika.

Tempat penyimpanan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi


dapat berupa gudang, ruangan, atau lemari khusus.Tempat penyimpanan

Narkotika dilarang digunakan untuk menyimpan barang selain Narkotika.

Tempat penyimpanan Psikotropika dilarang digunakan untuk menyimpan

barang selain Psikotropika.

Lemari khusus Narkotika dan Psikotropika harus memenuhi syarat

sebagai berikut:

a. Terbuat dari bahan yang kuat;

b. Tidak mudah dipindahkan dan mempunyai 2 (dua) buah kunci yang

berbeda;

Anda mungkin juga menyukai