“KAPLET IBUPROFEN”
Disusun Oleh :
FAKULTAS FARMASI
SEMARANG
2016
BAB I
PENDAHULUAN
Obat anti inflamasi non steroid, atau biasa disingkat OAINS, adalah obat-obat
yang memiliki efek analgesik, antipiretik dan, bila diberikan dalam dosis yang lebih
besar, akan memberikan efek anti inflamasi. Sebagai analgesik, kekhususan dari obat
OAINS adalah obat ini bukan golongan narkotik. Beberapa efek terapi dan efek
sampingnya disebabkan oleh penghambatan terhadap biosintesis prostaglandin dimana
obat-obat golongan ini menghambat enzim siklooksigenase yang mengubah asam
arakidonat menjadi prostaglandin.
1.3 Tujuan
1. Untuk Mengetahui formulasi dari bagian aktif (ibuprofen) dengan bahan tambahan
yang sesuai
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Deskripsi
Ibuprofen adalah turunan asam propionat yang dipatenkan pada tahun 1961.
Ibuprofen dikembangkan oleh Grup Boots di tahun 1960an. Ditemukan oleh Stewart
Adams (bersama dengan John Nicholson, Andrew RM Dunlop, Jeffrey Bruce Wilson &
Colin Burrows). Ibuprofen awalnya digunakan sebagai pengobatan untuk rheumatoid
arthritis di Inggris pada tahun 1969 dan Amerika Serikat pada tahun 1974.
Dalam Ibuprofen terkandung tidak kurang dari 97% dan tidak lebih dari 103,0%
C13H18O2 dihitung terhadap zat anhidrat. Nama kimia ibuprofen adalah asam 2-(4-
2.2.2 Farmakodinamik
2.2.3 Farmakokinetik
2.2.4 Indikasi
2.2.5 Kontraindikasi
Bentuk sediaan generik yang tersedia yaitu berupa sediaan tablet 200
mg, 400 mg, 600 mg; tablet salut selaput 200 mg, 400 mg; kaptabs salut
selaput 200 mg.
Bentuk sediaan paten yang tersedia yaitu berupa sediaan tablet 200 mg,
400 mg, 600 mg; tablet salut selaput 200 mg, 400 mg, 600 mg; kaptabs salut
selaput 200 mg, 400 mg; suspensi 100 mg/5 mL, 200 mg/5 mL; tablet kunyah
100 mg ; suppositoria 125 mg.
Sediaan kombinasi yang tersedia yaitu berupa kombinasi ibuprofen
dengan parasetamol; ibuprofen dengan parasetamol dan kafein; dan ibuprofen
dengan Vitamin B6 B1 dan B12.
Posologi : Ibuprofen dosis rendah (200 mg, 400 mg dan 600 mg)
banyak tersedia. Ibuprofen memiliki durasi tergantung dosis yaitu sekitar 4-8
jam, yang lebih lama dari yang disarankan dari waktu paruh. Dosis yang
dianjurkan bervariasi tergantung massa tubuh dan indikasi. Umumnya, dosis
oral 200-400 mg (5-10 mg / kg BB pada anak-anak) setiap 4-6 jam, dapat
ditambahkan sampai dosis harian 800-1200 mg. Jumlah maksimum ibuprofen
untuk orang dewasa adalah 800 miligram per dosis atau 3200 mg per hari (4
dosis maksimum).
Dosis Ibuprofen 5-10 mg/kgBB dengan interval pemberian 4-6 jam, mereduksi
demam 15% lebih cepat dibandingkan parasetamol dosis 10-15 mg/kgBB.
Kaplet adalah salah satu bentuk sediaan yang dikonsumsi secara oral yang artinya
obat yang cara pemberiannya melalui mulut. Untuk cara pemberian obat ini relatif aman,
praktis dan ekonomis. Kelemahan dari pemberian obat secara oral adalah efek yang tibul
biasanya lambat, tidak efektif jika pengguna sering muntah-muntah, diare, tidak sabar,
tidak kooperatif, kurang disukai jika rasanya pahit (rasa jadi tidak enak) (Diah, 2008).
Menurut Lachman (1994) sifat fisik granul dapat dilihat dengan beberapa cara
yaitu:
a. kadar air granul
Salah satu metode yang dapat digunakan untuk mengukur kadar air
adalah metode gravimetri dengan cara membandingkan bobot granul setelah
dipanaskan dengan bobot granul sebelum dipanaskan. Pada saat pemanasan
berlangsung, air yang masih tertinggal dalam granul akan menguap.
c. Kerapatan
Kerapatan adalah ukuran yang digunakan untuk menyatakan
segumpalan pertikel atau granul. Kerapatan gumpalan suatu granul dapat
ditentukan dengan alat seperti gelas ukur yang ditancapkan di atas alat
pengetuk mekanik yang mempunyai cara pemotong yang berputar. Granul
yang kecil lebih dapat membentuk massa yang lebih kompak daripada granul
besar (Lachman, 1994).
d. Sudut diam
Metode sudut diam membutuhkan corong tegak dan kerucut yang berdiri
bebas memakai corong yang dijaga oleh statif agar ujungnya berada pada
suatu ketinggian yang dikehendaki. Bila sudut diam lebih kecil atau sama
dengan 30o biasanya menunjukkan bahwa granul dapat mengalir bebas atau
daya alirnya baik. Dan bila sudutnya lebih besar atau sama dengan 40 o biasanya
daya mengalirnya kurang baik (Lachman, 1994).
a. Keseragaman Bobot
Tablet tidak bersalut harus memenuhi syarat keseragaman bobot yang
ditetapkan sebagai berikut: timbang 20 tablet, hitung bobot rata-rata tiap tablet. Jika
ditimbang satu persatu tidak boleh lebih dari 2 tablet yang masing-masing bobotnya
menyimpang dari bobot rata-ratanya lebih besar dari harga yang di tetapkan kolom A.
Dan tidak ada satu tablet pun yang bobotnya menyimpang dari bobot rata-ratanya
lebih dari harga yang di tetapkan kolom B. Jika tidak mencukupi 20 tablet dapat
digunakan 10 tablet, dan tidak satupun tablet yang bobotnya menyimpang dari bobot
rata-ratanya lebih dari harga yang di tetapkan kolom B (Depkes RI, 1979).
b. Kekerasan Tablet
Pengukuran kekerasan tablet digunakan untuk mengetahui kekerasannya, agar
tablet tidak terlalu rapuh atau terlalu keras. Kekerasan tablet erat hubungannya dengan
ketebalan tablet, bobot tablet, dan waktu hancur tablet. Alat yang digunakan untuk
pengukuran kekerasan tablet adalah hardness tester (Syamsuni, 2006). Diambil secara
acak sebanyak 10 tablet, ditentukan kekerasannya dengan alat pengukur kekerasan
tablet.
c. Kerapuhan Tablet
Uji kerapuhan tabet digunakan untuk mengetahui ketahanan suatu tablet
terhadap goncangan selama proses pengepakan dan pengangkutan sampai pada
konsumen. Uji sebanyak 20 tablet dengan alat Friabilator kecepatan 25 putaran
permenit selama 4 menit, maksimal kerapuhan tablet 0,5 % (Lachman dkk, 1994).
Sedangkan menurut (Voight, 1995) tablet yang baik memiiki kerapuhan tidak lebih
dari 0,8%.
d. Waktu Hancur
Suatu obat harus berada dalam bentuk larutan agar mudah untuk diabsorbsi
oleh tubuh. Untuk tablet, langkah penting pertama sebelum melarut adalah pecahnya
tablet menjadi partikel-partikel atau granul, langkah ini disebut disintegrasi atau
waktu hancur. Alat untuk mengukur waktu hancur disebut Disintegration Tester.
Perlengkapan untuk menguji daya hancur memakai 6 tabung gelas panjang 3 inci yang
terbuka di bagian atas, sedangkan di bagian bawah keranjang ada saringan ukuran 10
mesh (Lachman, 1994).
Ibuprofen 400 mg
Avicel 20 %
Amylum Solani 10 %
Talk 2%
Laktosa add 600 mg
Per Kaplet :
Ibuprofen : 400 mg
Avicel : 0,2 x 600 = 120 mg
Pati : 0,1 x 600 = 60 mg
Talk : 0,02 x 600 = 12 mg
Laktosa : 600 – (400 + 120 + 60 + 12) = 8 mg
Per Batch :
Ibuprofen : 400 x 10 = 4000 mg
Avicel : 120 x 10 = 1200 mg
Pati : 60 x 10 = 600 mg
Talk : 12 x 10 = 120 mg
Laktosa : 8 x 10 = 80 mg
Cara kerja :
1. Disiapkan alat dan bahan.
2. Ditimbang ibuprofen 400 mg, avicel 120 mg, pati 600 mg, talk 120 mg, dan
laktosa 80 mg pada neraca analitik.
3. Dimasukkan ibuprofen 400 mg ke dalam lumpang.
4. Dimasukkan avicel 120 mg sedikit demi sedikit ke dalam lumpang lalu
dihomogenkan.
5. Dimasukkan laktosa 8 mg sedikit demi sedikit ke dalam lumpang lalu
dihomogenkan.
6. Dimasukkan pati 60 mg sedikit demi sedikit ke dalam lumpang lalu
dihomogenkan.
7. Dimasukkan talk 12 mg sedikit demi sedikit ke dalam lumpang lalu
dihomogenkan.
8. Dimasukkan semua bahan campuran ke dalam alat pencetak kaplet.
9. Dimasukkan kaplet ke dalam wadah.
Kemasan yang digunakan dalam mengemas tablet ibuprofen yang telah dibuat
adalah kemasan dalam yang biasanya terbuat dari bahan PET, sedangkan kemasan
luar nya terbuat dari bahan karton/kertas. Logo obat yang digunakan adalah warna
hijau, menandakan bahwa obat yang dibuat adalah termasuk golongan obat bebas.
Nama obat adalah Umiprofen, berasal dari bahan aktifnya, yaitu Ibuprofen. Tanggal
kadaluarsa adalah 2 tahun sejak obat tersebut dibuat, yaitu tahun 2016. Keterangan
mengenai indikasi, kontraindikasi, dll dapat dilihat pada brosur. Nomor batch : M
041304001 , dan nomor Registrasi : GBL 13 411 001 10 A1. Penjelasan mengenai
penomoran batch dan reg. ada dibawah ini :
Penomoran Reg :
G : Nama Dagang
B : Golongan obat bebas
L : Obat jadi produksi dalam negeri/local
13 : Obat jadi yang telah di setujui pendaftarannya pada priode 2013-2015
411 : menunjukkan Nomor urut pabrik
001 : menunjukkan nomor urut obat jadi yang disetujui untuk masing-masing
pabrik
10 : Sediaan Tablet
A : Menunjukkan kekuatan obat yang pertama di setujui
1 : Menunjukkan kemasan yang pertama
Penomoran batch :
Produksi Ruahan
Kekuatan 600 mg
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang diperoleh dari makalah ini antara lain; Ibuprofen
adalah obat golongan obat anti inflamasi non steroid yang merupakan derivat asam
propionate yang berefek analgetik, antipiretik, dengan daya antiinflamasi yang tidak
terlalu kuat. Ibuprofen diabsorbsi cepat melalui lambung dan kadar maksimum dalam
plasma dicapai setelah 1-2 jam, waktu paruh dalam plasma sekitar 2 jam.
Metabolisme Ibuprofen terjadi di hepar, dan ekskresi cepat dan lengkap di ginjal.
Indikasi penggunaan ibuprofen adalah menghilangkan nyeri ringan hingga sedang,
gejala arthritis, osteoarthritis, primer dismenore, demam. Efek samping yang dapat
terjadi adalah gangguan gastrointestinal atau perdarahan, kenaikkan enzim hati,
epistaksis, sakit kepala, pusing. Kaplet adalah salah satu bentuk sediaan yang
dikonsumsi secara oral yang artinya obat yang cara pemberiannya melalui mulut.
Untuk cara pemberian obat ini relatif aman, praktis dan ekonomis.
DAFTAR PUSTAKA
1. Katzung G Bertram. 2001. Farmakologi Dasar dan Klinik. Salemba Medika: Jakarta.
2. Badan POM RI. Penggunaan bersamaan Ibuprofen dan Aspirin. InfoPOM 2006;7(6):11.
4. Indriani R. Informatorium Obat Nasional Indonesia. Badan POM RI: Jakarta, 2008.
7. Anief, M. 2000. Ilmu Meracik Obat Teori dan Praktik. Yogyakarta: Gajah Mada
University Press.
8. Ansel, H.C. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi Edisi IV. Jakarta: UI Press
9. Chaerunnisa, Y.A., Surahman, E., Imron, S.S. 2009. Farmasetika Dasar. Bandung:
Widya Padjadjaran.
10. Depkes RI. 1979. Farmakope Indonesia. Edisi III. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
11. Lachman, L. Liberman H.A., Kanig, J.L., 1994. Teori dan Praktek Farmasi Industri.
Edisi III. (Terjemahan) Siti Suyatmi. Jakarta UI Press.
13. Muhlis, Muhammad. 2009. Diklat Kuliah Farmasetika. Yogyakarta: Faruad. Hal. 26.
14. Parrot, E.L. 1971. Pharmaceutical Technology Fundamental Pharmaceutics. Edisi III.
Minneapolis: Burgess Publishing Company.
16. Sweetman, Sean C. 2009. Martindale the Complete Drug Reference. London:
Pharmaceutical Press.
17. Siregar, Charles, 1992. Validasi di Industri Farmasi. Bandung: Instuti Teknologi
Bandung.
18. Syamsuni, H,A. 2006. Farmasetika Dasar dan Hitungan Farmasi. Jakarta: EGC.
Syamsuni. 2006. Ilmu Resep. Jakarta: EGC.
19. Voight, R. 1995. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi (Terjemahan). Noerono, S.Edisi V.
Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
20. Wade, A. Waller PJ. 1994. Handbook of pharmaceutical Excipient. Second edition.
London: The Pharmaceutical Press.