Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada saat ini masyarakat Indonesia mulai sadar akan pentingnya kesehatan

bagi dirinya, hal ini menyebabkan meningkatnya kebutuhan masyarakat akan jasa

pelayanan kesehatan. Jasa pelayananan yang mudah dijangkau oleh masyarakat

salah satunya adalah apotek. Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

Nomor 51 Tahun 2009 Apotek adalah suatu tempat tertentu dilakuknnya

pekerjaan kefarmasian dan penyaluran perbekalan farmasi kepada masyarakat.

Pengelolaan obat merupakan suatu rangkaian kegiatan yang menyangkut aspek

perencanaan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian obat yang dikelola

secara optimal untuk menjamin tercapainya ketepatan jumlah dan jenis

perbekalan farmasi dengan memanfaatkan sumber-sumber yang tersedia seperti

tenaga, dana, sarana dan perangkat lunak (metode dan tatalaksana) dalam upaya

mencapai tujuan yang ditetapkan diberbagai tingkat unit kerja (Mangindara,

2012).

Pengendalian adalah kegiatan yang memastikan penggunaan obat sesuai

dengan formularium, sesuai dengan diagnosis dan terapi serta memastikan

persediaan efektif dan efisien atau tidak terjadi kelebihan dan juga kekurangan

atau kekosongan, kerusakan, kadaluwarsa dan kehilangan serta pengembalian

1
2

pesanan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai (Peraturan

Menteri Kesehatan RI No. 58 Tahun 2014)

Sistem inventory atau persediaan barang merupakan hal yang sangat penting

bagi suatu perusahaan, terlebih lagi jika perusahaan tersebut bergerak dalam

bidang penjualan. Pengendalian persediaan barang merupakan hal penting yang

harus diperhatikan karena terkait langsung dengan biaya yang harus dikeluarkan

oleh perusahaan sebagai akibat adanya persediaan dan permintaan barang.

Pengendalian persediaan adalah kegiatan untuk memelihara dan mengendalikan,

juga suatu teknik pemesanan dan pemantauan barang-barang dalam kuantitas,

jumlah dan waktu sesuai dengan yang direncanakan ( T. Nurainun, 2020)

Safety stock adalah sistem persediaan ekstra yang disimpan sebagai pengaman

terhadap fluktuasi permintaan dan ketidak pastian rantai pasokan. Penting bagi

bisnis untuk menyimpan sejumlah persediaan cadangan untuk mengurangi risiko

kehabisan stok di saat permintaan sedang tinggi.( Kusuma,2009) Tingkat

ketersediaan obat terbagi menjadi 3 kategori yaitu stagnant, buffer, dan stockout.

Dikatakan stagnant jika sisa stock melebihi safety stock dan lead time. Dikatakan

buffer jika sisa stok ≤ safety stock dan lead time. Dikatakan stockout jika sisa stok

adalah 0. Salah satu faktor penyebab kondisi obat stagnant menurut Renie&

Pudjirahardjo (2013) adalah perencanaan yang tidak tepat.

Pengelolaan obat merupakan rangkaian kegiatan yang menyangkut aspek

perencanaan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian obat yang dikelola

secara optimaldemi tercapainya ketepatan jumlah dan jenis obat dan perbekalan
3

Kesehatan, pengelolaan obat menjadi penting untuk mencapai meningkatkan hasil

pasien karena dengan memastikan bahwa pasien menerima obat yang tepat

dengan dosis yang tepat dan pada waktu yang tepat, manajemen obat dapat

membantu meningkatkan hasil kesehatan pasien serta mengurangi kesalahan

pengobatan: Kesalahan pengobatan bisa berbahaya atau bahkan fatal.

(Mangindara et al, 2012).

Penelitian sebelumnya telah dilakukan di salah satu Rumah Sakit dalam

manajemen persediaan obat yang belum maksimal. Hal tersebut dibuktikan

dengan adanya kejadian obat yang mengalami stagnant memiliki rata-rata

kejadian sebesar 39%, sedangkan obat yang mengalami stockout memiliki

ratarata kejadian sebesar 29% selama tahun 2015. Penelitian tersebut juga di

dukung dari hasil penelitian sebelumnya yaitu oleh Suarez, 2015 yang

memaparkan hasil bahwa manajemen obat yang buruk merupakan faktor utama

yang berkontribusi terhadap stok obat habis dan persediaan stagnan. Penulis

merekomendasikan agar apotek menerapkan praktik manajemen obat yang lebih

baik, seperti menggunakan sistem kontrol stok obat, untuk meningkatkan kontrol

stok aman. (Suarez, 2015)

Dari hasil penelitian sebelumnya maka peneliti menyimpulkan bahwa

pengelolaan obat sebagai dasar pengendalian safety stock (stok stagnant obat) di

apotek di Kota Batam sangat penting untuk diteliti karena berhubungan langsung

dengan ketersediaan obat yang dibutuhkan oleh masyarakat. Safety stock

merupakan stok cadangan yang dijaga agar apotek tidak kehabisan stok obat saat
4

permintaan tiba-tiba meningkat atau terjadi keterlambatan pasokan. Dalam

konteks ini, safety stock (stok stagnant obat) mengacu pada obat yang tidak laku

terjual dalam periode tertentu. Olah karena itu peneliti tertarik meneliti penelitian

mengenai pengelolaan obat dengan judul ‘’ Analisis pengelohan obat sebagai

dasar pengendalian safety stock ( stagnant obat ) di apotek di kota batam’’

1.2 Rumusan Masalah

1. Apakah terdapat terjadinya Stagnant obat di Apotek di Kota Batam?

2. Berapa jumlah safety stock (stok stagnant obat) yang perlu dipertahankan di

apotek di Kota Batam?

3. Bagaimana cara mengidentifikasi obat yang berpotensi menjadi stagnant obat?

4. Apa penyebab utama terjadinya stok stagnant obat di apotek di Kota Batam?

5. Bagaimana strategi yang efektif untuk mengurangi jumlah stagnant obat di

apotek di Kota Batam?

6. Bagaimana cara mengelola stok obat yang optimal untuk meminimalkan

jumlah stagnant obat di apotek di Kota Batam?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Khusus

1. Mencegah kehabisan stok obat yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat

dengan menjaga ketersediaan safety stock.

2. Mengurangi kerugian finansial akibat penumpukan stok stagnant obat

yang tidak laku terjual.


5

3. Meningkatkan efisiensi pengelolaan stok obat dengan mengidentifikasi

dan menangani masalah pada safety stock (stok stagnant obat).

1.3.2. Tujuan Umum

1. Memastikan ketersediaan obat yang memadai sesuai dengan permintaan di

apotek di Kota Batam.

2. Mengoptimalkan pengelolaan stok obat dengan mengurangi jumlah

stagnant obat yang tersimpan dalam persediaan apotek.

3. Meningkatkan kepuasan pelanggan dengan menyediakan obat yang

dibutuhkan dengan tepat waktu.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi Peneliti

Menambah wawasan bagi peneliti tentang cara pengelolaan obat yang baik

dan benar

1.4.2 Bagi Institusi

Sebagai bahan referensi dan informasi untuk peneliti berikutnya tentang

bagaimana pengelolahan obat

1.4.3 Bagi Masyarakat

Menambah wawasan bagi masyarakat bahwa terdapat banyak macam merk

obat dengan komposisi yang sama.


BAB II

TINJUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Umum Apotek

2.1.1 Definisi Apotek

Apotek merupakan salah satu bentuk pelayanan masyarakat yang bergerak

pada penjualan obat – obatan, terdapat obat resep dokter dan obat non – resep

dokter. Dengan demikian apotek kembali berfungsi sebagai tempat menjual

dan membuat atau meramu obat, selain sebagai tempat mengontrol peredaran

obat (Priandika, 2021).

Pelayanan kefarmasian pada apotek merupakan pelayanan langsung dan

bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi

dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu

kehidupan pasien. Pelayanan kefarmasian tempat dilakukannya praktik

kefarmasian oleh Apoteker (Permenkes RI no. 73 tahun 2016).

Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, definisi apotek

adalah toko tempat meramu dan menjual obat berdasarkan resep dokter serta

memperdagangkan barang medis; rumah obat (Nurhuda et al., 2017).

2.1.2 Sarana dan Prasana di Apotek

6
7

Sarana dan prasarana Apotek dapat menjamin mutu sediaan Farmasi,

alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai serta kelancaran praktik

pelayanan kefarmasian. Sarana dan prasarana yang diperlukan untuk

menunjang pelayanan kefarmasian di Apotek meliputi sarana yang

memiliki fungsi (Depkes RI, 2016):

1. Ruang penerimaan Resep

Ruang penerimaan Resep sekurang-kurangnya terdiri dari

tempat penerimaan Resep, 1 (satu) set meja dan kursi, serta 1

(satu) set komputer. Ruang penerimaan Resep ditempatkan pada

bagian paling depan dan mudah terlihat oleh pasien (Depkes RI,

2016)

2. Ruang pelayanan Resep dan peracikan (produksi sediaan secara

terbatas)

Ruang pelayanan resep dan peracikan atau produksi sediaan

secara terbatas meliputi rak obat sesuai kebutuhan dan meja

peracikan. Di ruang peracikan sekurang-kurangnya disediakan

peralatan peracikan, timbangan Obat, air minum (air mineral)

untuk pengencer, sendok Obat, bahan pengemas obat, lemari

pendingin, thermometer ruangan, blanko salinan Resep, etiket

dan label obat. Ruang ini diatur agar mendapatkan cahaya dan

sirkulasi udara yang cukup, dapat dilengkapi dengan pendingin

ruangan (air conditioner) (Depkes RI, 2016).


8

3. Ruang penyerahan Obat

Ruang penyerahan obat berupa konter penyerahan obat yang

dapat digabungkan dengan ruang penerimaan resep (Depkes RI,

2016).

4. Ruang konseling

Ruang konseling sangat dibutuhkan untuk proses pelayanan

kefarmasian klinik yaitu untuk kegiatan konseling. Dengan

adanya ruang konseling privasi klien dalam melakukan proses

konseling lebih terjaga. Ruang konseling sekurang-kurangnya

memiliki satu set meja dan kursi konseling, lemari buku, buku-

buku referensi, leaflet, poster, alat bantu konseling, buku catatan

konseling dan formulir catatan pengobatan pasien (Amalia,

2019)

5. Ruang penyimpanan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan

medis habis pakai

Ruang penyimpanan harus memperhatikan kondisi sanitasi,

temperatur, kelembaban, ventilasi, pemisahan untuk menjamin

mutu produk dan keamanan petugas. Ruang penyimpanan harus

dilengkapi dengan rak/lemari Obat, pallet, pendingin ruangan

(AC), lemari pendingin, lemari penyimpanan khusus narkotika


9

dan psikotropika, lemari penyimpanan Obat khusus, pengukur

suhu dan kartu suhu (Depkes RI, 2016).

6. Ruang arsip

Untuk menyimpan dokumen – dokumen supaya lebih tertata

rapi dan tersimpan dengan baik dokumen-dokumen yang dimiliki

oleh Apotik sehingga jika memiliki ruang arsip apabila mencari

suatu dokumen akan lebih cepat menemukan dokumen tersebut

(Amalia, 2019)

2.1.3 Tujuan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek

Dalam standar pelayanan kefarmasian di suatu Apotek menurut

(Prabandari, 2018) bertujuan untuk:

1. Meningkatkan mutu pelayanan kefarmasian

2. Menjamin kepastian hokum bagi tenaga kefarmasian

3. Melindungi pasien dan masyarakat dari penggunaan obat yang

tidak rasional dalam rangka keselamatan pasien..

2.1.4 Persyaratan Apotek

Suatu apotek baru dapat beroperasi setelah mendapat Surat Izin

Apotek (SIA). Surat Izin Apotek (SIA) adalah surat yang diberikan

Menteri Kesehatan Republik Indonesia kepada Apoteker atau

Apoteker yang bekerja sama dengan pemilik sarana apotek untuk

menyelenggarakan pelayanan apotek disuatu tempat tertentu. Menurut


10

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

No.1332/MENKES/SK/X/2002, disebutkan bahwa persyaratan-

persyaratan apotek adalah:

1. Untuk mendapat izin apotek, apoteker atau apoteker yang

bekerja sama dengan pemilik sarana yang telah memenuhi

persyaratan harus siap dengan tempat, perlengkapan termasuk

sediaan farmasi dan perbekalan farmasi yang lain yang

merupakan milik sendiri atau milik pihak lain

2. Sarana apotek dapat didirikan pada lokasi yang sama dengan

pelayanan komoditi yang lain di luar sediaan farmasi.

3. Apotek dapat melakukan kegiatan pelayanan komoditi yang lain

diluar sediaan farmasi

2.1.5 Tugas dan Fungsi Apotek

Peraturan Pemerintah No.51 tahun 2009 menyebutkan tugas dan fungsi

apotek adalah:

1. Sebagai tempat pengabdian profesi seorang apoteker yang telah

mengucapkan sumpah jabatan.

2. Sebagai sarana farmasi tempat dilakukannya pekerjaan

kefarmasian.

3. Sarana yang digunakan untuk memproduksi dan distribusi

sediaan farmasi antara lain obat, bahan obat, obat tradisional,

kosmetika.
11

4. Sebagai sarana pelayanan informasi obat dan perbekalan farmasi

lainnya kepada tenaga kesehatan lain dan masyarakat, termasuk

pengamatan dan pelaporan mengenai khasiat, keamanan, bahaya

dan mutu obat.

5. Sarana pembuatan dan pengendalian mutu sediaan farmasi,

pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusi atau 9

penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep

dokter, pelayanan informasi obat serta pengembangan obat,

bahan obat dan obat tradisional.

Peraturan Menteri Kesehatan no. 9 Tahun 2017 tentang Apotek

Pasal 16 menjelaskan bahwa apotek menyelenggarakan fungsi

sebagai pengelola sediaan farmasi, alat kesehatan dan Bahan

Medis Habis Pakai dan pelayanan farmasi klinik termasuk di

komunitas.

2.2 Tinajaun Umum Mengenai Persediaan Obat Stagnant

2.2.1 Pengertian Stagnant

Obat Stagnant adalah suatu keadaan yang tidak efisien dalam

manajemen obat di mana jumlah obat yang tersisa dalam persediaan

lebih banyak dari pada safety stock pada waktu tertentu atau dengan

kata lain bahwa stok obat yang tidak keluar selama 3 bulan keatas.

Safety stock adalah persediaan tambahan untuk melindungi dan

menjaga kemungkinan terjadinya kekurangan persediaan (stockout).


12

Safety stock dihitung dari perkalian rata-rata pemakaian obat atau

tenggang waktu pemesanan sampai obat dating (Riyasanti, 2016).

Obat dikatakan stagnant jika sisa obat pada akhir bulan lebih

dari tiga kali rata-rata pemakaian. Persediaan obat yang dikatakan

efektif apabila persediaan obat dalam keadaan normal yaitu sesuai

dengan kebutuhan. Tidak ada persediaan obat yang kosong dan

ketersediaan obat tidak melebihi dari tiga kali rata-rata kebutuhan

obat (Mellen &Pudjirahardjo, 2013).

Kerugian yang timbul akibat kejadian ini biaya yang timbul

akibat adanya persediaan adalah biaya pembelian (purchasing cost),

biaya pemesanan (ordering cost), biaya penuyimpanan (holiding

cost). Biaya penyimpanan (holding cost) adalah biaya dengan

variable yang beruhungan langsung dengan jumlah persediaan yaitu

biaya fasilitas penyimpanan (penerangan, pemanas, cold storage,

exhaust fan, dehumidifier), biaya modal (opportunity cost of capitol),

biaya resiko kerusakan, kecurian, biaya keusangan, biaya asuransi

persediaan, biaya pajak persediaan, biaya pengelolaan atau

administrasi penyimpanan. (Mellen & Pudjirahardjo, 2013).

2.2.2 Faktor-faktor penyebab terjadinya stagnant

Berdasarkan dari beberapa hasil penelitian terdahulu faktor-

faktor yang menjadi penyebab terjadinya kejadian stagnant obat di


13

instalasi farmasi rumah sakit ini lebih banyak terjadi pada manajemen

logistiknya tetapi ada pula yang berasal dari luar manajemennya. Hal

ini mempengaruhi transparansi, komunikasi, dan koordinasi antar tim

pengadaan obat sehingga mempengaruhi ketepatan dan kecepatan

dalam pereencanaan, pembelian, penyimpanan, distribusi dan

penggunaan obat. Hal ini terlihat dari beberapa komponen Input

(SDM yang kurang, Sarana terutama gudang penyimpanan yang

kurang memadai, serta anggaran yang kurang), Proses (perencanaan

yang kurang tepat dan penyimpanan yang kurang memadai), dan

Output (masih terdapat obat yang kadaluarsa dan rusak) (Badruddin,

2015).

Sistem pengadaan obat yaitu dengan cara pembelian langsung

ke Pedagang Besar Farmasi (PBF) dan waktu yang tidak pasti.

Administrasi baik pencatatan dan pelaporan kegiatan pengelolaan

obat dilakukan tetapi belum sesuai dengan standar kefarmasian di

rumah sakit. Administrasi keuangan tidak dilakukan oleh instalasi

farmasi. Administrasi penghapusan obat tidak pernah dilakukan dan

tidak dilaporkan. Pada penelitian ini faktornya ada pada tahapan

pencatatan dan pelaporan serta system pengadaan obat.

2.3 Tinjauan Umum Mengenai Manajemen Logistik

2.4.1 Manajemen Logistik


14

Manajeman Logistik adalah proses perencanaan, pelaksanaan

dan pengendalian aliran bahan baku yang efisien, efektif, dan

ekonomis, untuk menyelesaikan produk dengan tujuan memenuhi

tuntutan konsumen (Ribeiro et al, 2013). Pengelolaan obat

merupakan rangkaian kegiatan yang menyangkut aspek perencanaan,

pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian obat yang dikelola

secara optimal demi tercapainya ketepatan jumlah dan jenis obat dan

perbekalan kesehatan (Mangindara et al, 2012). Logistik bidang

kesehatan tidak hanya berkaitan dengan penggunaan sumber daya

material saja melainkan juga koordinasi dan pengendalian semua hal

yang berkaitan dengan konsumen, fasilitas, informasi, dan sumber

daya lainnya (Manso et al, 2013).

1. Perencanaan Obat

Perencanaan kebutuhan obat dan perbekalan kesehatan adalah

suatu proses kegiatan seleksi obat dan perbekalan kesehatan

untuk menentukan jumlah obat dalam rangka pemenuhan

kebutuhan puskesmas. Tujuan perencanaan antara lain untuk

mendapatkan perkiraan jenis dan jumlah obat yang mendekati

kebutuhan, untuk meningkatkan penggunaan obat secara

rasional, dan untuk meningkatkan efisiensi penggunaan obat.

Kegiatan yang dilakukan dalam perencanaan kebutuhan obat,

antara lain tahap pemilihan, kompilasi pemakaian, dan


15

perhitungan obat (Depkes, 2003) dalam (Fenty &Stefanus,

2015).

2. Penganggaran Obat

Penganggaran merupakan usaha merumuskan perincian

penentuan kebutuhan dalam skala standar, yaitu mata uang serta

jumlah biaya dengan memperhatikan pengarahan yang berlaku.

Penganggaran obat dan perbekalan kesehatan di Puskesmas

dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kota atau Kabupaten.

3. Pengadaan Obat

Pengadaan adalah suatu usaha atau kegiatan untuk memenuhi

kebutuhan operasional yang telah ditetapkan di dalam fungsi

perencanaan. Proses pelaksanaan rencana pengadaan dari fungsi

perencanaan dan penentuan kebutuhan, serta rencana

pembiayaan dari fungsi penganggaran (Seto et al, 2012). Tujuan

pengadaan obat adalah untuk memenuhi kebutuhan obat di setiap

unit pelayanan kesehatan sesuai dengan pola penyakit di wilayah

kerja puskesmas. Pengadaan obat memiliki tiga syarat penting

yang harus dipenuhi, antara lain: sesuai rencana; sesuai

kemampuan; system atau cara pengadaan sesuai ketentuan (Seto

et al, 2012).

4. Penerimaan dan Penyimpanan Obat


16

Penerimaan obat adalah suatu kegiatan dalam menerima obat

yang diserahkan dari unit pengelola yang lebih tinggi kepada unit

pengelola dibawahnya (Depkes, 2003) dalam (Fenty &Stefanus,

2015). Penyimpanan obat adalah suatu kegiatan pengamanan

terhadap obat yang diterima agar tidak hilang, terhindar dari

kerusakan fisik maupun kimia dan mutunya tetap terjamin. Obat

yang rusak karena gangguan fisik akan merusak kualitas obat.

5. Penyaluran Obat atau Distribusi Obat

Penyaluran atau distribusi obat adalah kegiatan pengeluaran

dan penyerahan obat secara merata dan teratur untuk memenuhi

kebutuhan sub unit pelayanan kesehatan. Kegiatan distribusi obat

yang dilakukan di Apotek, antara lain: menentukan frekuensi

distribusi; menentukan jumlah obat dan jenis obat yang

diberikan; melaksanakan penyerahanobat.

6. Pemeliharaan Obat

Apoteker dan Asisten Apoteker bertanggung jawab dalam

memelihara obat agar terhindar dari kerusakan, kadaluarsa, dan

hilang. Fungsi pemeliharaan dilakukan sejak obat dan bahan

habis pakai diterima dan disimpan di gudang obat, penyaluran

kebeberapa unit yang membutuhkan hingga dikonsumsi oleh

pasien atau sasaran.


17

7. Penghapusan Obat

Penghapusan obat dilakukan apabila terjadi kerusakan obat,

terjadi kadaluarsa, terjadi kelebihan obat, obat ditarik dari

peredaran, dan terjadi ketidak sesuaian obat dengan kebutuhan

yang ada di Apotek.

8. Pengawasan dan Pengendalian Obat

Pengawasan memerlukan ketertiban dalam pencatatan dan

pelaporan agar fungsi bias berjalan dengan efektif dan efisien.

Pencatatan dan pelaporan obat dituliskan dalam Laporan

Pemakaian Lembar Permintaan Obat dan juga kartu stok obat.

Pencatatan dan pelaporan obat harus dilaksanakan dengan baik

dan benar agar fungsi pengawasan dan pengendalian obat dapat

berjalan dengan baik


19

BAB III

METEDOLOGI PENELITIAN

3.1. Jenis dan Rancangan Penelitian

Rancangan dari jenis penelitian ini adalah penelitian penelitian

kuantitatif dengan metode deskriptif yang bersifat observasional. Metode

merupakan suatu metode penelitian yang dilakukan dengan tujuan utama

untuk gambaran atau deskriptif tentang suatu keadaan secara objektif.

Penelitian deskriptif ini untuk menganalisa obat dari segi stagnant obat di

salah satu Apotek di Kota Batam yang ditinjau dari perencanaan dan

pengadaan obat.

III.2 Populasi dan Sampel

III.2.1 Populasi

Populasi dari penelitian ini adalah seluruh apoteker dan TTK yang

bertugas di apotek.

III.2.2 Sampel

Sampel penelitian ini adalah apoteker berjumlah 10 orang apoteker

dan TTK salah satu Apotek di Kota Batam. Pada penelitian deskriptif ini

penulis menggunakan Purposive sampling atau berdasarkan keputusan

peneliti.
III.3 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di salah satu Apotek di Kota Batam.yang akan

dilaksanakan pada bulan

III.4 Instrumen Penelitian

stagnant obat

III.5 Variabel Penelitian

III.5.1 Variabel Bebas

Keberadaan Apotek di Kota Batam.


III.5.2 Variabel Terikat

Evaluasi Stagnant obat di Apotek di Kota Batam.

III.6 Kerangka Kerja

Variabel Bebas Variabel Terikat

di apotek di kota batam yang Evaluasi pengelohan obat sebagai dasar


melkukan pengelolaan obat pengendalian safety stock ( stagnant obat )

Tabel 1. Analisis pengelohan obat sebagai dasar pengendalian safety stock ( stagnant

obat ) di apotek di kota batam

III.7 Kriteria Inklusi dan Eksklusi

Kriteria inklusi adalah standar yang memisahkan anggota populasi

menjadi sampel sesuai dengan apakah mereka memenuhi standar teoretis yang
21

berkaitan dengan topik dan keadaan penelitian. Atau dengan kata lain, kriteria

inklusi adalah kualitas yang harus dimiliki oleh setiap orang dalam populasi

yang dapat digunakan sebagai sampel.

3.7.1. Kriteria Inklusi

1. Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian yang bekerja di apotek yang

bekerja pada pengelolaan obat

2. Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian yang bersedia menandatangani

lembar Informed Consent sebagai bukti bahwa bersedia mengikuti

penelitian.

3. Bersedia mengikuti penelitian dari awal sampai akhir.

3.7.2. Kriteria eksklusi

1. Apoteker yang tidak bersedia mengisi lembar Informed Consent.

III.8 Defenisi Operasional dan Aspek Pengukuran

III.8.1 Definisi Operasional

Tabel 2. Definisi Operasional

Apoteker Apoteker merupakan bagian dari tenaga

kesehatan yang mempunyai kewenangan dan

kewajiban untuk melakukan pekerjaan

kefarmasian sebagaimana tercantum dalam PP

No.51 Tahun 2009.

Pengelolaan obat Pengelolaan obat sebagai dasar pengendalian


22

stok pengaman adalah proses untuk

memastikan bahwa apotek memiliki persediaan

obat yang cukup untuk memenuhi kebutuhan

pasien. Ini termasuk memperkirakan

permintaan, mempertimbangkan waktu tunggu,

dan mengelola biaya.

Safety stok Safety stock adalah jumlah persediaan yang

disimpan sebagai cadangan untuk melindungi

dari permintaan yang tidak terduga atau

keterlambatan pengiriman. Dengan memiliki

stok pengaman yang cukup, apotek dapat

menghindari kehabisan stok, yang dapat

menyebabkan ketidakpuasan pasien dan bahkan

merugikan.

III.9 Kerangka Konsep

III.9.1 Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian dilakukan dalam tiga tahap, yaitu tahap persiapan,

tahap pelaksanaan, dan tahap akhir.

1. Tahap Persiapan

a. Mengajukan judul skripsi


23

b. Membuat proposal penelitian

c. Mengkonsultasikan proposal penelitian

d. Meminta izin sidang proposal penelitian

e. Melakukan seminar proposal penelitian

f. Membuat surat izin penelitian di wilayah terkait

2. Tahap Pelaksanaan

a. Mengajukan permohonan izin kepada apoteker dengan

melampirkan surat Informed Consent.

b. Peneliti mengambil data dengan menyebarkan kuesioner.

c. Hasil yang didapatkan dilakukan analisis data

3. Tahap Akhir

a. Menyusun laporan hasil akhir

b. Melakukan sidang hasil penelitian

III.10 Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan suatu cara yang digunakan untuk

mengumpulkan data dalam usaha memecahkan permasalahan yang dihadapi.

Menurut Putri et al., 2017 Teknik pengumpulan data adalah langkah yang

paling strategis dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian ini

adalah mendapatkan data. (Putri et al., 2017). Dalam penelitian ini teknik

pengumpulan data yang digunakan adalah :

3.10.1. Sumber Pengumpulan Data


24

a. Data Primer

Menurut (Surahman et al., 2020) data primer adalah sumber data yang

langsung memberikan data kepada pengumpul data. Pengumpulan data primer

dalam penelitian ini dilakukan dengan cara wawancara, dokumentasi dan

observasi secara langsung ke Apotek

b. Data Sekunder

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sumber data

sekunder. Menurut (Surahman et al., 2020) Data sekunder adalah sumber

yang tidak langsung memberikan data kepada pengumpul data. Dalam hal ini

data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari jurnal dan

buku yang berhubungan dengan judul penelitian ini.

3.10.2. Langkah-langkah Pengumpulan Data

Langkah-langkah yang dapat dilakukan pada teknik pengumpulan data adalah

a. Wawancara (Interview)

Menurut Heru Kurniawan, 2021 wawancara (Interview) adalah

merupakan pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide

melalui tanya jawab, sehingga dapat dikontruksikan makna dalam

suatu topik tertentu. Dari wawancara tersebut penulis memperoleh data

yang dibutuhkan yaitu tentang sejarah perusahaan, data tentang

penjualan perusahaan (Heru Kurniawan, 2021)

3.11. Pendekatan Penelitian


25

Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

pendekatan kuantitatif. Menurut Surahman et al., 2020 penelitian kuantitatif

adalah jenis penelitian yang dapat dicapai (diperoleh) dengan menggunakan

prosedurprosedur statistik atau cara-cara lain dari kuantifikasi (pengukuran).

Oleh karena itu, pendekatan kuantitatif dirasa cocok untuk penelitian

ini(Surahman et al., 2020).

3.12. Teknik Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian

deskriptif. Menurut Sugiyono (2012:10) analisis deskriptif adalah statistik

yang digunakan untuk menganalisis data dengan cara mendiskripsikan atau

menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya dan

membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum atau generalisasi.

Adapun teknik penelitian yang digunakan sesuai dengan alur kerangka

konseptual adalah sebagai berikut:

1. Melakukan obervasi awal untuk mengidentifikasi masalah apa saja yang

dialami oleh Apotek.

2. Setelah mengidentifikasi masalah apa yang dihadapi pada Apotek maka

dapat diketahui rumusan masalah, tujuan penelitian dan judul penelitian yang

sesuai.

3. Melakukan studi pustaka mengenai variabel yang berkaitan dengan

penelitian yang dilakukan yaitu: persediaan, analisis ABC dan perhitungan

safety stock.
26

4. Melakukan observasi lanjutan menggunakan data penjualan untuk

menghitung persediaan pengaman (safety stock).

5. Membandingkan kenyataan yang ada pada Apotek dengan perhitungan

safety stock yang telah dilakukan.

6. Menarik kesimpulan dan saran terhadap penelitian yang telah

dilakukan..

III.12 Analisis Data

Data yang sudah terkumpul diperiksa kembali untuk memeriksa

kelengkapan data. Kemudian peneliti melakukan analisa data. Analisa data

dalam penelitian ini bersifat deskriptif dan ditampilkan dalam tabel distribusi

frekuensi dan persentase.

3.13. Teknik Analisis Data

Menurut Sugiyono (2013: 244) analisis data adalah proses mencari dan

menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara,

observasi dan bahanbahan lain, sehingga dapat mudah dipahami dan

temuannya dapat diinformasikan kepada orang lain. Teknik analisis data

yang digunakan untuk menganalisis data ini adalah dengan langkah-langkah

sebagai berikut:

3.13.1. Mengelompokan Data Berdasarkan Analisis ABC

Menurut Heizer dan Render (2015 : 555) Pengelompokan

berdasarkan konsep ABC dilakukan dengan mengelompokan


27

persediaan berdasarkan nilai pemakaian. Tahap-tahap untuk proses

pengelompokan konsep ABC adalah:

a. Membuat daftar semua item yang akan diklasifikasikan dan harga

pembelian masing-masing barang.

b. Menentukan nilai pemakaian per tahun dengan cara mengalikan

jumlah pemakaian rata-rata pertahun dengan harga beli masing-

masing barang.

c. Menentukan jumlah pemakaian tahunan semua barang untuk

mengetahui nilai pemakaian total.

d. Menghitung persentase pemakaian setiap item dari hasil bagi antara

nilai pemakaian per tahun dengan total nilai pemakaian per tahun.

e. Mengurutkan semua pemakaian persediaan barang yang dimiliki

dari yang memiliki nilai uang paling besar sampai yang terkecil agar

mempermudah pembagian barang berdasarkan kelas A, B dan C

sesuai dengan pengklasifikasian yang dipakai.


Daftar Pustaka

Arikunto, 2007. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta :

Rineka Aksara.

Assauri, Sofyan. 2008.Manajemen Produksi dan Operasi (Edisi Revisi).

Jakarta : Salemba Empat.

Amalia Senja. 2019. Perawatan lansia Oleh Keluarga Dan Care Giver.

Jakarta :Bumi Medika

Gazperz, Vincent, 2012. All In One Intergrated Total Quality Talen

Manajement. Jakarta : Gramedia.

Hamid, Abdul. 2010. Paduan Penulisan Skripsi (Cetak 1). Jakarta : FEIS UN

Press. Heizer, Jay dan Barry Render. 2010.Manajemen Operasi.

(Edisi 9, Buku 1)Jakarta : Salemba Empat.

Heizer, Jay dan Render. 2012. Manajemen Operasi. (Edisi 9, Buku 2).

Jakarta: Salemba Empat.

Heizer, Jay dan Render. 2015. Manajemen Operasi (Edisi 11). Jakarta:

Salemba Empat

Herjanto, Eddy. 2007. Manajemen Operasi. Jakarta : Grasindo.

Martani, Dwi. 2012. Akuntansi Keuangan Menengah Berbasis PSAK

(Buku1). Jakarta : Salemba Empat.


29

Maulana, 2015. Analisis Efisiensi Persediaan Bahan Baku Susu Sapi Murni

Dengan Menggunakan Metode Economic Order Quantity Pada

Soto Sedeep. (Skripsi. Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Universitas

Diponegoro).

Rangkuti, Freddy . 2007.Manajemen Persediaan. Jakarta : Rajawali Pers

Reeve, Warren. 2007. AccountingPengantar Akuntansi. Jakarta : Salemba

Empat.

Ristono, Agus. 2009. Manajemen Persediaan (Edisi Pertama). Yogyakarta :

Graga Ilmu

Stevenson, William J dan Choung, Sum Chee. 2014. Manajemen Operasi.

(Edisi 9, buku 2). Jakarta: Salemba Empat.

Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D.

Bandung: Alfabeta.

Sugiyono, 2013. Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif,

Kualitatif, dan R&D). Bandung : Alfabeta.

Sujarweni, Wiratna. 2014. SPSS Untuk Penelitian. Yogyakarta : Pustaka

Baru Press.

Anda mungkin juga menyukai