Anda di halaman 1dari 69

PENUNTUN PRAKTIKUM

KIMIA SAINS DAN TEKNOLOGI

TEACHING LABORATORY
PROGRAM PENDIDIKAN KOMPETENSI UMUM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Edisi Rev. Semester Genap 2020/2021
PRAKATA
Dengan Kurikulum 2020 (K-2020) di Institut Pertanian Bogor dan menyesuaikan dengan
Standar Kerangka Kerja Nasional Indonesia (KKNI), mata kuliah Kimia Sains dan Teknologi
dilengkapi dengan praktikum diberikan kepada mahasiswa Tingkat Pertama di Program
Sarjana S1 IPB (Program Pendidikan Kompetensi Umum, PPKU). Perkuliahan membahas
tentang konsep-konsep dasar dan contoh-contoh aplikasi kimia sedangkan di laboratorium
mahasiswa melakukan praktikum yang dapat meningkatkan ketrampilan dan sekaligus
berlatih menerapkan konsep kimia di dalam laboratorium.

Penuntun praktikum Kimia PPKU ini disusun berdasarkan pada percobaan-percobaan yang
mendukung pokok bahasan yang diberikan dalam kuliah kimia. Isi penuntun praktikum
terdiri atas materi Pengenalan Peralatan dan Keselamatan Kerja Laboratorium, Pengenalan
Bahan Kimia, Pembuatan Larutan, Ikatan Kimia: Ionik dan Kovalen, kinetika kimia, Polimer,
Hukum Gas, Sublimasi Iodin, Asam Basa Larutan Penyagga (Bufer), Kesetimbangan Kimia,
Model Molekul, dan Reaksi Redoks.

Diharapkan penuntun praktikum ini dapat membantu dan menjadi buku pegangan para
mahasiswa Programdalam mengikuti mata kuliah Kimia Sains dan Teknologi.

Bogor, Februari 2021


Koordinator Kimia Sains dan Teknologi
DAFTAR ISI

PRAKATA ........................................................................................................... ii
DAFTAR ISI ....................................................................................................... iii
INSTRUKSI UMUM KESELAMATAN KERJA DI LABORATORIUM KIMIA.. ..............1
PENGENALAN ALAT LABORATORIUM DAN TEKNIK DASAR LABORATORIUM.....7
PENGENALAN DAN PENANGANAN BAHAN KIMIA............................................20
PEMBUATAN LARUTAN.....................................................................................28
IKATAN KIMIA: IONIK DAN KOVALEN................................................................31
KINETIKA KIMIA..................................................................................... .. .........35
POLIMER.............................................................................. ........... .................39
HUKUM GAS ............................................................... ....................................41
SUBLIMASI IODIN............................................................................... ......... .....45
ASAM-BASA ...................................................................................... ..............47
LARUTAN PENYANGGA (BUFER).......................................................................52
KESETIMBANGAN KIMIA.............................................................. ............ ........55
MODEL MOLEKUL.................................................................................. ...........58
REAKSI REDOKS................................................ ....................... .........................64
INSTRUKSI UMUM KESELAMATAN KERJA
DI LABORATORIUM KIMIA
Laboratorium kimia pada dasarnya bukan merupakan tempat yang perlu ditakuti untuk
bekerja di dalamnya. Laboratorium kimia merupakan tempat yang cukup aman selama
tindakan pencegahan tertentu dilakukan dan setiap orang mematuhi peringatan yang ada,
walaupun banyak sekali bahaya yang potensial.
Semua orang yang bekerja di dalam laboratorium kimia harus bertanggungjawab terhadap
pekerjaan yang mereka lakukan dan mencegah perilaku tak acuh, gegabah, atau ceroboh yang
dapat mendorong terjadinya kecelakaan dan bahaya yang mungkin pada diri mereka dan atau
orang lain. Mereka harus selalu memperhatikan apa yang sedang terjadi di sekitarnya, tidak
hanya memperhatikan pekerjaannya sendiri, dan berhati-hati terhadap segala bahaya yang
muncul.

PERLINDUNGAN DIRI
Dalam pekerjaan yang sederhana, setiap orang yang akan
bekerja di dalam laboratorium sebaiknya menggunakan
pakaian yang terbuat dari bahan katun (nonsintetik). Kemeja
atau blus sebaiknya tidak robek dan berjumbai. Selain itu,
pakaian sebaiknya menutupi kulit dari leher hingga di bawah
siku atau lutut. Celana panjang dianjurkan untuk digunakan
sebelum bekerja di dalam laboratorium.

Setiap orang yang bekerja di dalam laboratorium wajib


menggunakan jas laboratorium, sepatu tertutup dan
kacamata pelindung (safety googles).
Jas laboratorium sebaiknya berwarna putih agar jika terjadi tumpahan atau terdapat noda
dapat langsung terlihat dan ditangani. Selain itu, jas laboratorium sebaiknya mudah untuk
dilepas. Hal ini sangat penting jika pakaian kita terbakar.
Sepatu yang menutupi bagian punggung kaki dapat mencegah risiko bahaya yang jatuh atau
mengenai kaki. Jika terjadi tumpahan bahan kimia misalnya, alas kaki (sepatu) tersebut dapat
dilepas sebelum bahan tersebut mengenai kulit. Pemakaian sepatu terbuka, berhak tinggi,
dan yang terbuat dari kulit sebaiknya dihindari.
Kacamata pelindung sebaiknya memiliki tingkat kejernihan yang baik agar tidak menggangu
penglihatan. Selain itu, kacamata pelindung sebaiknya tidak mengizinkan adanya celah yang
dapat dimasuki asap. Pemakaian lensa kontak perlu dihindari karena, ketika uap-uap yang
bersifat korosif atau iritan berinteraksi dengannya, akan dapat menimbulkan iritasi atau
penyakit. Selain itu, pemakaian lensa kontak juga dapat menyulitkan pembersihan mata jika
suatu bahan kimia tersemprot mengenai mata.
Penggunaan perhiasan berbahan logam yang dapat menghantarkan listrik statis perlu
dihindari saat seseorang akan bekerja di dalam laboratorium. Selain itu, perhiasan dapat

1
tempat berkumpulnya tumpahan, uap, atau partikel halus bahan kimia yang dapat
terakumulasi menyebabkan iritasi.
Dalam beberapa pekerjaan, sarung tangan (gloves) terkadang dapat membantu melindungi
tangan dari ceceran bahan kimia. Namun, dalam pekerjaan lainnya, sarung tangan justru
dapat menggangu, terutama jika dalam keadaan basah. Sarung tangan yang basah membuat
peralatan gelas dapat tergelincir dari pegangan dan jatuh pecah. Oleh karena itu,
perlindungan diri yang tepat perlu diperhatikan sebelum seseorang bekerja di dalam
laboratorium kimia.

Rambut yang panjang sebaiknya diikat saat bekerja di dalam laboratorium untuk mengurangi
risiko terbakar, tersangkut, atau terkena bahan kimia. Selain itu, pemakaian kosmetik yang
berlebihan sebaiknya dihindari untuk mengurangi risiko iritasi yang disebabkan oleh interaksi
bahan kimia dengan kosmetik.

PERILAKU DI DALAM LABORATORIUM


Beberapa perilaku juga perlu diketahui dan dipahami untuk mencegah terjadinya kecelakaan
atau timbulnya bahaya di laboratorium. Di bawah ini terdapat beberapa perilaku khusus yang
perlu diperhatikan saat berada atau bekerja di dalam laboratorium.
· Mengetahui dan memahami prosedur keselamatan kerja.
· Mengetahui bahaya bahan kimia yang akan digunakan melalui lembar data keamanan
bahan (MSDS). MSDS dapat diperoleh dengan mudah di internet. MSDS akan dibahas
pada Materi 2.
· Tidak bertindak bodoh atau melakukan canda praktis.
· Tidak berlarian di dalam laboratorium.
· Tidak makan, minum, mengunyah, atau merokok, dan tidak menempatkan objek
apapun (pulpen atau pensil) di dalam mulut. Hal ini untuk mengurangi kontaminasi dan
mencegah bahan kimia berbahaya masuk ke dalam tubuh.
· Tidak bekerja di dalam laboratorium sendirian.
· Tidak menggunakan perlengkapan audio atau video, serta memainkan telepon
genggam.
· Tidak meletakkan alat atau botol bahan kimia di ujung meja.
· Tidak duduk di atas meja.
· Tidak meninggalkan percobaan selama percobaan tersebut berlangsung.
· Keingin-tahuan dan kreatifitas dianjurkan, tetapi mengubah Prosedur Percobaan
dilarang tanpa izin instruktur.
· Menjaga meja dan peralatan tetap bersih sangat dianjurkan. Tidak meninggalkan
peralatan, seperti pipet, sembarangan.
· Memberi label atau informasi pada setiap bahan kimia, hasil reaksi, atau alat bekas
pakai.
· Tidak menaruh benda yang tidak penting (tas, kantong buku, dll) di atas meja
laboratorium.
· Menaruh perhatian terhadap pekerjaan teman di sebelahnya.
· Tidak membiarkan api menyala tanpa digunakan.
· Bekerja dengan bahan-bahan mudah menguap atau menghasilkan asap di dalam lemari
asam.

2
SUMBER BAHAYA YANG POTENSIAL
Berbagai faktor dapat menjadi pemicu terjadinya kecelakaan di dalam laboratorium kimia. Hal
tersebut pada umumnya terjadi karena kelalaian, kecerobohan, atau tindakan sembrono.
Bagaimanapun, setiap kecelakaan memerlukan penanganan yang berbeda tergantung
sumber pemicunya. Sebagai pencegahan dini, berikut ini merupakan sumber bahaya yang
potensial yang biasanya memicu terjadinya kecelakaan laboratorium:
· Bahan kimia
Setiap bahan kimia memiliki sifat dan kereaktifan yang berbeda-beda. Penggunaan dan
penanganan bahan kimia yang kurang tepat dapat menyebabkan kecelakaan yang fatal,
seperti ledakan, kebakaran, iritasi, dan luka. Dalam materi ini, pembahasan mengenai
bahan kimia, terutama pengendalian dan penanganannya, tidak akan diulas secara rinci.
Pembahasan yang lebih terperinci dapat anda pahami pada materi selanjutnya.
· Sambungan listrik
Penggunaan dan pemasangan sambungan listrik yang kurang baik pada umumnya dapat
menyebabkan risiko kebakaran. Pencegahan sederhana terjadinya risiko yang dapat
ditimbulkan oleh sumber bahaya tersebut antara lain: tidak menghubungkan kabel listrik
dengan tangan yang dalam keadaan basah, ketahui kapasitas atau besarnya daya sumber
listrik (pemakaian yang berlebihan dapat menyebabkan timbulnya panas), menjauhkan
kabel listrik dari genangan air/tempat pencucian, dan jangan biarkan kabel menempel pada
pemanas selama terhubung.

· Bahaya api
Timbulnya api dan ledakan merupakan salah satu kecelakaan terburuk di dalam
laboratorium. Pemicu api dapat berasal dari berbagai sumber. Penanganan yang tepat
perlu dilakukan sesuai dengan sumber pemicu apinya. Oleh karena itu, setiap orang yang
akan bekerja di dalam laboratorium perlu mengetahui jenis-jenis api dan penanganan
sederhananya yang tepat.
1. Api jenis A; merupakan api yang ditimbulkan dari pembakaran kayu, kertas, kain, dan
plastik. Pada umumnya, penanganan jenis api ini adalah cukup dengan menggunakan

3
air atau pemadam bahan kimia kering serba guna (bahan kering dapat digunakan untuk
api jenis A, B, dan C).
2. Api jenis B; sumbernya meliputi bensin, minyak, alkohol, cat, dan bahan kimia mudah
terbakar lainnya. Penanganan jenis api ini dapat dilakukan menggunakan karbon
dioksida, bahan kimia kering, atau busa.
3. Api jenis C; merupakan api yang berhubungan dengan alat-alat listrik. Penanganan api
ini dapat dilakukan dengan menggunakan bahan nonkonduktif, bahan kimia kering,
atau CO2, Pemutusan aliran listrik merupakan langkah awal yang dianjurkan untuk
mencegah kebakaran yang lebih besar.
4. Api jenis D; terjadi karena adanya reaksi logam magnesium, titanium, kalium, natrium,
dan zirkonium. Anda membutuhkan bubuk pemadam khusus untuk api tersebut.
Jangan menggunakan bahan kimia kering biasa. Pasir kering dapat digunakan untuk api
jenis ini yang kecil. Hubungi pemadam kebakaran merupakan hal yang paling tepat jika
tidak ada pemadam yang sesuai.

PROSEDUR KECELAKAAN
Setiap orang yang bekerja di dalam laboratorium kimia perlu memastikan bahwa dirinya
mengetahui jalan keluar darurat atau jalan keluar yang terdekat dengan akses yang bebas dari
bahaya. Semua pekerja perlu mengingat posisi alat pemadam kebakaran, selimut kebakaran,
dan pancuran siram, serta dapat mengoperasikannya. Setiap pekerja juga perlu familiar
dengan lokasi peralatan pertolongan pertama pada kecelakaan. Pemeriksaan setiap peralatan
sebaiknya dilakukan oleh pihak yang kompeten. Selain itu, orang yang bekerja di dalam
laboratorium juga perlu tahu nomor telefon tim medis, rumah sakit, atau pemadam
kebakaran terdekat.

PERTOLONGAN PERTAMA
Dalam keadaan yang genting terkadang kita tidak dapat
mengandalkan penanganan yang dilakukan oleh tim medis
atau petugas pemadam kebakaran dengan cepat. Oleh karena
itu, perlu adanya penanganan pertama yang perlu dilakukan
oleh kita, orang di sekitar korban, yang perlu. Di bawah ini
merupakan beberapa prosedur pertolongan pertama pada
kecelakaan laboratorium:

 Informasi umum
Jika sesorang pingsan atau mengalami kesulitan dalam bernapas, maka Anda sebaiknya
memberikan pernapasan buatan, terutama jika napas sesorang benar-benar tidak terasa.
Selain itu, jika sesorang mengalami pendarahan, maka usahakan untuk membantunya
menghentikan pendarahan dengan menutup luka atau memberinya antiseptik jika lukanya
kecil. Jika seseorang mengalami “shock”, maka bantulah untuk membuatanya tenang. Hal
ini cukup baik dilakukan sebelum pertolongan medis datang. Beberapa tindakan lain yang
perlu diambil dan tidak perlu diambil untuk keselamatan adalah sebagai berikut:

4
 Tindakan yang perlu dilakukan
1. Bersikap tenang dan tidak panik jika terjadi kecelakaan baik ringan maupun serius.
2. Carilah staf pembantu jika diperlukan
3. Tangani seseorang sekecil mungkin tanpa memindahkan orang tersebut hingga
evakuasi dilakukan oleh regu penolong.
4. Jika kecelakan sangat serius, sebaiknya tinggalkan saja dan jang mencoba
mengatasinya sendiri atau mencoba menyelamatkan orang lain. Hal ini efektif untuk
mengurangi jumlah korban.
5. Berikan keterangan yang lengkap dan akurat kepada bagian yang kompeten (regu
penolong).
 Tindakan yang tidak perlu dilakukan
1. Jangan memberikan cairan (atau obat) kepada orang yang pingsan.
2. Jangan membangunkan orang yang pingsan.
3. Jangan memotong kulit, memecahkan lepuhan, dan menutup mulut yang berbuih.
4. Jangan mendiagnosa.
5. Jangan memberikan saran medis.
6. Jangan mencoba mengurangi dislokasi.
7. Jangan tangani kecelakaan dengan membawanya ke tempat tinggal.

 Kebakaran
Pertolongan pertama pada kasus kebakaran jika terjadi pada
diri anda, maka sebaiknya anda tidak berlari karena justru
dapat membuat api semakin besar. Berguling-guling
merupakan tindakan yang baik untuk anda lakukan. Untuk
anda yang berada di sekitar korban sebaiknya menyelimuti
korban dengan selimut pemadam kebakaran atau
memadamkannya dengan alat pemadam kebakaran yang
tersedia. Sekali lagi perlu diperhatikan jenis api penyebab
kebakaran dengan cepat. Tinggalkan tempat jika kebakaran
cukup serius dan usahakan tidak memberikan pertolongan
jika anda tidak memiliki pengalaman penanganan kebakaran,
serta hubungi pihak pemadam kebakaran. Jika kebakaran
dapat diatasi tetapi meninggalkan luka bakar baik pada diri anda maupun orang lain maka
berikut adalah cara penanganan yang baik untuk luka bakar:

Kebakaran yang disebabkan oleh bahan kimia


Derita bakar jenis ini dapat ditangani dengan dibilas dengan sejumlah besar air. Anda dapat
menggunakan keran air atau safety shower dengan tekanan pancuran yang kecil (aliran
yang deras dapat merusak luka bakar) setidaknya selama 10 menit. Tanggalkan/sobek
pakaian dari bagian yang terbakar. Beberapa botol bahan kimia mungkin memberikan
informasi penanganan pertama pada label. Jangan mencoba menetralkan bahan kimia
apapun karena dapat menyebabkan reaksi atau kerusakan yang lebih parah dan obati luka
bakar secara rutin.

5
Kebakaran yang tidak disebabkan oleh bahan kimia
Besarnya luka bakar biasanya menentukan ukuran pertolongan pertama yang digunakan.
Secara umum, orang dewasa yang mengalami luka bakar hingga lebih dari 10% permukaan
tubuhnya perlu ditangani pihak rumah sakit dengan segera. Luka bakar pada wajah
merupakan derita yang serius yang dapat mengakibatkan kegagalan jalur pernapasan yang
disebabkan oleh pembekakan wajah. Penangan medis yang cepat sangat diperlukan pada
luka bakar tersebut.
· Kecelakaan pada mata
Kecelakaan pada mata merupakan hal yang sangat serius dan tidak boleh lepas dari
perhatian. Di dalam laboratorium kimia jika terjadi kecelakaan mata pada diri anda, segera
bilas mata anda tanpa digosok-digosok dengan pembilas mata darurat (emergency eye
wash) selama 15 menit, kemudian tutup luka dengan pembalut yang bersih (jangan kapas)
dan terikat kuat. Selanjutnya, bawalah diri anda atau teman anda ke rumah sakit yang
khusus menangani mata.

Gambar 1 Penggunaan pencuci mata darurat.

· Paparan bahan kimia


Jika kulit anda terkena tumpahan atau tetesan bahan kimia, maka sebaiknya bilas tangan
anda dengan air mengalir tanpa digosok-gosok agar paparan tidak membesar dan meresap
ke dalam kulit. Jika bahan kimia masuk ke dalam tubuh anda, terutama secara oral, maka
anda sebaiknya meminum sirup atau cairan yang dapat membuat anda muntah. Jika tidak
ada, maka minumlah susu, teh, kopi, atau air kelapa jika ada untuk mengurangi risiko
keracunan.

6
MATERI 1
PENGENALAN ALAT LABORATORIUM
DAN TEKNIK DASAR LABORATORIUM

PENDAHULUAN
Di dalam laboratorium kimia, akan didapatkan berbagai macam alat, mulai dari yang
sederhana seperti misalnya alat-alat gelas sampai kepada yang kepada yang cukup rumit
seperti pH meter, Spektrofotometer sinar tampak (Spectronic 20 D+). Selain itu juga terdapat
alat-alat canggih yang penggunaannya memerlukan keahlian tersendiri seperti spectrometer
NMR, kromatografi gas, dll. Alat-alat sederhana di laboratorium tersebut ada yang terbuat
dari kaca, plastik, karet, kuarsa, platina, logam, dan lain-lain. Peralatan tersebut ada yang
berfungsi sebagai alat pemanas, wadah, alat bantu, dan pengukuran volume dengan berbagai
ukuran.

Pembakar merupakan alat bantu untuk memanaskam zat atau larutan. Pembakar gas di
laboratorium tersedia dalam berbagai bentuk dan ukuran, namun semuanya dibuat untuk
menghasilkan nyala api yang panas dan efisien dari campuran gas alam dan udara. Reaksi
pembakaran akan terjadi apabila bahan bakar (gas alam/LPG) bertemu dengan oksigen
dengan bantuan panas. Api dan suhu yang dihasilkan bergantung kepada perbandingan bahan
bakar dan oksigen yang akan memberikan warna nyala yang berbeda. Bila terdapat jumlah
oksigen yang memadai, gas metana akan terbakar dengan nyala api biru yang tak berpendar
(nonluminous) menghasilkan karbon dioksida dan air, sedangkan bila jumlah oksigen kurang
memadai untuk reaksi tersebut, terbentuk partikel-partikel karbon kecil yang ketika
dipanaskan menjadi sangat panas (incandescence), akan menimbulkan nyala api kuning yang
berpendar (luminous). Produk reaksi pembakaran yang tidak sempurna ini salah satunya
adalah karbon monoksida.

Peralatan wadah pengukur volume larutan, ada yang ditera dengan teliti dan ada yang tidak
perlu ditera dengan teliti. Peneraan yang sangat teliti dilakukan terhadap alat ukur seperti
pipet volumetrik, pipet Mohr, labu takar, dan buret. Pengukuran dengan alat tersebut akan
mempengaruhi hasil secara kuantitatif.
Cara penggunaan, pemeliharaan, dan pembacaan miniskus sangat penting. Sebelum
digunakan alat tersebut harus bersih dari pengotor-pengotor, dibilas dengan larutan yang
akan diukur dan harus digunakan dengan cara yang betul. Setelah digunakan haru dicuci, agar
larutan tidak menempel pada dinding kaca. Pembacaan minikus harus sejajar dengan mata.
Untuk larutan yang tidak berwarna atau transparan dibaca miniskus bawahnya sedangkan
larutan berwarna dibaca miniskus atasnya.

7
Tujuan praktikum ini adalah mengenalkan berbagai jenis peralatan laboratorium serta
mempraktikkan teknik dasar yang paling sering digunakan dalam percobaan-percobaan di
penuntun ini. Anda akan mempelajari cara menggunakan neraca, menggunakan pipet, dan
membaca volume cairan dengan baik. Setelah melatih keterampilan-keterampilan tersebut,
Anda akan menggunakannya dalam menentukan densitas (rapatan) suatu logam dan suatu
cairan.

TEKNIK LAB YANG DIGUNAKAN


· Membaca miniskus cairan
· Memipet
· Menimbang
· Menyaring

ALAT-ALAT PEMANASAN
Di dalam laboratorium, Anda akan dapat menjumpai berbagai alat-alat yang umumnya
digunakan dalam pemanasan. Beberapa alat tersebut antara lain: pembakar gas, lempeng
pemanas, pembakar spirtus, kaki tiga, segitiga porselin, kasa, gegep, penangas air, alat-alat
porselin (cawan, pinggan).
Pembakar gas (gas burner)
Pembakar gas pada umumnya memiliki beberapa bagian penting, yaitu:
a. Pipa pemasukan gas (pada pembakar teklu, ada pengatur banyaknya gas yang masuk;
pada pembakar Bunsen pengatur ini tidak ada, maka pemasukan gas di atur dengan kran
pada saluran gas di meja praktikum)
b. Lubang pemasukan udara (air vent)
c. Pipa pencampur gas dan udara (barrel)
d. Lubang masuknya gas (spud)

Gambar 2 Susunan bagian-bagian pembakar gas Tirril.

8
Dengan mengatur pipa pemasukan gas dan lubang pemasukan udara, maka perbandingan
pemasukan gas udara dapat diubah-ubah. Api berwarna kuning, bercahaya terang dan
berjelaga, akan terbentuk jika banyak gas,sedikit udara. Api ini tidak boleh dipergunakan
untuk pemanasan/reaksi, sebab kurang panas dan mengotori alat-alat yang di panaskan. Bila
gas sedikit dan udara banyak maka terbenyuk Api tidak bercahaya yang dibedakan menjadi 2
bagian yaitu : kerucut luar dan dalam
· Kerucut luar, merupakan api pengoksidasi, berwarna violet dan hampir tidak tampak
(Gambar 3)
· Kerucut dalam, merupakan api pereduksi, berwarna biru. Pembakar hanya terjadi pada
kerucut luar, sedangkan pada kerucut dalam terdapat gas-gas yang belum semua
terbakar sehingga dingin
Cara menggunakan pembakar gas
Untuk menghidupkan pembakar gas, korek api atau pematik perlu dinyalakan terlebih dahulu
sebelum kran utama (sumber gas) dibuka. Hal ini ditujukan agar gas tidak menyebar dan
mengakibatkan kebakaran. Atur jumlah gas dan udara yang bercampur hingga menghasilkan
api yang baik untuk pemanasan. Dalam setiap pemanasan, misalnya menggunakan tabung
reaksi, arah tabung tidak boleh di arahkan pada orang di sekitar kita. Hal ini untuk mengurangi
risiko kecelakaan laboratorium ketika bahan meletup keluar.

Gambar 3 Bentuk nyala api sempurna dan cara pemanasan tabung reaksi.

Kaki Tiga
Digunakan sebagai tungku, dimana diatasnya terletak
wadah bahan-bahan yang dipanaskan dan diantara
ketiga kakinya tempat api untuk pemanasan.

Lempeng pemanas (hot plate)


Untuk pemanasan tanpa api. Suhu pemanasan dengan
alat ini dapat diatur sesuai kebutuhan.

9
Kasa
Digunakan sebagai alat perata panas, sehingga
pemanasan zat-zat dalam wadah seperti gelas piala akan
menyeluruh.

Segitiga porselin
Digunakan sebagai alat penopang wadah bahan-bahan
seperti cawan porselin yang akan dipanaskan di atas kaki
tiga.

Gegep
Digunakan sebagai alat untuk membantu pengambilan
alat-alat yang sukar/tidak boleh diambil dengan tangan.
Misalnya pengambilan botol-botol timbang, alat-alat
yang panas, dan sebagainya

Gegep tabung reaksi


Digunakan untuk memegang atau menjepit tabung
reaksi berisi cairan atau larutan apabila sedang
dipanaskan.

Sudip (spatula).
Digunakan sebagai alat untuk mengambil Kristal atau
serbuk bahan kimia.

Penangas air
Digunakan untuk pemanasan suatu zat dengan
menggunakan uap air.

Cawan porselin (crucible)


Untuk mereaksikan zat dalam suhu tinggi,mengabukan
kertas saring, menguraikan endapan dalam gravimetri
sehingga menjadi bentuk yang stabil.

Pinggan porselin (evaporating dish)


Untuk menguapkan larutan sehingga lebih pekat
atau menjadi kering, mengkristalkan zat dan untuk
menyublimasikan zat.

ALAT-ALAT GELAS
Sebelum digunakan, alat-alat gelas harus di periksa, apakah ada yang cacat serta perhatikan
kebersihannya dengan teliti. Apabila ternyata alat tersebut retak, jangan diteruskan untuk
menggunakannya. Kebersihan sangat penting untuk orang yang bekerja di laboratorium

10
kimia. Data yang dihasilkan kadang salah interpretasi bila percobaan dilakukan dalam wadah
yang terkontaminasi.
Bersihkan peralatan gelas dengan sabun dan air kran. Gunakan sikat yang sesuai dalam hal
ukuran dan kehalusan. Bilas peralatan gelas mula-mula dengan air kran, kemudian satu atau
dua kali dengan air demineral. Kadang kala pipet atau buret perlu direndam beberapa lama
dalam air sabun atau campuran K2Cr2O7 + H2SO4 bila kotoran sulit dihilangkan. Balikkan
peralatan gelas yang ditera dengan teliti dalam oven atau di atas api langsung. Bilaslah
peralatan gelas dengan sedikit pelarut atau larutan yang akan digunakan.
Mengeluarkan cairan dari pipet atau buret, jangan terlalu cepat dan jangan terlalu lambat.
Jika terlalu cepat, menyebabkan cairan yang menempel di dinding tidak dapat mengimbangi
(tertinggal) dari miniskus yang terbaca. Sedangkan jika terlalu lambat menyebabkan waktu
percobaan lebih lama.
Kotoran dapat disebabkan oleh lemak atau zat-zat organik lain, dari udara, debu, atau bekas-
bekas endapan. Cobalah membersihkannya dengan air, sabun dan sikat dahulu. Endapan-
endapan mungkin perlu dilarutkan dalam asam/basa encer. Kadang-kadang hanya campuran
K2Cr2O7 + H2SO4 pekat yang dapat membersihkannya. Kadang-kadang pipet perlu dibersihkan
dengan cara ini. Dalam hal ini, serahkanlah alat yang bersangkutan kepada pegawai
laboratorium.
(a) Gelas wadah
Botol sebagai wadah pereaksi dibedakan oleh warnanya yaitu botol berwarna (gelap) untuk
zat yang tidak tahan cahaya, oksidasi dll, dan botol tak berwarna. Tutup botol juga bermacam-
macam yaitu tutup pipih, datar, paruh dan tetes. Tutup pipih tidak boleh ditaruh diatas meja,
tutup paruh dan pipet tidak boleh diambil. Selain itu mulut wadah juga bermacam-macam
yaitu mulut kecil untuk zat yang mudah menguap dan berasap, sedangkan bermulut besar
untuk pereaksi selain itu.

(b) Alat-alat untuk mereaksikan zat


Tabung reaksi

Untuk mereaksikan cairan dalam jumlah sedikit, jika


dilakukan pengocokan: kesamping, tabung diisi tidak
lebih dari setengahnya. Jika perlu pemanasan, harus
dilakukan hati-hati, tabung dipegang miring.

Gelas piala

Untuk mereaksikan cairan, memanaskan/memasak cairan


dan membuat endapan dalam jumlah besar. Jika memasak
cairan gelas piala ditutup dengan gelas arloji.

Labu Erlenmeyer
Kegunaan seperti gelas piala, tetapi tidak digunakan untuk
membuat endapan yang perlu disaring. Erlenmeyer
terutama digunakan untuk titrasi.

11
(c) Alat-alat pengukur volume :
Gelas ukur
Untuk mengukur cairan dengan tidak tepat. Cara memakai:
Dipegang dengan tangan dan ibu jari menunjuk batas volume
yang dikehendaki. Gelas ukur (kiri) di angkat sehingga batas
volume setinggi mata, dan cairan dituangkan sampai batas
volume.

Pipet
Dipergunakan untuk mengukur volume yang dengan teliti.
Pipet ada dua macam yang satu untuk mengambil sejumlah
volume tertentu (tengah. pipet volumetrik) dan yang lain
untuk mengambil bermacam-macam volume (kanan. pipet
Mohr).

Labu takar
Merupakan alat pengukur volume yang teliti, digunakan untuk
membuat larutan dari sejumlah zat padat/cairan menjadi
konsentrasi tertentu.

Buret
Digunakan untuk mengeluarkan cairan dengan volume
sembarang, tetapi tepat. Lubang cerat terisis penuh. Setiap kali
hendak mencatat letak miniskus cairan dalam buret sejajar
mata supya tidak terjadi kesalahan paralaks. Buret tidak perlu
diatur supaya miniskus awal 0 atau angka bulat lain.

Cara mengisi pipet :


· Pipet harus bersih/kering luar dan dalam
· Peganglah bagian pipa kecil, lalu cairan diisap sedikit dengan pipet, cairan ini untuk
membilas pipet, kemudian cairan dibuang. Diisap lagi sampai cairan di atas tanda tera,
lalu di tutup dengan jari telunjuk (Gambar 4)
· Sebelum menurunkan miniskus ke tanda tera, ujung pipet luar yang basah dikeringkan
(dilap) dengan kertas saring.
· Miniskus diturunkan dengan mengurangi tekanan jari pada mulut pipet, pipet tegak
lurus,lingkaran tera setinggi mata, ujung pipet ditempelkan pada dinding dalam botol.
· Masukkan cairan dalam pipet ke dalam wadah dengan cara melepaskan telunjuk, pipet
tegak dan ujungnya menempel pada dinding wadah (45°)
· Tunggulah beberapa detik (5-10 detik), goreskan ujung pipet pada dinding dalam
wadah.

12
Gambar 4 Teknik memipet dengan benar
Cara membuat larutan
Cara pemakaian zat padat dilarutkan dalam gelas piala atau cairan dimasukkan ke dalam labu
takar dan ditambah pelarut. Sebelum sampai tanda tera, dinding dalam di atas tanda tera
dikeringkan dan penambahan pelarut diteruskan dengan sangat hati-hati (diteteskan dengan
pipet) sampai miniskus mencapai tanda tera. Labu takar di tutup dan isinya dikocok dengan
membalik labu beberapa lama.

Alat pendukung lain


Pengaduk gelas
Digunakan untuk mengauk, sebagai perantara dan
membersihkan endapan pada dinding-dinding bejana.

Gelas arloji
Digunakan untuk menutup bejana lain pada waktu
pemanasan dan sebagainya dan untuk menguapkan cairan.

Corong
Dipakai untuk menolong memasukkan cairn ke dalam botol
yang bermulut kecil, buret dan lain-lain, atau untuk
menyaring endapan dengan kertas saring.

Memasukkan cairan: corong diangkat sedikit atau sedikit


diganjal, sehingga ada jarak antara dinding corong dan
dinding wadah. Dengan demikian, udara dapat kelur dan
cairan dapat mengalir dengan lancar.
Menyaring dapat mempergunakan kertas saring atau cawan penyaring (Buchner funnel).

13
Cara menyaring
· Menyiapkan kertas saring: tidak semua corong bersudut
60°, maka pelipatan kertas disesuaikan dengan besar
kecilnya sudut itu. Sebelum membuat lipatan kedua yang
definitif, cobalah memasukkan kertas saring itu ke dalam
corong dan periksalah apakah kertas yang terbuka
dengan kerucut itu tepat menempel pada dinding
corong, tidak melipat-lipat dan juga kurang besar.

· Setelah tepat, buatlah lipatannya: jangan terlalu kuat


menekannya, supaya kertas tidak sobek atau menjadi
lemah. Sobeklah ujungnya yang akan menempel pada
dinding corong.

· Masukkan kertas saring ke dalam corong terbuka.


Corong di pegang dengan tangan kiri dan ujung
tangkainya di tutup dengan kelingking. Masukkan air
sampai setengh penuh. Setelah tangkai corong terisi air
seluruhnya, bukalah ujungnya dengan hati-hati.

· Antara kertas saring dan gelas tidak boleh ada


gelembung-gelembung udara. Bila ada gelembung-
gelembung udara, dapat dihilangkan dengan
mendorongnya dengan jari ke arah atas dengan bagian
yang tebal selalu menempel pada dinding.

· Setelah semua gelembung udar hilan, pinggiran kertas


dengan halus ditekankan pada dinding, sehingga seluruh
keliling kerts menempel dengan baik.

· Jika anda melakukan hal tersebut dengan benar, udara


tidak akan masuk kembali diantara kertas saring dan
gelas, dan tangkai corong tetap penuh dengan air.

Catatan :
· Kalau perlu kertas saring dipotong, sehingga
pinggirannya tidak kurang dari 0,5 cm jaraknya dari
pinggir corong atas.
· Mengisi kertas saring dengan larutan dan endapan, tidak
boleh lebih dari 0,5 cm dari pinggir kertas bagian atas.
· Cara lain yang baik ialah ujung kertas saring yang akan
menempel pada dinding hanya disobek sebelah saja
(yaitu kertas yang terluar). Sobekan ini kemudian
dilipatkan ke arah yang berlawanan.

14
Piknometer
Digunakan untuk menentukan densitas suatu cairan. Piknometer merupakan alat dengan
ketelitian yang tinggi sehingga tidak boleh dipanaskan. Dalam penggunaannya juga,
piknometer tidak boleh dipegang langsung menggunakan tangan karena kotoran/lemak
ditangan dapat menempel dan mempengaruhi pengukuran.
Botol semprot
· Untuk membersihkan dinding-dinding bejana dari sisa-sisa endapan
· Untu mengeluarkan air/cairan dalam jumlah terbatas.
· Tempat penyimpanan air.
Eksikator (wadah pengering)
Digunakan untuk menyimpan zat supaya tetap kering atau untuk mengeringkan zat. Dalam
hal pertama, eksikator tidak diisi bahan pengering, sedangkan dalam hal kedua, perlu bahan
pengering. Zat pengering yang dipakai adalah zat-zat higroskopis, misalnya: CaO, CaCl2
anhidrida, PCl5, H2SO4 pekat.
Harus diperhatikan, supaya jangan memasukkan benda yang terlalu panas ke dalam eksikator,
karena akan menyebabkan udara di dalamnya berkembang dan dapat mengangkat tutup
eksikator, sehingga eksikator terbuka atau tutupnya jatuh. Di samping itu suhu benda/bahan
dalam eksikator akan lamban sekali turunnya, sehingga tidak dapat lekas di timbang.
Jika memasukkan sesuatu ke dalam eksikator, tutup di angkat dan sementara di letakkan
terbalik di dekatnya supaya bagian yang bervaselin tidak mengotori tempt di bawahnya.
Eksikator tidak boleh terbuka terlalu lama, untuk menghindari masuknya uap air ke dalamnya.
Sentritusa

Sentrifusa digunakan untuk mempercepat


pemisahan endapan dari cairan induknya: terutama,
jika endapan itu menjonjot atau terlalu halus, atau
jumlahnya terlalu sedikit.

1. Letak beban harus simetris terhadap poros yang berat setiap beban sama. Jika hanya satu
tabung yang disentrifusa, ambillah tabung kedua, dan diisi air biasa, di taruh berhadapan
dengan tabung pertama.
2. Tabung jangan diisi terlalu penuh, sebab jika berputar tabung akan sedikit horizontal
letaknya. Kalau ada cairan yang tercecer hendaklah dikeringkan (sebelum menyerahkan
sentrifusa kepada orang lain).
3. Kecepatan pemutaran sebanding dengan kecepatan endapan terpisah dari cairan induk,
tutup alat dapat rusak, tabung dapat pecah dan sebagainya.
Lemari Asam
Digunakan untuk ruang untuk pekerjaan yang menghasilkan asap-asap/uap-uap yang
merangsang/membahayakan kesehatan, misalnya pemanasan HNO3 pekat, menggunakan
H2S dari alat Kipp, destruksi bahan-bahan organik dengan asam kuat pekat. Jendela lemari
asam harus diturunkan secukupnya, dan alat penghisap udara di pasang.

15
Neraca
Neraca merupakan salah satu instrumen yang paling sering digunakan di lab kimia. Neraca
dibuat dengan model dan sensitivitas yang berbeda-beda. Pemilihan neraca yang tepat untuk
suatu pengukuran massa bergantung pada tingkat ketelitian (presisi) yang dibutuhkan oleh
analisis tersebut. Neraca top-loading adalah jenis yang paling lazim terdapat di lab kimia.
Cara menimbang
Menimbang membutuhkan perhatian dan ketelitian. Sebelum memulai menimbang, pastikan
neraca dalam keadaan bersih. Jika neraca dalam keadaan kotor atau berdebu, maka anda
perlu membersihkannya terlebih dahulu. Saat membersihkan, neraca harus dalam keadaan
mati agar tidak mengganggu sensitivitas neraca. Gunakan kuas berbulu halus untuk
membersihkan neraca. Setelah itu, pastikan neraca dalam keadaan sejajar, hal ini dapat
diperiksa dengan memeriksa posisi gelembung berada dalam lingkaran merah di sudut
neraca. Jika gelembung keluar dari garis lingkaran, maka Anda perlu menyejajarkan neraca
dengan mengatur tinggi kaki neraca. Sekali lagi, neraca masih dalam keadaan mati.

Setelah bersih dan sejajar, hubungkan neraca dengan arus listrik dan hidupkan neraca dengan
menekan tombol ON/OFF. Untuk pengukuran yang baik, sebaiknya neraca dibiarkan hidup
selama 15 menit. Pastikan tidak ada hembusan angin atau goyangan pada saat menimbang.
Setelah neraca siap, letakan wadah kosong di atas neraca dan teralah neraca dengan
menekan tombol RE-ZERO atau T hingga angka pada neraca menunjukkan angka nol kembali.
Perhatikan batas maksimum beban yang dapat diukur neraca. Letakan atau masukkan bahan
kimia yang akan ditentukan massanya sedikit-demi sedikit. Catat angka yang tampil pada
neraca (jangan di atas tangan atau potongan kertas).

Jika bahan akan dilarutkan/direaksikan di dalam wadah itu, maka berat wadah kosong dicari
sebelum bahan dimasukkan. Jika bahan akan dipindahkan ke tempat lain, berat wadah kosong
di cari sesudah bahan dipindahkan. Ulangi penimbangan jika massa bahan jauh melebihi dari
yang diinginkan (jangan mengambil lagi/mengurangi bahan dari atas neraca). Angkat wadah
berisi bahan, tera kembali neraca, dan matikan jika tidak akan digunakan lagi dalam waktu
yang lama. Bersihkan kembali neraca dalam keadaan mati.

Gambar 5 Neraca analitik

16
HAL-HAL YANG PERLU DIPERHATIKAN
1. Mengeringkan alat-alat
Gelas sesudah dicuci diletakkan terbalik. Hanya bagian luar yang boleh di lap. Bagian dalam
dan bagian-bagian lain yang berhubungan dengan pereaksi-pereaksi, tidak boleh di lap.
Bila bagian dalam perlu lekas kering, alat dipanaskan sedikit (di atas atau dalam oven).
2. Tutup botol
Pada tutup yang bagian atasnya datar, letakkan terbalik (bagian datar di bawah). Bila tutup
botol berbentuk paruh, tutup jangan di cabut, membuka dan menutup botol ini dengan
jalan mengatur saluran pada botol dan tutup. Ini semua di atur untuk menjaga kemurnian
isi botol.
3. Menuang cairan dari botol yang beretiket
Etiket harus dipegang menghadap telapak tangan dan cairan dialirkan dari sisi yang
berjauhan dengan etiket, supaya cairan yang mengalir pada dinding luar dari botol itu tidak
dapat merusak etiket, jadi isi botol dapat selalu diketahui dengan mudah.
4. Dalam mereaksikan zat
Pakailah pereaksi sedikit demi sedikit, setelah setiap penambahan lihatlah dulu hasilnya
sebelum menambah pereaksi lebih banyak. Kerapkali reaksi gagal, bukan karena kurang
pereaksi, tetapi sebaliknya. Misalnya pada reaksi zat amfoter: kalau ingin mengendapkan
Al(OH)3 dengan menambahkan NaOH pada larutan AlCl3. Jika NaOH diberikan sedikit demi
sedikit maka endapan akan ada, tetapi jika NaOH diberikan sekaligus terlalu banyak, maka
endapan tidak terbentuk sama sekali, karena endapan yang terbentuk akan larut kembali.
Kadang-kadang pereaksi perlu ditambahkan lebih banyak daripada yang memang
diperlukan oleh zat yang direaksikan, misalnya pada NH4OH yang digunakan untuk
melarutkan endapan AgCl yang dibuat dengan menambahkan HCl pada AgNO3. NH4OH
dalam hal ini mula-mula bereaksi dengan HNO3/kelebihan HCl, dan baru setelah asamnya
dinetralkan, maka AgCl mulai dilarutkannya.
5. Mencium isi botol
Jangan secara langsung, tetapi dengan mendekatkan hidung
pada mulut botol, lalu mengibaskan tangan di atas mulut botol itu,
menuju ke arah hidung. NH4OH pekat misalnya, membahayakan
sekali kalau dicium secara langsung, karena sangat menusuk
baunya.
6. Ketelitian pengukuran
Telah disebutkan di awal mengenai ketelitian pengukuran volume cairan. Ternyata bahwa
ketelitian bekerja ditentukan oleh (i) tujuan pengukuran, (ii) alat yang tersedia, waktu yang
tersedia. Dalam pekerjaan yang lain, umumnya juga metoda menentukan batas-batas
ketelitian bekerja.
Kita harus bekerja seteliti mungkin, sebersih mungkin, secepat mungkin, dan seterusnya,
tetapi semua itu tidak boleh melebihi batas-batas yang ditentukan oleh faktor-faktor di
atas (i) : jika menimbang bahan secara rutin, maka kita tidak menghiraukan perbedaan
antara 60 kg dan 60,25 kg, kita tidak berusaha mengetahui dengan teliti, apakah berat kita
60,255 kg misalnya. Tetapi jika kita membeli cincin emas, maka kita minta cincin itu di

17
timbang sampai sepersepuluh gram, dan kalau kita mencari berat endapan AgCl, maka kita
berusaha supaya ketelitian menimbang dapat sampai 0,1 mg, (ii): jika hanya tersedia
timbangan beras, maka sudah jelas tidak ada gunanya kita mencoba menimbang cincin
emas itu seteliti mungkin, sebab timbangan beras tidak dapat mencapai ketelitian yang
kita inginkan untuk cincin.
Pembacaan skala dan mencatatnya: banyaknya angka desimal menunjukkan ketelitian
suatu pencatatan. Tetapi banyaknya angka desimal itu ada batasnya, yaitu oleh cara skala
itu sendiri, kita hanya dapat menulis satu angka desimal lebih banyak dari pada pembagian
yang terhalus. Angka terakhir menunjukkan bahwa nilai sebenarnya tidak diketahui pasti,
yaitu hanya suatu perkiraan dari letak penunjuk (jarum, miniskus, dan sebagainya),
sedangkan angka yang mendahuluinya ialah angka yang pasti benar. Misalnya volume
sebuah buret antara 2 dan 3 ml dibagi 10 bagian, letak miniskus harus dicatat dengan 2
angka desimal, yaitu 0,4 “sekian”. Angka 4 pasti benar, sebab letak miniskus diantara 4 dan
5; angka “sekian”-nya kita kira-kirakan. Seorang mungkin mengatakan 3, sehingga mereka
akan menulis 2,43 atau 2,44. Tidak ada gunanya kita kira-kirakan 2,437 misalnya karena
ingin lebih teliti. Akan tetapi dalam perhitungan kita boleh menulis missal 1,215 yaitu
sebagai hasil pembagian 2,43.

(a) (b)
Cara pembacaan miniskus bawah Pembacaan skala dengan satuan 1 mL; 0,4
merupakan perkiraan
Gambar 6 Pembacaan skala pada buret

Jika kita pertahankan satu angka kira-kira lebih banyak, sampai perhitungan selesai. Yang
dilaporkan sebagai hasil terakhir, merupakan pembulatan dan hanya boleh memuat dua
angka decimal. Gambar 6b, menunjukkan bahwa skala antara 0 dan 1 mL tidak dibagi lebih
halus. Letak miniskus sama dengan pada Gambar 6, tetapi menurut buret ini, kita hanya dapat
menulis satu angka desimal 0,4 atau 0,5.

KEMAMPUAN YANG DIHARAPKAN


Setelah menyelesaikan praktikum ini, mahasiswa diharapkan (1) dapat menggunakan alat-
alat yang umum dipakai di dalam laboratorium kimia. (2) mengetahui nama dan fungsi alat-
alat laboratorium, dan (3) menerapkan teknik dasar laboratorium, seperti menimbang,
memipet, dan membaca volume cairan dengan baik.

18
PROSEDUR PERCOBAAN
Memipet dan membaca miniskus
1. Pipetlah 10 ml air demineral ke dalam labu Erlenmeyer 250 mL.
2. Isilah buret dengan air demineral pada sembarang angka. Bacalah miniskus awalnya.
Keluarkan cairan dengan lambat sampai beberapa milliLiter, tunggu beberapa menit dan
lihat lagi miniskus akhirnya. Hitung volume air yang keluar. Isilah lagi, baca miniskus
awalnya. Keluarkan dengan cepat, baca miniskusnya. Tunggu beberapa menit, baca lagi
miniskusnya (adakah perbedaan penurunan dengan cepat dan lambat).
3. Isilah buret dengan larutan KMnO4 0,1 M. Baca miniskus awalnya. Apakah beda
pembacaan miniskus pada air (larutan tak berwarna) dengan KMnO 4 (larutan berwarna
gelap).

Menimbang
Timbanglah sebanyak 0,5000 g (untuk neraca 4 desimal) atau 0,50 g (untuk neraca 2 desimal)
padatan garam di meja Anda. Lakukan lagi, dan perhatikan ketelitian pekerjaan Anda.

Menyaring
Masukkan padatan garam yang Anda timbang tadi (salah satu saja) ke dalam 50 mL air hangat
(disiapkan di awal). Aduk hingga semua garam larut. Selanjutnya, saringlah larutan garam
Anda ke dalam labu Erlenmeyer 250 mL.
Catatan: Air hangat disiapkan dengan menggunakan pembakar spirtus.

19
MATERI 2
PENGENALAN DAN PENANGANAN

BAHAN KIMIA

PENDAHULUAN
Keamanan laboratorium merupakan hal yang penting untuk institusi pendidikan. Dalam
Materi 1 kita telah mengenal sebagian prosedur keamanan laboratorium dan telah diketahui
bahwa bahan kimia merupakan salah satu sumber bahaya yang potensial. Laboratorium kimia
memerlukan perhatian yang lebih ketat karena sebagian pekerjaan, bahkan dapat dikatakan
semua, menggunakan berbagai macam bahan kimia. Bahan kimia dapat menjadi sebuah
ancaman jika tidak ditangani dengan baik. Kerusakan yang dapat ditimbulkan dapat menjadi
besar jika seseorang mengabaikan sifat bahan kimia tersebut. Oleh karena itu, dalam materi
ini akan dijelaskan sifat-sifat, cara penyimpanan, dan penanganan bahan kimia yang baik.

SIMBOL BAHAYA BAHAN KIMIA


Kebanyakan bahan kimia yang digunakan di laboratorium kimia adalah bahan kimia yang
berbahaya. Pemberian simbol pada jenis bahan kimia diperlukan untuk dapat mengenal
dengan cepat dan mudah sifat bahaya suatu bahan kimia. Pengenalan dengan simbol-simbol
ini sangat penting bagi untuk penanganan, transportasi, serta penyimpanan bahan kimia. Cara
penyimpanan bahan kimia memerlukan pengetahuan dasar akan sifat bahaya serta
kemungkinan interaksi antar bahan dan kondisi yang mempengaruhinya. Beberapa simbol
internasional untuk bahaya bahan kimia antara lain sebagai berikut:
Toxic/Beracun (T)

Bahan beracun berbahaya bagi kesehatan bila terisap, tertelan,


atau kontak dengan kulit. Bahan ini juga dapat mematikan pada
konsentrasi tertentu.
Contoh : Arsen triklorida, dimetil sulfat
Pencegahan : Kontak dengan tubuh harus dihindari. Perhatian
khusus perlu jika bekerja dengan bahan kimia
yang bersifat karsinogenik, teratogenik, atau
mutagenik

Corrosive/Korosif (C)
Bahaya : Merusak jaringan tubuh
Contoh : Asam sulfat, brom
Penanganan : Hindari kontak dengan mata, kulit atau pakaian,
jangan menghirup uapnya pada saat bernapas

20
Flammable/Mudah terbakar (F)
Bahaya : Mudah terbakar
Bahan mudah terbakar masih dapat dibagi lagi menjadi 4
kelompok:
1. Zat terbakar langsung
Contoh : Aluminium alkil fosfor
Pencegahan : Hindari campuran dengan udara
2. Gas amat mudah terbakar
Contoh : Butana, propana
Pencegahan : Hindari campuran dengan udara
3. Zat yang sensitif terhadap air, yakni zat yang membentuk gas
mudah terbakar bila terkena uap air atau air.
Contoh : Litium aluminium hidrida
Pencegahan : Hindari campuran dengan air
4. Cairan mudah terbakar : titik nyala (flash point) di bawah
21 °C
Contoh : Aseton, benzena, dietil eter
Pencegahan : Jauhkan dari api, sumber api dan
loncatan api

Explosive/Mudah meledak (E)


Bahaya : Meledak pada kondisi tertentu
Contoh : Amonium dikromat, nitroselulosa
Pencegahan : Hindari dari benturan, tabrakan, guncangan,
Gesekan, percikan, api dan panas

Oxidizer/fire-promoting/Oksidator (O)
Bahaya : Dapat membakar bahan lain, penyebab
timbulnya api, atau penyebab kesulitan
dalam pemadaman api.
Contoh : Natrium peroksida, kalium perklorat
Pencegahan : Hindari panas dan kontak dengan bahan
mudah terbakar atau yang bersifat
reduktor, resiko percikan

Environmental Hazard (U)


Bahaya : Perusakan lingkungan
Contoh : Karbon tetraklorida
Pencegahan : Tidak boleh dibuang ke tanah maupun
perairan. Dibuang pada tempat tertentu
(pengolahan limbah beracun)

21
Iritant/Iritasi (Xi)
Bahaya : Terjadinya iritasi pada kulit, mata, saluran
pernapasan
Contoh : Amonia, benzyl klorida
Pencegahan : Hindari kontak dengan mata, kulit, menghirup
uapnya

Severe Chronic Hazard/Bahaya kronis


Bahaya : Menyebabkan kematian dalam dosis yang
sangat rendah.
Contoh : Raksa, logam berat lainnya, sianida
Pencegahan : Hindari menghirup uapnya, gunakan
perlindungan ekstra

Di beberapa negara atau kawasan, beberapa bahan kimia digolongkan dan diberi simbol
yang lebih khusus, sebagai contoh di Amerika Serikat. Amerika Serikat, dengan badannya
yaitu National Fire Protection Association (NFPA) mengeluarkan simbol bahan kimia dalam
diagram bentuk-permata yang dapat memberikan informasi risiko terhadap kesehatan,
kemudahan terbakar, dan kereaktifannya. Simbol tersebut sangat berguna khususnya
untuk pemadam kebakaran dan keselamatan personil dalam situasi gawat darurat.

Dalam simbolnya, diagram dibagi menjadi empat bagian yang masing-masing diberi warna
biru, merah, kuning, dan putih. Simbol dan nomor dalam setiap bagian menunjukkan
derajat bahaya bahan tersebut. Di bawah ini merupakan arti setiap peringatan dan nomor
dari diagram bahan kimia NFPA:

Bahaya Kesehatan (Biru)

4 Berbahaya Dapat berakibat fatal pada paparan singkat/dekat. Perlu


perlengkapan pelindung khusus.
3 Peringatan Korosif atau beracun. Hindari kontak dengan kulit atau
terhirup
2 Peringatan Dapat berbahaya jika terhirup atau terserap masuk
1 Hati-hati Dapat mengiritasi
0 Tidak ada bahaya kesehatan

22
Kemudahan Terbakar (Merah)

4 Berbahaya Gas mudah terbakar atau cairan sangat mudah terbakar


3 Peringatan Cairan dapat terbakar dengan titik nyala di bawah 100 °F (38 °C)
2 Hati-hati Cairan dapat terbakar dengan titik nyala di bawah 200 °F (95
°C)
1 Terbakar jika dipanaskan
0 Tidak terbakar

Kereaktifan (Kuning)

4 Berbahaya Bahan mudah meledak pada suhu ruang


3 Berbahaya Dapat meledak jika diguncang, dipanaskan wadah tertutup,
atau dicampur dengan air
2 Peringatan Tidak stabil atau bereaksi hebat dengan air
1 Hati-hati Dapat bereaksi jika dipanaskan atau dicampur dengan air,
tetapi tidak meruah
0 Stabil Tidak reaktif saat dicampur dengan air

Informasi khusus (Putih)

W Reaktif terhadap air


OXY Oksidator

LEMBAR DATA KEAMANAN BAHAN (MSDS)


Lembar Data Keamanan Bahan (MSDS) memberikan informasi
mengenai prosedur yang tepat untuk penanganan, penyimpanan,
dan pembuangan bahan kimia. Pada umumnya, dalam setiap
pembelian bahan kimia akan disertai MSDS. Namun, bila tidak
disertai MSDS, Anda dapat mencari informasi mengenai MSDS
pada website www.msdsonline.com. Setiap Anda akan
menggunakan bahan kimia, sebaiknya Anda membaca MSDS
bahan tersebut demi keamanan pekerjaan Anda.

Informasi yang diberikan dalam MSDS terbagi ke dalam 16 bagian. Pembagian tersebut
merupakan format standard dari American National Standards Institute (ANSI). Bagian 1
memberikan informasi rinci mengenai nama, CAS number (no. registrasi internasional), nama
perusahaan yang mengeluarkan, dan nomor kontak darurat. Bagian 2 menunjukkan bahan
berbahaya Occupational Safety and Health Administration (OSHA), dan mungkin meliputi
bahan kunci lainnya serta ambang batas. Bagian 3 menunjukkan pengaruh bahan terhadap
kesehatan. Bagian 4 menyediakan ukuran pertolongan pertama yang perlu diberikan pada
paparan bahan kimia tersebut.

Bagian 5 menampilkan besarnya penanganan pemadam kebakaran yang perlu diambil. Bagian
6 menunjukkan prosedur yang perlu diambil jika kecelakaan terhadap bahan tersebut terjadi.
Bagian 7 menunjukkan informasi penanganan dan penyimpanan bahan kimia. Bagian tersebut

23
merupakan bagian yang terpenting. Bagian 8 memebrikan garis besar batas regulator paparan
bahan kimia. Bagian 9 memberikan informasi sifat fisik dan kimia bahan. Bagian 10
memberikan informasi kereaktifan dan kestabilan bahan.

Bagian 11 memberikan informasi toksisitas akut dan kronis. Bagian 12 menunjukkan baik
ekotoksisitas dan bahaya bahan terhadap lingkungan. Bagian 13 menyediakan saran
pembuangan bahan kimia. Bagian 14 memberikan informasi pendistribusian yang
dibutuhkan. Bagian 15 menunjukkan garis besar informasi regulatori, seperti kode bahaya.
Terakhir, bagian 16 memberikan informasi mengenai label peringatan, tanggal penyiapan
atau revisi, serta pihak yang mengeluarkan MSDS.

PENYIMPANAN BAHAN KIMIA


Penyimpanan bahan kimia merupakan hal yang paling penting untuk mencegah terjadinya
kecelakaan laboratorium. Hal ini disebabkan oleh adanya bahan kimia yang dapat bereaksi
hebat bila gas atau tumpahannya kontak dengan bahan kimia yang bertentangan. Oleh
karena itu, kebutuhan terhadap penyimpanan baik tempat maupun pola diperlukan untuk
menjamin kelangsungan pemeliharaan area yang aman untuk bekerja. Beberapa aturan
umum dalam penyimpanan bahan adalah sebagai berikut:
Kriteria untuk tempat penyimpanan
· Simpan bahan kimia di dalam kabinet yang dapat ditutup atau rak yang kokoh dengan
jarak ¾ inci dari tepi depan untuk mencegahnya jatu dan tumpah.
· Rak seharusnya memiliki pengaman pada dinding atau lantai.
· Tinggi rak sebaiknya tidak melebihi pandangan mata atau perlu disediakan tangga atau
kursi yang kuat untuk menjangkau bahan kimia.
· Pastikan semua area penyimpanan memiliki pintu yang dapat dikunci.
· Tempat penyimpanan perlu memiliki ventilasi yang cukup.

Pemisahan bahan kimia


· Simpan bahan asam dalam kabinet yang memang diperuntukan untuk asam. Asam
nitrat sebaiknya disimpan sendiri, kecuali kabinet memiliki pemisah.
· Simpan bahan kimia yang sangat beracun dalam kabinet yang tertutup dan memiliki
label yang jelas.
· Simpan bahan yang volatil dan berbau tajam dalam kabinet berventilasi.
· Simpan bahan yang mudah terbakar dalam kabinet khusus, yang tidak mudah terbakar
jika terjadi tumpahan atau kebocoran.
· Simpan bahan kimia yang reaktif terhadap air dalam kabinet yang kering dan dingin
serta tidak mengizinkan uap air.

Hal yang tidak baik dilakukan dalam penyimpanan


· Meletakan alat atau bahan yang berat di atas kabinet.
· Menyimpan bahan kimia di lantai, walaupun semesntara.
· Meletakkan bahan kimia di ujung kabinet atau meja.
· Menimpa bahan bersamaan dengan makanan dan minuman.
· Menimpan dalam paparan sinar dan panas matahari langsung.

24
Pola rak penyimpanan
Dalam penyimpanan bahan kimia di dalam rak yang disertai pemisah, bahan kimia
anorganik dan organik perlu dipisahkan. Pola rak penyimpanan perlu dibuat sebagai
berikut:
Anorganik Organik
1. Logam dan hidrida 1. Asam, anhidrida, perasam
2. Halida, halogen, fosfat, sulfat, sulfit, 2. Alkohol, amida, amina, glikol, imida,
tiosulfat imina
3. Amida, azida, nitrat, nitrit, asam 3. Aldehida, ester, hidrokarbon nitrat.
4. Karbon, karbonat, hidroksida, oksida, 4. Eter, etilena oksida, alkil halida, ketena,
silikat keton
5. Karbida, nitrida, fosfida, selenida, 5. Epoksi, isosianat
sulfida 6. Azida, hidroperoksida, peroksida
6. Klorat, klorit, hidrogen peroksida, 7. Nitril, polisulfida, sulfida, sulfoksida
hipoklorit, perklorat, asam perklorat,
peroksida 8. Kresol, fenol
7. Arsenat, sianat, sianida
8. Borat, kromat, manganat,
permanganat
9. Asam (kecuali asam nitrat)
10. Fosfat, fosfat pentaoksida, sulfur

25
PEMBUANGAN LIMBAH
Bahan kimia yang telah digunakan atau tidak lagi terpakai memerlukan prosedur
pembuangan khusus untuk mencegah terjadinya kecelakaan dan pencemaran. Dalam
laboratorium sebaiknya dilengkapi dengan saluran pembuangan yang mengarah ke sistem
pengolahan limbah yang baik. Namun, jika sistem pengolahan limbah terpisah, sebaiknya
bahan kimia perlu ditampung terlebih dahulu ke dalam suatu wadah tertutup. Wadah
pembuangan bahan kimia secara sederhana dapat dipisahkan menjadi wadah untuk bahan
mudah terbakar, beracun, korosif, dan reaktif. Namun, kita juga tidak dapat melepaskan
perhatian pada bahan-bahan yang saling bertentangan. Daftar bahan-bahan yang saling
bertentangan dapat diketahui dalam berbagai buku panduan keamanan dan keselamatan
laboratorium.

PENANGANAN KEBOCORAN RAKSA


Seseorang yang bekerja di dalam laboratorium sebaiknya menggunakan logam raksa sedikit
mungkin dan menjauhi bahan tersebut dari panas. Raksa merupakan logam cair yang sangat
berbahaya untuk kesehatan dalam jumlah yang sedikit. Oleh karena itu, jika terjadi kebocoran
raksa, kita perlu membersihkannya dengan cara yang tepat dan bersih. Tumpahan raksa tidak
boleh dibuang ke dalam saluran pembuangan dan setiap tumpahan tersebut perlu dicatat
dan dibersihkan dengan baik. Tumpahan raksa sebaiknya tidak dibersihkan dengan kain lap
atau tisu, atau dengan pembersih vakum. Beberapa cara di bawah ini merupakan penanganan
yang tepat jika terjadi tumpahan raksa.
· Jika tumpahan hanya sedikit, misalnya dari pecahnya termometer raksa, maka beri batas
area tumpahan dan pastikan ventilasi udara terbuka lebar.

· Jika tumpahan dalam jumlah besar, maka kosongkan laboratorium, pastikan sirkulasi
udara terbuka lebar dan gunakan plastik pada sepatu anda untuk mencegah penyerapan
raksa melalui kulit kaki.

· Gunakan kartu indeks untuk mendorong tetesan raksa berkumpul ke dalam genangan.
Tetesan mungkin dapat berhamburan dan menempel pada permukaan vertikal.

· Gunakan alat suntik dengan ujung yang baik untuk memindahkan raksa ke dalam botol
plastik. Teruskan pengumpulan hingga tidak terlihat lagi tetesan.

Gunakan serbuk logam zink atau spons khusus raksa untuk membersihkan tetesan yang kecil
dan tidak tampak. Logam seng akan bereaksi denga raksa membentuk amalgam. Pastikan
logam tersebut kering karena dapat terbakar jika basah.

KEMAMPUAN AKHIR YANG DIHARAPKAN


Setelah menyelesaikan praktikum ini, Praktikan: (1) terampil mengenali simbol bahaya bahan
kimia, (2) terampil mengenali sifat bahaya bahan kimia, dan (3) mampu menjelaskan reaksi-
reaksi kimia berbahaya.

26
PROSEDUR PERCOBAAN
A. Simbol bahaya bahan kimia
1. Amati label botol bahan kimia yang terdapat di laboratorium
2. Catat nama senyawa serta bobot molekulnya
3. Gambarlah simbol bahan kimia berbahaya
4. Catat apa bahayanya dan petunjuk pencegahannya

B. Pengenalan bahan kimia berbahaya


1. Sebelum melakukan percobaan gunakan sarung tangan.
2. Letakkan selembar kertas tisu di atas “petri dish” lalu teteskan 1 tetes H2SO4 pekat
pada salah satu sisi kertas. Amati.
3. Pada sisi lain dari kertas teteskan 1 tetes larutan jenuh K2Cr2O7. Amati.
4. Teteskan kembali 1 tetes K2Cr2O7 dan diikuti dengan 1 tetes H2SO4 pekat di tempat
bekas K2Cr2O7. Amati.
5. Sediakan sebuah gelas piala 150 mL berisi 50 mL air dan satu tetes indikator
fenolftalen.
6. Amati apa yang terjadi (gunakan goggles) apabila sebutir kecil logam natrium
dimasukkan ke dalam gelas piala berisi air.
7. Ulangi dengan logam kalium, bandingkan hasilnya dengan logam natrium. Beri
komentar!

27
MATERI 3
PEMBUATAN LARUTAN

PENDAHULUAN
Reaksi kimia di alam dan di laboratorium kebanyakan berlangsung tidak dalam bentuk
senyawa murni melainkan dalam bentuk larutan. Pada percobaan ini, saudara akan mencoba
membuat larutan dari larutan yang pekat (dengan pengenceran) dan padatan murni. Larutan
yang anda buat harus bisa dinyatakan konsentrasinya dengan beberapa satuan yang berbeda.
Saudara juga akan menentukan konsentrasi suatu larutan yang belum diketahui melalui titrasi
dengan larutan baku yang sudah diketahui konsentrasinya.

Larutan ideal akan terjadi bila gaya antar molekul antara molekul sejenis maupun bukan
sejenis kurang lebih sama kuat. Bila gaya antar molekul yang tidak sejenis lebih besar dari
gaya antar molekul sejenis maka terbentuk larutan non ideal dan proses pelarutan bersifat
eksoterm ( H<0), dan bila sebaliknya maka bersifat endoterm ( H>0). Hal ini menunjukkan
pada pembuatan larutan, sering kali melibatkan kalor, baik diserap atau dilepas. Pada
percobaan ini pula, saudara akan mengamati kalor yang terlibat dalam proses pelarutan, yaitu
dilepas atau diserap.

SATUAN KONSENTRASI LARUTAN


Larutan adalah campuran homogen antara zat terlarut dan pelarut. Pelarut yang umum
digunakan adalah air. Banyaknya zat terlarut dan pelarut dalma suatu larutan biasanya
dikenal istilah konsentrasi. Konsentrasi larutan dapat dinyatakan dengan beberapa cara
seperti: persen bobot (b/b), persen volume (v/v), persen bobot/volume (b/v), molaritas,
molalitas, ppm, fraksi mol dan lain-lain. Persen berat (b/b) menyatakan banyaknya gram zat
terlalu dalam 100 gram larutan. Persen volume (v/v) menyatakan mol zat terlarut dalam 100
ml larutan. Persen (b/v) menyatakan gram zat terlarut dalam 100 ml larutan. Molaritas
menyatakan mol zat terlarut dalam 1 liter larutan, sedangkan molalitas menyatakan
banyaknya mol zat terlarut dalam 1 kg pelarut. Part per million (ppm) menyatakan mg zat
terlarut dalam 1 kg atau 1 liter larutan. Fraksi mol menyatakan mol zat terlarut per mol total.

Untuk pembuatan larutan dengan konsentrasi tertentu harus diperhatikan:


1. Apabila dari padatan, pahami terlebih dahulu satuan yang diinginkan. Berapa volume
atau massa larutan yang akan dibuat

Contoh : Berapa gram NaOH (Mr = 40 g/mol) yang harus ditimbang untuk membuat 2 liter
larutan NaOH 0,1 M. NaOH 0,1 M artinya 0,1 mol NaOH terlarut dalam 1 liter larutan,
sehingga untuk membuat 2 liter dibutuhkan NaOH sebanyak = (2 liter/1 Liter) x 0,1 mol =
0,2 mol NaOH yang setara dengan 0,2 mol x (40 g/L mol) = 8 gram.

28
2. Apabila dari larutan yang lebih pekat, sesuaikan satuan konsentrasi larutan yang diketahui
dengan satuan yang diinginkan. Jumlah zat terlarut dan setelah pengenceran adalah sama,
memenuhi persamaan:

𝑉1 𝑀1 = 𝑉2 𝑀2
Keterangan:
V1 = volume atau massa larutan sebelum diencerkan
M1 = konsentrasi larutan sebelum diencerkan.
V2 = volume atau massa larutan setelah diencerkan
M2 = konsentrasi larutan sebelum diencerkan

Contoh :
Buatlah larutan H2SO4 0,1 M sebanyak 500 mL dari larutan H2SO4 96%, densitas ρ = 1,8 g/ml.

Jawab :
Molaritas H2SO4 = (96 g H2SO4/100 g larutan) x (1,8 g larutan/1 ml larutan) x (1 mol/98 g) x
(1000 ml/1 liter) = 17,6 M
V1 = x ml M1 = 17,6 M

V2 = 500 ml M2 = 0,1 M
V1 = (V2 x M2)M1 = (500ml x 0,1 M)/17,6 M = 2,8 ml
Jadi, 2,8 ml H2SO4 96% diencerkan dengan air sampai 500 ml dalam labu takar 500 ml.

Cara penentuan sifat pelarutan suatu senyawa dapat diketahui dari perubahan suhu air
sebelum dan setelah pelarutan. Bila suhunya naik, maka pelarutan tersebut bersifat eksoterm
(melepas panas) sedangkan bila suhunya turun, maka pelarutannya bersifat endoterm
(menerima panas).

SIFAT PELARUTAN
Cara menentukan sifat pelarutan suatu senyawa dapat diketahui dari perubahan suhu air
sebelum dan setelah pelarutan. Bila suhunya naik, maka pelarutan tersebut bersifat eksoterm
(melepas panas) sedangkan bila suhunya turun, maka pelarutannya bersifat endoterm
(menerima panas)

KEMAMPUAN AKHIR YANG DIHARAPKAN


Sesudah melakukan percobaan ini, praktikan dapat (1) terampil membuat larutan dari
padatan dan dari larutan yang pekat; (2) terampil menentukan konsentrasi larutan dengan
beberapa satuan yang berbeda; (3) terampil menggunakan alat kaca khususnya pipet; (4)
terampil menimbang massa menggunakan neraca; dan (5) terampil menentukan sifat
pelarutan suatu senyawa

29
PROSEDUR PERCOBAAN
A. Pembuatan larutan Urea
1. Siapkan 20 mL akuades hangat dan diukur suhunya, kemudian masukkan sekitar 3 g.
urea (massa tidak harus tepat) ke dalamnya dan ukur suhunya kembali.
2. Pindahkan larutan tersebut ke dalam labu takar 50 mL dengan bantuan corong. Bilas
gelas piala dengan sedikit akuades dan masukkan juga cairannya.
3. Encerkan dan tepatkan sampai tanda tera, kocok supaya homogen.
4. Tentukan konsentrasi urea yang dibuat dalam satuan molaritas dan %(b/v).

B. Pembuatan larutan KCl dari KCl 1 M


1. Siapkan labu takar 50 mL kosong.
2. Pipet larutan KCl (tepat 10 mL) dan masukkan ke dalam labu takar.
3. Tepatkan labu takar dengan akuades sampai 50 mL, lalu kocok agar homogen.
4. Tentukan konsentrasinya dalam molaritas (M).

30
MATERI 4
IKATAN KIMIA: IONIK DAN KOVALEN

PENDAHULUAN
Ikatan kimia adalah gaya yang memegangi atom atau ion untuk membentuk molekul atau
kristal. Jenis ikatan dalam molekul akan menentukan gaya antarmolekul. Jenis ikatan kimia
yang dipelajari dalam percobaan ini adalah ikatan ionik dan kovalen. Pada percobaan ini
saudara akan bekerja dengan bermacam-macam senyawa ionik dan kovalen. Selain itu
saudara akan menentukan sifat-sifat untuk membedakan kedua senyawa tersebut.

LATAR BELAKANG
Bidang Kimia dibagi dalam dua kelompok utama, yaitu kimia organik dan kimia anorganik.
Kimia anorganik memiliki cakupan yang lebih luas dibandingkan dengan kimia organik karena
kimia organik hanya mencakup senyawa yang mengandung karbon. Namun, kimia organik
diperluas dengan membahas juga senyawa yang mengandung atom N, O, dan P.

Ikatan yang terbentuk dalam senyawa organik sebagian besar, bahkan seluruhnya,
merupakan ikatan kovalen, seperti H2O, CH4, NH3. Sementara ikatan yang terbentuk dalam
senyawa anorganik lebih beragam. Disebabkan oleh cakupan kimia anorganik yang
membahas atom-atom selain karbon, ikatan dalam senyawa-senyawanya dapat berupa
ikatan logam, ikatan ionik, dan juga ikatan kovalen. Ikatan logam terbentuk dari atom-atom
logam, ikatan ionik dalam senyawa anorganik dapat dijumpai dalam senyawa MgSO4, NaCl,
KI, dll. Sementara ikatan kovalennya dapat dijumpai pada BF3, BeCl2, SF4, XeF4.

Ikatan ionik merupakan ikatan yang terbentuk dari unsur logam dan nonlogam dengan
prinsip serah terima elektron. Ikatan kovalen merupakan ikatan yang umumnya terbentuk
dari unsur nonlogam dan nonlogam dengan prinsip pemakaian bersama elektron.
Perbedaan prinsip pembentukan kedua ikatan tersebut menyebabkan perbedaan sifat fisik
senyawa-senyawa dengan ikatan-ikatan tersebut.

Perbedaan sifat fisik yang paling menonjol di antara senyawa ionik dan kovalen adalah titik
leleh, titik didih, kelarutan, dan daya hantar (Tabel 1). Perbedaan tersebut disebabkan oleh
kekuatan ikatan yang terbentuk. Senyawa ionik memiki kekuatan jauh lebih kuat
dibandingkan dengan senyawa kovalen.

31
Tabel 1 Perbedaan sifat senyawa ionik dan senyawa kovalen
Senyawa Ionik Senyawa Kovalen
Umumnya memiliki titik leleh tinggi Umumnya memiliki titik leleh rendah
(350 –1000 °C) (< 350 °C)
Semua padatan pada suhu kamar Dapat berupa padatan, cairan, gas
Konduktor yang baik dalam bentuk larutan Konduktor yang lemah dalam bentuk
cairan/larutan, bahkan sebagian tidak
dapat menghantarkan listrik
Hampir tidak terbakar Umumnya terbakar
Sedikit yang berbau Kebanyakan berbau

Titik leleh suatu senyawa juga dipengaruhi oleh berbagai faktor lainnya, antara lain massa
molekul, panjang ikatan dan keelektronegatifan atom-atom penyusunnya, dan bentuk
senyawa tersebut. Perbedaan keelektronegatifan atom-atom dalam senyawa kovalen
menyebabkan adanya perbedaan kepolaran. Hal ini yang membuat interaksi antar molekul
beragam. Interaksi antarsenyawa kovalen ada 3 jenis, yaitu ikatan hidrogen, interaksi
dwikutub-dwikutub, dan gaya London. Ikatan hidrogen merupakan ikatan yang terbentuk
saat atom H berada di antara 2 atom yang memiliki keelektronegatifan tinggi (N, O, F).
Ikatan hidrogen dapat terbentuk pada senyawa kovalen yang memiliki atom H yang terikat
langsung pada ketiga atom tersebut, seperti H2O, NH3, HF (Gambar 7). Interaksi dwikutub-
dwikutub terjadi pada senyawa kovalen polar, seperti HCl. Sementara gaya London
merupakan interaksi yang terjadi pada senyawa nonpolar, seperti CH4, PF5, dan BF3. Kedua
interaksi tersebut termasuk ke dalam gaya Van der Waals.

Gambar 7 Ikatan hidrogen dalam molekul air

Kemampuan senyawa ionik dalam menghantarkan listrik jika dalam bentuk larutan
disebabkan oleh prinsip pelarutan yang terjadi. Senyawa ionik ketika dilarutkan dalam suatu
pelarut akan terpisah antarion-ionnya. Ion-ion tersebut masing-masing dikelilingi oleh
molekul pelarut dengan sisi yang sesuai. Proses pelarutan ini biasanya disebut solvasi.
Khusus untuk pelarutan dalam air, prosesnya disebut hidrasi (Gambar 8).

Gambar 8 Proses hidrasi senyawa ionik

32
KEMAMPUAN AKHIR YANG DIHARAPKAN
Sesudah melakukan percobaan ini, Praktikan: (1) Terampil membedakan senyawa ionik
dengan senyawa kovalen dan (2) Mampu menjelaskan kaitan jenis ikatan dan struktur
molekul terhadap sifat senyawa.

PROSEDUR PERCOBAAN
I. Perbandingan titik leleh
1. Senyawa Ionik
Titik leleh senyawa ionik tidak dapat ditentukan dengan alat-alat laboratorium
sederhana. Hal ini disebabkan oleh tingginya titik lelehnya. Oleh karena itu, Anda
hanya diminta membandingkan titik leleh senyawa ionik dengan kovalen. Berikut
diberikan data titik leleh beberapa senyawa ionik, yaitu KCl = 770 °C, CaCl2= 772 °C,
dan MgSO4 = 1124 °C.
2. Senyawa Kovalen
Selain membedakan dari senyawa kovalen, percobaan titik leleh ini juga dapat
digunakan untuk menentukan kemurnian dari suatu sampel padatan. Suatu sampel
yang murni akan memiliki kisaran titik leleh yang sempit (kurang dari 2 °C). Kisaran
titik leleh merupakan perbedaan suhu ketika sampel baru meleleh sampai meleleh
sempurna. Oleh karena itu, pengemasan sampel dalam pipa kapiler dan laju
pemanasan menjadi sangat penting agar diperoleh data yang akurat.
Untuk percobaan titik leleh kali ini, sampel yang digunakan ialah urea ((NH2)2CO) dan sukrosa
(C12H22O11). Metode sederhana dengan menggunakan radas Thiele dalam penentuan titik
leleh adalah sebagai berikut:
i. Siapkan sampel yang akan ditentukan titik lelehnya dengan menghaluskan seujung
sudip sampel dengan bantuan sudip dan kertas yang bersih. Kertas juga membantu
mengeringkan sampel.
ii. Serbuk halus sampel yang kering dari tahap sebelumnya dimasukkan ke dalam pipa
kapiler dengan cara menekan bagian ujung terbuka dari pipa kapiler pada sampel.
iii. Balikkan pipa kapiler dan ketuk-ketukan minimal 10 kali agar serbuk sampel bergerak
ke dasar pipa kapiler dan terkemas rapat. Anda hanya memerlukan sampel setinggi
2 mm dalam pipa kapiler. Penggunaan sampel yang melebihi 2 mm akan
menyebabkan kisaran titik leleh melebar sehingga tidak memberikan data yang
akurat dalam penentuan kemurnian sampel.
iv. Ikat pipa kapiler pada termometer dengan benang (lihat Gambar 3) dan sejajarkan
ujung kapiler yang berisi sampel dengan ujung termometer sehingga pembacaan
suhu lebih akurat.
v. Siapkan gliserin dalam alat Thiele. Perkirakan tinggi gliserin agar nantinya pipa kapiler
tidak tenggelam. Posisikan pipa kapiler dan ujung termometer berada di pertigaan
tabung Thiele (lihat Gambar 9).
vi. Panaskan penangas gliserin sedemikian rupa agar kenaikan suhunya 5 °C per menit.
Amati sampel dari dekat. Catatlah kisaran suhu saat sampel mulai meleleh hingga

33
meleleh seluruhnya. Anda perlu mengulangi pengamatan titik leleh jika suhu
penangas Tiele naik terlalu cepat untuk mendapatkan pembacaan yang teliti. Selain
itu, laju pemanasan yang terlalu cepat juga akan memperlebar kisaran titik leleh.
Bandingkan kisaran titik leleh sampel yang Anda amati dengan titik leleh yang
tercantum pada buku acuan. Titik leleh urea = 132 °C, dan sukrosa = 186 °C.
vii. Setelah selesai, dinginkan gliserin dan kembalikan ke botolnya. Jangan membuang
gliserin.

Gambar 9 Pemanasan dengan tabung Tiele

II. Wujud
Amati wujud dari urea, sukrosa, alkohol, KCl, CaCl2, dan MgSO4.
III. Perbandingan kelarutan
Isi 6 buah tabung reaksi dengan 1 mL air. Selanjutnya, masukkan sedikit senyawa urea,
sukrosa, alkohol, KCl, CaCl2, dan MgSO4 (kira-kira seujung sudip kecil) ke dalam masing-
masing tabung reaksi. Amati dan catat kelarutan tiap senyawa tersebut di dalam air.
Lakukan hal yang sama untuk pelarut CCl4.
IV. Daya hantar
Siapkan 6 buah gelas piala 100 mL dan masukkan masing- masing ke dalamnya 80 mL
air. Tambahkan sampel senyawa urea, sukrosa, alkohol, KCl, CaCl2, dan MgSO4 dalam
masing-masing gelas piala (kira-kira 2 sudip atau 1 mL). Selanjutnya, masukkan
elektrode karbon yang telah dihubungkan dengan arus listrik dan lampu. Amati
perubahan yang terjadi.
V. Kemudahan terbakar
Letakkan beberapa tetes atau padatan urea, sukrosa, alkohol, KCl, CaCl2, dan MgSO4
pada sudip, kemudian bakar dengan api. Jika api semakin besar artinya sampel tersebut
terbakar.
VI. Uji bau
Identifikasi bau dari senyawa urea, sukrosa, alkohol, KCl, CaCl2, dan MgSO4.

34
MATERI 5
KINETIKA KIMIA

PENDAHULUAN
Kinetika kimia merupakan bagian dari ilmu kimia yang membahas hubungan antara perubahan
kimia dan waktu. Hubungan tersebut dapat diamati dengan menentukan laju reaksi. Laju reaksi
adalah laju hilangnya suatu pereaksi atau bertambahnya produk dalam satu satuan waktu. Laju
reaksi bergantung pada beberapa faktor, antara lain konsentrasi, suhu, jenis zat, tekanan,
katalis, luas permukaan, dan beberapa pada cahaya. Dalam percobaan ini, Anda akan
mengamati pengaruh konsentrasi, suhu, dan katalis terhadap beberapa reaksi.

1. Konsentrasi sebagai faktor yang mempengaruhi laju reaksi


Jika natrium tiosulfat dicampur dengan asam kuat encer maka akan timbul endapan halus
berwarna putih.

Na2S2O3 (aq) + 2H+ (aq) → 2Na+ (aq) + H2S2O3 (aq) (cepat)


H2S2O3 (aq) → H2SO3 (aq) + S (s) (lambat)

Reaksi ini terdiri atas dua buah reaksi yang konsekutif (sambung- menyambung). Dalam reaksi
demikian, reaksi yang berlangsung paling lambat menentukan laju reaksi keseluruhan.

2. Suhu sebagai faktor yang mempengaruhi laju reaksi


Peningkatan suhu akan mengakibatkan peningkatan energi kinetik molekul yang pada
akhirnya akan meningkatkan laju reaksi.

3. Katalis sebagai faktor yang mempengaruhi laju reaksi


Reaksi antara asam oksalat dan kalium permanganat dapat dipercepat dengan penambahan
ion Mn2+ yang bertindak sebagai katalis.

2KMnO4 (aq) + 5(COOH)2 (aq) + 6H+ (aq) → 2K+ (aq) + 2Mn2+ (aq) + 8H2O (aq) + 10CO2 (aq)

Katalis adalah zat yang dapat menurunkan energi aktivasi suatu reaksi dengan ikut terlibat
dalam reaksi dan terbentuk kembali seperti keadaan awal. Dalam reaksi tersebut sebenarnya
juga dihasilkan ion Mn2+ sebagai produk. Ion atau molekul yang dihasilkan di dalam suatu
reaksi dan dapat mempercepat laju reaksi disebut dengan autokatalis.

SASARAN BELAJAR
Praktikan mampu menjelaskan pengaruh konsentrasi, suhu, dan katalis terhadap laju reaksi,
serta terampil mengidentifikasi perubahan yang terjadi dalam campuran sebagai bukti adanya
reaksi.
35
PROSEDUR PERCOBAAN
I. Pengaruh konsentrasi terhadap laju reaksi
1. Pengaruh konsentrasi HCl
(Awal penghitungan waktu adalah ketika larutan yang bercampur tepat saling bersentuhan,
bukan ketika endapan mulai terbentuk)

Tabung reaksi ke-


Pereaksi
1 2 3 4 5 6
Na2S2O3 0,10 N (mL) 5 5 5 - - -
HCl 1,00 N (mL) - - - 5 - -
HCl 0,10 N (mL) - - - - 5 -
HCl 0,01 N (mL) - - - - - 5

a. Siapkan 6 tabung reaksi dan masukkan pereaksi dengan volume seperti yang tertera
pada tabel di atas.
b. Tuangkan larutan pada tabung ke-6 ke dalam tabung ke-1, lalu kocok campuran tersebut.
c. Amati perubahan yang terjadi dan catat waktu yang dibutuhkan dari awal pencampuran
hingga kekeruhan mulai terjadi. Gunakan latar berwarna hitam untuk mengindentifikasi
mulai terjadi kekeruhan.
d. Lakukan hal yang sama dengan mencampurkan tabung ke-5 dengan ke-2 dan tabung ke-
4 dengan tabung ke-3.

2. Pengaruh konsentrasi natrium tiosulfat (Na2S2O3)


(Awal penghitungan waktu adalah ketika larutan yang bercampur tepat saling bersentuhan,
bukan ketika endapan mulai terbentuk)

Tabung reaksi ke-


Pereaksi
1 2 3 4 5 6
HCl 0,10 N (mL) 5 5 5 - - -
Na2S2O3 1,00 N (mL) - - - 5 - -
Na2S2O3 0,10 N (mL) - - - - 5 -
Na2S2O3 0,01 N (mL) - - - - - 5

Kerjakan seperti yang dilakukan pada percobaan I.1

II. Pengaruh suhu terhadap laju reaksi


1. Pengaruh suhu terhadap reaksi HCl + Na2S2O3
(Awal penghitungan waktu adalah ketika larutan yang bercampur tepat saling bersentuhan,
bukan ketika endapan mulai terbentuk)

36
Tabung reaksi ke-
Pereaksi
1 2 3 4 5 6
HCl 0,10 N (mL) 5 5 5 - - -
Na2S2O3 0,10 N (mL) - - - 5 5 5
Suhu (℃) 70 50 Ruang Ruang 50 70

Kerjakanlah seperti yang dilakukan pada percobaan I.1. Perhatikan bahwa pengondisian
suhu 50 dan 70 °C dilakukan dengan merendam tabung reaksi selama 5−10 menit dalam
penangas air bersuhu tersebut sebelum pencampuran.

2. Pengaruh suhu terhadap reaksi (COOH)2 + KMnO4 dalam suasana asam


(Awal penghitungan waktu adalah ketika larutan yang bercampur tepat saling bersentuhan,
bukan ketika endapan mulai terbentuk)

Tabung reaksi ke-


Pereaksi
1 2 3 4 5 6
HCl 0,10 N (mL) 5 5 5 - - -
Na2S2O3 0,10 N (mL) - - - 5 5 5
Suhu (℃) 70 50 Ruang Ruang 50 70

a. Siapkan 6 tabung reaksi dan masukkan pereaksi dengan volume seperti yang tertera
pada tabel di atas.
b. Kondisikan suhu 50 dan 70 ℃ dengan merendam tabung reaksi selama 5−10 menit
dalam penangas air bersuhu tersebut sebelum pencampuran.
c. Campurkan isi tabung 1 dengan 6, 2 dengan 5, dan 3 dengan 4.
d. Teteskan KMnO4 sebanyak 3 tetes ke dalam masing-masing campuran dan mulailah
menghitung waktunya.
e. Catat waktu yang dibutuhkan mulai dari penetesan KMnO4 hingga larutan menjadi tidak
berwarna (bandingkan dengan akuades dan gunakan latar berwarna hitam untuk
melihat hilangnya warna dan menghentikan perhitungan waktu).

III. Pengaruh katalis terhadap laju reaksi


Adanya katalis dari luar dan autokatalis

Tabung reaksi ke- ke-


Pereaksi
1 2 3 4
(COOH)2 0.1 N (mL) 3 3 3 3
H2SO4 1.0 N (mL) 1 1 1 1
MnSO4 1.0 N (mL) 2 0.5 - -
Air (mL) - 1.5 - 2

37
a. Masukkan pereaksi dengan volume seperti yang tertera pada tabel di atas.
b. Kocok campuran pada setiap tabung reaksi.
c. Teteskan KMnO4 sebanyak 3 tetes ke dalam masing-masing campuran dan mulailah
menghitung waktunya.
d. Catat waktu yang dibutuhkan mulai dari penetesan KMnO4 hingga larutan menjadi tidak
berwarna. (bandingkan dengan akuades dan gunakan latar berwarna hitam untuk
melihat hilangnya warna dan menghentikan perhitungan waktu).

38
MATERI 6
POLIMER
PENDAHULUAN
Dewasa ini polimer telah banyak digunakan dalam semua aspek kehidupan. Dalam
industri, pertanian, rumah tangga tidak terlepas dari penggunaan polimer. Polimer menurut
asalnya dibagi menjadi 2 jenis, yaitu polimer alami dan sintetik. Kedua jenis polimer ini memiliki
sifat yang berbeda. Polimer alam pada umumnya lebih mudah terurai dibandingkan dengan
polimer sintetik.

Kemampuan Akhir yang Diharapkan


Setelah melakukan percobaan ini, Praktikan: (1) mempelajari pengaruh struktur terhadap
sifat polimer; (2) terampil menguji secara sederhana polimer alam

LATAR BELAKANG
Salah satu contoh polimer alam adalah karet alam. Karet alam merupakan polimer yang
tersusun atas monomer cis-isoprena melalui reaksi adisi. Sifat mekanik karet alam biasanya
diperbaiki dengan vulkanisasi, yaitu penambahan ikatan taut silang dengan atom-atom sulfur.
Adanya ikatan silang pada karet, menyebabkan struktur karet menjadi 3 dimensi dengan
ruang-ruang kosong. Ruang-ruang kosong ini dapat ditempati oleh molekul-molekul yang
lebih kecil. Hal inilah yang menyebabkan karet ketika dimasukkan ke dalam minyak tanah akan
mengembang. Pada percobaan ini digunakan karet ban, yang merupakan gabungan karet
alam (polimer alam) dan karet sintetik (polimer sintetik).
Polimer alam lain yang mudah untuk dikarakterisasi adalah protein. Protein merupakan
polimer dengan monomer asam amino dengan ikatan peptida sebagai penghubung
antarmonomer. Protein dapat dengan mudah mengalami denaturasi baik oleh pH, suhu, dan
logam berat. Ketika dilarutkan dalam air, ia membentuk larutan kental dan transparan karena
interaksi ionik molekul.
Natrium poliakrilat memiliki banyak sifat mekanik yang menguntungkan. Beberapa
keunggulan tersebut antara lain stabilitas mekanik yang baik, ketahanan panas yang tinggi, dan
hidrasi yang kuat. Pada percobaan ini kita akan melihat kemampuan daya serap popok bayi
berbahan natrium poliakrilat.

PROSEDUR PERCOBAAN
I. Karet Ban
1. Ambil 3 potong karet ban, ukur panjang, lebar, dan tebal serta timbang bobotnya.
(beri label dan jangan tertukar).
2. Siapkan 50 mL minyak tanah ke dalam gelas piala 100 mL.
3. Masukkan 3 potongan karet tersebut ke dalam minyak tanah sampai terendam
semua.
4. Ambil 1 potong karet setiap 10 menit (sesuai urutan dan label di prosedur no. 1).

39
Tiriskan minyak tanah dengan kertas tissue agar tidak ada minyak tanah pada
permukaan luar karet tersebut.
5. Ukur kembali panjang, lebar, tebal dan timbanglah potongan karet yang diambil.
6. Lakukan hal yang sama untuk potongan karet lainnya.

II. Protein
1. Ambil larutan putih telur (albumin) yang tersedia sebanyak 2 mL dan masukkan ke
dalam tabung reaksi. Siapkan larutan ini untuk tiga tabung reaksi.
2. Tambahkan larutan asam kuat beberapa tetes di tabung pertama. Amati.
3. Panaskan di air mendidih untuk tabung kedua. Amati.
4. Tambahkan Larutan Cu2+/Fe3+ sebanyak 0.5 mL ke dalam tabung ketiga. Amati.

III. Natrium Poliakrilat


1. Siapkan 4 tabung reaksi yang masing-masing diisi sebanyak 0.3 gram bahan dasar isi
popok bayi
2. Pada tabung pertama tambahkan 5 mL akuades
3. Pada tabung kedua tambahkan 5 mL larutan FeCl3 1 M
4. Pada tabung ketiga tambahkan 5 mL larutan HCl 1 M
5. Pada tabung keempat tambahkan 5 mL larutan NaOH 1 M

Amati penggembungan bahan isi popok bayi dalam tiap tabung reaksi tersebut

40
MATERI 7
HUKUM GAS

PENDAHULUAN
Pada tahun 1780, ahli fisika Perancis, Jacques Charles menemukan hubungan antara
pengembangan gas dan kenaikan suhunya. Charles menemukan, untuk setiap kenaikan suhu 1
°C, suatu gas pada 0°C mengandung 1/273 dari volume awalnya, dan jika suhu diturunkan 1 °C,
gas tersebut menyusust 1/273 dari volume awalnya. Ia mendasarkan semua perhitungan
dalam kondisi tekanan gas yang tetap. Dalam percobaan ini, Anda akan membuktikan
hubungan yang ditemukan oleh Charles tersebut.

LATAR BELAKANG
Jika kita mengambil 1 Liter gas pada 0 °C dan mendinginkannya pada tekanan tetap sampai
suhu gas mencpai -273 °C, secara teoritis volumenya akan menyusust sampai 0 mL. (Catatan:
pernyataan ini adalah secara teoritis, karena semua zat yang diketahui, mencair sebelum suhu
ini dicapai).

Suhu -273 °C disebut nol mutlak. Suhu ini sebagai dasar skala suhu baru yang disebut skala
Kelvin, diberi nama setelah Lord Kelvin, ahli fisika yang mengusulkannya. Satu Kelvin
mempunyai interval suhu yang sama dengan derajat Celcius. Hubungan antara dua skala suhu
tersebut adalah: K = °C + 273.

Jika menggunakan skala Kelvin, kita dapat menyatakan hukum Charles sebagai berikut: volume
dari gas, akan berbanding langsung dengan suhu dalam Kelvin, pada tekanan tetap. Secara
matematika, hukum Charles dinyatakan sebagai:

𝑉𝑖 𝑇𝑖
=
𝑉𝑓 𝑇𝑓
Keterangan : T = suhu dalam Kelvin, V= volume gas, i dan f adalah awal dan akhir. Hukum
Charles memungkinkan untuk meramalkan jumlah gas yang berubah terhadap suhu tanpa
melakukan percobaan yang sebenarnya.
Contoh : Suatu gas memungkinkan volume 1000 mL pada 27 ° C. Tentukan volumenya jika suhu
dinaikkan menjadi 127 ° C. (Dianggap tekanan tetap).
Penyelesaian : Susunlah semua data tersebut dan ubahlah derajat Celcius menjadi Kelvin.
Vi = 1000 ml Vf = ?
Ti = Ti + 273 = 27 + 273 = 300 K
Tf = Tf + 273 = 127 + 273 = 400 K

41
𝑉𝑖 𝑇𝑖 𝑇𝑓
= → 𝑉𝑓 = 𝑉𝑖 𝑥
𝑉𝑓 𝑇𝑓 𝑇𝑖

V f = 1333 mL
Jadi anda dapat melihat bahwa kenaikan suhu gas menyebabkan volume gas bertambah.
Dalam percobaan yang akan dilakukan, anda dapat membuktikan hukum Charles. Anda dapat
memulai dengan menggunakan labu Erlenmeyer yang berisi udara dengan volume labu
Erlenmeyer. Anda akan memanaskan labu tersebut. Pemanasan akan menyebabkan udara
dalam tabung mengembang, tetapi karena dinding tabung tidak dapat mengembang, udara
tersebut terdorong keluar dari tabung. Anda dapat menghitung volume udara pada suhu yang
baru dan lebih tinggi tersebut, berdasarkan penjumlahan dari volume labu Erlenmeyer dan
volume udara yang keluar dari labu Erlenmeyer.

Sekarang, Anda dapat menggunakan hukum Charles untuk menghitung berapakah volume
akhir yang seharusnya menurut hukum ini, dan membandingkannya dengan hasil yang
diperoleh dalam percobaan.
Bagaimana kita dapat mengukur volume udara yang keluar dari labu Erlenmeyer? Anda dapat
mengerjakannya dengan memasang suatu pipa penghubung dari erlenmeyer ke dalam gelas
ukur yang berisi air. Udara yang keluar dari labu Erlenmeyer akan mengganti air dalam gelas
ukur. Volume udara yang terbaca pada gelas ukur (Vg) merupakan volume gas yang basah yang
berarti tidak hanya berasal dari volume udara yang keluar dari labu Erlenmeyer, melainkan
juga mengandung volume air uap air. Dengan demikian, anda dapat menentukan volume udara
yang mengembang tersebut dengan menghilangkan kesalahan awal yang disebabkan oleh uap
air berdasarkan data volume udara basah, tekanan barometer dan tekanan uap air.

Tekanan udara pada gelas ukur (Pm) merupakan selisih tekanan udara pada barometer
(P) dengan tekanan uap air (Pw). Pm = P - Pw. Tekanan uap air didapat dari table tekanan uap.
Sedangkan volume udara yang mengembang dalam gelas ukur (Vm) ditentukan dengan hukum
Boyle
𝑃𝑚
𝑉𝑚 = 𝑉𝑔 𝑥
𝑃

maka volume udara akhir (V) merupakan penjumlahan volume awal dalam labu Erlenmeyer
(Vi) dengan volume udara yang mengembang dalam gelas ukur (Vm).

KEMAMPUAN YANG DIHARAPKAN


Setelah menyelesaikan percobaan ini, praktikan diharapkan dapat (1) memasang alat
percobaan untuk membuktikan hukum Charles dan (2) menentukan volume akhir suatu gas
dengan volume awal, suhu awal, dan suhu akhir yang diketahui, dengan menggunakan rumus
dari hukum Charles.

42
PROSEDUR PERCOBAAN
1. Pasanglah alat seperti Gambar 10.

Gambar 10 Alat untuk percobaan hukum Charles

2. Isilah gelas ukur dengan air sampai penuh dan letakkan dalam keadaan terbalik di dalam
penangas air seperti pada gambar 12b.
3. Panaskan gelas piala dan isinya.
4. Setelah air dalam gelas piala dan dalam gelas ukur mencapai suhu 50 °C, pemanasan
dihentikan.
5. Ukur suhu udara dalam (Ti). Masukkan labu Erlenmeyer dengan cepat, bagian bawah ke
dalam gelas piala dan pipa gelas J ke dalam gelas ukur Gambar 12c.
6. Panas dari air akan memanaskan udara dalam tabung Erlenmeyer. Udara akan
mengembang dan mendorong air dalam gelas ukur.
7. Bila tidak ada lagi udara yang mendorong air dalam gelas ukur, berarti udara tidak
mengembang lagi. Suhu air sekarang sama dengan suhu udara dalam labu Erlenmeyer (Tf).
8. Untuk pengukuran volume udara dalam gelas ukur, tandai miniskus bawah gelas ukur dan
angkat gelas ukur dalam pipa J.
9. Ulangilah percobaan yang telah anda lakukan dengan melakukannya pada suhu yang tidak
tepat sama. Pindahkan kembali bagian air yang panas ke dalam gelas piala dan panaskan
kembali sampai suhu kira-kira 45 °C. Kemudian ulang percobaan anda, catatlah data yang
diperoleh pada table yang telah disediakan.
10. Volume udara awal dihitung sebagai berikut: elenmeyer di isi air sampai penuh, tempatkan
penyumbang karet (dengan termometer, tetapi tanpa piala gelas). Air akan tumpah. Ambil
penyumbang karet, dan volume air diukur (V).
11. Volume akhir sama dengan volume awal ditambah volume udara kering.
12. Catatlah semua data yang anda peroleh, sesuai tabel yang ada pada bagian laporan.

43
Tabel 2 Tekanan uap air (Pw) pada suhu 40-60 °C
Suhu °C 0.0 0.2 0.4 0.6 0.8
40 55.324 56.91 57.11 57.51 57.72
41 58.34 56.96 59.58 60.22 60.86
42 61.50 62.14 62.80 63.46 64.12
43 64.80 65.48 66.16 66.86 67.56
44 68.26 68.97 69.69 70.41 71.14
45 71.88 72.62 73.36 74.12 74.88
46 75.65 76.43 77.21 78.00 78.80
47 79.60 80.41 81.23 82.05 82.67
48 83.71 84.56 85.42 86.28 87.14
49 88.02 88.90 89.79 90.69 91.59
50 92.51 93.5 94.4 95.30 96.30
51 97.20 98.2 99.1 100.1 101.1
52 102.90 103.1 104.1 110.4 106.2
53 107.20 108.2 109.3 105.1 111.4
54 112.51 113.6 114.7 115.8 116.9
55 118.04 119.1 120.3 121.5 122.6
56 123.80 125.0 126.2 127.4 128.6
57 129.82 131.0 132.3 133.5 134.7
58 138.08 137.3 138.5 139.9 141.2
59 142.60 143.9 145.2 146.6 148.0
60 149.63 150.7 152.1 153.5 155.0
st
Sumber : Handbook of Chemistry and Physic 61 ed. CRC Press, 1981. (Satuan : mmHg)

44
MATERI 8
SUBLIMASI IODIN

PENDAHULUAN
Pada dasarnya, terdapat 3 wujud materi, yaitu padat, cair, dan gas. Perbedaan ketiga fase
tersebut disebabkan karena adanya perbedaan jenis ikatan dan interaksi yang dijalani molekul
tersebut. Perubahan wujud suatu molekul di antara 3 wujud tersebut juga dipengaruhi oleh
kekuatan ikatan dan interaksi tersebut.

LATAR BELAKANG
Seperti yang dijelaskan dalam materi percobaan ikatan kimia, ikatan kimia
memengaruhi wujud suatu senyawa. Begitu pun dengan interaksi antarmolekul yang
dijalaninya. Senyawa dalam wujud padatan biasanya memiliki ikatan dan interaksi yang lebih
kuat. Selain itu keteraturan penyusun-penyusunnya sangat tinggi dengan jarak yang
berdekatan. Namun, tidak semua keteraturan memengaruhi kekuatan suatu padatan.
Keteraturan yang lebih rendah dapat menyebabkan suatu padatan bersifat amorf atau rapuh.
Bagaimana pun, semua senyawa dalam bentuk padatan dapat mempertahankan bentuknya.
Tidak seperti padatan, cairan memiliki keteraturan yang jauh lebih rendah
dibandingkan dengan padatan dengan jarak antarpenyusunnya yang cukup berjauhan.
Namun, adanya gaya antarmolekul yang masih cukup kuat dalam cairan menyebabkan suatu
cairan masih lebih dapat mempertahankan volumenya dibandingkan dengan senyawa dalam
bentuk gas.
Adanya pengaruh suhu dan tekanan terhadap suatu senyawa akan mengakibatkan
perubahan gaya-gaya antarmolekul di dalamnya. Gaya antarmolekul yang melemah dan
menguat dapat menyebabkan suatu senyawa dapat berubah wujud (Gambar 11).

Gambar 11 Diagram fasa iodin (Yolcu & Gurses 2016)

45
KEMAMPUAN AKHIR YANG DIHARAPKAN
Setelah melakukan percobaan ini, Praktikan (1) mampu menjelaskan teori gerak molekul
untuk menjelaskan gejala umum yang terjadi dalam wujud padat; serta (2) mampu
menghubungkan energi dengan perubahan fase yang terjadi.

PROSEDUR PERCOBAAN
Sublimasi
Timbang massa dari iodin sebesar biji kacang hijau dan tempatkan kistal iodin tersebut ke
dalam labu Erlenmeyer, lalu tutup dan letakkan di atas kasa dan kaki tiga. Panaskanlah labu
Erlenmeyer. Perhatikan perubahan yang terjadi. Perhatikan juga dinding-dinding labu pada
saat pemanasan. Adakah kesetimbangan padat-gas. (Lakukanlah di dalam ruang asam dan
jangan buka tutupnya selama pemanasan). Hitunglah perkiraan energi yang diperlukan untuk
perubahan fase iodin tersebut. (entalpi penyubliman iodin = 62.40 kJ/mol).

46
MATERI 9
ASAM BASA

PENDAHULUAN
Sifat asam dan basa dari suatu senyawa dapat diamati dengan menggunakan instrumen
atau pun dengan memanfaatkan perubahan warna senyawa yang mampu merespon
perubahan tingkat keasaman lingkungannya. Senyawa yang mampu merespon perubahan
keasaman lingkungan disebut indikator asam basa. Senyawa indikator asam basa dapat
berupa senyawa-senyawa organik atau senyawa bahan alam.
Pada percobaan ini Anda akan bekerja dengan indikator asam-basa. Setiap indikator
berubah warna pada kisaran pH yang kecil. Anda akan mendapatkan tugas untuk menentukan
kisaran pH dari perubahan warna yang terjadi untuk beberapa jenis indikator. Anda juga akan
mengamati hubungan antara perubahan warna indikator dan kesetimbangan asam-basa.
Lebih lanjut, Anda akan menguji kemampuan suatu bahan alam untuk dijadikan sebagai
indikator asam-basa.
Pada bagian lain, Anda akan menentukan pH suatu larutan asam lemah, garam basa,
dan campuran keduanya yang berfungsi sebagai campuran penahan (bufer) (pembuatan
larutan bufer akan dipraktikumkan pada percobaan lain). Selain itu, Anda akan mencoba
menentukan konsentrasi suatu larutan asam melalui titrasi.

LATAR BELAKANG
1. pH Meter
Seperti yang telah diketahui bahwa pH merupakan nilai ukuran keasaman suatu
larutan (tetapi bukan ukuran kekuatan asam atau basa). Nilai pH di bawah 7 menunjukkan
bahwa suatu larutan bersifat asam sedangkan jika lebih besar dari 7 menunjukkan basa. pH
suatu larutan secara sederhana dapat dilakukan dengan menggunakan indikator asam-basa.
Namun dengan berkembangnya teknologi, pengukuran pH kini dapat dilakukan dengan
praktis dan tepat menggunakan pH meter. pH meter adalah suatu sel elektrokimia, dengan
sumber daya dapat memanfaatkan batu baterai (Gambar 12). Reaksi kimia yang terjadi
melibatkan ion H3O+. Tegangan sel atau potensial sel bergantung pada konsentrasi ion-ion
tersebut. Potensial terukur pada pH meter dihitung dengan satuan pH sebagai pengganti
satuan volt. Hubungan potensial sel dengan pH adalah sebagai berikut:

2,303 × 𝑅 × 𝑇 × 𝑝𝐻
𝐸𝑠𝑒𝑙 = 𝐸 0 𝑠𝑒𝑙 +
𝐹

Terdapat dua buah elektrode pada pH meter, yaitu elektrode pembanding perak/perak
klorida (Ag/AgCl) atau kalomel jenuh (SCE) dan elektrode indikator (elektrode kaca). Elektrode
pembanding akan menunjukkan potensial yang sama di setiap keadaan. Hal ini disebabkan
47
oleh adanya larutan KCl jenuh yang selalu menjaga konsentrasi Cl− selalu konstan di elektrode
pembanding. Elektrode indikator akan menunjukkan perubahan potensial bila keadaan
keasamaan (konsentrasi ion H+) berubah dalam larutan.

Gambar 12 Contoh pH meter digital dengan elektrode kombinasi dan termometer.

II. Indikator
Indikator asam-basa adalah zat yang berubah warna jika pH lingkungan berubah.
Indikator asam-basa merupakan asam atau basa lemah. Kegunaan dari suatu indikator
tergantung pada kenyataan bahwa indikator dalam bentuk asam (Hind) mempunyai warna
yang berbeda saat dalam bentuk basa konjugasinya (Ind−). Sebagai contoh indikator
fenolftalein (PP) memiliki warna Hind tidak berwarna dan warna Ind − merah muda. Hal itu
berarti bahwa fenolftalein di dalam suasana asam tidak berwarna dan dalam suasana basa
berwarna merah muda.
Konsentrasi Hind atau Ind− berhubungan dengan kesetimbangan yang melibatkan Hind
dan Ind− serta tergantung pada:
a. Keasaman atau kebasaan
Dalam larutan asam kesetimbangan indikator adalah

Ind− + H3O+ ⇌ Hind + H2O


Warna 1 Warna 2

Letak kesetimbangan dapat digeser ke arah kanan dengan penambahan asam. Jika basa
ditambahkan, konsentrasi akan berkurang dan kesetimbangan bergeser ke arah kiri. Ini
akan menyebabkan bertambahnya konsentrasi dan warna Ind−.

b. Kekuatan relatif dari asam Hind dan basa konjugasi Ind−


Warna larutan pada setiap nilai pH tergantung pada kekuatan relatif Hind sebagai asam
dan Ind− sebagai basa. Jika Hind merupakan asam yang relatif kuat, warna larutan akan

48
menjadi warna dari basa lemah Ind- sampai larutan menjadi agak asam dan sebaliknya.

Ind− + H3O+ ⇌ Hind + H2O


Warna 1 Warna 2

Jika Hind merupakan asam kuat, kesetimbangan akan bergeser ke kiri hingga H3O+ cukup
tinggi untuk menggeser kesetimbangan ke kanan. Selama konsentrasi Ind − lebih besar
dibandingkan dengan Hind maka larutan akan menjadi warna Ind −, begitu pula sebaliknya.
Jika alasan di atas dimengerti, dengan mudah pula dapat dipahami bagaimana suatu
indikator berubah warna pada nilai pH tertentu atau kisaran pH yang kecil. Hal ini
merupakan pH saat konsentrasi H3O+ atau OH− cukup tinggi untuk menggeser
kesetimbangan dari kiri ke kanan atau sebaliknya. Beberapa jenis indikator organik dapat
dilihat di Tabel 3.

Tabel 3 Daftar indikator, trayek pH, dan perubahan warnanya.


Warna asam Warna basa
Indikator Trayek pH Δ warna
(pada pH) (pada pH)

Malasit Hijau 0,2 – 1,8 Kuning→Hijau Kuning (<0,2) Hijau (>1,8)

Jingga Metil 3,2 – 4,4 Merah→Kuning Merah (<3,2) Kuning (>4,4)

Bromokresol Hijau 3,8 – 5,4 Kuning→Biru Kuning (<3,8) Biru (>5,4)

Metil Merah 4,8 – 6,0 Merah→Kuning Merah (<4,8) Kuning (>6,0)

Bromotimol Biru 6,0 – 7,6 Kuning→Biru Kuning (<6,0) Biru (>7,6)

Kresol Merah 7,0 – 8,8 Kuning→Merah Kuning (<7,0) Merah (>8,8)

Fenolftalein 8,2 – 10 Tak berwarna→Merah Tak berwarna (<8,2) Merah (>10)

Timolftalein 9,4 – 10,6 Tak berwarna→Biru Tak berwarna (<9,4) Biru (>10,6)

Alizarin Kuning 10,1–12,0 Kuning→Merah Kuning (<10,1) Merah (>12,0)

III. Titrasi Asam-Basa


Titrasi merupakan proses mereaksikan senyawa dalam titrat (dalam erlenmeyer) dengan
titran (dalam buret) secara perlahan-lahan. Titrasi dapat dilakukan dengan menggunakan
berbagai jenis senyawa yang berbeda. Salah satu yang bisa dilalakukan adalah titrasi asam-
basa. Pada titrasi asam-basa penanda terjadinya titik akhir adalah dengan menggunakan
indikator asam-basa yang sesuai dengan senyawa asam atau basa yang sedang dititrasi. Titik
akhir adalah waktu saat mengakhiri proses titrasi ditandai dengan perubahan fisik/warna
indikator. Titik ekivalen titrasi adalah ketika jumlah mol titrat tepat menghabiskan dengan
jumlah mol titran. Anda harus memastikan bahwa mengakhiri titrasi ketika titik ekivalen tepat
sama atau sudah terlampaui oleh titik akhir (dari perubahan warna indikator).
49
KEMAMPUAN AKHIR YANG DIHARAPKAN
Setelah melakukan percobaan ini, Praktikan: (1) mampu menjelaskan prinsip deteksi
asam dan basa dengan indikator; (2) terampil dalam penggunaan pH meter; (3) terampil
dalam menentukan kisaran warna indikator; (4) mampu menjelaskan proses titrasi secara
sederhana.

PROSEDUR PERCOBAAN
I. Kalibrasi pH Meter
Hubungkan kabel pH meter ke stopkontak 220 V AC, nyalakan pH meter dengan menekan
tombol POWER ke arah ON dan biarkan selama 5 menit. Sebelum digunakan, pH meter
harus dikalibrasi terlebih dahulu dengan menggunakan larutan bufer standar yang telah
diketahui pH-nya secara pasti. Suhu bufer standar pun perlu disamakan dengan suhu
ruang atau larutan yang akan ditentukan pH-nya.
1. Siapkan larutan bufer standar pH 7.00 dan 4.01 (atau 10.02) masing-masing ke dalam
gelas piala 150 mL. Siapkan pula gelas piala besar untuk penampungan saat
pembilasan elektrode.
2. Bersihkan elektrode dengan cara menyemprotkannya menggunakan akuades hingga
bersih kemudian seka dengan lembut menggunakan kertas tisu. Hati-hati dalam
menyeka bagain ujung elektrode karena lapisan kacanya sangat tipis.
3. Celupkan elektrode beserta termometer ke dalam larutan bufer standar pH 7.00
kemudian siapkanlah larutan bufer yang berikutnya, yaitu 4.01 atau 10.02. Ikuti
petunjuk asisten.
4. Angkat elektrode dan termometer, bilas, dan keringkan dengan tisu. pH meter telah
siap digunakan untuk pengukuran.
PERHATIAN: JANGAN MEMBUANG LARUTAN BUFER STANDAR!! SETELAH SELESAI
DIGUNAKAN UNTUK KALIBRASI pH METER, KEMBALIKAN LARUTAN BUFER STANDAR
KE DALAM WADAHNYA

II. Indikator
1. Sebelum menentukan kisaran pH indikator, kita perlu memeriksa perubahan warna
indikator tersebut. Siapkan tiga buah tabung reaksi yang bersih. Masukkan larutan
HCl 0.1 M, akuades, dan NaOH 0.1 M ke dalam masing-masing tabung reaksi hingga
volume kira-kira seperlima tabung reaksi. Untuk keperluan ini Anda bisa menguji
beberapa indikator sesuai dengan arahan asisten/penanggung jawab.
2. Tambahkan ke dalam tiap tabung tersebut 2 tetes indikator dan catat perubahan
warnanya. Berdasarkan pengamatan Anda, dapat ditentukan letak perubahan warna
indikator apakah dalam keadaan asam atau basa.
3. Siapkan 2 gelas piala ukuran 100 mL atau 125 mL yang berisi 90 mL akuades. Lalu
tambahkan indikator yang sudah Anda periksa perubahan warnanya sebanyak 5−7
tetes ke dalam masing-masing gelas piala. Indikator yang digunakan sama jenisnya
50
dengan yang Anda gunakan pada poin 2.
4. Pada gelas pertama, tambahkanlah HCl tetes demi tetes sambil sesekali diaduk
sampai warna berubah sesuai dengan poin 1. Ukur pH larutan yang Anda dapatkan.
5. Pada gelas kedua, tambahkan NaOH tetes demi tetes sampai warna sesuai dengan
poin 2. Ukur pH larutan yang Anda dapatkan.
6. Ulangi tahap 1–5 untuk indikator lain dan catat perubahan warna beserta dengan
pH terukur.
7. Anda diminta memeriksa kemampuan bahan alam untuk menjadi indikator asam-
basa. Ambil sepotong bahan alam, kemudian geruslah dengan mortar sampai halus.
Selanjutnya, tuangkan 20 mL akuades ke dalam mortar tersebut dan aduk.
8. Ambil cairan berwarnanya dengan dekantasi atau penyaringan.
9. Tentukanlah perubahan warna dengan cara yang sama dengan tahap 1–5 (tanpa
mengukur pH).
10. Catat perubahan warna indikator alami yang Anda gunakan.

III. Titrasi Asam Basa


1. Pipet 10 ml larutan asam HCl 0.1 M ke dalam Erlenmeyer.
2. Masukkan larutan NaOH 0.1 M ke dalam buret, penuhi cerat buret, dan catat
meniskus awal.
3. Tambahkan indikator brom timol biru (BTB) 3 tetes ke dalam larutan HCl 0.1 M di
Erlenmeyer.
4. Catat warna awal indikator.
5. Titrasi dengan NaOH sampai warna berubah permanen.
6. Catat meniskus akhir dan amati perubahan warna yang terjadi!

51
MATERI 10
LARUTAN PENYANGGA (BUFER)

PENDAHULUAN
Sistem larutan penyangga (bufer) adalah suatu campuran asam lemah atau basa lemah
dan garamnya (berturut-turut basa konjugasinya atau asam konjugasinya), yang
memungkinkan larutan bufer untuk menahan perubahan nilai pH terhadap penambahan
konsentrasi ion H+ atau ion OH− dalam jumlah yang sedikit. Larutan bufer membantu menjaga
nilai pH yang hampir tetap (konstan) terhadap penambahan sejumlah kecil ion H + atau OH− ke
dalam larutan.
Contoh suatu larutan penyangga asam yang mengandung asam lemah asam asetat
(CH3COOH) dan basa konjugasinya (CH3COO−) akan memiliki suatu reaksi kesetimbangan:
CH3COOH (aq) ⇌ CH3COO− (aq) + H+ (aq)

Nilai konstanta disosiasi asam lemah (Ka) dapat dihitung dengan menggunakan persamaan
berikut:

Sehingga nilai pH dapat ditentukan:

Penataan ulang persamaan di atas menghasilkan Persamaan Henderson-Hasselbalch yang


menunjukkan hubungan antara larutan bufer dan pH sebagai berikut:
pH = pKa + log [basa konjugasi]/[asam lemah]
atau
pH = pKa + log [A−]/[HA]
Jika ingin menentukan disosiasi asam asetat, maka persamaan Henderson-Hasselbalch
menjadi:
pH = pKa + log [CH3COO−]/[CH3COOH]
52
Persamaan Henderson-Hasselbalch dapat digunakan untuk menentukan jika suatu
larutan berair dari pasangan asam-basa konjugasi berfungsi sebagai bufer. Jika konsentrasi
asam lemah sama dengan basa konjugasinya, maka rasio dari kedua komponen tersebut
bernilai 1. Pada kasus seperti ini, persamaan Henderson-Hasselbalch dapat disederhanakan
menjadi:
pH = pKa
karena nilai log 1 = 0

Ketika pH larutan sama dengan nilai pKa nya, maka bufer dikatakan memiliki
kapasitas bufer maksimum (best buffer). Suatu larutan berairan dari suatu pasangan asam-
basa konjugasi dikatakan sebagai good buffer ketika nisbah basa konjugasi terhadap asam
lemah berkisar dari 1:9 hingga 9:1. Substitusi nilai nisbah ini pada persamaan Henderson-
Hasselbalch, maka kita bisa menentukan bahwa suatu larutan penyangga dikatakan
sebagai bufer yang baik (good buffer) jika pH nya berada dalam kisaran 1 unit pH dari nilai
pKa asam lemah:
pH = pKa ± 1

karena log (1/9) adalah -0.999 dan log (9/1) adalah +0.999.

Contoh penggunaan persamaan Henderson-Hasselbalch untuk membuat larutan bufer


dengan konsentrasi dan pH tertentu:
Contoh 14.1:
Suatu sistem bufer dua komponen yang terdiri atas asam lemah dan basa konjugasinya
ditambahkan secara terpisah.
Bagaimanakah membuat 10 mL bufer fosfat 0.01 M pH 7.4 dari larutan stock KH2PO4
0.10M dan K2HPO4 0.25M?
pKa KH2PO4 = 7.20.

Untuk membuat 10 mL bufer dengan konsentrasi 0.01 M dan nilai pH 7.4, dari larutan stock
yang disediakan bisa mengikuti langkah-langkah berikut:

A− = basa konjugasi = K2HPO4


HA = asam lemah = KH2PO4

Langkah 1: Gunakan persamaan Henderson-Hasselbalch untuk menentukan nisbah [A−]


terhadap [HA]
pH = pKa + log [A−]/[HA]
7.40 = 7.20 + log [A−]/[HA]
0.2 = log [A−]/[HA]
[A−]/[HA] = 1.5849  [A−]/[HA] = 1.5849/1

Langkah 2: Hitung fraksi (bagian/keseluruhan) dari masing-masing komponen bufer


53
Fraksi A− = 1.5849/(1.5849 + 1) = 1.5849/2.5849 = 0.6131
Fraksi HA = 1/(1.5849 + 1) = 1/2.5849 = 0.3869

Langkah 3: Tentukan molaritas (M) masing-masing komponen dalam bufer dengan


mengalikan molaritas bufer yang ingin dibuat dengan fraksi masing-masing komponen

Molaritas bufer yang ingin dibuat = 0.01 M


MA- = 0.01 M ⨯ 0.6131 = 6.131 ⨯ 10-3 M
MHA = 0.01 M ⨯ 0.3869 = 3.869 ⨯ 10-3 M

Langkah 4: Hitung mol masing-masing komponen bufer


Volume larutan bufer yang akan dibuat = 10 mL = 0.01 L
Mol A− = MA− ⨯ V = 6.131 x 10-3 M ⨯ 0.01 L = 6.131 ⨯ 10-5 mol
Mol HA = MHA ⨯ V = 3.869 x 10-3 M ⨯ 0.01 L = 3.869 ⨯ 10-5 mol

Langkah 5: Hitung volume masing-masing larutan stock yang dibutuhkan untuk membuat
bufer
V larutan stock = mol/konsentrasi larutan stock
V A− = 6.131 ⨯ 10-5 mol/0.25 M = 2.4524 x 10-4 L = 245 μL
V HA = 3.869 ⨯ 10-5 mol/0.10 M = 3.869 x 10-4 L = 387 μL

Langkah 6: Buat dengan memipet masing-masing larutan stock yang telah dihitung ke
dalam labu takar 10 mL dan menepatkan volumenya menggunakan akuades

KEMAMPUAN AKHIR YANG DIHARAPKAN


Setelah melakukan percobaan ini, Praktikan: (1) mampu menjelaskan prinsip sistem
penyangga pada larutan bufer; (2) mengaplikasikan penggunaan persamaan Handerson-
Hasselbalch untuk membuat larutan bufer dengan konsentrasi dan pH tertentu dari larutan
stock yang disediakan; (3) terampil dalam penggunaan pH meter; (4) mampu menjelaskan
pengaruh pengenceran terhadap perubahan pH larutan bufer; dan (5) mampu menentukan
kapasitas bufer terhadap penambahan asam atau basa kuat.

PROSEDUR PERCOBAAN
I. Pembuatan Larutan Bufer Fosfat dari Padatan Amonium Dihidrogen Fosfat dan
Diamonium Hidrogen Fosfat
1. Timbang (NH4)H2PO4 sebanyak 0.09 g.
2. Timbang (NH4)2HPO4 sebanyak 0.16 g.
3. Campur dan larutkan kedua padatan tersebut ke dalam 200 mL akuades (gunakan labu
takar).
4. Setelah homogen, ukur dan catat nilai pH-nya menggunakan pH meter.
5. Hitung persen kesalahan antara nilai pH hasil pengukuran dan teoritis (perhitungan).
Mr: (NH4)H2PO4 = 115.02 g/mol; (NH4)2HPO4 = 132.06 g/mol
54
II. Pembuatan 200 mL Larutan Bufer Fosfat 0.01 M pH 7.8 dari Larutan Stock (NH4)H2PO4
0.01 M dan (NH4)2HPO4 0.01M
1. Menggunakan persamaan Henderson-Hasselbalch, hitung berapa volume masing-
masing larutan stock yang dicampurkan untuk membuat larutan bufer fosfat 0.01 M pH
7.8. (Kerjakan perhitungan pada rencana kerja sebelum praktikum)
Data: pKa = 7.20
2. Masukkan ke dalam labu takar 200 mL larutan stock sebanyak volume yang diperoleh
pada perhitungan poin II.1.
3. Tepatkan volumenya hingga 200 mL menggunakan akuades, kocok hingga homogen.
4. Ukur dan catat nilai pH-nya menggunakan pH meter.
5. Hitung persen kesalahan antara nilai pH hasil pengukuran dan teoretis (perhitungan).

III. Penentuan Kapasitas Bufer


a. Pengaruh Pengenceran
1. Dari larutan bufer yang telah Anda buat pada prosedur I, ukur dan catat pH awal.
2. Ambil larutan bufer sebanyak 1 mL dan 10 mL, dan masukkan ke dalam 2 labu takar
100 mL yang berbeda.
3. Tepatkan volume masing masing hingga 100 mL dengan akuades, kocok hingga
homogen.
4. Ukur pH akhir masing larutan bufer setelah diencerkan.
5. Apakah terjadi perubahan pH yang signifikan pada pengenceran 10⨯ dan 100⨯?

b. Pengaruh Penambahan Asam Kuat atau Basa Kuat


1. Dari larutan bufer yang telah Anda buat pada prosedur II, pindahkan 100 mL ke
dalam gelas piala, ukur dan catat pH awal.
2. Tambahkan HCl 0.25 M atau NaOH 0.25 M tetes demi tetes ke dalam larutan bufer.
Setelah setiap penetesan HCl atau NaOH, aduk hingga homogen, dan ukur nilai pH-
nya.
3. Lanjutkan penetesan hingga nilai pH turun 1 satuan (pada penambahan HCl) atau
naik 1 satuan (pada penambahan NaOH).
4. Hitung volume (jumlah tetesan) HCl atau NaOH yang ditambahkan (1 tetes setara
dengan 0.05 mL).
5. Hitung nilai kapasitas bufer.
6. Tentukan persen kesalahan kapasitas bufer antara nilai percobaan dengan
perhitungan.

55
MATERI 11
KESETIMBANGAN KIMIA

PENDAHULUAN

Pergeseran kesetimbangan kimia dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu konsentrasi zat,
volume, tekanan, dan suhu. Bila konsentrasi pereaksi diperbesar maka kesetimbangan akan
bergeser ke arah produk, begitu pula sebaliknya. Fenomena pergeseran dapat diamati dengan
berubahnya warna bila warna pereaksi atau warna produk berbeda. Semakin pekat warna
produk artinya pergeseran berlangsung ke arah produk.

Konsentrasi larutan berwarna dapat diukur dengan Spektrofotometer Spectronic 20D+


(Gambar 8.1). Konsentrasi larutan sebanding dengan absorbans (jumlah cahaya yang diserap)
pada panjang gelombang tertentu. Semakin pekat warna suatu larutan maka semakin banyak
jumlah cahaya yang diserap oleh zatdan berarti semakin besar absorbansnya.

SASARAN BELAJAR
1. Menjelaskan pengaruh konsentrasi dan volume terhadap kesetimbangan kimia
2. Menggunakan alat Spectronic 20D+ dengan terampil.

LATAR BELAKANG
Dalam keadaan setimbang, konsentrasi masing-masing komponen sistem tidak berubah
terhadap waktu. Jika besi(III) klorida dicampurkan dengan kalium tiosianat (KSCN), maka akan
terbentuk kesetimbangan dengan reaksi sebagai berikut:

Fe3+(aq) + 6 KSCN(aq) ⇌ [Fe(SCN)6]3−


Kuning Tak Berwarna Merah darah

Terjadinya reaksi dapat diamati dengan perubahan warna yang terjadi. Begitu pula dengan
pergeseran kesetimbangan, dapat diamati melalui perubahan warna dan kekelamannya.

Pada reaksi kesetimbangan di atas, dengan penambahan salah satu pereaksi, warna larutan
akan bertambah merah. Hal ini menunjukkan bahwa [Fe(SCN)6]3− bertambah, berarti
kesetimbangan bergeser kearah kanan (produk). Sebaliknya, jika warna kuning semakin
kelam, artinya Fe3+ bertambah dan kesetimbangan bergeser ke arah kiri (pereaksi).

56
Gambar 13 Spektrofotometer Spectronic 20D+

PROSEDUR PERCOBAAN
1. Siapkan 80 mL air ke dalam gelas piala 100 mL lalu tambahkan 2 tetes KSCN 0.5 M dan 2
tetes FeCl3 0.5 M. Aduk larutan campuran.
2. Siapkan 5 buah tabung reaksi dan isi masing-masing dengan 10 mL campuran di atas
kecuali tabung ke-5 isi dengan 5 mL campuran.
3. Tabung 1 biarkan sebagai kontrol, tabung kedua ditambahkan 1 tetes KSCN, tabung
ketiga ditambahkan 1 tetes FeCl3, tabung 4 tambahkan 1 tetes NaOH, dan tabung kelima
tambahkan 5 mL air.
4. Pilihlah mode transmitans untuk mengukur intensitas warna dan atur panjang gelombang
ke 490 nm.
5. Koreksi Spectronic 20D+ dengan menggunakan akuades yang sama untuk membuat
campuran. Atur transmitans hingga bernilai 100.
6. Ukur transmitans masing-masing larutan.
7. Catat nilai transmitans yang terukur dan hitung nilai absorbansnya.

57
MATERI 12
MODEL MOLEKUL

A. MODEL MOLEKUL DAN NOTASI VALENCE SHELL ELECTRON REPULSION (VSEPR)

PENDAHULUAN
Atom-atom bergabung menjadi senyawa yang lebih stabil dengan mengeluarkan energi.
Atom-atom bergabung karena ada gaya tarik menarik. Gaya tarik menarik antara dua atom
itulah yang disebut ikatan kimia. Jenis ikatan kimia yang akan dipelajari disini adalah ikatan
ion, ikatan kovalen, serta pengaruh gaya antarmolekul terhadap sifat fisik suatu senyawa.

Ahli-ahli kimia sering menggunakan model-model molekul sebagai alat bantu untuk lebih
memperjelas struktur suatu molekul yang kompleks yang sedang mereka pelajari. Kita
biasanya sudah terbiasa mengenal rumus kimia tetapi ketika akan menuliskan rumus struktur
yang telah berkembang maka penulisan dua dimensi dirasakan keterbatasannya.
Keterbatasan ini dapat menyebabkan gambaran penting dari suatu struktur menjadi tidak
jelas terutama bagi mereka yang tidak berpengalaman dalam menangani model-model
molekul tiga dimensi.

Setiap atom yang dibuat sebagai model molekul memiliki warna dan jumlah lubang tertentu,
yaitu antara satu sampai enam lubang dengan sudut-sudut yang tepat, yaitu 109.5° untuk
karbon dan nitrogen, 105° untuk oksigen, 90° untuk atom S, dan P mempunyai dua sudut
90° dan 120°.

Tabel 4 Komponen-komponen dalam perangkat model molekul


Diameter Jumlah
Warna Atom Simbol
(mm) dalam satu set
Putih Hidrogen H 17 38
Hitam Karbon C 24 14
Merah Oksigen O 20 12
Biru Nitrogen N 24 6
Hijau Klorin Cl 17 12
Jingga Bromin Br 17 2
Ungu Iodin I 17 2
Coklat Fosforus & Boron P dan B 17 dan 24 2
Perak Sulfur S 20 2

58
Tabel 5 Jenis-jenis ikatan di model molekul
Panjang Jumlah dalam
Tipe Kegunaan
(mm) satu set
Putih pendek Ikatan tunggal, 15 40
model pengisi ruang
Abu-abu sedang Ikatan tunggal, 30 60
model rantai terbuka
Abu-abu panjang Ikatan ganda dua 45 18
dan ganda tiga

Ikatan abu-abu sedang biasanya digunakan untuk ikatan-ikatan tunggal pada model rantai
terbuka sehingga atom-atom terpisah dengan baik satu dengan lainnya. Hal ini akan
mempermudah melihat posisi relatif suatu atom dan membandingkan model senyawaan
tersebut dengan rumus strukturnya.

Pengikat abu-abu panjang digunakan untuk mencerminkan ikatan ganda dua dan tiga. Selain
itu dapat juga digunakan sebagai model pengikat abu-abu sedang jika kita akan membuat
model senyawaan yang lebih besar.

Pengikat putih pendek dapat digunakan untuk membuat model-model pengisi ruang yang
dapat memperkirakan keadaan bentuk sebenarnya dari molekul organik yang jenuh. Selain itu,
pengikat putih pendek juga digunakan untuk membuat model rantai terbuka lebih ringkas
dengan mengurangi ukuran radikal-radikal yang biasa ada, yaitu gugus metil dan etil.

Ukuran atom-atom utama (H, C, O, dan N) mempunyai ukuran yang mirip dengan ukuran
nyata dari atom-atom tersebut. Model pengisi ruang dibuat dengan skala 1.7 cm per 1 unit
Angstrom (100 ppm). Sementara pada model rantai terbuka 2.8 cm/angstrom.

Untuk membuat model molekuler dari suatu senyawa pilihlah atom-atom dan ikatan-ikatan
seperti pada rumus struktur dari senyawa sebanyak jumlah atom dan ikatannya. Kemudian
gunakan pengikat yang tepat untuk menghubungkan satu atom terhadap atom lain seperti
yang terdapat pada rumusnya. Untuk tujuan ini akan lebih membantu bila menulis rumus
struktur dari senyawa tersebut. Sebagai contoh untuk etanol (etil alkohol).
H H

CH3CH2OH H C C O H
C
H H
Rumus mampat Rumus struktur

Sebagai contoh untuk membuat model dari molekul etanol, pilih dua atom karbon (hitam),
enam atom hidrogen (putih), dan satu atom oksigen (merah). Hubungan mereka seperti

59
rumus struktur di atas, dengan menggunakan 8 pengikat abu-abu sedang sebagai ikatan
tunggal yang ditunjukkan oleh garis pada rumus tersebut. Untuk mengurangi kemungkinan
rusak dari model yang dipakai, selalu masukkan pengikat dengan mendorong lurus ke dalam
lubangnya dan waktu membongkar model tariklah dengan lurus pula. Gunakan alat
pencabut ikatan untuk pengikat putih pendek. Taruh pada pengikat dan dorong hati-hati.

Ikatan kovalen ganda dua dan tiga dibuat dengan dua atau tiga pengikat abu-abu panjang.
Sebagai contoh untuk model O2 (gas oksigen), dapat dibuat dengan memasukkan dua pengikat
tadi ke dalam dua lubang dari satu atom oksigen (warna hitam), masukkan ujung satunya lagi
ke dalam lubang pada atom oksigen kedua, dan pada dua lubang lainnya yang tidak terdapat
ikatan menggambarkan dua pasang elektron bebas pada masing-masing atom tersebut.
O=O
Gas oksigen
Selain itu Anda dapat melihat bentuk geometris suatu senyawa berdasarkan pengetahuan
Anda mengenai notasi VSPER. Contoh membuat model molekul CH4, NH3, dan H2O. Ketiga
molekul tersebut memiliki bentuk tetrahedral jika pasangan elektron bukan ikatan juga
dianggap sebagai satu ikatan, yaitu dengan notasi VSPER AB4.

Senyawa CH4 merupakan contoh senyawa dengan notasi VSPER AB4 yang atom pusatnya (A)
adalah karbon dan dikelilingi oleh empat buah atom hidrogen. NH3 memiliki notasi VSPER AB3E
dengan atom pusat (A), yaitu atom nitrogen, tiga atom hidrogen sebagai atom keliling, dan
terdapat satu pasang elektron bebas (E). Sementara H2O memiliki atom pusat O dengan dua
atom keliling, yaitu H dan dua pasang elektron bebas, sehingga memiliki notasi VSPER AB2E2.
Karena pasangan elektron bebas merupakan pasangan elektron bukan ikatan maka dalam
menentukan bentuk geometri ikatan pasangan elektron bebas tidak diikutsertakan tetapi
menentukan bentuk geometri. Oleh karena itu CH4 tetap memiliki geometri tetrahedral
sedang NH3 dan H2O geometrinya bukan tetrahedral melainkan segitiga piramida untuk NH3
dan “V” untuk H2O. Untuk menunjukkan adanya pasangan elektron bukan ikatan pada ketiga
senyawa tersebut gunakan warna hitam untuk atom C, N, dan O. Bentuk molekul merupakan
salah satu faktor yang perlu diperhatikan dalam menentukan momen dipol. Beberapa
hubungan antara momen dipol dan bentuk senyawa yang memiliki atom-atom dengan
pembedaan keelektronegatifan di antara keduanya (atom A dan B).

Tabel 6 Hubungan momen dipol dengan bentuk molekul


Notasi VSPER Bentuk Molekul Momen Dipol Kepolaran
AB Linier Tidak nol Polar
AB2 Linier Nol Nonpolar
AB3 Segitiga planar Nol Nonpolar
AB2E Angular (bentuk V) Tidak nol Polar
AB4 Tetrahedral Nol Nonpolar
AB3E Segitiga piramida Tidak nol Polar

60
KEMAMPUAN AKHIR YANG DIHARAPKAN
Setelah melaksanakan praktikum, praktikan: (1) mampu mengenal model molekul-molekul
yang sederhana serta (2) mampu menjelaskan hubungan antara bentuk molekul dengan
momen dipol (kepolaran).

PROSEDUR PERCOBAAN
1. Buatlah model molekul senyawa sembarang yang atom pusatnya memiliki bilangan sterik 3,
4, 5, dan 6 dengan menggunakan pengikat abu-abu sedang. Apakah geometri elektron dari
setiap model molekul tersebut? Setelah itu, gambarkan bentuk model molekul setiap
senyawa tersebut secara tiga dimensi (bukan strukturnya). Akan lebih menarik jika model
molekul digambar dengan menggunakan tinta warna, menyesuaikan warna dari setiap
atom.

2. Buatlah model molekul CH4, NH3, dan H2O dengan menggunakan atom pusat hitam untuk
C, N, dan O. Pengikat abu-abu sedang untuk ikatan antara dua atom dan pengikat putih
pendek untuk menunjukkan adanya pasangan elektron bukan ikatan. Apakah geometri
molekul dari ketiga senyawa tersebut? Gambarkan model molekul ketiga senyawa
tersebut secara tiga dimensi. Jelaskan kenapa sudut ikatan H-C-N > H-N-H > H-O-H.
Manakah yang memiliki momen dipol tidak sama dengan 0?

3. Buatlah model untuk molekul-molekul berikut dengan menggunakan atom pusat yang
tepat dan pengikat abu-abu sedang untuk menunjukkan ikatan. Kemudian gambarkan
model molekul dari masing-masing senyawa berikut:
a. BeCl2 b. BF3 c. PF5 d. SF6

4. Buatlah model molekul u n tu k io n CO32−, NO2− , dan SO42− (ikatan ganda pada ketiga ion
tersebut dapat berpindah-pindah sehingga terdapat beberapa kemungkinan struktur
molekul yang benar). Setelah itu, gambarkan model molekul dari ketiga ion tersebut dan
rumus titik Lewis-nya. Kemudian hitunglah total elektron valensi dalam setiap ion
tersebut.

5. Ikatan ganda dua dan tiga. Buatlah molekul O2, N2, dan benzena (C6H6) dengan
menggunakan model pengikat abu-abu sedang dan/atau panjang. Gambarkan model
molekul dari O2, N2, dan benzena.

6. Buatlah dan gambarkan model molekul untuk menunjukkan persamaan reaksi berikut:
CH4 + 2O2  CO2 + 2H2O

61
B. MODEL MOLEKUL DNA
PENDAHULUAN
Deoxyribonucleic acid (DNA) merupakan biopolimer yang mengandung informasi genetik.
Berdasarkan hasil studi menggunakan difraksi sinar-X yang telah dilakukan oleh Rosalind
Franklin dan Maurice Wilkins, pada tahun 1953 James Watson dan Francis Crick mengusulkan
struktur dobel-heliks DNA. Maksud dari struktur dobel-heliks DNA ialah DNA terdiri atas 2
untaian rantai yang terpilin. Di ikatan tulang punggungnya terdapat molekul gula deoksiribosa
yang berikatan dengan asam fosfat pada C no 3 dan 5. Gabungan antara 1 molekul gula dan 1
molekul gula ini disebut sebagai nukleosida. Gugus gula deoksiribosa ini kemudian berikatan
dengan basa nitrogen pada C no 1. Unit ulangan terkecil dari DNA yang terdiri atas 1 molekul
gula, 1 molekul fosfat, dan 1 molekul basa nitrogen disebut nukleotida. Nukleotida-nukleotida
tersebut kemudian bergabung sehingga terbentuklah rantai panjang DNA dan DNA disebut
polinukleotida.

Berdasarkan strukturnya, basa nitrogen dapat dikelompokkan menjadi purina dan pirimidina.
Terdapat 2 basa purina dalam DNA, yaitu adenina (A) dan guanina (G). Sementara basa
pirimidina juga ada 2, yaitu timina (T) dan sitosina (C). Dalam struktur dobel-heliks, adenina (A)
akan berpasangan dengan timina (T) dengan membentuk 2 ikatan hidrogen. Sementara
pasangan sitosina (C) dan guanina (G) akan membentuk 3 ikatan hidrogen.

adenina timina guanina sitosina

Model molekul dapat digunakan untuk lebih memahami struktur DNA. Berikut merupakan cara
merangkai model molekul untuk unit terkecil DNA (nukleotida):

62
Pipa kecil putih untuk gugus fosfat
Pipa kecil biru untuk C
Pipa kecil hijau untuk T
Pipa kecil jingga untuk A
Pipa kecil kuning untuk G

KEMAMPUAN AKHIR YANG DIHARAPKAN


Setelah menyelesaikan praktikum, praktikan diharapkan (1) mampu memahami bentuk 3
dimensi dari struktur DNA serta (2) menjelaskan molekul penyusun DNA dan titik sambung
ikatannya.

PROSEDUR PERCOBAAN
1) Hitung jumlah pipa berwarna (basa nitrogen) yang tersedia dalam set model molekul DNA.
Setelah itu, buatlah beberapa model molekul nukleotida menggunakan setengah jumlah
pipa berwarna (basa nitrogen).
Gambarkan dengan menggunakan pensil warna salah satu model molekul nukleotida.

2) Hubungkan antar-unit nukleotida dengan gugus fosfat (pipa kecil putih) sehingga diperoleh
sebuah rantai DNA. Buatlah satu lagi rantai DNA yang sama panjangnya dengan
memperhatikan aturan pasangan basa nitrogen. Hubungkan basa nitrogen dari 2 untaian
rantai DNA dengan menggunakan ikatan berwarna putih.
Gambarkan dengan menggunakan pensil warna.

3) Pelintir model molekul DNA yang telah dibuat sehingga diperoleh geometri seperti gambar
berikut:

4) Hitung jumlah masing-masing basa nitrogen dalam model molekul DNA yang sudah dibuat.

63
PERCOBAAN 13
REAKSI REDOKS
PENDAHULUAN
Pada percobaan ini akan dipelajari bermacam-macam logam yang direaksikan dengan air,
asam, dan garam. Selanjutnya, zat mengalami oksidasi dan reduksi.

Pada bagian lain dari percobaan ini akan dipelajari pengaruh arus listrik pada korosi besi.
Setelah itu, Anda akan menentukan anode dan katode yang baik untuk mencegah terjadinya
reaksi oksidasi.

SASARAN BELAJAR
1. Menjelaskan reaksi oksidasi dan reduksi sederhana
2. Mengidentifikasi zat yang teroksidasi dan tereduksi
3. Mengidentifikasi logam yang berguna sebagai anode dan katode untuk mencegah korosi

LATAR BELAKANG
Beberapa logam dapat bereaksi baik dengan air, larutan asam, maupun larutan garam. Reaksi
yang terjadi merupakan reaksi oksidasi dan reduksi (redoks). Jika suatu logam dimasukkan
dengan ke dalam larutan yang mengandung ion logam lain maka ada kemungkinan reaksi
redoks dapat terjadi. Hal ini bergantung pada potensial reduksi ion logam tersebut (E°). Jika
ion logam dalam larutan memiliki E° lebih besar daripada ion logam yang akan terbentuk dari
sampel logam maka reaksi redoks dapat terjadi.

Contoh: Ni (p) + Cu2+ (aq) → Ni2+ (aq) + Cu (p)

Demikian pula reaksi redoks tersebut terjadi pada logam lain seperti besi. Sepotong besi yang
tertutup lapisan air yang mengandung oksigen akan mengalami korosi. Dalam kehidupan
sehari-hari, peristiwa korosi dikenal dengan istilah pembentukan karat. Karat besi merupakan
senyawaan oksida besi Fe2O3·nH2O. Proses kimia korosi pada dasarnya merupakan proses
elektrokimia. Saat terjadi korosi, besi bertindak sebagai anode dengan reaksi sebagai berikut:
Fe → Fe2+ + 2e−

sedangkan reaksi reduksi yang terjadi bersamaan dengan oksidasi adalah reduksi air:

2H2O + 2e− → 2OH− + H2

64
PROSEDUR PERCOBAAN
I. Reaksi logam dengan air dan asam klorida
2. Tersedia potongan logam aluminium (Al), tembaga (Cu), besi (Fe), magnesium (Mg),
dan zink (Zn).
3. Ambillah masing-masing dua potong sampel logam dan bersihkan dengan amplas.
4. Sediakan 5 tabung reaksi dan tambahkan air kira-kira 5 mL. Kemudian masukkan
sepotong sampel masing-masing ke dalamnya. Amati perubahan yang terjadi jika ada.
5. Lakukan hal yang sama pada tabung reaksi yang berbeda untuk larutan pereaksi HCl
4 M kira-kira 5 mL.

II. Reaksi larutan ion logam dengan aluminum


Tersedia larutan garam tembaga(II) sulfat 0.1 M, besi(II) sulfat 0.1 M, magnesium sulfat
0.1 M, natrium klorida 0.1 M, dan zink sulfat 0.1 M.
1. Siapkan 5 potongan aluminium dan bersihkan dengan amplas.
2. Sediakan 5 tabung reaksi dan isi masing-masing dengan 5 mL larutan-larutan garam
di atas.
3. Masukkan ke dalam setiap tabung reaksi sepotong logam aluminium yang telah
dibersihkan. Amati apa yang terjadi. Apakah aluminium bereaksi dengan semua
larutan garam?

III. Korosi Besi


1. Susunlah alat-alat sebagai berikut:

A B C

Gambar 14 Rangkaian alat sel elektrolisis (a) paku sebagai anoda dan grafit sebagai katoda
(b) paku sebagai katoda dan grafit sebagai anoda (c) kontrol (tanpa dialiri arus
listrik.

2. Siapkan elektrode karbon dan elektrode besi yang sudah dibersihakan dengan amplas
(jangan sampai ada sisa korosi pada elektrode besi).
3. Isi 3 buah pipa U dengan air sampai kira-kira hampir penuh (jangan sampai penuh).
4. Masukkan ke dalam masing-masing alat larutan fenolftalein 2 tetes dan K3[Fe(CN)6] 5
tetes. Perhatikan bahwa fenolftalein hanya diteteskan pada mulut pipa yang akan
dimasukkan elektrode karbon dan K3[Fe(CN)6] diteteskan pada mulut pipa yang akan
dimasukkan elektrode besi.
5. Amati perubahan-perubahan yang terjadi.

65
IV. Aplikasi Redoks Sederhana
1. Teteskan sebanyak 5 tetes larutan povidone iodin (Betadine®) ke dalam 2 gelas piala
yang masing-masing berisi air suling 30 mL.
2. Hancurkan 1 tablet Vit. C hingga menjadi serbuk dan tambahkan ke dalam gelas piala
pertama, sedangkan gelas piala kedua dibiarkan sebagai kontrol.
3. Amati apa yang terjadi dengan larutan povidone iodin yang ditambahkan Vit. C

66

Anda mungkin juga menyukai