Anda di halaman 1dari 18

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.

id

BAB II

LANDASAN TEORI

A. TINJAUAN PUSTAKA

1. Rumah Sakit

Rumah Sakit merupakan sarana pelayanan yang menyelenggarakan

pelayanan medik dasar, medik dasar, medis spesialistik, pelayanan penunjang

medik, pelayanan perawatan termasuk rawat jalan, rawat inap dan pelayanan

kesehatan. Rumah sakit merupakan salah satu dari sarana kesehatan tempat

penyelenggaraan upaya kesehatan. Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk

memelihara dan meningkatkan kesehatan, bertujuan untuk mewujudkan derajat

kesehatan yang optimal bagi masyarakat. Upaya kesehatan diselenggarakan

dengan pendekatan, pemeliharaan, peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan

penyakit (preventif), penyembuhan penyakit (kuratif) dan pemulihan kesehatan

(rahabilitatif) yang dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu dan

berkesinambungan (Siregar, 2004).

Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No. 44 Tahun 2009,

definisi rumah sakit umum adalah rumah sakit yang melayani semua bentuk

pelayanan kesehatan sesuai dengan kemampuannya. Pelayanan kesehatan yang

diberikan rumah sakit bersifat umum, spesialistik, dan subspesialistik (Depkes,

2009b).

commit to user

6
perpustakaan.uns.ac.id 7
digilib.uns.ac.id

2. Instalasi Farmasi Rumah Sakit

Instalasi farmasi rumah sakit merupakan bagian integral dari rumah sakit

yang memberikan pelayanan farmasi rumah sakit. Peran farmasi rumah sakit

sangat penting dalam aspek manajemen maupun pelayanan dan saling terkait

dalam sistem terpadu pelayanan di rumah sakit. Farmasi rumah sakit merupakan

sarana pengabdian profesi farmasi yang semakin diharapkan meningkatkan

perannya dalam hal pelayanan kefarmasian seiring dengan tuntutan masyarakat

akan pelayanan kesehatan yang lebih bermutu dan menyeluruh, melalui

perencanaan yang tepat dan pengelolaan manajemen obat yang baik, dapat

menjamin pasien secara individu mendapatkan obat yang bermutu, meningkatkan

efisiensi penggunaan obat dan menurunkan biaya obat bagi pasien (Siregar, 2004).

Peranan instalasi farmasi rumah sakit yang berkaitan dengan obat, yaitu

(1) perencanaan, pengadaan, penyimpanan, distribusi dan pengawasan semua obat

yang digunakan dalam pelayanan tersebut, (2) evaluasi dan penyebaran informasi

secara luas tentang obat-obatan dan penggunaannya pada staf rumah sakit dan

pasien, (3) memantau dan menjamin kualitas penggunaan obat (Depkes, 2004a).

3. Manajemen Obat

a. Dasar Kebijakan Umum Obat

Dalam Sistem Kesehatan Nasional (SKN) telah disebutkan bahwa

subsistem obat dan perbekalan kesehatan adalah tatanan yang

menghimpun berbagai upaya perencanaan, pemenuhan kebutuhan serta

pemanfaatan dan pengawasan obat dan perbekalan kesehatan secara

terpadu dan saling mendukung, guna menjamin tercapainya derajat


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 8
digilib.uns.ac.id

kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Tujuan subsistem obat dan

perbekalan kesehatan adalah tersedianya obat dan perbekalan kesehatan

yang mencukupi, terdistribusi secara adil dan merata serta termanfaatkan

secara berdaya guna dan berhasil guna, untuk menjamin terselenggaranya

pembangunan kesehatan guna meningkatkan derajat kesehatan masyarakat

yang setinggi-tingginya (Depkes, 2004b).

b. Manajemen Obat di Rumah Sakit

Manajemen pengelolaan obat merupakan suatu siklus yang

meliputi fungsi-fungsi dasar seperti selection (seleksi obat), procurement

(perencanaan dan pengadaan), distribution (penyimpanan dan pengamanan

persediaan), dan use (penggunaan). Keempat fungsi dasar tersebut

didukung oleh sistem penunjang pengelolaan yang terdiri dari organisasi

(organization), pembiayaan dan kesinambungan (financing and

sustainability), pengelolaan informasi (information management) serta

pengelolaan dan pengembangan sumber daya manusia (human resources

management). Pelaksanaan keempat fungsi dasar dan keempat elemen

system pendukung pengelolaan tersebut didasarkan pada kebijakan

(policy) dan peraturan perundangan (legal framework) yang mantap serta

didukung oleh kepedulian masyarakat dan petugas kesehatan terhadap

program bidang obat dan pengobatan (Quick et.al., 1997).

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 9
digilib.uns.ac.id

4. Indikator Penyimpanan Obat

Indikator efisiensi penyimpanan obat menurut penelitian Pudjaningsih

(1996) yaitu :

Tabel I. Indikator efisiensi penyimpanan obat (Pudjaningsih, 1996)

No Indikator Tujuan Nilai Pembanding


1. Persentase Untuk mengetahui ketelitian 100 %
kesesuaian antara petugas gudang
kartu stok dengan
kenyataan
2. Inventory Turn Untuk mengetahui 10-23 kali/tahun
Over Ratio (ITOR) perputaran modal dalam satu
tahun persediaan
3. Sistem Penataan di Untuk menilai sistem 100 % FIFO/FEFO
gudang penataan gudang
4. Persentase obat Untuk mengetahui besarnya ≤ 0,2 %
rusak dan kerugian rumah sakit
kadaluarsa
5. Persentase Stok Untuk mengetahui item obat 0%
Mati yang tidak mengalami
pergerakan

a. Persentase kecocokan antara obat dan kartu stok

Indikator ini digunakan untuk mengetahui ketelitian petugas

gudang dan mempermudah dalam pengecekan obat, dan juga membantu

dalam perencanaan dan pengadaan obat sehingga tidak menyebabkan

terjadinya akumulasi obat dan kekosongan obat (Sheina dkk., 2010).

b. Inventory Turn Over Ratio (ITOR)

Indikator ini digunakan untuk mengetahui kecepatan perputaran

obat, yaitu seberapa cepat obat dibeli, didistribusi, sampai dipesan

kembali, dengan demikian nilai ITOR akan berpengaruh pada ketersediaan

obat. ITOR yang tinggi berarti mempunyai pengendalian persediaan yang

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 10
digilib.uns.ac.id

baik, demikian pula sebaliknya, sehingga biaya penyimpanan akan

menjadi minimal (Sheina dkk., 2010).

c. Persentase obat kadaluarsa atau rusak

Indikator ini digunakan untuk menilai kerugian rumah sakit akibat

adanya obat yang kadaluarsa ataupun rusak (Sheina dkk., 2010).

d. Sistem penataan di gudang

Indikator ini digunakan untuk menilai sistem penataan gudang

standar adalah FIFO dan FEFO (Sheina dkk., 2010).

e. Persentase stok mati

Stok mati merupakan istilah yang digunakan untuk menunjukkan

item persediaan obat di gudang yang tidak mengalami pergerakan dalam

waktu minimal 3 bulan (Sheina dkk., 2010).

5. Penyimpanan Obat Menurut Pedoman Depkes RI

Penyimpanan adalah suatu kegiatan menyimpan dan memelihara

dengan cara menempatkan obat-obatan yang diterima pada tempat yang dinilai

aman dari pencurian serta gangguan fisik yang dapat merusak mutu obat

(Depkes, 2006).

Tujuan penyimpanan obat-obatan adalah untuk :

a. Memelihara mutu obat.

b. Menghindari penggunaan yang tidak bertanggung – jawab.

c. Menjaga kelangsungan persediaan.

d. Memudahkan pencarian dan pengawasan (Depkes, 2006).

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 11
digilib.uns.ac.id

a. Sistem pengaturan Obat

Beberapa sistem pengaturan obat yang umum menurut pedoman

pelayanan kefarmasian (2006) :

1) Alfabetis berdasarkan nama generik

Obat disimpan berdasarkan urutan alfabet nama generiknya. Saat

menggunakan sistem ini, pelabelan harus diubah ketika daftar obat

esensial direvisi atau diperbaharui.

2) Kategori terapetik atau farmakologi

Obat disimpan berdasarkan indikasi terapetik dan kelas

farmakologinya.

3) Bentuk sediaan

Obat mempunyai bentuk sediaan yang berbeda-beda, seperti sirup,

tablet, injeksi, salep atau krim. Dalam sistem ini, obat disimpan

berdasarkan bentuk sediaannya. Selanjutnya metode-metode

pengelompokan lain dapat digunakan untuk mengatur obat secara

rinci.

4) Frekuensi penggunaan

Untuk obat yang sering digunakan (fast moving) seharusnya disimpan

pada ruangan yang dekat dengan tempat penyiapan obat (Depkes,

2006).

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 12
digilib.uns.ac.id

b. Kondisi Penyimpanan Khusus

Beberapa obat perlu disimpan pada tempat khusus untuk

memudahkan pengawasan, yaitu :

1. Obat golongan narkotika dan psikotropika masing-masing

disimpan dalam lemari khusus dan terkunci.

2. Obat-obat seperti vaksin dan supositoria harus disimpan dalam

lemari pendingin untuk menjamin stabilitas sediaan.

3. Beberapa cairan mudah terbakar seperti aseton, eter dan alkohol

disimpan dalam lemari yang berventilasi baik, jauh dari bahan

yang mudah terbakar dan peralatan elektronik. Cairan ini disimpan

terpisah dari obat-obatan (Depkes, 2006)

c. Cara penyimpanan obat

Penyimpanan obat secara umum adalah dengan mengikuti petunjuk

penyimpanan pada label/kemasan obat, kemudian disimpan dalam kemasan

asli dan dalam wadah yang tertutup rapat. Agar stabilitas obat tetap terjaga,

obat disimpan pada suhu kamar dan terhindar dari sinar matahari langsung

(Depkes, 2006).

Obat tidak boleh disimpan pada tempat yang panas ataupun

lembab, karena akan berpengaruh pada stabilitasnya. Agar tidak terjadi hal-

hal yang tidak diinginkan, sebaiknya penyimpanan obat dijauhkan dari

jangkauan anak-anak. Obat-obatan yang kadaluarsa atau rusak tidak boleh

disimpan lagi, obat-obat tersebut dapat dimusnahkan menurut aturan yang

ditetapkan (Depkes, 2006).


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 13
digilib.uns.ac.id

d. Penyusunan Stok Obat

Obat disusun menurut bentuk sediaan dan alfabetis. Untuk

memudahkan pengendalian stok maka dalam penataan obat menggunakan

prinsip FEFO (First Expired First Out) dan FIFO (First In First Out),

yaitu obat yang masa kadaluwarsanya lebih awal atau yang diterima lebih

awal harus digunakan lebih awal sebab umumnya obat yang datang lebih

awal biasanya juga diproduksi lebih awal dan umurnya relatif lebih tua

dan masa kadaluwarsanya mungkin lebih awal (Depkes, 2007).

Penyusunan obat dilakukan dalam kemasan besar di atas pallet

secara rapi dan teratur. Untuk obat-obatan narkotika disimpan pada lemari

khusus narkotika. Obat-obat yang dipengaruhi oleh temperatur, udara,

cahaya, dan kontaminasi bakteri disimpan pada tempat yang sesuai. Selain

itu, perlu dilakukan penomoran kode obat dan pencantuman nama masing-

masing obat pada rak, serta pemisahan antara obat oral dan juga obat-obat

topical agar tidak terjadi medical error. Apabila persediaan obat cukup

banyak, maka biarkan obat tetap dalam boks masing-masing, ambil

seperlunya saja (Depkes, 2007).

Obat-obatan yang mempunyai batas waktu pemakaian perlu

dilakukan rotasi stok agar obat tersebut tidak selalu berada dibelakang

sehingga obat dapat dimanfaatkan sebelum masa kadaluwarsa habis. Item

obat yang sama ditempatkan pada satu lokasi walaupun dari sumber

anggaran yang berbeda (Depkes, 2007).

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 14
digilib.uns.ac.id

e. Pencatatan dan Kartu Stok

Fungsi Pencatatan dan kartu stok menurut pedoman penyimpanan

obat (2007) sebagai berikut :

1. Kartu stok digunakan untuk mencatat mutasi obat (penerimaan,

pengeluaran, hilang, rusak atau kadaluwarsa).

2. Tiap lembar kartu stok hanya diperuntukkan mencatat data mutasi 1

(satu) jenis obat yang berasal dari 1 (satu) sumber anggaran.

3. Tiap baris data hanya diperuntukkan mencatat 1 (satu) kejadian mutasi

obat.

4. Data pada kartu stok digunakan untuk menyusun laporan, perencanaan

pengadaan distribusi dan sebagai pembanding terhadap keadaan fisik

obat dalam tempat penyimpanannya (Depkes, 2007).

Kegiatan yang harus dilakukan :

1) Kartu stok diletakkan bersamaan/berdekatan dengan obat bersangkutan

2) Pencatatan dilakukan secara rutin dari hari ke hari

3) Setiap terjadi mutasi obat (penerimaan, pengeluaran, hilang, rusak /

kadaluwarsa) langsung dicatat didalam kartu stok.

4) Penerimaan dan pengeluaran dijumlahkan pada setiap akhir bulan

(Depkes, 2007).

Informasi yang didapat :

1. Jumlah obat yang tersedia (sisa stok)

2. Jumlah obat yang diterima

3. Jumlah obat yang keluar


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 15
digilib.uns.ac.id

4. Jumlah obat yang hilang/rusak/kadaluwarsa

5. Jangka waktu kekosongan obat (Depkes, 2007).

Manfaat informasi yang didapat :

1) Untuk mengetahui dengan cepat jumlah persediaan obat

2) Penyusunan laporan

3) Perencanaan pengadaan dan distribusi

4) Pengendalian persediaan

5) Untuk pertanggungjawaban bagi petugas penyimpanan dan pen

distribusian

6) Sebagai alat bantu kontrol bagi Kepala IF/Bendaharawan Obat

(Depkes, 2007).

Petunjuk pengisian :

a. Petugas penyimpanan dan penyaluran mencatat segala penerimaan dan

pengeluaran obat di Kartu Stok (formulir I) sesuai dengan yang

tercantum didalam Berita Acara Pemeriksaan dan Penerimaan Barang

(BAPPB), Dokumen Bukti Mutasi Barang (DBMB) atau dokumen lain

yang sejenis.

b. Obat disusun menurut ketentuan-ketentuan berikut :

1) Obat dalam jumlah besar (bulk) disimpan diatas pallet atau ganjal

kayu secara rapi, teratur dengan memperhatikan tanda-tanda khusus

(tidak boleh terbalik, berat, bulat, segi empat dan lain-lain)

2) Penyimpanan antara kelompok/jenis satu dengan yang lain harus

jelas sehingga memudahkan pengeluaran dan perhitungan


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 16
digilib.uns.ac.id

3) Penyimpanan bersusun dapat dilaksanakan dengan adanya forklift

untuk obat-obat berat

4) Obat-obat dalam jumlah kecil dan mahal harganya disimpan dalam

lemari terkunci dipegang oleh petugas penyimpanan dan

pendistribusian

5) Satu jenis obat disimpan dalam satu lokasi (rak, lemari dan lain-lain)

6) Obat dan alat kesehatan yang mempunyai sifat khusus disimpan

dalam tempat khusus. Contoh : eter, film dan lain-lain (Depkes,

2007).

c. Obat-obat disimpan menurut sistem FEFO dan FIFO

d. Kartu stok memuat nama obat, satuan, asal (sumber) dan diletakkan

bersama obat pada lokasi penyimpanan.

e. Bagian judul pada kartu stok diisi dengan :

1. Nama obat

2. Kemasan

3. Isi kemasan

4. Nama sumber dana atau dari mana asalnya obat (Depkes, 2007).

f. Kolom-kolom pada kartu stok diisi sebagai berikut :

1) Tanggal penerimaan atau pengeluaran

2) Nomor dokumen penerimaan atau pengeluaran

3) Sumber asal obat atau kepada siapa obat dikirim

4) No. batch/no.lot.

5) Tanggal kadaluwarsa
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 17
digilib.uns.ac.id

6) Jumlah penerimaan

7) Jumlah pengeluaran

8) Sisa stok

9) Paraf petugas yang mengerjakan (Depkes, 2007).

e. Pengamatan mutu obat

Mutu obat yang disimpan di gudang dapat mengalami perubahan

baik karena faktor fisik maupun kimiawi. Perubahan mutu obat dapat

diamati secara visual dan jika dari pengamatan visual diduga ada

kerusakan yang tidak dapat ditetapkan dengan cara organoleptik, harus

dilakukan sampling untuk pengujian laboratorium (Depkes, 2007).

Tanda-tanda perubahan mutu obat :

1. Tablet.

a. Terjadinya perubahan warna, bau atau rasa

b. Kerusakan berupa noda, berbintik-bintik, lubang, sumbing, pecah,

retak dan atau terdapat benda asing, jadi bubuk dan lembab

c. Kaleng atau botol rusak, sehingga dapat mempengaruhi mutu obat

2. Kapsul.

a. Perubahan warna isi kapsul

b. Kapsul terbuka, kosong, rusak atau melekat satu dengan lainnya

3. Tablet salut.

a. Pecah-pecah, terjadi perubahan warna

b. Basah dan lengket satu dengan yang lainnya

c. Kaleng atau botol rusak sehingga menimbulkan kelainan


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 18
digilib.uns.ac.id

4. Cairan.

a. Menjadi keruh atau timbul endapan

b. Konsistensi berubah

c. Warna atau rasa berubah

d. Botol-botol plastik rusak atau bocor

5. Salep.

a. Warna berubah

b. Konsistensi berubah

c. Pot atau tube rusak atau bocor

d. Bau berubah

6. Injeksi.

a. Kebocoran wadah (vial, ampul)

b. Terdapat partikel asing pada serbuk injeksi

c. Larutan yang seharusnya jernih tampak keruh atau ada endapan

d. Warna larutan berubah (Depkes, 2007).

Tindak lanjut terhadap obat yang terbukti rusak adalah :

e. Dikumpulkan dan disimpan terpisah

f. Dikembalikan / diklaim sesuai aturan yang berlaku

g. Dihapuskan sesuai aturan yang berlaku (Depkes, 2007).

6. Wawancara

Wawancara merupakan metode pengumpulan data dengan cara

bertanya langsung (berkomunikasi langsung) dengan responden. Dalam

berwawancara terdapat proses interaksi antara pewawancara dengan


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 19
digilib.uns.ac.id

responden. Karena sifatnya yang “berhadap-hadapan”, maka pemberian kesan

baik terhadap responden mutlak diperlukan. Kesuksesan suatu wawancara

(artinya pengumpulan data) bermula dari hubungan baik dengan responden.

Secara umum dapat dibedakan dua bentuk wawancara yaitu:

a. Wawancara berstruktur

Wawancara yang dilakukan menggunakan daftar pertanyaan yang

sudah dirumuskan dengan jelas. Dalam struktur seringkali alternatif jawaban

atas pertanyaan telah disediakan, responden tinggal memilih jawaban yang

paling sesuai.

b. Wawancara tak berstruktur

Wawancara yang daftar pertanyaan tidak disiapkan sebelumnya.

Dalam wawancara jenis ini responden diberi kesempatan menjawab dan

mengeluarkan isi hatinya (Consuelo, dkk., 1993).

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 20
digilib.uns.ac.id

B. GAMBARAN UMUM RSUD SUKOHARJO

1. Sejarah Pendirian

Rumah Sakit Umum Daerah Sukoharjo merupakan rumah sakit umum

milik pemerintah daerah Kabupaten Sukoharjo yang berada di jalan Dr.

Muwardi nomor 71, Gayam, Sukoharjo, Jawa Tengah. Rumah sakit ini berdiri

tanggal 14 Agustus 1960 dengan nama DKR (Djawatan Kesehatan Rakyat).

Pada bulan September 2009 RSUD Sukoharjo ditetapkan sebagai rumah sakit

kelas B non pendidikan berdasarkan SK Menkes No. 824/Menkes/SK/IX/2009

dan pada tahun 2012, ditetapkan menjadi RS BLUD (Badan Layanan Umum

Daerah) berdasarkan Keputusan Bupati Sukoharjo NO 900/542/2011

(Paramitasari, 2013).

Rumah Sakit Umum Daerah Sukoharjo berdiri di atas tanah seluas

33.750 m2 dengan luas bangunan 20.000 m2 dan jumlah gedung sebanyak 36

unit. RSUD Sukoharjo sampai sekarang telah mempunyai 200 tempat tidur

dan 546 sumber daya manusi (SDM) dengan spesifikasi 25 dokter spesialis, 26

dokter umum, 5 dokter gigi, 192 perawat, 36 bidan, 102 paramedis non

perawat dan 160 administrasi (Paramitasari, 2013).

2. Fasilitas pelayanan RSUD Sukoharjo

Sebagai salah satu badan yang memberikan pelayanan kesehatan bagi

masyarakat dan untuk mencapai tujuan dan berdirinya rumah sakit ini, maka

RSUD Sukoharjo senantiasa berusaha untuk melengkapi dan memperbaiki

mutu pelayanan kesehatan yang telah tersedia (Paramitasari, 2013).

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 21
digilib.uns.ac.id

Pelayanan yang tersedia di RSUD Sukoharjo yakni :

a. Pelayanan medik

Adapun pelayanan medik di Rumah Sakit Umum Daerah

Kabupaten Sukoharjo sebagai berikut :

Tabel II. Pelayanan Medik RSUD Sukoharjo (Paramitasari, 2013)

No. Pelayanan Medik No. Pelayanan Medik


1. Gawat Darurat 11. Poliklinik kesehatan jiwa
2. Poliklinik Umum 12. Poliklinik spesialis anak
3. Poliklinik gigi dan spesialis gigi 13. Poliklinik orthopedik dan
traumatologi
4. Poliklinik spesialis penyakit dalam 14. Poliklinik spesialis kulit dan
kelamin
5. Poliklinik spesialis bedah 15. Pelayanan intensif (ICU, NICU)
6. Poliklinik spesialis obsgin 16. Pelayanan bedah sentral
7. Poliklinik spesialis mata 17. Pelayanan anaesthesi
8. Poliklinik spesialis THT 18. Pelayanan rehabilitasi medik
9. Poliklinik spesialis paru 19. Pelayanan ambulan
10. Poliklinik spesialis syaraf 20. Pelayanan VCT

b. Pelayanan penunjang medik

Adapun pelayanan penunjang medik di Rumah Sakit Umum

Daerah Kabupaten Sukoharjo sebagai berikut :

Tabel III. Pelayanan Penunjang Medik RSUD Sukoharjo (Paramitasari, 2013)

No Pelayanan Penunjang Medik No Pelayanan Penunjang Medik


1. Instalasi radiologi 7. Instalasi pemeliharaan sarana
RS
2. Instalasi laboratorium 8. Instalasi sanitasi
3. Instalasi farmasi 9. Instalasi sterilisasi sentral
4. Instalasi gizi 10. CT Scan
5. Instalasi bank darah 11. Laparaschopy
6. Hemodialisa 12. Endoschopy

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 22
digilib.uns.ac.id

C. KERANGKA PEMIKIRAN

Manajemen pengelolaan obat yang tidak


efisien dapat memberikan dampak negatif
terhadap biaya operasional rumah sakit.
Sedangkan manajemen pengelolaan obat
yang baik dapat mewujudkan tersedianya
tersedianya
obat setiap saat dibutuhkan baik mengenai Penelitian tentang
jenis, jumlah maupun kualitasnya secara evaluasi penyimpanan
efisien. obat di Rumah Sakit
Umum Daerah
Kabupaten Sukoharjo
Untuk dapat mewujudkan manajemen dibandingkan dengan
pengelolaan obat yang efisien, rumah sakit indikator penelitian
juga harus memperhatikan penyimpanan Pudjaningsih (1996)
obat sesuai dengan standar, agar tujuan
penyimpanan tercapai, yaitu untuk
memelihara mutu obat, mencegah
penggunaan yang tidak bertanggung jawab,
menjaga kelangsungan ketersediaan,
memudahkan pencarian dan pengawasan
obat.

Gambar 1. Skema kerangka pemikiran

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 23
digilib.uns.ac.id

D. KETERANGAN EMPIRIK

Dalam penelitian Sheina, dkk. (2010) mengenai penyimpanan obat di

Gudang Instalasi Farmasi RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta unit I

memperoleh hasil berdasarkan indikator persentase ketidaksesuaian jumlah obat

yang ada di gudang dengan kartu stok dan komputer memperoleh hasil sebesar

15,38%, sedangkan nilai TOR gudang farmasi sebanyak 29 kali per tahun, nilai

stok akhir gudang farmasi sebesar 6%, persentase obat ED pada triwulan I tahun

2009 sebesar 0,03%, hampir mendekati nilai 0 % namun belum 0% sehingga

dapat diartikan masih ditemukannya obat ED pada triwulan I tahun 2009.

Sedangkan dari indikator persentase stok mati diperoleh hasil sebesar 2,18%.

Sistem penataan obat di gudang instalasi farmasi RS PKU Muhammadiyah

menggunakan gabungan dari sistem FIFO dan juga FEFO.

Sedangkan pada penelitian lain, yaitu penelitian Marchaban, dkk. (2008)

memperoleh hasil berdasarkan indikator persentase ketepatan data jumlah fisik

obat di kartu stok sebesar 55,92%, nilai ITOR sebanyak 12,29 kali, persentase

obat kadaluarsa sebesar 1,79%, dan sistem penataan obat seluruhnya

menggunakan sistem FIFO.

commit to user

Anda mungkin juga menyukai