Anda di halaman 1dari 30

1

35. MINERAL DAN ELEKTROLIT

Banyak fungsi mineral sebagai pengganti enzim yang bermakna dan meregulasi
berbagai macam fungsi fisiologis, yaitu (a) memelihara tekanan osmotik, (b)
transportasi oksigen, (c) kontraksi otot-otot skelet, (d) keutuhan susunan saraf pusat,
(e) mengembangkan dan memelihara jaringan dan tulang, dan (f) hematopoiesis.
Komponen yang ada dalam tubuh dalam jumlah besar, yaitu kalsium, fosfat, natrium,
kalium, magnesium, sulfur, klorida. Besi, cobalt pada vitamin B 12, tembaga, zinc,
kromium, selenium, mangan, dan molibdenun dijumpai dalam jumlah sedikit. Nikel,
timah, silikon, arsenik, juga dianggap sebagai elemn penting. Pada keadaan terjadi
gangguan dalam penyerapan, kekurangan mineral yang berat tidak mungkin terjadi
karena kebanyakan mineral, kecuali zinc, dapat dijumpai dalam makanan. Walaupun
begitu, defisiensi besi sering dijumpai terutama pada bayi dan wanita yang sedang
menstruasi yang tidak mengkonsumsi asupan yang cukup. Defisiensi zinc dan
tembaga sedang juga sering kali terjadi.
Konsumsi makanan yang seimbang dan bervariasi menyediakan jumlah yang
cukup dari komponen yang jarang, dan suplemen makanan yang mengandung
mineral, seharusnya digunakan jika hanya bukti dari keadaan defisiensi ditemukan
atau jika ada permintaan diketahui harus meningkat (selama kehamilan dan laktasi).
Defisiensi mineral dapat berkembang selama hiperalimentasi berkepanjangan,
memperbesar kepentingan untuk memonitor konsentrasi keberadaan logam dalam
plasma pasien ini.

KALSIUM
Kalsium ada di tubuh dalam jumlah besar dibandingkan mineral lainnya. Konsentrasi
kalsium dalam plasma dipelihara antara 4,5 dan 5,5 mEq/L (8,5 – 10,5 mg/dL) oleh
pengontrolan sistem endokrin yang mengandung vitmain D, hormon paratiroid, dan
kalsitonin (lihat bab 52). Total kalsium dalam plasma terdiri dari (a) kalsium
2

berikatan dengan albumin, (b) calsium yang berikatan dengan ion sitrat dan fosfor,
dan (c) kalsium terionisasi yang bebas terdifusi. Ini merupakan fraksi kalsium yang
terionisasi yang menghasilkan efek fisiologi.
Fraksi kalsium yang terionisasi mengisi sekitar 45% dari total konsentrasi
plasma. Oleh karena itu, konsentrasi kalsium terionisasi dalam plasma normalnya
berkisar 2 sampai 2,5 mEq/dL. Gejala-gejala yang diakibatkan oleh perubahan
konsentrasi kalsium menggambarkan perubahan pada level plasma dari kalsium yang
terionisasi. Ini harus diingat bahwa konsentrasi kalsium yang terionisasi tergantung
dari pH arteri, dengan kondisi asidosis meingkatkan sedangkan alkalosis menurunkan
konsentrasi. Seperti halnya juga, konsentrasi albumin dalam plasma harus dipikirkan
saat meginterpretasi konsentrasi kalsium dalam plasma. Contohnya, albumin dalam
plasma berikatan dengan kalsium yang tidak terionisasi. Jika, konsentrasi albumin
serum menurun, itu berarti akan terjadi sedikit kalsium yang berikatan dengan
protein. Sehingga, kalsium yang tidak terionisasi bebas untuk kembali disimpan
dalam tempatnya misalnya tulang. Oleh karena itu, total kalsium dalam plasma dapat
diturunkan dengan adanya hipoalbuminemia, tetapi gejala-gejala dari hipokalsemia
tidak terjadi kecuali konsentrasi kalsium yang terionisasi juga menurun. Contohnya,
hipokalsemia karena hipofosfatemia tidak diikuti dengna tanda hipokalsemia kecuali
fraksi kalsium yang terionisasi dalam plasma juga menurun. Untuk ini, intrepretasi
yang akurat dari konsentrasi kalsium dalam plasma tidak mungkin tanpa mengetahui
kadar albumin dalam plasma.

Fungsi Kalsium
Kalsium penting untuk (a) transmisi neuromuskular, (b) kontraksi otot skelet, (c)
kontraksi otot jantung, (d) koagulasi darah, dan (e)eksositosis diperlukan untuk
pelepasan neurotransmiter dan autakoid. Sebagai tambahan, kalsium merupakan
komponen utama tulang. Konsentrasi kalsium terionisasi dalam sitoplasma dipelihara
pada level rendah oleh ekstrusi dari sel dan penyerapan ion ini dalam organel sel,
terutama mitokondria, dan di retikulum sitoplasma otot skelet. Gradien besar kalsium
3

di membran sel berkontribusi dengan penggunaan ion ini untuk sinyal transmembrane
dalam merespon berbagai macam stimulus elektrik dan kimia.

Efek Kardiovakular
Kalsium dikenal sebagai obat inotropik positif. Meningkatnya konsentrasi kalsium
terionisasi dalam plasma dengan pemeberian kalsium klorida atau kalsiium glukonat
dari luar umumnya digunakan untuk mengobati depresi kardiak yang dapat menyertai
penyaluran anetesi volatil, transfusi darah yang mengandung sitrat, dan pengakhiran
bypass kardiopulmoner yang mengikuti. Kalsium dibutuhkan dalam serangkaian
proses eksitasi-kontraksi pada pembuluh darah otot polos dan dapat berakibat
vasokontriksi arteri koroner yang merusak serangkaian kerja aliran darah koroner
untuk menambah kebutuhan oksigen otot jantung (Crystal et al., 1998)

Hipokalsemia
Yang menjadi penyebab paling sering dari hipokalsemia (konsentrasi kalsium dalam
plasma <4,5 mEq/L) adalah menurunnya konsentrasi albumin dalam plasma.
Penyebab lain dari hipokalsemia termasuk hipoparatiroidisme, akut pankreatiti,
defisiensi vitmain D, dan gagal ginnjal kronik dengan hipofosfatemia. Kondisi
malabsorbsi yang mengakibatkan kekurangan kalsium dan vitmain D memudahkan
terjadinya hipokalsemia.
Sitrat yang mengikat kalsium dapat mengakibatkan hipokalsemia, tetapi hal
ini terkesuali pada orang dewasa karena rata-rata pemberian transfusi whole blood
harus melebihi 50 mL/70 kg/menit sebelum penurunan konsentrasi kalsium
terionisasi dalam plasma terjadi (Gbr 35-1) (Denlinger et al., 1976). Hal ini
enggambarkan perpindahan kalsium dari tulang dan kemampuan hepar untuk
memetabolisme sitrat menjadi ion bikarbonat secara cepat. Oleh karena itu,
pemberian suplemen kalsium secara IV yang sewenang-wenang pada orang dewasa
yang sedang menerima kantong darah tidak diindikasi pada keadaan tidak ada bukti
objektif untuk hipokalsemia. Pemberian suplemen kalsium secara IV, bagaimanapun
4

juga, diindikasikan untuk mencegah hipokalsemia karena induksi dari sitratpada


neonatus yang menerima kantong darah. Oleh karena itu, pada keadaan hipotermia
atau disfungsi hepar berat, kemampuan hepar untuk mengubah sitrat menjadi ion
bikarbonat mungkin mengalami penurunan dan pemberian suplemen kalsium
mungkin diindikasikan.

Gambar 35-1 Penurunan sitrat terinduksi dalam konsentrasi kalsium serum


terionisasi tidak terjadi kecuali laju infus whole blood >50 mL/70kg tiap menit. (dari
Denlinger JK, Kaplan JA, Lecky JH, et al. Cardiovascular responses to calcium
administered intravenously to a man during halothane anesthesia. Anasthesiology
1975;42:390-397; dengan perizinan).

Gejala-Gejala
Gejala-gejala dari hipokalsemia diantaranya adalah (a) tetani, (b) parestesi disekitar
mulut, (c) meningkatnya eksitasi neuromuskular, (d) laringospasme, dan (e) seizure.
Penurunan mendadak bagian yang terionisasi dari konsentrasi total kalsium dalam
plasma dihubungkan dengan hipotensidan meningkatnya tekanan diastolik akhir
ventrikel kiri. Interval QTc pada EKG mungkin memanjang, tetapi hal ini bukan
5

temuan yang konsisten. Oleh karena itu, memantau interval QTc pada EKG tidak
dapat diandalkan secara klinis untuk mengarahkan ada tidaknya hipokalsemia.

Pengobatan
Pengobatan dari hipokalsemia dengan sediaan kalsium yang tersedia secara komersial
(kalsium klorida, kalsium glukonat, dan kalsium gluseptat) yang diberikan IV. Dalam
hal ini, perbandingan dosis zat dari kalsium klorida dan kalsium glukonat adalah 1:3
(Cote et al., 1987). Sebagai contoh, kalsium klorida mengandung 27 mg/mL kalsium
dan kalsium glukonat mengandung 8 mg/mL kalsium. Pemberian intravena melebihi
5-15 menit, dosis ekuivalen dari kalsium klorida (3-6 mg/kg) dan kalsium glukonat
(7-14 mg/kg) menghasilkan efek yang sama pada konsentrasi kalsium dalam plasma.
Kalsium klorida mengiritasi pembuluh darah vena dan dapat menyebabkan
ketidaknyamanan pada pasien yang sadar. Kalsium gluseptat mengandung 23 mg/mL
kalsium dan dapat diinjeksikan secara IM sebaik IV.

Hiperkalsemia
Kanker merupakan penyebab yang paling umum dari hiperkalsemia (konsentrasi
kalsium dalam plasma >5,5 mEq/L) yang mengancam jiwa. Kira-kira
menggambarkan aktivitas osteoklas oleh berbagai sitokin (interleukin-1, interleukin-
6, Tumor Necrosis Factor) yang dikeluarkan oleh sel tumor di sumsum tulang. Malah,
keganasan terhitung sekitar satu setengah dari kasus hiperkalsemia yang telah tampak
pada pasien yang dirawat dan sekitar 5% dari pasien yang dirawat dalam keadaan
hiperkalsemia dengan kanker (Heath, 1989). Hipoalbuminemia yang sering menyertai
kegananasan akan berarti total konsentrasi kalsium dalam plasma mengabaikan
keparahan dari hiperkalsemia. Penyebab yang paling umum dari hiperkalsemia ringan
adalah hiperparatiroidisme. Hiperparatiroidisme karena gagal ginjal kronik dapat
6

terus ada berupa hiperkalsemia setelah keberhasilan dari transplantasi ginja.


Sarkoidosis dihubungkan dnegna hiperkalsemia pada sekitar 20% dari pasien.

Gejala-Gejala
Gejala-gejala awal dari hiperkalsemia diantaranya yaitu mengantuk dan muntah-
muntah. Ketika konsentrasi kalsium dalam plasma >10mEq/L, gangguan konduksi
jantung, yang ditandai pada EKG sebagai perpanjangan interval P-R, komplek QRS
yang meluas, dan pemendekan interval QTc, terjadi. Efek merugikan yang paling
serius dari hiperkalsemia menetap adalah kerusakan ginjal.

Pengobatan
Tujuan dari pengobatan hiperkalsemia adalah untuk memperbaiki dehidrasi dan untuk
meresepkan obat yang dapat mengembalikan konsentrasi kalsium dalam plasma
mendekati normal dalam waktu 24-48 jam. Perbaikan hiperkalsemia yang lebih cepat
mungkin berbahaya. Pengobatan hiperkalsemia pada keganasan dengan pemberian
salin IV (2-3 liter per hari) digabungkan dengan pemebrain bisfosfonat (disodium
etidronat 7,5 mg/kg IV selama 3 hari) (Heath, 1989). Furosemid menginduksi diuresis
dapat berkontribusi dalam kecepatan ekskresi kalsium ginjal. Pemberian bisfosfonat
IV lainnya untuk mengobati hiperkalsemia yang diakibatkan kanker yaitu klodronat,
pamidronat, dan ibandronat (Delmas, 1997).
Walaupun kortikosteroid dan kalsitonin telah direkomendasikan, ada sedikit
data yang mendukung penggunaan tersebut. Kecuali pada beberapa keganasan
hematologi, kortikosteroid tidak efektif, dan kalsitonin hanya memiliki efek segera
yang sedang pada beberapa pasien (Hosking dan Gilson, 1984). Kortikosteroid,
seperti prednison, menurunkan absorbsi kalsium dari saluran pencernaan dengan
kerja antagonis vitamin D. Onset dari efek penurunan kasium dengan mekanisme ini,
bagaimanapun juga, sering terjadi lambat (7-14 hari) dan tidak terprediksi.

Komposisi Tulang
7

Tulang dibentuk dari matriks organik yang diperkuat dengan simpanan garam
kalsium. Matriks organik >90% serat kolagen, dan sisanya adalah material homogen
yang disebut substansi dasar. Substansi dasar terdiri dar proteoglikan yaitu kondroitin
sulfat dan asam hialuronat. Garam disimpan dalam matriks organik tulang terutama
terdiri dari ion kalsium dan fosfat dimana gabungannya dikenal sebagai
hidroksiapatit. Banyak ion berbeda dapat berikatan dengan kristal tulang, yang
menjelaskan simpanan dari zat radioaktif di tulang yang dapat mengakibatkan
sarkoma osteogenik dari efek radiasi yang berkepanjangan.
Tahapan awal produksi tulang adalah sekresi kolagen dan substansi dasar
osteoblas. Garam kalsium mengendap pada permuakaan serat kolagen, membentuk
nidi yang berkembang menjadi kristal hidroksiapatit. Tulang terus menerus disimpan
oleh osteoblas, dan terus menerus diabsorbsi dimana saat osteoklas aktif. Paratiroid
mengontrol aktivitas penyerapan tulang oleh osteoklas. Kecuali pada tulang yang
sedang berkembang, rata-rata penyimpanan dan penyerapan tulang sama, sehingga
total massa tulang tetap konstan.
Tulang disimpan pada proporsinya untuk menekan beban yang harus dibawa
tulang. Contohnya, tekanan fisik yang terus menerus dapat merangsang pembentukan
tulang baru. Pengendapan tulang pada titik penekanan dapat diakibatkan oleh efek
piezoelektrik. Malah, sejumlah kecil arus lisktrik yang mengalir di tulang
menyebabkan aktivitas dari osteoblas pada arus listrik negatif. Fraktur pada tulang
secara maksimal mengaktifkan osteoblas yang terkait pada patahannya. Tonjolan
yang dihasilkan jaringan osteoblas dan matriks tulang baru disebut kalus.
Osteoblas mengeluarkan sejumlah besar alkalin fosfatase ketika osteoblas
mengendapkan matriks tulang secara aktif. Hasilnya, rata-rata pembentukan tulang
dicerminkan dari pengukuran konsentrasi alkalin fosfatase dalam plasma.
Konsentrasi alkali fosfatase juga meningkat karena berbagai proses penyakit yang
menyebabkan destruksi tulang (metastase dari kanker, osteomalasia, dan riketsia)
Garam kalsium tidak pernah mengendap pada jaringan normal lainnya selain
tulang. Pengecualian yang dapat dicatat, bagaiimanapun, adalah aterosklerosis,
8

dimana kalsium dapat mengendap pada dinding arteri. Garam kalsium juga
diendapkan pada jaringan yang sudah degenerasi atau pada trombosit yang sudah tua.

Pengganti Kalsium
Pengganti kalsium adalah kalsium yang ada dalam tubuh yang ada pada kadar yang
sama dengan kalsium pada cairan ekstraseluler. Sebagian besar dari pengganti
kalsium ini ada pada tulang, yang menyajikan mekanisme penyangga yang cepat
untuk menjaga konsentrasi kalsium pada cairan ekstraseluler akibat perubahan yang
berlebihan dari masing-masing arah. Perpindahan pengganti kalsium dari masing-
masing arah sangat cepat yang mana sekali jalan darah yang mengandung kalsium
yang banyak melewati tulang akan dihilangkan sekalipun semua kalsium yang
banyak tersebut. Hal ini diestimasikan 5% dari pengeluaran jantung (Cardiac Output)
mengalir melewati tulang.

Gigi
Bagian dari gigi yang memiliki peran utama diantaranya adalah enamel, dentin,
sementum, dan pulpa (Gbr. 35-2) (Guyton and Hall, 2000). Gigi juga dapat dibagi
menjadi beberapa bagian, yaitu (a) mahkota, merupakan bagian yang menonjol di atas
gusi; (b) akar, merupakan bagian yang menonjol hingga ke dalam rongga tulang
mandibula dan maksila; dan (c) leher, yang memisahkan antara mahkota dan akar.

Struktur
Dentin merupakan badan utama dari gigi dan ini diisi khususnya oleh kristal
hidroksiapatit yang sama dengan hidoksiapatit pada tulang. Yang berbeda dengan
tulang, dentin kekurangan osteoblas, osteoklas, atau celah untuk saraf dan pembuluh
darah. Permukaan terluar dari gigi dilapisi oleh enamel yang dibentuk sebelum gigi
tumbuh oleh sel epitel khusus. Setelah gigi tumbuh, tidak ada enamel lagi yang
terbentuk. Enamel merupakanprotein yang sangat kuat dan tahan terhadap agen
9

korosif seperti asam atau enzim. Sementum merupakan isi dari badan gigi yang
disekresikan oleh sel yang membentang pada celah gigi. Sementum memiliki
karateristik yang sama dengan tulang normal lainnya termasuk osteoblas dan
osteoklas. Bagian dalam dari setiap gigi terisi oleh pulpa yang mengandung saraf,
pembuluh darah, dan pembuluh limfe.

Gambar 35-2 Gambar Skema Bagian-Bagian Fungsional Gigi. (dari Guyton AC,
Hall JE, Textbook of medical physiology, 10th ed. Philadelpia: Saunders, 2000;
dengan perizinan).

Karies Dentis
Karies dentis merupakan hasil dari aktivitas bakteri, yang paling umum adalah
Streptococci. Kejadian pertama dari perkembangan karies ini adalah endapan plak,
yang merupakan lapisan tipis hasil dari endapan saliva dan makanan. Bakteri
10

menediami plak tersebut dan kemudian memulai fase dalam perkembangan karies.
Pembentukan asam oleh bakteri merupakan peristiwa yang penting untuk mengawali
perkembangan karies. Setelah proses pembusukan gigi telah merambah enamel
dentin, ini terproses dengna cepat, menggambarkan kelarutan yang tinggi dari garam
dentin.
Bakteri terganutng pada karbohidrat untuk bertahan, yang menjelaskan
hubungan antasa karies dengan frekuensi memakan makanan yang mengandung gula.
Jika karbohidrat dimakan dalam jumlah yang kecil sekalipun, seperti dalam bentuk
permen, bakteri disediakan oleh komponen metabolik yang disukai mereka dalam
beberapa jam per hari. Sebaliknya, mengkonsumsi karbohidrat hanya saat makan
yang diikuit oleh menyikat gigi mengurangi kemampuan bakteri untuk
memetabolisme zat dan kemudian menurunkan kemungkinan pembentukan karies.
Gigi yang terbentuk pada anak-anak yang meminum air terflourisasi
mengambangkan enamel yang kira-kira tiga kali lebih tahan dibandingkan dengan
gigi normal dalam pembentukan karies. Flourin tidak dapat membuat enamel lebih
kuat dari biasanya, tetapi justru mengganti gugus hidroksil pada kristal hidroksiapatit;
hal ini kemudian dapat membuat enamel menjadi lebih kurang mudah terlarut.

Cedera Gigi
Cedera gigi pada saat masa perioperatif umumnya sering terjadi trauma akibat terkena
bilah laringoskopi selama intubasi trakea. Bagiamanpun juga, hanya 20% dari
kejadian cedera gigi yang diakibatkan oleh kesulitan dalam melakukan intubasi
(Warner et al., 1999). Pertanyaan ini sebuah asumsi dari penggunaan bilah
laryngoskop secara paksa adalah yang menjadi penyebab dari cedera. Kenyataannya,
menggigit-menggigit yang tidak disadari (Bruksism) pada endotrakeal tube (ET) atau
gudel saat masa posoperatif mungkin menjadi penyebab yang tidak terduga dari
cedera gigi (Quin et al., 2005).

Bisfosfonat dalam Terapi Penyakit Tulang


11

Gambar 35-3 Bisfosfonat

Bisfosfonat merupakan obat dengan struktur kimia fosfat-karbon-fosfat (P-C-P)


dimana atom hidrogen yang berikatan dengan atom karbon diganti oleh kelompok
yang bervariasi (Gbr. 35-3) (Delmas, 1996; Delmas dan Meunier, 1997; Rossen dan
Kessenich, 1996). Aksi utama dari bisfosfonat adalah untuk menginduksi inhibissi
yang tertanda dan lama dari reabsorbsi tulang dengan menurunkan aktivitas osteoklas
(Delmas dan Meunier, 1997). Sebagai tambahan, ikata ini menurunkan sejumlah
osteoklas dengna menurunkan pengambilannya dan dengan menstimulasi procduksi
osteoblas. Bisfosfonat berikatan dengan mineral-mineral tulang melalui struktur P-C-
P dan menghambat baik pembentukan dan pemecahan kristal kalsium fosfat. Ikatan
ini, tetap di tulang sampai diabsorbsi kembali. Menurunnya resorpsi tulang juga
memungkinkan untuk pembentukan tulang sampai pemecahan tulang.

Penggunaan Klinik
Bisfosfonat, karena rasio untung-ruginya, dipilih sebagai alternatif terapi pengganti
estrogen pada wanita dengan osteoporosis posmenopouse dan merupakan terapi
12

pilihan pada pasien dengan penyakit Paget, kortikosteroid yang menginduksi


kehilangan tulang, dan hiperkalsemia karena keganasan (tabel 35-1) (Delmas, 1996;
Delmas dan Meunier, 1997; Rossen dan Kessenich, 1996). Selama periode 10 tahun
terapi, alendronat menghasilkan zat yang dapat meningkatkan kepadatan mineral
tulang (menurunkan risiko terjadinya fraktur) yang dihilangkan ketika terapi sudah
tidak dilanjutkan (Bone et al., 2004). Bisfosfonat berguna untuk tambahan terapi pada
pasein dengan mutipel myeloma dan metastasis tulang untuk menghilangkan nyeri
tulang dan risiko fraktur dan hiperkalsemia. Pemberian infus tiap bulan dari
pamidronat dapat mencegah komplikasi otot-otot skelet pada wamita dengan kanker
payudara yang metastasis. Begitu juga, pemberian pamidronat IV dapat lebih efektif
biaya dibandingkan pemakaian terapi per oral terus menerus pada pasien dengan
penyakit Paget. Konsentrasi alkalin fosfatase dalam serum dan pengeluaran
hidroksiapatit dalam urinmenjadi turun pada pasien yang diobati dengan rata-rata
sekitar 50% (Delmas dan Meunier, 1997).
Tabel 35-1. FARMAKOKINETIK DAN NEGGUNAAN KLINIK DARI BISFOSFONAT
Etidronat Klodronat Pamidronat Alendronat
Cara pemberian Oral Oral IV Oral
IV IV IV
Bioavaibilitas 1-10 1-10 1-10 1-10
oral (%)
Penggunaan
Klinik
Penyakit ++ + +++ (IV) +++
Paget +++ + ++ ++++
Osteoporosis
IV, intravena; +, kemungkinan manfaat.

Efek Samping
13

Toksisitas bisfosfonat ini rendah, dengan efek samping di luar tulang rangka yang
relatif sedikit (Rossen dan Kessenich, 1996). Mual, muntah, nyeri perut, dan diare
adalah efek samping yang mungkin terjadi, khususnya pada pasien yang diobati
dengna etidronat, alendronat, dan klodronat (Delmas dan Meunier, 1997).
Osteomalasia telah terjadi dengan menggunakan terapi etidronat jangka panjang
dengan dosis tinggi. Bahkan, etidronat tidak direkomendasikan pada pasien dengan
riwayat osteomalasia. Sindrom seperti influenzae transien akut dapat menyertai
pengobatan inisial pamidronat. Iritasi vena dapat menyertai pemebrian pamidronat
IV.
Bisfosfonat per oral meningkatkan reabsorbsi fosfat di tubular, dimana,
kemudian, dapat menyebabkan hiperparatiroid sekunder. Walaupun hipokalsemia
yang diinduksi oleh obat ini tidak biasa, kecuali pada kasus pengobatan hiperkalsemia
akibat malignansi. Penghambatan dari resorpsi tulang oleh pamidronat IV
menurunkan pengeluaran kalsium dari tulang, dan efek awal dari pengobatan ini yaitu
menurunnya konsentrasi kalsium dalm plasma dan meningkatkan sekresi dari hormon
paratiroid. Kalsium seharusnya diberikan untuk menumpulkan peningkatan kadar
hormon paratiroid dalam serum.

Farmakokinetik
Semua bisfosfonat membagikan bentuk farmakokinetik, termasuk absorbsi sistemik
yang lemah setelah pemberian peroral, khususnya dengan adanya kehadiran makanan
(bioavailability 1%-10%) (lihat tabel 35-1) (Delmas dan Meunier, 1997; Rossen dan
Kessenich, 1996). Setelah periode yang singkat dari sirkulasi, sebagian besar
bisfosfonat dihilankan secara cepat, memasuki tulang (20%-50% dari dosis per oral
yang terabsorbsi) yang terikat rapat dengan hidroksiapatit, sedangkan sisanya yang
tidak berubah diekskresikan oleh ginjal. Rata-rata masuknya etidronat ke dalam
tulang mendekati dari kalsium dan fosfat, dan obat memiliki volume distribusi
diantara 0,3-1,3 L/kg. Riwayat dari gagal ginjal dapat memperngaruhi keputusan
untuk memberikan bisfosfonat.
14

KALIUM
Kalium merupakan kation yang kedua paling sering ditemui di tubuh dan merupakan
kation intraseluler utama (Tetziaff et al., 1993). Kira-kira 3500 mEq kalium ada pada
tubuh pasien dengan berat 70kg (40-50mEq/kg). Konsentrasi pada cairan
ekstraseluler 4mEq/L, dan konsentrasi pada cairan intraseluler 150 mEq/L, dengnan
hanya 2% dari total kalium dalam tubuh ada di ekstraseluler. Estimasi dari
konsentrasi total dalam tubuh dari kalium serum tidak akurat karena dominasi dari
kalium intraseluler, walaupun mayoritas (>90%) mudah unutk ditukar antara
kompartemen.

Mekanisme Kerja Kalium


Kalium memiliki pengaruh penting dalam mengontrol tekanan osmotik dan
merupakan sebuah ketalisator dari banyak reaksi enzimatik. Kation ini juga berfungsi
dalam perangsangan membran sel (saraf, oto skelet, oto jantung) dan berperan secara
langsung dalam fungsi ginjal. Gangguan dalam homeostasis kalium digambarkan
sebagai disritmia jantung, kelemahan otot skelet, dan gangguan asam basa.
Ginjal meruakan organ penting yang berperan dalam homeostasis kalium.
Regulasi kalium ginjal diatur oleh sekresi aktif, yang berbeda dengan elektrolit
lainnya, yang mana diregulasi oleh reabsorbsi tubulus distal. Beberapa hormon yang
berpengaruh terhadap sekresi kalium, diantaranya adalah aldosteron, glukokortikoid,
arginin vasopressin, dan katekolamin. Aldosteron berperan di tubulus kolektivus
utnuk meningkatkan reabsorbsi ion natrium, yang menyokong sekresi kalium.
Arginin vasopresin juga meningkatkan sekresi kalium di tubulus kolektivus distal.
Glukokortikoid mempengaruhi sekresi kaliu ginjal melalui kerja langsung di
parenkim ginjal. Katekolamin menurunkan sekresi kalium ginjal dengan efek pada
sistem pengumpul distal. Asidosis menghambat serta alkalosis menyokong sekeresi
kalium. Ketika uremia terjadi, sekresi kalium melalui saluran pencernaan meningkat,
15

dan ketika clearen kreatinin <20% dari normal, ion kalium di slauran pencernaan
dapat mencapai 20% dari masukannya.

Efek Obat Hipokalemia


Banyak obat yang menjaga distribusi kalium intraseluler dan ekstraseluler.
Contohnya, kalekolamin memindahkan klaium secara intraseluler, terutama ke hati
dan otot skelet. Hipokalemia juga bisa terjadi setelah pemberian agonis beta-
adrenergik sebagai terapi untuk asma bronkial atau persalinan prematur. Sebenarnya,
efek hipokalemia dari beta-agonis ini dapat berguna pada pengobatan hiperkalemia.
Teofilin menyebabkan perpindahan kalium secara intraseluler, dan hipokalemia dapat
diatasi dengan kehadiran efek toksik dari teofilin. Insulin menyokong perpindahan
kalium ke dalam sel. Kehilangan kalium di saluran pencernaan berhubungan dengan
penyalahgunaan laksatif yang berkepanjangan sama halnya dalam persiapan usus
secara agresif untuk operasi abdomen.
Sekelompok besar obat yang menginduksi kehilangan kalium ginjal adalah
diuretik (lihat Bab 25). Dosis besar dari penisilin dan derivat sintetiknya bersifat
kaliuretik. Antibiotik aminoglikosida merupakan kaliuretik yang menggambarkan
obat yang menginduksi kehilangan magnesium dan dengan efek nefrotoksisitas
langsung.

Efek Obat Hiperkalemia


Obat yang meningkatkan konsentrasi kalium dalam plasma melakukannya dengan
redistribusi, berkurangnya sekresi aldosteron, menghambat pengeluaran kalium di
duktud kolektivus distal atau dengan rusaknya sel secara langsung. Perpindahan
ekstraseluler dari kalium dapat mengakibatkan hiperkalemia tanpa peningkatan total
kalium tubuh. Contohnya, suksinilkolin menyebabkan keluarnya kalium dari sel-sel
otot skelet, yang menyebabkan meningkatnya konsentrasi kalium dalam serum
16

dengan sebesar 0,5 mEq/L. Toksisitas dari digitalis menyebabakan hiperkalemia


dengan mencegah kalium masuk ke dalam sel. Antagonis beta-adrenergik dapat
menyebabkan peningkatan sedang dari konsentrasi kalium dalam serum dengan
adanya perpindahan ekstraseluler. Walaupun perpindahan ini sedang, ini dapat
menambahkan efek hiperkalemia lainnya seperti bypass kardiopulmoner dan gagal
ginjal. NSAID (obat anti inflamasi nonsteroid) dpat menyebabkan hiperkalemia
dengan menccegah pengeluaran aldosteron. Diuretik hemat kalium mencegah sekresi
kalium di dukstu koletivus distal yang menyebabkan keadaan klinik hiperkalemia.
Kemoterapi untuk terapi keganasan proliferatif sel darah akut meyebabkan lisis sel
secara mendadak dan hiperkalemia.

Hipokalemia
Efek fisiologis dari hipokalemia yang signifikan secara klinis pada jantung dan otot
skelet masih menjadi kontroversial. Gagal untuk mengkonfirmasi peningkatan
kejadian disaritmia janutng serius pada pasien hipokalemia kronik menyebabkan
kurangnya terapi pengganti kalium dan penurunan dari penurunan frekuensi atau
pembatalan operasi elektif berdasarkan konsentrasi potasium serum yang berubah-
ubah (Letzlaff et al., 1993). Inrvensi secara aktif dengan pemberian suplemen kalium,
yang termasuk semua preparat digitalis atau yang telah memiliki bukti terkena
iskemia miokard akut.

Gejala-Gejala
Kelenahan otao skelet dan menunjang terjadinya disaritmia jantung diakui gejala-
gejala hipokalemia yang signifikan secara klinis. Pada level seluler, hipokalemia
menyebabkan peningkatan automatisitas jantung dan penurunan repolarisasi jantung
yang menunjang terjadinya takidisaritmia. Perubahan seluler yang mirip dengan yang
dihasilkan digitalis atau agonis beta-adrenergik. Bagaimanapun juga, tidak ada
17

kalium serum di bawah nilai yang dapat menimbulkan risiko yang tidak perlu dari
disaritmia jantung serius (Atlee, 1997).

Pengobatan
Hal ini penting untuk menentukan penyebab dari hipokalemi sebelum penggantian
kalium secara agresif diinisiasikan. Contohnya, jika konsentasi kalium serum
menurun secara akut karena adanya redistribusi ke celah intraselulerdan terapi kalium
diinisiasikan, serius hiperkalemia berpotensial terjadi, terutama jika penyebab dari
redistribusi adalah untuk membalikkan tiba-tiba. Jika total deplesi tubuh menjadi
penyebab dari hipokalemianya, Jumlah kenaikan konsentrasi kalium dalam plasma
yang dihasilkan dari suplementasi kemungkinan kecil karena redistribusi ke
intraseluler yang cepat.
Hipokalemia yang mangancam jiwa, yang berwujud keganasan disaritmia
jantung, intoksikasi digitalis akut, atau rusaknya neuromuskular yang ekstrim,
membutuhkan pemberian suplemen kalium IV. Jumlah pemasukan kalium tergantung
dari urgensi indikasinya, dengan rekomendasi yang umum dengan pemberian
40mEq/jam. Jika konsentrasi kalium serum awalnya > 2,5 mEq/L, pemebrian 0,5
mEq/L kalium klorida akan diharapkan untuk meningkatkan konsentrasi kalium
serum 0,6 mEq/L (Tetzlaff et al., 1993). Jika pasien pernah menerima antagonis beta-
adrenergik, konsentrasi kalium dalam plasma meningkat menjadi 0,9 mEq/L, tetapi
selama terapi katekolamin endogen, kenaikan hanya menjadi 0,1 mEq/L. Koreksi dari
hipomagnesemia mungkin dibutuhkan untuk mencegah kenaikan dari kehilangan
kalium ginjal.
Angka kesakitan berhubungan dengan terapi suplemen kalium tidak biasa.
Pasien dengna pengurangan regulasi kalium internal, khususnya diabetes dan pasien
gagal ginjal, memiliki risiko untuk terapi yang menginduksi hiperkalemia yang
kebetulan. Kekurangan yang ditunjukkan risiko perioperatif dari hipokalemia kronik
pada pasien tanpa gejala klinik seharusnya mempengaruhi keputusan untuk
mengobati hipokalemia kronik secara segera.
18

Hiperkalemia
Tanda awal dari hiperkalemia seringnya berupa perubahan dalam EKG seperti
gelombang T yang meninggi, yang khas terjadi pada konsentrasi kalium serum yang
mencapai 6 mEq/L. Karena konsentrasi ekstraselulernya meningkat lebih jauh,
gradien transmembran menjadi menurun, dengan terjadinya interval P-R yang
memanjang, dan QRS meluas pada EKG. Pada poin ini, risiko fibrilasi ventrikel atau
asistol karena hambatan dari konduksi meningkat secara drastis. Asistol juga bisa
terjadi karena menurunnya automatisasi di nodus sinoatrial. Terkadang, tampilan
klinis dari hiperkalemia dapat berupa neuromuskular, dengna parestesi dan
kelemahan otot skelet.

Pengobatan
Keputusan untuk mengobati hiperkalemia, berkebalikan dengna hipokalemia, ini
lebih mudah dan berdasarkan dari tingkatan dari kenaikan konsentrasi kalium dalam
serum dan gejala yang tampak. Jika EKG berubah selain yang peniggian gelombang
T terjadi, atau jika konsentrasi kalium serum >6,5 mEq/L, kejadian jantung yang
serius dan membahayakan meningkat dan intervensi yang cepat diindikasikan.
Kalsium diindikasikan untuk mengimbangi secara cepat efek yang merugikan
dari kalium pada konduksi dan kontraktilitas jantung. Kalsium emngaktivasi pintu ion
kalsium sehingga ion menglair pada ion ini membangkitkan potensial aksi dan
mengembalikan kontraktilitas jantung. Pemebrian IV dari larutan kalsium klorida
10% sebesar 10-20 mL mengembalikan kontraktilitas jantung dalam 1-2 menit. Efek
ini bertahan hingga 15-20 menit. Kalsium glukonat dapat direkomendasikan diantara
bentuk klorida sebagai dasarnya yang mana sediaan ini dapat menginduksi sekresi
kalium melalui tubulus ginjal lebih banyak lagi dengan segera. Pemberian kalsium IV
harus perlahan-lahan pada pasien yang memakai preparat digitalis, karena
hiperkalemia akut dapat mempercepat toksisitas dari digitalis. Konsentrasi kalium
serum tidak mengalami perubahan secara signifikan dengan pemebrian kalsium IV.
19

Ukuran lain untuk menterapi hiperkalemia termasuk pemberian natrium


bikarbonat dan glukosa insulin yang dicampurkan. Natrium bikarbonat, 0,5-1,0
mEq/kg IV, menyebabkan perpindahan klaium ke dalam sel dalam waktu sekitar 5
menit. Konsentrasi kalium serum tetap menurun selama pH darah arteri meningkat.
Infus glukosa insulin (50 mL dari glukosa 50% ditambah regular insulin 10 U)
menghasilkan penyokong perpindahan kalium ke sel, menyebabkan penurun
konsentrasi kalium serum sebesar 1,5-2,5 meq/L dalam waktu 30 menit. Ephinefrin
dan beta agonis – terutama selektif beta2 agonis- menurunkan konsentrasi kalium
serum melalui redistribusi secara intraseluler.

FOSFAT
Fosfat inorganik ada dalam 2 bentuk dalam plasma karena fosfat sulit untuk diukur
jumlah tepatnya untuk masing-masing ionnya, hal ini biasa untuk menunjukkan
jumlah total dari fosfat dalam mg/dL dari fosfor. Jumlah total dari fosfor inorganik
yang direpresentasikan oleh kedua ion fosfat sebesar 3,0-4,5 mg/dL.
Fosfat berguna dalam metabolisme energi dan memelihara keseimbangan
asam-basa, sebagai contoh, ion fosfat merupakan penyangga yang paling banyak di
tubulus distal ginjal, yang mengizinkan ekskresi dalam jumlah besar dari ion
hidrogen. Ion ini juga penting untuk fungsi penyangga intraseluler. Vitmain D
menstimulasi absorbsi fosfat secara sistemik dari saluran pencernaan. Fosfat yang
terabsorbsi ini hampir seluruhnya diekskresikan oleh ginjal karena hormon paratiroid
menghambat reabsorbsi dari tubulus ginjal. Sebaliknya, vitamin D emmfasilitasi
reabsorbsi fosfat dari tubulus proksimal ginjal.
Penurunan konsentrasi fosfat dalam plasma mengizinkan kehadiran sejumlah
konsentrasi kalsium dalam plasma dalam jumlah lebih besar dan menghambat
penyimpanan dalam bentuk garam tulang yang baru. Hipofosfatemia (konsentrasi
fosfor <1,5 mg/dL) menyebabkan penurunan konsentrasi adenosin trifosfat dan 2,3
difosfogliserat pada eritrosit. Kelemahan otot skelet yang berat cukup untuk
berkontribusi terhadap hipoventasi mungkin sebuah menifestasi dari hipofosfatemia
20

(Aubier et al., 1985). Disfungsi susunan saraf pusat dan neuropati perifer dapat
menyertai hipofosfatemia. Penyalahgunaan alkohol dan nutrisi parenteral yang
berkepanjangan menyebabkan defisiensi fosfor.

MAGNESIUM
Magnesium merupakan kation yang paling banyak keempat pada tubuh dan kedua
yang paling banyak di intraseluler setelah kalium (James, 1992). Hanya 1% dari
magnesium yang ada pada kompatemen cairan ekstraseluler dan 30% nya berikatan
dengan protein. Kirakira satu setengah dati total magnesium dalam tubuh ada pada
tulang dan 20% ada pada otot skelet.
Konsentrasi magnesium dalam plasma normalnya dicapai dan dipelihara oleh
absorbsi dari usus kecil dan ekskresi ginjal. Konsentrasi magnesium dalam sel dan
plasma yang tidak normal sering kali menyertai kelainan elektrolit lainnya.
Contohnya, ada korelasi yang kuat antara hipomagnesemia dengna hipokalemia.
Termasuk pengukuran konsentrasi magnesium dalam plasma bersama dengan
elektrolit lainnya telah diekomendasikan pada dasarnya >8% pasien yang mengalami
hipomagensemia atau hipermagnesemia saat ini secara klinis belum diakui (Whang
dan Rieder, 1990). Konsentrasi magnesium dalam plasma dapat tetap normal
meskipun defisit intraseluler yang siginifikan karena hanya 5% dari kelompok
magnesium yang tersedia adalah ekstraseluler.

Mekanisme Kerja Magnesium


Magnesium dengan kuatnya mempegaruhi fungsi transportasi ion pada membran sel
jantung dan berguna dalam mengaktivasi sekitar 300 sistem enzim, termasuk
sebagian besar enzim yang terlibat dalam metabolisme energi. Adenosin trifosfat
(ATP) berfungsi secara utuh ketika berikatan dnegna magnesium. Ion ini merupakan
regulator penting untuk akses kalsium masuk ke dalam sel dan aksi kalsium di dalam
21

sel. Magnesium meregulasi kalsium intraseluler dengan mengaktifkan pompa pada


membran yang mengeluarkan kalsium dan dengan berkompetendi denga kalsium
untuk pintu transmembran dengannya kalsium ekstraseluler dapat masuk bagian
daalm dari sel. Magnesium merupakan antogonis fisiologis dari kalsium. Pengeluaran
asetilkolin presinaps tergantung dari aksinya magnesium. Magnesium dapat memiliki
efek analgetik dengan kerjanya sebagai antagonis reseptor N-Metil-D-Aspartat
(NMDA). Walaupun, pemberian magnesium IV (50 mg/kg IV diikuti 15 mg/kg/jam)
perioperatif tidak memiliki efek pada nyei yang timbul posoperatif (Ko et al., 2001).
Magnesium menghasilkan vasodilatasi sistemik dan koroner, menghambat fungsi
trombosit, dan menurunkan cedera reperfusi.

Hipomagnesemia
Hipomagnesemia (konsentrasi megnesium serum <1,6 mEq/L) mungkin menjadi
defisiensi elektrolit yang paling umum belum diakui. Pengobatan emergensi dari
hpomagenesia yang mengancam jiwa adalah infus magnesium, 10-20 mg/kg,
diberikan lebih dari 10-20 menit.

Penyebab
Pasien dengan risiko hipomegnesemia termasuk alkoholik kronis (diet rendah
magnesium, meningkatnya pengeluaran kalsium renal akibat alkohol) dan itu dalam
unit perawatan kritis yang dipelihara dengan larutan hiperalimentasi yang
mengandung sejumlah kecil magnesium. Sindrom malabsorbsi dan muntah atau diare
yang berkepanjangan dapat mengakibatkan hipomagnesemia. Pasien yang sedang
mengalami operasi jantung yang dianjurkan untuk bypass kardiopulmoner dapat
menjadi rentan terkena hipomagnesemia karena efek pengenceran dari larutan pompa
larutan utama atau efek yang sudah ada sebelumnya dari terapi diuretik. Sebagai
tambahan, aldosteronism sekunder yang diasosiakan dengan gagal jantung kongestif
22

kronik meningkatkan ekskresi magnesium di ginjal. Meningkatnya aliran magnesium


dapat terjadi pada organ donor karena volume infus yang besar dari larutan
nonelektrolit untuk mencegah hipernatremia yang dapat terjadi diabetes insipidus
sekunder. Dalam hal ini, penerima transplantasi organ dapat mengalami siklosproni
yang menginduksi pengeluaran magnesium di ginjal, yang mengakibatkan
hipomagnesemia. Hal tersebut ada korelasi yang kuat antara hipomagnesemia dan
hipokalemia. Kurangnya konsentrasi kalium dalam plasma digagalkan oleh kehadiran
hipomagnesemia yang belum diakui dan belum diobati mungkin menggambarkan
kegagalan kerja pompa ion. Konsentrasi magnesium serum yang rendah umumnya
karena deplesi dari total kation ini di dalam tubuh.

Gejala-Gejala
Hipomagnesemia kronik sedikit mungkin menjadi simptomatis dari pada
hipomagnesemia akut, yang menganjurkan normalisasi dari rasio magnesium
intraseluler dan ektraseluler dengan waktu yang sama dengan hipokalemia.
Manifestasi neuromuskular (tanda Chvostek dan Trousseau, spasem karpopedal,
stridor,kelemahan otot skelet) meneyerupai hipokalemia. Defisiensi magnesium berat
dapat mengakibatkan seizure, koma, atau dua-duanya. Manifestasi dari
hipomagnesemia pada EKG tidak spesifik dan mirip dengan yang diasosiasikan
dengna hipokalemia dan toksisitas digitalis (Atlee, 1997). Disaritmia ventrikel
merupakan gejala yang sering pada hipomagnesemia yang dapat bermanifes pertama
kali selama anestesia. Magnesium (1-2 g IV selama 5-60 menit, atau infus yang terus-
menerus, 0,5-1,0 g/ jam) direkomendasikan untuk pengobatan torsades de pointes
dengan perpanjangan interval QTc atau sebagai tambahan pengelolaan dari disaritmia
jantung dengan kehadiran dari hipomagnesemia, hipokalemia, atau toksisitas digitalis
(Atlee, 1997).

Hipermagnesemia
23

Hipermagnesemia terjadi ketika konsentrasi magnesium dalam plasma >2,6 mEq/L.


Pengobatan untuk hipermagnesemia yang mengancam jiwa yaitu dengan
menggunakan kalsium glukonat, 10-15 mg/kg IV, yang disertai cairan loading dan
obat yang menginduksi diuresis.

Penyebab
Meningkatnya magnesium serum itu jarang pada situasi klinis, karena ion ini secara
lemah diabsorbsi dari saluran pencernaan dan pengeluaran melalui ginjal terjadi
sangat cepat. Penyebab yang paling sering adalah pemberian magnesium parenteral
untuk mengobati hipertensi pada kehamilan. Pasien dengan disfungsi ginjal kronik
akan meningkatkan risiko untuk perkembangan hipermagnesemia karena ekskresi
dari magnesium tergantung dari filtrasi glomerulus.

Gejala-Gejala
Gejala-gejala hipermagensemia termasuk sedasi, depressi janutng, dan supresi fungsi
neuromuskulah perifer karena menurunnya pelepasan asetilkolin dari saraf end
motorik, serta menurun kepekaan dari membran posjunctional terhadap asetilkolin
(James, 1992). Oleh karena itu, magnesium menghasilkan efek relaksan pada otot
skelet. Refleks tendon dalam berkurang ketika konsentrasi magnesium dalam plasma
sebesar 10 mEq/L. Paralisis dari otot-otot pernapasan dan blok jantung dapat muncul
pada konsentrasi plasma >12 mEq/L. Magnesium memperbesar efek dari obat yang
menghambat nondepolarisasi neuromuskular, dan menekan kebutuhan untuk
menurunkan dosis biasanya dari obat-obat ini dengan satu setengah hingga sepertiga
pasien yang sedang diobati dengan magnesium sulfat (lihat bab8). Potensiasi dari
suksinil kolin dengan pemberian terapi magnesium sulfat belum diobservarsi secara
konsisten (Gambling et al., 1988). Pasien yang diobati dengan magnesium sulfat tidak
memperlihatkan fasikulasi setelah pemberian suksinilkolin. Kalsium yang diberikan
IV tidak diperkirakan efektif untuk antagonis dari peningkatan neuromuskular
24

blokade oleh magnesium. Magnesium dapat menimbulkan kelemahan otot skelet


pada pasien dengan simdrom Lambert-Faton atau myastenia gravis.

Penggunaan Klinik
Penggunaan klinis dari magnesium menggambarkan sifat adrenergiknya yang disertai
dengan depresi jantung minimal (James, 1992). Magnesium merupakan antagonis
kalsium fisiollogis. Nilai potensial dari magnesium sebagai bronkodilator sebagai
penanganan asma menunggu konfirmasi. Efek toksik yang utama dari magnesium
adalah kelemahan neuromuskular dan potensi akumulasi dengan adanya disfungsi
ginjal.

Hipertensi pada Kehamilan


Magnesium terutama digunakan pada obstetri untuk profilaksis dan terapi kejang
dalam penanganan kelahiran dengan hipertensi proteinuria gestasional (Gomez,
1998). Magnesium memiliki volume distribusi yang luas, dan karakteristik ini yang
ditambah dengan eliminasi ginjal cepat berarti membutuhkanterapi inisial yang besar
(40-60 mg/kg IV) dan infus lanjutan (15-30 mg/kg/jam) dari magnesium sulfat
mungkin menjadi kebutuhan untuk memelihara konsentrasi magnesium serum pada
rentang dosis terapi 4-6 mEq/L. Magnesium secara luas dianggap sebagai depresan
sistem saraf pusat, terutama karena sifat antikonvulsan dalam mengatasi hipertensi
proteinuria gestasional. Walaupun magnesium penetrasi dengan tidak bagus ke dalam
barier pembuluh darah otak (blood brain barrier), kadarnya dalam cairan
serebrospinal dapat terkontrol, mungkin oleh mekanisme transport aktif. Penjelasan
yang paling mungkin dari efek antikonvulsan pada kerentanan ibu melahirkan adalah
vasodilatasi serebral, yang mana kebalikan dengna vasospasme serebral diperkirakan
menyebabkan seizure. Walaupun bekerja sebagai antagonis kalsium, kejadian depresi
jantung yang dihasilkan dari level hipermagnesemia secara klinis yang berguna itu
tidak jelas (James, 1992). Magnesium tidak memiliki efek dalam mengendalikan
vasodilatasi, dan magnesium hanya memiliki efek depressi napas dihubungkan
25

dengan blokade neuromuskular. Bronkodilatasi diduga terjadi setelah pemberian


megnesium, penyaranan obat ini dapt berguna dalam penanganan asma yang
menginduksi bronkospasme (James, 1992).

Disritmia Jantung dan Hipertensi


Magnesium berguna untuk antidisritmia jantung, khususnya untuk disritmia yang
terkait dengan digitalis, hipokalemia, alkoholisme, infark miokard, operasi jantung,
dan pelepasan katekolamin (England et al., 1992). Hal ini telah direkomnedasikan
untuk takikardi dan fibrilasi ventrikel yang sulit hilang, torsades de pointes, dan
multifokal takikardia atrial (James, 1992). Dosis awal dari magnesium sulfat, 2 g IV
yang diberikan selama 5 menit, selalu direkomendasikan, yang disertai infus lanjutan,
1-2 g/jam, untuk memelihara konsentrasi terapi. Efek vasodilator dan antidisritmia
dari magnesium telah dianggap untuk menjaga dari respon hipertensif dari
laryngoskop direk dan intubasi trakea, penanganan pasien yang menjalani reseksi
feokromositoma, dan jepitan aorta abdominal.

Efek Kardioprotektif
Magnesium dapat bekerja sebagai obat kardioprotektif dengan mengurangi
peningkatan pada aliran ion kalsium intraseluler yang menyertai iskemik myokard
yang diikuti dengna reperfusi (Gomez, 1998). Penurunan ukuran yang signifikan dari
infark myokard akut terjadi pada hewan percobaan yang menerima magnesium
selama waktu yang menyertai oklusi koroner dan yang memperluas melalui periode
dari reperfusi awal. Magnesium berguna untuk pasein yang mengalami takikardi
ventrikel tipe torsades de pointes yang mengikuti infark myokard akut.

BESI
Besi yang ada pada makanan diabsorbsi dari usus halus bagian atas, terutama
duodenum, ke dalam sirkulasi, dimana itu berikatan dengna transferin. Transferin
meruapkaan glikoprotein yang menyebarkan bedi ke reseptor spesifik pada membran
26

sel. Kira-kira 80% dari besi dalam plasma masuk ke dalam sumsum tulang untuk
dibentuk menjadi sel darah merah. Sebagai tambahan sumsum tulang, besi tergabung
dalam sel retikulum endoplasma dari hati dan limpa. Besi juga merupakan komponen
penting dari berbagai enzim yang dibutuhkan untuk transfer energi. Kisaran normal
dari konsentrasi besi dalam plasma adalah 50-150 µg/dL.
Besi yang disimpan dalan jaringan beriakatan dengan protein sebagai feritin
atau dalam bentuk agregasinya yang dikenal sebagai hemosiderin. Sintesis
hemoglobin adalah faktor penting yang menentukan dari tingkat pergantian besi.
Ketika kehilangan darah terjadi, konsentrasi hemoglobin diperlihara oleh mobilisai
jaringan simpanan besi. Walaupun, konsentrasi hemoglobin menurun secara kronis
hanya setelah ini cadangan besi habis. Untuk alasan ini, hadirnya konsentrasi
hemoglobin normal tidak menjadi indikator yang sensitif dari jaringan penyimpan
besi. Bayi, ibu melahirkan, dan wanita yang mengalami menstruasi dapat
membutuhkan besi dengna jumlah yang besar yang diperoleh dari diet makanan.
Absorbsi besi dari saluran pencernaan ditingkatkan oleh asam askorbat atau keadaan
defisiensi besi. Antasida mengikat besi dan menggagalkan absorbsi sistemiknya.

Defisiensi Besi
Defisiensi besi diestimasikan terjadi pada 20%-40% dari wanita yang sedang
mengalami menstruasi dan kurang dari 5% laki-laki dewasa dan wanita
posmenopousal. Usaha untuk mencapai keseimbangan besi yang lebih baik pada
populasi besar dibuktikan dengna penambahan besi pada tepung, menggunakan susu
formula terfortifikasi untuk bayi, dan pemberian suplementasi vitamin yang
mengandung besi selama kehamilan.

Penyebab
Penyebab dari anemia defisiensi besi termasuk asupan diet dari besi (nutrisi) atau
peningkatan kebutuhan karena kehamilan, kehilangan darah, atau terganggunya
absorbsi dari saluran pencernaan. Sebagian besar dari defisiensi nutrisi besi di United
27

State adalah ringan. Defisiensi besi yang berat seringnya merupakan hasil dari
kehilangan darah, baik dari saluran pencernaan maupun, pada wanita, pada uterus.
Gastrectomi parsial dan tukak menyebabkan absorbsi besi yang tidak adekuat.

Diagnosis
Defisiensi besi pada awalnya mengakibatkan penurunan simpanan besi kemudian
diikuti penurunan di eritrosit yang isinya dari besi. Menipisnya simpanan besi
diindikasikan oleh penurunan konsentrasi feritin dalam plasma dan tidak adanya
hemosiderin retikuloendotelial pada aspirasi sumsum tulang. Konsentrasi plasma
feritin <12µg/dL merupakan diagnosa untuk defisieinsi besi. Anemia defisiensi besi
tampat ketika penipisan dari total besi dalam tubuh dihubungakan dengan penurunan
yang dikenali pada konsentrasi hemoglobin dalam plasam. Variasi fisiologis besar
pada konsentrasi hemoglobin, bagaimanapun, membuat hal ini susah untuk secara
terpercaya mengidentifikasi semua individu dengan anemia defisiensi besi.
Frekuensi dari anemia defisiensi besi pada bayi dan wanita yang sedang
menstruasi atau ibu yang melahirkan membuat pencarian lengkap untuk penyebab
dari anemia ringan kurang begitu penting. Sebaliknya, pada laki-laki dan wanita
posmenopause, dimanakeseimbangan besi seharusnya baik, hal ini menjadi lebih
penting untuk mengejar pencarian tempat perdarahan kapanpun anemia terjadi.

Pengobatan
Penggunaan profilaksis dari preparat esi seharusnya disediakan untuk indivisu dengan
risiko tinggi berkembangnya defisiensi besi, seperti wanita hamil dan menyusui, berat
badan lahir rendah pada bayi, wanita dengan menstruasi berat. Penggunaan
profilaksis besi yang tidak tepat harus dihindari pada orang dewasa karena kelebihan
akumulasi besi, dimana dapat merusak jaringan.
Pemberian pengobatan besi diikuti dengan peningkatan rasio produksi eritrosit
yang bermanifestasi sebagai peningkatan konsentrasi hemoglobin dalam waktu 72
jam. Jika konsentrasi hemoglobin sebelum terapi menurun >3 g/dL, rata-rata
28

tambahan per hari meningkat 0,2 g/dL hemoglobin dicapai dengan dosis terapi besi
umumnya baik oral maupun parenteral. Penignkatan 2 g/dL atau lebih pada
konsentrasi hemoglobin dalam plasma dalam 3 minggu merupakan bukti dari respon
positif besi. Jika respon positif tidak terjadi dalam waktu ini, munculnya (a)
perdarahan yang berkelanjutan, (b) proses yang infeksius, atau (c) gagalnya absorbsi
besi pada saluran pencernaan harus diperhatikan.
Hal tersebut tidak ada pembenaran untuk melanjutkan terapi besi melewati 3
minggu jika respon baik pada konsentrasi hemoglobin tidak terjadi. Suatu ketika
respon terapi besi ditunjukkan, terapi seharusnya dilanjutkan sampai konsentrasi
hemoglobin normal. Terapi besi dapat dilanjutkan melebihi titik ini selama 4-6
minggu jika ada keinginan untuk kembali membangun simpanan besi. Penambahan
jaringan simpanan besi memerlukan beberapa bulan terapi.

Besi Oral
Pemebrian fero sulfat per oral merupakan yang paling sering digunakan mendekati
terpai anemia defisiensi besi. Garam feri kurang efisien untuk diabsorbsi dari saluran
pencernaan dibandingkan garam fero. Fero sulfat tersedia dalam benutk sirup, pil,
atau tablet. Walaupun bentuk garam lain dalam bentuk fero tersedia, mereka
menyajikan sedikit atau tidak ada keuntungan melebihi preparat sulfat. Dosis lazim
terapi besi untuk orang dewasa dalam mengobati defisiensi besi adaalah 2-3 mg/kg
(200 mg per hari) dengan dosis terbagi 3. Profilaksis dan pengobatan dari defisiensi
nutrisi besi yang ringan dapat dicapai dengan dosis sedang dari besi, misalnya 15-30
mg per hari, jika objeknya untuk pencegahan dari defisiensi besi pada wanita yang
melahirkan.
Mual dan nyeri perut bagian atas merupakan efek samping yang paling sering
dijumpai dari terapi besi per oral, terutama jika dosisnya >200 mg per hari.
Hemokromatosis tidak mungkin menjadi akiba dari terapi besi per oral yang
diberikan untuk mengobata anemia nurisional. Keracunan yang fatal dari overdosis
besi itu jarang, tetapi anak-anak 1-2 tahun yang paling rentan. Gejala keracunan besi
29

yang berat dapat bermanifestasi dalam 30 menit, yaitu muntah, nyeri perut, dan diare.
Sebagai tambahan, dapat juga beruapa sedasi, hiperventiilasi karena asidosis dan
kardivaskular kolaps. Perdarahan gastroenteritis dan kerusakan hepar sering
ditemukan saat otopsi. Jika overdosis besi diduga, konsentrasi dalam plasma >0,5
mg/dL menguatkan keadaan yang mengancam jiwa yang seharusnya diterapi dengan
deferoxamine.

Besi Parenteral
Besi parenteral bekerja seperti besi oral tetapi seharusnya digunakan hanya jika
pasien tidak dapat mentoleransi atau tidak merespon terhadap terapi oral (kerugian
yang terus-terusan lebih banyak dibandingkan penggantiannya karena terbatasnya
absorbsi per oral). Sebagai contoh, terapi besi parenteral dibutuhkan jika proses dari
penyakit seperti tukak yang merusak absorbsi besi pada saluran pencernaan. Sebagai
tambahan, besi simpanan dalam jaringan dapat kembali disimpan dengan cepat
melalui pemberian besi parenteral, berbeda dengan respon yang melambat dengan
terapi oral. Hal tersebut tidak ada bukti, bagaimanapun, bahwa respon terapi dari besi
parenteral ;ebih cepat dibandingkan yang dicapai oleh besi oral.
Injeksi besi dekstran yang mengandung 50 mg/mL besi dan tersedia untuk
pemakaian IM atau IV. Setelah absorbsi, besi harus memisahkan diri dengan molekul
glukosa dari dekstran sebelum menjadi tersedia dalam jaringan. Injeksi IM sakit dan
dapat menjadi keganasan pada tempat injeksinya. Karena alasan ini, pemberian besi
IV lebih dipilih dibandingkan injeksi IM. Dosis 500 mg besi dapat diinfuskan selama
5-10 menit.
Efek samping utama dari terapi besi parenteral merupakan kejadian yang
jarang dari reaksi alergi yang berbahaya, kemungkinan karena adanya dekstran.
Reaksi yang kurang berbahaya, diantaranya yaitu sakit kepala, demam, limfadenopati
generalisata, dan artrialgia. Hemosiderosis lebih mungkin terjadi pada terapi besi
parenteral yang melewati absorbsi saluran pencernaan dengan mekanisme regulasi.
30

TEMBAGA
Tembaga ada pada seruloplasmin dan merupakan kandungan dari enzim, yaitu
dopamin beta hidroksilase dan sitokrom C oksidase. Ini berikatan dengna albumin
dan merupakan komponen penting dari beberapa protein, tembaga dapat dipikirkan
bekerja sebagai katalis pada penyimpanan dan pengeluaran besi dari hemoglobin. Hal
ini dipercaya menjadi penting dalam pembentukan jaringan penghubung,
hematopoiesis, dan fungsi dari susunan saraf pusar. defisiensi tembaga jarang dengna
adanya asupan diet yang cukup. Suplemen tembaga seharusnya diberikan selama
hiperalimentasi yang berkepanjangan.

SENG
Seng merupakan kofaktor dari enzim dan penting untuk perkembangan sel dan
sintesis asam nukleat, karbohidrat, dan protein.

Anda mungkin juga menyukai