Anda di halaman 1dari 27

1

PROPOSAL PENELITIAN

JUDUL SKRIPSI : TINGKAT KEPUASAN PASIEN RAWAT


JALAN TERHADAP PELAYANAN RESEP DI
APOTEK RUMAH SAKIT ANGKATAN LAUT
JALA AMMARI MAKASSAR.
NAMA MAHASISWA : ASRI ISTURINI
NOMOR MAHASISWA : PO713251173009
PEMBIMBING PERTAMA : Drs. H. ISMAIL IBRAHIM, M.Kes.,Apt
PEMBIMBING KEDUA : DJUNIATI KARIM, S.Si.,M.Si.,Apt

BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Saat ini peran farmasis di negara kita sedang mengalami

pergeseran dari berorientasi kepada produk (obat) bergeser kepada

pasien. Hal ini sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan yang

dulu lebih terfokus pada ilmu alam (natural sciences), saat ini bergeser

pada ilmu kehidupan (life sciences), Oleh karena itu saat ini tidaklah

cukup apabila pelayanan hanya diberikan dalam bentuk penyerahan

sediaan farmasi (produk/obat) semata tetapi sudah harus mulai

bergeser ke arah pelayanan kefarmasian (pharmaceutical care) yang

identik dengan pelayanan medis (medical care) yang diberikan oleh

dokter dan asuhan keperawatan (nursing care) yang diberikan oleh

perawat meskipun pada aspek yang berbeda. Sebagai konsekuensi

dari pergeseran peran tersebut maka farmasis harus ikut serta

1
2

melaksanakan pendidikan pasien dan bertanggungjawab terhadap hasil

pemakaian obat yang digunakan pasien (Admin, 2014).

Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit merupakan bagian yang

tidak terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan Rumah Sakit yang

berorientasi kepada pelayanan pasien, penyediaan Sediaan Farmasi,

Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang bermutu dan

terjangkau bagi semua lapisan masyarakat termasuk pelayanan farmasi

klinik.

Pelayanan Kefarmasian merupakan kegiatan yang bertujuan

untuk mengidentifikasi, mencegah, dan menyelesaikan masalah terkait

Obat. Tuntutan pasien dan masyarakat akan peningkatan mutu

Pelayanan Kefarmasian, mengharuskan adanya perluasan dari

paradigma lama yang berorientasi kepada produk (drug oriented)

menjadi paradigma baru yang berorientasi pada pasien (patient

oriented) dengan filosofi Pelayanan Kefarmasian (pharmaceutical care)

(Permenkes, 2014).

Kegiatan pelayanan farmasi yang tadinya hanya berfokus pada

pengelolaan obat sebagai komoditi harus diubah menjadi pelayanan

yang komprehensif dan bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup

pasien. 25% kesembuhan pasien diharapkan diperoleh dari

kenyamanan serta baiknya pelayanan apotek, sedangkan 75% berasal

dari obat yang digunakan pasien. Sebagai konsekuensi perubahan

orientasi tersebut, apoteker dituntut untuk meningkatkan pengetahuan,


3

ketrampilan dan perilaku untuk dapat melaksanakan interaksi langsung

dengan pasien. Bentuk interaksi tersebut antara lain adalah

melaksanakan pemberian informasi, monitoring penggunaan obat dan

mengetahui tujuan akhirnya sesuai harapan dan terdokumentasi

dengan baik. Apoteker harus memahami dan menyadari kemungkinan

terjadinya kesalahan pengobatan (medication error) dalam proses

pelayanan khususnya pelaayanan resep (Anonim, 2013).

Pelayanan yang bermutu selain mengurangi risiko terjadinya

medication error, juga memenuhi kebutuhan dan tuntutan masyarakat

sehingga masyarakat akan memberikan persepsi yang baik terhadap

apotek. Telah ada kesepakatan bahwa mutu pelayanan kesehatan

dititik beratkan pada kebutuhan dan tuntutan pengguna jasa yang

berkaitan dengan kepuasan pasien sebagai konsumen. Pelayanan

yang bermutu selain berdasarkan kepuasan konsumen juga harus

sesuai dengan standar dan kode etik profesi. Semakin pesatnya

perkembangan pelayanan apotek dan semakin tingginya tuntutan

masyarakat, menuntut pemberi layanan apotek harus mampu

memenuhi keinginan dan selera masyarakat yang terus berubah dan

meningkat. (Dhadhang, dkk. (2010).

Gambaran umum masyarakat mengenai fungsi apotek

barangkali masih sebatas bahwa apotek bertugas menyiapkan resep

dan menjual obat-obatan. Lebih dari itu tampaknya hanya sebagian

kecil masyarakat yang mengetahuinya. Persepsi tersebut menjadikan


4

pasien tidak banyak mengerti akan hak-haknya terhadap pelayanan

kefarmasian di apotek (Anonim,2015).

Untuk meningkatkan kualitas pelayanan farmasi di apotek

Pemerintah telah menetapkan standar pelayanan kefarmasian yang

berasas Pharmaceutical Care (Permenkes Nomor 73 tahun 2016

Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek). Standar tersebut

mencakup aspek pengelolaan sumber daya dan pelayanan

(Permenkes,2016).

Hasil observasi pendahuluan di apotek rawat jalan rumah sakit

Angkatan Laut Jala Ammari Makassar menunjukkan bahwa jumlah

pasien yang dilayani cukup banyak, tetapi pasien sebagai konsumen

yang dilayani di apotek berinteraksi dengan petugas hanya dengan

cara menyerahkan resep, membayar harga resep, lalu menerima obat.

Sangat jarang ditemui adanya pasien yang bertanya perihal resep/obat

yang diterimanya.

I.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah

penelitian ini adalah bagaimanakah tingkat kepuasan pasien rawat

jalan terhadap pelayanan resep di apotek rawat jalan rumah sakit

Angkatan Laut Jala Ammari Makassar?

I.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui

gambaran tingkat kepuasan pasien rawat jalan terhadap pelayanan


5

resep di apotek rawat jalan rumah sakit Angkatan Laut Jala Ammari

Makassar.

I.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi

pengelola apotek khususnya manajemen apotek rawat jalan, sehingga

dapat meningkatkan pelayanan untuk kepuasan pasien.


6

. BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Uraian Apotek

II.1.1 Apotek

Menurut Keputusan Permenkes Nomor 73 tahun 2016 tentang

standar pelayanan kefarmasian di apotek, defenisi apotek adalah

suatu tempat tertentu, tempat dilakukannya pekerjaan kefarmasian

dan penyaluran sediaan farmasi, dan perbekalan kesehatan lainnya

kepada masyarakat. Sediaan farmasi yang dimaksud adalah obat,

bahan obat, obat tradisional dan kosmetik. Perbekalan kesehatan

adalah semua bahan dan peralatan yang diperlukan untuk

menyelenggarakan upaya kesehatan

Menurut UU Kesehatan No. 36 tahun 2009 tentang kesehatan,

pekerjaan kefarmasian meliputi pembuatan termasuk pengendalian

mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan

pendistribusian obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan

informasi obat serta pengembangan obat, bahan obat dan obat

tradisional harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai

keahlian dan kewenangan sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009, tugas

dan fungsi apotek adalah sebagai berikut:

4
7

a. Tempat pengabdian profesi seorang apoteker yang telah

mengucapkan sumpah jabatan Apoteker.

b. Sarana yang digunakan untuk melakukan Pekerjaan Kefarmasian

c. Sarana yang digunakan untuk memproduksi dan distribusi sediaan

farmasi antara lain obat, bahan baku obat, obat tradisional, dan

kosmetika.

d. Sarana pembuatan dan pengendalian mutu Sediaan Farmasi,

pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusi atau

penyaluranan obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep

dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat,

bahan obat dan obat tradisional.

II.1.2. Apoteker Pengelola Apotek

Menurut ISFI (2003), apoteker merupakan tenaga ahli yang

mempunyai kewenangan di bidang kefarmasian melalui keahlian

yang diperolehnya selama pendidikan tinggi kefarmasian. Sifat

kewenangan yang berlandaskan ilmu pengetahuan ini memberinya

semacam otoritas dalam berbagai aspek obat atau proses

kefarmasian yang tidak dimiliki oleh tenaga kesehatan lainnya.

Menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan No.

1027/Menkes/SK/IX/2004 tentang apoteker berbunyi, apoteker

adalah sarjana farmasi yang telah lulus dan telah mengucapkan

sumpah jabatan apoteker berdasarkan peraturan perundang-

undangan yang berlaku dan berhak melakukan pekerjaan


8

kefarmasian di Indonesia sebagai seorang apoteker. Dengan kata

lain, apoteker adalah seseorang yang mempunyai keahlian dan

kewenangan di bidang kefarmasian, baik di apotek, rumah sakit,

industri, pendidikan dan bidang lain yang masih berkaitan dengan

bidang kefarmasian.

Kewenangan dan kewajiban apoteker telah diatur dalam

undang-undang dan peraturan pemerintah. Berikut adalah poin-poin

kewenangan dan kewajiban yang tercantum dalam berbagai

peraturan:

1. Kewajiban Apoteker di Apotek

a. Menyediakan, menyimpan, dan menyerahkan perbekalan

farmasi yang bermutu baik dan keabsahannya terjamin

(Permenkes No. 922 tahun 1993 pasal 12 ayat 1).

b. Melayani resep sesuai dengan tanggung jawab dan keahlian

profesinya yang dilandasi oleh kepentingan masyarakat

(Permenkes No. 922 tahun 1993 pasal 15 ayat 1).

c. Berkonsultasi dengan dokter untuk pemilihan obat yang lebih

tepat (Permenkes No. 922 tahun 1993 pasal 13 ayat 3).

d. Memberikan informasi berkaitan dengan penggunaan obat yang

disarankan kepada pasien dan penggunaan obat secara tepat,

aman dan rasional atas permintaan masyarakat (Permenkes

No. 992 tahun 1993 pasal 15 ayat 4).


9

e. Apabila apoteker menganggap bahwa terdapat kekeliruan resep

atau penulisan resep yang tidak tepat, apoteker harus

memberitahukan kepada dokter penulis resep (Permenkes No.

992 tahun 1993 pasal 16 ayat 1).

f. Menunjuk apoteker pendamping atay apoteker pengganti jika

berhalangan melaksanakan tugasnya (Kepmenkes No. 1332

tahun 2002 pasal 19).

g. Bertanggung jawab atas pelaksanaan kegiatan yang dilakukan

oleh apoteker pendamping atau apoteker pengganti dalam

pengelolaan apotek (Permenkes No. 992 tahun 1993 pasal 20).

h. Menyerahkan resep, narkotika, obat dan perbekalan farmasi

lain; kunci-kunci tempat penyimpanan narkotika dan

psikotropika; serta berita acaranya jika menyerahkan tanggung

jawab pengelolaan kefarmasian.

i. Mengamankan perbekalan farmasi sesuai dengan peraturan

perundang-undangan yang berlaku jika SIA-nya dicabut.

2. Kewenangan Apoteker di Apotek

a. Berhak melakukan pekerjaan kefarmasian.

b. Berwenang menjadi penanggung jawab pedagang besar

farmasi penyalur obat dan/atau bahan baku obat.

c. Berhak menjalankan peracikan obat (pembuatan atau

penyerahan obat-obatan untuk maksud kesehatan).


10

d. Berwenang menyelenggarakan apotek di suatu tempat setelah

mendapat SIA dari menteri.

e. Berwenang menjadi penanggung jawab usaha industri obat

tradisional.

f. Berwenang menjadi penanggung jawab pengawas mutu di

industri farmasi jadi dan bahan baku obat.

g. Berwenang menerima dan menyalurkan obat keras melalui

pedagang besar farmasi atau apotek.

3. Peranan Apoteker di Apotek

a. Peranan Apoteker sebagai Tenaga Profesional

Apoteker memiliki kemampuan untuk melaksanakan

kegiatan pelayanan kefarmasian yang bermutu dan efisien di

apotek, berdasarkan pharmaceutical care. Adapun standar

pelayanan kefarmasian di apotek telah diatur melalui Surat

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.73 tahun

2016, terutama pada bab III.

b. Peranan Apoteker sebagai Manajer

Apoteker harus mampu mengerjakan tugas-tugas

manajerial, seperti merencanakan, mengorganisasikan,

mengarahkan, dan mengendalikan penggunaan sumber daya

untuk mencapai tujuan bersama. Tugas apoteker sebagai

seorang manajer didasarkan pada Surat Peraturan Menteri

Kesehatan Republik Indonesia No.73 tahun 2016, khususnya


11

pada bab II, yaitu tentang beberapa sumber daya di apotek

yang perlu dikelola oleh seorang apoteker.

c. Peranan Apoteker sebagai Retailer

Sebagai seorang retailer, seorang apoteker berkewajiban

mengidentifikasi barang-barang yang menjadi kebutuhan

pelanggan, menstimulasi kebutuhan pelanggan agar menjadi

permintaan, dan memenuhi permintaan tersebut sesuai atau

bahkan melebihi harapan pelanggan.

II.2. Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek

Apoteker memiliki kemampuan dalam melaksanakan kegiatan

pelayanan kefarmasian yang bermutu dan efisien yang berasaskan

pharmaceutical care di apotek. adapun standar pelyanan kefarmasian

di apotek telah diatur melalui Surat Peraturan Menteri Kesehatan

Republik Indonesia No.73 tahun 2016.

Standar pelayanan kefarmasian di apotek disusun:

1. Sebagai pedoman praktek apoteker dalam menjalankan profesi.

2. Untuk melindungi masayarakat dari pelayanan yang tidak

professional.

3. Melindungi profesi dalam menjalankan praktek kefarmasian.

Sesuai ketentuan perundangan yang berlaku apotek harus

dikelolah oleh seorang apoteker yang professional. Dalam pengelolaan

apotek, apoteker senantiasa harus memiliki kemampuan menyediakan

dan memberikan pelayanan yang baik, mengambil keputusan yang


12

tepat, mampu berkomunikasi antar profesi, menempatkan diri sebagai

pimpinan dalam situasi multidisipliner, kemampuan mengelola SDM

secara efektif, selalu belajar sepanjang karier dan membantu memberi

pendidikan dan memberi peluang untuk meningkatkan pengetahuan.

Apotek berlokasi pada daerah yang dengan mudah dikenali oelh

masyarakat. Pada halaman terdapat papan petunjuk yang dengan

jelas tertulis kata apotek. Apotek harus dapat dengan mudah diakses

oleh anggita masyarakat. Pelayanan produk kefarmasian diberikan

pada tempat yang terpisah dari aktivitas pelayanan dan penjualan

produk lainnya, hal ini berguna untuk menunjukkan integritas dan

kualitas produk serta mengurangi resiko kesalahan penyerahan.

Masyarakat harus diberi akses secara langsung dan mudah oleh

apoteker untuk memperoleh informasi dan konseling. Lingkungan

apotek harus dijaga kebersihannya. Apotek harus bebas daru hewan

pengerat, serangga. Apotek memiliki suplai listrik yang konstan,

terutama untuk lemari pendingin.

Apotek harus memiliki:

1. Ruang tunggu yang nyaman bagi pasien.

2. Tempat untuk mendisplay informasi bagi pasien, termasuk

penempatan brosur/materi informasi.

3. Ruangan tertutup untuk konseling bagi pasien yang dilengkapi

dengan meja dan kursi serta lemari untuk menyimpan catatan

medikasi pasien.
13

4. Ruang racikan.

5. Tempat pencucian alat.

Perabotan apotek harus tertata rapi, lengkap dengan rak-rak

penyimpanan obat dan barang-barang lain yang tersusun dengan rapi,

terlindungi dari debu, kelembaban dan cahaya yang berlebihan serta

diletakkan pada kondisi ruangan dengan temperatur yang telah

ditetapkan.

Berdasarkan Surat Peraturan Menteri Kesehatan Republik

Indonesia No.73 tahun 2016, terutama pada BAB III, bahwa pelayanan

kefarmasian meliputi:

1. Pelayanan Resep

a. Skrining resep

Apoteker melakukan skrining resep meliputi:

1) Persyaratan Administratif :

- Nama, SIP dan alamat dokter

- Tanggal penulisan resep

- Tanda tangan/paraf dokter penulis resep

- Nama, alamat, umur, jenis kelamin dan berat badan pasien

- Cara pemakaian yang jelas

- Informasi lainnya

2) Kesesuaian farmasetik : bentuk sediaan, dosis, potensi,

stabilitas, inkompatibilitas, cara dan lama pemberian.


14

3) Pertimbangan klinis : adanya alergi, efek samping, interaksi,

kesesuaian (dosis, durasi, jumlah obat dan lain lain). Jika ada

keraguan terhadap resep hendaknya dikonsultasikan kepada

dokter penulis resep dengan memberikan pertimbangan dan

alternatif seperlunya bila perlu menggunakan persetujuan

setelah pemberitahuan.

b. Penyiapan obat

1) Peracikan

Merupakan kegiatan menyiapkan, menimbang,

mencampur, mengemas dan memberikan etiket pada

wadah. Dalam melaksanakan peracikan obat harus dibuat

suatu prosedur tetap dengan memperhatikan dosis, jenis

dan jumlah obat serta penulisan etiket yang benar.

2) Etiket harus jelas dan dapat dibaca.

3) Kemasan Obat yang Diserahkan

Obat hendaknya dikemas dengan rapi dalam kemasan

yang cocok sehingga terjaga kualitasnya.

4) Penyerahan Obat

Sebelum obat diserahkan pada pasien harus dilakukan

pemeriksaan akhir terhadap kesesuaian antara obat dengan

resep. Penyerahan obat dilakukan oleh apoteker disertai

pemberian informasi obat dan konseling kepada pasien.


15

5) Informasi Obat

Apoteker harus memberikan informasi yang benar,

jelas dan mudah dimengerti, akurat, etis, bijaksana, dan

terkini. Informasi obat pada pasien sekurang-kurangnya

meliputi: cara pemakaian obat, cara penyimpanan obat,

jangka waktu pengobatan, aktivitas serta makanan dan

minuman yang harus dihindari selama terapi.

6) Konseling

Apoteker harus memberikan konseling, mengenai

sediaan farmasi, pengobatan dan perbekalan kesehatan

lainnya, sehingga dapat memperbaiki kualitas hidup pasien

atau yang bersangkutan terhindar dari bahaya

penyalahgunaan atau penggunaan obat yang salah. Untuk

penderita penyakit tertentu seperti kardiovaskular, diabetes,

TBC,asma dan penyakit kronis lainnya, apoteker harus

memberikan konseling secara berkelanjutan.

7) Monitoring Penggunaan Obat

Setelah penyerahan obat kepada pasien, apoteker harus

melaksanakan pemantauan penggunaan obat, terutama

untuk pasien tertentu seperti kardiovaskular, diabetes, TBC,

asma, dan penyakit kronis lainnya.


16

2. Promosi dan Edukasi

Dalam rangka pemberdayaan masyarakat, apoteker harus

memberikan edukasi apabila masyarakat ingin mengobati diri

sendiri (swamedikasi) untuk penyakit ringan dengan memilihkan

obat yang sesuai dan apoteker harus berpartisipasi secara aktif

dalam promosi dan edukasi. Apoteker ikut membantu diseminasi

informasi, antara lain dengan penyebaran leaflet/brosur, poster,

penyuluhan, dan lain lainnya.

3. Pelayanan Residensial (Home Care)

Apoteker sebagai care giver diharapkan juga dapat melakukan

pelayanan kefarmasian yang bersifat kunjungan rumah, khususnya

untuk kelompok lansia dan pasien dengan pengobatan penyakit

kronis lainnya. Untuk aktivitas ini apoteker harus membuat catatan

berupa catatan pengobatan (medication record).

II.3 Uraian Kepuasan Konsumen

Kepuasan adalah perasaan senang atau kecewa seseorang

yang muncul setelah membandingkan antara kinerja (hasil) produk

yang dipikirkan terhadap kinerja (atau hasil) yang diharapkan. Jika

kinerja berada dibawah harapan, pelanggan tidak puas. Jika kinerja

memenuhi harapan, pelanggan puas. Jika kinerja melebihi harapan,

pelanggan amat puas atau senang.


17

Dasar pertimbangan kepuasan konsumen adalah kesesuaian

antara biaya yang dikeluarkan konsumen (cost customer) terhadap

nilai barang atau jasa yang diperoleh.

a. Faktor utama yang menentukan tingkat kepuasan konsumen:

1) Kualitas produk farmasi.

2) Kualitas pelayanan terhadap pasien.

3) Komponen emosional

4) Masalah harga.

5) Faktor biaya untuk memperoleh produk farmasi tersebut.

b. Metode mengukur kepuasan konsumen

Kotler (2005 dalam Ikasari, 2008) menjelaskan beberapa

alat untuk melacak dan mengukur kepuasan pelanggan adalah

sebagai berikut :

1) Sistem keluhan dan saran

Perusahaan mempermudah para pelanggannya guna

memasukkan sarana dan keluhan. Misalnya menggunakan situs

web dan e-mail untuk komunikasi dua arah yang cepat.

2) Survei kepuasan pelanggan

Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa walaupun para

pelanggan kecewa pada satu dari setiap empat pembeli, kurang

dari 5% yang akan mengadukan keluhan. Kebanyakan

pelanggan akan membeli lebih sedikit atau berpindah.

Perusahaan yang tanggap mengukur kepuasan pelanggan


18

secara langsung dengan melakukan survey secara berkala.

Sambil mengumpulkan data pelanggan perusahaan tersebut

juga perlu bertanya lagi guna mengukur minat membeli ulang

dan mengukur kecenderungan atau kesediaan

merekomendasikan perusahaan ke orang lain.

3) Analisis pelanggan yang hilang

Perusahaan harus menghubungi para pelanggan yang

berhenti membeli atau yang telah beralih ke pemasok lain guna

mempelajari alasan kejadian itu. Yang penting dilakukan bukan

hanya melakukan wawancara terhadap pelanggan yang keluar

segera setelah berhenti membeli, yang juga penting adalah

memantau tingkat kehilangan pelanggan.

4) Belanja siluman

Perusahaan dapat membayar orang untuk berperan

sebagai calon pembeli guna melaporkan titik kuat dan titik lemah

yang dialami sewaktu membeli produk perusahaan dan pesaing.

Pembelanjaan misterius itu bahkan dapat menguji cara karyawan

penjualan di perusahaan itu menangani berbagai situasi. Para

manajer itu sendiri harus keluar dari kantor dari waktu ke waktu,

masuk ke situasi penjualan di perusahaannya dan di para

pesaingnya dengan cara menyamar, dan merasakan sendiri

perlakuan yang mereka terima. Cara yang agak mirip dengan itu

adalah para manajer menelepon perusahaan mereka sendiri


19

guna mengajukan pertanyaan dan keluhan dalam rangka melihat

cara menangani telepon (Kotler, 2005 dalam Ikasari 2008).

II.4 Gambaran Umum Rumkit TNI AL Jala Ammari

Keberadaan Rumkital Jala Ammari diawali dari Balai Kesehatan

Prajurit yang dibangun untuk memberikan pelayanan kesehatan bagi

personel TNI AL Komando Daerah Maritim ( Kodamar ) V di wilayah

Makassar pada era tahun 1960. Ketika terjadi perubahan organisasi

Kodamar menjadi Komando Daerah Angkatan Laut (Kodaeral) VII.

Sesuai surat keputusan Kasal No. 5401.172 tahun 1970 pada tanggal

28 Juli 1970, Balai Kesehatan yang semula merupakan fasilitas rawat

jalan ditingkatkan kemampuannya menjadi Tempat Perawatan

Sementara, Khusus untuk pelayanan kebidanan dan kandungan, pada

masa itu telah ada Rumah Bersalin Rahayu yang berada di komplek

perumahan Maciniayu yang menggunakan salah satu bangunan yang

saat ini dipergunakan sebagai rumah dinas anggota Lantamal VI.

BK dan TPS menempati gedung yang dipergunakan bersama

dengan Dinas Provost dan Dinas Kesehatan di dalam lingkungan

Mako Daeral VII, dalam rangka memberikan kemudahan kepada

anggota TNI AL dan keluarganya mendapatkan akses pelayanan

kesehatan, maka pada tahun 1977 Fasilitas kesehatan tersebut

dipindahkan ke gedung yang saat ini dipergunakan sebagai kantor

Primkopal Lantamal VI di Jalan Yos Sudarso No. 308 Makassar.


20

Berdasarkan keputusan Menhankam Pangab No SKep / 225 /

IV / 1976, Faskes TNI AL di Makassar ditetapkan menjadi Rumah Sakit

(Rumkit) Tingkat IV. Pada hari Sabtu tanggal 31 Juli 1977, Kepala Staf

Kodaeral VII, Kolonel Laut Nunung Subandi atas nama Pangdaeral VII

meresmikan nama Jala Ammari sebagai identitas Rumkit Tingkat IV

Kodaeral VII. Peresmian ini sekaligus merupakan awal integrasi BK,

TPS, dan Rumah Bersalin yang semula terpisah, menjadi satu lokasi di

Jalan Satando no 27 Makassar.

Pencetus ide nama Jala Ammari adalah Mayor Laut (K) dr. Tito

Sulaksito yang saat itu menjabat sebagai Kepala Rumah Sakit yang

pertama pada periode 1977 - 1980. Jala Ammari adalah gabungan

kata Jala dari bahasa sansekerta yang berarti sesuatu tentang laut dan

Ammari dari bahasa Makassar yang berarti selesai atau mereda.

Terkait dengan kondisi penyakit penderita, maka arti dari kata Jala

Ammari berarti sembuh bersama TNI AL.

Pada tahun 1996, status Rumah sakit dari TK IV berubah

menjadi TK III B berdasarkan keputusan Kasal Nomor :

Skep/7107/VIII/1996 tentang Penyempurnaan Klasifikasi Standarisasi

dan Dislokasi Fasilitas Kesehatan di Lingkungan TNI AL. Pada tahun

2006, status Rumkital Jala Ammari ditetapkan menjadi Rumah Sakit

TNI Tingkat III berdasarkan Keputusan Kasal Nomor:

Skep/1456/IX/2006. Berdasarkan Peraturan Kasal Nomor :

Perkasal/90/XII/2010 tanggal 27 Desember 2010 tentang Klasifikasi


21

dan Dislokasi Fasilitas Kesehatan TNI AL ditegaskan bahwa Rumkital

Jala Ammari tetap sebagai Rumah Sakit TNI Tingkat III (Seksi Rekam

Medis dan program, 2009)


22

BAB III

METODE PENELITIAN

III.1 Pendekatan Penelitian

Agar Pendekatan ini lebih terarah sesuai dengan yang

diharapkan atau diingikan, pendekatan penelitian yang digunakan

penelitian kuantitatif yaitu pencarian data dari realitas permasalahan

yang mengacu pada pembuktian konsep/teori yang digunakan.

III.2 Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Maret 2018 sampai

selesai di Apotek rawat jalan rumah sakit Angkatan Laut Jala Ammari

Makassar.

III.3 Metode Pengumpulan Data

Data diproleh melalui instrumen penelitian berupa kuesioner

yang ditunjukkan kepada pasien sebagai responden. Kuisioner diisi

dengan cara check list () tabel informasi yang diharapkan dan

informasi yang diperoleh (kenyataan) pada saat pelayanan obat di

rumah sakit Angkatan Laut Jala Ammari Makassar.

III.4 Tehnik Analisis Data

a. Data yang diperoleh dengan menggunakan hasil jawaban dari

kuesioner kemudian ditabulasi, diskoring, dipersentasekan dan

disajikan dalam bentuk tabel.


23

b. Penilaian kepuasan pasien terhadap informasi yang mereka

dapatkan dinilai berdasarkan pilihan jawaban responden yang

terdiri dari 4 pilihan jawaban yaitu :

1. Sangat puas (SP), poinnya = 4

2. Puas (P), poinnya = 3

3. Kurang puas (KP), poinnya =2

4. Tidak puas (TP), poinnya = 1

c. Range kepuasan dibuat berdasarkan perhitungan :

skor jawaban tertinggi-skor jawaban terendah


Range kepuasan =
jumlah kriteria penilaian

4-1
= = 0,75
4

Range kepuasan berdasarkan nilai mean yang terdiri atas 5

kriteria yaitu :

Tabel 2. Range kepuasan pasien berdasarkan nilai mean

Tingkat Kepuasan
Range Skor

0,8 < x ≤ 1,6 Tidak puas


1,6 < x ≤ 2,4 Kurang puas
2,4 < x ≤ 3,2 Puas
3,2 < x ≤ 4,0 Sangat puas
Sumber : Saryono,2013
24

III.5 Populasi Dan Sampel Penelitian

1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien rawat

jalan di rumah sakit Angkatan Laut Jala Ammari Makassar yang

berobat pada bulan Maret 2018.

2. Sampel

Dalam penelitian ini jumlah sampel ditentukan sebanyak

10% dari jumlah populasi, sampel diambil dari semua pasien rawat

jalan di apotek rawat jalan rumah sakit Angkatan Laut Jala Ammari

Makassar yang menerima obat di apotek rawat jalan yang

memenuhi kriteria pemilihan sampai jumlah subyek/sampel

terpenuhi (Consecutive sampling) (Saryono, 2013). Sampel diambil

dari pasien yang datang berobat pada periode minggu pertama

bulan Maret 2018 sampai kuota sampling tercapai sebanyak 200

pasien. Kriteria responden : Berumur 18 tahun ke atas (dewasa),

pasien telah berobat di rumah sakit Angkatan Laut Jala Ammari

Makassar lebih dari 2 kali dan bersedia menjawab pertanyaan

yang diajukan
25

DAFTAR PUSTAKA

Admin, 2014, Tinjauan Sosiologi terhadap Pengaturan mengenai


Pekerjaan Kefarmasian di Apotek, http://apotekkita.com.

Anonim, 2018, Peranan Farmasis Dalam Menyongsong Indonesia Sehat


2015, http://www.kompasiana. com. Jakarta

Permenkes, 2014, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia


Nomor 58 tahun 2014 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian
Di Rumah Sakit. Jakarta.

Permenkes, 2016, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia


Nomor 73 tahun 2016 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian
Di Apotek. Jakarta.

Permenkes, 2017, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia


Nomor 9 tahun 2017 Tentang Apotek. Jakarta

Departemen Kesehatan RI, 2009. Peraturan Pemerintah


Republik Indonesia Nomor 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan
Kefarmasian. Jakarta.

Dhadhang, dkk. (2010). Pelayanan Informasi Obat Teori dan Praktik.


Penerbit Graha Ilmu. Yogyakarta

Sampurno, 2009, Manajemen Pemasaran Farmasi, Gajah Mada


University Press, Yogyakarta.

Saryono, 2013, Metodologi Penelitian Kualitatif Dan Kuantitatif Dalam


Bidang Kesehatan, Penuntun Praktis Bagi Pemula, Mitra Cendikia,
Yokyakarta.

Anonim, 2013, Pengembangan Model dan Indikator Pelayanan


Kefarmasian di Apotek, http://apotekputer.com/ma -
apotekputer.com.

Anonim, 2015, Hak-hak Pasien dan Pelayanan Kefarmasian di Apotek,


http://masadepan-sehat.blogspot.com.
26

KUISIONER
Judul Penelitian : TINGKAT KEPUASAN PASIEN RAWAT JALAN
TERHADAP PELAYANAN RESEP DI APOTEK
RUMAH SAKIT ANGKATAN LAUT JALA AMMARI
MAKASSAR

Terima kasih telah meluangkan waktu untuk menjawab kuisioner

(pertanyaan) pada lembaran ini. Kami tidak bermaksud menghakimi

maupun menilai status anda. Pertanyaan dalam lembaran ini

dimaksudkan untuk mendukung penelitian kami. Oleh karena itu, sangat

kami mengharapkan jawaban yang jujur sesuai fakta yang anda alami.

I. Identitas Responden (diisi kalau tidak keberatan)

a. Nama lengkap :

b. Pendidikan terakhir :

c. Pekerjaan :

d. Status pasien : (umum / Askes)

e. Umur :

f. Jenis Kelamin :
27

II. Berilah tanda check list () pada kolom informasi yang anda peroleh
dan nilailah informasi yang anda peroleh tersebut sesuai tingkat
kepuasan anda

Catatan :

1. Nilai kepuasan hanya diberikan jika layanan informasi tersebut


anda peroleh dalam pelayanan obat

Nilai kepuasan
No Jenis Informasi
SP P KP TP
1. Apakah dijelaskan cara dan
aturan pakai obat yg diterima
2. Apakah dijelaskan
Guna/khasiat obat yang
diterima (indikasi obat)
3. Apakah dijelaskan Lama
pengobatan/
penggunaan obat
4. Apakah dijelaskan cara
penyimpanan obat
5. Apakah dijelaskan efek
samping yang
mungkin timbul
6. Apakah dijelaskan tindakan
bila ada efek
samping obat/ keracunan obat
7. Apakah dijelaskan tindakan
bila terjadi salah dosis
8. Apakah dijelaskan pantangan
obat tersebut untukpenyakit
tertentu
9. Apakah dijelaskan pantangan
makanan saat makan obat
tersebut
10 Apakah petugasnya ramah
11 Apakah pelayanannya bagus

Keterangan :
SP = sangat puas, P = puas, KP = kurang Puas, dan TP = tidak puas

Anda mungkin juga menyukai