Anda di halaman 1dari 12

Tugas Kelompok

FARMASI RUMAH SAKIT

“PENGENDALIAN”

OLEH :

KELOMPOK IX

1. ELSA DIANSAH (O1B1 21 066)


2. FHATAN ALFHAD (O1B1 21 072)
3. HIJRIAH PATMAWATI (O1B1 21 076)
4. KHUSNUL KHATIMA (O1B1 21 082)
5. MIKE WIDYAWATI (O1B1 21 088)
6. NUR AZIZAH (O1B1 21 102)
7. NYOMAN MULYANI (O1B1 21 110)
8. RIA ASKARA SUHARMAN (O1B1 21 115)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2022
A. Pengendalian Sediaan Farmasi
Pengendalian dilakukan terhadap jenis dan jumlah persediaan dan penggunaan
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai.
Pengendalian penggunaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai dapat dilakukan oleh Instalasi Farmasi harus bersama dengan Komite/Tim
Farmasi dan Terapi di Rumah Sakit.

1. Pengertian
Pengendalian sediaan adalah suatu kegiatan untuk memastikan tercapainya
sasaran yang diinginkan sesuai dengan strategi dan program yang telah ditetapkan
sehingga tidak terjadi kelebihan dan kekurangan/kekosongan obat di rumah sakit.
Pengendalian sediaan farmasi adalah kegiatan penggunaan obat sesuai
dengan formularium, sesuai dengan diagnosis, dan terapi serta memastikan
persediaan efektif dan efisien atau tidak terjadi kelebihan dan juga kekurangan atau
kekosongan, kerusakan, kadaluwarsa, dan kehilangan serta pengembalian pesanan
sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai (Menkes RI, 2014).
Pengendalian sediaan farmasi Pengendalian Sediaan Farmasi dan Bahan
Medis Habis Pakai adalah suatu kegiatan untuk memastikan tercapainya sasaran
yang diinginkan sesuai dengan strategi dan program yang telah ditetapkan sehingga
tidak terjadi kelebihan dan kekurangan/kekosongan Obat di unit pelayanan
kesehatan dasar (Menkes RI, 2016).
Pengendalian persediaan merupakan kegiatan untuk memastikan tercapainya
target yang diinginkan sesuai dengan strategi dan program yang telah ditetapkan
sehingga tidak ada kelebihan dan kekurangan atau kekosongan pada produk
farmasi (Anata dkk, 2021).
Sistem pengendalian persediaan dapat didefinisikan sebagai serangkaian
kebijakan pengendalian untuk menentukan tingkat persediaan yang harus dijaga,
kepan pesanan untuk menambah persediaan harus dilakukan dan berapa besar
pesanan harus diadakan. Sistem ini menentukan dan menjamin tersedianya
persediaan yang tepat dalam kuantitas dan waktu yang tepat (Herjanto, 2008)

2. Tujuan
2.1. Penggunaan Obat sesuai dengan Formularium Rumah Sakit;
2.2. Penggunaan Obat sesuai dengan diagnosis dan terapi; dan
2.3. Memastikan persediaan efektif dan efisien atau tidak terjadi kelebihan dan
kekurangan/kekosongan, kerusakan, kadaluwarsa, dan kehilangan serta
pengembalian pesanan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai.

3. Cara untuk Mengedalikan Persediaan Farmasi


3.1. Melakukan evaluasi persediaan yang jarang digunakan (slow moving);
3.2. Melakukan evaluasi persediaan yang tidak digunakan dalam waktu tiga bulan
berturut-turut (death stock);
3.3. Stok opname yang dilakukan secara periodik dan berkala.

4. Permasalahan Terkait Pengendalian Sediaan Farmasi


4.1. Memutuskan jumlah obat yang dipesan
4.2. Memutuskan jenis obat yang akan dipesan
4.3. Tingginya jumlah item obat yang tersedia,
4.4. Terjadi kekosongan obat
4.5. ITOR ( invectory Turn Over Ratio) rendah
4.6. Belum ada metode pengendalian persediaan tertentu di instalasi farmasi
(Rofiq.A, 2020; Indarti. T.R, 2019)

5. Jenis-Jenis Pengendalian Sediaan Farmasi


5.1. Pengendalian Ketersediaan
Kekosongan atau kekurangan obat di rumah sakit dapat terjadi karena
beberapa hal:
a) Perencanaan yang kurang tepat
b) Obat yang direncanakan tidak tersedia/kosong di distributor
c) Perubahan kebijakan pemerintah (misalnya perubahan e-catalog,
sehingga obat yang sudah direncanakan tahun sebelumnya tidak masuk
dalam katalog obat yang baru).
d) Obat yang dibutuhkan sesuai indikasi medis di rumah sakit tidak
tercantum dalam Formularium Nasional.
Berikut beberapa langkah yang dapat dilakukan oleh Instalasi Farmasi
untuk mencegah/mengatasi kekurangan atau kekosongan obat:
a) Melakukan substitusi obat dengan obat lain yang memiliki zat aktif
yang sama.
b) Melakukan substitusi obat dalam satu kelas terapi dengan persetujuan
dokter penanggung jawab pasien
c) Membeli obat dari Apotek/Rumah Sakit lain yang mempunyai
perjanjian kerja sama
d) Apabila obat yang dibutuhkan sesuai indikasi medis di rumah sakit
tidak tercantum dalam Formularium Nasional dan harganya tidak
terdapat dalam e-katalog obat, maka dapat digunakan obat lain
berdasarkan persetujuan ketua Komite Farmasi dan Terapi/KFT dengan
persetujuan komite medik atau Direktur rumah sakit.
e) Mekanisme pengadaan obat di luar Formularium Nasional dan e-
katalog obat dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan
(Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2018
Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah).
f) Obat yang tidak tercantum dalam Formularium Nasional atau e-katalog
obat dimasukkan dalam Formularium Rumah Sakit.

5.2. Pengendalian Penggunaan


Pengendalian penggunaan obat dilakukan untuk mengetahui jumlah
penerimaan dan pemakaian obat sehingga dapat memastikan jumlah
kebutuhan obat dalam satu periode. Kegiatan pengendalian mencakup:
a) Memperkirakan/menghitung pemakaian rata-rata periode tertentu.
Jumlah stok ini disebut stok kerja.
b) Menentukan :
1) Stok optimum, adalah stok obat yang diserahkan kepada unit
pelayanan agar tidak mengalami kekurangan/kekosongan.
2) Stok pengaman, adalah jumlah stok yang disediakan untuk
mencegah terjadinya sesuatu hal yang tidak terduga, misalnya
karena keterlambatan pengiriman.
3) Waktu tunggu (lead time), adalah waktu yang diperlukan dari
mulai pemesanan sampai obat diterima.
4) Waktu kekosongan obat
Cara menghitung stok optimum :

SO = SK + SWK + SWT + Buffer Stok

Keterangan :
SO = Stok Optimum
SK = Stok Kerja (stok pada periode berjalan)
SWK = Stok Waktu Kosong (jumlah yang dibutuhkan pada
waktu kekosongan obat)
SWT = Stok Waktu Tunggu (jumlah yang dibutuhkan pada
waktu tunggu (lead time)
Buffer Stok = Stok pengaman
c) Menghitung Economic Order Quantity (EOQ)
Economic Order Quantity (EOQ) adalah model kontrol inventori
paling sederhana namun digunakan paling luas. Economic Order
Quantity(EOQ) berfungsi untuk mengoptimalkan pembelian
barangatau obat yang dapat menekan biaya-biaya persediaan sehingga
lebih efisien (menentukan jumlah barang yang harus dipesan agar lebih
ekonomis). Adapun perhitungan EOQ adalah sebagai berikut:

Keterangan:
A : biaya pemesanan/setiap kali pesan
D : jumlah permintaan/pemakaian
h : ongkos simpan/unit/satuan waktu
d) Menghitung Reorder Point (ROP)
Reorder Point (ROP) adalah penentuan waktu pemesanan kembali agar
tidak mengganggu kontinuitas pelayan. Reorder pointmasing-masing
item obat penting diketahui supaya ketersediaan obat terjamin,
sehingga pemesanan obat dilakukan pada saat yang tepat yaitu saat stok
obat tidak berlebih dan tidak kosong. Perhitungan reorder point ini
ditentukan oleh lamanya lead time, pemakaian rata-rata obat dan safety
stock. Adapun rumus perhitungan ROP adalah sebagai berikut:

ROP = (LT x AU) + SS

Keterangan:
LT : Lead Time
AU : Average Usage (Pemakaian rata-rata)
SS : Safety Stock
e) Menghitung Inventory Turn Over Ratio (TOR)
Efisiensi persediaan diukur dengan besaran nilai Inventory Turn Over
Ratio (TOR) yaitu besarnya perputaran dana untuk tiap-tiap jenis obat
dalam satu periode. Rasio perputaran persediaan mengukur efisiensi
pengelolaan persediaan barang dagang. Rasio ini merupakan indikasi
yang cukup popular untuk menilai efisiensi operasional,
yangmemperlihatkan seberapa baiknya manajemen mengontrol modal
yang ada pada persediaan Adapun rumus perhitungan TOR adalah
sebagai berikut:

ITOR = Harga Pokok Penjualan/ Rata-Rata Nilai Persediaan

Sedangkan untuk mencari harga pokok penjualan dan rata-rata nilai


persediaan , adalah sebagai berikut :
 Harga Pokok Penjualan = Jumlah Pemakaian x Harga pokok
 Rata-rata Nilai Persediaan = (Persediaan Awal + Akhir )/2 x Harga
pokok

5.3. Pengendalian Obat Hilang, Risak dan Kadaluwarsa


Saat Stock Opname dilakukan pendataan sediaan yang masa
kedaluwarsanya minimal 6 bulan, kemudian dilakukan hal-hal sebagai
berikut:
a) Diberi penandaan khusus dan disimpan sesuai FEFO
b) Untuk sediaan yang sudah ED disimpan ditempat terpisah dan diberi
keterangan “Sudah Kadaluwarsa”
c) Dikembalikan ke distributor atau dimusnahkan sesuai ketentuan
d) Waktu kedaluwarsa: saat sediaan tidak dapat digunakan lagi sampai
akhir bulan tersebut.
Contoh: ED 01-2016 berarti sediaan tersebut dapat digunakan sampai
dengan 31 Januari 2016.
IFRS harus membuat prosedur terdokumentasi untuk mendeteksi
kerusakan dan kedaluwarsa sediaan farmasi dan BMHP serta
penanganannya. IFRS harusdiberi tahu setiap ada produk sediaan farmasi
dan BMHP yang rusak, yang ditemukan oleh perawat dan staf medik.
Pencatatan : Pencatatan merupakan suatu kegiatan yang bertujuan untuk
memonitor keluar dan masuknya (mutasi) obat di IFRS. Pencatatan dapat
dilakukan dalam bentuk digital atau manual. Pencatatan dalam bentuk
manual biasa menggunakan kartu stok. Fungsi kartu stok obat:
a) Mencatat jumlah penerimaan dan pengeluaran obat termasuk kondisi
fisik, nomor batch dan tanggal kedaluwarsa obat
b) Satu kartu stok hanya digunakan untuk mencatat mutasi satu jenis obat
dari satu sumber anggaran
c) Data pada kartu stok digunakan untuk menyusun laporan dan rencana
kebutuhan obat periode berikutnya
d) Hal yang harus diperhatikan:
1) Kartu stok obat harus diletakkan berdekatan dengan obat yang
bersangkutan. Pencatatan harus dilakukan setiap kali ada mutasi
(keluar/masuk obat atau jika ada obat hilang, rusak dan
kedaluwarsa)
2) Penerimaan dan pengeluaran dijumlahkan setiap akhir periode.
3) Pengeluaran satu jenis obat dari anggaran yang berbeda
dijumlahkan dan dianggap sebagai jumlah kebutuhan obat tersebut
dalam satu periode.
4) Penanganan ketika terjadi kehilangan, kerusakan, obat yang ditarik
oleh pemerintah dan kedaluwarsa.
5) Pemusnahan dan penarikan obat yang tidak dapat digunakan harus
dilaksanakan dengan cara yang sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
6) Penarikan obat yang tidak memenuhi standar/ketentuan peraturan
perundang-undangan dilakukan oleh pemilik izin edar berdasarkan
perintah penarikan oleh BPOM (mandatory recall) atau
berdasarkan inisiasi sukarela oleh pemilik izin edar (voluntary
recall) dengan tetap memberikan laporan kepada Kepala BPOM.

6. Dokumen yang Harus Dipersiapkan dalam Rangka Pengendalian Persediaan


6.1. Kebijakan
a) Formularium Nasional
Formulatium Nasional (FORNAS) sebagai kendali mutu, adalah
daftar obat yang disusun oleh komite nasional yang ditetapkan oleh
Menteri Kesehatan, didasarkan pada bukti ilmiah mutakhir berkhasiat,
aman, dan dengan harga yang terjangkau yang disediakan serta
digunakan sebagai acuan penggunaan obat dalam Jaminan Kesehatan
Nasional (JKN) (Winda, 2018).
b) Formularium Rumah Sakit
Formularium Rumah Sakit (FRS) adalah suatu daftar obat baku
beserta peraturannya yang digunakan sebagai pedoman dalam
pemakaian obat di suatu rumah sakit yang dipilih secara rasional,
berdasarkan informasi obat yang sah dan juga kebutuhan pasien di
rumah sakit (Fedrini, 2015)
c) Perjanjian kerja sama dengan pemasok obat.
d) Mekanisme penyediaan untuk mengantisipasi kekosongan stok,
misalnya kerjasama dengan pihak ketiga dan prosedur pemberian
saran substitusi ke dokter penulis resep.
e) Sistem pengawasan, penggunaan dan pengamanan obat.
6.2. Pedoman
a) Pedoman pelayanan kefarmasian
b) Pedoman pengadaan obat
6.3. Standar Operasional Prosedur
a) SOP penanganan ketidaktersediaan stok obat
b) SOP monitoring obat baru dan Kejadian Tidak Diinginkan (KTD)
yang tidak diantisipasi
c) SOP sistem pengamanan atau perlindungan terhadap kehilangan
atau pencurian
d) SOP proses untuk mendapatkan obat pada saat farmasi tutup/di luar
jam kerja
e) SOP untuk mengatasi kondisi kekosongan obat.
f) SOP untuk pemenuhan obat yang tidak pernah tersedia.
B. Pengendalian Mutu
Sediaan farmasi yang diproduksi oleh IFRS harus akurat dalam identitas, kekuatan,
kemurnian, dan mutu. Oleh karena itu, harus ada pengendalian proses dan produk untuk
semua sediaan yang diproduksi atau pembuatan sediaan ruah dan pengemasan yang
memenuhi syarat. Formula induk dan batch harus terdokumentasi dengan baik (termasuk
hasil pengujian produk). Semua tenaga teknis harus di bawah pengawasan dan terlatih.
Kegiatan pengemasan dan penandaan harus mempunyai kendali yang cukup untuk
mencegah kekeliruan dalam pencampuran produk/ kemasan/etiket. Nomor lot untuk
mengidentifikasi setiap produk jadi dengan sejarah produksi dan pengendalian, harus
diberikan pada tiap batch.

1. Defisini Pengendalian Mutu


Pengendalian Mutu adalah mekanisme kegiatan pemantauan dan penilaian
terhadap pelayanan yang diberikan, secara terencana dan sistematis, sehingga dapat
diidentifikasi peluang untuk peningkatan mutu serta menyediakan mekanisme tindakan
yang diambil. Melalui pengendalian mutu diharapkan dapat terbentuk proses peningkatan
mutu Pelayanan Kefarmasian yang berkesinambungan (Permenkes No 72 Tahun 2016).
Pengendalian mutu Pelayanan Kefarmasian merupakan kegiatan yang dapat
dilakukan terhadap kegiatan yang sedang berjalan maupun yang sudah berlalu. Kegiatan
ini dapat dilakukan melalui monitoring dan evaluasi (Permenkes No 72 Tahun 2016).
Pengendalian mutu adalah mekanisme kegiatan pemantauan dan penilaian terhadap
pelayanan yang diberikan, secara terencana dan sistematik, sehingga dapat didefinisikan
peluang untuk peningkatan mutu serta menyediakan mekanisme tindakan yang diambil.
Melalui pengendalian mutu diharapkan dapat terbentuk proses peningkatan mutu
pelayanan kefarmasian yang berkesinambungan. Kegiatan ini dapat dilakukan melalui
monitoring dan evaluasi. Tujuan kegiatan ini untuk menjamin Pelayanan Kefarmasian
yang sudah dilaksanakan sesuai dengan rencana dan upaya perbaikan kegiatan yang akan
datang. (Menkes, RI., 2014).
Pengendalian Mutu adalah aktivitas pengendalian proses untukmengukur ciri-ciri
kualitas produk, membandingkanya dengan spesifikasi atau persyaratan dan mengambil
tindakan yang sesuai apabila adaperbedaan antara penampilan yang sebenarnya dan yang
standar (Purnomo, 2004).
Pengendalian mutu merupakan kegiatan pengawasan, pemeliharaan dan audit
terhadap perbekalan farmasi untuk menjamin mutu, mencegah kehilangan, kadaluwarsa,
rusak, dan mencegah ditarik dari peredaran serta keamanannya sesuai dengan Kesehatan,
Keselamatan Kerja Rumah Sakit (K3 RS) (Menkes RI, 2004).
2. Tujuan Pengendalian Mutu
Tujuan pengendalian mutu Pelayanan Kefarmasian adalah untuk menjamin
Pelayanan Kefarmasian yang sudah dilaksanakan sesuai dengan rencana dan upaya
perbaikan kegiatan yang akan datang. Pengendalian mutu Pelayanan Kefarmasian harus
terintegrasi dengan program pengendalian mutu pelayanan kesehatan Rumah Sakit yang
dilaksanakan secara berkesinambungan (Permenkes No 72 Tahun 2016).
3. Kegiatan Pengendalian Mutu Pelayanan Kefarmasian
3.1. Perencanaan, yaitu menyusun rencana kerja dan cara monitoring dan evaluasi
untuk peningkatan mutu sesuai target yang ditetapkan.
3.2. Pelaksanaan, yaitu:
3.2.1. Monitoring dan evaluasi capaian pelaksanaan rencana kerja
(membandingkan antara capaian dengan rencana kerja);
3.2.2. Memberikan umpan balik terhadap hasil capaian.
3.3. Tindakan hasil monitoring dan evaluasi, yaitu:
3.3.1. Melakukan perbaikan kualitas pelayanan sesuai target yang ditetapkan;
3.3.2. Meningkatkan kualitas pelayanan jika capaian sudah memuaskan.
4. Tahapan Program Pengendalian Mutu
4.1. Mendefinisikan kualitas Pelayanan Kefarmasian yang diinginkan dalam bentuk
kriteria;
4.2. Penilaian kualitas Pelayanan Kefarmasian yang sedang berjalan berdasarkan
kriteria yang telah ditetapkan;
4.3. Pendidikan personel dan peningkatan fasilitas pelayanan bila diperlukan;
4.4. Penilaian ulang kualitas Pelayanan Kefarmasian;
4.5. Update kriteria.
5. Jenis-Jenis Metode Evaluasi Mutu Pelayanan
Evaluasi Mutu Pelayanan merupakan proses pengukuran, penilaian atas semua
kegiatan Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit secara berkala. Kualitas pelayanan
meliputi: teknis pelayanan, proses pelayanan, tata cara/standar prosedur operasional,
waktu tunggu untuk mendapatkan pelayanan. Metoda evaluasi yang digunakan, terdiri
dari:
5.1. Audit (pengawasan) dilakukan terhadap proses hasil kegiatan apakah sudah
sesuai standar.
5.2. Review (penilaian) terhadap pelayanan yang telah diberikan, penggunaan
sumber daya dan penulisan resep.
5.3. Survei untuk mengukur kepuasan pasien, dilakukan dengan angket atau
wawancara langsung.
5.4. Observasi Terhadap kecepatan pelayanan misalnya lama antrian, ketepatan
penyerahan Obat (PMK Nomor 72 Tahun 2016).
DAFTAR PUSTAKA

Anata I.,M.,A., I Made A.,G.,W., 2021, Study Of Pharmaceutical Inventory Control System
In Several Pharmacies In Karangasem, Bali, Journal of Pharmaceutical Science
and Application, Vol.3(1).

Fedrini, s., 2015, Analisis Sistem Formularium 2013 Rumah Sakit St. Elisabeth – Bekasi,
Jurnal Administrasi Kebijakan Kesehatan, Vol 1(2).

Herjanto, Eddy. 2008. Manajemen Operasi. Edisi Ketiga. Jakarta : Grasindo

Indarti. T.R, 2019. Pengendalian Persediaan Obat dengan Minimum-Maximum Stock Level
di Instalasi Farmasi RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. JMPF. Vol 9(3).

Kencana, G.G., 2016, Analisis Perencanaan dan Pengendalian Persediaan Obat Antibiotik di
RSUD Cicalengka Tahun 2014, Jurnal Administrasi Rumah Sakit, Vol 3 (1).

Menkes RI, Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1197/MENKES/SK/X/2004 Tentang


Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit.

Menkes RI, Petunjuk Teknis Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit, 2019,
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.

Menkes RI, Peraturan Menteri Kesehatan No.74 tahun 2016 Tentang Standar Pelayanan
Kefarmasian Di Puskesmas.

Menkes RI, Peraturan Menteri Kesehatan No.72 tahun 2016 Tentang Standar Pelayanan
Kefarmasian Di Rumah Sakit

Menkes RI, Peraturan Menteri Kesehatan No.58 tahun 2014 Tentang Standar Pelayanan
Kefarmasian Di Rumah Sakit.

Purnomo, Hari. (2004). Pengantar Teknik Industri. Edisi 1. Yogyakarta: Penerbit Graha Ilmu.

Rofik. A. 2020. Analisis Pengendalian Persediaan Obat Dengan Metode ABC, VEN dan
EOQ di Rumah Sakit Bhayangkara Kediri. Journal of Pharmaceutical Science and
Clinical Research, 02 : 97-109

Komisi Akreditasi Rumah Sakit, Standar Nasional Akreditasi Rumah Sakit Edisi 1, Agustus
2017.

Winda, S., 2018, Formularium Nasional (FORNAS) dan e-Catalogue Obat Sebagai Upaya
Pencegahan Korupsi dalam Tata Kelola Obat Jaminan Kesehatan Nasional
(JKN), INTEGRITAS, Vol 4(2).
.

Anda mungkin juga menyukai