Anda di halaman 1dari 23

48.

JANTUNG

FISIOLOGI JANTUNG
Jantung dapat dikarakterisasikan sebagai empat buah ruangan berdenyut yang teridiri atas dua
buah atrium dan dua buah ventrikel. Fungsi utama dari atrium adalah untuk menyalurkan
darah menuju ventrikel, namun atrium juga berkontrkasi untuk menunjang fungsinya
tersebut. Ventrikel bertindak selaku pompa utama yang mensuplai darah ke sirkulasi sistemik
dan pulmoner. Sistol adalah suatu kontraksi dan waktu interval antara penutupan katup
tricuspidal dan mitral serta penutupan katup pulmoner dan aorta. Diastol merupakan suatu
periode relaksasi yang berhubungan dengan interval antara penutupan katup aorta dan
pulmoner serta penutupan katup mitral dan trikuspidal. Mekanisme spesial pada jantung yang
menjaga ritme jantung dan transmisi potensial aksi melalui otot jantung untuk menginisiasi
kontraksi. Karena jantung berfungsi terhadap dua macam sirkulasi, makan karakteristiknya
juga berhubungan dengan dua sirkulasi tersebut. Selama kondisi fisiologis normal, sirkulasi
sistemik memainkan peranan penting dalam menjalankan fungsi jantung dengan
memodifikasikan aliran darah vena dan tahanannya terhadap ejeksi melalui perubahan tonus
vasomotor yang menggambarkan perubahan dalam persyaratan metabolik.
OTOT JANTUNG
Otot jantung merupakan suatu sinsitium dimana sel-selnya saling berikatan dengan kuat satu
sama lain sehingga ketika satu sel tereksitasi, potensial aksi tersebut akan menyebar ke
seluruh sel otot jantung. Sehingga stimulasi pada satu atrium atau ventrikel akan
menyebabkan potensial aksi tersebut menyebar ke seluruh massa otot janutng seperti pada
kontraksi tunggal pada atrium dan ventrikel. Sinsitium atrium terpisahkan dari sinsitium
ventrikel oleh sebuah jaringan fibrosa yang mengelilingi cincin katup. Potensial aksi jantung
dihubungkan dari sinsitium atrium ke sinsitium ventrikel melalui jaur konduksi khusus yang
disebut dengan antrioventricular bundle. Otot jantung seperti halnya dengan otot rangka,
memiliki striae dan mengandung filamen aktin dan miosin. Filamen-filamen tersebut
mengalami interdigitasi dan saling bertumpukan satu sama lainnya selama kontraksi seperti
halnya yang terjadi pada saat kontraksi otot rangka.

POTENSIAL AKSI JANTUNG


Potensial aksi jantung normal dihasilkan dari suatu perubahan yang bergantung waktu pada
permeabilitas membran otot membran sel ke ion natrium, potasium, kalsium, dan klorida
selama fase 0 sampai 4 daripotensial aksi (Tabel 48-1) (Gambar 48-1). Potensial resting
transmembran dari otot jantung normal sekitar -90 mv dan disesuaikan dengan fase 4.
Depolarisasi dan pembalikan dari potensial membran disesuaikan dengan fase 0, dimana tiga
fase repolarisasi diberikan label 1, 2, dan 3. Pada kontraksi atrium tanpa pacemaker dan sel-
sel otot jantung ventrikel, fase 4 bernilai tetap selama diastol, dan sel-sel tersebut akan
beristirahat hingga dibangkitkan kembali oleh suatu impuls jantung atau oleh sebuah stimulus
eksternal. Sebaliknya pacemaker otot jantung menunjukkan depolarisasi fase 4 yang spontan
sampa ambang batas potensial tercapai sekitar -70 mv, menghasilkan eksitasi tunggal dan
berkembang menjadi potensial aksi jantung. Tentu saja hal yang menjadi pembeda gambaran
paling utama sel-sel pacemaker adalah adanya depolarisasi fase 4 pada keadaan tidak adanya
stimulasi eksternal. Dibandingkan dengan potensial transmembran yang terekam dari sel-sel
ventrikel otot jantung, potensial resting pacemaker sel-sel sinoatrial node biasanya lebih kecil
(sekitar -60 mv), upstroke dari fase 0 memiliki kecepatan yang lebih rendah, plateau tidak
ada, dan repolarisasi (fase 3) lebih gradual (lihat gambar 48-1).
Fase 0 dari potensial aksi jantung dibangkitkan oleh suatu lapisan yang memasukkan ion
sodium melalui saluran ion protein spesifik yang diaktivasi ketikadepolarisasi fase 4 spontan
mencapai ambang batas potensial. Rata-rata depolarisasi selama fase 0 adalah mengarah
sebagai Vmax. Vmax merupakan refleksi dari kontraktilitas miokardium. Selama fase 0,
potensial resting transmembran melewati sel-sel jantung relatif ke cairan ekstraseluler
berubah dari sekita -90 mv menjadi peak spike potensial sekitar 20 mv (lihat gambar 48-1).
Repolaisasi yang mengikuti fase 0 teridir atas fase 1 yang diikuti suatu platau hingga
mencapai 150 ms. Fase 2 menggambarkan penutupan saluran ion kalsium. Karakterisasi
platau fase 2 dari potensial aksi jantung dari kontraksi sel ventrikel dan memberikan suatu
kontraksi yang dipertahankan yang dibutuhkan untuk memompa darah dan membedakan
potensial aksi jantung dari sel-sel otot rangka. Fase 3 karena pada prinsipnya pada suatu
pengembalian permeabilitas membran sel terhadap ion Sodium dan meningkatkan secara
tiba-tiba permeabilitas ion potasium, dan menyebabkan hilangnya ion-ion tersebut dalam
waktu cepat dan dapat mengembalikan potensial membran menjadi -90 mv.
TABEL 48-1
PERGERAKAN ION SELAMA FASE POTENSIAL AKSI JANTUNG
Fase Ion Pergerakan Melewati
Membran Sel
0 Sodium Masuk
1 Potasium Keluar
Klorida Masuk
2 Kalsium Masuk
Potasium Keluar
3 Potasium Keluar
4 Sodium Masuk

Frekuensi berhentinya sel-sel pacemaker jantung ditentukan dari rata-rata depolarisasi fase 4,
ambang batas potensial, dan potensial resting transmembran (gambar 48-2). Ketika ada
peningkatan rata-rata depolarisasi fase 4, ambang batas potensial dicapat dengan segera.
Respon yang mirip terjadi ketika rata-rata depolarisasi spontan fase 4 menyisakan ambang
batas potensial yang konstan namun menjadi lebih negatif dari potensial transmembran.
Morepineprin dapat meningkatkan denyut jantung dengan meningkatkan rata-rata
depolarisasi spontan fase 4. Dan sebaliknya, stimulasi vagal melalui pelepasan asetil kolin
mengurangi denyut jantung dengan adanya hperpolarisasi sel-sel pacemaker jantung dan
menurunkan kecuraman depolarisasi spontan fase 4.
Otot-otot jantung, seperti jaringan tereksitasi lainnya, refrakter terhadap stimulasi selama
potensial aksi. Periode refrakter absolut dari sel-sel ventrikel meluas melalui fase 1, 2 dan
bagian dari fase 3 potensial aksi jantung. Selama sisa fase 3, sel-sel ventrikel merespon
stimulus lebih besar dari intensitas normal (periode refrakter relatif). Periode refrakter absolut
dari otot atrium lebih pendek daripada otot ventrikel, sehingga rata-rata ritme kontraksi
atrium dapat lebih cepat dari ventrikel.

SIKLUS JANTUNG
Siklus jantung terdiri dari periode relaksasi (diastol) diikuti dengan periode kontraksi (sistol)
(Gambar 48-3) (Guyton dan Hall, 2000). Setiap siklus diinisiasi oleh suatu bangkitan spontan
dari suatu potensial aksi di sonoatrial node. Penundaan transmisi dari aksi ini selama 0.1 detik
pada atrioventrikular node membuat atrium berkontraksi sebelum ventrikel, sehingga akan
memompa darah dari atrium ke ventrikel sebelum kontraksi kuat dari ventrikel. Dengan
demikian atrium akan berperan sebagai pompa primer terhadap ventrikel, dan ventrikel
kemudian akan memberikan sumber energi utama untuk memompakan darah ke sirkulasi
sistemik dan pulmoner. Peningkatan denyut jantung yang tinggi dapat mempersingkat diastol
sehingga waktu tidak mencukupi untuk mengisi ruang jantung sebelum sistole.

KURVA TEKANAN ARTERI


Kurva tekanan arteri menunjukkan gambaran gelombang yang merefleksikan suatu
abnormalitas spesifik jantung (lihat gambar 48-3) (lihat tabel 45-2 dan 45-8) (Guyton and
Hall, 2000). Biasanya pada saat kontraksi, tekanan atrium kanan mencapai 4 hingga 6 mmHg
dan tekanan atrium kiri antara 6 hingga 8 mmHg. Gelombang c terjadi ketika ventrikel mulai
berkontraksi dan disebabkan oleh pembesaran balik katup mitral dan trikuspidal menuju
atrium karena peningkatan tekanan dari ventrikel. Selain itu, pengisian pada otot-otot jantung
oleh kontrakasi ventrikel juga berkontribusi pada munculnya gelombang c. Kontraksi atrium
bertanggung jawab terhadap munculnya gelombang a, hal inilah yang mengakibatkan
gelombang tersebut tidak muncul pada saat terjadinya atrial fibrilasi. Gelombang v terjadi ke
arah akhir kontraksi ventrikel dan karena adanya akumulasi darah ke atrium. Aliran balik ke
atrium melewati suatu katup trikuspidal yang inkompeten atau katup mitral akan
bermanifestasu terhadap besarnya gelombang v. Demikian juga pada regurgitasi mitral akut
sekunder hingga iskemik otot papilaris disebabkan karena adanya penyakit koroner arteri
(CAD) pertama kali dapat disadari dengan adanya gelombang v besar pada catatan tekanan
arteri kiri dari ateter arteri pulmonalis.
ATRIUM SEBAGAI POMPA
Selama sistole ventrikel, sejumlah besar darah terakumulasi di atrium karena tertutupnya
katup mitral dan trikuspidal. Pada akhir sistole ventrikel dan tekanan ventrikel menurun
dengan cepat, tekanan atrium yang lebih tinggi akan menyebabkan terbukanya katup. Periode
pengisian ventrikel ini bertahan paling tidak untuk sepertiga waktu diastol dan terhitung
sekitar 70% dari jumlah darah yang memasuki ventrikel. Selama akhir diastol, kontraksi
atrium mengirimkan sejumlah darah sekitar 30% yang normalnya memasuki ventrikel selama
siklus jantung. Fase pengisian ventrikel ini menghilang pada sat terjadi atrial fibrilasi dan
berkontribusi terhadap penurunan isi sekuncup jantung yang bersamaan dengan disritmia
kordis.
VENTRIKEL SEBAGAI POMPA
Permulaan sistol ventrikel menyebabkan peningkatan mendadak pada tekanan
intraventrikuler, yang menghasilkan penutupan katup mitral dan trikuspidal (lihat gambar 48-
3) (Guyton and Hall, 2000). Penambahan waktu 0.02 sampai 0.03 detik dibutuhkan untuk
setiap ventrikel membuka katup aorta dan pulmonal, yang akan tetap tertutup oleh suatu
tekanan balik dari arteri pulmoner dan aorta. Selama periode kontraksi isovolemik ini, tidak
terdapat ejeksi darah dari ventrikel. Ketika tekanan intraventrikuler sudah mencukupi, katup
aorta dan katup pulmoner akan segera terbuka serta sekitar 60% dari ejeksi darah ventrikuler
akan terjadi selama seperempat waktu sistole. Pada akhir sistole, tekana intraventrikuler akan
menurun dengan cepat, sehingga akan mengakibatkan munculnya tekanan yang lebih tinggi
dari arteri untuk menutup katu pulmoner dan katup aorta.
Selama diastol, pengisian ventrikel dengan darah dari atrium secara normal akan
meningkatkan volume darah pada setiap ruang ventrikel sekitar 130 mL. Volume ini
kemudian disebut sebagai end diastolic volume. Rangkaian ejeksi ventrikel membuat volume
isi sekuncup jantung menjadi sekitar 70 mL. Sisa volume darah di ventrikel kemudian disebut
dengan end sistolic volume. Fraksi ejeksi (rasio isi sekuncup jantung terhadap end diastolic
volume) secara klinik berguna untuk engukur fungsi dari ventrikel kiri (Robotham dkk,1991).
Sebagai contoh, fraksi ejeksi menurun (<0.4) pada pasien dengan disfungsi ventrikel kiri
yang disebabkan karena iskemik miokard atau infark miokard (MI). Sebaliknya, fraksi ejeksi
>0.8 dapat terjadi pada stimulasi sistem saraf simpatik yang kuat atau keadaan hipertropik
kardiomiopati. Teknik engiograf dan ekokardiografi digunakan untuk membuat pengukuran
yang dibutuhkan untuk menghitung kalkulasi fraksi ejeksi.

FUNGSI KATUP JANTUNG


Katup jantung akan membuka secara pasif selama ada gradien tekanan dan tertutup ketika
gradien tekanan kembali terjadi karena tingginya tekanan arteri pumoner dan aorta. Otot-otot
papilaris terikat pada katup trikuspidal oleh korda tendinea. Otot-otot papilaris tersebut
mencegah katup kembali ke atrium ketika terjadi sistol ventrikel. Ruptur corda tendine atau
disfungsi dari otot papilaris sebagai suatu keadaan yang muncul bersamaan dengan jantung
iskemik atai infark miokard, menyebabkan katup inkompeten dan akan muncul gelombang v
yang besar selama kontraksi ventrikel.

KERJA JANTUNG
Kerja jantung merupakan sejumlah energi yang dirubah menjadi aktivitas kerja ketika jantung
bekerja memompa darah ke arteri. Jantung memberikan total 12% produksi panas tubuh
bahkan walaupun hanya menyumbangkan 0.5% dari berat badan. Kerja tersebut dibutuhkan
untuk meningkatkan tekanan ejeksi darah yang terhitung dalam isi sekuncup jantung setiap
kali tekanan ejeksi. Hasil kerja ventrikel kanan biasanya sekitar sepertujuh kerja ventrikel kiri
karena perbedaan tekanan sistol yang dibutuhkan kedua ventrikel untuk memompa darah.
Energi yang dibutuhkan untuk kerja jantung berasal dari derivat utama metabolisme asam
lemak dan untuk jumlah yang sedikit berasal dari nutrisi-nutrisi tubuh lainnya, terutama laktat
dan glukosa.

AUTOREGULASI INTRINSIK FUNGSI JANTUNG


Kemampuan intrinsik jantung untuk beradaptasi merubah aliran darah vena (preload)
merefleksikan peningkatan regangan otot-otot jantung yang dihasilkan oleh pengisian
ventrikel dari atrium dan disebut dengan hukum Frank-Starling jantung. Tentu saja faktor
yang paling penting dalam menentukan curah jantung adala tekanan arteri yang dihasilkan
dari aliran darah vena. Ketika otot-otot jantung teregang, otot-otot tersebut akan memberikan
kontraksi yang lebih besar (analogi peningkatan regangan dari karet gelang), sehingga akan
memompakan darah tambahan ke arteri. Kemampuan regangan otot jantung untuk
berkontraksi dengan adanya tambahan gaya merupakan karakteristik dari seluruh jenis otot
yang memiliki stria, tidak hanya pada otot jantung. Peningkatan gaya kontraksi biasanya
disebabkan karena adanya fakta bahwa filamen aktin dan miosin akan menjadi lebih
mendekati derajat interdigitasi optimal dalam menerima kontraksi. Kemampuan curah
jantung yang berubah sesuai dngan pengisian atrium (kurva fungsi ventrikel)
menggambarkan derajat regangan yang dikerahkan oleh otot jantung (lihat gambar 45-12).
Pada keadaan disfugsi ventrikel, jantung tidak akan bisa memompa selruh darah yang
diterimanya dan mengisi peningkatan tekanan.

KONTROL SARAF JANTUNG


Atrium banyak sekali diinervasi oleh sistem saraf simpatis dan parasimpatis, Namun ventrikel
pada prinsipnya diinervasi oleh sistem saraf simpatis (Gambar 48-4) (Guyton and Hall,
2000). Sistem saraf tersebut mempengaruhi curah jantung dengan merubah denyut jantung
dan kekuatan kontraksi otot jantung. Serabut-serabut sistem saraf simpatis menyebabkan
denyut jantung rendah yang menjaga kekuatan kontraksi ventrikel sekitar 20% hingga 25% di
atas tidak adanya stimulasi sistem saraf simpatis. Stimulasi sistem saraf simpatis yang
maksimal dapat meningkatkan curah jantung 100% di atas normal. Sebaliknya stimulasi
sistem saraf parasimpatis yang maksimal dapat menurunkan kekuatan kontraksi ventrikel dan
jumlah curah jantung hingga hanya sekitar 30%, hal ini menunjukkan bahwa pengaruh sistem
saraf parasimpatis lebih kecil dibandingkan pengaruh sistem saraf simpatis pada jantung.
Peningkatan kekuatan kontrkatilitas miokardium berhubungan dengan stimulasi sistem saraf
simpatis jantung yang diinduksi peningkatan norepinefrin pada permeabilitas membran sel
otot-otot jantung terhadap ion kalsium.

ALIRAN DARAH KORONER


Tampilan unik dari aliran darah koroner antara lain adalah jeda aliran darah selama sistol ang
dikarenakan adanya kompresi mekani pembuluh darah oleh kontraksi miokardium dan
absennya anastomosis antara arteri koronaria kanan dan kiri. Karakteristik lain dari sirkulasi
koroner adalah ekstrasi maksimal oksigen (mendekati 70%), yang menghasilkan saturasi
oksigen vena menjadi sekitar 30%.

ANATOMI SIRKULASI KORONER


Dua buah arteri koroner yang menyuplai miokardium muncul dari sinus Valsava yang
berlokasi di belakang puncak katup aorta pada akar aorta (Gambar 48-5). Aliran darah
koroner pada saat keadaan istirahat adalah sekitar 225 sampai 250 mL/menit, atau 4% sampai
5% dai curah jantung. Dengan berasumsi pada berat jantung orang dewasa sekitar 280 gram,
jumlah ini sama dengan aliran darah sekitar 75 mL/100 gr/menit.
Konsumsi oksigen miokardium pada saat keadaan istirahat adalah 8 hingga 10 mL/100
gr/menit, atau sekitar 10% dari jumlah konsumsi oksigen tubuh. Konsumsi oksigen dari
jantung arrest, tidak terdistensi, normotermal adalaj 1 mL/100 gr/menit, dibandingkan dengan
5 mL/100 gr/menit pada keadaan jantung yang arres, terdistensi, dan berdenyut namun dalam
keadaan tidak terisi. Suhu jantung yang lebih rendah dari 37°C hingga 11°C hanya
menurunkan sekitar 5% konsumsi oksigen jantung dibandingkan dengan jantun yang arrest
dan terdistensi (Noble dkk, 1991). Hal yang harus dianggap penting adalah jika ada
kerusakan yang diinduksi oleh keadaan hipotermik pada membran sel selama bypass
kardiopulmoner.

Arteri koronaria sinistra dibagi menjadi arteri desendent sinistra dan arteri sirkumflexa, yang
memberikan pendarahan bagian anterior ventrikel kiri. Arteri koronaria kanan memberikan
pendarahan bagian ventrikel kanan dan bagian posterior ventrikel kiri. Sekitar 50% indivudu
aliran darah koroner sebagian besar melalui percabangan kanan daripada yang kiri, sekitar
30% terbagi dalam jumlah yang sama besarnya, dan sekitar 20% lebih dominan melalui arteri
koronaria sinistra. Arteri koronaria tersebut membentang melalui permukaan epikardium
jantung dan pada prinsipnya menghantarkan pembuluh darah yang memberikan sedikit
resistensi terhadap pembuluh darah koroner. Tipe kedua dari pembuluh darah tersebut adalah
arteriol koronaria yang mencabangkan seluruhnya ke otot-otot jantung. Arteriol-arteriol
tersebut membebankan resistansi bervariasi tinggi dan mengatur aliran darah miokardium.
Aterosklerosis dikarakterisasi sebagai penyakit arteri koroner (CAD) yang melibatkan arteri
koronaria epikardium dan tidak melibatkan arteriol koronaria.
Aliran darah koroner, terutama pada ventrkel kiri, sebagian besar terjadi selama diastol ketika
otot-otot jantung berelaksasi dan tidak menyumbat aliran darah melalui kapiler ventrikel
(Gambar 48-6) (Berne dkk, 2004). Diperkirakan bahwa sekitar paling tidak 75% total aliran
darah koroner terjadi selama diastol. Selama sistol aliran darah yang melalui arteri
subendokardial pada ventrikel kiri hampir tidak ada, dimana hal ini sejalan dengan observasi
bahwa area subendokardial ventrikel kiri merupakan tempat paling sering terjadi infark
miokard. Takikardi, hubungannya dengan penurunan waktu aliran darah koroner terjadi
selama diastol, hal yang membahayakan adalah adanya penurunan pengantaran oksigen
terutama pada aterosklerosis arteri koronaria. Dampak dari sistol pada saat aliran darah
koroner melewati ventrikel kanan adalah minimal. Hal ini menggambarkan fakta bahwa
tekanan sistemik pada arteri koronaria lebih besar daripada tekanan ruang ventrikel kanan.
Sebagian besar darah vena terperfusi memasuki ventrikel kiri melalui atrium kanan melalui
sinus koronarius. Sekitar 5% total aliran darah koroner melalui siklus ini. Sebagian besar
aliran darah koroner menuju ventrikel kanan memasuki vena jantung anterior yang kosong
menuju atrium kanan dari sinus koronarius. Sejumlah kecil aliran darah koroner akan kembali
ke jantung melalui vena thebesian yang kosong menuju sisi kiri jantung.

DETERMINAN ALIRAN DARAH KORONER


Aliran darah vena memiliki tampilan paralel antara kebutuhan metabolik lokal otot jantung
untuk nutrisi, terutama oksigen, dan besarnya aliran darah koroner. Paralelisme ini muncul
pada otot jantung yang terdenervasi dan mungkin menggambarkan suatu pelepasan lokal dari
substansi vasodilator yang menyebabkan dilatasi arteri koronaria. Substansi vasodilator lokal
yang paling penting dalam hal ini adalah adenosin yang dilepaskan oleh sel-sel jantung.
Sirklasi koroner endotel jantung mampu melepaskan vasodilator seperti prostasiklin dan
oksida nitrit. Peningkatan ekstraksi oksigen tampaknya tidaklah menggantikan kerugian lokal
terhadap kebutuhan oksigen karena pada saat keadaan istirahat sekalipun, ekstraksi oksigen
oleh otot jantung sudah mendekati maksimal (hampir 70%). Hal ini memberikan makna
bahwa peningkatan konsumsi oksigen miokardium haruslah sepadan dengan peningkatan
aliran darah koroner, karena pada keadaan tersebut terdapat sedikit penambahan ekstraksi
oksigen.
Tekanan darah arteri berfungsi sebagai tekanan perfusi terhadap aliran darah yang melalui
arteri koronaria. Sebagai contoh, suatu peningkatan pada tekanan perfusi meningkatkan aliran
darah koroner. Peningkatan ini mengalir hanya sementara, sebagai autoregulasi tonus arteri
koronaria yang mengembalikan aliran darah kembali normal. Tekanan perfusi berfungsi
utama untuk menjaga aliran darah koroner melalui arteri yang mengalami aterosklerosis yang
tidak dapat berdilatasi sebagai respon terhadap mekanisme autoregulasi (perfusi yang
tergantung pada tekanan).

KONSUMSI OKSIGEN OTOT JANTUNG


Stimulasi sistem saraf simpati dalam hubungannya dengan peningkatan frekuensi denyut
jantung, tekanan darah sistemik, dan kontraktilitas miokardium menghasilkan suatu
peningkatan konsumsi oksigen miokardium. Peningkatan denyut jantung yang
mempersingkat waktu diastol terhadap aliran darah koroner tampaknya meningkatkan
konsumsi oksigen lebih besar dari peningkatan tekanan darah sistemik, yang tampaknya juga
tidak mampu menggantikan kerugian peningkatan kebutuhan oksigen oleh aliran darah
koroner. Hal inilah yang merupakan alasan adanya nilai absolut produksi rerata tekanan
jantung (produksi denyut jantung dan tekanan darah sistolik) kurang begitu penting sebagai
estimasi konsumsi oksigen daripada nilai absolut dari komponen individu yang digunakan
untuk menghitung produksi. Lebih jauh lagi belum ada bukti kemanjuran validitas produksi
tekanan rata-rata dibawah nilai tertentu (biasanya <12.000) pada pasien-pasien yang
teranestesi.
Peningkatan aliran darah vena (volume kerja) memberikan peningkatan curah jantung paling
kecil terhadap peningkatan konsumsi oksigen. Hal ini menekankan bahwa aspek paling
penting dalam manajemen hemodinamik yang pertama adalah mengoptimalisasi aliran darah
vena melalui aturan yang tepat pada volume cairan intravaskular. Biasanya peningkatan
konsumsi oksigen miokardium di paralel dengan peningkatan aliran darah koroner,
menghasilkan saturasi sinus koroner yang konstan sekitar 30% (PO2 18 hingga 20 mmHg).
Ketika terjadi oksigenisasi miokardium tidak adekuat, jantung akan memproduksi laktat,
dengan begitu akan ada indikator global dari iskemik miokardium melalui peningkatan
konsentrasi laktat pada sinus koronaria.

INERVASI SISTEM SARAF


Arteri koronaria memiliki reseptor alfa, beta dan histamin. Secara umum,arteri koronaria
epikardium memiliki jumlah reseptor vasokonstritor alfa yang besar, sedangkan arteri
intramuskular jumlah yang besar pada reseptor beta. Beta-adrenergik antagonist dapat
menyebabkan peningkatan resistensi vaskuler koroner, namun juga menurunkan kebutuhan
oksigen miokardium, karena penurunan denyut jantung yang disebabkan induksi obat dan
kontraktilitas jantung, Reseptor H1 memediasi vasokonstriksi arteri koronaria, sedangkan
reeptor H2 bertanggung jawab terhadap vasodilatasi arteri koronaria. Hal yang saat ini dapat
dipikirkan adalah bahwa H2 antagonis yang diatur preoperasi dapat menyebabkan H1
antagonis bekerja lebih dominan pada arteri koronaria sebagaimana telah dideskripsikan pada
perubahan tonus bronkomotor. Pada beberapa individu, efek vasokonstriksi alfa yang
berlebih dapat menyebabkan vasospastik iskemik miokardium (angina prinzmetal). Pembuluh
darah vena memiliki otot polos yang mengandung reseptor alfa, yang berpotensial terjadi
konstriksi vena pada saat operasi arteri koronaria bypass yang menggunakan graft vena.
Konstriksi vena ini dapat cepat dihilangkan dengan nitrogliserin. Distribusi serabut sistem
saraf parasimpatis ke arteri koronariapada ventrikel jumlahnya jarang, dan memberikan efek
yang tidak terlalu berpengaruh sebagai efek langsung pada aliran darah arteri koronaria
sebagai suatu hasil dari vasodilatasi yang diinduksi nervus vagus.

STEAL ARTERI KORONARIA


Steal arteri koronaria merupakan suatu penurunan absolut dari perfusi miokardium kolateral
sebagai akibat dari peningkatan aliran darah menuju area perfusi normal dari miokardium
yang mengikuti vasodilatasi arteriol akibat induksi obat (Gambar 48-7) (Becker, 1978; Cason
dkk, 1987). Secara konseptual, penyakit arteriol koronaria mamu berdilatasi penuh untuk
mengkompensasi peningkatan resistensi yang dipicu oleh penyempitan pembuluh darah
arteriol. Vasodilatasi yang diinduksi oleh obat pada arteriol koroner normal dapat kemudian
mengalihkan (curi) aliran darah dari area potensial iskemik miokardium menjadi terperfusi
oleh pembuluh darah yang aterosklerotik. Hal ini membuktikan bahwa obat-obat yang dapat
menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah arteriol (nitropruside dan isofluran tapi bukan
desfluran dan sevofluran) dapat mendistribusikan kembali aliran darah koroner di bawah
kondisi yang dapat menyebabkan iskemik miokardium pada pasien-pasien dengan CAD (lihat
bab 2) (Priebe, 1989). Steal arteri koronaria tampaknya terjadi pada pasien-pasien tersebut
dengan anatomi tertelungkup. Anatomi tertelungkupdicirikan oleh satu atau lebih oklusi total
arteri koronaria dan konkomitan, secara hemodinamik terdapat stenosis yang signfikan
(<90%) pada pembuluh darah kolateral. Diperkirakan sekitar 23% pasien-pasien dengan
CAD memiliki zona kolateral dari miokardium yang disuplai oleh pembuluh darah dengan
stenosis proksimal (anatomi tertelungkup) (Gambar 48-8) (Buffington dkk, 1988).
SUARA JANTUNG DINAMIS
Penutupan katup jantung menimbulkan perbedaan tekanan tiba-tiba seperti vibrasi darah,
menghasilkan suara yang berjalan ke semua arah melalui dinding dada. Sebaliknya, ketika
katup jantung membuka secara relatif prosesnya tidak menghasilkan suara.
SUARA JANTUNG SATU DAN DUA
Penutupan katup mitral dan trikuspidal menyebabkan timbulnya bunyi jantung I, sedangkan
suara jantung II timbul karena penutupan katup aorta dan pulmoner (lihat gambar 48-
3( (Guyton and Hall, 2000). Suatu suara jantung diproduksi dari suatu getaran/vibrasi katup
yang teregang secara tiba-tiba setelah penutupan seperti pada vibrasi darah, dinding jantung,
dan pembuluh darah besar sekitar jantung. Vibrasi tersebut kemudian berjalan ke dinding
dada, dimana kemudian akan terdengar sebagai suatu suara jantung yang terdengar melalui
stetoskop (gambar 48-9) (Guyton and Hall, 2000). Daerah paling baik untuk mendengarkan
auskultasi suara jantung pada dada tidak secara langsung pada tempat spesifik dari katup,
yang menegaskan bahwa suara jantung diteruskan ke seluruh dinding dada melalui ventrikel.
Suarau dari katup aorta dan pulmoner akan ditransmisikan sepanjang pembuluh darah yang
berasal dari jantung.

Suara bunyi jantung I yang keras hampir selalu proporsional dengan rata-rata perkembangan
perbedaan tekanan sepanjang katup mitral dan trikuspidal. Sebagai contoh, ketika gaya
kontraksi ventrikel diperkuat, maka suara jantung I akan semakin keras. Sebaliknya pada
jantung yang lemah dengan onset kontraksi yang lemah, intensitas suara jantung I menjadi
lemah juga. Kerasnya bunyi suara jantung II ditentukan oleh rata-rata penurunan tekanan
venrikel pada akhir sistol. Dengan alasan ini, intensitas suara jantung II terdengar keras pada
saat adanya hipertensi pulmoner ataupun hipertensi sistemik. Sebaliknya, ketika tekanan
darah sistemik menurun, seperti pada keadaan syok maupun gagal jantung, suara jantung II
akan melemah intensitasnya jika didengarkan dengan stetoskop.
SUARA JANTUNG KETIGA
Kadang-kadang dapat terdengar suara jantung III pada saat sepertiga tengah diastol. Suara ini
memiliki frekuensi yang rendah sehingga biasanya tidak dapat dideteksi dengan
menggunakan stetoskop namun dapat dicatat pada phonokardiogram (lihat gambar 48-3)
(Guyton and Hall, 2000). Suara jantung ketiga ini diperkirakan merupakan gambaran kondisi
flacid dan inelastik jantung selama diastol.

TABEL 48-2
MURMUR JANTUNG
Waktu Timbul Murmur
Stenosis aorta Sistol
Regurgitasi aorta Diastol
Stenosis mitral Diastol
Regurgitasi mitral Sistol
Duktus arteriosus paten Kontinyu
Defek septum atrium Sistol
Defek septum ventrikel Sistol
*stensis pulmoner dan trikuspidal atau regurgitasi menghasilkan murmur selama siklus jantung berhubungan
dengan abnormalitas katup aorta atau mitral.
SUARA JANTUNG IV
Suara jantung IV disebabkan karena aliran darah masuk ke ventrikel yang cepat karena
adanya kontraksi atrium. Frekuensi auditorik suara jantung ini juga sangat rendah dan jarang
bisa didengarkan dengan menggunakan stetoskop.
SUARA JANTUNG ABNORMAL
Suara jantung abnormal dikenal dengan sebutan murmur muncul karena adanya abnormalitas
katup jantung atau kelainan kongenital (Tabel 48-2).

MURMUR STENOSIS AORTA


Tahanan terhadap aliran darah yang melalui katup aorta yang stenosis menyebabkan
peningkatan tekanan ventrikel kiri hingga mencapai nilai 350 mmHg, sedangkan tekanan
pada aorta tetap normal. Dengan demikian, efek pipa semprot terjadi selama sistol dengan
darah yang mengalir pada kecepatan tinggi melalui katup aorta yang pembukaannya kecil.
Aliran turbulensi ini menyebabkan vibrasi, dan suatu murmur sistolik ditransmisikan ke
bagian atas aorta dan bahkan ke arteri karotis.
MURMUR AORTA REGURGITASI
Turbulensi terbentuk dari suatu aliran balik darah ke darah yang sudah berada di ventrikel kiri
sehingga menghasilkan murmur diastol yang khas pada refurgitasi aorte. Bunyi murmur ini
tidak sekeras bunyi murmur pada stenosis aorta karena perbedaan tekanan antara ventrikel
kanan dengan ventrikel kiri tidak sebesar yang pada stenosis aorta.

MURMUR STENOSIS MITRAL


Pada keadaan stenosis mitral, murmur intensitas rendah terjadi pada saat diastol. Suara
abnormal dihasilkan dari stenosis mitral yang berintensitas rendah, karena kecuali pada
periode tertentu, perbedaan gaya tekanan aliran darah dari atrium kiri ke ventrikel kiri jarang
melebihi 35 mmHg.

MURMUR MITRAL REGURGITASI


Aliran darah balik melalui katup mitral yang inkompeten selama kontraksi ventrikel kiri
menghasilkan suara, desiran murmur sistolik. Atrium kiri terletak lebih jauh dari dinding
dada, sehingga akan sulit untuk mendengarkan murmur secara auskultasi langsung dari
atrium. Sehingga suara regurgitasi mitral yang ditransmisikan ke dinding dada dipertahankan
melalui ventrikel kiri dan biasanya akan terdengar keras di apeks kordis. Diperkirakan
murmur regurgitasi mitral disebabkan dari vibrasi turbulensi pompaan darah balik menuju
katup mitral melawan dinding atrium atau menuju darah yang sudah ada di atrium. Kualitas
murmur regurgitasi mitral irip dengan regurgitasi aorta, namun murmur ini terjadi selama
sistol.

MURMUR DUKTUS ARTERIOSUS PATEN


Pada murmur tipe ini, aliran darah balik dari aorta kenuju arteri pulmonalis, menyebabkan
suatu murmur yang berkelanjutan (kontinyu). Murmur ini dapat didengarkan di area
pulmoner, dan akan lebih jelas jika didengarkan selama sistol ketika tekanan aorta meningkat
dan akan menurun intensitasnya pada saat fase diastol. Jumlah murmur ini akan menyusut
pada saat detak jantung berbunyi. Pada saat lahir, jumlah aliran darah balik bisa tidak adekuat
untuk meyebabkan murmur.
MURMUR DEFEK SEPTUM ATRIUM
Peningkatan aliran darah pada katup pulmoner yang mengalami defek septum
atriummenghasilkan suatu suara khas murmur ejeksi sistol pulmoner. Katup pulmoner
tertutup dengan lambat menyebabkan melebarnya spliting suara jantung II.

MURMUR DEFEK SEPTUM VENTRIKEL


Defek septum ventrikel dicirikan olej aliran darah dari ventrikel kiri ke ventrikel kanan yang
menghasilkan suara murmur sistolik. Murmur sistolik ini tidak seperti pada murmur kontinyu
pada duktus arteriosus paten.

KONDUKSI IMPULS JANTUNG


Impuls jantung ditransmisikan oleh sebuah sistem konduksi khusus yang ada di jantung,
dengan impuls normal dibangkitkan secara spontan pada nodus sinoatrial sehingga dapat
menjaga rata-rata denyut jantung sektiar 70 kali per menit (gambar 48-10). Impuls ini
berjalan dari nodus sinoatrial menuju nodus atrioventrikular, dimana impuls ini akan ditahan
sebelum melewati ventrikel. Pada ventrikel, impuls tadi akan berjalan melewati jaras
atrioventrikular (bundle of his), dimana impuls tersebut akan terbagi menjadi dua cabang, ke
kiri dan ke kanan. Cabang tersebut kemudian akan dibagi lagi menjadi suatu jaringan
kompleks serabut konduksi yang disebut dengan serabut purkinje, yang serat-seratnya akan
melalui permukaan subendokardial pada kedua ventrikel.

Peranan sistem konduksi dalam membangkitkan disritmi kordis, dapat dilihat pada efek
antidisritmik dari adenosi yang memblok konduksi sementara diantara nodus atrioventrikular.
Gambaran khas ini menyebabkan adenosine sebagai sebuah terapi efektif untuk
menghentikan supraventrikular takikardi yang dihasilkan pada nodus atrioventrikular.
Sebaliknya, atrial flutter atau atrial fibrilasi yang dihasilkan pada jaringan di atas nodus
atrioventrikular berespon dengan adenosine dengan perlambatan sementara dari laju respon
ventrikel yang digambarkan dengan perlambatan impuls jantung melewati nodus
atrioventrikular.

Nodus Sinoatrial
Nodus sinoatrial adalah otot jantung yang khusus (panjang 15 mm, lebar 5mm, tebal 2mm)
terletak pada permukaan belakang dari jantung dimana vena cava superior masuk ke dalam
atrium kanan. Serabut dari nodus sinoatrial berlanjut dengan serabut otot atrium sehingga
potensial aksi jantung yang berasal dari nodus sinoatrial disebarkan secara cepat ke atrium.
Serabut sinoatrial memiliki potensial istirahat membran hanya sekitar -60 mv dibanding
dengan -90 mv yang ada pada serabut jantung lain. Potensial istirahat transmembran yang
lebih rendah disebabkan oleh peningkatan bocornya ion natrium pada membran serabut
sinoatrial dan kemampuan untuk eksitasi mandiri berulang yang ritmik dari potensial aksi
nodus sinoatrial. Segera setelah potensial aksi jantung berakhir, potensial membran sinoatrial
mencapai derajat negativitas terbesar (hiperpolarisasi),digambarkan dengan difusi ion kalium
(muatan positif) dari dalam sel. Sehingga membran sinoatrial menjadi kurang permiabel
terhadap ion kalium dan bocornya membran terhadap ion natrium terjadi, potensial
transmembran kembali ke nilai negatif yang kurang (fase 4 depolarisasi spontan) hingga dia
meraih potensial ambang untuk eksitasi sendiri.
Jalur Internodal
Potensial aksi yang dihasilkan nodus sinoatrial menyebar melewati seluruh masa otot atrium
menuju nodus antrioventrikuler. Bagaimanapun, jalur internodal yang menjalarkan impuls
jantung dari nodus sinoatrial ke nodus atrioventrikuler lebih cepat dari masa otot atrium
umumnya.
Nodus Atrioventrikular
Nodus atrioventrikular adalah otot jantung khusus (panjang 20 mm, lebar 10mm, tebal 3mm)
yang terletak di sisi kanan dari septum atrium dekat dengan pintu sinus coroner. Terdapat
penundaan transmisi dari impuls jantung pada nodus atrioventrikular sehingga member
kesempatan atrium untuk mengkosongkan darah ke ventrikel sebelum sistol ventrikel
dimulai. Impuls jantung yang dihasilkan di nodus sinoatrial secara khusus mencapai nodus
atrioventrikular dalam 0.04 detik. Diantara waktu ini dan waktu tiap impuls muncul melalui
nodus atrioventikular, 0,11 detik berlalu. Konduksi yang lambat dari impuls jantung melalui
nodus atrioventrikular oleh karena melewati serabut konduksi berukuran kecil dan lebih
sedikitnya fusi yang kuat diantara sel otot jantung pada nodus ini.
Serabut Purkinje
Serabut Purkinje yang berjalan dari nodus atrioventrikular membentuk berkas atrioventrikular
(bundle of his), yang melewati lapisan subendokardium diantara katub jantung dan otot
ventrikel. Berkas ini segera terbagi menjadi berkas cabang kanan dan kiri, dengan berkas kiri
dibagi menjadi fasikulus anterior kiri dan posterior kiri. Cabang ini turun ke arah apex dari
tiap ventrikel, terbagi lagi menjadi cabang yang lebih kecil yang menyebar melingkari tiap
ventrikel. Serabut purkinje yang lewat dari nodus atrioventrikular melalui berkas
atrioventrikular dan menuju ke ventrikel merupakan serabut besar yang mentranmisikan
impuls jantung denagn sangat cepat sehingga kedua ventrikel berkontraksi pada saat yang
hampir bersamaan. Setiap penundaan dari transmisi impuls jantung melalui ventrikel dapat
menyebabkan impuls serabut otot ventrikel yang terakhir tereksitasi menjadi masuk kembali
ke serabut otot pertama sehingga terjadi firilasi ventrikel. Biasanya, transmisi cepat dari
impuls jantung, berarti serabut yang terstimulasi pertama kali masih refrakter pada saat
serabut terakhir terstimulasi.

Pacemaker jantung
Sebuah sel pacemaker jantung adalah yang satu yang mengalami depolarisasi fase 4 secara
spontan untuk mencapai ambang potensial sehingga terjadi eksitasi mandiri. Peran dari nodus
sinoatrial sebagai pacemaker jantung normal mencerminkan laju pelepasan intrinsik yang
lebih tinggi dari relatif terhadap pacemaker jantung yang lain. Contohnya, serabut nodus
atrioventrikular melepaskan pada laju intrinsik 40-60 kali/menit, dan serabut purkinje
melepaskan dengan laju 15-40 kali /menit dibandingkan dengan laju intrinsik nodus sinoatrial
dari 70-80 kali/menit. Sebuah pacemaker selain dari nodus sinoatrial disebut sebagai ektopik
pacemaker.
Simulasi dari sistem saraf parasimpatis menghasilkan asetilkolin, yang menekan laju
pelepasan intrinsik dari nodus sinoatrial dan melambatkan laju transmisi impuls jantung
melalui jalur internodal atrium ke nodus atrioventrikular. Asetilkolin juga menekan aktivitas
dari nodus atrioventrikular. Mekanismenya melalui kemampuan asetilkolin menyebabkan
membran sel mengalami hiperpolarisasi, yang membuat sel mudah dieksitasi menjadi sel
yang lebih sulit dieksitasi. Stimulasi intensif dari sistem saraf parasimpatis dapat secara total
menurunkan aktivitas pacemaker jantung, membuat kebutuhan individual pada pelepasan
pacemaker ventrikel untuk bertahan.
Stimulasi dari sistem saraf simpatis menyebabkan pelepasan noreprinefrin, yang
mempercepat laju depolarisasi spontan fase 4 sehingga meningkatkan laju intrinsik dari
pelepasan nodus sinoatrial. Tampaknya noreprinefrin menyebabkan peningkatan
permiabilitas sel otot jantung terhadap ion natrium dan kalsium. Peningkatan yang sama pada
permiabilitas ion natrium pada nodus atrioventrikular menurunkan waktu konduksi impuls
jantung untuk melintasi ventrikel.

EFEK SIRKULASI DARI PENYAKIT JANTUNG


Penyakit katup jantung menghasilkan efek sirkulasi yang berhubungan dengan volum
berlebih (kelainan regurgitasi) atau tekanan berlebih (lesi stenosis) dari atrium atau ventrikel.
Toleransi latihan adalah indikator klinik yang bernilai terhadap adanya dan parahnya dari
penyakit katub jantung. Selama latihan, sejumlah besar dari darah vena dikembalikan ke
jantung dari sirkulasi perifer, menghasilkan eksaserbasi dari semua abnormalitas sirkulasi
yang berhubungan dengan penyakit katup jantung.
Penyakit jantung congenital menghasilkan efek sirkulasi predominan karena adanya pintas
(shunt) kiri ke kanan atau kanan ke kiri dalam jantung. Aliran darah pulmoner sangat
meningkat pada pintas jantung kiri ke kanan, menyebabkan peningkatan cardiac output yang
sering menyebabkan gagal jantung. Pintas kanan ke kiri jantung, ditandai dengan penurunan
aliran darah pulmonal, pengembalian langsung dari darah vena ke sistem sirkulasi, dan
hipoksemia arteri kronik. Kelainan jantung congenital sering berhubungan dengan kelainan
congenital pada bagian tubuh yang lain.

Penyakit Katup Aorta


Stenosis aorta atau regurgitasi aorta, menyebabkan penurunan volum sekuncup ventrikel kiri.
Respon kompensasi untuk mengimbangi penurunan cardiac output termasuk hipertrofi
ventrikel kiri (empat hingga lima kali dari ukuran normal) dan peningkatan volume sirkulasi
darah yang memudahkan venous return. Iskemi otot otot jantung sering terjadi,
mencerminkan aliran darah koroner yang tidak adekuat karena tingginya tekanan
intraventrikel (stenosis aorta) atau rendahnya tekanan diastole (regurgitasi aorta). Penyebab
lain dari iskemi otot jantung gagalnya pembuluh darah koroner untuk menghasilkan derajat
yang sama dari hipertrofi ventrikel. Banyak pasien penyakit katup aorta tidak bergejala,
sehingga penting untuk menentukan ada tidaknya murmur pada pemeriksaan fisik
preoperatif.
Penyakit Katup Mitral
Stenosis mitral atau mitral regurgitasi menghasilkan akumulasi darah pada atrium kiri dan
diikuti peningkatan tekanan artrium kiri. Edem pulmoner sering terjadi ketika tekanan atrium
melebihi 30mmHg, meskipun sistem limfe paru dapat memindahkan cairan berlebihan secara
efisien pada tekanan yang lebih besar. Peningkatan tekanan atrium kiri menjadi predisposisi
terhadap fibrilasi atrium karena berhubungan dengan pembesaran atrium kiri meningkatkan
jarak impuls jantung yang harus dilewati, sehingga peningkatan probabilitas dari reentry.
Terdapat penyempitan yang parah dari arteriol pulmonalis yang menghasilkan hipertensi
pulmoner dan hipertrofi ventrikel kanan.

Duktus Arteriosus Persisten


Sisa duktus arterious persisten ada pada 1 dari 5500 neonatus, menghasikan aliran balik darah
dari aorta ke arteri pulmonalis. Sesuai pertumbuhan anak, aliran darah pulmonal dapat
menjadi 2 hingga 3 kali lebih besar dari aliran darah sistemik. Karena cardiac output
ditingkatkan saat istirahat, pasien ini menunjukkan penurunan toleransi latihan. Peningkatan
aliran darah pulmoner menghasilakan peningkatan tekanan pulmonal dan hipertrofi ventrikel
kanan. Sianosis tidak terjadi hingga terjadi gagal jantung.

Defek Septum Atrium


Peningkatan aliran darah pulmoner karena defek sempum atrium via foramen ovale persisten
atau defek pada septum atrium nantinya menyebabkan hipertensi pulmoner, hipertrofi
ventrikel kanan, dan gagal jantung ventrikel kanan. Pada sekitar sepertiga pasien, pembukaan
seperti flap yang menutupi foramen ovale tidak menempel ke septum atrium sehingga
mnyebabkan peningkatan selektif dari tekanan atrium kanan (ventilasi tekanan positif dari
paru dengan dengan atau tanpa tekanan positif akhir ekspirasi) dapat menyebabkan pintas
kanan ke kiri jantung dan hipoksemia arteri yang tidak diharapkan. (Moorthy dan
LoSasso,1974).

Defek Septum Ventrikel


Defek septum ventrikel menghasilkan pintas jantung kiri ke kanan, berdasar fakta bahwa
tekanan ventrikel kiri sekitar 6 kali lebih besar dari ventrikel kanan. Aliran darah melalui
pintas jantung meningkatkan tekana ventrikel kanan dan aliran darah pulmoner yang
mengakibatkan hipertrofi ventrikel kanan dan akhirnya hipertensi pulmonal. Adanya darah
kaya oksigen di ventrikel kanan, konsisten dengan adanya kelainan kongenital ini.
Tetralogi of Fallot
Tetralogi og fallot adalah penyebab klasik dari pintas jantung kanan ke kiri. Kelainan yang
diasosiasikan dengan tetralogi fallot antara lain aorta yang melewati pada septum
interventrikel (overriding aorta), stenosis arteri pulmonal, defek septum ventrikel dan
hipertrofi ventrikel kanan. yang disebabkan tetralogi of fallot adalah pintas sebanyak 75%
dari darah vena langsung masuk aorta lewat defek septum ventrikel, yang menghsikan
penurunan alirang darah pulmoner dan hipoksemi arteri yang parah, bahkan sejak lahir.

INFARK JANTUNG
Orang-orang dengan Penyakit Arteri Koroner memiliki sedikit hubungan kolateral diantara
arteri koronaria epikardial besar. Konsekuensinya, sumbatan akut dari sebuah arteri koroner
epikardial menyebabkan cepat terjadi infark transmural. Dalam 1 jam setelah infark
miokard,, serabut otot pada sentral iskemi akan mati. Selama beberapa hari berikutnya,
saluran kolateral tumbuh pada batas luar dari area infark menyebabkan area nonfungsional
dari otot jantung menjadi lebih kecil. Pertumbuhan kolateral maksimal setelah infark
mungkin baru ada dalam 1 bulan. Jaringan ikat fibrosa muncul diantara serabut infark, dan
menghasilkan skar yang mengecilkan ukuran dari area infark dan biasanya mencegah
munculnya efek aneurisma. Technetium pyrophosphate diserap secara selektif oleh area
nekrosis miokard baru, menghasilkan hot spot. Kemampuan jantung untuk meningkatkan
cardiac output setelah sembuh dari infark miokard seringkali kurang dibanding jantung yang
normal. Banyaknya dari sel jantung yang mati setelah infark miokard ditetapkan dengan hasil
derajat iskemik dan metabolisme otot jantung. Hal ini menegaskan pentingnya mencegah
stimulasi sistem saraf simpatis setelah infark miokard akut. Empat penyebab utama dari
kematian setelah infark miokard adlah (a) penurunan kardiak output (b) edem pulmo (c)
fibrilasi ventrikel, dan jarang (c) ruptur jantung.

Penurunan Kardiac Outpur


Penurunan kardiak output segera terjadi setelah infark miokard, menggambarkan gangguan
kontraktilitas yang berasosiasi dengan serabut yang iskemik atau infark. Syok kardiogenik
sering terjadi bila >40% dari otot ventrikel kiri mengalami infark. Pada beberapa kasus,
ketika porsi normal ventrikel berkontraksi, otot yang telah rusak akan terdorong keluar secara
paksa (membentuk aneurisma) karena tekanan intralumen. Sebagai hasilnya, banyak tenaga
pompa yang hilang pada aneurisma ventrikel.
Edem Pulmo
Penurunan dari cardiac output menyebabkan bendungan pada kapiler paru yang
menyebabkan tekanan kapiler meningkat. Selanjutnya, penurunan kardiak output
menyebebkan penurunan aliran darah ginjal yang kemudian menyebebkan retensi cairan.
Edem pulmo dapat muncul secara tiba-tiba pada beberapa hari setelah Infark miokard pada
pasien yang sebelumnya telah sembuh tanpa komplikasi.
Fibrilasi Ventrikel
Fibrilasi ventrikel dalah sebab umum dari kematian mendadak yang berhubungan dengan
infark miokard akut. Disritmi jantung yang berpotensi fatal ini mencerminkan peningkatan
iritabilitas karena deplesi ion kalium dari otot jantung yang rusak atau perubahan jalur untuk
konduksi impuls jantung karenajaringan infark.
Ruptur Area Infark
Ruptur area infark akut jarang terjadi pada beberapa hari pertama setelah infark. Meskipun
demikian, beberapa hari kemudian, otot jantung yang mengalami infark dapat berdegenerasi
dan meningkatkan kejadian rupture jantung yang diikuti dengan tamponade jantung akut.
ANGINA PECTORIS
Angina pectoris terjadi ketika kebutuhan otot jantung akan oksigen lebih besar dari suplainya,
yang dapat terjadi selama letihan, atau keadaan yang berhubungan dengan stimulasi sistem
saraf simpatik. Distribusi nyeri sampai ke lengan dan leher menggambarkan asal embrionik
dari jantung dan lengan, karena itu, daerah ini memerima serabut saraf nyeri yang berasal dari
segmen medulla spinalis yang sama (T2-T5). Stimulasi dari akhiran saraf pada otot jantung
oleh asan laktat, histamine, atau kinin ari otot yang iskemi adalah penyebab umum dari
angina pectoris.
GAGAL JANTUNG
Gagal jantung bermanifestasi sebagai penurunan kardiak output atau edem pulmo, dengan
gagal ventrikel kiri terjadi 50 kali lebih sering dari gagal ventrikel kanan. Ventrikel yang
lemah tidak mampu memompa darah sehingga tekana vena meningkat dan tekanan ventrikel
akhir diastole meningkat. Dispneu menggambarkan adanya peningkatan tekanan atrium kiri
dan penumpukan cairan di paru, sedangkan peningkatan tekana atrium kanan bermanifestasi
sebagai hepatomegali, asiter dan edem perifer. Penurunan kronis dari kardiak output
menyebabkan renal induced retensi cairan sebagai usaha untuk meningkatkan venous return
ke jantung. Setiap peningkatan stress, seperti latihan, sepsis, atau trauma, dapat menurunkan
secara nyata cadangan jantung pada pasien yang rentan untuk terjadi gagal jantung. Anestesi
inhalasi memperparah penurunan kontraktilitas jantung jika diberikan pada kasus gagal
jantung (Kemmotsu et al, 1973).
Gagal Jantung Diastolik
Fungsi diastolik ventrikel adalah penting untuk menentukan keseluruhan perfoma
kardiovaskuler. Fase relaksasi isometric awal diastolik otot jantung dibarengi dengan
penurunan yang cepat tekanan ventrikel. Ketika tekanan ventrikel turun dibawah tekanan
atrium, katub mitral dan tricuspid terbuka, dan terjadi pengisian ventrikel. Fase cepat awal
dari pengisian berhubungan dengan relaksasi ventrikel, yang merupakan proses konsumsi
energi yang aktif. Fase pengisian diastole akhir sangat bergantung dari kontraksi aktif dari
atrium. Disfungsi diastolik adalah penyebeb penting dari gagal jantung, khususnya pada
orang tua. Evaluasi khusus preoperatif dari fungsi jantung difokuskan pada evaluasi fungsi
sistolik, Akan tetapi, lebih dari 40% pasien dengan gagal jantung kongestif simptomatik
mempunyai fungsi sistolik yang normal dengan pengurangan fungsi diastolik (Redfield et al,
2003). Gagal jantung kongestif berasosiasi dengan meningkatnya efek samping tambahan
perioperatif. Disfungsi ventrikel diastolik dibarengi dengan adanya peningkatan abnormalitas
dari atrium dan tekanan pengisian ventrikel dan hal ini tidak hanya sebagai hasil dari
hipertrofi ventrikel dan rendahnya kemampuan pengembangan ventrikel,tapi juga
berhubungan dengan kegagalan relaksasi ventrikel aktif (Philips et al.,2003). Kebalikannya
pada penelitian hewan yang secara signifikan menunjukkan anestesi yang diinduksi dengan
disfungsi diastolik, Studi pada manusia, menunjukka bahwa sevofluran tidak mengganggu
relaksasi ventrikel kiri ataupun mengurangi pengisian ventrikel diastolik awal bila diberikan
pada dosis 1 MAC selama ventilasi spontan. Bagaimanapun, propofol dihubungkan dengan
gangguan ringan dari funsi diastolic. Hal ini karena zat anestesi mengganggu diastole dalam
ambilan kembali kalsium dari sitosol ke reticulum sarkoplasma (Lee dan Woodruff,1996).
Propofol mengganggu ambilan kembali kalsium oleh reticulum sarkoplasma melalui suatu
efek terpisah pada cannel kalsium sarkolemma dan merubah fosforilasi otot jantung (Kanaya
et al., 2003). Zat anestesi juga dapat mengganggu pengisian akhir diastolic dengan
menurunkan kontraksi atrium. Gangguan diastolik perioperatif dapat mengurangi
kemampuna pasien untuk toleransi perioperatif dalam perubahan volume darah, irama dan
denyut jantung, ventilasi tekanan positif. Disfungsi diastolic lebih sering terjadi pada pasien
hipertensi, CAD (Penyakit Arteri Koroner), kardiomiopati, stenosis aorta,, diabetes mellitus,
dan penyakit kronik ginjal (Philip et al., 2003).

Anda mungkin juga menyukai