Anda di halaman 1dari 14

1

31. OBAT PADA PENYAKIT PARKINSON

Penyakit parkinson (paralysis agitants) adalah penyakit neurodegeneratif yang


diakibatkan kurangnya dopamin dalam ganglia basalis substansia nigra. Degenerasi
jalur nigrostriatal mengarah pada kurangnya neurotransmiter dopamin. Pada sistem
ekstrapiramidal, dopamin berperan sebagai neurotransmiter inhibitorik sementara
asetilkolin berperan sebagai neurotransmiter eksitatorik. Meskipun dopamin memiliki
peran yang lebih dominan, namun keseimbangan antara dopamin dengan asetilkolin
diperlukan dalam fungsi normal.
Tujuan pengobatan penyakit Parkinson dengan pemberian obat-obat yang
bekerja secara sentral adalah untuk meningkatkan efek dopamin atau untuk
menurunkan efek asetilkolin. Sering juga digunakan kombinasi obat yang memiliki
efek dopaminrgik dan asetikolinergik pada sistem ekstrapiramidal. Terlepas dari jenis
obat-obat yang dipilih, pengobatan penyakit Parkinson merupakan terapi paliatif yang
mengurangi progresivitas degenerasi syaraf. Pada kenyataannya, hilangnya
responsitivitas terhadap terapi yang terjadi selama 1 sampai 5 tahun, sebagian dapat
disebabkan oleh penurunan kapasitas neuron nigrostriatal untuk mensintesis dan
menyimpan dopamin. Belum ada kesepakatan bersama tentang bagaimana dan kapan
pemberian antiparkinson harus dimulai (calne, 1993).
Sekitar 80% dopamin di dalam otak tersimpan di ganglia basalis, sebagian
besar berada dalam nucleus caudatus dan putamen. Pada pasien dengan penyakit
Parkinson, dopamin yang terdapat dalam ganglia basalis hanya sekitar 10% dari
normal. Sebagai akibatnya, terjadi stimulasi berlebihan terhadap aktivitas kolinergik
yang dimanifestasikan dengan progressive tremor, kekakuan otot rangka,
bradykinesia, dan gangguan postur. Disamping manifestasi klasik dari penyakit
parkinson, sekitar seperlima dari pasien menderita depresi dan sepertiga mengalami
2

defisit kognitif dan memori yang dapat berkembang menjadi delirium. Penyakit
Alzheimer lebih umum terjadi pada pasien dengan penyakit Parkinson (Boller et al,
1980)

LEVODOPA
Karena dopamin tidak dapat melewati sawar darah otak (blood brain barrier),
maka pendekatan utama untuk terapi penyakit Parkinson adalah pemberian suatu
prekursor dopamin yaitu levodopa atau obat yang memiliki cara kerja mirip dopamin.
Dalam hal ini, levodopa adalah acuan terapi simptomatik untuk penyakit Parkinson.
Levodopa melintasi sawar darah otak dan dikonversi menjadi dopamin oleh
dekarboksilase asam amino L-aromatik untuk mengisi cadangan dopamin di ganglia
basalis. Levodopa biasanya diberikan bersama inhibitor enzim dekarboksilase perifer
(carbidopa atau benserazide) untuk memaksimalkan masuknya levodopa ke otak
sebelum diubah menjadi dopamin. Selain itu, efek samping yang berhubungan
dengan kenaikan konsentrasi dopamin dalam plasma berkurang dengan kombinasi
pemberian inhibitor dekarboksilase. Levodopa diabsorpsi secara efektif pada sistem
pencernaan, namun singkatnya waktu paruh dari obat ini (1-3 jam) membutuhkan
pemberian dosis yang lebih sering untuk mempertahankan konsentrasi terapetik.
Tidak tersedia bentuk sediaan intravena (iv) dari levodopa.

Respon terapetik dari levodopa biasanya berkurang setelah 1-5 tahun


pengobatan. Hal ini diasumsikan sebagai proses progresivitas penyakit dan hilangnya
secara terus-menerus kapasitas neuron-neuron nigrostriatal untuk menyimpan
dopamin. Penghentian mendadak dari levodopa dapat mengakibatkan “precipitous
return” dari gejala penyakit Parkinson yang dikaitkan dengan neuroleptic malignant
3

like-syndrome (smith et al., 1996) karena alasan ini, levodopa harus dilanjutkan
selama masa perioperative, termasuk dalam pengobatan preoperative.

Metabolisme
Sekitar 95% dari pemberian levodopa akan mengalami dekarboksilasi secara
cepat menjadi dopamin pada metabolisme lintas pertama di hepar. Dopamin yang
dihasilkan tersebut tidak dapat secara mudah dapat melintasi sawar darah otak untuk
memberi efek terapetik. Peningkatan konsentrasi dopamin dalam plasma sering
mengakibatkan efek samping yang tidak diinginkan. Dalam hal ini, penghambatan
aktivitas enzim dekarboksilase di perifer dapat membantu levodopa melintasi sawar
darah otak.
Sedikitnya 30 metabolit dari levodopa sudah diketahui. Sebagian besar dari
metabolit tersebut dikonversi menjadi dopamin, sebagian kecilnya kemudian akan
dimetabolisme menjadi norepinefrin dan epinefrin. Metabolisme dopamin
menghasilkan 3,4-asam dihydroxyphenylacetic (asam homovanillic). Asupan
metionin diperlukan sebagai sumber donor metil untuk aktivitas catechol-O-methyl –
transferase (COMT) yang diperlukan untuk proses metabolisme kelebihan dopamin
yang dihasilkan dari pemberian levodopa dosis tinggi. Sebagian besar dopamin
dieksresikan lewat ginjal.

Efek samping
Efek samping yang sering terjadi pada minggu awal pemakaian levodopa dan
agonis dopamin adalah muntah dan hipotensi (calne, 1993). Efek samping ini
dihubungkan dengan kenaikan konsentrasi dopamin dalam plasma. Pemberian
levodopa setelah mengonsumsi makanan bertujuan untuk mengurangi efek samping
tersebut. Masalah yang sering terjadi pada pemakaian levodopa jangka panjang
adalah diskinesia, fluctuations in mobility, bingung, dan psikosis. Masalah ini
semakin sering setelah tiga tahun pertama terapi.
4

Gangguan Gastrointestinal:
Mual dan muntah terjadi pada sekitar 80% pasien selama periode awal
pengobatan dengan levodopa. Mungkin, hal ini disebabkan adanya stimulasi
kemoreseptor pada trigger zone yang tidak dilindungi oleh sawar darah otak. Obat-
obat antiemetik yang dapat melintasi sawar darah otak dapat mengganggu kerja
dopamin di ganglia basalis. Karenanya tidak disarankan dalam pengobatan mual yang
diakibatkan levodopa. Sebaliknya, secara efektif mual dapat dicegah dengan
pemberian domperidon (10-20 mg peroral 30-60 menit sebelum pemberian levodopa)
yang tidak mudah melintasi sawar darah otak sehingga tidak memperburuk gejala
Parkinson. Domperidon menghambat reseptor dopamin 2 pada kemoresptor trigger
zone di medula oblongata. Antiemetik seperti antagonis dopamin reseptor
(prochlorperazin, metoclopramid) harus dihindarkan karena secara signifikan dapat
memperburuk gejala dari Parkinson. Pemakaian antiemetik jangka panjang dengan 5-
HT3 antagonis tidak praktis disebabkan harga obat tersebut. Efek samping
gastrointestinal cenderung menghilang dengan melanjutkan terapi karena
berkembangnya toleransi tubuh.

Perubahan cardiovaskular
Perubahan cardiovaskular yang disebabkan levodopa kemungkinan besar
mencerminkan respon α dan β adenergik yang dipicu oleh kenaikan konsentrasi
dopamin dalam plasma. Kemerahan sementarapada kulit adalah hal yang umum
terjadi selama pengobatan dengan levodopa.

Hipotensi orthostatik
Untuk alasan yang belum diketahui, sektiar 30% pasien mengalami hipotensi
orthostatic pada awal pengobatan. Sebagai akibatnya beberapa pasien mengalami
vertigo dan terkadang sinkop. Peningkatan cairan dan intake natrium mungkin akan
berguna dalam menurunkan angka kejadian hipotensi orthostatik. Apabila gejala
menetap, penggunaan fludrocortisone atau agonis α adrenergik mungkin akan
5

membantu (calne, 1993). Hipotensi orthostatik menjadi berkurang seiring dengan


terapi yang berkelanjutan. Menarik untuk diperhatikan bahwa dopamin yang berasal
dari levodopa akan menggantikan norepinefrin pada ujung serabut saraf simpatis
perifer dan mengganggu transmisi adrenergik.

Disritmia jantung (cardiac dysrhytmias)


Cardiac dysrhytmias termasuk sinus tachycardia, atrial dan ventricular
premature contractions, atrial fibrilasi, dan ventricular tachycardia, walaupun jarang
telah terbukti berhubungan dengan terapi levodopa. Kemungkinan potensi dopamin
untuk menimbulkan efek β adrenergic pada jantung berperan pada cardiac
dysrhytmias. Walaupun hubungan sebab akibat tersebut belum terdokumentasikan.
Pasien yang sebelumnya memiliki masalah dengan kondisi jantung atau penyakit
jantung koroner, sangat mungkin berkembang menjadi cardiac dysrhytmias dalam
hubungannya dengan terapi levodopa. Propanolol adalah terapi yang efektif saat
cardiac dysrhytmias terjadi.

Kelainan gerakan involunter


Kelainan gerakan involunter dalam bentuk fasiolingual tik, tertawa
menyeringai (grimacing), dan rocking movement pada lengan, tungkai, badan, adalah
efek samping yang sering terjadi pada pemakaian levodopa jangka panjang yang
berkembang menjadi ± 50% pasien dalam 1-4 bulan setelah memulai terapi (initial
therapy). Gerakan pernapasan yang berlebihan dapat menyebabkan irregular gasping
pattern, kemungkinan mencerminkan adanya diskinesia diafragma dan otot-otot
intercosta. Toleransi tubuh terhadap penggunaan levodopa tidak berkembang pada
kelainan gerakan involunter. Fluctuation in mobility ditandai dengan meningkatnya
bradikinesia pada akhir interval antar dosis. Hindari makanan tinggi protein pada
pasien yang tiba-tiba mengalami kehilangan mobilitas karena masuknya asam amino
dalam jumlah besar yang dapat mengganggu pengangkutan levodopa ke otak.
6

Gangguan psikotik
Gangguan psikotik termasuk diantaranya bingung, halusinasi visual, dan
paranoid yang mungkin mencerminkan penyakit dan juga pengobatannya. Pasien-
pasien lanisa sangat rentan terhadap reaksi psikostik terutama jika penggunaan
levodopa dikombinasikan dengan obat antikolinergik. Gangguan psikotik biasanya
merupakan fenomena nocturnal, kemungkinan dikarenakan penurunan atau
penghentian levodopa. Obat-obat neuroleptik tidak direkomendasikan untuk
mengobati gangguan psikotik karena obat-obat tersebut dapat menyebabkan
eksaserbasi yang berkepanjangan dari gejala penyakit Parkinson. Clonazepam
mungkin berguna pada beberapa pasien, namun pemberian dengan dosis tinggi
beresiko terjadinya agranulositosis. Pasien yang mengalami psikosis tanpa gambaran
demensia yang dikarenakan obat dapat berespon terhadap terapi kejang listrik
(electroconvulsive therapy (ECT)).

Perubahan hormonal
Dopamin menghambat aktivitas prolaktin yang kemungkinan disebabkan
aktivasi faktor penghambat prolaktin. Pengeluaran hormon pertumbuhan (growth
hormone) sebagai respon dari pemberian levodopa pada pasien yang normal adalah
minimal atau tidak terjadi pada pasien dengan penyakit Parkinson. Tidak ditemukan
tanda-tanda akromegali atau diabetes mellitus pada pasien yang mendapatkan terapi
levodopa. Pemberian levodopa dalam dosis besar dapat menyebabkan hipokalemia
yang terkait dengan peningkatan kadar aldosteron dalam plasma.

Pengukuran laboratorium
Dapat menyebabkan hasil positif palsu untuk ketoasidosis pada pemeriksaan
urin yang mengandung metabolit levodopa. metabolit tersebut juga menyebabkan
warna merah kemudian menjadi hitam pada urin jika terpapar udara. Mungkin terjadi
sedikit peningkatan konsentrasi urea nitrogen dalam darah dan biasanya dapat
7

dikendalikan dengan meningkatkan asupan cairan. Kadang terjadi peningkatan


konsentrasi liver transaminase. Terdapat kaitan antara pemberian levodopa dengan
hasil positif pada test coombs’.

Interaksi obat
interaksi obat dapat terjadi pada pasien yang diobati dengan levodopa,
sehingga efek terapi dapat meningkat atau menurun. Pengobatan kronis dengan
levodopa pada hewan coba tidak secara konsisten mengubah kebutuhan akan obat
anestesi.

Obat-obat antipsikotik
Obat-obat antipsikotik seperti butyrophenones dan phenothiazines memiliki
efek antagonis dengan pemberian dopamin. Karena alasan ini, obat-obat tersebut
sebaiknya tidak diberikan pada pasien dengan penyakit Parkinson. Bahkan,
pemberian droperidol pada pasien yang diobati dengan levodopa dapat
mengakibatkan rigiditas berat pada otot rangka dan juga edem pulmo yang diduga
karena penggunaan antagonis dopamin secara mendadak (Ngai, 1972). Dorperidol
bahkan menyebabkan Parkinson-like syndrom pada orang yang sehat (Rivera et al,
1975). Metoclopramide juga dapat mengganggu kerja dopamin.

Monoamine Oxidase Inhibitor


Non spesifik monoamine oxidase inhibitor mengganggu inaktivasi
katekolamin, termasuk dopamin. Sebagai akibatnya, obat tersebut dapat
memperburuk efek perifer dan sistem saraf pusat (SSP) dari penggunaan levodopa.
Hipertensi dan hipertermi adalah efek samping yang terkait dengan pemberian secara
bersamaan dengan obat-obat tersebut.
8

Obat-obat antikolinergik
Obat-obat antikolinergik berkerja secara sinergis dengan levodopa untuk
memperbaiki gejala dari penyakit Parkinson terutama tremor. Penggunaan obat-obat
antikolinergik dalam jumlah besar dapat memperlambat pengosongan lambung
sehingga absorbsi levodopa dalam gastrointestinal menurun.

Pyridoxine
Pyridoxine, dengan dosis serendah 5 mg sebagaimana terdapat dalam preparat
multivitamin, dapat menghilangkan efek terapetik levodopa melalui peningkatan
aktivitas pyridoxine-dependend dopa decarboxylase sehingga meningkatkan
metabolisme levodopa pada sirkulasi darah sebelum memasuki sistem saraf pusat.

INHIBITOR DECARBOXYLASE PERIFER

Pemberian levodopa biasanya disertai dengan pemberian inhibitor decarboxylase


perifer seperti carbidopa atau benserazide (Fig 31-2). Sebagai hasilnya, semakin
banyak levodopa yang tidak dimetabolisme oleh tubuh menjadi dopamin pada
sirkulasi perifer sehingga dapat masuk kedalam SSP. Selain itu, efek samping yang
berkaitan dengan tingginya konsentrasi dopamin dalam sirkulasi sistemik menurun
dengan pemberian levodopa beserta inhibitor decarboxylase perifer. Mual, muntah
dan cardiac dysrhytmias menjadi berkurang atau tidak ada. Kelainan gerakan
involunter, dan gangguan psikiatrik tidak berubah dengan kombinasi pemberian
levodopa dengan inhibitor decarboxylase perifer.
9

Sudah tersedia beberapa kombinasi levodopa dan inhibitor decarboxylase


perifer (strategi augmentasi levodopa). Sinement terdiri dari levodopa dan carbidopa
dengan perbandingan 10:1 atau 4:1. Madopar terdiri dari levodopa dan benserazide
dengan perbandingan 4:1. Preparat pelepasan-terkontroldari carbidopa dan levodopa
memberikan efek terapi yang lebih konstan, namun onset terapi lebih lambat dan
bioavailabilitas menurun dibandingkan dengan kombinasi standar. Baik carbidopa
maupun benzaside merupakan inhibitor decarboxylase non kompetitif, sehingga tidak
direkomendasikan pemberian enzim tersebut dalam jumlah besar secara progresif.
Carbidopa dan benserazide tidak dapat melewati sawar darah otak dan kurang
memiliki aktivitas farmakologis saat diberikan sendiri.

Catecho-O-methyltransferase inhibitors
COMT berperan dalam pemecahan levodopa di perifer. Karenanya strategi
augmentasi levodopa lain meliputi penghambatan aktifitas enzym COMT dengan
pemberian tolcapone atau entacapone. Pemberian salah satu dari obat ini menurunkan
eliminasi dari carbidopa-levodopa sehingga meningkatkan konsentrasinya dalam
plasma 10% sampai 15%. Pasien yang diberikan tolcapone, dosis harian dari
carbidopa-levodopa mungkin perlu diturunkan 10%-30% untuk menghindari
diskinesia atau efek samping lain dari hiperdopaminergik.

Efek samping
Baik tolcapone dan entacapone memperburuk diskinesia yang diinduksi oleh
levodopa serta menyebabkan mual dan diare. Pada sedikit pasien, pemberian
tolcapone dapat menyebabkan hepatotoksik sehingga diperlukan pemantauan tes
10

fungsi hati (liver function test) pada pasien yang diterapi dengan obat ini.
Rhabdomyolisis telah dihubungkan dengan terapi tolcapone. Entacapone dapat
menyebabkan urine pasien menjadi berwarna orange. Kedua obat ini dapat
menyebabkan piloereksi.

AGONIS DOPAMIN SINTESIS

Sintesis dopamin agonis tidak membutuhkan transformasi maupun fasilitas


pengangkutan untuk melewati sawar darah otak karena obat tersebut bekerja langsung
pada reseptor dopamin postsinaptik (calne, 1993). Agonis dopamin sintesis
diantaranya bromocriptine dan pergolide (tetracyclic ergot alkaloids) dan
pramipexole dan ropinirole (nonergot alkaloids) (Fig. 31-3). Melalui pemberian
peroral, bromocriptine dan pergolide memiliki waktu paruh yang lebih lama
dibandingkan levodopa. Bromocriptine diabsorpsi secara cepat dalam traktus
gastrointestinal namun tidak komplet. Mengalami metabolisme lintas pertama di
hepar secara lengkap dan >90% dari metabolitnya di eksresi melalui kantung empedu.
Sedangkan <10% eksresinya dalam urin dari obat tersebut tidak mengalami
perubahan atau merupakan metabolit inaktif. Bromocriptine 0,5-1,0 mg peroral
adalah setara dengan levodopa, 100mg baik dalam kombinasinya dengan 25mg
carbidopa atau 25mg benserazide. Efektivitas bromocriptine dalam mengobati
akromegali mencerminkan efek penghambatan yang bersifat paradoks dari agonis
dopamin sintesis terhadap sekresi hormon pertumbuhan. Bromocriptine juga menekan
sekresi yang berlebihan dari prolaktin yang sering dikaitkan dengan sekresi hormon
pertumbuhan.
11

Efek samping:
Halusinasi visual dan auditorik, hipotensi, dan diskinesia lebih sering terjadi
pada pasien yang diobati dengan bromocriptine dibanding levodopa. Agonis dopamin
sintesis terkadang menyebabkan pleuropulmonary fibrosis yang kadang disertai
dengan efusi pleura (Bhatt et al, 1991). Berdasarkan beratnya efek samping yang
terjadi, dosis pemberian bromocriptine dapat diturunkan atau dihentikan. Komplikasi
lain yang jarang terjadi adalah erythromelalgia (kemerahan, edematous, tender
extremities) (eisler et al, 1981). Apabila komplikasi ini terjadi, biasanya pemberian
agonis dopamin sintesis dihentikan. Kemungkinan terjadi kenaikan serum
transaminase dan konsentrasi alkaline phospatase yang asimtomatik. Vertigo dan
mual terkadang dikaitkan dengan pemberian bromocriptine.
Nonergot alkaloids lebih jarang menyebabkan mual dan hipotensi orthostatic
dibandingkan derivat ergot, namun perbedaan tersebut tidak signifikan secara klinis.
Nonergot alkaloid tidak lebih unggul dibanding derivat ergot berkenaan dengan efek
samping pada sistem saraf pusat termasuk bingung, halusinasi, serangan tidur pada
siang hari (daytime sleep attacks) yang telah dikaitkan dengan kecelakaan kendaraan
bermotor.

OBAT-OBAT ANTIKOLINERGIK
12

Obat-obat antikolinergik seperti trihexyphenidyl dan benztropine memiliki


manifestasi klinis yang moderat pada penyakit Parkinson (calne, 1993). Obat-obat ini
menumpulkan efek eksitatorik dari neurotransmiter asetilkolin sehingga memperbaiki
keseimbangan antara dopamin dan asetilkolin yang diganggu dalam arah dominasi
kolinergik. Obat-obat antikolinergik dapat membantu mngontrol tremoe dan
menurunkan salvias berlebih yang berkaitan dengan penyakit Parkinson namun jarang
bermanfaat untuk kekakuan oto dan bradikinesia. Walaupun kerja pada saraf tepid
dan SSP dari obat antikolinergik ini kurang menonjol disbanding dengan atropine,
efek samping seperti gangguan memori (khususnya pada pasien lanjut usia),
halusinasi, kebingungan, sedasi, midriasis, sikloplegia, ileus adinamik, dan retensi
urin masih dapat timbul. Efek midriatik dapat menyebabkan glaucoma pada pasien
yang rentan. Sejak adanya obat yang lebih efektif, penggunaan obat antikolinergik
untuk mengobati penyakit Parkinson telah berkurang (Caln, 1993).

AMANTADINE

Amantadine adalah obat antivirus yang digunakan sebagai profilaksis untuk melawan
infeksi influenza A. obat ini ditemukan juga untuk menghasilkan perbaikan
simtomatik pada pasien dengan penyakit Parkinson. Cara kerja amantadine belum
diketahui, walaupun telah diperkirakan bahwa obat ini memfasilitasi pelepasan
dopamine dari ujung saraf dopaminergik yang menetap pada nigrostriatum pasien
dengan penyakit ini. Sebagai tambahan, amantadine dapat meninda uptake dopamine
menuju akhiran saraf, juga dapat menimbulkan efek antikolinergik, amantadine
adalah antagonis glutamate yang lemah dan memiliki efek antagonis nonkompetitif
pada reseptor N-methyl-D-aspartate. Tidak seperti obat-obat antikolinergik,
amantadine dapat menyebabkan beberapa perbaikan pada kekakuan otot rangka dan
bradikinesia. Amantadine diabsorpsi secara baik setelah pemberian per oral, dan
waktu paruh eliminasinya sekitar 12 jam. Lebih dari 90% dari obat ini diekskresikan
13

utuh dalam urin, yang memerlukan penyesuaian dosis pada pasien dengan disfungsi
ginjal. Efek sampingnya sama dengan yang diakibatkan oleh obat antikolinergik,
namun sebagai tambahan, pemberian amantadine secara kronis cenderung untuk
menginduksi edema tungkai dan livedo reticularis kaki dengan atau tanpa gagal
jantung. Pada pasien usia lanjut, amantadine bisa memperburuk kebingungan dan
psikosisnya.

SELEGILINE

Selegiline adalah inhibitor enzim monoamine oksidase tipe B (MAO-B) yang


ireversibel dan sangat selektif yang memiliki efek anti-Parkinson yang lemah jika
digunakan tunggal dan berefek sedang jika digunakan sebagai terapi tambahan untuk
carbidopa-levodopa (gb. 31-4) (Calne, 1993). Aktivitas enzim MAO-B adalah salah
satu jalur katabolic utama dopamine pada system saraf pusat. Pengeblokan aktivitas
enzim MAO-B meningkatkan waktu paruh intrasinaps dopamine yang kemudian
menyebabkan peningkatan fluktuasi motorik dan tremor. Berlawanan dengan
inhibitor monoamine oksidase nonspesifik, selegiline tidak menyebabkan potensi efek
katekolamin yang mengancam nyawa ketika diberikan secara bersama dengan amine
yang aktif secara sentral (Severn, 1988). Hal ini menggambarkan fakta bahwa
metabolisme norepinefrin pada akhiran saraf tepi tidak dipengaruhi oleh selegiline,
yang meminimalisasi kecenderungan respon merugikan terhadap simpatomimetik
selama anestesi. Insomnia adalah efek samping yang signifikan dari selegiline ini.
Efek samping lain selegiline antara lain kebingungan, halusinasi, depresi mental dan
ide paranoid.
14

TERAPI NONFARMAKOLOGIS

Transplantasi jaringan mesencephalik janin dan posteroventral pallidotomy mewakili


pendekatan operatif untuk mengobati pasien dengan penyakit Parkonson (Calne,
1993). Pada masa mendatang, tampaknya akan berkembang implantasi sel yang
dibiakkan dalam kultur dan diatur secara genetis untuk menghasilkan profil aktivitas
biologis yang diinginkan.

Anda mungkin juga menyukai