ANTIPARKINSON
OLEH :
NAMA : AISYAH JUNAID
NIM : N11108272
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2010
BAB I
PENDAHULUAN
Penyakit parkinson (paralisis agitans) adalah suatu sindrom dengan gejala utama
berupa trias gangguan neuromuskular: tremor, rigiditas, akinesia (hipokinesia) disertai
kelainan postur tubuh dan gaya berjalan. Gerakan halus yang memerlukan koordinasi kerja
otot skelet sukar dilakukan pasien, misalnya menyuap makanan, mengancingkan baju dan
menulis. akibat gejala ini pasien sangat bergantung pada orang lain dalam kehidupan
sehari-hari.
Gejala parkinson Tremor adalah gerakan getar dengan frekuensi 3-7 getaran per
detik, biasanya mengenai anggota gerak yaitu tangan, lengan atau tungkai. Yang khas
muncul pada saat istirahat, saat relaks ketika memegang koran atau gagang telepon.
Tremor dapat pula mengenai dagu, bibir, lidah bahkan leher. Tremor juga akan muncul
atau bertambah berat pada keadaan stress baik stress fisik maupun emosi. Saat konsentrasi
pun bisa muncul gejala tremor namun pada saat tidur lelap gejala tidak muncul. Pada
keadaan lanjut tremor akan muncul sepanjang waktu baik ketika beristirahat maupun saat
beraktivitas.
Rigiditas sebagai gejala kedua dari parkinson didefinisikan sebagai tahanan terhadap
gerakan pasif sehingga apabila persendian penderita digerakkan orang lain maka terasa
seperti “roda gigi”. Penderita sendiri akan mengeluh kekauan otot, nyeri sendi saat
digerakkan, kelemahan atau lelah. Keadaan ini terkadang meyerupai gejala rematik. Postur
tubuh dapat menjadi membungkuk ke depan. Pada keadaan yang lanjut gerakan sendi bisa
menjadi terbatas.
Selanjutnya Bradikinesia sebagai gejala ketiga parkinson adalah menurunnya
gerakan motorik secara keseluruhan. Manifestasinya antara lain adanya kesulitan penderita
untuk bangkit dari kursi, memulai berjalan atau berbalik di tempat tidur. Wajah menjadi
kurang berekspresi sehingga tampak senantiasa murung dan sedih, kedipan mata berkurang
sehigga tampak seperti melamun atau menerawang atau tatapan kosong.
Suara dapat menjadi halus dan pelan, hal ini menyebabkan lawan bicara meminta
penderita untuk mengulang pembicaraan. Gaya berjalanpun dapat menjadi kaku seperti
robot, langkah menjadi kecil-kecil dan pendek, langkah diseret, lengan tidak atau kurang
melenggang. Kelambanan dapat mengenai organ untuk makan, berupa lamban
mengunyah, menelan sehingga butuh waktu makan yang lebih lama dari biasanya.
Berkurangnya refleks menelan ini dapat pula mengakibatkan penderita mengeces.
Gangguan juga dapat mengenai gerakan motorik halus, misalnya berupa kesulitan untuk
memotong makanan, kesulitan untuk mengancingkan baju, tulisan menjadi lebih kecil
ukurannya dari biasanya, kesulitan membuka lembaran kertas pada buku, bahkan
mengetuk pintu pun dapat menjadi sesuatu yang sulit dilakukan penderita.
Sedangkan Instabilitas Postural sebagai gejala parkinson keempat biasanya timbul
pada keadaan lanjut, di mana keseimbangan menjadi memburuk sehingga penderita mudah
terjatuh. Ketika sedang berjalan pasien dapat mengalami kesulitan untuk berhenti sehingga
saat akan berhenti dapat kehilangan keseimbangan.
Etiologi Penyakit
Etiologi penyakit parkinson sampai saat ini tidak jelas. Dahulu disangka bahwa banyak
diantaranya merupakan gejala sisa penyakit ensefatilitis von Economo yang merupakan
pandemi tahun 20-an. Insidennya yang tidak menurun setelahnya tidak menyokong dugaan
tersebut. Faktor genetik agaknya juga tidak begitu berperan. Kenyataan tersebut telah
mendorong dilakukannya penelitian di lingkungan, dalam mencari etiologi penyakit.
Walaupun faktor etiologi tidak ditemukan pada mayoritas kasus, telah ditemukan suatu
toksin yang dihubungkan bagi mereka yang terpajan. Toksin tersebut ialah MPTP (N-
metil-4-fenil-1,2,3,6-tetrahidropiridin). Senyawa ini adalah senyawa komersial untuk
sintetis organik yang secara eksperimental pada primata menyebabkan sindrom serupa
penyakit parkinson. Namun kemudian diketahui bahwa yang bersifat toksik bukan MPTP
sendiri tetapi metabolit ionnya 1-metil-4-fenil diperidin (MPP +). Reaksi ini membutuhkan
aktivasi oleh MAO-B (Mono-aminoksidase B).
Hipotesis lain ialah mengenai radikal bebas yang diduga mendasari banyak penyakit
degeneratif termasuk penyakit oarkinson. Ini didukung dengan ditemukannya penimbunan
Fe di substansia nigra. Ferum meningkatkan produksi radikal hidroksil.
Berdasarkan konsep keseimbangan komponen dopamenergik-kolinergik, kemoterapi
penyakit Parkinson dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan obat yang bersifat
dopaminergik sentral dan dengan obat yang berefek antikolinergik sentral.
Selain itu, dikembangkan penghambat MAO-B berdasarkan konsep pengurangan
pembentukan zat radikal bebas.
BAB II
PEMBAHASAN
2. Apomorfin
Merupakan agonis dopamin. Afinitasnya tinggi terhadap reseptor D 4; sedang
untuk reseptor D2, D3, D5 dan α1D, α2B, dan α2C; rendah untuk reseptor D1.
Apomorfin diberikan secara injeksi subkutan, penggunaan obat ini menghasilkan
masalah dengan fluktuasi motorik dan terjadi 'on-off' fluctuations yang tidak
dapat dengan mudah diatasi dengan obat lain. Karena itu penggunaan obat ini
harus diawasi oleh specialist Parkinson's clinic.
3. Ropinol
Ropinol merupakan agonis murni D2, dopamin non-ergot. Ropinol diindikasikan
pada penyakit Parkinson awal atau lanjut. Dengan penundaan pemberian
levodopa, diharapkan efek samping diskinesia berkurang. Efek samping yang
dilaporkan yang menyebabkan penghentian terapi adalah mual (3%) dan
halusinasi (4%). Dosis awal tiga kali 0,25 mg/hari; ditingkatkan perlahan-lahan
sesuai kebutuhan sampai maksimum 24 mg/hari.
4. Pramipreksol
Pramipreksol adalah dopamin non-ergot. Obat ini memperlihatkan afinitas
khusus pada reseptor D3. Pramipreksol efektif sebagai monoterapi pada penyakit
Parkinson ringan. Pada penyakit yang lebih berat berguna untuk menurunkan
dosis levodopa. Obat ini diduga bersifat neuroprotektif beradasarkan daya
menyingkirkan hidrogen peroksida dan meningkatkan aktivitas neurotropik pada
sel dopaminergik in vitro. Obat ini cepat diabsorbsi, puncak plasma tercapai
dalam 2 jam. Ekskresi terutama dalam bentuk utuh. Dosis antara 0,5-1,5 mg, tiga
kali sehari.
DAFTAR PUSTAKA
Gunawan, Sulistia Gan. 2009. Farmakologi dan Terapi edisi 5. FK-UI. Jakarta
http://medicastore.com/apotik_online/obat_saraf_otot/anti_parkinson.htm
http://moko31.files.wordpress.com/2010/08/g-protein-makalah-apokyn.doc